Professional Documents
Culture Documents
6, Desember 2005
ISSN 1907-0810
TIM REDAKSI
PENASEHAT
Drs. Sri Santoso
Dr. Rasdi Ekosiswoyo, M.Sc
Drs. Suratin
REDAKSI :
Ketua
Drs. Susetyo Budi
Drs. YYFR Sunardjan, MS
Drs. Abdul Kholiq, M.Ag
Sekretaris
Drs. Imam Priyo Subarkah, MM
Anggota
Drs. Tri Waluyo, Ir. H. Soeharmono, MM, MBA
Drs. Sujono, Drs. Purwandi, M.Pd
Drs. Sumirin, M.Pd, Drs. Sutomo
Drs. Aryono, M.Hum, Drs. Taryono, MM
Penyunting Bahasa
Ngasbun Egar, S.Pd, M.Pd
Drs. A Wiyaka
Drs. Sudibyo, M.Pd
Setting / Layout
Arifin Rasyid
Pembantu Umum
Arifin Rasyid, Didin Rachmaningtyas
Winaryanto
Jurnal Pendidikan “ISWARA MANGGALA” diterbitkan pertama kali tahun 2005 oleh Forum Pem-
berdayaan Tenaga Kependidikan Kota Semarang, kerjasama Dewan Pendidikan Kota Semarang,
Dinas Pendidikan Kota Semarang dan PGRI Kota Semarang. Redaksi menerima kiriman naskah
karya tulis, penelitian, karya ilmiah dari guru dan tenaga kependidikan. Informasi lebih lanjut silahkan
menghubungi Sekretariat Dewan Pendidikan Kota Semarang, Gedung Moh. Ikhsan Lt. 1, Balaikota,
Jl. Pemuda No. 148 Semarang, Telp. (024) 3540974. ISSN 1907-0810
Sekapur Sirih
Ketua Dewan Pendidikan Kota Semarang
Assalamu’alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Abstract
Kurikulum Berbasis Kompetensi menekankan pembelajaran yang berorientasi pada
keterampilan hidup (Life Skill). Didalam kegiatan pembelajaran IPA, khususnya Biologi, masih
banyak siswa tidak mampu menghubungkan apa yang dipelajari dengan bagaimana pengetahuan
tersebut dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh model pembelajaran
yang diterima masih sangat didominasi guru yang menekankan transfer sains. Proses pembelajaran
yang demikian perlu diperbaiki dengan mengembangkan model pembelajaran bervisi SETS, yaitu
pembelajaran yang mengajak siswa untuk menghubungkaitkan unsur sains yang dipelajarinya
dengan teknologi, lingkungan dan masyarakat, dalam kehidupannya yang nyata. Perpaduan
model pembelajaran kooperatif dengan pendekatan SETS inilah yang kemudian dirancang dalam
penelitian tindakan kelas yang terdiri tiga siklus pada konsep Bioteknologi di SMA 6 Semarang,
dengan harapan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada life skill.
Hasil dari penelitian pada siklus I hingga siklus III menunjukkan adanya peningkatan skor
variabel. Pada variabel keterampilan mengerjakan tugas kelompok dan kemampuan merujuk
sumber belajar dari ketiga siklus mencerminkan ketuntasan 100%. Sementara itu untuk variabel
keterampilan berdiskusi 91,6% (siklus I) menjadi 95,8% (Siklus II) dan 100% (siklus III). Untuk
variabel keterampilan bertanya 66,66% (siklus I), 83,5% (siklus II), 100% (siklus III). Untuk
variabel keaktifan bekerjasama 87,5% (siklus I), 90,5% (siklus II), 100% (siklus III). Skor rata-
rata variabel prestasi belajar individual 7,031 (siklus I), 7,187 (siklus II), 7,312 ( siklus III). Skor
rata-rata variabel prestasi belajar tuntas klasikal 87,5% (siklus I) dan 93,75% (siklus II dan siklus
III). Adapun persepsi siswa terhadap pembelajaran kooperatif sudah menunjukkan cukup berminat
(skor rata-rata 2,8 dari rentang 1 – 4). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran bioteknologi berwawasan SETS mampu memberikan peningkatan kualitas
pembelajaran dan menumbuhkan persepsi positip siswa belajar yang tercermin pada keaktifan
siswa pada komponen pembelajaran seperti keterampilan mengerjakan tugas kelompok,
tercermin pada keaktifan siswa pada komponen pembelajaran seperti keterampilan mengerjakan
tugas kelompok, keterampilan bekerjasama, keterampilan bertanya, berdiskusi, dan merujuk
pustaka/sumber belajar. Hal ini mengakibatkan prestasi belajar juga menjadi meningkat.
Kata kunci : bioteknologi berwawasan SETS, kualitas pembelajaran, life skill.
PENDAHULUAN
Kurikulum Berbasis Kompetensi atau yang lebih dikenal sebagai Kurikulum 2004, yang
secara serentak akan dilaksanakan sekolah pada setiap jenjang pendidikan merupakan inovasi
dan penyempurnaan bidang pendidikan yang perlu ditanggapi dengan positif. Ciri spesifik pada
kurikulum ini adalah pembelajaran yang berorientasi pada kecakapan hidup atau life skill. Sejumlah
kecakapan siswa diperyaratkan dalam mengikuti proses belajar untuk menyiapkan mereka dalam
kehidupan lingkungan sosialnya. Menurut Hasan (2002: 4) siswa sebagai peserta didik perlu
dipersiapkan dengan sejumlah kecakapan agar mampu memecahkan berbagai masalah baik
masalah ekonomi, budaya, politik,dan sosial lingkungannya. Kecakapan yang bersifat umum
di antaranya kecakapan mengenali diri sendiri (personal skill), kecakapan berpikir rasional
(thinking skill), kecakapan bersosial (social skill). Adapun kecakapan yang bersifat khusus dapat
berupa kecakapan akademik (academic skill) yang sering kita kenal dengan prestasi belajar dan
kecakapan kerja/vokasional (vocational skill) sejumlah kemampuan siswa yang lebih ditekankan
untuk mempersiapkan siswa mencari pekerjaan dilingkungan.
Pembelajaran yang dipersiapkan untuk mewujudkan pendidikan yang berorientasi
kecakapan hidup seperti tersebut haruslah pembelajaran yang aktif melibatkan siswa baik secara
kelompok maupun individual. Ada sejumlah keterampilan siswa dalam pembelajaran aktif seperti
keterampilan berkomunikasi, berpikir kritis, bersosial antarkelompok, sehingga akhirnya siswa
dapat mengembangkan kepribadian yang peka terhadap masalah-masalah yang sering terjadi di
lingkungan hidupnya.
Rendahnya kemampuan siswa dalam menghubungkan konsep/materi pelajaran yang
mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut dimanfaatkan masih banyak kita
temukan dalam proses belajar-mengajar di sekolah. Kesulitan siswa dalam memahami konsep
sains yang abstrak dengan metode belajar yang didominasi guru merupakan ciri pembelajaran
umum yang dilaksanakan di SMA.
Kondisi belajar-mengajar seperti di atas, menyebabkan siswa sulit berperan aktif dan
Kondisi belajar-mengajar seperti di atas, menyebabkan siswa sulit berperan aktif dan
kreatif dalam pembelajaran, akibatnya proses belajar-mengajar tidak dapat berlangsung dengan
menarik dan kurang bermakna sehingga siswa cenderung jenuh dan membosankan. Hal itu
berpengaruh pada kemampuan akademik/hasil belajar siswa yang rendah.
Kurikulum 2004 merupakan program pembelajaran yang dirancang untuk menggali potensi
dan pengalaman belajar siswa agar mampu memenuhi pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
Sebagai konsekuensi dari pembelajaran berbasis kompetensi, materi pembelajaran yang dipilih
haruslah yang dapat memberikan kecakapan untuk memecahkan permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari dengan menggunakan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan yang
dipelajarinya (psikomotorik).
Setiap pelajaran memerlukan kemampuan berpikir kognitif, psikomotorik, dan afektif yang
cukup memadahi untuk mendukung sejumlah kecakapan hidup (life skill) yang akan dikembangkan.
Kemampuan berpikir termasuk pada ranah kognitif, meliputi kemampuan menghapal,memahami,
menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan juga mengevaluasi. Kemampuan kognitif ini
merupakan kemampuan siswa yang sangat diperlukan terutama untuk mengaplikasikan konsep-
konsep yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah-masalah yang ada di kehidupan nyata.
Kemampuan psikomotorik merupakan kemampuan yang berkaitan dengan gerak, menggunakan
otot yang dapat diamati dengan kemampuan fisik seorang siswa. Untuk mencapai kemampuan
gerakan fisik yang terampil seorang siswa harus belajar secara sistematik diikuti dengan
kemampuan berkomunikasi yang memadahi untuk menunjang katrampilan gerakan tersebut. Dari
ranah afektif suatu pembelajaran biasanya harus mampu membangkitkan minat, sikap, emosi
atau nilai perilaku dari siswa. Oleh karena itu, perlu kiranya dirancang dan dikembangkan suatu
model pembelajaran yang dapat memberikan kesempatan siswa aktif mengembangkan potensi
ketiga ranah yaitu kognitif, psikomotorik dan afektif dengan mengacu pada kecakapan hidup.
Pada Kurikulum 2004 pendekatan SETS (Science, Environment,Technology and Society) atau
lebih dikenal dengan pendekatan SaLingTeMas (Sains, Lingkungan, Teknologi dan Masyarakat)
merupakan suatu pendekatan terpadu dalam pembelajaran yang melibatkan unsur-unsur sains,
teknologi, lingkungan dan masyarakat pada setiap konteks pembelajaran. Dengan demikian,
melalui pendekatan ini pemahaman dan pengembangan konsep sains selalu dihubungkaitkan
dengan teknologi, lingkungan dan masyarakat yang ada sehingga dapat dilatihkan siswa secara
sederhana untuk memecahkan masalah-masalah kehidupan sehari-hari.
Berangkat dari masalah yang ada di lapangan serta tuntutan pengembangan pembelajaran
pada kurikulum 2004, penulis mencoba menuangkan inovasi pembelajaran biologi pada konsep
Berangkat dari masalah yang ada di lapangan serta tuntutan pengembangan pembelajaran
pada kurikulum 2004, penulis mencoba menuangkan inovasi pembelajaran biologi pada konsep
bioteknologi di SMA 6 Semarang untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi pada
life skill. Sesuai dengan konsep pendekatan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and
learning) yang sekarang lagi dikembangkan, maka model pembelajaran yang diaplikasikan pada
konsep bioteknologi yang dipelajari di SMA kelas III IPA pada semester dua ini menggunakan
model pembelajaran kelompok (cooperative learning).
Menurut Johnson and Johnson (1994) strategi belajar-mengajar kooperatif merupakan
salah satu strategi pembelajaran yang mengacu pada percepatan pencapaian standar/kemampuan
akademik yang tinggi dan pengembangan pengetahuan serta kemampuan penting lainnya untuk
pengembangan berpikir kritis dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari .
Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu membentuk kelompok-kelompok kerja dengan
lingkungan yang positif dan meniadakan persaingan individu dalam kelompok untuk mencapai
prestasi akademik yang diinginkan. Kauchak dan Eggen (1996) memperkuat konsep Johnson &
Johnson dengan mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi pembelajaran
yang melibatkan siswa untuk bekerja secara kolaboratif dalam mencapai tujuan. Begitu juga
Slavin (1994) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja sama dalam
kelompok kecil saling membantu untuk memahami suatu materi. Dengan demikian, penerapan
model pembelajaran kooperatif pada konsep bioteknologi yang bervisi SETS ini diharapkan dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran yang berorientasi life skill.
Kualitas pembelajaran yang dimaksud dalam penelitian ini dapat diamati dari (1)
keterampilan siswa mengerjakan tugas dalam kelompok, (2) keterampilan diskusi antar sesama
anggota dalam kelompok, (3) kemampuan bekerja sama dalam kelompok, (4) kemampuan
bertanya dan menjawab dalam diskusi antar kelompok, dan (5) kemampuan siswa merujuk
berbagai sumber belajar/literatur. Dari aspek yang diamati inilah diharapkan dapat dilihat pula
kemampuan siswa dalam mengembangkan life skill, seperti kemampuan berkomunikasi dan
berpikir (thinking skill), kemampuan bersosial (social skill), kemampuan mengenali diri (personal
skill). Sementara itu, kemampuan akademik (academic skill) dapat diukur dari hasil tes hasil
belajar pada akhir kegitan belajar-mengajar, dan kecakapan vokasional (vocational skill) dapat
dilihat melalui pengamatan kegiatan psikomotorik diskusi, investigasi eksperimen, dan kumpulan
hasil tugas portofolio siswa baik secara individual maupun kelompok.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research)
yang terdiri atas tiga siklus dengan mengacu pada standar kompetensi pada kurikulum 2004 SMA.
Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di SMA 6 Semarang pada semester II yang berlangsung dari
akhir Maret sampai dengan akhir April 2003. Subjek penelitian adalah siswa kelas III IPA-1 yang
terdiri 32 siswa. Dasar pemilihan sampel kelas ini adalah adanya data di lapangan bahwa kelas
III IPA -1 merupakan kelas yang paling pasif dalam keterlibatan diskusi atau tanya jawab pada
kegiatan belajar-mengajar khususnya mata pelajaran Biologi, padahal pada proses pembagian
kelas III IPA dari kelas II sudah dibagi rata persebaran berdasarkan atas kemampuan akademik
atau peringkat pada laporan pendidikan menjadi tiga kelas IPA yang hampir sama jumlah dan
kemampuan akademik siswanya.
Pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini mengacu pada standar kompetensi yang telah
ditetapkan pada kurikulum 2004.
Dari tabel 3 dapat disimpulkan terjadi kenaikan kemampuan akademik atau hasil belajar yang
signifikan baik secara individu mapun klasikal.
Kenaikan hasil belajar secara individual dari siklus ke siklus dapat digambarkan seperti grafik.
Sementara itu kenaikan hasil belajar secara klasikal dapat digambarkan seperti grafik berikut :
Berdasarkan grafik prestasi belajar itu dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif yang berwawasan SETS pada konsep Bioteknologi meningkatkan prestasi belajar
siswa baik secara individual maupun klasikal bahkan dapat mencapai lebih dari target kurikulum
(6,5 untuk tuntas individual dan 85% untuk tuntas klasikal). Dari hasil penelitian itu dapat
direkomendasi strategi pembelajaran berwawasan SETS untuk bisa dipakai sebagai strategi
pembelajaran pada konsep-konsep biologi lainnya. Hal tersebut diperkuat dengan hasil angket
persepsi siswa terhadap model pembelajaran kooperatif berwawasan SETS yang diterapkan cukup
mendapatkan respons positif yaitu rata-rata skor pilihan 2,8 dari rentang 1-4.
DAFTAR PUSTAKA
Binadja,Achmad . 1999. Pendidikan SETS . Malaesyia : Seameo RegionalCentre for Education In
Science and Mathematics .
Binadja, Achmad. 1999. Integrasi Penerapan Pendidikan SETS dalam Kebijakan Sistem Pendidikan
Nasional . Makalah : Seminar dan Lokakarya Nasional Pendidikan SETS untuk Sain dan
Non Sain Universitas Negeri Semarang, 14-15 Desember 1999.
Binadja, Achmad. 1999. Pengembangan Materi SETS ala Indonesia . Makalah : Seminar dan
Lokakarya Nasional Pendidikan SETS Universitas Negeri Semarang, 19-20 Juni 1999.
Binadja, Achmad. 1999. Assessing SETS Programme / Achievement . Malaysia :
Southeast Asian Minister of Education Organisation Regional Centre for Education in Science and
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan . 1999. Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action
Research). Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Pendidikan Menengah Umum.
Departemen Pendidikan Nasional. 2001. Pedoman Teknis Pelaksanaan Classroom Action Research
(CAR). Jakarta : Diretorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama
Depdiknas . 2001 . Konsep Pendidikan Berorientasi Kecakapan Hidup ( Live Skill ) melalui Pendekatan
Pendidikan Berbasis Luas ( Broad Based Education – BBE ) . Jakarta : Depdiknas.
Departemen Pendidikan Nasional . 2003. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata pelajaran Biologi
SMA dan Madrasah Aliyah . Jakarta : Pusat Kurikulum Balitbang Depdiknas.
KEBIASAAN MENYONTEK PR TERHADAP PRESTASI YANG DIRAIH
SEORANG SISWA
Abstrac
Proses belajar yang efektif dan menyenangkan dapat meningkatkan gairah belajar siswa
serta meningkatkan kreativitas guru untuk menemukan metode-metode pengajaran baru
yang dapat membangkitkan antusiasme belajar. Menurut Nursito (2002), pembelajaran yang
efektif ditandai dengan siswa sebagai subjek didik yang aktif, metode mengajar beragam, guru
menghindari pembelajaran yang verbalistik, serta adanya variasi dalam pembelajaran.
Berbagai strategi, pendekatan dan metode mengajar yang diterapkan guru pada saat
melaksanakan kegiatan belajar mengajar, dan tak ada satu metode mengajar yang paling baik.
Masing-masing memiliki keunggulan sekaligus juga kelemahan Dari sekian banyak metode
mengajar salah satunya adalah metode pemberian tugas khususnya pemberian pekerjaan rumah
(PR) merupakan contoh metode yang sudah umum dilaksanakan oleh para pengajar (guru)
didalam melaksanakan pembelajaran.
PENDAHULUAN
Pekerjaan rumah (PR) selain merupakan salah satu bentuk metode mengajar yaitu metode
pemberian tugas, juga sebagai salah satu sistem penilaian, untuk mengetahui seberapa jauh siswa
telah memiliki dan menguasai kompetensi atau materi yang dipelajarinya. Namun sistem penilaian
yang dilakukan harus mencakup semua aspek dengan menggunakan indikator yang ditetapkan
oleh guru. Sistem penilaian yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan.
Berkelanjutan dalam arti semua komponen indikator dibuat soalnya, hasilnya dianalisis untuk
menentukan kompetensi yang telah dimiliki dan yang belum serta kesulitan siswa. Untuk itu
digunakan berbagai jenis tagihan, yaitu pertanyaan lisan di kelas, kuis, ulangan harian, tugas
rumah, ulangan semester. Penentuan teknik penilaian yang digunakan berdasar pada kemampuan
dasar yang ingin dinilai dan harus ditelaah oleh sejawat dalam bidang studi yang sama.
Sangat disayangkan, dalam pelaksanaan pemberian pekerjaan rumah khususnya di SMA Negeri
11 Semarang seringkali siswa mengerjakan PR dengan cara yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan guru. Tidak sedikit dari siswa yang dalam mengerjakan PR mereka hanya menyontek
PR siswa lain.
Dengan latar belakang masalah itulah penulis ingin tahu dengan lebih pasti mengenai hubungan
kebiasaan menyontek PR terhadap prestasi yang diraih seorang siswa.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Prestasi dan Penyimpangan dalam Meraihnya
Prestasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai: hasil yang telah dicapai
(dari yang telah dilakukan, dikerjakan). Prestasi terdiri dari tiga macam, yaitu:
a. Prestasi Akademis: hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar di sekolah atau perguruan
tinggi yang bersifat kognitif dan biasanya ditentukan melalui pengukruan dan penilain.
b. Prstasi Belajar: penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan oleh mata
pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes angka nilai yang diberikan oleh guru.
c. Prestasi Kerja: hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugas
yang dibebankan.
Berkaitan dengan prestasi belajar, James E. Weigan dalam Nana Sudjana (1992) mengemukakan
ada tiga factor diluar kemampuan siswa yang memberikan kontribusi prestasi belajar, yaitu (a)
kondisi yang diperlukan untuk belajar, (b) kompetensi tenaga pengajar, dan (c) interaksi personal
antara tenaga pengajar (guru) denan siswa dalam proses belajar mengajar.
Untuk memperoleh angka atau nilai yang baik tidak sedikit siswa yang menggunakan cara-
cara tidak dibenarkan atau dilarang oleh para guru (pengajar). Cara-cara tersebut antara lain
ditunjukkan pada bagan berikut:
Bagan 2: Cara-cara tidak dibenarkan atau dilarang dalam mencapai prestasi yang
sering dilakukan siswa.
a. Keadaan Keluarga
1) Cara Mendidik
Orang tua tidak mengindahkan pendidikan anaknya acuh tak acuh terhadap kemajuan
belajar. Orang Tua terlalu memanjakan anaknya sehingga dibiarkan tidak belajar karena
kasihan, kalu lelah, anak semau-maunya dan nakal, anak tidak didorong untuk belajar.
Atau sebaliknya orang tua terlalu keras sehingga dapat menimbulakn rasa tuidak aman
atau bahkan anak dibiarkan sehingga dapat menimbulkan rasa tidak aman atau bahkan
abnak dibiarkan sehinggga anak tidak tahu disiplin.
2) Perhatian dan pengawasan Orang Tua
- Hubungan orang tua dan anak
- Teladan orang tua
- Pekerjaan Orang Tua
3) Suasana rumah
Suasana yang kacau, gaduh, banyak anggota keluarga atau penghuninya menyebabkan
anak tidak dapat belajar dengan tenang dan mengakibatkan prestasi belajar menurun.
Orang tua sering cekcok, atau orang tua bercerai, anak tidak betah atau tidak kerasan di
rumah, akhirnya anak mudah kena pengaruh-pengaruh jahat dari teman-temannya.
b. Keadaan Sekolah
1) Hubungan antar teman
Hubungan antar anak-anak dengan teman-temannya kurang baik. Hubungan
yang baik antar anak dan teman-temannya menimbulkan perasaan diterima dalam
kelompoknya, disenangi, dihargai teman-temannya, dibutuhkan teman-temannya..
Kondisi semacam ini menyebabkan anak senang dan kerasan di sekolah.
2) Kurikukulum
Kurikulum yang seragam dan kaku, yang tidak seimbang, tidak sesuai dengan
kebutuhan peserta didik akan mengakibatkan perbedaan persepsi. Oleh karena itu
kurikulum sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat usia perkembangan
p e s e r t a d i d i k .
c. Keadaan masyarakat
(1)Teman-teman bergaul yang tidak dikontrol yang berpengaruh tidak baik terhadap para
peserta didik kita cukup banyak.
Pengaruh-pengaruh tersebut lebih cepat meresap dalam jiwa para peserta didik.
Kadang-kadang orang tua sanagat terkejut karena tiba-tiba mengetahui bahwa anak
membaca buku porno, menyimpan gambar-gambar porno, merokok, mereka sibuk
dengan kegiatan –kegiatan seperti yang disebutkan di atas sehingga anak-anak menjadi
lupa terhadap tugas sekolah. Kegiatan-kegiatan seperti ini yang menjadi hambatan
atau alasan perolehan prestasi belajar menjadi rendah.
(2) Mass media
Yang termasuk mass media disini seperti bioskop, radio, surat kabar, majalah, buku-
buku bacaan, komik dan semacamnya yang banyak sekali di sekelilingi anak-anak.
Cerita-cerita film, isi majalah-majalah, isi komik dan sebagainya yang kurang baik
sangat besar pengaruhnya terhadap para peserta didik. Para peserta didik menjadi
malas belajar, sukar dibimbing dan prestasi belajarnya menjadi menurun.
Terkadang PR yang diberikan kepada siswa terlalu sulit ntuk dikerjakan oleh
siswa. Biasanya Pryang terlalu sulit tersebut terdapat pada mata pelajaran yang
membutuhkan pemahaman yang mendalam dan tidak hanya terpancang pada materi
maka pemahaman siswa tersebut akanlebih mendalam dam kemampuan siswa dapat
berkembang.
d. Rasa malas siswa dalam mengerjakan PR
Terkadang memang ada siswa-siswa tertentu yang mengacuhkan PR yang diberikan
oleh guru. Biasanya siswa-siswa seperti itu tidak sadar akan pentingnya mengerjakan
PR dan kurang memiliki kesadaran belajar.
2. Keuntungan bagi siswa yang mengerjakan PR dan kerugian bagi siswa yang tidak
mengerjakan PR.
a. Keuntungan untuk siswa yang mengerjakan PR
- Ada persiapan untuk pelajaran yang akan datang
- Menggali lebih dalam materi yang telah didapatkan di kelas.
- Mendapatkan informasi yang lebih dari suatu materi.
- Mengulang dan berlatih pelajaran yang sudah di dapat
- Melatih disiplin diri.
b. Kerugian untuk siswa yang tidak mengerjakan PR
- Bisa dikenai hukuman oleh guru yang memberi PR
- Tidak ada persiapan untuk pelajaran yang akan datang, apalagi bila diadakan
ulangan mendadak.
- Hanya tahu informasi sebatas yang diberikan oleh guru saja dari suatu materi.
- Tidak bisa berlatih dengan soal yang lebih menantang
- Mudah lupa mengenai materi yang telah diberikan guru
METODOLOGI PENELITIAN
A. Teknik Pendekatan dan Variabel Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian expost facto dengan menggunaan teknik pendekatan
deskriptif survey, karena dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mengungkapkan dan
mendiskripsikan gejala atau suatu fakta masalah social yang telah dan sedang terjadi
berdasarkan variable yang diteliti, dan dalam penelitian ini tidak dilakukan perlakuan husus
(treatment) untuk memperoleh perilaku tertentu
Selanjutnya gejala yang terjadi akan dicari hubungannya antara variable bebas (independent
variable) yaitu kebiasaan mencontek PR dengan variabel terikat (dependent variable) yaitu
prestasi belajar, dalam hal ini adalah peringkat nilai rapor siswa dalam kelas
Siswa kelas III pada saat penelitian ini dilakuan sudah selesai melaksanakan ujian, sehingga
anggota populasi tinggal kelas I dan II yang terdiri atas 16 kelas. Mengingat jumlah siswa yang
relatif banyak dan keterbatasan penulisan, maka tidak seluruh populasi dijadikan responden
Adapun teknik yang digunakan untuk pengambilan sampel yang akan menjadi responden
adalah quota random sampling. Dalam hal ini tiap kelas diambil secara acak sejumlah 10
siswa dari 16 kelas I dan II sebagai sample penelitian, sehinga jumlah sampel yang akan
menjadi responden dalam penelitian ini adalah 160 siswa
Dari tabel dapat disimpulkan bahwa siswa yang kadang-kadang mengerjakan PR dengan
menyontek adalah paling banyak (68,97%). Siswa yang sering menyontek dalam mengerjakan
PR ada 31,03%. Siswa yang tidak pernah menyontek dalam mengerjakan PR tidak ada (0%).
Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas dapat dilihat pada grafik berikut ini
B. Respon Siswa Setelah Mencontek PR
Bagimanakah respon atau sikap siswa setelah melakukan perilaku menyimpang yaitu
mencontek PR siswa lain ?. Ternyata sejumlah 106 siswa atau sebesar 73,08 % merasa “biasa-
biasa saja” dan hanya 17 siswa atau sebesar 21,79 % yang “merasa bersalah” bahkan yang
lebih mengejutkan ada sejumlah 7 siswa atau sebesar 5,13 % yang merasa “senang” atau
barangkali lega karena bebas dari sangsi guru. Selengkapnya nampak pada tabel berikut ini :
Apakah fenomena diatas dapat diartikan bahwa siswa SMA 11 Semarang menganggap perilaku
menyimpang berupa tidak jujur, menjiplak (plagiat) merupakan tindakan yang wajar-wajar saja?
Rasanya terlalu dini untuk mengambil kesimpulan seperti itu, walaupun dari beberapa siswa yang
ditanya ada yang memberikan jawaban berbau diplomasi “ Sekedar membantu orang tua”. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik berikut ini
C. Faktor-faktor yang Mendorong Siswa Mengerjakan PR dengan Menyontek PR Siswa
Lain
Secara umum ada 3 faktor yang mendorong siswa untuk mengerjakan PR dengan menyontek,
yaitu:
1. PR terlalu sulit sehingga siswa tidak bisa mengerjakan.
2. Siswa malas untuk mengerjakan PR
3. Siswa sibuk dengan tugas-tugas yang lain, sehingga tidak ada waktu untuk
mengerjakan PR
Lalu dari ketiga faktor tersebut, menurut hasil survei penelitian ini ternyata faktor PR yang
terlalu sulit adalah faktor yang paling banyak menyebabkan siswa menyontek PR siswa lain
(64,83%), sedangkan faktor kemalasan siswa menduduki peringkat ke-2 (21,38%) dan faktor
kesibukan siswa menduduki peringkat ke-3 (13,79%). Hal tersebut ditunjukkan pda tabel
berikut:
Faktor kemalasan siswa yang berjumlah 21,38 % ini cukup mengejutkan, karena hal ini sekaligus
juga mencerminkan minat dan motivasi belajar siswa SMA 11 Semarang. Untuk lebih jelasnya
perhatikan grafik berikut ini.
Dari tabel diatas nampak bahwa PR mata pelajaran yang paling banyak dicontek siswa
adalah PR Matematika disusul mata pelajaran Akuntansi, Fisika, Kimia dan Bahasa Inggris. Hal
ini bisa berarti bahwa dimata para siswa SMA 11 Semarang, mata pelajaran tersebut merupakan
mata pelajaran yang paling sulit. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat pada grafik berikut ini.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar Guru telah memberi respon atas PR yang
dikerjakan siswa dalam bentuk dikoreksi atau dibahas kembali, walaupun tidak seluruhnya. Untuk
lebih jelasnya bisa dilihat pada rafik berikut ini :
Tabel diatas menunjukkan bahwa siswa akan menjadi malas ( 24,49 % ) dan kadang-kadang
malas (42,76 %) untuk mengerjakan PR bila guru tidak pernah memberikan respon atas pekerjaan
mereka. Hanya 23 siswa saja atau 15,85 % yang masih bersemangat untuk mengerjakan PR
H. Hubungan PR Mata Pelajaran Yang Sering Dicontek Siswa, Respon Guru, Mata
Pelajaran Yang Disukai/Tidak Disukai, dan Nilai Rapor.
Setelah diketahui bahwa faktor PR sulit merupakan faktor yang paling mendorong siswa
untuk menyontek, maka semestinya siswa akan cenderung menyontek PR pada pelajaran-
pelajaran yang sulit. Lalu pelajaran apakah yang paling sulit bagi siswa, dan apakah siswa
akan tidak menyontek apabila suatu pelajaran tidak sulit baginya. Dan apakah prestasi siswa
cenderung baik pada pelajaran-pelajaran yang PR-PR nya jarang mereka kerjakan dengan
Dari tabel nomor 10 di atas dapat dilihat bahwa Matematika merupakan pelajaran yang PR-
nya paling sering dikerjakan dengan menyontek, walaupun menurut tabel nomor 10 tersebut
juga menunjukkan bahwa Matematika juga merupakan pelajaran yang paling sering dikoreksi,
dan paling disukai oleh siswa. Tetapi tabel tersebut juga menunjukkan bahwa Matematika
adalah pelajaran yang nomor dua paling tidak disukai dan merupakan mata pelajaran yang
kebanyakan siswa memperoleh nilai paling buruk. Hal-hal tersebut menunjukkan bahwa para
siswa banyak yang mengerjakan PR Matematika dengan menyontek karena tingkat kesulitan
dari PR Matematika yang diberikan kepada siswa, selain itu tabel di atas menunjukkan bahwa
siswa akan termotivasi untuk mengerjakan PR (walaupun dengan menyontek) apabila suatu
PR yang diberikan ke pada siswa direspon oleh guru (dikoreksi, diberi nilai atau dibahas)
walaupun nilai yang mereka raih di rapor pun tidak terlalu baik.
Mata pelajaran Akuntansi dan Fisika merupakan pelajaran yang masuk dalam kategori
pelajaran yang PR-nya paling sering dikerjakan dengan menyontek padahal siswa yng
menyatakan bahwa nilai rapornya yang terburuk adalah Akuntansi atau Fisika tidak sebanyak
siswa yang menyatakan nilai rapor yang paling buruk adalah matematika, akan tetapi Fisika
dan Akuntansi ternyata menduduki pertama dan kedua pada kategori pelajaran ya PR-nya
sering tidak direspon oleh gurunya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila PR tidak
direspon oleh guru maka siswa akan terdorong untuk mengerjakan PR dengan menyontek.
Dan minat siswa terhadap yang dia pahami dan suat pelajaran akan lebih udah dipahai bila
siswa mau lebih mendalami pelajaran itu di rumah (bisa dengan mengerjakan PR) dan guru
mau membahas PR yang dia berikan.
Kesimpulan bahwa minat siswa menjadi berkurang untuk mengerjakan PR bila PR tidak
dikoraksi juga terbukti dengan angket yang menunjukkan bahwa dari 145 siswa, 60 diantaranya
menjadi malas mengerjakan PR bila PR tidak dikoreksi, 62 menyatakan kadang-kadang menjadi
malas, dan hanya 23 siswa yang menyatakan masih berminat untuk mengerjakan PR.
Ternyata mayoritas siswa hanya kadang-kadang mempelajari PR yang mereka contek (62,76%).
Sedangkan jumlah siswa yang sering dan tidak pernah mempelajari PR jauh lebih sedikit
(22,06%) dibandingkan jumlah siswa yang kadang-kadang mempelajari PR yang mereka
contek (15,17%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut ini :
K. Hubungan Kebiasaan Menyontek dengan Prestasi yang Diraih Siswa
Berdasarkan data Tabel 3 : Angka Kebiasaan Mencontek PR dan Tabel 7 : Prestasi Siswa
menurut Peringkat Nilai Rapor, setelah disilangkan dapat diketahui hubungan antara kebiasaan
mencontek dengan prestasi siswa, sebagai berikut
Dari data tersebut menunjukkan bahwa siswa yang kadang-kadang menyontek cenderung
memiliki prestasi yang lebih baik dari pada siswa yang sering menyontek. Lebih dari seperlima
siswa yang hanya kadang-kadang saja menyontek dapat menduduki peringkat 10 besar
(28%), sedangkan siswa yang sering menyontek tetapi meraih peringkat 10 besar jumlahnya
tidak mencapai sepersepuluh dari jumlah total siswa yang sering mengerjakan PR dengan
menyontek PR siswa lain (8,9%).
Saran
1. Mengingat mencontek termasuk perilaku menyimpang, para siswa diharapkan mau
mengerjakan PR sendiri, atau bilamana mengalami kesulitan bisa dikerjakan secara
kelompok, dan apabila dengan terpaksa mencontek PR siswa lain karena terlalu sulit,
sebaiknya mau mempelajari kembali PR yang di contek.
2. Para guru diharapkan mau memberikan respon positif terhadap PR yang diberikan kepada
siswa. Respon tersebut bisa berupa membahas kembali, mengoreksi dan menilai, akan
lebih baik lagi setelah dinilai dikembalikan kepada siswa dengan deberikan balikan yang
tepat untuk memotivasi belajar
3. Mengingat PR juga berfungsi sebagai salah satu bentuk penilaian, maka akan lebih baik
lagi apabila sekolah memberikan batasan maksimal jumlah ulangan harian dan PR mata
pelajaran yang diberikan kepada siswa. Misal maksimal 3 Mapel dalam 1 hari. Hal ini
dikarenakan jumlah yang terlalu banyak baik ulangan harian maupun PR akan memberikan
hasil yang tidak optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Oleh : NUSANTARA
ABSTRAKSI
Kondisi riil saat ini menunjukkan terjadinya penurunan mutu pendidikan di segala jenjang
pendidikan, meskipun semua sarana prasarana telah di coba dipenuhi untuk meningkatkan kualitas
pendidikan oleh pemerintah. Hal ini yang mendorong penulis ingin mengetahui masalah apa yang
mempengaruhi terjadinya kondisi penurunan kualitas mutu pendidikan khususnya dalam lingkup
SMP Negeri di Kecamatan Tembalang Kota Semarang. Berkaitan dengan hal tersebut, maka perlu
melakukan penelitian terhadapa masalah yang berkaitan dengan sumber daya manusia yang
langsung bersinggungan dengan masalah kualitas pendidikan.
Berdasarkan uji t dan uji f dihasilkan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan
antara motivasi ( X1 ), kominikasi ( X2 ) dan komitmen ( X3 ) terhadap kinerja ( Y ) baik
secara parsial maupun simultan.
Kata kunci : kinerja, komunikasi, komitmen
PENDAHULUAN
TELAAH PUSTAKA
Motivasi
Motivasi merupakan proses mencoba mempengaruhi seseorang agar dapat melaksanakan
sesuatu yang kita inginkan. Adanya motivasi dimaksudkan untuk mendukung terwujudnya tujuan
organisasi. Setiap organisasi selalu berusaha agar kinerja guru dapat ditingkatkan. Untuk itu
perlu menumbuhkan motivasi kepada para guru. Menurut Sedarmayanti (2001:66) motivasi
adalah “Kondisi mental yang mendorong aktivitas dan memberi energi yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan, memberi komunikasi atau mengurangi ketidakseimbangan”. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa motivasi kerja pada dasarnya adalah kondisi mental yang
mendorong dilakukannya suatu tindakan dan memberikan kekuatan yang mengarah kepada
pencapaian kebutuhan memberi komunikasiataupun keseimbangan. Oleh karena itu tidak ada
motivasi jika tidak dirasakan adanya suatu kebutuhan. Seperti halnya guru yang mempunyai
keinginan dan kebutuhan tertentu yang diharapkan akan terpenuhi oleh organisasi. Organisasi juga
mengharapkan guru untuk melakukan suatu tindakan yang berhubungan dengan penyelesaian
pekerjaannya.
Menurut teori hirarki kebutuhan Maslow menghipotesiskan didalam semua manusia ada
suatu jenjang kelima kebutuhan sebagai berikut :
- Faali (fisilogis) yaitu: rasa lapar,haus, perlindungan, (pakaian dan perumahan), seks, dan
kebutuhan ragawi lainnya;
- Keamanan yaitu : keselamatan, dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan
emosional.
- Sosial yaitu mencakup kasih sayang, rasa dimiliki, diterima baik dan persahabatan.
- Penghargaan yaitu : mencakup faktor rasa hormat internal seperti harga diri, otonomi,
dam prestasi, dan faktor hormat eksternal seperti misalnya status, pengakuan dan
perhatian.
Aktualisasi diri yaitu : dorongan untuk menjadi apa yang ia mampu menjadi, mencakup
pertumbuhan mencapai potensialnya dan pemenuhan diri.
Komunikasi
Pada dasarnya komunikasi merupakan dasar setiap organisasi karena dengan komunikasi
dapat untuk menyebarluaskan pendapat atau pandangan serta masalah-masalah kepada orang
lain di samping komunikasi dapat berguna untuk menentukan banyak masalah-masalah yang
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi tidak hanya sekedar penyampaian informasi melainkan untuk meyakinkan pihak
lain yang terkait sehingga terjalin kerja sama yang mantap dalam pencapaian tujuan. Dalam hal
ini adalah kerjasama antara guru dengan lingkungan kerjanya.
Menurut Citrobroto (1982 : 2), komunikasi adalah penyampaian penegertian-pengertian
dari seseorang kepada orang lain, dengan menggunakan lambang-lambang dan penyampaian
tersebut merupakan suatu proses.
Dalam melakukan komunikasi, data-data yang duiperoleh harus lengkap dan jelas. Untuk
itu dituntut bagi seorang komunikator memberikan informasi yang jelas dan mudah diterima.
Disamping itu komunikasi harus mampu memahami artinya dan memberikan jawaban atas
pesan tersebut sebagai feedback. Cara menyampaikan informasi akan menentukan kesediaan
dan kemudahan bagi komunikan untuk menerima pesan didalam mengambil keputusan yang
diperlukan. Cepat atau lambat dalam mengambil keputusan tergantung kemampuan mengadakan
komunikasi.
Komitmen Karyawan
Kualitas sumber daya manusia sangat menetukan keberhasilan pengelolaan organisasi
dimana karyawan tersebut bekerja. Selain itu, keberhasilan pengelolaan organisasi juga ditentukan
oleh komitmen karyawan terhadap organisasi tempat karyawan bekerja. Meskipun demikian, tidak
sungguh. Pemahamana terhadap komitmen sangat penting agar tercipta kondisi kerja dalam
organisasi agar organisasi dapat berjalan dengan baik.
Komitmen organisasi adalah kondisi dimana pegawai sangat tertarik terhadap tujuan, nilai-
nilai, dan sasaran organisasinya. Komitmen terhadap organisasi lebih dari sekedar kenggotaan
formal, kerena meliputi sikap menyukai organisasi, dan kesediaaaan utnuk mengusahakan tingkat
upaya yang tinggi bagi kepentingan organisasi demi pencapaian tujuan. Dalam komitmrn organisasi
tercakup unsur loyalitas terhadap organisasi, keterlibatan dalam pekerjaan,
Kinerja
Kinerja adalah suatu hasil atau taraf kesuksesan yang dicapai oleh pekerja atau pegawai
dalam bidang pekerjaannya, menurut kriteria tertentu yang berlaku untuk suatu pekerjaan tertentu
dan dievaluasi oleh orang-orang tertentu (Effendi, 1997 : 19).
Standar kinerja dapat dibuat dari uraian jabatan untuk mengaitkan definisi jabatan statis
ke kinerja kerja dinamis. Dalam menulis standar, pengawas juga harus memasukan pengamatan
pribadi serta cacatan kinerja masa lalu. Laporan-laporan produksi, insiden, dan pengukuran kerja
akan memberikan masukan tambahan.
Prestasi pegawai di bawah standar mungkin disebabkan sejumlah faktor, mulai dari
keterampilan kerja yang buruk hingga motivasi yang tidak cukup atau lingkungan kerja yang buruk.
Dalam kasus seorang pegawai yang memiliki sikap jelek serta tingkat keterampilan rendah, masalah
utama mungkin dalam proses seleksi, dan biaya yang besar untuk memperbaiki keterampilan
maupun sikap sehingga pegawai tersebut lebih baik dipindahkan atau diberhentikan. Seorang
pegawai yang mempunyai tingkat keterampilan rendah tetapi memiliki sikap yang baik mungkin
membutuhkan pelatihan. Suatu strategi motivasi tepat dilakukan dalam kasus ketiga, yaitu seorang
memiliki keterampilan tetapi tidak mempunyai keinginan. Dalam kasus-kasus lain, para pegawai
mungkin berbakat dan bermotivasi, tetapi tidak mampu menyelesaikan tugas-tugas kerja mereka
karena keterbatasan wewenang atau sumber daya untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang telah disampaikan tersebut di atas,
maka dapatlah dirumuskan hipotesis-hipotesis sebagai berikut :
1. H1 . Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan motivasi terhadap Kinerja guru
:
2. H2 : Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan komunikasi terhadap Kinerja
guru SMP Negeri di Kecamatan Tembalang Kota Semarang.
3. H3 : Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan komitmen terhadap kinerja
guru SMP Negeri di Kecamatan Tembalang Kota Semarang
4. H4 : Diduga terdapat pengaruh yang positif dan signifikan motivasi, komunikasi dan
komitmen secara bersama-sama terhadap Kinerja guru SMP Negeri di Kecamatan
Tembalang Kota Semarang.
METODE PENELITIAN
Populasi Dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga
(Singarimbun, 1997:152). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru pada SMP Negeri di
Kecamatan Tembalang Kota Semarang sejumlah 97 orang. Sampel merupakan bagian
kecil dari populasi (Umar, 1997:49). Sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian
ini dilakukan secara random sampling artinya sampel penelitian diambil secara acak dari
jumlah populasi penelitian. Untuk memberikan hasil yang akurat, jumlah sampel yang diambil
menggunakan rumus Slovin.
N n = ukuran sample
n=
1 + Ne2 N = ukuran populasi
e = Persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir atau diinginkan
97
n = ————————
1 + 97 (0,1)2
n = 49,2385 dibulatkan menjadi 50 orang.
Jadi sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 50 orang.
Uji Reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya
atau diandalkan, Ancok (1987:9). Keandalan menunjukkan sejauhmana hasil pengukuran tetap
konsisten bila dilakukan dua kali atau lebih terhadap gejala yang sama, dengan alat ukur yang
sama. Untuk menguji tingkat reliabilitas alat ukur, digunakan teknik Alpha Cronbach (á) (Azwar,
1998:184) dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan :
= koefisien reliabilitas Alpha s2 x = varians butir soal
k = banyaknya belahan s 2 tot = varians butir total
Untuk mendapatkan hasil yang betul-betul reliabel, maka penulis akan melakukan uji
reliabilitas jawaban kuesioner yang telah diisi oleh para responden dengan menggunakan program
SPSS 11.00 versi for windows.
Analisis Data
Analisis data dimaksudkan untuk menggambarkan pengaruh antar variabel dalam penelitian
dengan menggunakan perhitungan statistik. Data angka yang telah ditabulasi dari masing-masing
variabel penelitian ini kemudian dianalisis, pengujian ini menggunakan alat analisis sebagai
berikut:
Analisis Regresi Linier Berganda digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh motivasi
(X1), komunikasi (X2) dan komitmen ( X3 ) terhadap Kinerja (Y).
Rumus model analisis regresi linier sebagai berikut :
Dimana :
Y : adalah variabel Kinerja
a : konstanta
: Koefisien parameter untuk variabel Motivasi.
: Koefisien parameter untuk variabel Komunikasi.
: Koefisien parameter untuk variabel Komitmen.
X1 : adalah variabel motivasi.
X2 : adalah variabel komunikasi.
X3 : adalah variabel komitmen.
Dapat diketahui bahwa dari 46 orang responden ternyata 54,3 % menyatakan penting, dan
23,9 % menyatakan sangat penting. Dari hasil frekuensi di atas dapat diketahui bahwa pernyataan
sangat penting dan penting mempunyai frekunsi yang tinggi artinya motivasi di persepsikan oleh
responden dapat meningkatkan semangat mendapatkan penghargaan.
Variabel Komunikasi
Untuk mengetahui tingkat responden mengenai variabel Komunikasi dapat membuat Guru
SMP Negeri di Kecamatan Tembalang memahami perintah dapat dilihat dalam tabel berikut :
Variabel Komitmen
Untuk mengetahui tingkat responden mengenai variabel komitmen dapat membuat Guru
SMP Negeri di Kecamatan Tembalang secara emosional melekat dengan tempat kerja dapat dilihat
dalam tabel berikut :
Variabel Kinerja
Untuk mengetahui tingkat responden mengenai variabel kinerja dengan standar kerja Guru
SMP Negeri di Kecamatan Tembalang dapat dilihat dalam tabel berikut :
PEMBAHASAN
Pengujian Regresi
Analisis regresi linier berganda merupakan analisis statistik yang digunakan untuk menentukan
suatu persamaan regresi yang dapat menunjukkan ada tidaknya pengaruh variabel
bebas
(independent variable) terhadap variable terikat (dependent variable) atau digunakan untuk
menentukan persamaan regresi dari pengaruh variabel motivasi (X1), Komunikasi (X2) dan
komitmen (X3) terhadap variabel kinerja (Y) Guru SMP Negeri di Kecamatan Tembalang Kota
Semarang, dari analisis regresi diperoleh hasil sebagai berikut :
Dengan melihat tabel di atas persamaan regresi dari pengaruh motivasi, komunikasi dan
komitmen terhadap kinerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Tembalang adalah sebagai berikut :
Dari persamaan regresi diatas diketahui bahwa besarnya koefisien regresi untuk motivasi
adalah sebesar 0,279, besarnya koefisien regresi untuk komunikasi adalah sebesar 0,779 dan
besarnya koefisien regresi untuk komitmen adalah sebesar 0,691. Ketiga koefisien regresi bertanda
positif dapat diartikan jika terjadi peningkatan atau penambahan nilai pada motivasi, komunikasi
dan komitmen, maka kinerja Guru SMP Negeri di Kecamatan Tembalang juga akan ikut meningkat,
demikian pula sebaliknya jika motivasi, komunikasi dan komitmen menurun maka kinerja Guru
SMP Negeri di Kecamatan Tembalang juga akan ikut menurun.
Pengujian Koefisien Determinasi (R2) Setelah Uji Hipotesis
Pengujian koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel
bebas terhadap variabel terikat. Untuk mengetahui berapa besar pengaruh variabel bebas motivasi,
komunikasi dan komitmen bisa dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Dari analisis
dengan regresi linier berganda diperoleh hasil seperti pada tabel berikut :
Pengujian Hipotesis
Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam bab sebelumnya, pada penelitian ini ada empat
hipotesis yang diajukan. yakni :
a. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja.
b. Pengaruh Komunikasi terhadap Kinerja.
c. Pengaruh Komitmen terhadap Kinerja.
d. Pengaruh antara Motivasi, Komunikasi dan Komitmen secara bersama–sama terhadap
Kinerja.
Untuk mengetahui kebenaran dari masing-masing hipotesis tersebut dilakukan dengan uji t
dan uji F, hipotesis pertama, kedua dan ketiga di uji dengan menggunakan uji t atau uji parsial,
sedangkan hipotesis keempat diuji dengan menggunakan uji F atau uji simultan, berikut ini adalah
pengujiannya :
- Rata-rata nilai kinerja guru (jumlah 46 responden) adalah 33,96 dengan standar deviasi
4,131.
- Rata-rata nilai motivasi (jumlah 46 responden) adalah 20,28 dengan standar deviasi
2,630.
- Rata-rata nilai komunikasi (jumlah 46 responden) adalah 20,52 dengan standar deviasi
2,198
- Rata-rata nilai komitmen (jumlah 46 responden) adalah 21,28 dengan standar deviasi
2,391.
Besarnya hubungan / korelasi antar variable kinerja dengan variable motivasi, komunikasi dan
komitmen seperti terlihat pada table berikut :
Berdasarkan hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa terjadi korelasi yang cukup kuat
antara variable motivasi (0,572), komunikasi (0,724) dan komitmen (0,714) dengan Kinerja dan
signifikan, yang ditunjukkan dengan nilai ketiga variable tersebut lebih besar dari 0,5 dan nilai
signifikansinya kurang dari 0,05. Hal ini menandakan adanya multikolinieritas, atau korelasi di
antara ketiga variable tersebut.
Uji Normalitas
Untuk menguji normalitas data adalah dengan melihat normal probability plot yang
membandingkan distribusi komulatif dari data sesungguhnya dengan distribusi komulatif dari
distribusi normal.
Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan ploting data akan
dibandingkan dengan garis diagonalnya. Jika distribusi data adalah normal maka garis yang
menggambarkan data sesungguhnya mengikuti garis diagonalnya.
Dari gambar diatas terlihat sebaran data membentuk arah ke kanan atas, dan setelah ditarik
garis lurus didapat slope yang positif. Hal ini sesuai dengan koefisien regresi motivasi yang bernilai
positif.
Dari gambar diatas terlihat sebaran data juga membentuk arah ke kanan atas, dan setelah
ditarik garis lurus didapat slope yang positif. Hal ini sesuai dengan koefisien regresi komunikasi
yang bernilai positif.
Dari gambar diatas terlihat sebaran data membentuk arah ke kanan atas, dan setelah
ditarik garis lurus didapat slope yang positif. Hal ini sesuai dengan koefisien regresi komitmen
yang bernilai positif.
Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Guru SMP Negeri Kecamatan Tembalang
Saran-saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada Guru SMP Negeri Kecamatan Tembalang
Kota Semarang berikut ini beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan bagi lembaga dalam
meningkatkan kinerja yaitu : karena terbukti motivasi, komunikasi dan komitmen mempunyai
pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja guru, diharapkan pihak Pemerintah Kota
Semarang atau Dinas Pendidikan dan juga Kepala Sekolah SMP Negeri semakin memperhatikan
pemberian motivasi secara terus menerus, mengkondisikan komunikasi yang baik antar pimpinan
dengan guru, serta meneguhkan komitmen guru di lingkungan SMP Negeri. Sehingga akan
menumbuhkan semangat kerja diantara para guru, mendorong Guru SMP Negeri di Kecamatan
Tembalang untuk berprestasi, memberikan kesempatan untuk maju dan meningkatkan
pengetahuan, dan sebagainya karena dengan cara seperti itu kinerja dari Guru SMP Negeri di
Kecamatan Tembalang yang bersangkutan diharapkan akan meningkat.
Jurnal Pendidikan ISWARA MANGGALA memberikan
kesempatan seluas-luasnya dan mengajak semua
kalangan pendidikan di Kota Semarang pada khususnya
untuk mengirimkan tulisan-tulisan dalam bentuk Karya
Ilmiah, Hasil Penelitian ataupun Kajian Ilmiah.
1. Judul
2. Abstrak ( bisa dalam Bahasa Indonesia atau
Bahasa Inggris )
3. Kata kunci
1. Permasalahan
2. Uraian Isi secara teori
3. Uraian Isi tentang permasalahannya ( Pembahasan )
4. Kesimpulan dan saran
1. Daftar Pustaka
2. Biodata Penulis