You are on page 1of 11

PENDAHULUAN

Di Indonesia, pestisida yang paling dominan banyak digunakan sejak tahun 1950an sampai
akhir tahun 1960an adalah pestisida dari golongan hidrokarbon berklor seperti DDT, endrin, aldrin,
dieldrin, heptaklor dan gamma BHC. Penggunaan pestisida-pestisida fosfat organik seperti
paration, OMPA, TEPP pada masa lampau tidak perlu dikhawatirkan, karena walaupun bahan-
bahan ini sangat beracun (racun akut), akan tetapi pestisida-pestisida tersebut sangat mudah terurai
dan tidak mempunyai efek residu yang menahun. Hal penting yang masih perlu diperhatikan masa
kini ialah dampak penggunaan hidrokarbon berklor pada masa lampau khususnya terhadap aplikasi
derivat-derivat DDT, endrin dan dieldrin.
Pada tanah-tanah pertanian yang menggunakan bahan organik yang tinggi, residu pestisida
akan sangat tinggi karena jenis tanah tersebut di atas menyerap senyawa golongan hidrokarbon
berklor sehingga persistensinya lebih mantap. Kandungan bahan organik yang tinggi dalam tanah
akan menghambat proses penguapan pestisida. Kelembaban tanah, kelembaban udara, suhu tanah
dan porositas tanah merupakan salah satu faktor yang juga menentukan proses penguapan pestisida.
Penguapan pestisida terjadi bersama-sama dengan proses penguapan air. Residu pestisida yang
larut terangkut bersama-sama butiran air keluar dari tanah dengan jalan penguapan, akan tetapi
masih mungkin jatuh kembali ke tanah bersama debu atau air hujan. Air merupakan medium utama
bagi transportasi pestisida. Pestisida dapat menguap karena suhu yang tinggi dan kembali lagi ke
tanah melalui air hujan atau pengendapan debu.

PENGGOLONGAN SENYAWA KIMIA PESTISIDA

Menurut Watterson (1988), ada banyak penggolongan/jenis-jenis pestisida yang beredar di


pasaran dan senantiasa digunakan baik yang ditujukan kepada hewan,tumbuhan maupun jazad
renik, yang mengendalikan jenis serangga maupun hewan yang berpotensi sebagai organisme
pengganggu tananam (OPT) adalah insektisida, rodentisida, molusisida, avisida, dan mitisida.
Sedangkan yang mengendalikan jazad renik antara lain bakterisida, fungisida, algisida. Selain dari
pada itu terdapat senyawa kimia yang sifatnya hanya sebagai pengusir serangga (insect repellent),
dan sebaliknya ada pula yang justru menarik serangga untuk datang (insect attractant) serta ada
yang dapat memandulkan serangga (Tabel 1).
Jenis Pestisida Fungsi dan kegunaannya
Insektisida Mengontrol and mngendalikan serangga
Herbisida Membunuh rumput (gulma)
Fungisida Membunuh jamur
Nematoda Membunuh nematoda
Rodentisida Membunuh tikus
Bakterisida Membunuh bakteri
Akarisida Membunuh laba-laba
Algisida Membunuh alga
Mitisida Membunuh mite
Molusisida Membunuh moloska
Avisida Mengusir burung
Piscisida Mengendalikan ikan
Ovisida Menghancurkan telur
Desinfektant Menghancurkan atau menginaktifkan mikroorganisme yang berbahaya
Growth regulator Merangsang/menghambat pertumbuhan
Defoliant Penggugur daun
Desiccant Mempercepat pengeringan tanaman
Repellent Mengusir serangga, rayap, anjing dan kucing
Atractant Menraik serangga
Chemosterilant Mensterilisasi serangga
Tabel 1. Jenis-Jenis Pestisida dan Kegunaannya
Sumber: Watterson (1988)
DINAMIKA PESTISIDA DALAM LINGKUNGAN

Menurut Tarumingkeng (1977), dinamika pestisida dalam ekosistem lingkungan dikenal


istilah residu. Istilah residu tidak sinonim dengan arti deposit. Deposit ialah bahan kimia pestisida
yang terdapat pada suatu permukaan pada saat segera setelah penyemprotan atau aplikasi pestisida,
sedangkan residu ialah bahan kimia pestisida yang terdapat di atas atau di dalam suatu benda
dengan implikasi penuaan (aging), perubahan (alteration) atau kedua-duanya. Residu dapat hilang
atau terurai dan proses ini kadang-kadang berlangsung dengan derajat yang konstan. Faktor-faktor
yang mempengaruhi ialah penguapan, pencucian, pelapukan (weathering), degradasi enzimatik dan
translokasi. Dalam jumlah yang sedikit (skala ppm), pestisida dalam tanaman hilang sama sekali
karena proses pertumbuhan tanaman itu sendiri.
Seperti halnya reaksi-reaksi kimia lain, penghilangan residu pestisida mengikuti hukum
kinetika pertama, yakni derajat/kecepatan menghilangnya pestisida berhubungan dengan
banyaknya pestisida yang diaplikasi (deposit). Dinamika pestisida di alam akan mengalami dua
tahapan reaksi, yakni proses menghilangnya residu berlangsung cepat (proses desipasi), atau
sebaliknya proses menghilangnya residu berlangsung lambat (proses persistensi). Terjadinya dua
proses ini disebabkan karena deposit dapat diserap dan dipindahkan ke tempat lain sehingga
terhindar dari pengrusakan di tempat semula. Terhindarnya insektisida yang ditranslokasikan dari
proses pengrusakan dimungkinkan oleh faktor-faktor lingkungan yang kurang merusak sehingga
terjadi proses penyimpanan (residu persisten). Kemungkinan lain adalah pestisida akan bereaksi
dan mengalami degradasi sehingga hilangnya residu berlangsung cepat (Tarumingkeng,1977).

KASUS-KASUS PENCEMARAN PESTISIDA

Terhadap Hewan Vertebrata


Moore (1974) mengemukakan bahwa burung pemangsa tikus Falcon tininuculus dan Tyto
alba banyak yang terkontaminasi oleh pestisida akibat memangsa tikus yang telah memakan umpan
biji-bijian yang dicampur dieldrin, sedang Jefferies (1972) mengemukakan bahwa kelelawar dari
jenis Pipistrellus, Plocetius dan Myotis ditemukan banyak mengandung residu organoklorin jenis
DDE (± 10,68 ppm), DDT (± 4,62 ppm) dan dieldrin (± 0,29 ppm) dalam organ hatinya. Di
Indonesia, dampak pengaruh samping dari aplikasi DDT dan metabolit DDE menunjukkan adanya
korelasi negatif antara residu DDT pada telur bebek dan tebalnya kulit telur. Ini menunjukkan
bahwa pada saat dilakukan pengukuran, efek residu pestisida tersebut belum significant mencemari
bebek yang ada di Indonesia (Koeman, 1974). Pada hewan amfibi seperti kodok, pencemaran
dapat mengubah perilaku dan kelainan morfologi khususnya terhadap ekor dan moncong (Cooke,
1970).

Terhadap Hewan Invertebrata


Palpp (1976) mengemukakan bahwa pengaruh samping dari pada penggunaan pestisida
terhadap hewan inveterbrata dapat berupa timbulnya pembentukan kekebalan (resistensi) ataupun
resurgensi. Pembentukan kekebalan terjadi melalui beberapa mekanisme seperti perubahan
asetilkolines-trase, menurunnya penyerapan, kekebalan terhadap pengatur pertumbuhan (growth
regulator), kekebalan terhadap piretroid, kekebalan metabolisme terhadap organofosfat dan
karbamat serta kekebalan terhadap senyawa pestisida berklor. Szeics et al. (1973) menemukan
bahwa penyerapan insektisida oleh kulit serangga bertambah sesuai dengan polaritasnya. Hal ini
diamati pada percobaan terhadap Heliothis virescens, akan tetapi penurunan penyerapan dapat
terjadi dan merupakan mekanisnme kekebalan. Walaupun mekanisme tersebut di atas belum dapat
dijelaskan secara rinci, akan tetapi pengamatan pada larva Heliothis zea yang lebih tua nampak
lebih kebal dari yang muda (Gast, 1961).
Kasus lain ditemukan bahwa fungisida dengan sodium metan dan formaldehida yang
digunakan terhadap permukaan atau yang diinjeksikan mempunyai pengaruh tajam dan akan
membunuh binatang-binatang tanah yang terkena sampai pada ke dalaman 15 cm. Jenis pestisida
yang paling besar pengaruhnya terhadap musnahnya faunah tanah adalah insektisida di banding
pestisida lain seperti herbisida dan fungisida. Insektisida-insektisida tersebut yang paling banyak
digunakan adalah hidrokarbon berklor dan organofosfat. Senyawa hidrokarbon berklor dapat
menjadi penyebab berkurangnya populasi tungau pemangsa colembola sehingga populasi
colembola berkembang, sebaliknya senyawa dari jenis aldrin dan derivatnya pengaruhnya tidak
terlalu significant menurunkan populasi tungau (Sheals, 1956).

Terhadap Kehidupan Perairan


Sumber pencemaran perairan oleh pestisida ialah adanya aliran air dari daerah pertanian
terutama selama musim hujan. Pada kadar yang tinggi pestisida dapat membunuh jazad yang hidup
di dalam air. Pestisida-pestisida yang persistensinya tinggi seperti golongan organoklorin meskipun
dengan kosentrasi rendah dapat masuk dalam rantai makanan dan mengalamai proses peningkatan
kadar (biological magnification) sampai pada derajat yang mematikan (Coutney et.al.,1973).
Terhadap kehidupan fitoplankton, perlakuan paraquat pada dosis 1,0 ppm selama 4 jam dapat
menurunkan produktivitas 53%, perlakuan diquat dengan dosis yang sama selang waktu 48 jam
menurunkan produktivitas 45%, sedangkan diuran dengan dosis 1,0 ppm dalam 4 jam menurunkan
produktivitas sampai 87% (Pimentel, 1974).
Daya meracun berbagai pestisida khususnya herbisida terhadap kehidupan ikan telah
banyak diteliti. Misalnya kemampuan meracuni kehidupan ikan, jenis insektisida nampak lebih
kuat dibanding herbisida. Akan tetapi karena pemakaian herbisida sebagai pengendali gulma
intensitas pemakaiannya lebih tinggi, maka dampak kerusakannya lebih nampak. Nilai toksisitas
akut herbisida terhadap ikan umumnya jauh lebih tinggi dari pada konsentrasi yang dibutuhkan
untuk mengendalikan gulma. Sebagai contoh, herbisida paraquat pada kadar aplikasi 1,14 ppm
dapat mematikan ikan lele, dan ikan salmon 3 hari setelah aplikasi (Duursma and Marchand, 1974).

Terhadap Tumbuhan
Aplikasi pestisida pada kadar rendah (sublethal) dapat memberi pengaruh resisten terhadap
tumbuhan pengganggu., oleh karena itu penyemprotan yang tak sempurna dapat menimbulkan
pengaruh jangka panjang yang tak terduga. Di samping itu secara tidak langsung penggunaan
pestisida (herbisida) akan merangsang tumbuhan pengganggu lain yang bukan sasaran justru
menjadi dominan. Sebagai contoh pertumbuhan alang-alang Imperata cylindrica dapat ditekan
dengan penggunaan herbisida, akan tetapi di sisi lain rumput Mikinia micranta justru akan tumbuh
subur dan merajalela di tempat itu karena persaingannya dengan alang-alang sudah tidak ada lagi.
Demikian juga dengan jenis rumput Pennisetum polystachion yang mempunyai tingkat kepadatan
biji yang sangat banyak (300.000 – 370.000 biji/tanaman) tidak dapat tumbuh pada kondisi gelap
(di bawah naungan alang-alang), tetapi pada saat alang-alang dibasmi, maka rumput ini akan
tumbuh dominan (Soedarsan dan Amir, 1975).

Terhadap Kesehatan Manusia


Menurut Watterson (1988) secara umum telah banyak sekali bukti-bukti yang ditemukan
pengaruh samping senyawa kimia pestisida terhadap kesehatan manusia. Beberapa jenis penyakit
yang telah diteliti dapat diakibatkan oleh pengaruh samping penggunaan senyawa pestisida antara
lain leukemia, myaloma ganda, lymphomas, sarcomas jaringan lunak, kanker prostae, kanker kulit,
kanker perut, melanoma, penyakit otak, penyakit hati, kanker paru, tumor syaraf dan neoplasma
indung telur. Selain dari pada itu, beberapa senyawa pestisida telah terbukti dapat menjadi faktor
"carsinogenic agent" baik pada hewan dan manusia, yakni tercatat ada 47 jenis bahan aktif
pestisida ditemukan terbukti sebagai carsinogenic agent pada hewan, dan 12 jenis lagi terbuti
sebagai carsinogenic agent pada manusia (Gosselin, 1984: IARC, 1978: Saleh, 1980) (Tabel 2).
Tabel 2. Senyawa-Senyawa Pestisida yang Telah Terbukti dapat Menjadi Faktor Penyebab Penyakit Kanker
(Carsinogenic Agent) pada Hewan dan Manusia
Bahan aktif Hewan Manusia Bahan aktif Hewan Manusia
acrylonitrile + - ethylene dibromide + +
aldrin + - ethylen thiourea - +
aminotriazole + + formaldehyde + +
amitraz + - hempa + -
arsenic oxide + - heptachlor + -
azinphos-metyl (guthion) + - lindane + -
cadmium + - maleic hydrazide + -
captan + - maneb + -
carbaryl + - MCPA - +
carbontettrachloride + - methidathion + -
chloramben + + methylene bromide + -
chlordane + - methylene dichloride + -
chlordecone (kepone) + - mexacarbamate + -
chlordimeform + - mirex + -
chlorobenzilate + + monuron + -
chlorofenol(group) - - parathion + -
chlorothalenil + + pentachlorophenol - +
2,4-D + - permethrin - +
DBCP + + picloram - +
DDT + - rotenone + -
diallate + - sodium azide + -
1,2, dichloropropane + - sulfallate + -
1,3, dichloropropane + - 2,4,5-T + +
dicofol + - 2,3,6 TBA + -
dieldrin + - tetrachlorvinphos + -
dimethoate + - trichlorfon + -
endosulfan + - trifluralin + -
Sumber : Gosselin (1984);IARC(1978):Saleh(1980)
Catatan : + = ditemukan bukti; - = tidak ditemukan bukti

Fakta lain ditemukan pula bahwa ternyata tercatat 80 jenis bahan aktif pestisida juga dapat
menjadi penyebab atau sebagai faktor "mutagenic agent" (Moriya, 1983; Weinstein, 1984; Sandhu,
1980; Simmon, 1980) (Tabel 3). Lebih jauh ditemukan lagi fakta bahwa senyawa pestisida juga
dapat menjadi penyebab penyakit peradangan kulit dan penyakit kulit lainnya sebagai akibat
timbulnya alergi dan iritasi. Yang dapat menyebabkan alergi pada kulit tercatat ada 20 jenis bahan
aktif sedangkan yang menyebabkan iritasi tercatat ada 42 jenis bahan aktif (Weinstein, 1984:
Gosselin, 1984) (Tabel 4).
Tabel 3. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Fakta Penyebab Mutasi Genetik (Mutagenic
Agent)
acephate Dicrotophos NBT(2,4-dinitrophenylthiocyanate)
allethtrin dichlorvos NNN(5-nthro-1-napthalonitrile)
azinphos-methyl dimethoate nitofen
benomyl dinocap oxydemeton-methyl
bromocil dinoseb oxine copper
butaclor disulfoton parathion-methyl
cocodylic acid echlomezel pentachlorophneol
captafol ethylnechlorohydrin phenazine oxide
captan ethylenedibromide phosmer
carbaryl ethylenedichloride pirimiphosmethyl
carbendazim ethylene oxide polycarbamate
carbofuran ethylene thiourea polyoxin D-Zn
chlormethoxynil EMS propanil
chlorfenvinphos ESP salithion
chloropicrin fenaminosulf simazine
chlorpyrifos fenitrithion 2,4,5-T
cyclophosphamide ferbam thiometon
2,4-D acid folpet thiram
2,4-BB acid HEH(2-hydroxyethylenehydrazin) toxaphene
DBCP hemel triallate
DD MAF trichlorfon
DDC MCPA TTCA(asomate)
DDT malaeic hydrazide vamidothion
demeton metepa ziram
1,2,dibromethane methyl dibromide
dicamba monocrotophos
dichlorfluanid
Sumber : Moriya (1983); Weinstein (1984); Sandhu (1980); Simmmon 1980)
Tabel 4. Senyawa-Senyawa Pestisida Yang Telah Terbukti Dapat Menjadi Faktor Penyebab Penyakit Radang Kulit
Dan Penyakit Kulit Lainnya (Alergi Dan Iritasi)

Jenis peradangan Jenis peradangan


Bahan aktif Bahan aktif
alergi iritasi alergi iritasi
acephate - + kelthane - +
anilazine - + lindane - +
benomyl + + malathion + +
captafol + + mancozeb + -
captan + + maneb + +
chloropicrin - + mercaptobenothiazole + -
chlorothalonil - + methidathion - +
cyhexatin - + methomyl - +
DCDA - + methylphenol(cresol) + -
demeton - + methyl parathion - +
dialifur - + mevinphos - +
chazinon - + monocrotophos - +
dimethoate + - naled + +
dinobuton - + nitrofen + +
dinoseb - + parathion + -
disulfoton - + PCNB + -
DNCB - - phosmet - +
DNOC - + propagite - +
DVDP - + pyrethroids + -
endosulfan - + sulphur - +
ethephon - + thiram + +
ethion - + toxaphene - +
ferbam - + triazine + -
folpet + - zineb + +
formaldehyde + + zitram + +
glyphosate - +
Sumber : Weinstein (1984); Gosselin (1984)
Catatan : + = ditemukan bukti; - = tidak ditemukan bukti

Secara umum, proses peracunan senyawa pestisida dapat diamati berdasarkan golongan
pestisida yang dipakai di lapangan. Fenomena ini sering ditemukan pada para pekerja yang terkait
langsung dengan pestisida seperti pekerja pada lokasi kepabrikan maupun perkerja yang langsung
menggunakan senyawa pestisida tersebut terhadap organisme target. Pada golongan pestisida yang
mempunyai bahan aktif dari klor organik seperti endrin, aldrin, endosulfan, dieldrin,
lindane(gamma BHC) dan DDT, gejala keracunan yang dapat ditimbulkan dapat berupa mual, sakit
kepala dan tak dapat berkosentrasi. Pada dosis tinggi dapat terjadi kejang-kejang, muntah dan dapat
terjadi hambatan pernafasan. Hal ini disebabkan kerena senyawa klor organik mempengaruhi
susunan syaraf pusat terutama otak.
Pada senyawa fosfat organik, gejala yang timbul dapat berupa sakit kepala, pusing, lemah,
pupil mengecil, gangguan penglihatan, sesak nafas, mual, muntal, kejang pada perut, diare, sesak
dada dan detak jantung menurun. Senyawa ini menghambat aktivitas enzim kolonestrasi dalam
tubuh penderita. Pada karbamat, gejala keracunannya hampir tak terlihat jelas, proses kerjanya juga
menghambat enzim kolinestrase dalam tubuh, tetapi reaksinya reversible dan lebih banyak bekerja
pada jaringan bukan dalam plasma darah. Yang masuk kategori senyawa itu adalah aldikarb,
carbofuran, metomil, propoksur dan karbaril (Anonim, 1984) (Tabel 5).
Tabel 5. Gejala Keracunan Dan Petunjuk Cara Pertolongan Pertama Pada Penderita
Golongan Pestisida Cara bekerjanya Gejala keracunan yang timbul
Klor organik : endrin, aldrin, Mempengaruhi susunan syaraf Mual, sakit kepala, tak dapat
endosulfan(thiodan), dieldrin, pusat terutama otak berkonsentrasi. Pada dosis tinggi
lindane(gamma BHC), DDT dapat terjadi kejang-kejang muntah
dan dapat terjadi hambatan
pernafasan

Fosfat organik: mevinfos (fosdrin), Menghambat aktivitas enzim Sakit kepala, pusing-pusing, lemah,
paration, gution, monokrotofos kholinnestrase pupil mengecil, gangguan
(azodrin), dikrotofos, fosfamidon, penglihatan dan sesak nafas, mual,
diklorvos (DDVP), etion, efntion, muntah, kejang pada perut dan diare,
diazinon. sesak pada dada dan detak jantung
menurun.

Karbamat : aldikarb(temik), Menghambat aktivitas enzim Tanda-tanda keracunan umunya


carbofuran (furadan), metomil kholinestarse, tetapi reaksinya lambat sekali baru terlihat
(lannate), propoksur (baygon), reversible dan lebih banyak
karbaril (sevin) bekerja pada jaringan, bukan
dalam darah/plasma.

Dipiridil : paraquat, diquat dan Dapat membentuk ikatan dan Gejala keracunan selalu lambat
morfamquat merusak jaringan ephitel dari diketahui, seperti perut, mual,
kulit, kuku, saluran pernafasan muntah dan diare karena ada iritasi
dan saluran pencernaan, pada saluran pencernaan. 48-72 jam
sedangkan larutan yang pekat baru gejala kerusakan seperti ginjal
dapat menyebabkan seperti albunuria, proteinura,
peradangan. hematuria, dan peningkatan kreatinin
lever, 72 jam-14 hari terlihat tanda-
tanda kerusakan pada paru-paru

Antikoagulan : tipe kumarin Pestisida ini cepat diserap oleh Hematuria (kencing berdarah),
(warfarin), tipe 1,3 indantion: pencernaan makanan, hidung berdarah, sakit pada rongga
difasinon, difenadion (Ramik) penyerapan dapat terjadi sejak perut, kurang darah dan kerusakan
saat tertelan sampai 2-3 ginjal
hari.Kumrain dapat diserap
melalui. Kedua tipe pestisida ini

Arsen : arsen trioksid, kalium Menghambat pembentukan zat Pada keracunan akut: nyeri pada
arsenat, asam arsenat dan arsin(gas). yang berguna untuk perut, muntah dan diare. Pada
koagulasi/pembekuan darah keracunan sub akut akan timbul
antara lain protrombin gejala seperti sakit kepala, pusing
Keracunan arsen pada dan banyak keluar ludah
umumnya melalui mulut
walaupun bisa juga diserap
melalui kulit dan saluran
pernafasan
Sumber: Anonim (1984)

PROSEDUR PELAKSANAAN PENGAMANAN PESTISIDA

Pedoman Umum Penanganan Bahan


Agar senyawa pestisida aman digunakan dan tidak terlalu menimbulkan efek peracunan
pada pemakai, maka pemerintah dan formulator telah menetapkan dan memberi petunjuk sebagai
pedoman umum dalam penanganan senyawa kimia berbahaya. Mulai dari pemilihan jenis pestisida,
tata cara penyimpanan, penakaran, pengenceram, pencampuran sampai kepada prosedur
kebersihannya (Anonim, 1984) (Tabel 6).
Tabel 6. Petunjuk Umum Tentang Keamanan Dalam Menggunakan Senyawa Kimia Pestisida di Lapangan
1. Gunakanlah pestisida yang telah terdaftar dan memperoleh izin dari Menteri Pertanian.Jangan sekali-kali
menggunakan pestisida yang belum terdaftar dan memperoleh izin.
2. Pilihlah pestisida yang sesuai dengan hama atau penyakit tanaman serta jasad sasaran lainnya yang akan
dikendalikan, dengan cara lebih dahulu membaca keterangan tentang kegunaan pestisida dalam label
pada wadah pestisida tersebut
3. Belilah pestisida dalam wadah asli yang tertutup rapat dan tidak bocor atau rusak, dengan label asli yang
berisi keterangan lengkap dan jelas. Jangan membeli dan menggunakan pestisida dengan label dalam
bahasa asing
4. Bacalah semua petunjuk yang tercantum pada label pestisida sebelum bekerja dengan pestisida itu
5. Simpanlah pestisida di tempat khusus yang sejuk, kering dan dapat dikunci, jauh dari
makanan/minuman, dan tidak dapat dijangkau oleh anak-anak, hewan piaraan serta ternak.
6. Lakukanlah penakaran, pengenceran atau pencampuran pestisida di tempat terbuka atau dalam ruangan
yang mempunyai ventilasi baik.
7. Pakailah sarung tangan dan gunakalah wadah, alat pengaduk dan alat penakar yang khusus hanya untuk
pestisida. Semua peralatan tersebut jangan digunakan untuk keperluan lain, lebih-lebih yang
berhubungan dengan makanan dan minuman.
8. Bukalah tutup wadah pestisida dengan hati-hati, sehingga pestisida tidak memercik, tumpah atau
berhambur ke udara.
9. Gunakalah pestisida sesuai dengan takaran yang dianjurkan. Jangan menggunakan pestisida dengan
takaran yang berlebihan atau kurang.
10 Periksalah alat penyemprot dan usahaka supaya selalu dalam kedaan baik, bersih dan tidak bocor.
11 Hindarkanlah pestisida terhirup melalui pernafasan atau terkena kulit, mata, mulut dan kaian.
12 Apabila ada luka pada kulit, tutuplah luka tersebut dengan baik sebelum bekerja dengan pestisida.
Pestisida lebih mudah terserap ke dalam tubuh melalui kulit yang terluka.
13 Selama menyemprot, pakailah baju khusus yang berlengan panjang, penutup kepala penutup muka,
celana panjang, sarung tangan dan sepatu boot
14 Jangan menyemprot berlawanan dengan arah angin
15 Hindarkalah semprotan pestisida terbawa angin ke tempat lain, supaya tidak mengenai tempat tinggal
penduduk, tanaman di tempat lain, sungai, kolam, danau atau makanan ternak.
16 Jangan menyemprot pada waktu angin bertiup kencang, cuaca panas atau akan turun hujan.
17 Bekerjalah demikian rupa sehingga tanaman yang telah disemprot tidak dilalui lagi untuk menghindari
persentuhan dengan tanaman yang telah terkena pestisida
18 Jangan merokok, makan atau minum selama bekerja dengan pestisida.
19 Jika merasa kurang enak badan, berhentilah bekerja dengan segera dan baca petunjuk dalam label
tentang pertongan pertama dan segera hubungi dokter, beri tahu pestisida apa yang digunakan.
20 Setelah selesai bekerja denga pestisida, mandilah sehera dengan sabun, pakaian dan alat pelindung
lainnya yang dipakai harus segera dicuci dengan sabun.
21 Setalah selesai bekerja, cucilah alat penyemprotan dan alat lainnya serta usahakan air bekas cucian tidak
mengalir ke sungai, saluran air, kolam ikan, sumur dan sumber air lainnya.
22 Bersihkanlah selalu muka dan tangan dengan air dan sabun sebelum beristirahat untuk makan minum
atau merokok.
23 Wadah bekas yang sudah kosong jangan dipakai untuk menyimpan makanan atau minuman akan tetapi
musnahkan dengan merusak, membakar atau menguburnya di tempat yang aman.
Sumber Anonim (1984)

Pertolongan Pertama Pada Keracunan Pestisida


Berdasarkan panduan pertolongan pertama pada kasus keracunan pestisida dalam Anonim
(1984), maka bila terjadi kasus keracunan senyawa kimia pestisida maka ada sebelas item yang
harus dicermati/diteliti dengan saksama agar dapat diambil tindakan medis yang tepat dan segera
untuk menolong jiwa penderita. Ke sebelas urutan tersebut adalah sebagai berikut :
a. Apabila gejala keracunan mulai timbul betapapun ringannya gejala tersebut, segeralah berhenti
bekerja dan pergilah ke dokter atau klinik terdekat untuk mendapatkan pertolongan lebih lanjut.
Hal tersebut harus segera dilakukan karena sewaktu-waktu keadaan dapat berkembang menjadi
gawat. Supaya tindakan pertolongan selanjutnya dapat dilakukan dengan cepat dan tepat,
dokter harus diberitahu nama pestisida yang menyebabkan keracunan. Untuk ini sebaiknya
bawalah label pestisida tersebut untuk ditunjukkan kepada dokter.
b. Dalam hal kulit atau rambut dan pakaian terkena pestisida, cucilah segera kulit dan rambut
yang terkena dengan sabun dan air yang banyak dan lepaskan pakaian untuk diganti dengan
yang bersih.
c. Apabila pestisida mengenai mata, cucilah segera mata dengan air bersih yang banyak selama
15 menit atau lebih terus menerus. Kemudian ditutup dengan kapas seteril yang dilengketkan
dengan kain pembalut.
d. Apabila debu, bubuk, uap, gas atau buti-butir semprotan terhisap melalui pernafasan, bawalah
penderita ke tempat terbuka yang berudara segar, longgarkan pakaiannya yang ketat dan
baringkan dengan dagunya agak terangkat ke atas supaya dapat bernafas dengan bebas. Jaga
supaya penderita dalam keadaan tenang dan tidak kedinginan (apabila perlu selimutilah
penderita tetapi jangan sampai terlalu kepanasan). Sementara menunggu pertolongan dokter,
awasilah terus keadaan penderita.
e. Apabila pestisida tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, usahakan supaya penderita
muntah dengan cara mencolek bagian belakang tenggorokan dengan jari tangan atau alat lain
yang bersih dan/atau dengan memberi minum larutan garam sebanyak satu sendok makan
dalam segelas air hangat. Ulangi proses pemuntahan sampai yang dimuntahkan berupa cairan
yang jernih. Pada waktu penderita mulai muntah, usahakan mukanya menghadap ke bawah dan
kepalanya agak direndahkan supaya muntahan tidak masuk dalam paru-paru. Selanjutnya harus
dijaga jangan sampai muntahan menghalangi pernafasan. Usaha pemuntahan tidak dapat
dilakukan apabila penderita dalam keadaan kejang atau tidak sadar, penderita telah menelan
bahan yang mengandung minyak bumi dan penderita telah menelan bahan alkalis atau asam
kuat yang korosif (secara kimiawi merusak jaringan hidup)dengan gejala rasa terbakar atau
nyeri sekali pada mulut dan kerongkongan.
f. Apabila bahan korosif tertelan dan penderita dalam keadaan sadar, berilah penderita minum
susu atau putih telur dalam air, atau hanya air saja dalam kondisi dimana susu atau telur tidak
tersedia. Susu atau minyak tidak boleh diberikan kepada penderita keracunan pestsida
hirokarbon berklor.
g. Apabila penderita tidak sadar, usahakan supaya saluran pernafasan tidak tersumbat. Bersihkan
hidung dari lendir atau muntahan dan bersihnya mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan
sebagainya. Jangan memberikan sesuatu melalui mulut kepada penderita yang tidak sadar.
h. Apabila pernafasan penderita berhenti, usahakanlah pernafasan buatan. Bersihkan lebih dulu
mulut dari air liur, lendir, sisa makanan dan sebagainya.
i. Apabila penderita kejang, usahakanlah kekejangan tersebut tidak mengakibatkan cidera.
Longgarkan pakaian disekitar leher, taruh bantal di bawah kepala dan berilah ganjal antara gigi
untuk mencegah supaya bibir atau lidah tidak tergigit.
j. Penanggulangan keracunan setalah dilakukan pertolongan pertama selanjutnya diambil
tindakan sebagai berikut
i. untuk golongan pestisida klor organik, dilakukan tindakan mencuci lambung dengan
memberi garam isotoris larutan natrium bikarbonat 5%. Untuk mengurangi absorbsi dapat
diberikan 30 gram norit yang disuspensikan dalam air;
ii. untuk golongan fosfat organik, diberikan antodote Atropin sulfat intra vena atau intra
muskuler, bila mungkin dilakukan penyuntikan intra vena. Dosis dewasa dan anak-anak
lebih dari 12 tahun 0,4-2,0 mg dan untuk anak-anak 0,05 mg/kg berat badan. Dosis
diulangi tiap 15-30 menit sampai kelihatan gejala atropinasi/gejala keracunan ringan dari
atropin seperti muka merah, frekuensi detak jantung meningkat (140/menit) dan pupil
melebar. Pralidoxim diberi-kan setalah atropin, bila diberikan sebelum 36 jam setalah
keracunan akan dapat menanggulangi efek dari pestisida fosfat organik ini. Dosis dewasa 1
gr/kg berat badan dan anak-anak 20-50 gr/kg berat badan dengan kecepatan tidak lebih dari
setengah dosis total tiap menit. Ulangi lagi setelah 1 jam bila kelemahan/ kelumpuhan otot
belum tertanggulangi;
iii. untuk golongan karbamat, penaggulangan-nya sama dengan pestisida golongan fosfat
organik, tapi disini tidak digunakan pralidoxim;
iv. (untuk golongan senyawa dipiridil tindakannya adalah untuk mengurangi absorbsi dari
saluran pencernaan, diberikan absorben Fuller”s Earth 30% suspensi dalam air;
v. (untuk golongan antikoagulan dilakukan pemberian antidote fitonadion, yakni dosis
dewasa dan anak-anak lebih dari 12 tahun 25 mgr intra muskuler dan anak-anak di bawah
12 tahun 0,6 mgr/kg berat badan;
vi. untuk golongan arsen dilakukan pemberian antidote Dimerkaprol (B.A.L),
Dimerkaptopropanol.
k. Untuk penanggulangan selanjutnya, dilakukan pendataan mencakup tempat kejadian, tanggal,
nama korban, umur, jenis kelamin, keracunan melalui apa (mulut, pernafasan, kulit), sampel
pestisida, muntahan atau sisa makanan (dalam hal penderita tidak diketahui, dapat disebutkan
pestisida-pestisda apa yang biasa digunakan di tempat tersebut, dan jenis-jenis pertolongan
yang telah diberikan kepada penderita.

PENUTUP

Walaupun beberapa rujukan pustaka dari paper ini sudah cukup tua, akan tetapi dari data-
data tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa problematika yang terkait dengan dampak
samping dari penggunaan pestisida baik langsung maupun tidak langsung cukup significant
merusak ekosistem lingkungan dan bahkan kesehatan manusia. Oleh sebab itu ke depan
penanganan pestisida nampaknya masih panjang untuk diperdebatkan dan bahkan masih perlu
diteliti lebih jauh agar ekosistem bumi kita dapat terselamatkan dari proses pencemaran senyawa-
senyawa kimia yang berbahaya.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1984. Pestisida Untuk Pertanian danKehutanan.Direktorat Perlindungan Tanaman


Pangan. Direktotarat Jenderal Pertanian Tanaman Pangan.Jakarta. 1984
Cooke, A.S. 1970. The effect of p.p-DDT on Ted Poles of Common Frog Rana temporaria. Env.
Poll.1:57-71
Coutney, W. R., Jr., and M. H. Robert, Jr. 1973. Environmental Effect on Toxaphene Toxicity to
Selected Fishes and Crustaceans. Ecol. Res. series. EPA-R3-73035. United Stated
Environmental Protection Agency, Wasihington D.C.20460
Duursma, E.K. & M. Marchand. 1974. Aspects of Organic Marine Pollution. Ann. Rev. Oceanogr.
Mar. Biol.12:315-431
Gast, R.T. 1961. Factors Involved in Differential Susceptibility at Corn Earworm Larval to DDT. J.
Econ. Entomol. 54:1203-1206.
Gosselin, R.E. 1984. Clinical Toxicology of Commercial Products. William and Wilkin, Baltimore,
5th.ed
IARC. 1978. IARC Monographs on the Evaluation of Carsinogenic Risk of Chemical to Humans,
Supplement 4. IARC, Lyon.pp.14-22
Jefferies,D, J. 1972. Organochlorine Insecticide Residues in British Bats and Their Significane.
Journal Zoology 166:245-263
Koeman, J.H., J.H. Pennings, R. Rosanto, O. Soemarwoto, P.S.Tjide, S. Blkae, S. Kusudinata, R.
Dja-jodiredjo. 1974. Metals and Chlorinated Hydrocarbon Pesticide in Samples of Fish,
Sawah Duck Eggs, Crustaceans and Molluscs Collected in West and Central Java,
Indonesia. Ecol & Dev 2:1-14
Moriya,M.1983.Further Mutagenicity Studies on Pesticides in Bacterial Reversion Assay Systems.
Mutat. Res., vol.116.pp.185-216
Moore,N.W. 1974. Toxic Chemical and Wildlife Section. Dalam Monk Wood Experiment Station.
Report for 1972-1973.hal.7-14
Palpp, F.W. 1976. Biochemical Genetics of Insecticide Resistance. Ann.Rev.Ent.21:179-197
Pimentel.,D. 1971. Ecological Effects of Pestisides on non Target Species. Execitive Office of the
President. Office of Science and Technology, 1971. Washington D.C.20402
Saleh,M.A.1980. Mutagenic and Carsinogenic Effects of Pesticides. Environ. Sci. Health. vol. B15
(6): pp.907-927
Sandhu, S. S. and Water, M.D. 1980. Mutagenicity Evaluation of Chemical Pesticides. J.
Environ. Sci. Health/B15 (6): pp.929-948
Sheals,S.G. 1956. Soil Population Studies I.The effectsof Cultivation and Teatment with
Insecticides. Bull.Ent.Res.47:803-833
Simmon,V.F. 1980. An Overview of Shortterm Test for the Mutagenic and Carsinogenic Potential
of Pesticdes. J .Environ. Sci. Health, vol. B15 (6): pp.867-906
Soedarsan, A. dan J. Amir.1975. Beberapa Catatan tentang Pennisetum polystechium (L) Schult,
Sejenis Tumbuhan Pengganggu Diperkebunan. Menara Perkebunan 43:105-107
Szeics,F.M, F.W.Plapp and S.B. Vinson. 1973. Tobacco Budworm Penetration at Several
Insecticide Into the Larva. J. Econ. Entomol. 66:9-15
Watterson, A..1988. Pesticides Users’ Health and Safety Handbook. An International Guide.
Gower Technical Publishing Company Limites. England
Weinstein,S.1984. Fruits of Your Labor: An Guide to Pesticides Hazards for Californian Field
Workers.Univ.of Calif. Barkeley, USA, pp.V-23,v-25.

You might also like