You are on page 1of 13

JUDUL II

PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM BUDAYA ORGANISASI

I.PENGENDALIAN KEKUASAAN: STEPHEN P ROBBINS


Seorang manajer memiliki sebuah wewenang yang luas
untuk membuat sebuah pilihan strategis. Argumentasi pilihan
strategis memiliki hambatan terhadap kebijaksanaan untuk
membuat keputusan manajerial. Tiap-tiap manajer memiliki
kebebasan yang cukup besar untuk dapat memutuskan pilihan-
pilihan.

TANTANGAN LAIN TERHADAP PERSPEKTIF KONTINGENSI


Perspektif kontingensi1 menyatakan bahwa para pembuat
keputusan mengikuti proses pembuatan keputusan terstruktur
untuk pembuatan keputusan yang dilakukan seperti pada teori
manajemen. Perspektif kontingensi menyatakan bahwa proses
pembuatan keputusan dalam perspektif ini bersifat rasionalitas2.
Dalam perspektif kontingensi koalisi dominan dan manajemen
puncak diasumsikan sama.

• Nonrasionalitas
Argumentasi3 terpisah dapat dibuat untuk
pengambilan keputusan yang rasional dalam organisasi.
keputusan yang tepat terlihat telah dibuat, tetapi keputusan
tersebut dibuat oleh selain proses penalaran deduktif dan
oleh proses pencarian.

• Kepentingan yang berbeda-beda


Kepentingan para pengambil keputusan dan
kepentingan organisasi jarang menjadi menyatu dan sama.
Organisasi terdiri dari kelompok-kelompok yang memiliki
1
Perspektif Kontingensi menyatakan bahwa struktur akan berubah sehingga mencerminkan
perubahan pada strategi, besaran, teknologi, dan lingkungan (Stephen P.Robbins,
“Concept and Cases”)
2
Pernyataan bahwa para individuallah yang membuat keputusan dan proses pengambilan
keputusan dimulai dengan penetapan mengenai adanya suatu masalah, lihat Stephen P
Robbins, Organization Theory : Structure, Design and It’s Application (Englewood Cliffs,
N.J ; Prentice Hall, Inc. 1990), hlm.269.
3
Merujuk pada kelompok tertentu pada suatu organisasi yang mempunyai kekuasaan untuk
mempengaruhi hasil-hasil suatu keputusan. (Stephen P Robbins)
minat berbeda. Meskipun sangat diinginkan, dalam
hubungannya dengan keefektifan organisasi, dua hal yang
menyangkut dengan mewakili kepentingan individu dan
kepentingan organisasi agar dapat bersekutu dengan
sempurna, agaknya lebih menjadi pengecualian daripada
keharusan.

• Koalisi dominan
Koalisi ini berkembang karena disekitarnya ada
ambiguitas tujuan, strategi, efektivitas organisasi dan apa
yang dianggap rasional. Tujuan-tujuan yang ingin dicapai
antara individu dan kelompok jarang sejalan, dan
pengambilan keputusan untuk menetapkan kriteria
seringkali tidak jelas, mengarah kepada kompromi yang
dibentuk. Hal ini memperkuat sifat organisasi politik, dan
bahkan memainkan bagian pemutusan hal yang rasional
maupun yang tidak.

• Kekuasaan
Perbedaan kepentingan dan koalisi dominan
membawa pada pembahasan mengenai peran kekuasaan
dalam organisasi. Kekuasaan4 dari berbagai koalisi
menentukan hasil akhir dari proses pengambilan keputusan.
Tanpa perselisihan tersebut, tidak akan ada ruang untuk
berlangsungnya pertimbangan, negosiasi dan akhirnya
politisasi yang terjadi.

Kekuasaan seringkali digambarkan sesuatu yang menjadi


hak seseorang untuk meminta orang lain atau lembaga bertindak
sesuai dengan kehendak mereka untuk dapat menyelesaikan
tugas tugas yang menjadi tanggung jawab.

Kekuasaan dapat dan sering digunakan untuk


mempromosikan minat atau keinginan individu sendiri, selain itu
juga digunakan untuk mencapai hasil yang disenangi oleh hampir
seluruh anggota organisasi. Jadi kekuasaan bukan suatu sifat
untuk mementingkan diri sendiri.
Kekuasaan dapat menggunakan:
4
Suatu kekuatan individu untuk mempengaruhi keputusan, lihat Stephen P Robbins,
Organizational Behavior : Concept and Cases. 11th Ed. (englewood Cliffs, N.J : Prentice
Hall, Inc. 2005), hlm.279.
1. Kekuatan dengan ancaman
2. Kontrol sumber daya material yang diinginkan oleh subyek.
3. Legitimasi yang diberikan oleh asumsi budaya dan nilai
pengetahuan.

MENGELOLA BUDAYA ORGANISASI

Suatu budaya dituntut untuk mempunyai suatu ciri khas


yang menjadi pembeda dengan budaya yang lainnya. Demikian
pula untuk sebuah organisasi. kebanyakan organisasi besar
memiliki sebuah budaya yang dominan5 dan sekumpulan sub
budaya6. Ketika sebuah organisasi tidak memiliki budaya yang
dominan serta terdiri dari banyak sub budaya, pengaruh budaya
terhadap keefektifan organisasi akan mendominasi.

Pengaruh budaya yang menjadi dominan ini disebabkan


karena tidak adanya konsistensi dalam perilaku dan persepsi di
dalam suatu organisasi. Dalam lingkungan yang bersaing ini,
budaya kuat7 menjadi penghambat untuk laju sebuah organisasi.
Karena sebuah perusahaan membutuhkan budaya yang lebih
inovatif dan yang bersedia untuk mengambil resiko. Budaya yang
kuat akan meningkatkan perilaku yang cenderung tidak
berkembang dan konsisten. Budaya dapat menjadi sarana yang
kuat untuk membangun kontrol dan bertindak menjadi subtitusi
bagi formalisasi.
o
o
o

5
Sebuah budaya dominan mengungkapkan nilai inti yang dipunyai bersama oleh sebagian
besar anggota organisasi. (Stephen P.Robbins, “Organization Theory : Structure, Design
and Its application”)
6
Sub-sub budaya cenderung berkembang pada organisasi-organisasi yang besar dan
mencerminkan masalah bersama, situasi, atau pengalaman yang dihadapi para anggotanya.
Sub-sub budaya dapat berbentuk vertical maupun horizontal. (K.L.Gregory, “Native-view
Paradigms:Multiple Cultures and Culture Conflict in Organizations”)
7
Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari organisasi yang dianut dengan kuat, diatur
dengan baik dan dirasakan bersama secara luas.
o
II. ORGANIZATONAL DECISION MAKING: MARY JO
HATCH

Pengambilan keputusan dalam organisasi terkait mengenai


proses pengambilan keputusan yang terjadi pada semua
tingkatan dan dalam semua unit dalam organisasi. ada dua
macam proses pengambilan keputusan8 dalam pengertian ini,
dapat kita lihat bahwa sebuah organsasi menjadi suatu fokus
kegiatan dalam proses pengambilan keputusan.

• Pengambilan keputusan pada Organisasi Hierarki.


Di dalam struktur hierarki, manajer tertinggi berfungsi
menjadi pusat dari pengambilan keputusan strategis yang
menyangkut dengan keputusan pelembagaan, manajer
tingkat tengah mengepalai pengambilan keputusan.

• Pengambilan keputusan pada Organisasi Fugsional.


Pengambilan keputusan dalam struktur fungsional
dikelola oleh tiap-tiap bidang dengan departemen yang
memimpinnya. Sementara itu, model struktur per divisi
masing-masing memegang dan menjalankan
kepentingannya.

Bounded Rationality (Pembatasan Rasionalitas)

Herbert Simon mengidentifikasi dan mempertanyakan


asumsi model rasional. Model rasional memiliki asumsi bahwa
para pengambil keputusan memiliki pengetahuan alternatif dan
konsekuensi pelaksanaan alternatif dan juga hal ini
mengasumsikan bahwa ada preferensi yang konsisten diantara
para pengambil keputusan dan aturan-aturan keputusan yang
dapat dikenal dan diterima oleh semua ornag yang memiliki
kaitan.

Proses Pengambilan KeputusanRasional

8
Suatu proses pengambilan keputusan terjadi pada semua tingkatan dan dalam semua unit
organisasi, lihat Mary Jo Hatch, Organization Theory: modern, Symbolik, Design and Post
Modern Perspektif (New York : Oxford University Press, 10997), hlm. 270.
Ketika terdapat kesepakatan mengenai tujuan dan
kesepakatan bagaimana cara pencapaian tujuan atau mengenai
penanganan masalah, kemudian ketidakpastian dan keambiguan
berada pada kondisi minimum dan benar untuk menggunakan
model rasional. Hal ini tidak berarti seorang manajer akan
berhenti menggunakan proses pengambilan keputusan ini.
Bahkan ketika adanya peningkatan ketidakpastian dan
ambiguitas, manajer dimungkinkan untuk menemukan bahwa
penggunaan metode model rasional mempunyai insentif yang
lebuh besar untuk dapat memberikan rasa aman secara simbolis
dari proses keputusan yang kurang.

Proses Pengambilan Keputusan Trial-and-Error

Pada proses pengambilan keputusan trial-and-error,


keputusan yang besarnya cukup berpengaruh biasanya berhati-
hati dalam mengatur kondisi yang kerap kali tidak statis. Pembuat
keputusan yang tidak setuju dengan tujuan kegiatan seringkali
menemukan informasi untuk membandingkan diantara sedikitnya
alternatif, dan kebanyakan hanya tambahan untuk keputusan
terakhir.

Model Koalisi

Biasanya pembentukan suatu koalisi9 didasarkan pada


perundingan yang berlangsung dibalik layar yang berusaha untuk
memberikan pertimbangan kepada semua kepentingan dalam
posisi bersama di dalam koalisi. Dengan kondisi tersebut, para
pembuat keputusan menjadi tidak fokus pada pencarian informasi
pemecahan masalah, akan tetapi lebih menekankan menampung
minat alternatif.

Model Tong Sampah

Dalam kondisi kesepakatan mengenai pencapaian tujuan


dan pen-sarana-an untuk mencapai hal tersebut menemui jalan

9
Suatu usaha pembentukan kekuatan yang didasarkan pada beberapa perundingan di
belakang layar yang berusaha untuk memberikan pertimbangan kepada semua kepentingan
dalam posisi bersama di pembentukan kekuatan tersebut, dikutip dari Ibid., hlm. 277 oleh
Mary Jo Hatch , Organization Theory: modern, Symbolik, Design and Post Modern
Perspektif (New York : Oxford University Press, 1997)
buntu, model tong sampah dapat menjadi gambaran terbaik bagi
organisasi dalam proses pengambilan keputusan yang terjadi
seperti dalam organisasi. Model ini sesuai untuk situasi yang
mempunyai hanya lingkungan atau teknologi yang kurang
mencukupi, atau saat dimana aktor utama bergerak keluar masuk
dari proses keputusan karena kegiatan lain bersaing dalam waktu
dan perhatian yang sama. Model ini diberi nama “tong sampah”
untukmenekan ketidakteraturan dalam pengambilan keputusan.
Meskipun tidak terdapat organisasi yang beroperasi dalam modus
ini sepanjang waktu, namun setiap organisai akan menemui
situasi seperti ini dari waktu-kewaktu.

Irasionalitas dalam Pembuatan Keputusan Organisasi

Nils Brunsson berpendapat bahwa keputusan rasional tidak


selalu memberikan dasar yang baik untuk tindakan yang tepat
dan sukses, dan bukannya panggilan untuk bertindak rasionalis.
Brunsson berpendapat bahwa tindakan organisasi yang efektif
tergantung pada pelaksanaan keputusan. Pelaksanaan
mensyaratkan bahwa tindakan harus memiliki harapan positif agar
dapat mengalami motivasi untuk mengambil tindakan dan
komitmen untuk melibatkan diri dalam melihat melalui kesimpulan
yang sukses.

Budaya Organisasi
Konteks lingkungan organisasi harus selalu diingat sebagai
analisis budaya organisasi yang dikejar. Budaya melibatkan
anggota sebuah organisasi dalam realitas yang dibangun secara
sosial. Anggota organisasi berbagi realitas ini dalam indera ganda
persamaan dan perbedaan. Unsur-unsur di atas dimana berbagi
budaya didasarkan pada termasuk artefak, simbol, norma, nilai,
keyakinan, dan asumsi, dan fisik, perilaku, dan simbol-simbol
linguistik. Unsur-unsur budaya ini saling terkait dalam makna
jaringan yang terjalin, seperangkat inti anggapan dan sebuah
pandangan, dapat diakses oleh semua anggota budaya.
Pandangan membantu anggota dalam mengelola kegiatan dan
dalam memaknai pengalaman organisasi. Hubungan konstruksi
sosial ini, yang anggota budayanya secara rutin mengarahkan
pengalaman dan aktivitas, adalah apa yang disebut sebagai
budaya organisasi.
ANALISA PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM BUDAYA
ORGANISASI

Dalam suatu organisasi pengambilan keputusan menjadi hal


yang sangat penting untuk mempertahankan keberlangsungan
kehidupan organisasi, maka dapat dikatakan bahwa pengambilan
keputusan menjadi landasan dasar, kemana akan dibawa
organisasi dalam menghadapi setiap tantangan, baik dari dalam
maupun luar lingkungan organisasi. pentingnya pengambilan
keputusan akan keberlangsungan kehidupan suatu organisasi
juga dipengaruhi budaya organisasi. budaya organisasi dalam hal
ini memegang pengaruh dalam penyesuaian model pengambilan
keputusan yang akan diambil oleh suatu organisasi. Sehingga
memungkinkan untuk terciptanya model pengambilan keputusan
yang berbeda dari keadaan yang sekarang terjadi sangat
dimungkinkan.

Budaya dalam suatu organisasi tercipta pada saat


terjadinya organisasi itu sendiri pertama kali berdiri. Budaya
organisasi menjadi suatu hal yang penting untuk dimiliki oleh
setiap organisasikarena budaya menjadi kepribadian bagi
organisasi sama dengan individu.

Jika kita hubungkan pengambilan keputusandengan budaya


organisasi, kedua hal tersebut saling berkesinambungan. Dalam
pengambilan keputusan terlebih dahulu mengkaji apakan
keputusan yang telah diambil bertentangan tidak dengan budaya
organisasi yang bersangkutan. Jika keputusan yang diambil
bertentangan, maka manajer wajib untuk mencari alternatif lain.
Manajer yang berfungsi menjadi pengambil keputusan dalam
organisasi10, diharapkan menjadi orng yang tahu benar mengenai
organisasi dan masalah yang menghinggapi organisasi yang
dikelolanya. Terkadang dalam mengambil keputusan manajer
berhadapan dengan berbagai hal seperti tidak sempurna dan
ketidaklengkapan informasi, masalah yang terlalu kompleks,
waktu yang terbatas dalam proses pengambiln keputusan,
preferensi yang bertentangan dengan pengambilan keputusan
untuk tujuan organisasi.

10
dikutip dari Ibid, oleh Mary Jo Hatch , Organization Theory: modern, Symbolik, Design and
Post Modern Perspektif (New York : Oxford University Press, 1997)
Selanjutnya, Hatch menjelaskan tentang macam-macam
proses pengambilan keputusan dalam organisasi. Mulai dari
proses pengambilan keputusan model rasional yang
mengungkapkan bahwa model keputusan ini dapat digunakan jika
telah ada kesepakatan mengenai tujuan atau masalah yang akan
ditangani dan telah ada kesepakatan mengenai bagaimana cara
pencapaian tujuan atau penanganan masalah, kemudian
ketidakpastian dan ambiguitas terjadi pada kondisi minimum dan
kondisi yang tepat untuk menggunakan model rasional dalam
pengambilan keputusan.

Model rasional mengisyaratkan bahwa model ini hanya


dapat digunakan apabila semua informasi telah lengkap dan
kondisi telah tepat, jika semua hal-hal yang disebutkan di atas
tidak terpenuhi, besar kemungkinan model rasional ini tidak dapat
digunakan. Hal tersebut tentu saja membuat model rasional
menjadi lemah dalam fungsinya dalam pengambilan keputusan.
Karena tidak semua informasi dapat dimiliki oleh pengambil
keputusan, terkadang pengambil keputusan tersebut dapat
memiliki informasi yang tidak lengkap dan juga kondisi mengenai
ketidakpastian dan ambiguitas yang minimum tidak dapat dijamin
penuh, karena menyangkut pula faktor luar dari lingkungan
organisasi yang sulit untuk diperkirakan.

Setelah model rasional dijelaskan oleh Hatch, pada bagian


bawah dijelaskan pula penentangan terhadap model rasional oleh
Hatch berdasarkan penjelasan dari Herbert Simon. Herbert Simon
mengidentifikasi dan mempertanyakan asumsi model rasional.
Model rasional mengasumsikan bahwa para pengambil keputusan
mempunyai pengetahuan alternatif dan konsekuensi pelaksanaan
alternatif tersebut, tetapi sebenarnya para pengambil keputusan
sering memiliki informasi yang tidak lengkap dan tidak sempurna
mengenai alternatif dan konsekuensi.

Model rasional juga mengasumsikan bahwa terdapat


peraturan keputusan yang diketahui dan diterima oleh setiap
orang yang bersangkutan dan bahwa setiap orang setuju dengan
tujuan organisasi. Herbert Simon menyatakan bahwa usaha
rasional organisasi dibatasi oleh informasi yang tidak sempurna
dan tidak lengkap, kompleksitas masalah, kapasitas pemprosesan
informasi, ketersediaan waktu untuk proses pengambilan
keputusan, dan pilihan bertentangan para pengambil keputusan
untuk tujuan organisasi.

Stephen P. Robbins, di dalam tulisannya, selain


menjelaskan mengenai perspektif kontingensi11 seperti pada teori
manajemen12, perspektif ini juga memiliki sifat rasionalitas dan
dalam tulisannya Robbins juga menjabarkan tentang bagaimana
rasionalitas13 mendapat tantangan dalam penggunaannya dalam
pengambilan keputusan. Dapat diartikan bahwa model rasional
tidak cukup lagi menjadi model pengambilan keputusan karena
mendapatkan begitu banyak tantangan dan kelemahannya jika
menggunakan model pengambilan keputusan ini.

Hatch dalam tulisannya memaparkan juga penjelasan dari


Nils Brunsson yang menyatakan bahwa proses pengambilan
keputusan rasional sangat merusak harapan positif, sehingga
melemahkan motivasi dan menghancurkan komitmen. Brunsson
juga memaparkan bahwa ketika tindakan rasional dimunculkan,
kegunaan non rasionalitas dalam proses pengambilan keputusan
menjadi jelas.

Seperti halnya Hatch, Robbins juga menjabarkan tentang


non rasionalitas. Kontrol yang menjadi pendukung untuk
menawarkan sejumlah asumsi tentang pengambilan keputusan
dalam organisasi, mengusulkan suatu proses yang dicirikan oleh
non rasionalitas, diantaranya kepentingan yang berbeda, koalisi
dominan14 dan kekuasaan.
Dari model non rasionalitas diatas, Non rasionalitas15
mengartikan bahwa keputusan yang tepat telah dibuat, akan
11
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior : Concept and Cases. 11th Ed. (Englewood
Cliffs,N.J: Prentice Hall, Inc. 2005), hlm. 275.
12
Stephen P. Robbins, Organization Theory : Structure,Design and It’s Application
(Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall,Inc. 1990), hlm. 269.
13
Stephen P. Robbins, Organizational Behavior : Concept and Cases. 11th Ed. (Englewood
Cliffs,N.J: Prentice Hall, Inc. 2005), hlm. 275.
14
Ibid. Dikutip oleh Stephen P. Robbins, Organization Theory : Structure,Design and It’s
Application (Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall,Inc. 1990)
15
Ibid., hlm. 276. Dikutip oleh Stephen P. Robbins, Organization Theory :
Structure,Design and It’s Application (Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall,Inc. 1990)
tetapi keputusan tersebut dibuat bukan oleh proses penalaran
deduktif dan oleh proses pencarian. Pada proses pencirian non
rasionalitas, terdapat kepentingan yang berbeda, realitas
pengambilan keputusan organisasi menjelaskan bahwa
kepentingan para pembuat keputusan dan kepentingan organisasi
jarang menjadi menyatu dan sama, hal tersebut dikarenakan sifat
dari individu dalam organisasi berbeda-beda sehingga memiliki
kepentingan yang berbeda pula, dan hal tersebut berlaku pula
bagi para pengambil keputusan yang akan cenderung mengambil
keputusan yang lebih menguntungkan dirinya.
Daftar Pustaka:

Books Review 2:

Robbins, Stephen P and Barnwell, Neil. 2002. “Organisational


Theory: Concept and Cases 4th Ed”, Australia : Pearson education
Australia.

Robbins, Stephen P. 2004 Organisation Theory: Structure,Design


and It’s Application Englewood Cliffs,N.J: Prentice Hall,Inc.

Hatch, Mary Jo. 1997. “Organisation Theory : Modern, Symbolic,


Design and Post Modern Perspective” New York : Oxford
University Press.

Robbins, Stephen P and Sanghi, Seema 2005. “Organisational


Behavior 11th Ed” NJ : Prentice Hall Inc
TUGAS TEORI
ORGANISASI
BOOKS REVIEW
“PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM BUDAYA
ORGANISASI”
MENURUT

STEPHEN P. ROBBINS
DAN
MARY JO HATCH

OLEH:
DIENDA KHAIRANI
0806396115
ADMINISTRASI FISKAL NONREG
2008
FAKULTAS ILMU SOSIAL ILMU
POLITIK
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
2009

You might also like