You are on page 1of 7

EKSPERIMEN PENGOLAHAN SERAT JAGUNG (Zea mays) DENGAN MENGGUNAKAN

PEWARNA ALAM GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.)

Laporan Mata Kuliah KR 4001 Kriya Tekstil V

Disusun Oleh:

Nova Ariditya Karmita


17205004

Program Studi Kriya Tekstil

FAKULTAS SENI RUPA DAN DESAIN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2009
PENGANTAR

Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman budaya dan sumber daya


alam yang melimpah. Keduanya merupakan keistimewaan yang dapat dimanfaatkan
dan dipadukan oleh masyarakat Indonesia lewat rasa, karsa dan karya mereka
menjadi wujud baru yang lebih istimewa, namun dengan tetap melestarikan dan
mengembangkan segala yang telah dimiliki.

Nilai-nilai lokalitas seperti kriya dan kerajinan merupakan salah satu budaya yang
tak pernah lekang dari kehidupan masyarakat di negara Indonesia. Dalam kriya
tekstil Indonesia, serat alam dan pewarna alam sudah begitu lama eksis sejak
zaman nenek moyang. Namun di zaman modern seperti sekarang, serat dan
pewarna sintesis telah menggeser keberadaan kedua nilai lokalitas ini.

Kebangkitan pewarna alam dan serat alam sejak tahun 2000 telah kembali
menggairahkan kriya tekstil Indonesia dan masyarakat di dalamnya untuk terus
melestarikan keduanya.

Melalui laporan ini, akan diulas mengenai eksplorasi serat dan pewarna alam
Indonesia, khususnya serat jagung dan pewarna gambir. Semoga pengetahuan di
dalamnya dapat memperluas pengetahuan lebih lanjut tentang khasanah budaya
kita.
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Selama ini, masyarakat modern terbiasa mengolah bahan sandang yang terbuat dari

bahan-bahan sintetis seperti rayon, polyester, dan sebagainya. Proses pengolahan

bahan-bahan sintetis ini tak jarang telah meninggalkan dampak buruk bagi

lingkungan. Sehingga, pada awal tahun 2000, muncullah gerakan ecofashion,

sustainable design dan lain-lain yang kesemuanya mendukung ide back to nature

dengan mengurangi penggunaan bahan-bahan sintetis dan proses pengolahannya

dalam produksi bahan sandang yang membahayakan bagi lingkungan.

Kekhasan alam Indonesia mulai dari ragam flora dan fauna, telah menjadi daya tarik

tersendiri baik bagi masyarakat domestik maupun mancanegara. Salah satu

keragaman yang potensial untuk dikembangkan sebagai alternatif bahan baku

produk tekstil yang ramah lingkungan adalah serat alam. Beberapa unsur

masyarakat terutama di pulau Jawa telah lama menggunakan serat alam seperti

serat nanas dan sutra sebagai media dalam pembatikan, atau serat bambu sebagai

wadah makanan tradisional. Hal ini menandakan bahwa pada dasarnya, serat alam

sangat mungkin untuk dibudidayakan.

Mengingat hampir 80% tumbuhan di Indonesia memiliki unsur serat yang dapat

diolah lebih lanjut, maka pembudidayaan serat alam sebagai salah satu usaha

mendukung gerakan back to nature merupakan hal yang perlu digalakkan. Salah

satu serat alam yang masih memerlukan sentuhan eksplorasi dalam pengolahannya

adalah serat jagung. Serat jagung diperoleh dari klobot jagung, yang sebenarnya

merupakan kulit ari dari biji jagung. Pemanfaatan klobot jagung masih minim
dilakukan masyarakat, biasanya klobot jagung berakhir sebagai pakan ternak sapi

atau kambing, atau sebagai bahan baku pembuatan bunga hias kering, bahkan

malah tak dimanfaatkan sama sekali, dibuang begitu saja layaknya limbah organik

lain. Tak banyak yang tertarik mengolah serat jagung menjadi produk tekstil. Hal ini

dikarenakan serat jagung memiliki ukuran serat yang pendek, sehingga sulit untuk

ditenun. Padahal, masih banyak teknik lainnya yang dapat diaplikasikan pada serat

ini, salah satunya adalah teknik pile weave atau tenunan berumbai. Pile weave

merupakan teknik yang sangat unik, biasa digunakan dalam pembuatan karpet dan

sangat mudah dilakukan. Selain tidak memerlukan benang atau serat yang panjang,

teknik ini menghasilkan tekstur yang sangat menarik, sehingga keterbatasan yang

dimiliki serat jagung pun dapat disiasati dengan efektif.

Serat alam tentunya tak dapat dipisahkan dari pewarna alam. Dalam

penggunaannya di masa lalu, kedua unsur ini menyatu dengan nilai ritual disertai

dengan proses pengerjaan yang detail dan rumit, sehingga produk tekstil yang

dihasilkan sarat filosofi. Beberapa pewarna alam yang digunakan antara lain tarum,

secang, gambir, akar mengkudu, dan sebagainya. Sejak ditemukannya pewarna

sintetis oleh William Perkin di tahun 1856, perkembangan tekstil di dunia berubah

semakin pesat dan kreatif dan menggeser penggunaan pewarna alam ini. Namun,

beberapa pewarna sintetis seperti naftol, indigosol, rapid, direct dan reaktif

belakangan diketahui bersifat karsinogen, sehingga dapat membahayakan

pemakainya dan turut mencemari lingkungan.

Bangkitnya Zat Warna Alam (ZWA) di tahun 2000-an menandakan bahwa

masyarakat kita telah sadar bahwa kepedulian lingkungan sudah seharusnya dimulai

dari usaha yang kreatif, karena alam sendiri telah menyediakan sumber daya yang

amat banyak dan beragam. Warna-warna yang dihasilkan ternyata jauh lebih variatif
dan natural dibanding pewarna sintetis, dan yang paling utama, pewarna alam

sangat aman bagi lingkungan. Salah satu pewarna alam yang cukup kuat dan cocok

diaplikasikan pada serat jagung adalah gambir. Meskipun biasa digunakan sebagai

komponen menyirih, gambir ternyata memiliki warna yang menarik sebagai pewarna

alami.

Melalui eksplorasi lebih lanjut, serat alam dan pewarna alam dapat kembali hadir

sebagai bahan baku produk ramah lingkungan. Sehingga, eksistensi dan keunikan

kedua sumber daya ini dapat dimanfaatkan secara maksimal bersama-sama dengan

kreatifitas yang tinggi, memberikan alternatif dan warna baru dalam dunia

pertekstilan serta memperluas khasanah budaya dan tradisi Indonesia.

I.1 Tujuan

Selain mendukung gerakan Back to Nature, eksperimen serat alam dan

pewarna alam ini juga dimaksudkan untuk:

 Mengetahui teknik-teknik penanganan serat alam dan pewarna alam


yang tepat agar membuka wawasan dan jalan menuju pengolahan lebih
lanjut yang inovatif dalam pembuatan bahan baku produk tekstil.

 Memanfaatkan potensi serat alam dan pewarna alam potensial secara


maksimal dan efektif, sehingga pengerjaan unsur-unsur ini menjadi lebih
efisien dan sederhana.

 Mengembalikan lokalitas tradisi Indonesia, sehingga memicu inisiatif


masyarakat luas untuk kembali menggunakan ZWA dan mengeksplorasi
serat alam sebagai bagian dari seni dan budaya.
I.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan tujuan yang hendak dicapai, maka dapat diperoleh

beberapa rumusan masalah yang dihadapi, yakni:

 Bagaimana cara mengolah serat alam yang ada, khususnya serat jagung

secara efektif dan tepat guna agar tak lagi menjadi limbah atau pakan

ternak, dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi.

 Bagaimana cara mengkombinasikan serat jagung dengan pewarna alam,

khususnya gambir agar dapat memperoleh produk akhir dengan warna

yang maksimal.

 Bagaimana cara mengaplikasikan teknik pile weave menggunakan serat

alam jagung agar produk akhir yang dihasilkan dapat dimanfaatkan

sebagai unsur pendukung baik dalam fashion maupun interior yang unik.

I.4 Ruang Lingkup

Eksplorasi yang terdapat dalam proses pengolahan terbatas pada satu jenis serat

alam dan pewarna alam, yakni serat jagung (Zea mays) dan pewarna gambir

(Uncaria gambir), dengan beberapa macam mordant untuk mengikat warna ke

dalam serat serta merubah warna gambir menjadi lebih bervariasi. Produk akhir

yang telah dibuat terbatas pada lembaran tekstil menggunakan teknik pile weave.

I.5 Metode Perolehan Data

Perolehan data dan acuan yang digunakan berdasarkan studi kuliah dan literatur,

baik dari buku-buku maupun internet. Selain itu, panduan yang diperoleh juga

berasal dari wawancara singkat yang dilakukan sebelum melakukan proses


pengolahan serat alam dan ZWA terpilih. Penjelasan lebih lanjut akan disajikan

secara deskriptif lewat berbagai eksperimen yang telah dilakukan dalam Bab 3.

I.6 Sistematika Penulisan dan Perancangan

Sistematika penulisan disajikan dalam pembahasan per bab, yakni:

Bab 1 Pendahuluan. Bab ini mengulas latar belakang pemilihan topik dan judul,

alasan, perumusan masalah, dan tujuan akhir yang ingin dicapai. Bab ini juga

menjelaskan beberapa metode yang dipakai dalam perolehan data dan panduan

untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan konsep.

Bab 2 Landasan Teori. Bab ini menjelaskan sejumlah teori yang berkaitan dengan

judul terpilih.

Bab 3 Eksplorasi. Bab ini mendeskripsikan tinjauan umum dan tinjauan khusus

berupa serangkaian eksplorasi yang diterapkan pada serat alam dan pewarna alam

terpilih.

Bab 4 Konsep dan Perancangan. Bab ini menjelaskan konsep awal dan proses

perancangan berdasarkan biaya, proses produksi, hingga tema, fungsi, serta nilai

estetis yang dipakai.

Bab 5 Penutup. Bab ini merupakan kumpulan kesimpulan dan saran yang berkaitan

dengan pembuktian rancangan awal dan produk akhir, dilengkapi dengan daftar

pustaka dan lampiran-lampiran berupa gambar kerja, foto proses dan data

pendukung lainnya.

You might also like