Professional Documents
Culture Documents
Hubungan Tekstur Tanah dengan Daya Menahan Air dan Ketersediaan Hara
Tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yasng lebih besar sehingga kemampuan
menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam
reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Tanah bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.
Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002) bahwa intensitas warna
tanah dipengaruhi tiga faktor berikut: (1) jenis mineral dan jumlahnya, (2) kandungan
bahan organik tanah, dan (3) kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah yang
mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada
tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah.
Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi
kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin
sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah
dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna
tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan
kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi
(gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.
Selain itu, Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan: (1) sebagai
indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang, (2) indikator kondisi iklim
untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan (3) indikator kesuburan tanah atau
kapasitas produktivitas lahan. Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti
makin tinggi produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan
sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan,
coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh: (1) kandungan bahan
organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka
tanah tersebut akan berwarna makin gelap, (2) intensitas pelindihan (pencucian dari
horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah
tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang,
seperti pada horison eluviasi, dan (3) kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah
berwarna lebih terang.
Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna
standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga
variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang
dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya
warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian
atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian
dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0)
ke warna lainnya (19).
Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3)
R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B
(brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow).
Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5;
(2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya
ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5
R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu
mujlai dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning
(5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10)
5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value menunjukkan warna makin
terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Nilai Value pada lembar buku Munsell Soil
Color Chart terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6;
7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang.
Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku
Munsell Soil Color Chart dengan rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai
chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling
murni.
Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil Color Chart, sebagai
contoh:
(1) Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai
hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat.
(2) Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut
mempunyai nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut
berwarna merah.
Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka semua warna harus
disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang dominannya. Warna tanah akan
berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering, sehingga dalam menentukan warna tanah
perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam keadaan basah, lembab, atau kering.
Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat
kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan sangat plastis, plastis, agak
plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat,
lekat, dan sangat lekat.
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai
dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur,
gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah
tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit
dicangkul.
Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah.
Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak,
agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras.
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan meremas
segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah dinyatakan
berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi kering. Apabila
gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan
berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering.
Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori:
melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya membentuk
bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan; dan
kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara lebih
terinci cara penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:
1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan, ini
dibagi 4 kategori berikut:
(1) Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.
(2) Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah kurang dari
1 cm.
(3) Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan
diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.
(4) Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1
cm dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.
Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) sifat
dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah, (3) sruktur tanah, dan (4) kadar air tanah.
(1) sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman.
(2) sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, dan differensi
horison.
(3) sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, yaitu dari hara tidak
tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman.
(4) sebagai penopang aktivitas mikrobia dalam merombak unsur hara yang semula tidak
tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman.
Selain beberapa peranan yang menguntungkan diatas, air tanah juga menyebabkan
beberapa hal yang merugikan, yaitu:
(1) mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian (perlin-
dian/leaching) yang terjadi secara intensif.
(2) mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi dari
lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah.
(3) kondisi jenuh air menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga
menghambat aliran udara ke dalam tanah, sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara
oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari reaksi aerob menjadi
reaksi anaerob.
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap)
oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang
kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi,
kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka air dalam tanah dapat
dibedakan menjadi:
(1) Air hidroskopik, adalah air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat
digunakan tanaman, kondisi ini terjadi karena adanya gaya adhesi antara tanah dengan air.
Air hidroskopik merupakan selimut air pada permukaan butir-butir tanah.
(2) Air kapiler, adalah air dalam tanah dimana daya kohesi (gaya tarik menarik antara
sesama butir-butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi. Air
ini dapat bergerak secara horisontal (ke samping) atau vertikal (ke atas) karena gaya-gaya
kapiler. Sebagian besar dari air kapiler merupakan air yang tersedia (dapat diserap) bagi
tanaman.
Dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa istilah dibawah ini perlu
dipahami, yaitu:
(1) Kapasitas Lapang: adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan
jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang
dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman atau
menguap sehingga tanah makin lama semakin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak
mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen).
(2) Titik Layu Permanen: adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai
tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan
tetap layu baik pada siang ataupun malam hari.
(3) Air Tersedia: adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman, yaitu selisih antara
kadar air pada kapasitas lapang dikurangi dengan kadar air pada titik layu permanen.
Kandungan air pada kapasitas lapang ditunjukkan oleh kandungan air pada tegangan 1/3
bar, sedangkan kandungan air pada titik layu permanen adalah pada tegangan 15 bar. Air
yang tersedia bagi tanaman adalah air yang terdapat pada tegangan antara 1/3 bar sampai
dengan 15 bar.
Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air
(moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya
tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut di dalam tanah. Tegangan diukur dalam
bar atau atmosfir atau cm air atau logaritma dari cm air yang disebut pF. Satuan bar dan
atmosfir sering dianggap sama karena 1 atm = 1,0127 bar.
Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah
bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.
Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah
kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat. Kondisi kelebihan air
ataupun kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.
(1) sebagai unsur hara tanaman: Tanaman memerlukan air dari tanah bersamaan dengan
kebutuhan CO2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses
fotosintesis.
(2) sebagai pelarut unsur hara: Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-
akar tanaman dari larutan tersebut.
(3) sebagai bagian dari sel-sel tanaman: Air merupakan bagian dari protoplasma sel
tanaman.
Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi: (1) banyaknya curah hujan atau air irigasi, (2)
kemampuan tanah menahan air, (3) besarnya evapotranspirasi (penguapan langsung
melalui tanah dan melalui vegetasi), (4) tingginya muka air tanah, (5) kadar bahan organik
tanah, (6) senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan (7) kedalaman solum tanah
atau lapisan tanah.
Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan
menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation
Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat
dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif.
Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me
kation per 100 g tanah.
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
2. KTK koloid organik atau dikenal sebagai KTK bahan organik tanah, dan
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik
(koloid liat) yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai
contoh:
a. Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b. Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c. Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d. Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.
KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat
dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus)
maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).
Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. KTK muatan permanen, dan
KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan
koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal darimekanisme substitusi isomorf.
Substitusi isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau
diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari
kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat,
baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.
Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf
dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang
bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi
isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang
bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari
posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-
tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+,
maka terjadi lagi penambahan muatan negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua
pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak
dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK
muatan permanen.
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang
dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan
berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau
sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari
larutan tanah.
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka nilai
KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
2. KTK Total
Mineral Tanah
Bahan mineral tanah merupakan bahan anorganik tanah yang terdiri dari berbagai ukuran,
komposisi dan jenis mineral. Mineral tanah berasal dari hasil pelapukan batuan-batuan
yang menjadi bahan induk tanah. Pada mujlanya batuan dari bahan induk tanah mengalami
proses pelapukan dan menghasilkan regolit. Pelapukan lebih lanjut menghasilkan tanah
dengan tektur masih kasar.
Ukuran mineral tanah sangat beragam mulai dari ukuran sangat kasar sampai dengan
ukuran yang sangat halus seperti mineral liat. Mineral liat hanya dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop elektron. Sifat mineral liat ditentukan dari:
(1) susunan kimia pembentuknya yang tetap dan tertentu, terutama berkaitan dengan
penempatan internal atom-atomnya,
Komposisi mineral dalam tanah sangat tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut:
(1) jenis batuan induk asalnya,
Bahan induk tanah mineral berasal dari berbagai jenis batuan induk, sehingga dalam proses
pelapukannya akan menghasilkan keragaman mineral tanah yang lebih tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara komposisi mineral
bahan induk dengan komposisi mineral batuannya. Sebagai contoh adalah tanah yang
terbentuk dari bahan induk yang berasal dari batuan basalt dan granit, akan memiliki
komposisi mineral tanah sebagai berikut:
Pada tanah-tanah yang mudah melapuk dan peka terhadap proses pencucian (leaching),
seperti tanah Podzol, ditemujkan mineal yang didominasi hanya jenis mineral: (1) kuarsa,
dan (2) ortoklas. Dominasi kedua mineral ini disebabkan karena kedua mineral ini relatif
lebih resisten terhadap pelapukan. Berbeda dengan tanah-tanah yang belum mengalami
pelapukan (kurang mengalami pelapukan), maka dalam tanah tersebut masih ditemukan
mineral tanah yang beragam dengan komposisi mineral tanah pada setiap lapisan yang
hampir seragam.
Berdasarkan keberadaan silikat dalam mineral tanah, maka mineral dalam tanah
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
(1) kelompok mineral silikat, dan
(2) kelompok mineral bukan silikat.
A. Kelompok Mineral Silikat:
(1) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mineral Liat:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
lempeng kelompok mineral liat adalah:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kerangka feldsfar adalah:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat rantai
kelompok piroksin adalah:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat rantai
kelompok amfibol adalah:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kelompok olivin adalah:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kelompok
garnet adalah:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat
orto dan cincin adalah:
Mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat adalah:
Kelompok mineral bukan silikat dibagi lagi menjadi 6 kelompok, yaitu: (1) mineral fosfat,
(2) mineral karbonat, (3) mineral klorit, (4) mineral sulfat, (5) mineral hidroksida, dan (6)
mineral oksida. Contoh mineral tanah yang termasuk keenam kelompok mineral bukan
silikat ini disajikan sebagai berikut:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral fosfat
adalah:
(1.1) Mineral Apatit {Ca4(CaF)(PO4)3} atau {Ca4(CaCl)(PO4)3}
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral karbonat
adalah:
(2.1) Mineral Kalsit (CaCO3)
(2.2) Mineral Dolomit {(Ca, Mg)CO3}
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral klorit
adalah:
(3.1) Mineral Halit (NaCl)
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral sulfat
adalah:
(4.1) Mineral Gipsum (CaSO4.2H2O)
(4.2) Mineral Jarosit {KFe3(OH)6(SO4)2}
(5) Mineral Hidroksida:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral hidoksida
adalah:
(5.1) Mineral Gibsit {Al(OH)3}
(5.2) Mineral Buhmit {Gamma – Al.O(OH)}
(5.3) Mineral Gutit {Alfa – FeO.OH}
(5.4) Mineral Lepidokrosit {Gamma – FeO.OH}
(6) Mineral Oksida:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral oksida
adalah:
(6.1) Mineral Hematit (Fe2O3)
(6.2) Mineral Ilmenit (FeO.TiO2)
(6.3) Mineral Rutil (TiO2)
(6.4) Mineral Anatase (TiO2)
(6.5) Mineral Brokit (TiO2)
(6.6) Mineral Magnetik (Fe3O4)
A. Tanaman Pangan
Beberapa hasil analisis kadar hara mikro tanaman pangan meliputi: tanaman jagung,
sebagai berikut:
Kadar hara mikro Tembaga (Cu), Kobalt (Co), Mangan (Mn), dan Seng (Zn) serta Hasil
tanaman Jagung dalam bentuk biji pipilan kering dan Jerami, disajikan sebagai berikut:
Kadar dan serapan unsur hara essensial pada berbagai tanaman sangat bervariasi. Kadar
dan serapan unsur hara essensial tanaman pangan berbeda dengan tanaman buah-buahan
dan tanaman sayur-sayuran serta tanaman industri. Kadar dan serapan unsur hara essensial
pada tanaman jagung berbeda dengan tanaman padi, kacang tanah dan kedelai. Kadar dan
serapan unsur hara essensial pada jerami atau bagian vegetatif berbeda dengan pada biji
atau bagian generatif.
A. Tanaman Pangan:
Data kadar dan serapan unsur hara essensial pada berbagai tanaman pangan yaitu
meliputi: (a) tanaman jagung disajikan dalam uraian berikut.
Kadar dan serapan unsur hara essensial pada tanaman jagung pada bagian biji dan
jerami serta total tanaman disajikan sebagai berikut:
(1.1) Serapan dan Kadar Unsur Hara Essensial pada Biji Jagung:
(a) Hasil : 5,34 ton/ha
(b) Serapan N : 151,30 kg/ha Kadar N : 2,83 %
(c) Serapan P : 25,80 kg/ha Kadar P : 0,48 %
(d) Serapan K : 37,00 kg/ha Kadar K : 0,69 %
(e) Serapan Ca : 17,90 kg/ha Kadar Ca : 0,37 %
(f) Serapan Mg : 22,40 kg/ha Kadar Mg : 0,42 %
(g) Serapan S : 15,70 kg/ha Kadar S : 0,29 %
(h) Serapan Co : 0,067 kg/ha Kadar Co : 12,50 ppm
(i) Serapan Mn : 0,101 kg/ha Kadar Mn :189,00 ppm
(j) Serapan Zn : 0,168 kg/ha Kadar Zn : 31,50 ppm
(1.2) Serapan dan Kadar Unsur Hara Essensial pada Jerami Jagung:
(a) Bobot : 5,00 ton/ha
(b) Serapan N : 112,10 kg/ha Kadar N : 2,24 %
(c) Serapan P : 17,90 kg/ha Kadar P : 0,36 %
(d) Serapan K : 134,50 kg/ha Kadar K : 2,69 %
(e) Serapan Ca : 31,40 kg/ha Kadar Ca : 0,63 %
(f) Serapan Mg : 19,10 kg/ha Kadar Mg : 0,38 %
(g) Serapan S : 11,20 kg/ha Kadar S : 0,22 %
(h) Serapan Co : 0,056 kg/ha Kadar Co : 11,20 ppm
(i) Serapan Mn : 1,681 kg/ha Kadar Mn : 319,00 ppm
(j) Serapan Zn : 0,336 kg/ha Kadar Zn : 67,20 ppm
Tugas dikumpul paling lambat hari Kamis 27 Maret 2008 saat Praktikum dikumpulkan
secara kolektif kepada asisten.
Nitrogen Tanah
Nilai prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk N(%) <0,10,
(2) rendah untuk N(%) berkisar antara 0,10 s/d 0,20,
(3) sedang untuk N(%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50,
(4) tinggi untuk N(%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75 dan
(5) sangat tinggi untuk N(%) lebih dari 0,75.
C/N Ratio
Nilai C/N dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk C/N < 5,
(2) rendah untuk C/N berkisar antara 5 s/d 10,
(3) sedang untuk C/N berkisar antara 11 s/d 15,
(4) tinggi untuk C/N berkisar antara 16 s/d 25 dan
(5) sangat tinggi untuk C/N lebih dari 25.
P2O5 Olsen
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Olsen, dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
(2) rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 25,
(3) sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 45,
(4) tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 46 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 60.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Bagian II)
K2O HCl 25%
Nilai K2O (mg/100g) dalam tanah yang terukur dengan metode HCl 25%, dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk mg K2O/100 g tanah < 10,
(2) rendah untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
(4) tinggi untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk mg K2O/100 g tanah lebih dari 60.
K-dd (me/100g)
Nilai Kalium dapat ditukar atau K-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) < 0,1,
(2) rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,2,
(3) sedang untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,3 s/d 0,5,
(4) tinggi untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,6 s/d 1,0, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai K-dd (mg/100g) > 1,0.
Na-dd (me/100g)
Nilai Natrium dapat ditukar atau Na-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) < 0,1,
(2) rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,3,
(3) sedang untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,7,
(4) tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,8 s/d 1,0, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100g) > 1,0.
Mg-dd (me/100g)
Nilai Magnesium dapat ditukar atau Mg-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam
lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) < 0,4,
(2) rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,1,
(3) sedang untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 1,1 s/d 2,0,
(4) tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 2,1 s/d 8,0 dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100g) > 8,0.
Ca-dd (me/100g)
Nilai Kalsium dapat ditukar atau Ca-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) < 2,
(2) rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 2 s/d 5,
(3) sedang untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 6 s/d 10,
(4) tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 11 s/d 20 dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100g) > 20.
Proses Aktif:
Proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat berlangsung apabila tersedia
energi metabolik. Energi metabolik tersebut dihasilkan dari proses pernapasan akar
tanaman. Selama proses pernapasan akar tanaman berlangsung akan dihasilkan energi
metabolik dan energi ini mendorong berlangsungnya penyerapan unsur hara secara proses
aktif. Apabila proses pernapasan akar tanaman berkurang akan menurunkan pula proses
penyerapan unsur hara melalui proses aktif. Bagian akar tanaman yang paling aktif adalah
bagian dekat ujung akar yang baru terbentuk dan rambut-rambut akar. Bagian akar ini
merupakan bagian yang melakukan kegiatan respirasi (pernapasan) terbesar.
Proses Selektif:
Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1) dinding sel, (2) membran sel, (3)
protoplasma. Dinding sel merupakan bagian sel yang tidak aktif. Bagian ini bersinggungan
langsung dengan tanah. Sedangkan bagian dalam terdiri dari protoplasma yang bersifat
aktif. Bagian ini dikelilingi oleh membran. Membran ini berkemampuan untuk melakukan
seleksi unsur hara yang akan melaluinya. Proses penyerapan unsur hara yang melalui
mekanisme seleksi yang terjadi pada membran disebut sebagai proses selektif.
Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara yang terjadi pada membran diperkirakan
berlangsung melalui suatu carrier (pembawa). Carrier (pembawa) ini bersenyawa dengan
ion (unsur) terpilih. Selanjutnya, ion (unsur) terpilih tersebut dibawa masuk ke dalam
protoplasma dengan menembus membran sel.
(1) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk kation (K+, Ca2+, Mg2+, dan
NH4+) maka dari akar akan dikeluarkan kation H+ dalam jumlah yang setara, serta
(2) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anion (NO3-, H2PO4-, SO4-)
maka dari akar akan dikeluarkan HCO3- dengan jumlah yang setara.
(1) sumber primer, yaitu: jaringan organik tanaman (flora) yang dapat berupa: (a) daun, (b)
ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar.
(2) sumber sekunder, yaitu: jaringan organik fauna, yang dapat berupa: kotorannya dan
mikrofauna.
(3) sumber lain dari luar, yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b)
pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati.
Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan organik yang berasal
dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2) biomass kering (25%).
Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut, terdiri dari:
(1) karbohidrat (60%),
(2) lignin (25%),
(3) protein (10%),
(4) lemak, lilin dan tanin (5%).
Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan
organik digolongkan menjadi 2, yaitu:
(1) proses mineralisasi, dan
(2) proses humifikasi.
Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang
tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion
atau hara yang tersedia bagi tanaman.
Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang resisten,
seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang
lebih resisten terhadap proses dekomposisi.
Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai bahan penyusun bahan organik tanah dari
yang terdekomposisi paling cepat sampai dengan yang terdekomposisi paling lambat,
adalah sebagai berikut:
(1) gula, pati, dan protein sederhana,
(2) protein kasar (protein yang leih kompleks),
(3) hemiselulosa,
(4) selulosa,
(5) lemak, minyak dan lilin, serta
(6) lignin.
Humus
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan organik tanaman
(flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau disintesis oleh mikrobia, yang bersifat
agak resisten terhadap pelapukan, berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin)
dan bersifat koloidal.
Ciri-Ciri Humus
(1) bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikrometer), karena ukuran yang kecil
menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi,
sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid organik ini sebesar 150 s/d 300
me/100 g yang lebih tinggi daripada KTK liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus memiliki
daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi daripada liat yang
hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil dan fenolik yang lebih
banyak.
(2) daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah dan
membantu granulasi aggregat tanah.
Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap sifat-sifat tanah berikut:
(1) sifat fisik tanah,(2) sifat kimia tanah, dan
(3) sifat biologi tanah.
Peningkatan baik keragaman mupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan organik
bagi organisme tanah, yaitu sebagai:
(1) bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme tanah
heterotropik, dan
(2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah
Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen
tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara
200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2
mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang
dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki
luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki
permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya
reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas
dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir).
Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang
terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan
demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia,
sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.
Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: (1) pH
tanah, (2) kandungan karbon organik, (3) kandungan nitrogen, (4) rasio karbon dan
nitrogen (C/N), (5) kandungan fosfor tanah, terdiri dari: P-tersedia dan P-total tanah, (6)
kandungan kation basa dapat dipertukarkan, (7) kandungan kation asam, (8) kejenuhan
basa (KB), dan (9) kapasitas tukar kation (KTK), mencakup: KTK liat, KTK tanah, KTK
efektif, KTK muatan permanen dan KTK muatan tergantung pH tanah, serta (10)
kejenuhan aluminium.
Segitiga Tekstur
Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya
perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah
(Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai
ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan
liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). keadaan tekstur tanah
sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat2 tanah yang lain seperti struktur tanah,
permeabilitas tanah, porositas dan lain2.
segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas2 testur tanah. ada 12
kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut.
misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan
debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam
golongan tanah bertekstur Liat (clay) (klik gambar untuk memperbesar). seandainya hasil
analisis lab menunjukkan persentase pasir 35%, liat 21% dan debu 44%, apa jenis tekstur
tanahnya. Ditunjukan pada gambar dibwah.
Kejenuhan Basa menunjukkan perbandingan jumlah kation basa dengan jumlah seluruh
kation yang terikat pada kation tanah dalam satuan persen. Antara persentase kejenuhan
basa dan pH tanah terdapat korelasi yang nyata. Penurunan kejenuhan basa akan diikuti
dengan penurunan nilai pH. Penurunan kejenuhan basa diakibatkan oleh menurun atau
hilangnya kalsium (Ca2+) atau ka-tion basa lain (K+, Mg2+, Na+). Akibatnya pH tanah
juga mengalami penurunan ka-rena kation basa digantikan oleh hidrogen dan aluminium.
Kation basa adalah un-sur hara yang diperlukan tanaman dan sangat mudah tercuci oleh
aliran air se-hingga tanah yang mempunyai kejenuhan basa yang tinggi menunjukkan
keterse-diaan hara yang tinggi. Artinya, tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian
.
Nilai kejenuhan basa (KB) tanah merupakan presentase dari total KTK yang diduduki oleh
kation-kation basa yaitu Ca, Mg, Na, dan K terhadap jumlah total kation yan diikat dan
dapat dipertukarkan oleh koloid
Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergatung pada tingkat kejenuhan
basa. Suatu tanah dikatakan subur apabila kejenuhan basanya lebih atau sama dengan 80%
dan tidak subur apabila kejenuhan basanya kurang dari 50% dan apabila diantara 50%-80%
(Kim H, 1991).
Indikasi tingkat kesuburan tanah dapat dilihat dari besarnya presentase kejenuhan basa.
Makin besar nilai KB suatu lahan maka unsur hara esensiall lebih tersedia dan mudah
dimanfaatkan bagi suatu tanaman .
Terdapat korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa
kejenuhan basa tinggi apabila pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering
(arid) biasanya memiliki kejenuhan basa yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang
beriklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+