Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Gita Pramadewi Fitriani
I1A004017
Pembimbing
Dr. Lily Runtuwene, Sp. S
Spektrum cedera traumatik pada otak bervariasi dari cedera ringan dan
kadang-kadang tak disadari sampai cedera berat dengan morbiditas dan mortalitas
yang nyata. Angka kejadian pasti dari cedera kepala sulit ditentukan karena berbagai
faktor, misalnya sebagian kasus-kasus yang fatal tidak pernah sampai ke RS, dilain
pihak banyak kasus yang ringan tidak datang pada dokter kecuali bila kemudian
perbandingan pasien cedera kepala yang tidak dirawat di RS terhadap pasien yang
cedera serius lainnya. Dari total ini 75-85% adalah concussion dan sekuele cedera
kepala ringan. Cedera kepala paling banyak terjadi pada laki-laki berumur antara 15-
dari 1200 pasien yang dirawat di RS dengan cedera kepala tertutup, 55% diobati
pertama kalinya karena gejala yang terus berlanjut, dikenal sebagai sindroma
2
kepala ringan adalah gangguan sekuele pasca trauma dan dengan akibat gangguan
produktivitas1.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Cedera akibat benturan pada kepala sering muncul sebagai keluhan subjektif.
Postconcussion Syndrome juga dapat disebabkan oleh karena masalah ekonomi atau
masalah psikologis. Penulis ingin menjelaskan patologi tentang trauma kepala, gejala
dijumpai defisit somatis, psikologis dan masalah kogitif yang menyertai. Penderita
dan tingkat keparahan dari postconcussional syndrome lebih besar pada wanita.
Kepura-puraan dapat diduga pada kasus yang melibatkan perkara dan tersedia tes
gejala spesifik. Obat-obatan dapat membantu, tapi harus berhati-hati dalam pemberian
Fakta bahwa benturan pada kepala akan menganggu kesehatan seseorang telah
diketahui sejak dahulu kala. Muncul kontroversi di berbagai bidang akademik dan
manifestasinya? Dan apa yang diharapkan bila setelah cedera tersebut terjadi?.
Sebagai tambahan, sebagian besar kondisi berupa keluhan subjektif, apakah efek dari
cedera tersebut didramatisir atau pura-pura akibat masalah psikologis primer atau
sekunder? Pada tahun 1866, kontroversi ini mulai terjawab ketika Erichsen
mempublikasikan hasil tentang pasien yang mengeluh hal yang sama terus menerus
tersebut karena “perubahan molekuler” pada saraf tepi yang diinduksi oleh trauma.
4
Karena kebanyakan gangguan ini terjadi akibat pekerjaan membangun jalur kereta
Prussian, kondisi tersebut dinamakan “railroad spine”. Pada tahun 1879, Rigler
menolak konsep tersebut dan mengajukan pendapat bahwa cedera tersebut karena
jangka panjang akibat dari cedera kepala ringan merupakan awal dari kompensasi dari
cedera pada pekerja rel kereta Prussian. Charcoat kemudian mengajukan pendapatnya
bahwa keluhan jangka panjang dari cedera kepala sedang akibat dari histeria dan
psikologis). Pada tahun 1934, diagnosis dari “railroda spine”, “kompensasi neurosis”,
A. Definisi
Post concussion syndrome atau post concussive syndrome (PCS) dulu dikenal
dengan shell shock, adalah sekelompok gejala yang di alami seseorang, setelah
seminggu, sebulan atau bahkan setahun setelah suatu trauma (gegar) ringan dari
trauma otak (traumatic brain injury / TBI). PCS juga bisa terjadi pada trauma otak
sedang dan berat. Gejala-gejala PCS biasanya didiagnosis pada orang yang
menderita TBI, dan 38-80% biasanya terjadi pada trauma kepala ringan. Diagnosis
dibuat berdasarkan gejala yang ditimbulkan dari riwayat trauma 3 bulan setelah
mendapat trauma yang terakhir, bisa juga didiagnosis dalam hitungan minggu
bahkan 10 hari setelah trauma. Pada trauma yang sudah lama terjadi (late,persistent
5
atau prolonged PCS / PPCS), biasanya didiagnosis setelah menderita 3-6 bulan
kepala ringan tertutup. Istilah lain yang digunakan untuk keadaan ini adalah post
ringan adalah suatu trauma yang terjadi dengan gangguan kesadaran sesaat atau
gangguan fungsi neurologik lain (misalnya memori, penglihatan) dengan GCS 13-
151,5.
muncul setelah cedera kepala yang berakibat defisit pada tiga area fungsi SSP : 1)
lelah), 2) psikologis (perubahan afek, kurangnya motivasi, ansietas, atau emosi yang
labil), 3) kognitif (kelemahan dalam mengingat, perhatian dan konsentrasi) (Tabel 1)2
6
Postconcussional syndrome sulit didefinisikan secara medis, karena gejalanya
berupa keluhan subjektif. Muncul beberapa kriteria diagnosis, yang bentuk oleh
spesialisasi dari dokter yang merawat (neurologis, psikiater, rehabilitasi medik dan
lain-lain), lokasi klinis pasien tersebut diperiksa (IGD, rumah sakit, evaluasi forensik
dan lain-lain) dan ada atau tidaknya penerapan kriteria yang lebih teliti. Penelitian
7
The American Psychiatric Association’s (APA’s) kriteria untuk gangguan
“gangguan fungsi kognitif yang didapat, diikuti dengan gejala perilaku neurologis,
yang muncul sebagai konsekuensi dari cedera kepala tertutup dengan tingkat
signifikan (Tabel 3). APA mencatat bahwa tidak ada bukti yang cukup untuk
menentukan batas yang jelas terhadap tingkat keparahan cedera kepala tertutup,
namun menyarankan setidaknya dua dari tiga hal harus terdapat, yaitu sebagai
berikut : “1) periode tidak sadar yang berlangsung lebih dari 5 menit, 2) periode
amnesia postrauma yang berlangsung selama lebih dari 12 jam setelah cedera kepala
tertutup, 3) onset baru berupa kejang (atau kejang yang semakin memburuk pada
pasien yang mempunyai riwayat kejang) yang muncul dalam 6 bulan pertama setelah
cedera kepala tertutup. APA juga memerlukan adanya “gangguan kognitif untuk
kognitif yang berulang-ulang) yang harus terdapat jelas gejalanya. Sebagai tambahan
dari gangguan kognitif, tiga atau lebih gejala sebagai berikut harus ada terus menerus
setidaknya dalam 3 bulan setelah cedera kepala tertutup : mudah lelah, gangguan
tidur, nyeri kepala, vertigo atau pusing, mudah tersinggung atau mudah marah,
depresi, ansietas, atau afek labil, kurang spontan atau apatis; atau perubahan perilaku
(seperti perubahan perilaku sosial atau seks yang tidak pantas). Kriteria ini juga
memerlukan bahwa gejala kognitif, somatik atau gejala perubahan perilaku yang
muncul setelah trauma kepala mengalami perburukan gejala atau keluhan dan harus
disertai dengan penurunan yang signifikan dari fungsi sosial dan pekerjaan dan
8
APA menambahkan bahwa diagnosis banding dari gangguan
berpura-pura sakit, yang memberikan kompensasi dari tanggung jawab sosial dan
kepada muncul atau perpanjangan gejala. Diagnosis lain yang dapat dipertimbangkan
literatur terdahulu menyebutkan bahwa sebagian besar orang akan pulih secara
sempurna dalam waktu 3 sampai 6 bulan. Hanya 7-15% dari semua penderita dari
9
kasus yang lebih buruk mengalami gejala selama 1 tahun setelah cedera dan hal
ekonomi rendah, umur lebih dari 40 tahun, riwayat penyalahgunaan alkohol, riwayat
gangguan jiwa, riwayat cedera kepala terdahulu, riwayat kemampuann kognitif yang
rendah sebelum trauma, fungsi psikososial yang rendah sebelum cedera, gangguan
kepribadian (antisosial, histerikal, dependen), dan riwayat nyeri kepala terdahulu atau
sakit jiwa. Pasien yang mengalami gejala lebih ringan dari postconcussional
syndrome adalah yang mempunyai motivasi yang bagus, pasien usia muda yang tidak
megalami gangguan kesadaran. Umumnya individu akan pulih dalam waktu 6-12
minggu bila mengalami gangguan kesadaran singkat, amnesia post trauma yang
berlangsung kurang dari 1 jam, dan GCS skor sebesar 15. Bila pasien mengalami
keluhan yang persisten dan dramatis, atau keluhan tidak wajar, faktor lain seperti
B. Patologi
Cedera patologis yang primer pada trauma kepala adalah penipisan axon dan
rotasi. Tingkat cedera axon berhubungan dengan durasi amnesia post trauma dan
seperti γ-amino asam butirat, juga pada neurotransmiter eksitator, seperti asetikolin,
10
kerusakan neuron lebih lanjut. (misalnya runtutan cedera). Perubahan setelah cedera
dapat mengarah kepada cedera difus neurologis berupa influks kalsium yang
berebihan pada neuron yang rusak, pelepasan sitokin, kerusakan oleh radikal bebas,
kerusakan pada reseptor dinding sel, inflamasi dan perubahan pada asetilkolin,
manusia dengan nyeri kepala kronik post trauma menunjukkan kerusakan axon difus,
pengelompokan mikroglia, dan adanya bukti berupa perdarahan petekie yang kecil
yang tidak mengakibatkan defisit neurologis fokal. Penelitian berupa trauma cedera
kepala buatan pada hewan menunjukkan bahwa baik neuron dan axon akan pulih
pada CT scan atau pada MRI karena kerusakan difus yang alamiah. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa MRI lebih sensitif pada kerusakan SSP dengan
gangguan kesadaran bila dibandingkan CT scan. MRI lebih baik dalam mendeteksi
(SPECT) telah menunjukkan penurunan atau aliran darah regional yang asimetris
selama 3 tahun setelah cedera, terutama pada pasien yang mengalami nyeri kepala
post trauma, yang menunjukkan bahwa terjadi perubahan jangka panjang fisiologis
adanya reduksi dalam tingkat metabolik glukosa pada individu yang didiagnosa
11
spesifik atau sensitif untuk memberikan diagnosis definitif. Elektroensefalogram
dapat menunjukkan gelombang aktifitas rendah yang asinkron setelah cedera kepala
sedang, namun umumnya menunjukkan hasil yang normal dan bukan tes skreening
C. Gejala-Gejala PCS
1. Defisit Somatik
kepala ringan. Peningkatan nyeri kepala dilaporkan terdapat pada 30-90% pasien
kepala 1 tahun setelah trauma kepala. Umumnya, tipe nyeri kepala (misalnya tension,
dengan nyeri kepala yang mereka rasakan sebelum trauma. Pasien dengan
lama dan muncul lebih sering bila dibandingkan dengan sebelum mengalami trauma.
The international headache society kriteria diagnostik untuk nyeri kepala post trauma
membagi menjadi dua kategori yaitu akut dan kronis. Nyeri kepala akut muncul
dalam 2 minggu setelah trauma dan sembuh dalam 2 bulan. Nyeri kepala post trauma
kronik muncul dalam 2 minggu setelah trauma dan berlangsung selama lebih dari 8
digambarkan sebagai terus menerus, nyeri, dan tension type headache. Nyeri kepala
tersebut diyakini diakibatkan oleh cedera pada jaringan lunak dan keras, seperti
12
spasme otot trapezius.walaupun lebih jarang, migrain, dengan atau tanpa aura,
dilaporkan dapat muncul dalam beberapa jam atau hari setelah gegar otak. Migrain
sering ditemukan pada dewasa muda yang berpartisipasi dalam oleh raga yang
menyebabkan cedera kepala minor multipel, seperti sepakbola, tinju dan hoki. Jenis
nyeri kepala ini sering disebut “footballer’s migraine”. Cluster headache jarang
adalah pusing, yang dilaporkan sekitar 50% pada kasus, dalam 1 tahun prevalensi
sekitar 19-25%. Umur diketahui sebagai faktor resiko. Semakin tua individu tersebut,
semakin besar kemungkinan mengalami pusing, baik bersumber dari sentral atau
perifer (misalnya gegar labirin, benigna positional vertigo, cedera batang otak)2,8.
Pandangan kabur muncul pada 14% dari pasien dan umumnya disebabkan gangguan
mengalami lebih sensitif pada cahaya dan bunyi; 5% mengalami kerusakan pada nervi
2. Gejala Psikiatri
Setengah dari pasien yang mengalami gegar otak dilaporkan mengalami gejala
psikologis non spesifik, seperti perubahan kepribadian, ansietas, dan depresi. Sering
perubahan ini terjadi dalam 3 bulan pertama setelah cedera dan mempunyai CT scan
yang normal2,8.
diantaranya gangguan panik, gangguan obsesif kompulsif dan gangguan stress post
13
trauma, telah dilaporkan muncul pada 11% sampai 70% dari penderita cedera kepala.
Yang sering dilaporkan berupa gejala adalah free-floating ansietas, kecemasan yang
berlebihan, menarik diri dari sosial, sensitif yang berlebihan dan bermimpi tentang
kecemasan. Gangguan ansietas dilaporkan terjadi pada cedera trauma pada kedua
hemisfer otak2.
berupa sindrom isolasi primer atau akibat sekunder dari depresi. Apatis primer dapat
perilaku yang tidak mengarah kepada gangguan kecerdasan, distress emosional, dan
berkurangnya tingkat kesadaran. Apatis primer sering ditemui didapatkan pada 10%
sementara, terjadi pada 60% pasien dengan cedera kepala tertutup. Kerusakan
juga didapatkan pada cedera kepala berat. Psikosis mirip-skizofrenia didapatkan pada
0,7 sampai 9,8% pada penderita cedera kepala berat. Faktor resiko dapat berkembang
menjadi psikosis adalah benturan hebat pada trauma awal, riwayat epilepsi pada
lobus temporal, adanya kelainan neurologis sebelum trauma, dan ada trauma kepala
pada usia remaja. Pengobatan kondisi ini masih sulit, karena obat antipsikotik
kondisi psikosis lainnya. Obat tersebut dapat berpengaruh pada pemulihan neuron
setelah trauma. Ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa obat risperidon
dan clozapin mempunyai efek yang bagus terhadap psikosis post trauma2.
14
Orang yang sebelumnya dengan diagnosis gangguan afektif (depresi,
gejala berupa gangguan afek, seperti perubahan mood, mood yang labil, gangguan
pada perhatian dan konsentrasi, gangguan tidur, dan ansietas memiliki gejala yang
sebelum trauma dapat mengarah kepada diagnosis yang salah pada postconcussional
sebelum dan sesudah trauma. Keadaan tersebut dinamakan “recall biases” atau
fenomena “good old days”, didapatkan bila pasien tidak mampu mengingat secara
akurat level fungsinya serebelum terjadi trauma. Sangatlah penting, terutama bila
terdapat perkara yang terlibat, untuk dokter mendapat tes kejiwaan sebelumnya,
rekaman akademik, keadaan penilaian fungsi kerja, dan berbicara dengan keluarga
dan teman pasien untuk menentukan secara akurat tingkat fungsi pasien saat sebelum
3. Defisit Kognitif
Kognitif dapat didefinisikan sebagai proses yang melibatkan fungsi otak dalam
menerima, menganalisis data dan mengatur informasi. Fungsi kognitif yang klasik
adalah perhatian, memori, bahasa, penjabaran, fungsi penilaian, dan tingkat persepsi.
15
mengalami penurunan dalam kecepatan memproses informasi, perhatian dan waktu
bahwa tes Stroop color test dan 2&7 Processing speed test memiliki spesifitas yinggi
dan nilai prediksi yang positif untuk menilai defisit kognitif dari postconcussional
syndrome, kedua tes tersebut menilai proses kecepatan mental. The Continous
tinggi untuk memprediksi hasil negatif dari defisit kognitif setelah gegar otak. Di
IGD, pemeriksaan Digin Span Forward dan Hopkins Verbal Learning menunjukkan
Defisit kognitif yang paling umum ditemukan setelah cedera kepala adalah
gangguan memori verbal dan nonverbal. Tergantung pada tingkat keparahan cedera
kepala tertutup, persentase orang yang menderita gangguan memori berkisar 20-79%.
mengalami defisit memori setelah 1 tahun. Satu penjelasan bahwa penurunan dalam
pada memori jangka pendek (sebagai contoh lupa menempatkan barang, kesulitan
Bila individu dengan defisit memori dihubungkan dengan cedera kepala berat
Pasien dengan cedera otak juga mengalami gangguan dalam perhatian menerus
dan terbagi, sedangkan perhatian selektif jarang terganggu. Hal ini terlihat jelas
berupa pasien yang kesulitan berkonsentrasi, masalah dalam memfokuskan pada satu
16
tugas, dan mudah dialihkan atau terganggu. Disfungsi kolinergik yang mengarah
muncul karena dekatnya lobus tersebut pada protuberantia pada tulang tengkorak.
Lamanya muncul defisit ini bervariasi mengikuti jenis trauma, yang akan pulih
sempurna dalam 6 bulan. Gangguan dalam memori, perhatian, berbahasa, dan fungsi
keputusan yang muncul lebih menetap, dan akan pulih dalam waktu setelah 1 tahun
D. Diagnosis
Statistical Manual of Mental Disorder memiliki kriteria untuk PCS ataupun PCD
(postconcussinal disorder)1,3,9.
17
Changes in personality - √
Apathy - √
kesadaran 3-8 gejala yang diberi tanda cek di atas pada kolom ICD-10 selama 4
minggu. Sekitar 38% menderita cedera kepala dengan gejala concussion dan tidak ada
lesi otak pada pemeriksaan radiologis. Sebagai tambahan, penderita PCS berdasarkan
diasumsikan sebagai “sick hole” dan hipokondriasis. Kriteria focus terhadap gejala-
gejala subjektif dan menyebutkan bahwa bukti kerusakan neuropsikologikal tidak ada.
Pada daftar kriteria berdasarkan DSM-IV untuk diagnosis PCD pada penderita
yang menderita cedera kepala dengan persisten amnesia post traumatik, kehilangan
kesadaran, atau kejang post traumatik. Sebagai tambahan, untuk mendiagnosis PCD,
yang tertera pada tabel DSM-IV. Gejala-gejala ini harus ada selama 3 bulan setelah
cedera dan memang tidak ada sebelum terjadinya cedera. Penderita juga harus
mengalami kesukaran dalam interaksi sosial dan tidak harus memenuhi kriteria
yang dapat diakibatkan oleh PCS. The Stroop Colot Test dan The 2&7 Processing
18
Speed Test (dimana keduanya dapat mendeteksi defisit dalam proses kecepatan
mental) dapat memprediksi perkembangan kognitif akibat PCS. Sebuah tes yang
yang berbeda, dapat digunakan dalam interview. Tes lain yang dapat memprediksi
perkembangan PCS termasuk Hopkins Verbal Learning A Test (HVLA) dan The
Digit Span Forward Examination. Tes HVLA verbal learning dan memori dihasilkan
dari seri-seri kata dan tanda-tanda berdasarkan nomor yang di recall, dan rentang
digit mengukur efisiensi atensi dengan diuji untuk mengulang kembali digit angka
yang telah disebutkan. Tes neuropsikologikal juga dapat mendeteksi adanya gejala
E. Diagnosis Banding
kognitif dan afektif yang muncul setelah trauma dapat disebabkan adanya MTBI
(mild traumatic brain injury), tetapi pada kenyataannya, faktor lain seperti gangguan
stress setelah trauma sering menyebabkan salah diagnosis sebagai PCS dan tingkah
laku buruk. Gangguan afektif seperti depresi mempunyai beberapa gejala seperti
mimik wajah seperti pada PCS dan dapat menyebabkan salah diagnosis. Dalam hal
ini termasuk juga gangguan konsentrasi, emosi yang labil, cemas dan gangguan tidur.
Depresi umumnya ditemukan pada penderita PCS, gejala-gejala PCS yang dapat
gangguan tidur. Gejala PCS juga terdapat pada sindrom kelelahan kronik,
19
fibromyalgia, dan paparan toksin. Trauma otak dapat menyebabkan kerusakan pada
memiliki gejala yang mirip denga gejala PCS tetapi gejala ini dapat hilang dengan
1. Jenis Kelamin
postconcussional syndrome, dan umumnya wanita mempunyai gejala lebih berat dan
waktu penyembuhan lebih lama. Penelitian meta analisis oleh Farance dan Alves
menunjukkan bahwa wanita memiliki hasil yang lebih buruk dibandingkan pria pada
tinggi dibandingkan pria. Berbagai teori dikemukakan mengenai hal ini, salah
satunya adalah karena ukuran tubuh dan berat yang lebih kecil, akan mengalami
kekuatan cedera rotasi lebih besar daripada pria. Teori lain mengatakan bahwa otak
pria dan wanita diperngaruhi oleh hormon seks yang mengakibatkan berbeda dalam
wanita lebih berat gejala postconcussional syndrome karena lebih rentan dalam
mengalami cedera pada penganiayaan atau penyerangan fisik dan cedera tersebut
mengakibatkan kekuatan cedera rotasi yang lebih besar, dan mengakibatkan cedera
2. Pengaruh Sosial
20
Postconcussional syndrome diduga memiliki komponen sosial. Banyak
peneliti menemukan bahwa tingkat dan durasi cedera di US, dimana ganti rugi
diperoleh, adalah lebih besar bila dibandingkan dengan negara seperti Lithuania,
membagikan kuisioner kepada 200 orang penderita gegar otak dengan keluhan
bahwa 96% responden mengeluh nyeri kepala dan pulih total dalam waktu 1 tahun
setelah mengalami gegar otak, dan tidak ada perbedaan dalam keluhan nyeri kepala,
pusing dan disfungsi kognitif bila antara dua kelompok tersebut. Kelompok ini juga
3. Kepura-puraan (Malingering)
syndrome bila dibandingkan dengan dengan pasien yang tidak memiliki perkara.
Penjelasan yang mungkin untuk keadaan tersebut adalah 1) pasien yang mengalami
perkara telah mengerti tentang kondisi mereka dan terpengaruh oleh “symptom
lebihkan gejala tersebut. 3) Gejala yang dialami diperburuk oleh stress karena
perkara, 4) mereka secara sadar atau tidak sadar dipengaruhi oleh pengaruh
sangat sulit karena keluhan postconcussional syndrome adalah keluhan yang bersifat
21
subjektif. Mittenber et al. mencoba untuk menentukan frekuensi dari berpura-pura
dengan menganalisa 33.31 kasus pengadilan. Mereka mendapatkan bahwa 30% kasus
kecacatan, 29% kasus kecelakan pribadi, 19% kasus kriminal, dan 8% kasus
sedang, peneliti merasa bahwa 35% terdapat sikap berpura-pura atau keluhan yang
dilebih-lebihkan2.
Beberapa tes psikiatri dan neurologis telah tersedia untuk mendeteksi adanya
mengatakan bahwa tes yang paling sensitif dengan MMPI-2 adalah tes F scale, F-K
indeks, dan O-S inerval. Halstead-Reitan battery dilaporkan keakuratan sebesar 93,8%
untuk mengetahui adanya gejala keluhan palsu pada cedera kepala. Tes ukur lain yang
G. Terapi
Biasanya PCS tidak diterapi, terapinya hanya ditujukan pada gejala-gejala yang
muncul, misalnya penderita diberi penghilang nyeri untuk keluhan nyeri kepala dan
istirahat yang cukup, karena hal ini cukup efektif. Terapi fisik dan tingkah laku juga
1. Obat-obatan
22
Pengobatan dari postconcussional syndrome tergantung pada gejala yang
muncul pada tiap-tiap pasien. Salah satu pengobatan yang paling efektif adalah
syndrome, menjelaskan bahwa gejala tersebut akan pulih sempurna dalam waktu 6
edukasi kepada pasien mengarah kepada perburukan gejala psikogenik penyakit dan
memperpanjang waktu pemulihan. Untuk keluhan nyeri kepala yang terus menerus,
terapi standar nyeri kepala dapat dimulai dari NSAID sampai terapi profilaksis
migrain, seperti fluoxetine dan verapamil, dikatakan dapat membantu. Bila perlu,
terapi fisik dan Transcutaneus Electrical Nerve Stimulators (TENS) dapat digunakan
pada pasien dengan tension headache yang berhubungan dengan kekakuan otot.
Pasien dengan gejala psikologis dapat diberi terapi psikoterapi suportif, edukasi, dan
farmakoterapi, seperti obat antidepresi atau antiansietas diberikan dalam waktu yang
besar kasus dan dapat mengatasi gejala nyeri kepala, ansietas, tekanan dan depresi.
digunakan dalam mengobati penurunan kemampuan fokus atau memori, dan defisit
dalam fungsi kognitif, tapi hanya memberikan keuntungan setengah dari pasien yang
mengalami cedera kepala. Dokter harus berhati-hati dalam meresepkan obat yang
23
2. Psikoterapi
Terapi ini membantu penderita agar dapat melakukan aktivitas kerjanya. Protokol
terapi PCS dibuat berdasarkan prinsif yang terdapat dalam Cognitif Behavioral
emosional yang muncul atas dasar pikiran dan tingkah laku. CBT membantu
menyebabkan penyakit stress pasca trauma (PTSD) yang sangat penting untuk
diterapi dengan benar. Penderita dengan PTSD, depresi dan cemas dapat diterapi
3. Edukasi
Salah satu pengobatan yang paling efektif adalah melakukan edukasi kepada
gejala tersebut akan pulih sempurna dalam waktu 6 bulan. Edukasi mengenai gejala
sangat efektif dilakukan segera setelah cedera. Sejak stress mulai muncul sebagai
gejala PCS, edukasi diperlukan untuk mengatasi kerusakan tersebut. Edukasi dini
H. Prognosis
Pada umumnya prognosis PCS adalah baik, berdasarkan total resolusi dari
gejala pada kebanyakan kasus-kasus mayor. Pada kebanyakan penderita, gejala PCS
24
akan menghilang dalam beberapa hari hingga beberapa minggu setelah cedera. Pada
sebagian penderita yang lain, gejala PCS dapat menghilang dalam waktu 3-6 bulan3.
1 bulan setelah trauma dan sekitar 2/3 penderita dengan trauma kepala minor, gejala-
gejalanya menghilang dalam 3 bulan. Jika gejala tidak hilang dalam 1 tahun, gejala
tersebut menjadi permanen, maka kemajuannya akan dapat terlihat dalam waktu 2-3
tahun, bahkan kadang-kadang setelah lama sekali tanpa ada kemajuan. Pada penderita
yang berusia tua dan orang yang mengalami trauma kepala berulang akan sulit
sembuhnya3.
Jika ada pukulan pada kepala setelah terjadi concussion dan gejala sebelumnya
sudah menghilang, maka hal ini bisa mengakibatkan second-impact syndrome (SIS).
Pada SIS, otak menjadi edema dan terjadi peningkatan tekanan intracranial. Penderita
dengan cedera kepala berulang setelah beberapa lama, misalnya seperti pada petinju,
25
BAB III
PENUTUP
pola yang tertentu. Terdapat banyak faktor yang terkait dalam sindroma ini, yang
dapat memberikan prognosa yang berbeda-beda dari yang baik sampai yang
26
DAFTAR PUSTAKA
2. Ryan CW, Richard CW, Chapman MJ. Definition, Diagnosis and Forensic
Implication of Postconcussion Syndrome Review Article. Psychosomatic 46:3,
May-June 2005. http: //psy.psychiatryonline.org.
4. Ropper AH, Gorson KC. Concussion. The New England Journal of Medicine. N
Engl J Med 256: 2. January 11, 2007. http: //www.nejm.org.
10. Douglas, David. Brain Trauma is not the Basis for Postconcussive Syndrome. J
Neurol Neurosurg Psychiatry 2008; 79: 237, 300-306, http: //medscape.com.
11. Lubit RH. Post Concussive Syndrome: Treatment and Medication. Diakses
tanggal 4 Agustus 2009, http: //emedicine.medscape.com.
27