You are on page 1of 49

Laporan Kasus

ACUTE MYELOBLASTIC LEUKEMIA (AML)

Oleh:

Gita Pramadewi Fitriani

I1A004017

Pembimbing

dr. Wulandewi Marhaeni, Sp.A

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FK UNLAM – RSUD ULIN

BANJARMASIN

Nopember, 2009

BAB I

1
PENDAHULUAN

Leukemia adalah salah satu penyakit keganasan yang sangat ditakuti oleh

masyarakat dewasa ini. Meskipun telah dilakukan berbagai penelitian, etiologi dari

keganasan hemopoetik ini tidak diketahui secara keseluruhan.

Leukemia pertama kali diketahui sebagai suatu penyakit “darah putih” oleh

Bannet dan Virchoe pada tahun 1845. Secara umum, leukemia adalah proliferasi sel

leukosit yang berbeda dari normal, jumlahnya berlebihan dan oleh karena

menginfiltrasi sumsum tulang dapat menyebabkan anemia, trombositopenia atau

granulositopenia, dan diakhiri dengan kematian. Kematian sering terjadi karena

perdarahan akibat trombositopenia, atau infeksi karena granulositopenia. 1

Leukemia dibagi menjadi akut dan kronik. Pada leukemia akut, sel darah

sangat tidak normal, tidak dapat berfungsi seperti sel normal, dan jumlahnya

meningkat secara cepat. Kondisi pasien dengan leukemia jenis ini memburuk dengan

cepat. Pada leukemia kronik, pada awalnya sel darah yang abnormal masih dapat

berfungsi, dan orang dengan leukemia jenis ini mungkin tidak menunjukkan gejala.

Perlahan-lahan, leukemia kronik memburuk dan mulai menunjukkan gejala ketika sel

leukemia bertambah banyak dan produksi sel normal berkurang.1

Leukemia juga digolongkan menurut tipe sel darah putih yang terkena.

Maksudnya, leukemia dapat muncul dari sel limfoid (disebut leukemia limfositik)

atau mieloid (disebut leukemia mieloid). Secara keseluruhan, leukemia dibagi

menjadi : Leukemia limfositik kronik (mengenai orang berusia lebih 55 tahun, dan

2
jarang sekali mengenai anak-anak), leukemia mieloid kronik (mengenai orang

dewasa), leukemia limfositik akut (mengenai anak-anak, tetapi dapat juga mengenai

dewasa dan leukemia mieloid akut (mengenai anak maupun orang dewasa dan

merupakan 20 % leukemia pada anak). 1,2

Leukemia mieloid (mielositik, mielogenous, mieloblastik, mielomonositik,

AML) akut adalah penyakit yang bisa berakibat fatal, dimana mielosit (yang dalam

keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah menjadi ganas dan dengan

segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum tulang. Pemaparan terhadap

radiasi (penyinaran) dosis tinggi dan penggunaan beberapa obat kemoterapi

antikanker akan meningkatkan kemungkinan terjadinya AML.3

Untuk pengobatan leukemia akut, bertujuan untuk menghancurkan sel-sel

kanker sampai habis. Pelaksanaanya secara bertahap dan terdiri dari beberapa siklus.

Tahapannya adalah induksi (awal), konsolidasi dan pemeliharaan. Tahap induksi

bertujuan memusnahkan sel kanker secara progresif. Tahap konsolidasi untuk

memberantas sisa sel kanker agar tercapai sembuh sempurna. Tahap pemeliharaan

berguna untuk menjaga agar tidak kambuh. Terapi yang biasa dilakukan antara lain

pemberian kemoterapi, radioterapi dan juga transplantasi sumsum tulang. Terapi awal

pada AML bertujuan untuk menghilangkan gejala dan tanda / remisi. Kemudian,

setelah gejala dan tanda menghilang, diberikan terapi lanjutan untuk mencegah

kekambuhan / relaps (disebut terapi maintenance). Setelah kemoterapi tahap pertama

dan penderita sembuh, bukan berarti seluruh sel kanker telah musnah. Sel kanker yang

berjumlah kurang dari satu milyar tak terdeteksi. Sel-sel ini "pingsan" dan tidak aktif

bermitosis (membelah diri). Namun, suatu saat akan aktif dan menyebabkan

3
kekambuhan. Untuk memusnahkan sel-sel ini diperlukan konsolidasi, yaitu

kemoterapi dengan dosis 10 kali lipat. Paling lambat satu bulan sesudah remisi

(sembuh) pasien kembali kemoterapi.1,3

Permasalahan yang dihadapi pada penanganan pasien leukemia adalah obat

yang mahal, ketersediaan obat yang belum tentu langkap, dan adanya efek samping,

serta perawatan yang lama. Obat untuk leukemia dirasakan mahal bagi kebanyakan

pasien apalagi dimasa krisis sekarang ini, Selain macam obat yang banyak , juga

lamanya pengobatan menambah beban biaya untuk pengadaan obat. Efek samping

sitostatika bermacam-macam seperti anemia, pedarahan, rambut rontok,

granulositopenia (memudahkan terjadinya infeksi), mual/ muntah, stomatitis,

miokarditis dan sebagainya. Problem selama pengobatan adalah terjadinya relap

(kambuh). Relaps merupakan pertanda yang kurang baik bagi penyakitnya dan dapat

terjadi sekitar 20% pada penderita AML yang diterapi. Pada dasarnya ada 3 tempat

relaps yaitu intramedular (sumsum tulang), ekstramedular (susunan saraf pusat, testis,

iris), intra dan ekstra meduler. Relaps bisa terjadi pada relaps awal (early relaps) yang

terjadi selama pengobatan atau 6 bulan dalam masa pengobatan dan relaps lambat

(late relapse) yang terjadi lebih dari 6 bulan setelah pengobatan.1,2,3

Berikut dilaporkan sebuah kasus AML relaps pada seorang anak yang dirawat di

bagian Anak RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 10 Oktober 2009.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi AML

Leukemia myeloid akut atau Acute Myeloblastic Leukemia (AML) sering juga dikenal

dengan istilah Acute Myelogenous Leukemia atau Acute Granulocytic Leukemia merupakan

penyakit keganasan yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi abnormal sel

induk hematopoetik yang bersifat sistemik dan secara malignan melakukan

transformasi sehingga menyebabkan penekanan dan penggantian komponen sumsum

tulang belakang yang normal. Pada kebanyakan kasus AML, tubuh memproduksi terlalu

banyak sel darah putih yang disebut myeloblas yang masih bersifat imatur. Sel-sel darah yang

imatur ini tidak sebaik sel darah putih yang telah matur dalam melawan adanya infeksi. Pada

AML, mielosit (yang dalam keadaan normal berkembang menjadi granulosit) berubah

menjadi ganas dan dengan segera akan menggantikan sel-sel normal di sumsum

tulang. 4,5

2. Klasifikasi

AML terbagi atas berbagai macam subtipe. Hal ini berdasarkan morfologi,

diferensiasi dan maturasi sel leukemia yang dominan dalam sumsum tulang, serta

penelitian sitokimia. Mengetahui subtipe AML sangat penting, karena dapat

membantu dalam memberikan terapi yang terbaik.6

5
Klasifikasi AML yang sering digunakan adalah klasifikasi yang dibuat oleh

French American British (FAB) yang mengklasifikasikan leukemia mieloid akut

menjadi 7 subtipe yaitu sebagai berikut 7-12:

Subtipe Menurut FAB Nama Lazim

(French American British) ( % Kasus)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan


MO
diferensiasi Minimal (3%)

Leukimia Mieloblastik Akut tanpa maturasi


M1
(15-20%)

Leukimia Mieloblastik Akut dengan maturasi


M2
granulositik (25-30%)

M3 Leukimia Promielositik Akut (5-10%)

M4 Leukimia Mielomonositik Akut (20%)

Leukimia Mielomonositik Akut dengan


M4Eo
eosinofil abnormal (5-10%)

M5 Leukimia Monositik Akut (2-9%)

M6 Eritroleukimia (3-5%)

M7 Leukimia Megakariositik Akut (3-12%)

Tabel 1. Klasifikasi AML menurut FAB 7

6
Gambar 1. Gambaran Hasil BMA pada AML

3. Epidemiologi

Kejadian AML berbeda dari satu negara dengan negara lainnya, hal ini

berkaitan dengan cara diagnosis dan pelaporannya. AML mengenai semua kelompok

usia, tetapi kejadiannya meningkat dengan bertambahnya usia. AML merupakan 20%

kasus leukemia pada anak. Sekitar 10.000 anak menderita AML setiap tahunnya di

seluruh dunia. AML pada anak berjumlah kira-kira 15% dari leukimia, dengan

insidensi yang tetap dari lahir sampai umur 10 tahun, meningkat sedikit pada masa

remaja. Di Amerika setiap tahunnya sekitar 2,4 per 100.000 penduduk atau sekitar

7
500 sampai 600 orang berusia kurang dari 21 tahun menderita leukemia mielositik

akut dan insiden ini meningkat sejalan dengan umur, puncaknya 12,6 per 100.000

penduduk dewasa yang berumur 65 tahun atau lebih. Yayasan Onkologi Anak

Indonesia menyatakan, setiap tahun ditemukan 650 kasus leukemia di seluruh

Indonesia, 150 kasus di antaranya terdapat di Jakarta dan sekitar 38% menderita jenis

AML.11-14

Sekitar 80% anak di bawah usia 2 tahun dengan AML biasanya menderita

AML subtipe M4 atau M5. Subtipe M7 umumnya diderita anak berusia di bawah 3

tahun, terutama dengan Sindrom Down. Penelitian sitogenetik mengidentifikasi

adanya keabnormalan kromosom pada sel darah di sumsum tulang terdapat lebih dari

70% anak yang baru didiagnosis LMA. Keabnormalan itu terletak pada t (8;21), t

(15;17), inversi 16, translokasi pita 11q23, dan trisomi 8.1

4. Etiologi

Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini.14-18

Menurut hasil penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan

risiko timbulnya penyakit leukemia. Faktor risiko tersebut adalah15-20:

• Radiasi dosis tinggi : Radiasi dengan dosis sangat tinggi, seperti waktu bom atom

di Jepang pada masa perang dunia ke-2 menyebabkan peningkatan insiden

penyakit ini. Terapi medis yang menggunakan radiasi juga merupakan sumber

radiasi dosis tinggi. Sedangkan radiasi untuk diagnostik (misalnya rontgen),

dosisnya jauh lebih rendah dan tidak berhubungan dengan peningkatan kejadian

leukemia.

• Pajanan terhadap zat kimia tertentu : benzene, formaldehida, pestisida

8
• Obat – obatan : golongan alkilasi (sitostatika), kloramfenikol, fenilbutazon,

heksaklorosiklokeksan

• Kemoterapi : Pasien kanker jenis lain yang mendapat kemoterapi tertentu dapat

menderita leukemia di kemudian hari. Misalnya kemoterapi jenis alkylating agents.

Namun pemberian kemoterapi jenis tersebut tetap boleh diberikan dengan

pertimbangan rasio manfaat-risikonya.

• Faktor keluarga / genetik : pada kembar identik bila salah satu menderita AML

maka kembarannya berisiko menderita leukemia pula dalam 5 tahun, dan insiden

leukemia pada saudara kandung meningkat 4 kali bila salah satu saudaranya

menderita AML.

• Sindrom Down : Sindrom Down dan berbagai kelainan genetik lainnya yang

disebabkan oleh kelainan kromosom dapat meningkatkan risiko kanker.

• Kondisi perinatal : penyakit ginjal pada ibu, penggunaan suplementasi oksigen,

asfiksia post partum, berat badan lahir >4500 gram, dan hipertensi saat hamil dan

ibu hamil yang mengkonsumsi alkohol.

• Human T-Cell Leukemia Virus-1 (HTLV-1). Virus tersebut menyebabkan

leukemia T-cell yang jarang ditemukan. Jenis virus lainnya yang dapat

menimbulkan leukemia adalah retrovirus dan virus leukemia feline.

• Sindroma mielodisplastik : sindroma mielodisplastik adalah suatu kelainan

pembentukkan sel darah yang ditandai berkurangnya kepadatan sel

(hiposelularitas) pada sumsum tulang. Penyakit ini sering didefinisikan sebagai

pre-leukemia. Orang dengan kelainan ini berisiko tinggi untuk berkembang

menjadi leukemia.

5. Patofisiologi

9
AML merupakan penyakit dengan transformasi maligna dan perluasan klon-

klon sel-sel hematopoetik yang terhambat pada tingkat diferensiasi dan tidak bisa

berkembang menjadi bentuk yang lebih matang. Sel darah berasal dari sel induk

hematopoesis pluripoten yang kemudian berdiferensiasi menjadi induk limfoid dan

induk mieloid (non limfoid) multipoten. Sel induk limfoid akan membentuk sel T

dan sel B, sel induk mieloid akan berdiferensiasi menjadi sel eritrosit, granulosit-

monosit dan megakariosit. Pada setiap stadium diferensiasi dapat terjadi perubahan

menjadi suatu klon leukemik yang belum diketahui penyebabnya. Bila hal ini terjadi

maturasi dapat terganggu, sehingga jumlah sel muda akan meningkat dan menekan

pembentukan sel darah normal dalam sumsum tulang. Sel leukemik tersebut dapat

masuk kedalam sirkulasi darah yang kemudian menginfiltrasi organ tubuh sehingga

menyebabkan gangguan metabolisme sel dan fungsi organ.21

AML merupakan neoplasma uniklonal yang menyerang rangkaian mieloid dan

berasal dari transformasi sel progenitor hematopoetik. Sifat alami neoplastik sel yang

mengalami transformasi yang sebenarnya telah digambarkan melalui studi molekular

tetapi defek kritis bersifat intrinsik dan dapat diturunkan melalui progeni sel.22 Defek

kualitatif dan kuantitatif pada semua garis sel mieloid, yang berproliferasi pada gaya

tak terkontrol dan menggantikan sel normal. 23

Sel-sel leukemik tertimbun di dalam sumsum tulang, menghancurkan dan

menggantikan sel-sel yang menghasilkan sel darah yang normal.

Sel kanker ini kemudian dilepaskan ke dalam aliran darah dan berpindah ke organ

lainnya, dimana mereka melanjutkan pertumbuhannya dan membelah diri.

Mereka bisa membentuk tumor kecil (kloroma) di dalam atau tepat dibawah kulit dan

10
bisa menyebabkan meningitis, anemia, gagal hati, gagal ginjal dan kerusakan organ

lainnya.25

Kematian pada penderita leukemia akut pada umumnya diakibatkan penekanan

sumsum tulang yang cepat dan hebat, akan tetapi dapat pula disebabkan oleh

infiltrasi sel leukemik tersebut ke organ tubuh penderita.26

11
6. Gejala Klinis

Gejala pertama biasanya terjadi karena sumsum tulang gagal menghasilkan sel

darah yang normal dalam jumlah yang memadai. Gejala pasien leukemia bevariasi

tergantung dari jumlah sel abnormal dan tempat berkumpulnya sel abnormal

tersebut. Adapun gejala-gejala umum yang dapat ditemukan pada pasien AML antara

lain 1,5,6:

a. Kelemahan Badan dan Malaise

Merupakan keluhan yang sangat sering diketemukan oleh pasien, rata-rata

mengeluhkan keadaan ini sudah berlangsung dalam beberapa bulan. Sekitar 90 %

mengeluhkan kelemahan badan dan malaise waktu pertama kali ke dokter. Rata-rata

didapati keluhan ini timbul beberapa bulan sebelum simptom lain atau diagnosis

AML dapat ditegakkan. Gejala ini disebabkan anemia, sehingga beratnya gejala

kelemahan badan ini sebanding dengan anemia.

b. Febris

Febris merupakan keluhan pertama bagi 15-20 % penderita. Seterusnya febris

juga didapatkan pada 75 % penderita yang pasti mengidap AML. Umumnya demam

ini timbul karena infeksi bakteri akibat granulositopenia atau netropenia. Pada waktu

febris juga didapatkan gejala keringat malam, pusing, mual dan tanda-tanda infeksi

lain.

c. Perdarahan

12
Simptom lain yang sering disebabkan adalah fenomena perdarahan, dimana

penderita mengeluh sering mudah gusi berdarah, lebam, petechiae, epitaksis, purpura

dan lain-lain. Beratnya keluhan perdarahan berhubungan erat dengan beratnya

trombositopenia. 27

d. Penurunan berat badan

Penurunan berat badan didapatkan pada 50 % penderita tetapi penurunan berat

badan ini tidak begitu hebat dan jarang merupakan keluhan utama. Penurunan berat

badan juga sering bersama-sama gejala anoreksia akibat malaise atau kelemahan

badan.

e. Nyeri tulang

Nyeri tulang dan sendi didapatkan pada 20 % penderita AML. Rasa nyeri ini

disebabkan oleh infiltrasi sel-sel leukemik dalam jaringan tulang atau sendi yang

mengakibatkan terjadi infark tulang.

Sedangkan tanda-tanda yang didapatkan pada pemeriksaan fisik pasien


AML13:

a. Kepucatan, takikardi, murmur

Pada pemeriksaan fisik, simptom yang jelas dilihat pada penderita adalah

pucat karena adanya anemia. Pada keadaan anemia yang berat, bisa didapatkan

simptom kaardiorespirasi seperti sesak nafas, takikardia, palpitasi, murmur, sinkope

dan angina.

b. Pembesaran organ-organ

13
Walaupun jarang didapatkan dibandingkan ALL, pembesaran massa abnomen

atau limfonodi bisa terjadi akibat infiltrasi sel-sel leukemik pada penderita AML.

Splenomegali lebih sering didapatkan daripada hepatomegali. Hepatomegali jarang

memberikan gejala begitu juga splenomegali kecuali jika terjadi infark.

c. Kelainan kulit dan hipertrofi gusi

Deposit sel leukemik pada kulit sering terjadi pada subtipe AML tertentu,

misalnya leukemia monoblastik (FAB M5) dan leukemia mielomonosit (FAB M4).

Kelainan kulit yang didapatkan berbentuk lesi kulit, warna ros atau populer ungu,

multiple dan general, dan biasanya dalam jumlah sedikit. Hipertrofi gusi akibat

infiltrasi sel-sel leukemia dan bisa dilihat pada 15 % penderita varian M5b, 50 % M5a

dan 50 % M4. Namun hanya didapatkan sekitar 5 % pada subtipe AML yang lain.28

7. Diagnosis

Diagnosis AML dapat ditegakkan melalui pemeriksaan darah rutin, sediaan

darah tepi dan dibuktikan aspirasi sumsum tulang belakang, pemeriksaan


7,29,30
immnunophenotype, karyotype, atau dengan Polymerase Chain Reaction (PCR).

Aspirasi sumsum tulang belakang (Bone Marrow Aspiration) merupakan syarat

mutlak untuk menegakkan diagnosa definitif dan menentukan jenis leukemia akut.31-32

Pemeriksaan immunophenotypic sangat penting untuk mendiagnosis acute

megakaryoblastic leukemia (AMLK), leukemia myeloid dengan diferensiasi minimal

dan leukemia myeloid/limpoid (mixed, biphenotype). Keabnormalan genetik pada

pasien AML terlihat dalam tabel berikut :33

14
15
Tabel 2. Keabnormalan Genetik pada Berbagai Subtipe AML

8. Terapi

Penatalaksanaan pasien AML adalah berupa terapi suportif, simptomatis dan

kausatif. Terapi suportif dilakukan untuk menjaga balance cairan melalui infus dan

menaikkan kadar Hb pasien melalu tranfusi. Pada AML, terapi suportif tidak

menunjukkan hasil yang memuaskan. Sedangkan terapi simptomatis diberikan untuk

meringankan gejala klnis yang muncul seperti pemberian penurun panas. Yang paling

penting adalah terapi kausatif, dimana tujuannya adalah menghancurkan sel-sel

leukemik dalam tubuh pasien AML. Terapi kausatif yang dilakukan yaitu kemoterapi.
34,35

Penatalaksanaan terapi AML pada anak telah digunakan sejak tahun 1970an.

Angka Five years survival meningkat dari kurang dari 5% pada tahun 1970 menjadi

43% sekarang ini. Hal ini merupakan manfaat dari pengobatan intensif, gabungan

dari transplantasi stem sel sebagai terapi primer dan adanya perawatan suportif.1

Anak yang menderita AML memerlukan terapi intensif dengan menekan

produksi sumsum tulang dan perawatan di rumah sakit. Terapi yang pertama kali

dilakukan adalah menangani keadaan seperti demam, infeksi, perdarahan,

leukositosis dan sindrom tumor lisis. Kemajuan terapi juga ditentukan oleh

penggunaan antibiotik spektrum luas segera dan transfusi trombosit sebagai

profilaksis juga memegang peranan penting dalam upaya survival. 1

Berdasarkan terapi yang sesuai protokol, penderita AML pada anak dapat

mengalami angka remisi total sebesar 75-90%. Pada beberapa pasien yang tidak

16
berhasil mengalami remisi, setengah populasinya akan mengalami leukemia resistan

dan separuhnya lagi akan meninggal akibat komplikasi penyakit tersebut atau akibat

efek samping pengobatan itu sendiri. Terapi AML merupakan kombinasi antara

cytarabine dan daunorubicin. Biasanya regimen terapi untuk anak digunakan

cytarabine dan anthracyclin yang dikombinasikan dengan agen lain seperti etoposide

dan atau thioguanine. Anthracycline yang paling banyak digunakan untuk terapi AML

pada anak adalah daunorubicin. 1


Berbagai penelitian mengungkapkan bahwa

Regimen Cytosine arabinase, Daunorubicin, & Etoposide (ADE) lebih memberikan

hasil yang memuaskan daripada regimen Daunorubisin, Cytosine arabinase &

Thioguanine (DAT).36

Tabel 3. Dosis Kemoterapi

17
Tantangan paling besar dalam terapi AML pada anak adalah untuk

memperpanjang durasi remisi inisial dengan kemoterapi atau transplantasi sumsum

tulang. Pada prakteknya, kebanyakan pasien yang diterapi dengan kemoterapi intensif

setelah remisi dicapai karena hanya sebagian subset yang cocok dengan donor

keluarga.1

Setelah tercapai remisi, diberikan kemoterapi tambahan (kemoterapi

konsolidasi) beberapa minggu atau beberapa bulan setelah kemoterapi induksi.

Kemoterapi konsolidasi jangka pendek telah membuktikan bahwa terapi dosis tinggi

dan ASCT (Autologous Stem Cell Transplantation) cukup efektif.36 Pencangkokan

tulang bisa dilakukan pada penderita yang tidak memberikan respon terhadap

pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada awalnya memberikan respon

terhadap pengobatan.37 Pada AML terapi rumatan tidak menunjukkan hasil yang

memuaskan.

Pasien dengan keganasan memiki kondisi dan kelemahan, yang apabila

diberikan kemoterapi dapat terjadi efek samping yang tidak diinginkan (untolerable

side effect). Sebelum memberikan kemoterapi perlu pertimbangan sebagai berikut14:

1. Menggunakan kriteria Eastern Cooperative Oncology Group (ECOG) yaitu

status penampilan ≤ 2

2. Jumlah lekosit ≥ 3000/ml

3. Jumlah trombosit ≥120.0000/ul

4. Cadangan sumsum tulang masih adekuat misal Hb > 10

5. Creatinin Clearence diatas 60 ml/menit (dalam 24 jam)

18
6. Bilirubin < 2 mg/dl ,SGOT dan SGPT dalam batas normal

7. Elektrolit dalam batas normal.

8. Mengingat toksisitas obat-obat sitostatika sebaiknya tidak diberikan pada usia

diatas 70 tahun.

Kemoterapi pada AML sering menimbulkan efek samping yang bervariasi tiap

individu antara lain rambut rontok, mulut kering, luka pada mulut (stomatitis), susah

atau sakit menelan (esophagitis), mual, muntah, diare, konstipasi, kelelahan,

pendarahan, lebih mudah terkena infeksi, infertilitas, hilangnya nafsu makan, dan

kerusakan hati.38 Pasien AML hanya memberikan respon terhadap obat tertentu dan

pengobatan seringkali membuat penderita lebih sakit sebelum mereka membaik.

Penderita menjadi lebih sakit karena pengobatan menekan aktivitias sumsum tulang,

sehingga jumlah sel darah putih semakin sedikit (terutama granulosit) dan hal ini

menyebabkan penderita mudah mengalami infeksi.39

9. Prognosis

Lowenberg et al mengelompokkan prognosis pasien AML menjadi 3

kelompok berdasarkan temuan klinis dan laboratoris yaitu baik (favorable),

menengah (intermediate) dan buruk (unfavorable). Kelompok dengan prognosis baik

meliputi pasien usia < 60 tahun atau > 2 tahun, kelainan kromosomal minimal,

infiltrasi sel blas multiorgan minimal, kadar leukosit < 20.000/mm3, respon yang

baik terhadap kemoterapi induksi, tidak resisten terhadap multidrug therapy, tidak

ditemukan leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder. Angka harapan hidup 2

tahun kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 50-85% 29

19
Sedangkan kelompok dengan prognosis buruk meliputi pasien usia > 60 tahun

atau < 2 tahun, ditemukan dua atau lebih kelainan kromosomal, infiltrasi sel blas

pada banyak organ, kadar leukosit > 20.000/mm3, respon yang buruk terhadap

kemoterapi induksi, resisten terhadap multidrug therapy, serta ditemukannya

leukemia ekstramedullar dan leukemia sekunder.11,29 Angka harapan hidup 2 tahun

kedepan (2 years survival rate) bagi kelompok ini adalah 10-20%.6 Sedangkan

kelompok dengan prognosis menengah adalah peralihan dari baik dan buruk dan

mencakup faktor-faktor lain yang tidak termasuk dalam kelompok prognosis baik

maupun buruk dengan angka harapan hidup 2 tahun kedepan (2 years survival rate)

sekitar 40-50% .29

20
Tabel 4. Prognosis AML33

21
BAB III

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS

1. Identitas penderita :

Nama penderita : An. Fahrul Aditia

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Tempat & tanggal lahir : Buntok, 20 Juli 1995

Umur : 14 tahun 2 bulan

2. Identitas Orang tua/wali

AYAH : Nama : Tn. Muliadi

Pendidikan : S1 (Sarjana Pendidikan)

Pekerjaan : PNS (Kepala Sekolah)

Alamat : Bahaur tengah No.5 RT. 3 Pulang Pisau

Kal-Teng

IBU : Nama : Ny Ani Minarni

Pendidikan : SMA (tamat)

22
Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Alamat : Bahaur tengah No.5 RT. 3 Pulang Pisau

Kal-Teng

II. ANAMNESIS

Kiriman dari : RSU Kapuas

Dengan diagnosis : AML (Acute Myeloblastic Leukemia)

Aloanamnesis dengan : Ibu pasien

Tanggal/jam : 12 Oktober 2009 / 12.00 WITA

1. Keluhan Utama : Pucat

2. Riwayat penyakit sekarang :

Kurang lebih 1 tahun yang lalu (tahun 2008) sebelum masuk RSUD Ulin

Banjarmasin, wajah anak bengkak di daerah pipi, mulut serta gusi. Anak

mengalami perdarahan gusi sejak 1 minggu setelah gusinya membengkak. Darah

keluar sedikit – sedikit berupa darah segar, tapi perdarahan tidak mau berhenti.

Anak tidak ada mimisan dan tidak ada berak darah. Anak juga sering mengalami

panas. Panasnya tinggi dan tidak mau turun dengan obat penurun panas. Anak

juga sering pucat dan lemas. Anak mulai pucat setelah 1 bulan menjalani ibadah

puasa 1 tahun yang lalu, sehingga ibu anak mengira anak sering pucat akibat hal

tersebut. Anak mulai sering kelelahan kalau beraktivitas sehingga malas untuk

melakukan aktivitas. Jika kelelahan, anak langsung pucat, tapi tidak pernah

sampai pingsan. Anak tidak pernah mengeluh sesak nafas. Anak juga mengalami

23
peurunan nafsu makan. Anak tidak ada mengeluh nyeri perut. Setelah lebaran

tahun lalu, anak dirawat di RSU Kapuas selama 8 hari dan ditransfusi sebanyak

4 kantong karena datang dengan keluhan pucat dan mudah lelah. Dokter disana

mendiagnosis pasien menderita leukemia. Pasien dirujuk ke RSUD Ulin

Banjarmasin untuk menjalani kemoterapi dan sudah menjalani 6 kali kontrol

selama 6 bulan. Tetapi sudah 3 bulan terakhir ini pasien tidak kontrol. Anak

sering pucat karena sering beraktivitas di luar rumah. Kurang lebih 3 bulan

sebelum masuk RS, anak ada mengeluh gusi bengkak dan mudah berdarah,

terutama saat sikat gigi. Cucuran darah berhenti kurang lebih sekitar 15 menit.

Anak juga mulai sering pucat dan mudah lelah saat beraktivitas sehingga anak

malas beraktivitas di luar rumah. Sudah kurang lebih 6 bulan terakhir ini, berat

badan anak turun sekitar 10 kg. Kurang lebih 3 hari sebelum masuk RS anak ada

pingsan 1 kali setelah berjalan sekitar 500 meter. Anak juga ada demam, tetapi

demamnya tidak mendadak tinggi dan tidak ada kejang. Anak sering berkeringat

malam, pusing tanpa disertai penurunan kesadaran, sering mual dan nyeri perut

serta sering nyeri-nyeri tulang, terutama pada daerah persendian lutut. Tidak ada

lebam, tidak ada muncul bintik-bintik perdarahan di kulit, tidak ada hidung

berdarah. Anak juga tidak ada nyeri pada daerah kelamin dan inguinal. Anak

pernah menjalani kemoterapi 1 protokol dan ditambah 1 siklus. Sejak saat itu

keluhan-keluhan mulai berkurang, tetapi dalam 3 bulan terakhir keluhan tersebut

muncul kembali. Di keluarga anak, terdapat salah satu anggota keluarga anak

yaitu saudara ibunya yang menderita penyakit yang sama dan telah meninggal

sekitar 2 tahun yang lalu.

3. Riwayat Penyakit dahulu

24
Ibu mengaku anak pernah menderita demam tifoid dan urtikaria setelah

menjalani kemoterapi. Anak pernah menderita AML.

4. Riwayat Kehamilan dan Persalinan

Riwayat antenatal :

Ibu rutin memeriksakan kehamilannya ke posyandu atau puskesmas setiap

bulan sekali sejak usia kehamilannya 4 bulan. Ibu pernah diimunisasi TT

sebanyak 2 kali selama kehamilannya. Ibu tidak ada menderita tekanan darah

tinggi, tidak ada punya riwayat penyakit ginjal dan tidak ada mengkonsumsi

alkohol saat hamil. Ibu juga tidak pernah melakukan rontgen foto saat hamil. Ibu

hanya pernah memeriksakan kehamilannya dengan USG ke dokter dan

dinyatakan kehamilannya baik-baik saja.

Riwayat Natal :

Spontan/tidak spontan : Spontan

Berat badan lahir : 3.500 gram

Panjang badan lahir : Ibu lupa

Lingkar kepala : Ibu lupa

Penolong : Bidan

Tempat : Rumah

Riwayat Neonatal :

25
Bayi lahir langsung menangis, kulit kemerahan dan bergerak aktif. Tidak

ada riwayat asfiksia postpartum. Bayi kuat menyusu dan diberikan ASI

ekskluusif.

5. Riwayat Perkembangan

Tiarap : 4 bulan

Merangkak : 6 bulan

Duduk : 8 bulan

Berdiri : 12 bulan

Berjalan : 17 bulan

Saat ini : Saat ini anak duduk di kelas 1 SMU, anak mudah

lelah bila beraktivitas. Sewaktu duduk dibangku SMP anak termasuk siswa yang

berprestasi di sekolahnya, tetapi sekarang menurun. Saat ini anak menjadi lebih

sensitif, pemarah dan keras kepala.

6. Riwayat Imunisasi

Dasar
Ulangan
Nama (Umur dalam
(umur dalam bulan)
hari/bulan)

BCG + -

POLIO + + + + -

HEPATITIS B + + + -

26
DPT + + + -

CAMPAK + -

Keterangan : Imunisasi dasar lengkap sesuai program puskesmas

7. Makanan

0 – 4 bulan : ASI eksklusif

4 bulan – 10 bulan : ASI, Susu Formula Lactogen, SUN Beras Merah 2x1

1 mangkok, tidak habis

10 bulan – 15 bulan : Bubur nasi, sayur, lauk 2x1 1 Mangkok, kadang tidak

habis

15 bulan – 2 tahun : Nasi lembek dengan sayur dan ikan 2x 1, 3-4 sendok

makan.

2 tahun – sekarang: Nasi putih 3x1 piring nasi dengan lauk, tidak mau makan

sayur.

27
8. Riwayat Keluarga

Pasien

Susunan keluarga

No Nama Umur L/P Keterangan

1 Tn. Muliadi 38 tahun L Sehat

2 Ny. Ani Minarni 35 tahun P Sehat

3 Fahrul Aditia 14 tahun L Sakit

4 M. Gilang 6 tahun L Sehat

9. Riwayat Sosial Lingkungan

Anak tinggal bersama kedua orang tua dan satu saudara kandungnya,

dalam sebuah rumah yang ukurannya 6 m x 16 m. Rumah terbuat dari kayu

28
lantai rumah terbuat dari kayu, atapnya dari sirap (kayu). Ventilasi di rumah

cukup, cahaya masuk cukup. Rumah terletak di pinggir sengai Kahayan. Untuk

mandi,cuci,kakus (MCK) menggunakan air sungai, biasanya air sungai. Untuk

memasak, biasanya menggunakan air bersih yang dibeli. Untuk buang air kecil

dan buang air besar menggunakan WC, tetapi pembuangannya langsung ke

sungai. Ibu anak menyangkal disekitar rumahnya terdapat pabrik yang

menggunakan bahan kimia atau sesuatu yang memancarkan radiasi tinggi, ibu

juga menyangkal anak sering terkena pestisida baik untuk perkebunan maupun

pembersihan lingkungan

III. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan umum : Tampak pucat dan lemah

Kesadaran : Komposmentis

GCS : 4–5–6

2. Pengukuran

Tanda vital

Tensi : 110/70 mmHg

Nadi : 98 X/menit, kualitas : kuat angkat,

regular.

Suhu : 36,5 °C

29
Respirasi : 24 X/menit

Berat badan : 34,5Kg ( 67 % standar BB/U )

Panjang/tinggi badan : 156 cm ( 95 % standar TB/U )

Lingkar Lengan Atas : 18 cm

3. Kulit : Warna : sawo matang

Sianosis : tidak ada

Hemangiom : tidak ada

Turgor : cepat kembali

Kelembaban : cukup

Pucat : ada

Lain-lain : petikie pada ekstremitas bawah

4. Kepala : Bentuk : mesosefali

UUB : datar sudah menutup

UUK : datar sudah menutup

- Rambut : Warna : hitam

Tebal/tipis : sedikit tipis

Distribusi : merata

Alopesia : tidak ada

30
- Mata : Palpebra : tidak edem

Alis dan bulu mata : tidak mudah dicabut

Konjungtiva : anemis

Perdarahan subkonjungtiva : ada

Sklera : tidak ikterik

Produksi air mata : cukup

Pupil : Diameter : 3 mm/ 3mm

Simetris : isokor

Reflek cahaya : positif / positif

Kornea : jernih

- Telinga : Bentuk : simetris

Sekret : tidak ada

Serumen : minimal

Nyeri : tidak ada Lokasi : -

- Hidung : Bentuk : simetris

Pernafasan Cuping Hidung : minimal

Epistaksis : tidak ada

31
Sekret : tidak ada

- Mulut : Bentuk : simetris

Bibir : mukosa bibir basah

Gusi : mudah berdarah, terdapat hipertropi

Gigi-geligi : gigi tumbuh lengkap

- Lidah : Bentuk : simetris

Pucat/tidak

Tremor/tidak

Kotor/tidak

Warna : merah muda

- Faring : Hiperemi : tidak ada

Edem : tidak ada

Membran/pseudomembran : tidak ada

- Tonsil : Warna : merah muda

Pembesaran : tidak ada

Abses/tidak : tidak ada

Membran/pseudomembran : tidak ada

5. Leher :

32
- Vena Jugularis : Pulsasi : tidak terlihat

Tekanan : tidak meningkat

- Pembesaran kelenjar leher : tidak ada

- Kaku kuduk : tidak ada

- Massa : tidak ada

- Tortikolis : tidak ada

6. Toraks :

a. Dinding dada/paru

Inspeksi : - Bentuk : simetris

- Retraksi : tidak ada

- Dispnea : tidak ada

- Pernafasan : thorakal

Palpasi : Fremitus fokal : simetris kanan dan kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Suara Napas Dasar : Vesikuler

Suara Tambahan : Ronkhi (negatif / negatif)

Wheezing (negatif / negatif)

b. Jantung

33
Inspeksi : Iktus : Terlihat, ICS V LMK sinister

Palpasi : Apeks : Teraba

Thrill + / - : +

Perkusi : Batas kanan : ICS II – ICS IV LPS dexter

Batas kiri : ICS II LPS sinister – ICS IV LMK

sinister

Batas atas : ICS II LPS dexter – ICS II LPS sinister

Auskultasi : Frekuensi : 98 X/menit, Irama : ireguler

Suara Dasar : S1=S2 tunggal

Bising : ada

7. Abdomen :

Inspeksi : Bentuk : cekung

Palpasi : Hati : teraba 5 cm di bawah arcus costae dan 3

cm di bawah processus xipoideus, nyeri

tekan(-)

Lien : tidak teraba

Ginjal : tidak teraba

Massa : tidak teraba

34
Nyeri tekan : ada

Perkusi : timpani

Asites : tidak ada

Auskultasi : bising usus positif normal

8. Ekstremitas :

- Umum: akral hangat, perfusi jaringan baik, tidak ada edem dan tidak

ada parese di semua ekstremitas

- Neurologis

Lengan
Tungkai

Tanda Kanan Kanan


Kiri Kiri

Gerakan aktif Aktif Aktif aktif

Tonus eutoni Eutoni Eutoni eutoni

Trofi eutrofi Eutrofi eutrofi eutrofi

Klonus - - - -

Refleks BPR (+) BPR (+) KPR (+) KPR (+)


Fisiologis
TPR (+) TPR (+) APR (+) APR (+)

Refleks Hoffman (-) Hoffman (-) Babinsky (-) Babinsky (-)


patologis Tromner (-) Chaddok (-) Chaddok (-)
Tromner (-)

Sensibilitas Normal Normal normal Normal

Tanda
- - - -
meningeal

35
9. Susunan Saraf : N.I s/d N.XII dalam batas normal

10. Genitalia : laki-laki , tidak ada kelainan

11. Anus : ada, tidak ada kelainan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM SEDERHANA

Darah: Rutin : Hb : 6,7 g/dl

WBC : 57,9 ribu /mm3

RBC : 2,28 juta /mm3

HCT : 20 vol %

PLT : 28 ribu/mm3

Eosinofil : 3,36 (103/uL) 0,0 %

Basofil : 0,62 (103/uL) 1,1 %

- Kimia : LDH : 565 U/l

Albumin : 4,7 g/dl

Urine : tidak ada

Feses : tidak ada

V. RESUME

36
Nama : An. Fahrul Aditia

Jenis kelamin : Laki-laki

Umur : 14 tahun 2 bulan

Berat badan : 34,5 Kg

Keluhan Utama : Pucat

Uraian : Perdarahan gusi, hipertrofi gusi 3 bulan

sebelum masuk rumah sakit. Demam intermiten,

pucat, pusing dan lemas serta arthralgia.

Anoreksia dan penurunan berat badan. Terdapat

keluarga yang menderita penyakit yang sama

dan keganasan lain. Anak pernah menjalani

terapi AML (kemoterapi) 1 protokol dan

ditambah 1 siklus.

Pemeriksaaan Fisik

Keadaan umum : tampak pucat dan lemah

Kesadaran : komposmentis GCS : 4 - 5 - 6

Tensi : 110/70 mmHg

Denyut Nadi : 98 kali/menit

Pernafasan : 24 kali/menit

37
Suhu : 36,5 °C

Kulit : Sawo matang, turgor cepat kembali, pucat, kelembaban

cukup

Kepala : Mesosefali

Mata : Anemis, ikterik tidak ada

Hidung : Pernapasan cuping hidung minimal, sekret tidak ada

Telinga : Simetris, sekret tidak ada

Mulut : Simetris, mukosa bibir basah.

Toraks/Paru : Simetris, retraksi tidak ada, ronkhi dan wheezing tidak

ada

Jantung : Iktus terlihat, apek teraba, thrill dan bising ada

Abdomen : Cekung, H teraba, L/M tidak teraba

Ekstremitas : Akral hangat, perfusi jaringan baik, tidak ada edem,

tidak ada parese

Susunan saraf : Tidak ada kelainan

Genitalia : Laki-laki, tidak ada kelainan

Anus : Ada, tidak ada kelainan

VI. DIAGNOSIS
38
1. Diagnosis Banding :

• AML (Acute Myeloblastic Leukemia)

• ALL (Acute Limfloblastic Leukemia)

• Anemia aplastik

2. Diagnosis Kerja : AML (Acute Myeloblastic Leukemia)

3. Status Gizi :

NCHS – WHO: BB/U = (34,5 – 51,8)/8 = -2,16 (gizi baik)

TB/U = (94 – 105,4)/4,4 = -0,95 (normal)

IMT = 34,5 / (1,56)2 = 14,19

CDC 2000 = 34,5 x 100%


46
= 75 % (Moderate malnutrition)

VII. PENATALAKSANAAN

- Pro transfusi PRC

VIII. USULAN PEMERIKSAAN

- Pemeriksaan BMA

39
- Rencana kemoterapi

IX. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Dubia ad malam

Quo ad functionam : Dubia ad malam

Quo ad sanationam : Dubia ad malam

X. PENCEGAHAN

- Mengkonsumsi makanan yang bergizi cukup.

- Tidak melakukan aktivitas yang berat

40
41
BAB IV

DISKUSI

Dilaporkan seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dengan berat 34,5 kg dan

tinggi 156 cm yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 10

Oktober 2009 dengan diagnosis AML.

Pada pasien ini, diagnosis AML didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik

serta gambaran darah tepi dan dibuktikan dengan aspirasi sumsum tulang belakang. 4,6-
11

1. Anamnesis

Manifestasi klinis pasien AML khas terjadi akibat desakan sel leukimia ke
1
sel normal dan inflitrasi sel leukimia ke organ lain seperti hepar, lien dan tulang.

Gejala awal pasien AML menunjukkan gejala-gejala yang berkaitan dengan

kegagalan fungsi sumsum tulang. 2 Setiap anak dengan gejala klinis berupa demam

yang lama, pucat, infeksi dan atau perdarahan, timbulnya benjolan pada leher atau

dan sekitarnya serta adanya keluhan tentang perut yang membesar harus
2,3,8-12
didiagnosa banding sebagai AML. Gejala umum yang lain pada pasien

leukemia yaitu : lemah atau cepat lelah, sakit kepala yang sering, mudah memar,

nyeri pada tulang dan atau sendi, sesak nafas dan penurunan berat badan. 4,8-12

Dari hasil autoanamnesis dan alloanamnesis dengan ibu pasien, ditemukan

gejala yang mendukung diagnosis AML, antara lain:

42
1. Perdarahan

Anak mengalami bengkak dan perdarahan pada gusi sejak 3 bulan sebelum

masuk rumah sakit, darah keluar sedikit – sedikit berupa darah segar, tapi

perdarahan tidak mau berhenti. Menurut ibu pasien, sejak saat itu pipi, dan

mulut pasien juga membengkak.

2. Pucat

Menurut pengakuan ibu pasien, anak tampak pucat sejak 3 bulan sebelum

masuk rumah sakit. Satu tahun yang lalu anak juga mulai sering pucat,

tepatnya satu bulan setelah menjalankan ibadah puasa satu tahun yang lalu.

3. Demam

Anak sering mengalami panas sejak 3 bulan sebelum masuk rumah sakit, sifat

panasnya naik turun yaitu turun dengan pemberian obat penurun panas tetapi

kemudian panas lagi, ada keringat malam, saat panas kesadaran anak tidak

menurun, anak tidak ada menggigil, dan anak juga tidak ada kejang.

4. Pusing, lemas dan mudah lelah

Anak sering mengalami pusing, lemas dan mudah lelah sejak 3 bulan yang

lalu, anak mulai terlihat lemas dan malas beraktivitas, serta mudah lelah bila

beraktivitas.

5. Nafsu makan dan berat badan menurun

Menurut ibu pasien, berat badan anak turun dalam waktu 6 bulan terakhir

sebelum masuk rumah sakit.

43
6. Nyeri tekan perut

Menurut ibu pasien, anak juga sering mengeluh nyeri perut yang bertambah

jika ditekan tetapi perut anak tidak membesar.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik penderita AML, sering ditemukan hepatomegali,

spenomegali, dan kadang-kadang ditemukan limpadenopati, hipertrofi gingiva atau


2,8-13
pembengkakan kelenjar parotis, serta massa lokal dari sel leukemia (kloroma) .

Dari pemeriksaan fisik yang dilakukan pada anak, ditemukan konjungtiva anemis,

hepatomegali, dan hipertrofi gingiva.

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien AML yaitu

pemeriksaan darah rutin, morfologi darah tepi dan aspirasi sumsum tulang. Hasil

laboratorium darah rutin dari pasien AML biasanya menunjukkan


14-18
granulositopenia, trombositopenia, atau anemi, dengan atau tanpa leukositosis.

Diagnosis AML ditegakkan atas dasar identifikasi morfologi dari leukemi

mieloblas pada preparat apusan darah tepi dan dibuktikan dengan hasil aspirasi

sumsum tulang. 4,6,17

Hasil morfologi darah tepi pada AML menunjukkan mieloblas dalam

sirkulasi yang meningkat, normal, atau menurun dan penurunan jumlah granulosit
16-17
serta trombosit juga menurun. Hasil aspirasi sumsum tulang umumnya

44
hiperseluler, anak inti yang irreguler, jelas, dan sitoplasma yang sangat kecil. 30%

sampai 90% mieloblas mengandung batang Auer yang merupakan struktur seperti

batang dalam sitoplasma mieloblas, eosinofil dan basofil biasanya meningkat pada

AML. 4,6,8,16-18

Berikut hasil morfologi darah tepi pada pasien :

− Eritrosit : normokromik normositik

− Leukosit : kesan jumlah meningkat, tampak dominasi sel blas (Aeur

Root)

− Tombosit : kesan jumlah menurun

− Kesan : Leukemia Akut

− Saran : Bone Marrow Aspiration

Hasil pemeriksaan aspirasi sumsum tulang atau Bone Marrow Aspiration

(BMA) pada kasus, menunjukkan kesan : Sumsum tulang normoseluler dengan M/E

ratio = 0,84. Sistem eritropoetik aktivitas agak meningkat dengan dysplasia sedang

(inti bizarre, bridging, inti 2). Sistem granulopoetik aktivitas sedang, proporsi

mieloblas (6,5%), promielosit (4,5%), monosit (3%). Sistem trombopoetik aktivitas

sedang, megakaryosit mudah ditemukan. Kesimpulan : AML tipe M4 dengan remisi

sebagian.

Adapun diagnosis banding dari kasus ini adalah Acute Limfositic Leukemia

(ALL) dan Anemia aplastik. ALL dan AML memiliki gambaran klinis yang sangat

mirip sehingga sukar dibedakan hanya dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

45
Untuk menyingkirkan diagnosis banding ALL, dilakukan pemeriksaan penunjang

yaitu, apusan darah tepi dan aspirasi sumsum tulang, hasilnya pada ALL sel blas yang

dominan adalah tipe limpoid sedangkan pada AML sel blas yang dominan adalah tipe

mieloid. Sedangkan diagnosa banding lainnya adalah anemia aplastik. Sebenarnya

anemia aplastik sukar dibedakan dengan pre-leukemia akut. Persamaan gambaran

klinis AML dan anemia aplastik antara lain pucat, panas, perdarahan. Namun

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti dapat menjelaskan perbedaan ciri-ciri dari

kesamaan tersebut seperti pucat pada AML sering timbul di tengah-tengah dari

perjalanan penyakit, sedangkan pada anemia aplastik pucat biasanya dimulai pada

awal perjalanan penyakit yaitu sejak lahir. Yang khasnya pada AML awal perdarahan

biasanya dimulai pada gusi. Perbedaan gambaran klinis yang cukup mencolok adalah

tidak ditemukannya hepatosplenomegali pada anemia aplastik, selain itu pada anemia

aplastik tidak ditemukannya kanker metastatik yang menyerang sum-sum tulang, hal

ini disebabkan pada anemia aplastik tidak terjadi inflitrasi sel-sel patologik ke organ-

organ seperti pada AML. Untuk menyingkirkan diagnosa banding anemia aplastik

secara pasti, dilakukan pemeriksaan laboratorium darah. Pada anemia aplastik

ditemukan pansitopenia, yaitu keadaan dimana kadar Hb, eritrosit, trombosit,

leukosithematologi menurun. Sedangkan pada AML kadar leukosit meningkat

(leukositosis) sedangkan komponen hematologi lain juga menurun.

Terapi yang diberikan pada pasien berupa:

1. Terapi suportif

Terapi suportif yang diberikan berupa tranfusi Packed Red Cell (PRC)

Kebutuhan Tranfusi PRC = (Hb yang diinginkan – Hb saat ini* ) x BB x 4


46
= (11-6,7) x 34,5 x 4

= 600 cc

(Catatan : * Hb saat ini yang digunakan dalam perhitungan di atas adalah Hb saat
pertama kali pasien masuk rumah sakit yaitu tanggal 10.10.09)

2. Terapi simptomatis

Parasetamol 3 x 1 tablet, ditujukan untuk menurunkan demam. Pada hari

perawatan ke 8, anak dikonsulkan ke bagian psikologi karena anak tidak mau

melanjutkan kemoterapi dan tampak depresi. Oleh dokter ahli jiwa diberikan

obat kalcetin 2 x 1 dan clobazam 2 x 1.

3. Terapi kausatif

Pada pasien ini direncanakan dilakukan kemoterapi, tetapi pasien menolak

dilakukan kemoterapi.

Pada hari ke 8 perawatan, keluarga menyatakan untuk tidak melanjutkan rawat

inap dan pengobatan, karena anak tidak mau melanjutkan kemoterapi. Akhirnya

pasien pulang atas permintaan sendiri, dan tidak dilakukan kemoterapi lanjutan.

47
PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah kasus Acute Myeloblastic Leukemia (AML) pada

seorang anak laki-laki berumur 14 tahun dengan berat 34,5 kg dan tinggi 156 cm yang

dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin. Diagnosa leukemia mieloid akut

(LMA) didapatkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan

penunjang. Dari anamnesis yang dilakukan didapatkan adanya gejala-gejala yang

berkaitan dengan kegagalan sumsum tulang, seperti perdarahan, pucat, demam,

pusing, lemas dan mudah lelah, dan nyeri perut, serta nafsu makan dan berat badan

turun. Dan pada pemeriksaan fisik ditemukan konjungtiva anemis. Sedangkan pada

pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis, kadar

hemoglobin di bawah normal, eritropenia, trombositopenia, hematokrit di bawah

normal. Pada hasil apusan darah tepi ditemukan eritrosit yang normokromik

normositik, jumlah leukosit yang meningkat, tampak dominasi sel blas. Dari hasil

aspirasi sumsum tulang didapatkan hasil sumsum tulang normoseluler dengan M/E

ratio = 0,84. Sistem eritropoetik aktivitas agak meningkat dengan dysplasia sedang

(inti bizarre, bridging, inti 2). Sistem granulopoetik aktivitas sedang, proporsi

mieloblas (6,5%), promielosit (4,5%), monosit (3%). Sistem trombopoetik aktivitas

sedang, megakaryosit mudah ditemukan. Kesimpulan : AML tipe M4 dengan remisi

sebagian.

Anak mendapatkan terapi suportif berupa tranfusi PRC. Terapi simptomatis

berupa paracetamol 3 x 1 tablet, kalcetin 2 x 1 dan clobazam 2 x 1. Terapi kausatif

48
yang utama adalah kemoterapi. Tetapi keluarga menyatakan menghentikan perawatan

dan tidak dilakukan kemoterapi atas permintaan sendiri.

49

You might also like