You are on page 1of 42

Sifat Fisika Tanah

Beberapa sifat fisika tanah yang utama adalah:


(1) tekstur tanah,
(2) struktur tanah,
(3) bobot isi tanah,
4) warna tanah, dan
(5) konsistensi tanah
(6) kadar air tanah.
Sifat Fisika Tanah (Bagian 1: Tekstur Tanah)
Tekstur Tanah
Tanah disusun dari butir-butir tanah dengan berbagai ukuran. Bagian butir tanah yang
berukuran lebih dari 2 mm disebut bahan kasar tanah seperti kerikil, koral sampai batu.
Bagian butir tanah yang berukuran kurang dari 2 mm disebut bahan halus tanah. Bahan
halus tanah dibedakan menjadi:
(1) pasir, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,050 mm sampai dengan 2 mm.
(2) debu, yaitu butir tanah yang berukuran antara 0,002 mm sampai dengan 0,050 mm.
(3) liat, yaitu butir tanah yang berukuran kurang dari 0,002 mm.
Menurut Hardjowigeno (1992) tekstur tanah menunjukkan kasar halusnya tanah. Tekstur
tanah merupakan perbandingan antara butir-butir pasir, debu dan liat. Tekstur tanah
dikelompokkan dalam 12 klas tekstur. Kedua belas klas tekstur dibedakan berdasarkan
prosentase kandungan pasir, debu dan liat.
Tekstur tanah di lapangan dapat dibedakan dengan cara manual yaitu dengan memijit tanah
basah di antara jari jempol dengan jari telunjuk, sambil dirasakan halus kasarnya yang
meliputi rasa keberadaan butir-butir pasir, debu dan liat, dengan cara sebagai berikut:
(1) apabila rasa kasar terasa sangat jelas, tidak melekat, dan tidak dapat dibentuk bola dan
gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir.
(2) apabila rasa kasar terasa jelas, sedikit sekali melekat, dan dapat dibentuk bola tetapi
mudah sekali hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Pasir Berlempung.
(3) apabila rasa kasar agak jelas, agak melekat, dan dapat dibuat bola tetapi mudah hancur,
maka tanah tersebut tergolong berteksturLempung Berpasir.
(4) apabila tidak terasa kasar dan tidak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh,
dan dapat sedikit dibuat gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut
tergolong berteksturLempung.
(5) apabila terasa licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan gulungan
dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Lempung Berdebu.
(6) apabila terasa licin sekali, agak melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan dapat digulung
dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Debu.
(7) apabila terasa agak licin, agak melekat, dapat dibentuk bola agak teguh, dan dapat
dibentuk gulungan yang agak mudah hancur, maka tanah tersebut tergolong bertekstur
Lempung Berliat.
(8) apabila terasa halus dengan sedikit bagian agak kasar, agak melekat, dapat dibentuk
bola agak teguh, dan dapat dibentuk gulungan mudah hancur, maka tanah tersebut
tergolong bertekstur Lempung Liat Berpasir. 
(9) apabila terasa halus, terasa agak licin, melekat, dan dapat dibentuk bola teguh, serta
dapat dibentuk gulungan dengan permukaan mengkilat, maka tanah tersebut tergolong
bertekstur Lempung Liat Berdebu.
(10) apabila terasa halus, berat tetapi sedikit kasar, melekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berpasir.
(11) apabila terasa halus, berat, agak licin, sangat lekat, dapat dibentuk bola teguh, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat Berdebu.
(12) apabila terasa berat dan halus, sangat lekat, dapat dibentuk bola dengan baik, dan
mudah dibuat gulungan, maka tanah tersebut tergolong bertekstur Liat.

Hubungan Tekstur Tanah dengan Daya Menahan Air dan Ketersediaan Hara
Tanah bertekstur liat mempunyai luas permukaan yasng lebih besar sehingga kemampuan
menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah bertekstur halus lebih aktif dalam
reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar. Tanah bertekstur pasir mempunyai luas
permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara.

Sifat Fisika Tanah (Bagian 2: Struktur Tanah)


Struktur Tanah
Struktur tanah merupakan gumpalan kecil dari butir-butir tanah. Gumpalan struktur tanah
ini terjadi karena butir-butir pasir, debu, dan liat terikat satu sama lain oleh suatu perekat
seperti bahan organik, oksida-oksida besi, dan lain-lain. Gumpalan-gumpalan kecil
(struktur tanah) ini mempunyai bentuk, ukuran, dan kemantapan (ketahanan) yang
berbeda-beda.

Struktur tanah dikelompokkan dalam 6 bentuk. Keenam bentuk tersebut adalah:


(1) Granular, yaitu struktur tanah yang berbentuk granul, bulat dan porous, struktur ini
terdapat pada horison A.
(2) Gumpal (blocky), yaitu struktur tanah yang berbentuk gumpal membuat dan gumpal
bersudut, bentuknya menyerupai kubus dengan sudut-sudut membulat untuk gumpal
membulat dan bersudut tajam untuk gumpal bersudut, dengan sumbu horisontal setara
dengan sumbu vertikal, struktur ini terdapat pada horison B pada tanah iklim basah.
(3) Prisma (prismatic), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada
sumbu horizontal dengan bagian atasnya rata, struktur ini terdapat pada horison B pada
tanah iklim kering.
(4) Tiang (columnar), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertical lebih besar daripada
sumbu horizontal dengan bagian atasnya membuloat, struktur ini terdapat pada horison B
pada tanah iklim kering.
(5) Lempeng (platy), yaitu struktur tanah dengan sumbu vertikal lebih kecil daripada
sumbu horizontal, struktur ini ditemukan di horison A2 atau pada lapisan padas liat.(6)
Remah (single grain), yaitu struktur tanah dengan bentuk bulat dan sangat porous, struktur
ini terdapat pada horizon A.
Tanah yang terbentuk di daerah dengan curah hujan tinggi umumnya ditemukan struktur
remah atau granular di tanah lapisan atas (top soil) yaitu di horison A dan struktur gumpal
di horison B atau tanah lapisan bawah (sub soil). Akan tetapi, pada tanah yang terbentuk di
daerah

Sifat Fisika Tanah (Bagian 3: Bobot Isi Tanah)


Menurut Hanafiah (2005) bahwa bobot isi tanah merupakan kerapatan tanah per satuan
volume yang dinyatakan dalam dua batasan berikut ini:
(1) Kerapatan partikel (bobot partikel = BP) adalah bobot massa partikel padat per satuan
volume tanah, biasanya tanah mempunyai kerapatan partikel 2,6 gram cm-3, dan
(2) Kerapatan massa (bobot isi = BI) adalah bobot massa tanah kondisi lapangan yang
dikering-ovenkan per satuan volume. 
Nilai kerapatan massa tanah berbanding lurus dengan tingkat kekasaran partikel-partikel
tanah, makin kasar akan makin berat. Tanah lapisan atas yang bertekstur liat dan
berstruktur granuler mempunyai bobot isi (BI) antara 1,0 gram cm-3 sampai dengan 1,3
gram cm-3, sedangkan yang bertekstur kasar memiliki bobot isi antara 1,3 gram cm-3
sampai dengan 1,8 gram cm-3. Sebagai contoh pembanding adalah bobot isi air = 1 gram
cm-3 = 1 ton gram cm-3 .
Contoh perhitungan dalam menentukan bobot tanah dengan menggunakan bobot isi adalah
sebagai berikut: 1 hekar tanah yang diasumsikan mempunyai bobot isi (BI) = 1,0 gram cm-
3 dengan kedalaman 20 cm, akan mempunyai bobot tanah sebesar:
= {(volume 1 hektar tanah dengan kedalaman 20 cm) x (BI)}
= {(100 m x 100 m x 0,2 m) x (1,0 gram cm-3 )}
= {(2.000 m-3) x (1 ton m-3)}
= 2.000 ton m-3
Apabila tanah tersebut mengandung 1% bahan organik, ini berarti terdapat 20 ton m-3
bahan organik per hektar.

Sifat Fisika Tanah (Bagian 4: Warna Tanah)


Warna tanah merupakan gabungan berbagai warna komponen penyusun tanah. Warna
tanah berhubungan langsung secara proporsional dari total campuran warna yang
dipantulkan permukaan tanah. Warna tanah sangat ditentukan oleh luas permukaan spesifik
yang dikali dengan proporsi volumetrik masing-masing terhadap tanah. Makin luas
permukaan spesifik menyebabkan makin dominan menentukan warna tanah, sehingga
warna butir koloid tanah (koloid anorganik dan koloid organik) yang memiliki luas
permukaan spesifik yang sangat luas, sehingga sangat mempengaruhi warna tanah. Warna
humus, besi oksida dan besi hidroksida menentukan warna tanah. Besi oksida berwarna
merah, agak kecoklatan atau kuning yang tergantung derajat hidrasinya. Besi tereduksi
berwarna biru hijau. Kuarsa umumnya berwarna putih. Batu kapur berwarna putih, kelabu,
dan ada kala berwarna olive-hijau. Feldspar berwarna merah. Liat berwarna kelabu, putih,
bahkan merah, ini tergantung proporsi tipe mantel besinya.
Selain warna tanah juga ditemukan adanya warna karatan (mottling) dalam bentuk spot-
spot. Karatan merupakan warna hasil pelarutan dan pergerakan beberapa komponen tanah,
terutama besi dan mangan, yang terjadi selama musim hujan, yang kemudian mengalami
presipitasi (pengendapan) dan deposisi (perubahan posisi) ketika tanah mengalami
pengeringan. Hal ini terutama dipicu oleh terjadinya: (a) reduksi besi dan mangan ke
bentuk larutan, dan (b) oksidasi yang menyebabkan terjadinya presipitasi. Karatan
berwarna terang hanya sedikit terjadi pada tanah yang rendah kadar besi dan mangannya,
sedangkan karatan berwarna gelap terbentuk apabila besi dan mangan tersebut mengalami
presipitasi. Karatan-karatan yang terbentuk ini tidak segera berubah meskipun telah
dilakukan perbaikan drainase.
Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa warna tanah berfungsi sebagai penunjuk dari sifat
tanah, karena warna tanah dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terdapat dalam tanah
tersebut. Penyebab perbedaan warna permukaan tanah umumnya dipengaruhi oleh
perbedaan kandungan bahan organik. Makin tinggi kandungan bahan organik, warna tanah
makin gelap. Sedangkan dilapisan bawah, dimana kandungan bahan organik umumnya
rendah, warna tanah banyak dipengaruhi oleh bentuk dan banyaknya senyawa Fe dalam
tanah. Di daerah berdrainase buruk, yaitu di daerah yang selalu tergenang air, seluruh tanah
berwarna abu-abu karena senyawa Fe terdapat dalam kondisi reduksi (Fe2+). Pada tanah
yang berdrainase baik, yaitu tanah yang tidak pernah terendam air, Fe terdapat dalam
keadaan oksidasi (Fe3+) misalnya dalam senyawa Fe2O3 (hematit) yang berwarna merah,
atau Fe2O3. 3 H2O (limonit) yang berwarna kuning cokelat. Sedangkan pada tanah yang
kadang-kadang basah dan kadang-kadang kering, maka selain berwarna abu-abu (daerah
yang tereduksi) didapat pula becak-becak karatan merah atau kuning, yaitu di tempat-
tempat dimana udara dapat masuk, sehingga terjadi oksidasi besi ditempat tersebut.
Keberadaan jenis mineral kwarsa dapat menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang.

Menurut Wirjodihardjo dalam Sutedjo dan Kartasapoetra (2002) bahwa intensitas warna
tanah dipengaruhi tiga faktor berikut: (1) jenis mineral dan jumlahnya, (2) kandungan
bahan organik tanah, dan (3) kadar air tanah dan tingkat hidratasi. Tanah yang
mengandung mineral feldspar, kaolin, kapur, kuarsa dapat menyebabkan warna putih pada
tanah. Jenis mineral feldspar menyebabkan beragam warna dari putih sampai merah.
Hematit dapat menyebabkan warna tanah menjadi merah sampai merah tua. Makin tinggi
kandungan bahan organik maka warna tanah makin gelap (kelam) dan sebaliknya makin
sedikit kandungan bahan organik tanah maka warna tanah akan tampak lebih terang. Tanah
dengan kadar air yang lebih tinggi atau lebih lembab hingga basah menyebabkan warna
tanah menjadi lebih gelap (kelam). Sedangkan tingkat hidratasi berkaitan dengan
kedudukan terhadap permukaan air tanah, yang ternyata mengarah ke warna reduksi
(gleisasi) yaitu warna kelabu biru hingga kelabu hijau.
Selain itu, Hanafiah (2005) mengungkapkan bahwa warna tanah merupakan: (1) sebagai
indikator dari bahan induk untuk tanah yang beru berkembang, (2) indikator kondisi iklim
untuk tanah yang sudah berkembang lanjut, dan (3) indikator kesuburan tanah atau
kapasitas produktivitas lahan. Secara umum dikatakan bahwa: makin gelap tanah berarti
makin tinggi produktivitasnya, selain ada berbagai pengecualian, namun secara berurutan
sebagai berikut: putih, kuning, kelabu, merah, coklat-kekelabuan, coklat-kemerahan,
coklat, dan hitam. Kondisi ini merupakan integrasi dari pengaruh: (1) kandungan bahan
organik yang berwarna gelap, makin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah maka
tanah tersebut akan berwarna makin gelap, (2) intensitas pelindihan (pencucian dari
horison bagian atas ke horison bagian bawah dalam tanah) dari ion-ion hara pada tanah
tersebut, makin intensif proses pelindihan menyebabkan warna tanah menjadi lebih terang,
seperti pada horison eluviasi, dan (3) kandungan kuarsa yang tinggi menyebabkan tanah
berwarna lebih terang.
Warna tanah ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna
standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga
variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang
dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya
warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian
atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefiniskan juga sebagai gradasi kemurnian
dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0)
ke warna lainnya (19).
Hue dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3)
R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B
(brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow).
Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5;
(2) hue = 2,5 – 5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya
ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10. 
Berdasarkan buku Munsell Saoil Color Chart nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5
R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu
mujlai dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning
(5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10)
5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
Value dibedakan dari 0 sampai 8, yaitu makin tinggi value menunjukkan warna makin
terang (makin banyak sinar yang dipantulkan). Nilai Value pada lembar buku Munsell Soil
Color Chart terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6;
7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang. 

Chroma juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian
spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku
Munsell Soil Color Chart dengan rentang horisontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai
chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling
murni. 

Pencatatan warna tanah dapat menggunakan buku Munsell Soil Color Chart, sebagai
contoh:
(1) Tanah berwarna 7,5 YR 5/4 (coklat), yang berarti bahwa warna tanah mempunyai nilai
hue = 7,5 YR, value = 5, chroma = 4, yang secara keseluruhan disebut berwarna coklat.
(2) Tanah berwarna 10 R 4/6 (merah), yang berarti bahwa warna tanah tersebut
mempunyai nilai hue =10 R, value =4 dan chroma = 6, yang secara keseluruhan disebut
berwarna merah.
Selanjutnya, jika ditemukan tanah dengan beberapa warna, maka semua warna harus
disebutkan dengan menyebutkan juga warna tanah yang dominannya. Warna tanah akan
berbeda bila tanah basah, lembab, atau kering, sehingga dalam menentukan warna tanah
perlu dicatat apakah tanah tersebut dalam keadaan basah, lembab, atau kering.

Sifat Fisika Tanah (Bagian 5: Konsistensi Tanah)


Konsistensi tanah menunjukkan integrasi antara kekuatan daya kohesi butir-butir tanah
dengan daya adhesi butir-butir tanah dengan benda lain. Keadaan tersebut ditunjukkan dari
daya tahan tanah terhadap gaya yang akan mengubah bentuk. Gaya yang akan mengubah
bentuk tersebut misalnya pencangkulan, pembajakan, dan penggaruan. Menurut
Hardjowigeno (1992) bahwa tanah-tanah yang mempunyai konsistensi baik umumnya
mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. 
Penetapan konsistensi tanah dapat dilakukan dalam tiga kondisi, yaitu: basah, lembab, dan
kering. Konsistensi basah merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air
tanah di atas kapasitas lapang (field cappacity). Konsistensi lembab merupakan penetapan
konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang. Konsistensi kering
merupakan penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara.

Pada kondisi basah, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat plastisitas dan tingkat
kelekatan. Tingkatan plastisitas ditetapkan dari tingkatan sangat plastis, plastis, agak
plastis, dan tidak plastis (kaku). Tingkatan kelekatan ditetapkan dari tidak lekat, agak lekat,
lekat, dan sangat lekat. 
Pada kondisi lembab, konsistensi tanah dibedakan ke dalam tingkat kegemburan sampai
dengan tingkat keteguhannya. Konsistensi lembab dinilai mulai dari: lepas, sangat gembur,
gembur, teguh, sangat teguh, dan ekstrim teguh. Konsistensi tanah gembur berarti tanah
tersebut mudah diolah, sedangkan konsistensi tanah teguh berarti tanah tersebut agak sulit
dicangkul. 

Pada kondisi kering, konsistensi tanah dibedakan berdasarkan tingkat kekerasan tanah.
Konsistensi kering dinilai dalam rentang lunak sampai keras, yaitu meliputi: lepas, lunak,
agak keras, keras, sangat keras, dan ekstrim keras. 
Cara penetapan konsistensi untuk kondisi lembab dan kering ditentukan dengan meremas
segumpal tanah. Apabila gumpalan tersebut mudah hancur, maka tanah dinyatakan
berkonsistensi gembur untuk kondisi lembab atau lunak untuk kondisi kering. Apabila
gumpalan tanah sukar hancur dengan cara remasan tersebut maka tanah dinyatakan
berkonsistensi teguh untuk kondisi lembab atau keras untuk kondisi kering.

Dalam keadaan basah ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari, yaitu kategori:
melekat atau tidak melakat. Selain itu, dapat pula berdasarkan mudah tidaknya membentuk
bulatan, yaitu: mudah membentuk bulatan atau sukar membentuk bulatan; dan
kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut (plastis atau tidak plastis). Secara lebih
terinci cara penentuan konsistensi tanah dapat dilakukan sebagai berikut:

(I) Konsistensi Basah


1.1 Tingkat Kelekatan, yaitu menyatakan tingkat kekuatan daya adhesi antara butir-butir
tanah dengan benda lain, ini dibagi 4 kategori:
(1) Tidak Lekat (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak melekat pada jari tangan atau benda lain.
(2) Agak Lekat (Nilai 1): yaitu dicirikan sedikit melekat pada jari tangan atau benda lain.
(3) Lekat (Nilai 2): yaitu dicirikan melekat pada jari tangan atau benda lain.
(4) Sangat Lekat (Nilai 3): yaitu dicirikan sangat melekat pada jari tangan atau benda lain.

1.2 Tingkat Plastisitas, yaitu menunjukkan kemampuan tanah membentuk gulungan, ini
dibagi 4 kategori berikut:
(1) Tidak Plastis (Nilai 0): yaitu dicirikan tidak dapat membentuk gulungan tanah.
(2) Agak Plastis (Nilai 1): yaitu dicirikan hanya dapat dibentuk gulungan tanah kurang dari
1 cm.
(3) Plastis (Nilai 2): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1 cm dan
diperlukan sedikit tekanan untuk merusak gulungan tersebut.
(4) Sangat Plastis (Nilai 3): yaitu dicirikan dapat membentuk gulungan tanah lebih dari 1
cm dan diperlukan tekanan besar untuk merusak gulungan tersebut.

(II) Konsistensi Lembab


Pada kondisi kadar air tanah sekitar kapasitas lapang, konsistensi dibagi 6 kategori sebagai
berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan tanah tidak melekat satu sama lain atau antar butir tanah
mudah terpisah (contoh: tanah bertekstur pasir).
(2) Sangat Gembur (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah sekali hancur bila
diremas.
(3) Gembur (Nilai 2): yaitu dicirikan dengan hanya sedikit tekanan saat meremas dapat
menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Teguh / Kokoh (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan agak kuat saat
meremas tanah tersebut agar dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Teguh / Sangat Kokoh (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukannya tekanan
berkali-kali saat meremas tanah agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.
(6) Sangat Teguh Sekali / Luar Biasa Kokoh (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan tidak
hancurnya gumpalan tanah meskipun sudah ditekan berkali-kali saat meremas tanah dan
bahkan diperlukan alat bantu agar dapat menghancurkan gumpalan tanah tersebut.

(III) Konsistensi Kering


Penetapan konsistensi tanah pada kondisi kadar air tanah kering udara, ini dibagi 6 kategori
sebagai berikut:
(1) Lepas (Nilai 0): yaitu dicirikan butir-butir tanah mudah dipisah-pisah atau tanah tidak
melekat satu sama lain (misalnya tanah bertekstur pasir).
(2) Lunak (Nilai 1): yaitu dicirikan gumpalan tanah mudah hancur bila diremas atau tanah
berkohesi lemah dan rapuh, sehingga jika ditekan sedikit saja akan mudah hancur.
(3) Agar Keras (Nilai 2): yaitu dicirikan gumpalan tanah baru akan hancur jika diberi
tekanan pada remasan atau jika hanya mendapat tekanan jari-jari tangan saja belum mampu
menghancurkan gumpalan tanah.
(4) Keras (Nilai 3): yaitu dicirikan dengan makin susah untuk menekan gumpalan tanah
dan makin sulitnya gumpalan untuk hancur atau makin diperlukannya tekanan yang lebih
kuat untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah.
(5) Sangat Keras (Nilai 4): yaitu dicirikan dengan diperlukan tekanan yang lebih kuat lagi
untuk dapat menghancurkan gumpalan tanah atau gumpalan tanah makin sangat sulit
ditekan dan sangat sulit untuk hancur.
(6) Sangat Keras Sekali / Luar Biasa Keras (Nilai 5): yaitu dicirikan dengan diperlukannya
tekanan yang sangat besar sekali agar dapat menghancurkan gumpalan tanah atau
gumpalan tanah baru bisa hancur dengan menggunakan alat bantu (pemukul).

Beberapa faktor yang mempengaruhi konsistensi tanah adalah: (1) tekstur tanah, (2) sifat
dan jumlah koloid organik dan anorganik tanah, (3) sruktur tanah, dan (4) kadar air tanah.

Fisika Tanah (Bagian 6: Air Tanah dan Kadar Air Tanah)


Menurut Hanafiah (2005) bahwa air merupakan komponen penting dalam tanah yang dapat
menguntungkan dan sering pula merugikan. Beberapa peranan yang menguntungkan dari
air dalam tanah adalah:

(1) sebagai pelarut dan pembawa ion-ion hara dari rhizosfer ke dalam akar tanaman.
(2) sebagai agen pemicu pelapukan bahan induk, perkembangan tanah, dan differensi
horison.
(3) sebagai pelarut dan pemicu reaksi kimia dalam penyediaan hara, yaitu dari hara tidak
tersedia menjadi hara yang tersedia bagi akar tanaman.

(4) sebagai penopang aktivitas mikrobia dalam merombak unsur hara yang semula tidak
tersedia menjadi tersedia bagi akar tanaman.

(5) sebagai pembawa oksigen terlarut ke dalam tanah.

(6) sebagai stabilisator temperatur tanah.

(7) mempermudah dalam pengolahan tanah.

Selain beberapa peranan yang menguntungkan diatas, air tanah juga menyebabkan
beberapa hal yang merugikan, yaitu:

(1) mempercepat proses pemiskinan hara dalam tanah akibat proses pencucian (perlin-
dian/leaching) yang terjadi secara intensif.

(2) mempercepat proses perubahan horizon dalam tanah akibat terjadinya eluviasi dari
lapisan tanah atas ke lapisan tanah bawah.

(3) kondisi jenuh air menjadikan ruang pori secara keseluruhan terisi air sehingga
menghambat aliran udara ke dalam tanah, sehingga mengganggu respirasi dan serapan hara
oleh akar tanaman, serta menyebabkan perubahan reaksi tanah dari reaksi aerob menjadi
reaksi anaerob.

Hubungan tekstur tanah dan kadar air


Tekstur tanah yang berbeda mempunyai kemampuan menahan air yang berbeda pula.
Tanah bertekstur halus, contohnya: tanah bertekstur liat, memiliki ruang pori halus yang
lebih banyak, sehingga berkemampuan menahan air lebih banyak. Sedangkan tanah
bertekstur kasar, contohnya: tanah bertekstur pasir, memiliki ruang pori halus lebih sedikit,
sehingga kemampuan manahan air lebih sedikit pula.

Menurut Hardjowigeno (1992) bahwa air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap)
oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang
kurang baik. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi,
kohesi, dan gravitasi. Karena adanya gaya-gaya tersebut maka air dalam tanah dapat
dibedakan menjadi:
(1) Air hidroskopik, adalah air yang diserap tanah sangat kuat sehingga tidak dapat
digunakan tanaman, kondisi ini terjadi karena adanya gaya adhesi antara tanah dengan air.
Air hidroskopik merupakan selimut air pada permukaan butir-butir tanah.
(2) Air kapiler, adalah air dalam tanah dimana daya kohesi (gaya tarik menarik antara
sesama butir-butir air) dan daya adhesi (antara air dan tanah) lebih kuat dari gravitasi. Air
ini dapat bergerak secara horisontal (ke samping) atau vertikal (ke atas) karena gaya-gaya
kapiler. Sebagian besar dari air kapiler merupakan air yang tersedia (dapat diserap) bagi
tanaman.

Dalam menentukan jumlah air tersedia bagi tanaman beberapa istilah dibawah ini perlu
dipahami, yaitu:

(1) Kapasitas Lapang: adalah keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan
jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi. Air yang
dapat ditahan oleh tanah tersebut terus menerus diserap oleh akar-akar tanaman atau
menguap sehingga tanah makin lama semakin kering. Pada suatu saat akar tanaman tidak
mampu lagi menyerap air tersebut sehingga tanaman menjadi layu (titik layu permanen).
(2) Titik Layu Permanen: adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai
tidak mampu lagi menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu. Tanaman akan
tetap layu baik pada siang ataupun malam hari.
(3) Air Tersedia: adalah banyaknya air yang tersedia bagi tanaman, yaitu selisih antara
kadar air pada kapasitas lapang dikurangi dengan kadar air pada titik layu permanen.

Kandungan air pada kapasitas lapang ditunjukkan oleh kandungan air pada tegangan 1/3
bar, sedangkan kandungan air pada titik layu permanen adalah pada tegangan 15 bar. Air
yang tersedia bagi tanaman adalah air yang terdapat pada tegangan antara 1/3 bar sampai
dengan 15 bar.

Banyaknya kandungan air dalam tanah berhubungan erat dengan besarnya tegangan air
(moisture tension) dalam tanah tersebut. Besarnya tegangan air menunjukkan besarnya
tenaga yang diperlukan untuk menahan air tersebut di dalam tanah. Tegangan diukur dalam
bar atau atmosfir atau cm air atau logaritma dari cm air yang disebut pF. Satuan bar dan
atmosfir sering dianggap sama karena 1 atm = 1,0127 bar. 

Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah
bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.
Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah
kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat. Kondisi kelebihan air
ataupun kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman.

Beberapa fungsi air bagi pertumbuhan tanaman adalah:

(1) sebagai unsur hara tanaman: Tanaman memerlukan air dari tanah bersamaan dengan
kebutuhan CO2 dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses
fotosintesis.
(2) sebagai pelarut unsur hara: Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-
akar tanaman dari larutan tersebut.

(3) sebagai bagian dari sel-sel tanaman: Air merupakan bagian dari protoplasma sel
tanaman.

Ketersediaan air dalam tanah dipengaruhi: (1) banyaknya curah hujan atau air irigasi, (2)
kemampuan tanah menahan air, (3) besarnya evapotranspirasi (penguapan langsung
melalui tanah dan melalui vegetasi), (4) tingginya muka air tanah, (5) kadar bahan organik
tanah, (6) senyawa kimiawi atau kandungan garam-garam, dan (7) kedalaman solum tanah
atau lapisan tanah.

Pengertian Kapasitas Tukar Kation

Salah satu sifat kimia tanah yang terkait erat dengan ketersediaan hara bagi tanaman dan
menjadi indikator kesuburan tanah adalah Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation
Exchangable Cappacity (CEC). KTK merupakan jumlah total kation yang dapat
dipertukarkan (cation exchangable) pada permukaan koloid yang bermuatan negatif.
Satuan hasil pengukuran KTK adalah milliequivalen kation dalam 100 gram tanah atau me
kation per 100 g tanah.

Beberapa Istilah KTK

Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negatif, KTK dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. KTK koloid anorganik atau dikenal sebagai KTK liat tanah,

2. KTK koloid organik atau dikenal sebagai KTK bahan organik tanah, dan

3. KTK total atau KTK tanah.

KTK Koloid Anorganik atau KTK Liat

KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik
(koloid liat) yang bermuatan negatif. Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai
contoh:
a. Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b. Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c. Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d. Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.

KTK Koloid Organik


KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation
yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik.
Nilai KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.

KTK Total atau KTK Tanah

KTK total merupakan nilai KTK dari suatu tanah adalah jumlah total kation yang dapat
dipertukarkan dari suatu tanah, baik kation-kation pada permukaan koloid organik (humus)
maupun kation-kation pada permukaan koloid anorganik(liat).

Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif

Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. KTK muatan permanen, dan

2. KTK muatan tidak permanen.

KTK Muatan Permanen

KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan
koloid liat dengan sumber muatan negatif berasal darimekanisme substitusi isomorf.
Substitusi isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau
diameter kation hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari
kation bervalensi tinggi dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat,
baik lempeng liat Si-tetrahedron maupun Al-oktahedron.

Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf
dari posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang
bermuatan 3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi
isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang
bermuatan 2+, juga terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari
posisi Al yang bermuatan 3+ dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-
tetrahedron yang telah bermuatan neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+,
maka terjadi lagi penambahan muatan negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua
pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut. Muatan negatif yang terbentuk ini tidak
dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK tanah yang terukur adalah KTK
muatan permanen.

KTK Muatan Tidak Permanen

KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang
dapat dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan
berasal dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau
sembulan di permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari
larutan tanah.

Hasil Pengukuran KTK Tanah

Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka nilai
KTK dikelompokkan menjadi 2, yaitu:

1. KTK Efektif, dan

2. KTK Total

Mineral Tanah

Bahan mineral tanah merupakan bahan anorganik tanah yang terdiri dari berbagai ukuran,
komposisi dan jenis mineral. Mineral tanah berasal dari hasil pelapukan batuan-batuan
yang menjadi bahan induk tanah. Pada mujlanya batuan dari bahan induk tanah mengalami
proses pelapukan dan menghasilkan regolit. Pelapukan lebih lanjut menghasilkan tanah
dengan tektur masih kasar.

Ukuran mineral tanah sangat beragam mulai dari ukuran sangat kasar sampai dengan
ukuran yang sangat halus seperti mineral liat. Mineral liat hanya dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop elektron. Sifat mineral liat ditentukan dari:
(1) susunan kimia pembentuknya yang tetap dan tertentu, terutama berkaitan dengan
penempatan internal atom-atomnya,

(2) sifat fisiko-komia dengan batasan waktu tertentu, dan


(3) kecendrungan membentuk geometris tertentu.

Komposisi mineral dalam tanah sangat tergantung dari beberapa faktor sebagai berikut:
(1) jenis batuan induk asalnya,

(2) proses-proses yang bekerja dalam pelapukan batuan tersebut, dan


(3) tingkat perkembangan tanah.

Bahan induk tanah mineral berasal dari berbagai jenis batuan induk, sehingga dalam proses
pelapukannya akan menghasilkan keragaman mineral tanah yang lebih tinggi. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan yang erat antara komposisi mineral
bahan induk dengan komposisi mineral batuannya. Sebagai contoh adalah tanah yang
terbentuk dari bahan induk yang berasal dari batuan basalt dan granit, akan memiliki
komposisi mineral tanah sebagai berikut:

(1) mineral kuarsa,


(2) mineral ortoklas,
(3) mineral mikroklin,
(4) mineral albit
(5) mineral oligoklas,
(6) mineral muskovit,
(7) mineral biotit.
(8) mineral dll.

Pada tanah-tanah yang mudah melapuk dan peka terhadap proses pencucian (leaching),
seperti tanah Podzol, ditemujkan mineal yang didominasi hanya jenis mineral: (1) kuarsa,
dan (2) ortoklas. Dominasi kedua mineral ini disebabkan karena kedua mineral ini relatif
lebih resisten terhadap pelapukan. Berbeda dengan tanah-tanah yang belum mengalami
pelapukan (kurang mengalami pelapukan), maka dalam tanah tersebut masih ditemukan
mineral tanah yang beragam dengan komposisi mineral tanah pada setiap lapisan yang
hampir seragam. 

Berdasarkan keberadaan silikat dalam mineral tanah, maka mineral dalam tanah
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu:
(1) kelompok mineral silikat, dan
(2) kelompok mineral bukan silikat.
A. Kelompok Mineral Silikat:

Kelompok mineral silikat dibagi lagi menjadi 11 kelompok, yaitu:

(1) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mineral Liat:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
lempeng kelompok mineral liat adalah:

(1.1) Mineral Liat Kaolinit {Si4Al4O10(OH)4}


(1.2) Mineral Liat Vermikulit {AlMg5(OH)12(Al2Si6)}
(1.3) Mineral Liat Klorit {AlMg5O20(OH)4}
(1.4) Mineral Liat Montmorillonit
(2) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Mika:
Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
lempeng kelompok mika adalah:

(2.1) Mineral Muskovit {K2Al2Si6Al4O20(OH)4}

(2.2) Mineral Biotit {K2Al2Si6(Fe++,Mg)6.O20(OH)4}

(3) Struktur Kristal Silikat Lempeng yang masuk kelompok Serpentin:


Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat lempeng
kelompok serpentin adalah:

(3.1) Mineral Serpentin {Mg3Si2O5(OH)4}

(4) Struktur Kristal Silikat Kerangka Feldsfar:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kerangka feldsfar adalah:

(4.1) Mineral Alkali Feldsfar {(Na,K)2O.Al2O3.6SiO2}

(4.2) Mineral Plagioklas (Na2O.Al2O3.6SiO2)


(5) Struktur Kristal Silikat Rantai Kelompok Piroksin:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat rantai
kelompok piroksin adalah:

(5.1) Mineral Enstatit (MgO.SiO2)


(5.2) Mineral Hipersten {(Mg,Fe)O.SiO2}
(5.3) Mineral Diopsit (CaO.MgO.2SiO2)
(5.4) Mineral Augit {CaO.2(Mg,Fe)O.(Al,Fe)2O3.3SiO2}
(6) Struktur Kristal Silikat Rantai Kelompok Amfibol:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat rantai
kelompok amfibol adalah:

(6.1) Mineral Hornblende {Ca3Na2(Mg,Fe)8(Al.Fe)4.Si14O44(OH)4}


(6.2) Mineral Termolit {2CaO.5(Mg,Fe)O.8SiO2.H2O}
(7) Struktur Kristal Silikat Kelompok Olivin:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kelompok olivin adalah:

(7.1) Mineral Olivin {2(Mg,Fe)O.SiO2}


(7.2) Mineral Titanit (CaO.SiO2.TiO2)
(7.3) Mineral Tormalin (Na2O.8FeO.8Al2O3.4B2O3.16SiO2.5H2O)
(7.4) Mineral Sirkon (ZrO2.SiO2)
(8) Struktur Kristal Silikat Kelompok Garnet:

Mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat kelompok
garnet adalah:

(8.1) Mineral Almandit (Fe3Al2Si3O12)

(9) Struktur Kristal Silikat Kelompok Epidol:


Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat dengan struktur kristal silikat
kelompok epidol adalah:

(9.1) Mineral Soisit (4CaO.3Al2O3.6SiO2.H2O)


(9.2) Mineral Klinosoisit (4CaO.3Al2O3.6SiO2.H2O)
(9.3) Mineral Epidot (4CaO.3(Al,Fe)2º3.6SiO2.H2O)
(10) Struktur Kristal Silikat Orto dan Cincin:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat
orto dan cincin adalah:

(10.1) Mineral Klanit (Al2O3.SiO2)


(10.2) Mineral Silimanit (Al2O3.SiO2)
(11) Struktur Kristal Silikat:

Mineral yang termasuk dalam mineral silikat kelompok struktur kristal silikat adalah:

(11.1) Mineral Andalusit (Al2O3.SiO2)

B. Kelompok Mineral Bukan Silikat:

Kelompok mineral bukan silikat dibagi lagi menjadi 6 kelompok, yaitu: (1) mineral fosfat,
(2) mineral karbonat, (3) mineral klorit, (4) mineral sulfat, (5) mineral hidroksida, dan (6)
mineral oksida. Contoh mineral tanah yang termasuk keenam kelompok mineral bukan
silikat ini disajikan sebagai berikut:

(1) Mineral Fosfat:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral fosfat
adalah:
(1.1) Mineral Apatit {Ca4(CaF)(PO4)3} atau {Ca4(CaCl)(PO4)3}

(2) Mineral Karbonat

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral karbonat
adalah:
(2.1) Mineral Kalsit (CaCO3)
(2.2) Mineral Dolomit {(Ca, Mg)CO3}

(3) Mineral Klorit:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral klorit
adalah:
(3.1) Mineral Halit (NaCl)

(4) Mineral Sulfat:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral sulfat
adalah:
(4.1) Mineral Gipsum (CaSO4.2H2O)
(4.2) Mineral Jarosit {KFe3(OH)6(SO4)2}
(5) Mineral Hidroksida:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral hidoksida
adalah:
(5.1) Mineral Gibsit {Al(OH)3}
(5.2) Mineral Buhmit {Gamma – Al.O(OH)}
(5.3) Mineral Gutit {Alfa – FeO.OH}
(5.4) Mineral Lepidokrosit {Gamma – FeO.OH}
(6) Mineral Oksida:

Beberapa mineral yang termasuk dalam mineral bukan silikat kelompok mineral oksida
adalah:
(6.1) Mineral Hematit (Fe2O3)
(6.2) Mineral Ilmenit (FeO.TiO2)
(6.3) Mineral Rutil (TiO2)
(6.4) Mineral Anatase (TiO2)
(6.5) Mineral Brokit (TiO2)
(6.6) Mineral Magnetik (Fe3O4)

Kadar Hara Mikro Tanaman


Kadar Beberapa Hara Mikro Pada Berbagai Tanaman
Kadar hara mikro (g/ha) pada berbagai tanaman berbeda-beda dan sangat tergantung
dengan jenis tanaman dan bagian tanaman yang dianalisis. Kadar hara mikro pada bagian
jerami tanaman berbeda dengan kadar hara mikro pada bagian biji, gabah, polong, buah,
siung, umbi, dan daun. Beberapa hasil analisis kadar hara mikro pada beberapa tanaman
meliputi: (a) tanaman pangan, (b) tanaman buah-buahan, (c) tanaman sayur-sayuran, dan
(d0 tanaman industri, disajikan sebagai berikut:

A. Tanaman Pangan

Beberapa hasil analisis kadar hara mikro tanaman pangan meliputi: tanaman jagung,
sebagai berikut:

Kadar Hara Mikro pada Tanaman Jagung:

Kadar hara mikro Tembaga (Cu), Kobalt (Co), Mangan (Mn), dan Seng (Zn) serta Hasil
tanaman Jagung dalam bentuk biji pipilan kering dan Jerami, disajikan sebagai berikut:

Kadar Hara Mikro pada Biji Jagung:


(a) Hasil Biji Pipilan Kering Jagung: 5,34 ton/ha
(b) Kadar hara mikro Tembaga (Cu) : 67 g/ha dan 12,55 g/ton
(c) Kadar hara mikro Kobalt (Co) : 67 g/ha
(d) Kadar hara mikro Mangan (Mn) : 101 g/ha
(e) Kadar hara mikro Seng (Zn) : 168 g/ha

Kadar Hara Mikro pada Jerami Tanaman Jagung:


(a) Hasil Biji Pipilan Kering Jagung : 5,00 ton/ha
(b) Kadar hara mikro Tembaga (Cu) : 56 g/ha dan 11,20 g/ton
(c) Kadar hara mikro Kobalt (Co) : 56 g/ha
(d) Kadar hara mikro Mangan (Mn) : 1.681 g/ha
(e) Kadar hara mikro Seng (Zn) : 336 g/ha

Kisaran Kadar Kecukupan Hara Mikro Essensial Tanaman


Kisaran Kadar Kecukupan Hara Mikro Essensial Pada Berbagai Tanaman
Tanaman membutuhkan hara mikro dalam kisaran kecukupan yang beragam. Berikut ini
disajikan kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial dari dari berbagai tanaman:

Tanaman Jagung (Zea mays L.):


Kisaran kadar kecukupan hara mikro essensial pada tanaman jagung bagian pucuk, daun
tua, dan daun bendera, adalah sebagai berikut:

Pada Bagian Pucuk Tanaman Jagung:


(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 5 s/d 25 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 5 s/d 20 mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 50 s/d 250 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 20 s/d 300 mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 20 mg/kg s/d 60 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): 0,1 s/d 10 mg/kg.

Pada Bagian Daun Tua Tanaman Jagung:


(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 4 s/d 25 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 3 s/d 15 mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 10 s/d 20 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 15 s/d 300 mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 15 s/d 60 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): 0,1 s/d 3 mg/kg.

Pada Bagian Daun Bendera Tanaman Jagung:


(a) kisaran kadar kecukupan hara mikro Boron (B): 5 s/d 25 mg/kg.
(b) kisaran kadar kecukupan hara mikro Tembaga (Cu): 6 s/d 20 mg/kg.
(c) kisaran kadar kecukupan hara mikro Besi (Fe): 21 s/d 250 mg/kg.
(d) kisaran kadar kecukupan hara mikro Mangan (Mn): 20 s/d 200 mg/kg.
(e) kisaran kadar kecukupan hara mikro Seng (Zn): 25 s/d 100 mg/kg.
(f) kisaran kadar kecukupan hara mikro Molidenum (Mo): > 0,2 mg/kg..
Kadar dan Serapan Hara Tanaman
Kadar dan Serapan Unsur Hara Essensial Berbagai Tanaman

Kadar dan serapan unsur hara essensial pada berbagai tanaman sangat bervariasi. Kadar
dan serapan unsur hara essensial tanaman pangan berbeda dengan tanaman buah-buahan
dan tanaman sayur-sayuran serta tanaman industri. Kadar dan serapan unsur hara essensial
pada tanaman jagung berbeda dengan tanaman padi, kacang tanah dan kedelai. Kadar dan
serapan unsur hara essensial pada jerami atau bagian vegetatif berbeda dengan pada biji
atau bagian generatif.

A. Tanaman Pangan:

Data kadar dan serapan unsur hara essensial pada berbagai tanaman pangan yaitu
meliputi: (a) tanaman jagung disajikan dalam uraian berikut.

(1) Tanaman Jagung:

Kadar dan serapan unsur hara essensial pada tanaman jagung pada bagian biji dan
jerami serta total tanaman disajikan sebagai berikut:

(1.1) Serapan dan Kadar Unsur Hara Essensial pada Biji Jagung:
(a) Hasil : 5,34 ton/ha
(b) Serapan N : 151,30 kg/ha Kadar N : 2,83 %
(c) Serapan P : 25,80 kg/ha Kadar P : 0,48 %
(d) Serapan K : 37,00 kg/ha Kadar K : 0,69 %
(e) Serapan Ca : 17,90 kg/ha Kadar Ca : 0,37 %
(f) Serapan Mg : 22,40 kg/ha Kadar Mg : 0,42 %
(g) Serapan S : 15,70 kg/ha Kadar S : 0,29 %
(h) Serapan Co : 0,067 kg/ha Kadar Co : 12,50 ppm
(i) Serapan Mn : 0,101 kg/ha Kadar Mn :189,00 ppm
(j) Serapan Zn : 0,168 kg/ha Kadar Zn : 31,50 ppm

(1.2) Serapan dan Kadar Unsur Hara Essensial pada Jerami Jagung:
(a) Bobot : 5,00 ton/ha
(b) Serapan N : 112,10 kg/ha Kadar N : 2,24 %
(c) Serapan P : 17,90 kg/ha Kadar P : 0,36 %
(d) Serapan K : 134,50 kg/ha Kadar K : 2,69 %
(e) Serapan Ca : 31,40 kg/ha Kadar Ca : 0,63 %
(f) Serapan Mg : 19,10 kg/ha Kadar Mg : 0,38 %
(g) Serapan S : 11,20 kg/ha Kadar S : 0,22 %
(h) Serapan Co : 0,056 kg/ha Kadar Co : 11,20 ppm
(i) Serapan Mn : 1,681 kg/ha Kadar Mn : 319,00 ppm
(j) Serapan Zn : 0,336 kg/ha Kadar Zn : 67,20 ppm

(1.3) Kadar Total Unsur Hara Essensial Tanaman Jagung:


(a) Kadar N : 2,55 %
(b) Kadar P : 0,42 %
(c) Kadar K : 1,66 %
(d) Kadar Ca : 0,48 %
(e) Kadar Mg : 0,40 %
(f) Kadar S : 0,26 %
(g) Kadar Co : 11,90 ppm
(h) Kadar Mn : 17,20 ppm
(i) Kadar Zn : 48,70 ppm

Urutan Kadar Unsur Hara Essensial dalam Tanaman:


Menurut Jones et al. (1991) dalam Hanafiah (2005) bahwa kadar unsur hara essensial
makro dan mikro pada tanaman secara berurutan dari kadar tertinggi sampai dengan
terendah berdasarkan perbandingan bobot kering adalah sebagai berikut:
(1) Karbon (45%) hampir sama dengan nomor (2)
(2) Hidrogen (45%)
(3) Oksigen (6%)
(4) Nitrogen (1,5%)
(5) Kalium (1,0%)
(6) Kalsium (0,5%)
(7) Fosfor (0,2%) hampir sama dengan nomor (8)
(8) Magnesium (0,2%)
(9) Belerang (0,1%)
(10) Klor (100 mg/kg) hampir sama dengan nomor (9)
(11) Besi (100 mg/kg)
(12) Boron (50 mg/kg)
(13) Mangan (20 mg/kg) hampir sama dengan nomor (14)
(14) Seng (20 mg/kg)
(15) Tembaga (6 mg/kg)
(16) Molibdenum (0,1 mg/kg).

Tugas Perhitungan Kebutuhan Kapur


Carilah data analisis tanah lengkap dari suatu lokasi penelitian, kemudian hitunglah
kebutuhan kapur apabila digunakan untuk budidaya tanaman yang saudara inginkan.
Perhitungan kebutuhan kapur dilakukan dengan menggunakan:

1. Metode Al-dd tanah

2. Metode hubungan antara pH tanah, KTK dan Kejenuhan Basa.

Tugas dikumpul paling lambat hari Kamis 27 Maret 2008 saat Praktikum dikumpulkan
secara kolektif kepada asisten.

Sifat Kimia Tanah


Beberapa sifat kimia tanah yang penting diketahui, meliputi:
(a) reaksi tanah atau pH tanah,
(b) koloid tanah,
(c) kandungan C-organik tanah,
(d) N-total tanah,
(e) C/N tanah,
(f) P-total tanah,
(g) P-tersedia tanah,
(h) kation-kation basa tanah, meliputi: K, Na, Ca, dan Mg,
(i) kation asam tanah, meliputi: Al, Fe dan H,
(j) kapasitas tukar kation total tanah atau KTK-total tanah,
(k) kapasitas tukar kation efektif tanah atau KTK-efektif tanah,
(l) kejenuhan basa tanah (%),
(m) kejenuhan aluminium tanah (%), dan
(n) kandungan bahan organik tanah.

Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Bagian I)


Berdasarkan Pusat Penelitian Tanah (1983) dalam Hardjowigeno (1987), bahwa sebagian
besar kriteria status sifat kimia tanah dikelompokkan kedalam lima kategori, yaitu:
(1) sangat rendah,
(2) rendah,
(3) sedang,
(4) tinggi, dan
(5) sangat tinggi.

Karbon atau C-organik Tanah


Nilai prosentase karbon dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk C(%) <1,00,
(2) rendah untuk C(%) berkisar antara 1,00 s/d 2,00,
(3) sedang untuk C(%) berkisar antara 2,01 s/d 3,00,
(4) tinggi untuk C(%) berkisar antara 3,01 s/d 5,00 dan
(5) sangat tinggi untuk C(%) lebih dari 5,00.

Nitrogen Tanah
Nilai prosentase nitrogen dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk N(%) <0,10,
(2) rendah untuk N(%) berkisar antara 0,10 s/d 0,20,
(3) sedang untuk N(%) berkisar antara 0,21 s/d 0,50,
(4) tinggi untuk N(%) berkisar antara 0,51 s/d 0,75 dan
(5) sangat tinggi untuk N(%) lebih dari 0,75.

C/N Ratio
Nilai C/N dalam tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk C/N < 5,
(2) rendah untuk C/N berkisar antara 5 s/d 10,
(3) sedang untuk C/N berkisar antara 11 s/d 15,
(4) tinggi untuk C/N berkisar antara 16 s/d 25 dan
(5) sangat tinggi untuk C/N lebih dari 25.

P2O5 metode HCl


Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode HCl, dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk mg P2O5/100 g tanah < 10,
(2) rendah untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
(4) tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk mg P2O5/100 g tanah lebih dari 60.

P2O5 metode Bray I


Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Bray I, dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
(2) rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 15,
(3) sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 16 s/d 25,
(4) tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 35 dan
(5) sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 35.

P2O5 Olsen
Nilai P2O5 dalam tanah yang terukur dengan metode Olsen, dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk ppm P2O5 < 10,
(2) rendah untuk ppm P2O5 berkisar antara 10 s/d 25,
(3) sedang untuk ppm P2O5 berkisar antara 26 s/d 45,
(4) tinggi untuk ppm P2O5 berkisar antara 46 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk ppm P2O5 lebih dari 60.
Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah (Bagian II)
K2O HCl 25%
Nilai K2O (mg/100g) dalam tanah yang terukur dengan metode HCl 25%, dikelompokkan
dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk mg K2O/100 g tanah < 10,
(2) rendah untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 21 s/d 40,
(4) tinggi untuk mg K2O/100 g tanah berkisar antara 41 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk mg K2O/100 g tanah lebih dari 60.

KTK (Kapasitas Tukar Kation)


Nilai KTK tanah (mg/100g) dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) < 5,
(2) rendah untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 5 s/d 16,
(3) sedang untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 17 s/d 24,
(4) tinggi untuk nilai KTK (mg/100 g) berkisar antara 25 s/d 40, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai KTK (mg/100g) > 40.

Susunan Kation (K-dd, Na-dd, Mg-dd, dan Ca-dd): 

K-dd (me/100g)
Nilai Kalium dapat ditukar atau K-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) < 0,1,
(2) rendah untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,2,
(3) sedang untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,3 s/d 0,5,
(4) tinggi untuk nilai K-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,6 s/d 1,0, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai K-dd (mg/100g) > 1,0.

Na-dd (me/100g)
Nilai Natrium dapat ditukar atau Na-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) < 0,1,
(2) rendah untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,1 s/d 0,3,
(3) sedang untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,7,
(4) tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,8 s/d 1,0, dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Na-dd (mg/100g) > 1,0.

Mg-dd (me/100g)
Nilai Magnesium dapat ditukar atau Mg-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam
lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) < 0,4,
(2) rendah untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 0,4 s/d 0,1,
(3) sedang untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 1,1 s/d 2,0,
(4) tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100 g) berkisar antara 2,1 s/d 8,0 dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Mg-dd (mg/100g) > 8,0.

Ca-dd (me/100g)
Nilai Kalsium dapat ditukar atau Ca-dd (me/100g) dalam tanah dikelompokkan dalam lima
kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) < 2,
(2) rendah untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 2 s/d 5,
(3) sedang untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 6 s/d 10,
(4) tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100 g) berkisar antara 11 s/d 20 dan
(5) sangat tinggi untuk nilai Ca-dd (mg/100g) > 20.

Kejenuhan Basa (%)


Nilai prosentase kejenuhan basa tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk Kej. Basa (%) < 20,
(2) rendah untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 20 s/d 35,
(3) sedang untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 36 s/d 50,
(4) tinggi untuk Kej. Basa (%) berkisar antara 51 s/d 70 dan
(5) sangat tinggi untuk Kej. Basa (%) lebih dari 70.
Kejenuhan Aluminium (%)
Nilai prosentase kejenuhan aluminium tanah dikelompokkan dalam lima kategori berikut:
(1) sangat rendah untuk Kej. Al (%) < 10,
(2) rendah untuk Kej. Al (%) berkisar antara 10 s/d 20,
(3) sedang untuk Kej. Al (%) berkisar antara 21 s/d 30,
(4) tinggi untuk Kej. Al (%) berkisar antara 31 s/d 60 dan
(5) sangat tinggi untuk Kej. Al (%) lebih dari 60.

Kemasaman Tanah (pH)


Pengelompokan kemasaman tanah berbeda dengan pengelompokkan terhadap sifat kimia
tanah lain, karena untuk kemasaman tanah (pH) dikelompokkan dalam enam kategori
berikut:
(1) sangat masam untuk pH tanah < 4,5
(2) masam untuk pH tanah berkisar antara 4,5 s/d 5,5
(3) agak masam untuk pH tanah berkisar antara 5,6 s/d 6,5 
(4) netral untuk pH tanah berkisar antara 6,6 s/d 7,5
(5) agak alkalis untuk pH tanah berkisar antara 7,6 s/d 8,5
(6) alkalis untuk pH tanah > 8,5.

Mekanisme Penyerapan Hara


Unsur hara dapat tersedia disekitar akar melalui 3 mekanisme penyediaan unsur hara,
yaitu: (1) aliran massa, (2) difusi, dan (3) intersepsi akar. Hara yang telah berada disekitar
permukaan akar tersebut dapat diserap tanaman melalui dua proses, yaitu:
(1) Proses Aktif, yaitu: proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif atau proses
penyerapan hara yang memerlukan adanya energi metabolik, dan 
(2) Proses Selektif, yaitu: proses penyerapan unsur hara yang terjadi secara selektif.

Proses Aktif:

Proses penyerapan unsur hara dengan energi aktif dapat berlangsung apabila tersedia
energi metabolik. Energi metabolik tersebut dihasilkan dari proses pernapasan akar
tanaman. Selama proses pernapasan akar tanaman berlangsung akan dihasilkan energi
metabolik dan energi ini mendorong berlangsungnya penyerapan unsur hara secara proses
aktif. Apabila proses pernapasan akar tanaman berkurang akan menurunkan pula proses
penyerapan unsur hara melalui proses aktif. Bagian akar tanaman yang paling aktif adalah
bagian dekat ujung akar yang baru terbentuk dan rambut-rambut akar. Bagian akar ini
merupakan bagian yang melakukan kegiatan respirasi (pernapasan) terbesar. 

Proses Selektif:

Bagian terluar dari sel akar tanaman terdiri dari: (1) dinding sel, (2) membran sel, (3)
protoplasma. Dinding sel merupakan bagian sel yang tidak aktif. Bagian ini bersinggungan
langsung dengan tanah. Sedangkan bagian dalam terdiri dari protoplasma yang bersifat
aktif. Bagian ini dikelilingi oleh membran. Membran ini berkemampuan untuk melakukan
seleksi unsur hara yang akan melaluinya. Proses penyerapan unsur hara yang melalui
mekanisme seleksi yang terjadi pada membran disebut sebagai proses selektif. 
Proses selektif terhadap penyerapan unsur hara yang terjadi pada membran diperkirakan
berlangsung melalui suatu carrier (pembawa). Carrier (pembawa) ini bersenyawa dengan
ion (unsur) terpilih. Selanjutnya, ion (unsur) terpilih tersebut dibawa masuk ke dalam
protoplasma dengan menembus membran sel.

Mekanisme penyerapan ini berlangsung sebagai berikut:

(1) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk kation (K+, Ca2+, Mg2+, dan
NH4+) maka dari akar akan dikeluarkan kation H+ dalam jumlah yang setara, serta
(2) Saat akar tanaman menyerap unsur hara dalam bentuk anion (NO3-, H2PO4-, SO4-)
maka dari akar akan dikeluarkan HCO3- dengan jumlah yang setara.

Bahan Organik Tanah


Tanah tersusun dari: (a) bahan padatan, (b) air, dan (c) udara. Bahan padatan tersebut dapat
berupa: (a) bahan mineral, dan (b) bahan organik. Bahan mineral terdiri dari partikel pasir,
debu dan liat. Ketiga partikel ini menyusun tekstur tanah. Bahan organik dari tanah mineral
berkisar 5% dari bobot total tanah. Meskipun kandungan bahan organik tanah mineral
sedikit (+5%) tetapi memegang peranan penting dalam menentukan Kesuburan Tanah.
Definisi Bahan Organik 

Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang


sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humifikasi
maupun senyawa-senyawa anorganik hasil mineralisasi dan termasuk juga mikrobia
heterotrofik dan ototrofik yang terlibat dan berada didalamnya.

Sumber Bahan Organik Tanah

Bahan organik tanah dapat berasal dari: 

(1) sumber primer, yaitu: jaringan organik tanaman (flora) yang dapat berupa: (a) daun, (b)
ranting dan cabang, (c) batang, (d) buah, dan (e) akar.

(2) sumber sekunder, yaitu: jaringan organik fauna, yang dapat berupa: kotorannya dan
mikrofauna.
(3) sumber lain dari luar, yaitu: pemberian pupuk organik berupa: (a) pupuk kandang, (b)
pupuk hijau, (c) pupuk bokasi (kompos), dan (d) pupuk hayati.

Komposisi Biokimia Bahan Organik

Menurut Waksman (1948) dalam Brady (1990) bahwa biomass bahan organik yang berasal
dari biomass hijauan, terdiri dari: (1) air (75%) dan (2) biomass kering (25%). 

Komposisi biokimia bahan organik dari biomass kering tersebut, terdiri dari:
(1) karbohidrat (60%),
(2) lignin (25%),
(3) protein (10%),
(4) lemak, lilin dan tanin (5%).

Karbohidrat penyusun biomass kering tersebut, terdiri dari: 


(1) gula dan pati (1% -s/d- 5%),
(2) hemiselulosa (10% -s/d- 30%), dan
(3) selulosa (20% -s/d- 50%).
Berdasarkan kategori unsur hara penyusun biomass kering, terdiri dari:
(1) Karbon (C = 44%),
(2) Oksigen (O = 40%),
(3) Hidrogen (H = 8%), dan
(4) Mineral (8%).

Dekomposisi Bahan Organik 


Proses dekomposisi bahan organik melalui 3 reaksi, yaitu:
(1) reaksi enzimatik atau oksidasi enzimatik, yaitu: reaksi oksidasi senyawa hidrokarbon
yang terjadi melalui reaksi enzimatik menghasilkan produk akhir berupa karbon dioksida
(CO2), air (H2O), energi dan panas.
(2) reaksi spesifik berupa mineralisasi dan atau immobilisasi unsur hara essensial berupa
hara nitrogen (N), fosfor (P), dan belerang (S).
(3) pembentukan senyawa-senyawa baru atau turunan yang sangat resisten berupa humus
tanah. 

Berdasarkan kategori produk akhir yang dihasilkan, maka proses dekomposisi bahan
organik digolongkan menjadi 2, yaitu:
(1) proses mineralisasi, dan
(2) proses humifikasi.

Proses mineralisasi terjadi terutama terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang
tidak resisten, seperti: selulosa, gula, dan protein. Proses akhir mineralisasi dihasilkan ion
atau hara yang tersedia bagi tanaman.

Proses humifikasi terjadi terhadap bahan organik dari senyawa-senyawa yang resisten,
seperti: lignin, resin, minyak dan lemak. Proses akhir humifikasi dihasilkan humus yang
lebih resisten terhadap proses dekomposisi. 
Urutan kemudahan dekomposisi dari berbagai bahan penyusun bahan organik tanah dari
yang terdekomposisi paling cepat sampai dengan yang terdekomposisi paling lambat,
adalah sebagai berikut:
(1) gula, pati, dan protein sederhana,
(2) protein kasar (protein yang leih kompleks),
(3) hemiselulosa,
(4) selulosa,
(5) lemak, minyak dan lilin, serta
(6) lignin.

Humus
Humus dapat didefinisikan sebagai senyawa kompleks asal jaringan organik tanaman
(flora) dan atau fauna yang telah dimodifikasi atau disintesis oleh mikrobia, yang bersifat
agak resisten terhadap pelapukan, berwarna coklat, amorfus (tanpa bentuk/nonkristalin)
dan bersifat koloidal.

Ciri-Ciri Humus

Beberapa ciri dari humus tanah sebagai berikut:

(1) bersifat koloidal (ukuran kurang dari 1 mikrometer), karena ukuran yang kecil
menjadikan humus koloid ini memiliki luas permukaan persatuan bobot lebih tinggi,
sehingga daya jerap tinggi melebihi liat. KTK koloid organik ini sebesar 150 s/d 300
me/100 g yang lebih tinggi daripada KTK liat yaitu 8 s/d 100 me/100g. Humus memiliki
daya jerap terhadap air sebesar 80% s/d 90% dan ini jauh lebih tinggi daripada liat yang
hanya 15% s/d 20%. Humus memiliki gugus fungsional karboksil dan fenolik yang lebih
banyak. 
(2) daya kohesi dan plastisitas rendah, sehingga mengurangi sifat lekat tanah dan
membantu granulasi aggregat tanah.

(3) Tersusun dari lignin, poliuronida, dan protein kasar.


(4) berwarna coklat kehitaman, sehingga dapat menyebabkan warna tanah menjadi gelap. 

Peranan Bahan Organik Terhadap Tanah

Bahan organik dapat berpengaruh terhadap perubahan terhadap sifat-sifat tanah berikut:
(1) sifat fisik tanah,(2) sifat kimia tanah, dan
(3) sifat biologi tanah.

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat fisik tanah, meliputi:


(1) stimulan terhadap granulasi tanah,
(2) memperbaiki struktur tanah menjadi lebih remah,
(3) menurunkan plastisitas dan kohesi tanah,
(4) meningkatkan daya tanah menahan air sehingga drainase tidak berlebihan, kelembaban
dan temperatur tanah menjadi stabil,
(5) mempengaruhi warna tanah menjadi coklat sampai hitam,
(6) menetralisir daya rusak butir-butir hujan,
(7) menghambat erosi, dan
(8) mengurangi pelindian (pencucian/leaching).

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat kimia tanah, meliputi:


(1) meningkatkan hara tersedia dari proses mineralisasi bagian bahan organik yang mudah
terurai,
(2) menghasilkan humus tanah yang berperanan secara koloidal dari senyawa sisa
mineralisasi dan senyawa sulit terurai dalam proses humifikasi,
(3) meningkatkan kapasitas tukar kation (KTK) tanah 30 kali lebih besar ketimbang koloid
anorganik, 
(4) menurunkan muatan positif tanah melalui proses pengkelatan terhadap mineral oksida
dan kation Al dan Fe yang reaktif, sehingga menurunkan fiksasi P tanah, dan
(5) meningkatkan ketersediaan dan efisiensi pemupukan serta melalui peningkatan
pelarutan P oleh asam-asam organik hasil dekomposisi bahan organik.

Peranan bahan organik terhadap perubahan sifat biologi tanah, meliputi:


(1) meningkatkan keragaman organisme yang dapat hidup dalam tanah (makrobia dan
mikrobia tanah), dan 
(2) meningkatkan populasi organisme tanah (makrobia dan mikrobia tanah)

Peningkatan baik keragaman mupun populasi berkaitan erat dengan fungsi bahan organik
bagi organisme tanah, yaitu sebagai:
(1) bahan organik sebagai sumber energi bagi organisme tanah terutama organisme tanah
heterotropik, dan
(2) bahan organik sebagai sumber hara bagi organisme tanah

Mekanisme Penyediaan Unsur Hara untuk Tanaman


Beberapa Unsur Hara Yang Dibutuhkan Tanaman
Selama masa pertumbuhan dan perkembangan, tanaman membutuhkan beberapa unsur hara
yang meliputi: Karbon (C), Hidrogen (H), Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K),
Kalsium (Ca), Magnesium (Mg), Belerang (S), Besi (Fe), Mangan (Mn), Boron (B), Mo,
Tembaga (Cu), Seng (Zn) dan Klor (Cl). Unsur hara tersebut tergolong unsur hara Essensial.
Unsur hara essensial ini berdasarkan jumlah kebutuhannya bagi tanaman, dikelompokkan
menjadi dua, yaitu: (1) unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah besar disebut Unsur
Hara Makro, dan (2) unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah kecil disebut Unsur
Hara Mikro. Unsur hara makro meliputi: N, P, K, Ca, Mg, dan S. Unsur hara mikro meliputi:
Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, dan Cl.

Mekanisme Penyediaan Unsur Hara


Penyediaan unsur hara untuk tanaman terdiri dari tiga kategori, yaitu: (1) tersedia dari udara,
(2) tersedia dari air yang diserap akar tanaman, dan (3) tersedia dari tanah. Beberapa unsur
hara yang tersedia dalam jumlah cukup dari udara adalah: (a) Karbon (C), dan (b) Oksigen
(O), yaitu dalam bentuk karbon dioksida (CO2). Unsur hara yang tersedia dari air (H2O) yang
diserap adalah: hidrogen (H), karena oksigen dari molekul air mengalami proses oksidasi dan
dibebaskan ke udara oleh tanaman dalam bentuk molekul oksigen (O2). Sedangkan untuk
unsur hara essensial lain yang diperlukan tanaman tersedia dari dalam tanah.
Mekanisme penyediaan unsur hara dalam tanah melalui tiga mekanisme, yaitu:
1. Aliran Massa (Mass Flow)
2. Difusi
3. Intersepsi Akar
Mekanisme Aliran Massa
Mekanisme aliran massa adalah suatu mekanisme gerakan unsur hara di dalam tanah menuju
ke permukaan akar bersama-sama dengan gerakan massa air. Selama masa hidup tanaman
mengalami peristiwa penguapan air yang dikenal dengan peristiwa transpirasi. Selama proses
transpirasi tanaman berlangsung, terjadi juga proses penyerapan air oleh akar tanaman.
Pergerakan massa air ke akar tanaman akibat langsung dari serapan massa air oleh akar
tanaman terikut juga terbawa unsur hara yang terkandung dalam air tersebut. Peristiwa
tersedianya unsur hara yang terkandung dalam air ikut bersama gerakan massa air ke
permukaan akar tanaman dikenal dengan Mekanisme Aliran Massa. Unsur hara yang
ketersediaannya bagi tanaman melalui mekanisme ini meliputi: nitrogen (98,8%), kalsium
(71,4%), belerang (95,0%), dan Mo (95,2%).
Mekanisme Difusi
Ketersediaan unsur hara ke permukaan akar tanaman, dapat juga terjadi karena melalui
mekanisme perbedaan konsentrasi. Konsentrasi unsur hara pada permukaan akar tanaman
lebih rendah dibandingkan dengan konsentrasi hara dalam larutan tanah dan konsentrasi unsur
hara pada permukaan koloid liat serta pada permukaan koloid organik. Kondisi ini terjadi
karena sebagian besar unsur hara tersebut telah diserap oleh akar tanaman. Tingginya
konsentrasi unsur hara pada ketiga posisi tersebut menyebabkan terjadinya peristiwa difusi
dari unsur hara berkonsentrasi tinggi ke posisi permukaan akar tanaman. Peristiwa pergerakan
unsur hara yang terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi unsur hara tersebut dikenal
dengan mekanisme penyediaan hara secara difusi. Beberapa unsur hara yang tersedia melalui
mekanisme difusi ini, adalah: fosfor (90,9%) dan kalium (77,7%). 
Mekanisme Intersepsi Akar
Mekanisme intersepsi akar sangat berbeda dengan kedua mekanisme sebelumnya. Kedua
mekanisme sebelumnya menjelaskan pergerakan unsur hara menuju ke akar tanaman,
sedangkan mekanisme ketiga ini menjelaskan gerakan akar tanaman yang memperpendek
jarak dengan keberadaan unsur hara. Peristiwa ini terjadi karena akar tanaman tumbuh dan
memanjang, sehingga memperluas jangkauan akar tersebut. Perpanjangan akar tersebut
menjadikan permukaan akar lebih mendekati posisi dimana unsur hara berada, baik unsur hara
yang berada dalam larutan tanah, permukaan koloid liat dan permukaan koloid organik.
Mekanisme ketersediaan unsur hara tersebut dikenal sebagai mekanisme intersepsi akar.
Unsur hara yang ketersediaannya sebagian besar melalui mekanisme ini adalah: kalsium
(28,6%).

Sifat Kimia Tanah


Komponen Aktif Tanah

Tekstur tanah tersusun dari tiga komponen, yaitu: pasir, debu dan liat. Ketiga komponen
tersebut dibedakan berdasarkan ukurannya yang berbeda. Partikel pasir berukuran antara
200 mikrometer sampai dengan 2000 mikrometer. Partikel debu berukuran antara 2
mikrometer sampai dengan kurang dari 200 mikrometer. Partikel liat berukuran kurang
dari 2 mikrometer. Makin halus ukuran partikel penyusun tanah tersebut akan memiliki
luas permukaan partikel per satuan bobot makin luas. Partikel tanah yang memiliki
permukaan yang lebih luas memberi kesempatan yang lebih banyak terhadap terjadinya
reaksi kimia. Partikel liat persatuan bobot memiliki luas permukaan yang lebih luas
dibandingkan dengan kedua partikel penyusun tekstur tanah lain (seperti: debu dan pasir).
Reaksi-reaksi kimia yang terjadi pada permukaan patikel liat lebih banyak daripada yang
terjadi pada permukaan partikel debu dan pasir persatuan bobot yang sama. Dengan
demikian, partikel liat adalah komponen tanah yang paling aktif terhadap reaksi kimia,
sehingga sangat menentukan sifat kimia tanah dan mempengaruhi kesuburan tanah.

Beberapa Sifat Kimia Tanah

Beberapa sifat kimia tanah yang penting untuk diketahui dan dipahami, meliputi: (1) pH
tanah, (2) kandungan karbon organik, (3) kandungan nitrogen, (4) rasio karbon dan
nitrogen (C/N), (5) kandungan fosfor tanah, terdiri dari: P-tersedia dan P-total tanah, (6)
kandungan kation basa dapat dipertukarkan, (7) kandungan kation asam, (8) kejenuhan
basa (KB), dan (9) kapasitas tukar kation (KTK), mencakup: KTK liat, KTK tanah, KTK
efektif, KTK muatan permanen dan KTK muatan tergantung pH tanah, serta (10)
kejenuhan aluminium.
Segitiga Tekstur

Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya
perbedaan komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah
(Badan Pertanahan Nasional). dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai
ukuran diameter paling besar yaitu 2 – 0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan
liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan berdasarkan USDA). keadaan tekstur tanah
sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat2 tanah yang lain seperti struktur tanah,
permeabilitas tanah, porositas dan lain2.

segitiga tekstur merupakan suatu diagram untuk menentukan kelas2 testur tanah. ada 12
kelas tekstur tanah yang dibedakan oleh jumlah persentase ketiga fraksi tanah tersebut.
misalkan hasil analisis lab menyatakan bahwa persentase pasir (X) 32%, liat (Y) 42% dan
debu (Z) 26%, berdasarkan diagram segitiga tekstur maka tanah tersebut masuk kedalam
golongan tanah bertekstur Liat (clay) (klik gambar untuk memperbesar). seandainya hasil
analisis lab menunjukkan persentase pasir 35%, liat 21% dan debu 44%, apa jenis tekstur
tanahnya. Ditunjukan pada gambar dibwah.
Kejenuhan Basa menunjukkan perbandingan jumlah kation basa dengan jumlah seluruh
kation yang terikat pada kation tanah dalam satuan persen. Antara persentase kejenuhan
basa dan pH tanah terdapat korelasi yang nyata. Penurunan kejenuhan basa akan diikuti
dengan penurunan nilai pH. Penurunan kejenuhan basa diakibatkan oleh menurun atau
hilangnya kalsium (Ca2+) atau ka-tion basa lain (K+, Mg2+, Na+). Akibatnya pH tanah
juga mengalami penurunan ka-rena kation basa digantikan oleh hidrogen dan aluminium.
Kation basa adalah un-sur hara yang diperlukan tanaman dan sangat mudah tercuci oleh
aliran air se-hingga tanah yang mempunyai kejenuhan basa yang tinggi menunjukkan
keterse-diaan hara yang tinggi. Artinya, tanah tersebut belum banyak mengalami pencucian
.
Nilai kejenuhan basa (KB) tanah merupakan presentase dari total KTK yang diduduki oleh
kation-kation basa yaitu Ca, Mg, Na, dan K terhadap jumlah total kation yan diikat dan
dapat dipertukarkan oleh koloid 

Kemudahan pelepasan kation terjerap untuk tanaman tergatung pada tingkat kejenuhan
basa. Suatu tanah dikatakan subur apabila kejenuhan basanya lebih atau sama dengan 80%
dan tidak subur apabila kejenuhan basanya kurang dari 50% dan apabila diantara 50%-80%
(Kim H, 1991).

Indikasi tingkat kesuburan tanah dapat dilihat dari besarnya presentase kejenuhan basa.
Makin besar nilai KB suatu lahan maka unsur hara esensiall lebih tersedia dan mudah
dimanfaatkan bagi suatu tanaman .

Terdapat korelasi positif antara % kejenuhan basa dan pH tanah. Umumnya, terlihat bahwa
kejenuhan basa tinggi apabila pH tinggi. Oleh karena itu, tanah-tanah daerah iklim kering
(arid) biasanya memiliki kejenuhan basa yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang
beriklim basah. Kejenuhan basa yang rendah berarti terdapat banyak ion H+

You might also like