You are on page 1of 44



Riding the Wave:


Strategi Andal
Menaklukkan Industri Software
ii Strategi Andal

Sanksi Pelanggaran Pasal 72


Undang-undang Nomor 19 Tahun 2002
Tentang Hak Cipta

[ 1 ]. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 49 Ayat (1) dan Ayat (2) dipidana dengan
pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan atau denda paling sedikit
Rp1.000.000,- (satu juta rupiah) atau pidana paling lama 7 (tujuh) tahun dan atau denda
paling banyak Rp5.000.000.000,- (lima miliar rupiah).

[ 2 ]. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual


kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait
sebagai dimaksud pada Ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dan atau denda paling banyak Rp500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
iii

Riding the Wave:


Strategi Andal
Menaklukkan Industri Software

Teguh S. Pambudi

Penerbit PT Elex Media Komputindo


iv Strategi Andal

Riding the Wave:


Strategi Andal
Menaklukkan Industri Software

Teguh S. Pambudi

Desain Cover & Lay Out:


Nariyanto H. Puspito

©2010 Teguh S. Pambudi


Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Diterbitkan pertama kali oleh:
Penerbit PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia - Jakarta
Anggota IKAPI, Jakarta

EMK 235101495
ISBN 978-979-27-7917

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan


sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Dicetak oleh:
Percetakan PT Gramedia, Jakarta
Isi di luar tanggung jawab Percetakan


Bagian III
Titik
Balik
Bab 8–Bab 11

Bagian II
Anatomi
yang
Terlupa
Bagian I
Bab 3–Bab 7
Teknopreneur Bagian IV
Bab 1 & Bab 2 Gelombang
Baru
Bab 12–Bab 13

Bab 12
Bab 13 Menatap
Menghadapi Masa
Revolusi Depan
Baru
vi Strategi Andal
vii

Daftar Isi
Daftar Tabel dan Bagan viii
Pengantar xi
Make or Break xxiii

Bagian I Teknopreneur
Bab 1 Andal, Sebuah Perjalanan 3
Bab 2 Teknopreneur 9

Bagian II Anatomi yang Terlupa


Bab 3 Merintis di Terra Incognita 25
Bab 4 Menjadi Pelaku Industri 45
Bab 5 Menggeluti Enterprise 63
Bab 6 Dua Kesalahan 79
Bab 7 Kekeliruan Model Bisnis 95

Bagian III Titik Balik


Bab 8 Memutar Arah 119
Bab 9 Memformat Ulang 139
Bab 10 Melahirkan Andal Kharisma 159
Bab 11 Satu Lagi dari Andal 173

Bagian IV Gelombang Baru


Bab 12 Menatap Masa Depan 189
Bab 13 Menghadapi Revolusi Baru 205

Epilog 219
Referensi 223
Indeks 227
viii Strategi Andal

Daftar Tabel & Bagan


TABEL
Tabel 2.1 Pengguna Internet di Dunia 15
Tabel 2.2 Tingkat Penetrasi Internet di Dunia 16
Tabel 2.3 Prediksi Pengguna Internet 17
Tabel 7.1 Perbandingan Services dan Produk 101
Tabel 7.2 Rate di CUC 116
Tabel 9.1 Perbandingan Model Bisnis Andal Software 156
Tabel 11.1 Perbandingan Andal Kharisma 2007 dan 2009 180
Tabel 12.1 Perbandingan Andal PayMaster 2009 dan
Produk Kompetitor 192
Tabel 13.1 Perbedaan ASP dan SaaS 210

BAGAN
Bagan 2.1 Akselerasi Mencapai 150 Juta Pengguna 21
Bagan 3.1 Tonggak-tonggak Dinamika
Industri Software 1950-1990 42
Bagan 4.1 Model Bisnis Andal Software sebagai Produsen
Produk Massal 50
Bagan 5.1 Sektor Industri Peranti Lunak 65
Bagan 5.2 Area ERM dan SCM 69
Bagan 5.3 Irisan Value untuk User 74
Bagan 6.1 Alur 2D 89
Bagan 6.2 Siklus Proses Inovasi Owen 91
Bagan 6.3 Implementasi dan Pemanfaatan Fungsionalitas
Peranti Lunak 94
Bagan 7.1 Ekosistem Enterprise Software 109
Daftar Bagan & Tabel ix

Bagan 7.2 Ekosistem Mass-Market Software Product 109


Bagan 8.1 Langkah Turnaround 124
Bagan 8.2 Memecah Kharisma Win 1.5 Menjadi
Andal PayMaster 128
Bagan 8.3 Tiga Anak Tangga Penyelamatan 137
Bagan 9.1 Siklus untuk Hasilkan Produk 148
Bagan 9.2 Model Bisnis sebagai Produsen Enterprise Software
(sejak 2005) 157
Bagan 10.1 Porter’s Five Forces 163
Bagan 10.2 Analisis Posisi Strategis Andal Software 165
Bagan 12.1 Perbandingan Andal PayMaster 2009 dengan
Tiga Produk Lokal 191
Bagan 12.2 Struktur Andal Software 2004-2009 195
Bagan 12.3 Andal Software 2010 199
Bagan 13.1 Hubungan Produsen-Kastemer Enterprise Software
dalam SaaS 213
Bagan 13.2 The Long Tail 215
Bagan 14.1 Perjalanan Anda Software 220
 Strategi Andal
xi

Pengantar

Bill Gates dan Lakshmi Mittal


Medio April 2008, kedua orang terkaya di dunia tersebut
mengunjungi Indonesia. Keduanya disambut dengan takzim oleh
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono serta para petinggi negara.
Keduanya juga mendapat sambutan media massa. Namun, efek
dari kedatangan keduanya, kelak jauh berbeda.
Bill Gates mendapat simpati yang relatif lebih banyak dan
hangat dari masyarakat. Bukan hanya para penggiat teknologi
yang menyuarakan itu, kalangan masyarakat biasa pun seakan
berlomba untuk melihat lebih dekat, sekaligus mendengar apa
sesungguhnya yang akan diberikan Tuan Gates dalam lawatan-
nya yang singkat itu.
Sekarang, mari kita lihat bagaimana sambutan atas Lakshmi
Mittal, CEO Mittal Arcellor.
Mittal sesungguhnya tidak asing dengan bumi Indonesia. Raja
baja dunia ini pernah menghabiskan masa remaja di Indonesia
pada tahun 1970-an ketika dia turut mengelola PT Ispatindo. Dulu,
dia belumlah sehebat sekarang. Dia masih seorang anak muda
kinyis-kinyis yang diminta sang ayah membantunya mengelola
perusahaan. Kini, dia datang dengan kehebatan yang tidak kalah
dibanding Gates, setidaknya dalam konteks kekuatan kapital dan
kekuatan efek ekonominya. Sementara majalah BusinessWeek
xii Strategi Andal

pernah menjuluki Gates sebagai The Whiz Kid pada era 1980-
an, Fortune menahbiskan Mittal sebagai Sang Midas yang tidak
pernah mengalami tenggelamnya matahari. Mengapa?
Karena pabrik bajanya tersebar di seluruh dunia. Begitu satu
pabrik menutup operasi di suatu senja, maka pabrik Mittal
di belahan dunia lainnya, baru akan mulai beroperasi. Begitu
seterusnya, setiap hari. Dan, posisinya kian kukuh sebagai raja
baja setelah sukses mengakuisisi Arcellor, pabrik baja milik tiga
negara (Prancis, Luxemburg, dan Spanyol) pada 2006. Kini,
Arcellor Mittal adalah produsen baja terbesar di dunia—menurut
The Economist, outputnya setahun mencapai lebih 100 juta ton.
Namun, apa yang terjadi ketika Mittal datang dan meninggal-
kan Indonesia, sungguh berbeda dengan Gates.

”Bill Gates-Bill Gates” Baru


Mittal datang dan pergi meninggalkan kontroversi. Ini tidak
terlepas dari kedatangannya yang ingin membeli salah satu aset
negeri ini, PT Krakatau Steel, yang nota bene telah diketahuinya
sejak dia remaja, saat mengelola Ispatindo. Mittal ingin menja-
dikan Krakatau Steel sebagai bagian dari kerajaan bajanya. Ba-
gian dari rantai pasokan baja yang dimilikinya di seluruh benua
di muka bumi ini. Keinginan yang di Indonesia ditentang banyak
pihak karena khawatir privatisasi Krakatau Steel tidak membawa
manfaat bagi masyarakat.
”Reputasi adalah ketika bagaimana orang-orang membin-
cangkan Anda, setelah Anda meninggalkan mereka.” Begitu kata
Andy Groove, pendiri Intel yang juga terkenal dengan sembo-
yannya, ”Only paranoid will survive”.
Pembaca yang budiman,
Pengantar xiii

Buku di hadapan Anda ini, sesungguhnya bukanlah untuk


membicarakan reputasi antara Gates dan Mittal. Sebab, Gates
pun sesungguhnya bukan pria yang sepi dari kontroversi. Dia
juga sosok yang tidak kalah ”ramainya”. Bukan hanya posisinya
yang sejak lama menggusur raja-raja Arab, Brunei, dan Inggris
dalam urusan kekayaan. Namun, juga ambisinya untuk mengua-
sai jagat maya.
Banyak catatan kaki bagaimana lelaki berkacamata ini meng-
gusur para pesaingnya, mulai dari menandingi lewat peluncuran
program atau perusahaan baru, sampai mengakuisisi sang pesa-
ing. Gates telah sukses menjungkalkan Nestscape, Borland, dan
Digital Research. Sementara pada awal-awal terjun ke dunia PC,
dia menggusur Multimate dan WordPerfect. Banyak manuver
digelarnya untuk menguasai dunia teknologi, termasuk membeli
Yahoo! senilai US$44 miliar sebagai strategi menghadang laju
Google, yang sementara waktu masih tidak dihiraukan Yahoo!
Sejumlah orang yang tidak menyukai Gates bahkan menyin-
dirnya dengan julukan Gates at The Gate, untuk menyebut
kehadiran lelaki ini yang biasanya adalah dalam upaya meng-
akuisisi atau mencaplok satu perusahaan. Sebuah sindiran
yang diplesetkan dari The Barbarian at The Gates pada KKR,
perusahaan leverage buy out pada era 1980-an yang mengakuisisi
RJR Nabisco. Baru pada 4–5 tahun terakhir, Gates ”mengimbangi”
kerakusannya dengan aktif di dunia filantrofi dalam yayasan yang
dibangun bersama istrinya, The Bill & Melinda Gates Foundation.
Bukunya, Giving (2007) mengajak orang untuk saling berbagi
demi kemanusiaan dan peradaban yang lebih baik.
Gates dan Mittal adalah dua sosok hebat dengan kelebihan
serta kekurangannya masing-masing. Namun, bila disimak, ada
yang berbeda dalam menanggapi kehadiran Gates. Apa itu?
xiv Strategi Andal

Saking kagumnya atas founder yang juga Chairman Microsoft


itu, tidak sedikit kalangan yang mengharapkan lahirnya ”Bill
Gates-Bill Gates” baru dari tanah Indonesia.
Inilah harapan yang menggambarkan betapa hebatnya sosok
yang satu ini. Harapan yang sesungguhnya juga bukan impian
kosong.
Mengapa bukan impian kosong?
Menjadi Gates, atau lebih tepatnya seperti Gates, memang
bukanlah sebuah khayalan. Fakta paling mutakhir yang ter-
pampang di depan mata adalah bagaimana kiprah mengagum-
kan dari anak-anak muda baru yang berada di balik populernya
sejumlah situs. Sekarang, siapa yang tidak mengenal You Tube,
Digg, LinkedIn, Flickr, dan tentu saja Facebook dan Twitter?
Mereka—para pembuatnya, tentu saja—bukan hanya sangat
populer, menjadi ikon apa yang disebut Web 2.0, tetapi juga
sangat kaya menyusul jejak Jerry Yang serta David Filo yang
membesut Yahoo!, dan pastinya duo fenomenal, Larry Page dan
Sergey Brin yang melahirkan Google.
Bahkan Marc Andreeseen pun, orang yang melahirkan Inter-
net, pencipta browser Mosaic, tergoda untuk menikmati kembali
tambang emas di dunia maya. Dia kembali dengan situs yang baru
dibangun, Ning, yang menawarkan platform untuk social net-
working (jejaring sosial). Andreeseen sebelumnya membangun
Netscape Inc. yang kemudian menjualnya ke AOL senilai US$4,2
miliar pada 1999.
Itu baru dari tanah Amerika. Dari tanah Asia, misalnya India,
lahir Azem Prenji yang terkenal dengan Wipro-nya, lalu mun-
cul juga Infosys. Juga sederet nama lain, termasuk Jack Ma dari
China yang terkenal dengan Alibaba.com-nya, atau Robin Li
Pengantar xv

yang membuat Baidu menguasai 63% pangsa pasar search engine


China, jauh mengungguli Google.
Teknologi informasi serta Internet sungguh memungkinkan
lahirnya ”Bill Gates-Bill Gates” baru. Secara sederhana, arti men-
jadi ”Bill Gates” di sini adalah orang yang piawai memanfaatkan
teknologi informasi dan Internet sehingga bisa melakukan aku-
mulasi kapital secara masif lewat bisnis yang dijalankannya.
Melahirkan ”Gates” baru sangat berbeda dengan harapan
melahirkan ”Mittal-Mittal” baru. Memang bukan sebuah ke-
mustahilan, tetapi, sungguh sangat tidak mudah melahirkan raja
baja. Selain perlu kapital yang sangat besar, juga perlu lahan-la-
han nan luas untuk mengeksploitasi bahan baku guna melahirkan
lempengan-lempengan baja. Sementara bahan-bahan baku baja
itu sendiri tergolong barang-barang yang tidak terbarukan. Bah-
kan, jangankan menjadi raja baja, perusahaan-perusahaan baja
lokal kini tergerus dengan persaingan global, termasuk setelah
berlakunya area perdagangan bebas ASEAN-China (CAFTA).

Ladang Bernama Software


Ini berbeda halnya bila ingin melahirkan ”Bill Gates” baru.
Sejatinya, untuk menjadi ”Bill Gates” baru, sungguh bukan-
lah sebuah impian di siang bolong. Teknologi informasi serta In-
ternet memungkinkan hal ini. Memungkinkan bagi orang biasa
melakukannya, termasuk anak-anak muda, dari tempat yang
sederhana—bukan di ladang-ladang minyak atau lahan-lahan
yang maha luas, dan dengan modal yang juga tidak sebanyak saat
memulai bisnis pabrik baja. Modalnya cukup komputer, server,
koneksi Internet, dan sederet peralatan yang harganya pasti ti-
dak seberapa dibanding mesin pengolah baja. Ringkas, praktis,
xvi Strategi Andal

bahkan bisa dilakukan di kamar pribadi seperti ketika Mark


Zuckerberg membuat Facebook.
Namun, bagaimana Bill Gates berjalan membesarkan Micro-
soft, yang kemudian diikuti oleh Jerry Yang, Filo, Page, Brien,
serta sederet nama lainnya, tentunya bukanlah sesuatu yang se-
derhana. Sebab, menjadi seperti mereka bukan hanya memerlu-
kan kecerdasan, tetapi juga kepiawaian menata kreativitas serta
ketajaman insting wirausaha di atas sebuah keahlian bernama
yang satu ini: software.
Ya, software. Peranti lunak yang muncul dari pemrograman
kode-kode.
Inilah dunia yang sesungguhnya menjanjikan bagi siapa pun
yang ingin mengikuti jejak Gates, Page, Brin, dan tentu saja le-
laki yang tidak kalah geniusnya; Steve Jobs yang perusahaannya,
Apple Computer Inc., berkali-kali dinobatkan BusinessWeek ser-
ta Fortune sebagai The Most Innovative Company. Di luar nama-
nama itu, bercokol pula nama Larry Ellison, bos Oracle, yang
bisa dikatakan seangkatan dengan Gates dan Jobs.
Software membuka jalan kepada Gates, lalu Jobs, Ellison, dan
anak-anak muda itu. Namun, software saja bukanlah jalan yang
mereka tempuh. Tidak. Bukan cuma itu. Bak samurai, mengu-
tak-atik pemrograman bukanlah jalan sejati yang mereka tem-
puh hingga mereka bisa sukses seperti sekarang: para pendekar
dunia maya. Yang sesungguhnya ditempuh oleh orang-orang itu
adalah apa yang disebut sebagai building software industry.
Ya, mereka melangkah dari sekadar bisa membuat software,
menjadi software house, dan kemudian membangun industri pe-
ranti lunak lewat sebuah software company. Mereka menempuh
jalan terjal untuk membangun sebuah manufaktur produk digi-
tal bernama peranti lunak dengan pendekatan industrialis: ada
Pengantar xvii

rancang bangun produk, branding, channeling, distribusi, pro-


mosi, dan seabrek aktivitas pemasaran lainnya.
Orang-orang itu, para jagoan global itu, tidak hanya duduk
anteng, mengulik (utak-atik) kode program dan membuat pro-
duk peranti lunak, tetapi juga merentangkan visi sebagai en-
trepreneur sekaligus menginstitusionalisasikan insting-insting
bisnisnya. Mereka bukan sekadar programer pesanan. Mereka
berdiri sebagai produsen peranti lunak dalam sebuah ekosistem
bisnis yang utuh: ada mitra bisnis dan konsumen dan juga karya-
wan ketika perusahaan software didirikan. Mereka tidak hanya
piawai dalam managing technology, tetapi juga managing people
and business.
Inilah yang sesungguhnya menjadi landasan lahirnya lelaki
macam Gates, Jobs, Page, dan Brin.
Di Indonesia, industri peranti lunak boleh dikata memang
belumlah sehebat di AS dan belahan dunia lain, termasuk Eropa,
India, dan China. Seperti dikatakan di atas, definisi pelaku
industri peranti lunak adalah mereka yang membangun sebuah
”pabrik”, sebuah manufaktur produk digital dengan pendekatan
industrialis: mendesain produk—biasa disebut software package
— branding, channeling, distribusi, dan seterusnya. Bukan seka-
dar membuat peranti lunak pesanan, yang customized, tetapi
menciptakan produk yang kemudian dijualnya ke pasar. Lengkap
dengan brand berikut positioning-nya.
Akan tetapi, di tengah definisi yang ketat seperti di atas, bu-
kan berarti tidak ada sama sekali pelaku industri peranti lunak
di Tanah Air tercinta ini. Meski bisa dihitung dengan jari, sejum-
lah orang telah mematrikan diri menjadi pelaku industri peranti
lunak. Sementara itu, di luar mereka yang menggeluti industri,
sejumlah anak muda tumbuh bermekaran, berhimpun dalam ra-
xviii Strategi Andal

tusan independent software house, siap menjahit pesanan peranti


lunak yang datang dari seluruh penjuru bumi. Mereka yang ber-
mekaran ini ada yang berkembang, tetap bertahan dengan sistem
tailor made, dan banyak juga yang layu sebelum berkembang. Ti-
dak sedikit juga yang ingin melangkah masuk ke industri, tapi
akhirnya tidak bisa naik ke level lebih tinggi karena tidak me-
ngetahui apa jalan yang mesti ditempuh dan disiplin macam apa
yang harus dipegang seorang pelaku industri peranti lunak.
Tentang industri peranti lunak Indonesia, data resmi yang
dirilis Ditjen HKI Departemen Hukum dan HAM (April 2009)
mencatat bahwa industri peranti lunak di tanah air mempunyai
potensi yang luar biasa. Catatan mereka, ada sekitar 500 perusa-
haan yang memproduksi peranti lunak lokal dengan jumlah apli-
kasi mencapai 5.000 buah. Mereka adalah independent software
house yang mengerjakan pesanan. Namun, Ditjen HKI mencatat
baru 10 perusahaan lokal yang mampu memproduksi peranti lu-
nak, yang membuat brand untuk produk yang dihasilkannya. Ini
artinya: baru 10 perusahaan yang menjadi pelaku industri.
Saya beruntung bisa bertemu, berbincang, dan menggali kete-
rangan dari Indra Sosrodjojo, founder dan CEO Andal Software
Sejahtera. Berdiri 21 tahun lalu, Andal Software kini adalah sa-
lah satu dari 10 pelaku software industry lokal yang memfokus
diri pada software package untuk bidang human resources dan
perhitungan pajak PPh21, yang ditujukan bagi kalangan enter-
prise atau korporasi. Dan, dari hasil perbincangan yang menda-
lam dengan Indra, nyatalah bahwa Andal Software merupakan
case yang menarik untuk diungkap sebagai bahan pembelajaran
seputar bagaimana menjadi pelaku industri peranti lunak. Di-
ungkap dan dituangkan dalam sebuah buku.
Pengantar xix

Mengapa Andal?
Ya, mengapa Andal?
Setidaknya, ada dua posisi yang membuat Andal Software la-
yak untuk dijadikan case study dan dibedah dalam sebuah buku.
Pertama, Andal Software terhitung ”senior” di industri peranti
lunak tanah air, sejak menjadi produsen peranti lunak untuk
kalangan massal pada 1992. Pengalamannya menjadi pelaku in-
dustri sudah teruji. Kedua, konsistensi Indra membangun Andal
di tengah tantangan dan hambatan yang dihadapi, layak men-
jadi inspirasi yang diketahui khayalak, khususnya oleh para in-
dependent software house yang ingin melangkah menjadi pelaku
industri.
Dari perbincangan yang intens dengan Indra, yang kemudian
diluaskan pada karyawan serta mitra-mitra bisnisnya, saya
memang mendapat pengalaman yang berharga bagaimana
Andal menjadi pelaku industri peranti lunak di Indonesia.
Dari Indra pula saya belajar untuk memahami bahwa menjadi
pelaku industri peranti lunak sebetulnya tidak berbeda dengan
pelaku industri lainnya. Ada ekosistem yang mesti dibangun dan
dipelihara. Hal ini sangatlah krusial untuk dipahami buat siapa
saja yang ingin menggeluti peran sebagai pemain di industri ini.
Alhasil, menuliskan Indra sebagai entrepreneur dengan Andal
Software-nya benar-benar merupakan sebuah studi kasus yang
sangat berharga. Ya, berharga bukan hanya untuk mereka yang
ingin mengetahui tentang industri peranti lunak, tetapi juga un-
tuk mereka yang ingin masuk menjadi pelaku industri peranti
lunak yang sesungguhnya: melangkah dari sekadar ”menjahit”
produk menjadi software company yang sanggup mendesain
produk (software package), mengemasnya, mem-branding-nya,
dan men-deliver-nya pada customer.
xx Strategi Andal

Pembaca yang terhormat,


Buku ini memang tidak menjanjikan pembaca akan lang-
sung menjadi pelaku industri peranti lunak. Apalagi menjanji-
kan Anda menjadi Bill Gates. Namun dari buku ini, Anda akan
mengetahui anatomi sebuah perusahaan peranti lunak dan cara
menggelutinya: mendesain produk, mengumpulkan user requi-
rements, membuat value proposition, mengemasnya, dan men-
deliver ke customer. Dari buku ini akan diketahui bahwa jalan
yang ditempuh Gates adalah jalan yang sebetulnya juga bisa di-
tempuh. Bahkan, jauh lebih realistis untuk ditempuh ketimbang
jalan untuk menjadi seperti Mittal.
Buku di hadapan Anda ini lahir dari keinginan untuk mengu-
pas lebih dalam tentang bagaimana sejatinya industri software,
apa karakteristiknya, dan bagaimana menggelutinya. Inilah hal-
hal yang belum pernah dikupas dengan utuh untuk khalayak
Indonesia. Padahal, industri ini menawarkan salah satu jalan
untuk menjadi wirausahawan di antara pilihan-pilihan lainnya.
Industri software adalah salah satu ruang dalam ranah industri
kreatif yang bisa dilakukan siapa saja, dengan modal yang tidak
semasif melakukan bisnis lainnya. Industri yang sangat besar
potensinya.
Atas seluruh proses yang sudah dijalani dalam proses pembu-
atan buku ini, terima kasih yang sebesar-besarnya saya haturkan
untuk sejumlah pihak. Dari Andal Software, terima kasih dan
apresiasi saya berikan buat Indra Sosrodjojo yang menyediakan
waktu untuk berbagi dan dibedah, bukan saja entrepreneurship-
nya, tapi juga strateginya menjadi pelaku industri peranti lunak.
Terima kasih juga untuk seluruh staf Andal yang membantu me-
ngonstruksi Andal Software sebagai sebuah bangunan yang utuh.
Estinova Armen (Novi), Agus Wuryanto, Rukun, Welly Rosianty,
Pengantar xxi

M. Jupri Setiadi, dan Andreas Winata, thanks.


Untuk mitra-mitra Andal: Nukman Luthfie (Virtual), M.
Luthfi (Plasmedia), Mirna Kurniawati (Bursa Efek Indonesia),
Sri Adhityo dan Niken Suryo (PT Merck Indonesia), Aliu (pemi-
lik jaringan Solaria), dan Damodhar Reddy G. (PT Sainath In-
dustries), terima kasih untuk waktu yang diluangkan. Ucapan
yang sama saya layangkan juga untuk tim penulisan buku ini:
Eddy D. Iskandar, Hendra Syaukani, dan Nariyanto, many thanks
guys. Special thanks juga saya sampaikan untuk tim Universitas
Bina Nusantara, Judi, Gintoro, dan yang tidak bisa disebutkan
satu per satu. Juga tentunya Mas Ari Subagyo beserta tim Elex.
Last but not least, terima kasih saya berikan untuk istri dan ke-
tiga anak tercinta yang rela waktu-waktunya tercuri selama pro-
ses penulisan ini. J

Selamat membaca
Gunung Sindur, 14 Maret 2010

Teguh S. Pambudi
xxii Strategi Andal
xxiii

Make or Break
Everything’s changing, everything’s dynamic
(Steve Wozniak)

Tahukah Anda berapa banyak programmer yang dihasilkan Uni-


versitas Bina Nusantara setiap tahunnya?
Sedikitnya, 2.000 orang dilepas UBiNus dengan ilmu dan titel
sebagai pemrogram peranti lunak.
Pertanyaan kemudian: berapakah yang kemudian benar-be-
nar menggunakan ilmunya itu dalam bidang pekerjaannya?
30%-kah? 20%? Atau… 10%?
“Hanya 5% saja,” ujar Gintoro, Technology Development
Manager UBiNus. Selebihnya bergabung sebagai management
trainee di dunia bisnis (perusahaan), yang tidak selalu terkait
dengan ilmu yang dipelajarinya di perguruan tinggi. Dan, angka
persentase pun ditengarai makin mengerut manakala ditanya
berapa persen yang menempati kuadran sebagai entrepreneur
dengan menggunakan keahliannya itu.
Lalu, simaklah data berikut: Ditjen HKI Departemen Hukum
dan HAM menyatakan bahwa industri peranti lunak di tanah
air mempunyai potensi yang luar biasa. Pertanyaan kemudian:
berapakah produsen software di tanah air?
Jawabnya: baru sekitar 10 perusahaan lokal yang mampu
xxiv Strategi Andal

memproduksi peranti lunak, yang melabelinya dengan merek


teregristrasi, mem-branding-nya, dan men-deliver ke pasar
massal maupun enterprise. Selebihnya, sekitar sekitar 500 peru-
sahaan membuat peranti lunak untuk melayani pesanan (cus-
tom made software). Data ini tidak berbeda jauh dibandingkan
data Independent Software Vendor (ISV) binaan Microsoft yang
menaksir ada sekitar 500-an ISV lokal di Indonesia, yang sekitar
250-an berada di Jakarta.
Jawaban tersebut sebenarnya tidak terlalu mengejutkan.
Mengacu riset IDC, dari jumlah total pengembang profesional di
dunia yang sebesar 13,5 juta, Indonesia baru menyumbang 0,5%
(sekitar 71.600 orang). Masih sangat kecil. Sumbangan terbesar
datang dari India (10,5%) disusul AS (8,9%).
Namun… jika faktanya seperti di atas, jika minat menjadi
pelaku industri software lokal minim di kalangan lulusan pro-
grammer, dan jika para pelaku industri software lokal itu sendiri
masih sedikit, pertanyaan berikut pantas diajukan: lantas bagai-
mana dengan keinginan melahirkan “Bill Gates-Bill Gates” baru
seperti dikupas pada halaman Pengantar? Bukankah itu seperti
jauh panggang dari api?

Unreasonable People
Sebenarnya, fenomena orang yang tidak menggunakan latar
belakang keilmuannya selepas lulus kuliah, bukan barang aneh.
Bahkan disinyalir, hanya 10% saja yang bidang pekerjaannya
memiliki hubungan erat dengan latar belakang pendidikannya.
Mayoritas berkiprah di dunia yang dulu tidak dipelajarinya sama
sekali, tidak ada hubungannya sama sekali. Mereka seperti terce-
rabut dari akarnya.
Make or Brake xxv

Namun, khusus untuk programmer dan industri peranti lu-


nak, sebetulnya ada harapan besar dibebankan pada mereka,
yang tersirat ketika Pemerintah RI selalu mendengang-dengung-
kan seputar industri kreatif. Sebab, peranti lunak yang merupa-
kan produk para programmer, ditetapkan pemerintah menjadi
bagian dari 14 industri kreatif yang diharapkan mampu me-
nyumbang besar bagi produk domestik bruto.
Bicara industri kreatif, Pemerintah RI mencanangkan 2009
sebagai tahun industri kreatif dan berharap kontribusi industri
ini terhadap PDB kian membesar pada tahun-tahun mendatang.
Dalam 4–5 tahun terakhir, industri kreatif—termasuk industri
peranti lunak—telah berperan signifikan terhadap ekonomi na-
sional, dengan sumbangan 6,5% terhadap PDB. Khusus dari pe-
ranti lunak, pajak dari industri ini ditaksir mencapai US$8 juta
(Rp80 miliar) pada 2009.
Masih minimnya kontribusi pajak sektor peranti lunak ini tak
terlepas dari belum tumbuhnya industri peranti lunak di tanah
air. Dan, itu juga yang membuat fenomena tidak banyaknya pro-
grammer-programmer muda yang terjun menggeluti dunia ini,
baik sebagai independent software house, terlebih sebagai produ-
sen, pelaku industri peranti lunak.
Sebuah industri akan memiliki pemain-pemain yang di da-
lamnya menciptakan ekosistem tersendiri. Tumbuhnya sebuah
industri tidak akan bisa dilepaskan dari keberadaan produsen
dan customer, serta pihak-pihak yang berada di lingkup hubung-
an kedua pihak tersebut seperti supplier, delivery channel (distri-
butor), dan para system integrator-implementor untuk industri
peranti lunak yang menyasar pasar enterprise software. Mereka
saling membutuhkan serta menciptakan hubungan simbiosis-
mutualistik.
xxvi Strategi Andal

Pada konteks industri peranti lunak, bisa dikatakan hubungan


yang simbiosis-mutualistis itu sudah lama tidak bisa berjalan mu-
lus. Dan disrupsi-disrupsi itu, siapa lagi kalau bukan karena ulah
pembajakan. Pada 2009, riset IDC atas 110 negara menunjukkan
bahwa aktivitas pembajakan peranti lunak di tanah air bukannya
menyurut, malah kian melonjak, seperti gelombang yang tidak
pernah kenal kata surut. Indonesia menempati posisi ke-12 se-
bagai negara dengan tingkat pembajakan peranti lunak terbesar
di dunia. IDC mencatat persentase tingkat pembajakan di negeri
ini mencapai 85%. Ini artinya dari 100 peranti lunak yang di-
gunakan, 85 di antaranya adalah peranti lunak ilegal.
Bila dikonversi dalam uang, persentase 85% ini mengakibat-
kan Indonesia ditaksir mengalami kerugian (potensial loss) se-
besar US$544 juta (Rp5,4 triliun). Nilai ini melonjak dibanding
2007: tingkat pembajakan 84% dengan tingkat kerugian US$ 411
juta. Persentase Indonesia yang tinggi boleh dibilang menjadi
indikasi bahwa negeri ini adalah surganya para pembajak. Me-
mang, Indonesia masih di bawah sejumlah negara yang angka
pembajakannya di atas 90% yakni Armenia, Bangladesh, Geor-
gia, Sri Lanka, dan Zimbabwe. Akan tetapi, dilihat dari tingkat
perkembangan ekonominya, negara-negara itu relatif jauh ter-
tinggal dibanding Indonesia. Selain itu, situasi sosial-politiknya
pun terus bergejolak. Logikanya: Indonesia seharusnya lebih
maju dari mereka dalam urusan menghormati hak intelektual.
Persoalan pembajakan memang ditengarai menjadi pemicu
dari kurang pesatnya pertumbuhan industri peranti lunak di
tanah air. Industri yang dimaksud di sini terutama adalah pela-
ku-pelaku usaha yang menciptakan produk, mem-branding-nya,
mempromosikannya, dan men-deliver lewat kanal-kanal distri-
busi, baik secara ritel massal maupun korporasi. Dan kondisi ini,
Make or Brake xxvii

diyakini sedikit banyak memengaruhi animo anak-anak muda


untuk terjun ke dunia peranti lunak, apalagi menjadi pelaku in-
dustri. Maklum, banyak orang masih berpikir seribu kali untuk
pusing-pusing memikirkan produk, mengemasnya semenarik
mungkin, lalu berkeringat memasarkannya, tetapi kemudian ha-
rus menelan kenyataan getir: produknya dibajak atau bersaing
dengan produk bajakan yang dipajang di emperan toko dengan
harga Rp15.000–100.000 saja. Banyak orang tidak mau bersusah
payah di tengah iklim perlindungan hak cipta dan intelektual
yang masih rendah.
Menimbang hal itu, rasanya masuk akal bila lebih banyak
orang beringsut mundur, terutama mereka yang berkompeten di
bidang pemrograman dan pengembang peranti lunak. Para pro-
grammer serta software developer merasa lebih baik menekuni
bidang lain, atau kalaupun menggeluti peranti lunak, hanya ber-
main sebagai penerima pesanan yang membuat produk secara
customized (tailor made), menjadi implementor, atau integrator.
Peran itu lebih dipilih selain karena tidak mengundang banyak
risiko, juga tidak memerlukan banyak resources. Sebaliknya,
menjadi pemain industri adalah pilihan yang teramat berisiko.
Investasi untuk menciptakan produk akan selalu dibayang-
bayangi kegagalan serta ketakutan: baik kegagalan produk itu
sendiri maupun ketidakmampuan “bersaing” dengan produk
bajakan.
Akhirnya, jalan yang dipilih adalah: berpindah bidang keah-
lian atau mengurangi tekanan risiko dengan tidak menjadi pro-
dusen. Itulah pilihan-pilihan yang masuk akal.
Mengapa masuk akal?
Sangatlah tepat bila ada yang mengatakan bahwa industri
peranti lunak tidak ubahnya gelombang (wave) yang bergerak
xxviii Strategi Andal

dengan kecepatan tinggi. Laiknya industri yang berbasis tekno-


logi, industri software memiliki karakter perubahan yang kon-
stan dan cepat: hari ini muncul software baru, esok hari telah
muncul penantang baru, hari ini berjaya, esok tenggelam dengan
cepat. Hari ini menggunakan WordStar, esok diganti Microsoft
Word. Internet Explorer berjaya menyingkirkan Netscape, kini
terus digerogoti Firefox, Google Chrome, dan Opera. Gelom-
bang yang sungguh konstan dan bergerak cepat, juga penuh ge-
sekan di antara pelaku yang ada.
Jadi bisa dibayangkan bagaimana bermain di industri seperti
ini. Di satu sisi, pelakunya harus bisa menaklukkan gelombang
pembajakan yang meningkat dari waktu ke waktu, yang membu-
at disrupsi dalam ekosistem industri ini. Di sisi lain, juga harus
bisa menaklukkan gelombang persaingan di dunia peranti lunak
itu sendiri yang demikian dinamis. Inilah tantangan yang tidak
mudah ditunggangi sehingga pelakunya cenderung menganggap
lebih aman menjadi pelaku services di industri peranti lunak ke-
timbang menjadi produsen yang harus memikirkan tetek bengek,
mulai dari desain produk hingga delivery channel.
Muncul pertanyaan: apakah industri peranti lunak yang ber-
gerak dengan gelombang cepat ini memang tidak bisa ditung-
gangi sama sekali?
Jawabnya: bisa. Dan, seperti kata sastrawan George Bernard
Shaw, selalu ada unreasonable people. Ada orang-orang yang ti-
dak melihat kendala yang ada sebagai excuse untuk menghindar
dari passion menjadi pelaku industri peranti lunak. Sebesar apa
pun risikonya, sebesar apa pun gelombangnya, jalan itu akan di-
tempuh. Dan, itulah memang sebenarnya karakter seorang en-
trepreneur. Karakter yang bagi orang-orang tertentu dianggap
“gila” karena mempertaruhkan banyak hal.
Make or Brake xxix

Pembajakan serta minimnya perlindungan atas hak cipta dan


kekayaan intelektual, sebenarnya cuma satu faktor. Banyak fak-
tor lainnya yang bisa dituding atau dijadikan kambing hitam se-
bagai biang kerok tidak tumbuh kembangnya industri peranti lu-
nak, sekaligus menjadi alasan untuk tidak terjun sebagai pelaku
industri.
Toh, seperti disinggung di atas, bagi mereka yang tidak mau
tunduk pada keadaan, hal-hal yang dipandang sebagai risiko
justru tidak harus dihindari, malah diselami dan ditunggangi
dengan keyakinan ada peluang besar yang bisa dieksplorasi.
Indra Sosrodjojo adalah salah satunya. Mendirikan Andal
Software Sejahtera, dia meniti jalan menjadi teknopreneur, men-
jadikan software sebagai basis usaha, dan menetapkan diri se-
bagai produsen peranti lunak.
Lantas, bagaimana strategi Indra menaklukkan industri ini?
Bagaimana strateginya menunggangi gelombang yang ada?
Inilah pertanyaan kunci yang dikupas dalam buku ini. Lem-
bar-lembar berikut dalam buku ini akan membedah perjalanan
Indra bersama Andal Software menaklukkan industri peranti
lunak. Perjalanan yang diharapkan bisa menjadi pelajaran bagi
anak-anak muda yang ingin mengetahui seluk beluk menjadi
pelaku industri peranti lunak. Anak-anak muda generasi digital
yang bermekaran di seantero negeri.
Lembar-lembar dalam buku ini akan menjawab bahwa disi-
plin seorang teknopreneur di mana pun adalah sama, tidak ter-
kecuali di dunia peranti lunak yang bergerak dinamis: kemam-
puan managing technology, people and business. Kemampuan
yang membutuhkan kedisiplinan, pengorbanan, serta strategi
tersendiri yang bisa jadi masih menakutkan bagi sebagian ka-
langan, khususnya di industri peranti lunak.
xxx Strategi Andal

Lebih dari itu, pelajaran yang didapat bukan hanya berguna


untuk mereka yang menggeluti dunia peranti lunak, tetapi juga
perusahaan lain yang mengalami perjalanan naik turun dalam
operasi bisnisnya. Perjalanan yang menuntun pada satu kata:
make or break! Sukses atau gagal.

Tiga Tahap Turnaround


Mayoritas perusahaan typical start-up adalah entitas bisnis yang
bergerak berdasarkan intuisi. Bergerak berdasarkan naluri un-
tuk menangkap peluang bisnis—sekecil apa pun itu—lalu meng-
ekploitasinya tanpa ada rasa takut, bahkan tanpa dipusingkan
pertimbangan-pertimbangan manajemen strategis. Simpel, dan
kalau bisa memang dibuat sesederhana mungkin. Tabrak sana
sini (membuat kesalahan), tidak jadi masalah. Yang penting bis-
nis berjalan. Peluang bisnis itu sendiri, baik menciptakan pro-
duk ataupun jasa kepada customer, yang dibidiknya.
Paul Graham, orang yang di Amerika Serikat dijuluki Start-
up Guru karena keberhasilannya melahirkan ratusan perusa-
haan start-up sukses menyatakan bahwa sebenarnya Anda tidak
memerlukan ide brilian ketika memulai bisnis. Untuk mencetak
uang, yang diperlukan adalah menawarkan sesuatu yang lebih
baik dibanding yang sekarang digunakan customer. “To make
something customers actually want,” katanya.
Indra Sosrodjojo adalah tipikal seperti itu. Berawal dari men-
jual hardware dan melayani jasa pembuatan software pada 1988,
Indra seakan mendirikan perusahaan baru lagi (start-up) ketika
dia menceburkan diri menjadi produsen software, empat tahun
kemudian. Tidak ada ide-ide yang bisa dikategorikan brilian ke-
tika terjadi peralihan dari model “penjahit” menjadi produsen
itu. Mengambil segmen massal, dia meluncurkan beberapa pro-
Make or Brake xxxi

duk peranti lunak untuk kalangan ritel, termasuk masyarakat


umum, seperti aplikasi untuk akuntasi, juga untuk point of sales
dan kebutuhan para kasir. Yang diharapkannya, aplikasi-aplika-
si itu akan memudahkan para pengguna yang ingin melakukan
pekerjaannya secara otomatis, tidak lagi secara manual. Tidak
ubahnya seperti yang diungkap Paul Graham.
Indra berhasil melakukannya. Dia bisa menjadi pemain
produsen software massal dengan strategi klasik yang juga selalu
ditekankan oleh Paul Graham. “The essence of the successful
startup: Never, ever lose sight of what your customers want. Pay
attention to their needs at all times. Keep a close watch on feedback
and respond, respond, respond.” Produk Andal diserap pasar
karena bisa merespons serta memenuhi kebutuhan customer
yang disasar. Keberhasilan ini juga tidak terlepas dari pemilihan
kanal distribusi yang tepat untuk bisa menjangkau pembeli ritel.
Berjalan baik dalam beberapa tahun dan memetik sukses
lewat produk yang diserap pasar, Indra ingin menunggangi
gelombang yang lebih tinggi. Dia berpindah area permainan:
menjadi produsen peranti lunak untuk kalangan korporasi
(enterprise software). Adapun alasan kepindahan ini adalah: dia
menginginkan laju pertumbuhan usaha yang lebih cepat karena
di sektor enterprise, potensi meraih revenue lebih besar ketimbang
sektor massal yang dijual eceran. Maklum, bandrol harganya bisa
berpuluh kali lipat produk massal.
Segera, strategi fokus membidik segmen pun dijalankan. Dia
mengambil niche market di sektor HR dan payroll yang terkait
PPh21. Pertimbangan strategis yang digelar adalah regulation
driven: peraturan pajak akan terus mengikat perusahaan mana
pun, terutama untuk urusan payroll. Maka meluncurlah produk
aplikasi HR dan payroll yang terkait PPh21 untuk kalangan per-
xxxii Strategi Andal

usahaan. Produk yang dianggap memiliki fitur yang banyak.


Sayang, untung tak dapat diraih, malang pun tak dapat dito-
lak. Sebagai produsen, aplikasi yang dihasilkan ternyata tidak
memenuhi customers need and wants. Value proposition yang di-
janjikan dalam fitur-fiturnya, ternyata jauh dari harapan tatkala
di-deliver ke pasar. Nilai manfaat yang ditawarkan tidak sein-
dah kemasannya. Buntutnya: produk peranti lunak yang kurang
sempurna menimbulkan bug yang harus dibenahi di sana sini.
Yang membuat keadaan lebih parah, pembenahan produk
yang tidak sempurna, tanpa disadari telah mendorong Andal
Software menggabungkan dua model bisnis: produsen dan ser-
vices sekaligus. Padahal, kedua model bisnis itu tidak bisa di-
satukan di satu tempat lantaran basis operasinya yang berbeda.
Melakoni services membuat Andal Software harus mengalokasi-
kan resources (waktu dan tenaga) untuk memenuhi permintaan
klien yang ingin produknya dibenahi, yang acap kali diimbuhi
dengan kustomisasi. Buntutnya, Andal Software pun limbung.
Operasi menjadi tidak efisien. Produk yang tidak sempurna me-
nyedot waktu untuk perbaikan, yang semestinya dilokasikan
untuk menciptakan pengembangan produk yang lebih baik lagi.
Produk yang tidak excellent juga melahirkan uncontrollable cost
(biaya-biaya yang tidak diduga sebelumnya) ketika dilakukan
pembenahan. Andal gagal menunggangi gelombang enterprise
software dan terancam kebangkrutan.
Akhirnya: make or break!
Ya, lanjut atau gagal sama sekali. Itulah pilihan pahit yang ter-
sisa.
Kegagalan, dan bahkan ancaman kebangkrutan merupakan
hal biasa yang menimpa entrepreneur, terlebih para teknopre-
Make or Brakexxxiii

neur yang bermain di industri peranti lunak yang gelombangnya


cepat. Ada yang tidak bisa melewatinya dan hancur berkeping-
keping. Ada yang berhasil melewati masa sulit, tetapi usahanya
tidak pernah tumbuh lebih kuat lagi. Namun, ada juga yang bisa
melewatinya untuk kemudian bisnisnya tumbuh lebih sehat dan
kuat dari sebelumnya.
Indra adalah tipikal ketiga: berhasil membawa Andal Software
melakukan turnaround dan tumbuh lebih kuat dari sebelumnya.
Tidak saja lebih kuat dalam pengertian spirit entrepreneurship,
tetapi juga bisnisnya sebagai pelaku industri software tanah air.
Lantas, apa yang menjadi kuncinya melakukan turnaround?
”Entrepreneurs have to keep adjusting to. Everything’s chang-
ing, everything’s dynamic, and you get this idea and you get
another idea and this doesn’t work out and you have to replace it
with something else,” ujar pendiri Apple, Steve Wozniak.
Meniti jalan menurun bukanlah hal mudah bagi seorang entre-
preneur. Toh, Indra bisa sukses melakukannya dengan membuat
penyesuaian dan mengembangkan langkah-langkah berikut,
yang juga akan berguna bagi pelaku usaha lain yang mengalami
hal serupa kendati tidak bermain di industri yang sama.
Ada banyak teori tentang bagaimana melakukan turnaround.
Namun, Indra bertumpu pada tiga tahap dalam melakukan
upaya turnaround. Pertama, stabilisasi. Kedua, fix the problem
(membenahi persoalan). Dan ketiga, upaya untuk tumbuh se-
cara berkelanjutan (growth and sustainability). Ilustrasinya ter-
gambar pada bagan Kurva Turnaround.
Dalam upaya melakukan stabilisasi, langkah kunci yang dibuat
adalah: confront reality, lalu review kondisi terkini, dan kemu-
dian membuat upaya menstabilisasi keadaan. Saat melakukan
xxxiv Strategi Andal

turnaround (memutar balik), ini merupakan upaya Indra untuk


memahami apa yang tengah dialami.

KURVA Turnaround Growth & Sustainability

Fix the Problem


Stabilisasi

Confront reality! Awalnya, Indra seakan ingin lari dari ke-


nyataan karena tidak membayangkan bisnis yang dirintisnya
terancam runtuh. Namun, perlahan-lahan dia menghadapi
dan menyikapinya secara realistis. Kemudian dia melakukan
pemetaan persoalan. Yang dijumpainya, pemasaran ke klien be-
gitu kencang sementara produk belum memuaskan. Akibatnya,
permintaan klien untuk menangani bug demikian deras sehingga
resources pun banyak tersita. Untuk membuat Andal stabil, lang-
kah yang diambil adalah menghentikan pemasaran, menyetop
permintaan kustomisasi, dan memilah mana pekerjaan penyele-
saian bug yang tidak menyita waktu. Jumlah karyawan pun di-
pangkas. Efektivitas dan efisiensi menjadi kunci pada tahap ini.
Tujuannya, kondisi keuangan tidak semakin parah.
Selesai langkah pertama, masuk tahap kedua, fix the problem.
Pada tahap ini, ada dua komponen yang dijalankan secara
berurutan: find the problem dan find the solution. Carilah akar
persoalan yang membuat perusahaan menjadi terpuruk dan
temukan solusinya.
Mencari akar persoalan adalah separuh perjalanan, tetapi
akan sangat menentukan. Sebab prinsip di sini sangat jelas: bila
Make or Brake xxxv

salah dalam menemukan akar persoalan, solusi yang diambil


juga akan keliru. Namun, menemukan solusi juga menjadi sepa-
ruh perjalanan lainnya untuk melakukan tunaround, bahkan
menjadi kunci karena sekalipun persoalan sudah ditemukan,
tetapi jika tidak bisa membuat solusi yang tepat, maka persoal-
an akan tetap tinggal, menetap, dan membuat keadaan semakin
memburuk. Sebaliknya, bila solusinya tepat, maka akan menjadi
titik ungkit untuk membalik keadaan, membuat perusahaan
naik ke kondisi yang lebih baik. Jelas, sangat diperlukan kreati-
vitas dan inovasi pada tahap ini. Bahkan, menjadi nyawanya.
Pada Andal Software, akar permasalahan itu terletak pada
dua hal: produk yang tidak excellence, serta model bisnis yang
menggabungkan posisi sebagai produsen dan pelaku services
dalam satu atap. Solusinya: memperbaiki produk dan membe-
nahi model bisnis karena terkait dengan aspek revenue serta cost
structure.
Dalam aspek produk, strategi yang kreatif dilakukan Indra:
memecah produk lama yang ambisius tapi gagal dalam mem-
berikan value proposition, lalu mengambil komponen terkuat
dari produk itu untuk dijadikan produk tersendiri. Kemudian,
dari sisi model bisnis, diputuskan Andal sepenuhnya menjadi
produsen, tidak lagi mengurusi aspek kustomisasi produk.
Strategi ini berhasil. Produk hasil pemilahan ini, sekalipun ti-
dak memiliki fitur sebanyak produk sebelumnya, ternyata sang-
gup memberikan value yang dibutuhkan. Produk yang fokus,
dengan prinsip small is beautiful ini, bahkan menjadi titik ung-
kit Andal. Dan diiringi strategi fokus menjadi produsen, maka
struktur revenue serta cost bisa turut diperbaiki.
Solusi yang dibuat memang mampu mengangkat Andal dari
ancaman kebangkrutan. Akan tetapi, agar tidak lagi terpuruk,
xxxvi Strategi Andal

maka diperlukan langkah-langkah yang bisa membuat perusa-


haan benar-benar bisa tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.
Langkah yang dilakukan Indra dalam konteks ini adalah: creat-
ing solid sources of growth dan find a new perspective.
Bisnis yang terlihat survive, sebenarnya sering kali adalah wu-
jud dari kerapuhan yang tersamarkan, yang baru disadari ketika
hantaman pesaing berdatangan. Ini sangat terasa di industri pe-
ranti lunak yang bergerak dinamis. Keberhasilan untuk bertahan
hari ini akan segera menjadi cerita duka bila tidak memiliki sum-
ber-sumber pertumbuhan yang kuat. Dan, bagi perusahaan yang
baru melakukan turnaround, hal itu terasa lebih mendesak. Andal
perlu sumber pertumbuhan yang lebih kuat. Sebab, produk yang
menjadi titik ungkit akan segera koyak didera serangan produk-
produk pesaing. Itulah sebabnya Indra mendorong penciptaan
produk-produk baru yang lebih bermutu dari sisi value yang di-
tawarkan. Dia menyadari bagi seorang produsen peranti lunak,
sumber pertumbuhan itu adalah produk yang excellent di tengah
revenue stream yang sehat dan cost structure yang terkendali.
Indra berhasil. Dia meluncurkan produk-produk baru yang
lebih kuat dari sisi fitur dan value proposition. Pelanggan pun
bertambah, baik lokal maupun multinasional. Bagaimana dia
melakukan hal ini, tidak terlepas dari strategi yang dikembang-
kannya: aktif dan terus-menerus mencari user’s requirements dari
kalangan perusahaan dan industri. User’s requirements adalah
semacam daftar panjang yang berisi apa saja yang menjadi cus-
tomer’s need and want.
Akan tetapi, langkah mencetak sumber pertumbuhan yang lebih
kuat harus pula dibarengi langkah lain bila ingin perusahaan yang
baru saja melakukan turnaround bisa berjalan lebih tegak serta
tumbuh berkelanjutan. Langkah yang diambil Indra di sini adalah
Make or Brake xxxvii

find a new perspective, menemukan cara pandang atas posisi ter-


kini di lanskap persaingan, yang kalau perlu bahkan melakukan
redefinisi bisnis, termasuk mengubah model bisnis.
Hasilnya: perspektif baru itu adalah Andal harus semakin men-
jadi market driven organization. Sebagai produsen, Andal harus
kian mampu mendeteksi apa yang menjadi keinginan pasar se-
hingga value yang diberikan dalam produk adalah benar-benar
keinginan customer. Salah satu wujud ke arah itu adalah reorga-
nisasi dan restrukturisasi Andal agar menjadi market driven orga-
nization. Sebuah kebutuhan yang terasa semakin mendesak serta
relevan karena gelombang terbaru yang siap menerjang di segmen
enterprise software adalah adanya cloud computing dan Software
as a Service (SaaS). Tentang tahap dan langkah memutar arah ini,
lihat bagan Tiga Tahap Turnaround Andal.

Stabilisasi Fix the Problem Growth & Sustainability

- Confront Reality
- Review situation Find the Problem - Sources of Growth
- Stabilisasi & Solution - New perspective

Tiga Tahap Turnaround Andal

Tautan Tiga Lingkaran


Melakukan turnaround adalah salah satu keberhasilan Indra
dalam upayanya menunggangi industri peranti lunak di tanah
air. Jadi, apa yang harus dimiliki seorang pelaku industri peranti
lunak dan apa strategi yang dikembangkannya agar bisa survive,
eksis, tumbuh, dan kelak siap menunggangi gelombang-gelom-
bang baru yang lebih dinamis?
Sebagai teknopreneur yang menjadikan software sebagai basis
usaha dan menahbiskan diri selaku produsen peranti lunak—
xxxviii Strategi Andal

dari segmen massal ke enterprise—apa yang dijumpai dari Indra


adalah pertautan 3 lingkaran: the foundation, the organization,
dan the business.

•User’s Need & Wants


•Customer satisfaction

The Business
•Focus
•Market-driven
•Product Quality

The Foundation
Organization
•Competency
•Agility
•Capacity
•Adaptability
•Capability

Managing:
•Technology •People •Business Model
• Product •Business •Quick Shifting

The foundation. Yang menjadi fondasi utama adalah kompe-


tensi, kapasitas, dan kapabilitas individu. Sebagai teknopreneur,
Indra bukan hanya harus mengetahui aspek teknologi seperti
bagaimana software engineering dan mendesain peranti lunak,
tetapi juga memiliki spirit entrepreneur (sense of business) dan
kemampuan leadership untuk managing people, product, serta
business.
Hal fundamental ini akan diwadahi dalam organisasi (the or-
ganization), tempat seluruh kemampuan itu diolah, yakni Andal
Software. Dan, untuk bisa bermain di kompetisi yang berlang-
sung dinamis serta cepat, organisasi harus memiliki agility dan
Make or Brake xxxix

adaptability. Untuk bisa bermain di industri peranti lunak, or-


ganisasi harus berkarakter agile. Artinya: mampu mengidenti-
fikasi serta menangkap peluang lebih cepat ketimbang para pe-
saing. Kemudian, juga harus adaptif. Karena keberhasilan akan
bergantung pada model bisnis yang dipilih, organisasi harus
adaptif untuk melakukan pergeseran secara cepat (quick shifting)
ketika terjadi kesalahan model bisnis.
Dua hal ini menjadi dasar untuk menaklukkan pasar (the bu-
siness). Adapun untuk menembus pasar yang dinamis itu sendiri,
strategi yang dikembangkan adalah fokus. Dalam konteks Indra,
dia mengambil niche market di antara sejumlah pilihan yang ada
dalam operasi perusahaan, yakni di segmen pengelolaan Human
Resources. Strategi lainnya adalah menjadi market driven, men-
jadi produsen yang bergerak pada keinginan serta kebutuhan
klien. Dan selanjutnya, karena memilih menjadi produsen, or-
ganisasi Andal harus bisa menghasilkan produk yang excellence.
Caranya adalah menciptakan produk yang sesuai keinginan serta
kebutuhan klien agar bisa memuaskan mereka.
Ketiga hal ini (the foundation, the organization dan the busi-
ness) saling bertaut satu sama lain. Seperti jam yang berputar,
ketiganya terhubung, terus memperkokoh satu sama lain. Secara
personal, teknopreneur mesti terus mengasah kompetensi, ka-
pasitas, dan kapabilitas dirinya. Organisasinya pun harus terus
agile dan adaptif. Begitu juga strateginya menerobos pasar, tetap
fokus, market-driven, dan product oriented.
Dengan memperkuat hal ini, maka seperti bola yang meng-
gelinding dan membesar, muncullah kekuatan yang solid untuk
menunggangi gelombang perubahan yang cepat dan dinamis.
Terdiri atas 4 Bagian dan 13 Bab, buku ini diberi judul Ri-
ding the Wave: Strategi Andal Menaklukkan Industri Software.
xl Strategi Andal

Menunggangi gelombang industri peranti lunak yang penuh dis-


rupsi lewat pembajakan, buku ini mengupas perjalanan seorang
Indra Sosrodjojo yang jatuh bangun menjadi industrialis software
lokal lewat perusahaan yang didirikannya, Andal Software.
Dengan model flashback, pada Bagian I (Teknopreneur),
dua bab awal memotret posisi mutakhir Andal sebagai pelaku
enterprise software yang tergolong sudah mapan di industri lo-
kal, setelah melewati 20 tahun perjalanan sebagai teknopreneur.
Tentang apa itu teknopreneur, selanjutnya dijelaskan sebagai
kerangka untuk melihat bahwa menjadi pelaku industri software
sejatinya tetap seorang entrepreneur. Hanya saja, ada perbe-
daan-perbedaan yang membuat peluang seorang teknopreneur
melejit melebihi entrepreneur biasa sangatlah besar. Perbedaan
yang bisa menjelaskan mengapa seorang Bill Gates, Jobs, serta
yang lainnya cepat mengakumulasi kapital dibanding industria-
lis lainnya.
Pada Bagian 2 (Anatomi yang Terlupa), bahasan akan mengu-
pas perjalanan awal Indra, mulai dari merintis usaha dari awal,
menggeluti jual-beli hardware, hingga jatuh bangun menjadi
pelaku industri peranti lunak. Kelima bab (3–7) dalam bagian ini,
menggambarkan bagaimana asumsi-asumsi awal yang dibangun
Indra dengan penuh semangat sebagai pelaku industri peranti
lunak ternyata hancur lebur ketika harus berhadapan dengan
ketidaktahuan atas hal-hal yang sering kali luput dari perhatian
seorang teknolog: berbisnis di jalur teknologi haruslah menge-
tahui model bisnis. Berbisnis haruslah mengetahui value pro-
position, apa value yang ditawarkan (offer) sebuah produk. Dan
menjadi pelaku industri, haruslah memahami ekosistem sebuah
industri. Menguasai peranti lunak tanpa menguasai pemaha-
man mendasar tentang ekosistem, model bisnis, dan proses bis-
Make or Brake xli

nis yang ada di sisi customer, adalah menunda kekalahan untuk


sementara.
Laiknya, orang yang menggeluti produk teknologi, acap kali
”kesombongan” mendera: merasa lebih mengetahui daripa-
da orang di luar sana. Padahal, sebuah industri adalah sebuah
hukum supply-demand, hukum kesukaan-kepuasan customer,
hukum yang menyatakan perlunya conversation antara produ-
sen-customer. Hukum kesuksesannya pun jelas: bisa membuat
software, tidak berarti piawai menjualnya. Dan dalam industri
peranti lunak, khususnya enterprise software, kemampuan me-
mahami user’s requirements menjadi vital.
Indra gagal di sini. Kegagalan yang memaksanya melakukan
aneka penyesuaian, termasuk menciutkan jumlah karyawan.
Kegagalan semacam ini ditengarai sebenarnya banyak menimpa
pelaku independent software house lokal manakala akan melang-
kah ke level pemain industri. Kegagalan yang membuat mereka
surut, tidak berani melangkah karena risiko yang diembannya.
Kegagalan yang terjadi dalam sunyi, tidak penuh kegaduhan.
Agar pembahasan makin komprehensif, proses jatuh bangun
ini diulas dengan kacamata analisis manajemen modern, ter-
masuk juga analisis marketing. Juga disertakan bangunan teori
yang melingkupi industri peranti lunak agar pembaca bisa me-
lihatnya dalam perspektif yang utuh, bukan semata perjalanan
historis Andal Software. Dengan bangunan teoretik ini, diharap-
kan mereka yang ingin menggeluti industri peranti lunak dapat
memahami ”how to play” sebagai pelaku industri peranti lunak,
dan memahami lanskap permainan secara lebih strategis. Sebab,
sekali lagi, yang menentukan kemampuan untuk melangkah se-
tapak demi setapak di industri ini bukanlah semata kekayaan
kapital, kemampuan teknologi, bukan sekadar managing tech-
xlii Strategi Andal

nology, tetapi juga managing the business, khususnya kemam-


puan menyaring user’s requirements sehingga bisa menghasilkan
produk yang excellence.
Kesalahan model bisnis, kekeliruan dalam mendesain produk
yang excellent, menjadi beberapa kesalahan fatal yang membuat
Andal terperosok dan nyaris tenggelam. Indra bahkan sempat
terpikir untuk menutup lembar hidupnya sebagai pelaku indus-
tri peranti lunak.
Proses turnaround, upaya memutar balik menjadi bahasan
bagian selanjutnya (Titik Balik), Bab 8–11. Diungkap apa dan
bagaimana titik-titik balik itu dilakukan sehingga Andal Soft-
ware yang nyaris tenggelam kembali ke permukaan dan meraih
pelanggan lebih banyak. Kembali, pembahasan akan menyer-
takan pendekatan manajemen strategis agar masalah bisa diku-
pas secara lebih jernih. Maklum, sekalipun turnaround kerap kali
diyakini sebagai sebuah seni, sesungguhnya memiliki sistematika
tersendiri yang berpangkal pada upaya memperbaiki kesalahan-
kesalahan strategis yang sengaja ataupun tidak telah dilakukan.
Dalam kasus Andal, kesalahan itu terletak pada pemahaman
yang keliru atas model bisnis dan ketidakmampuan mendesain
serta menghasilkan produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar
enterprise.
Bagian akhir (Gelombang Baru) menelaah posisi Andal pasca-
keberhasilan melakukan turnaround. Menyadari perubahan dan
kecepatan di industri peranti lunak, Indra berupaya membawa
organisasinya berlari. Hal ini harus dilakukan karena dinamika
industri peranti lunak global memaksa pelaku industri cepat
bertindak sebelum terlambat. Cloud computing dan Software as
a Service yang tengah bergelora dan menjadi gelombang baru
akan menimbulkan konsekuensi besar bagi terjadinya perubah-
Make or Brake xliii

an perilaku perusahaan atas penggunaan hardware-software,


juga model bisnis industri peranti lunak itu sendiri. Ekosistem
industri peranti lunak pun berpotensi mengalami pergeseran,
yang pada gilirannya mengancam posisi pemain-pemain terten-
tu, bahkan berpotensi mengeliminasinya dari peta permainan.
Bagian akhir mengupas hal ini.
Diakhiri dengan Epilog, buku ini mengingatkan bahwa per-
ubahan akan selalu hadir dan bisa menjadi game changer bagi
pelaku bisnis, menjadi pengubah arah permainan sehingga
semua pelakunya harus siap menghadapi. Keberhasilan hari ini,
bukan jaminan keberhasilan hari esok. Itulah pesan yang akan
selalu relevan bagi siapa pun, dan pelaku bisnis apa pun. Dengan
kata lain, make or break, akan terus datang menyapa bila lengah
pada keadaan. J
xliv Strategi Andal

You might also like