You are on page 1of 18

LAPORAN PRAKTIKUM

INSTRUMEN II

ATOMIC ABSORPTION SPECKTROPHOTOMETRY


(AAS)

Oleh:
Annisa Nurul Chaerani
411109059

ANALIS KESEHATAN D3
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JENDERAL AHMAD YANI
CIMAHI
2010

1
Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)

A. Hari/ tanggal
Sabtu/ 03 Juli 2010

B. Tujuan

Untuk mengetahui instrument Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS).

C. Prinsip

Penyerapan energy radiasi oleh atom-atom netral pada keadaan dasar,


dengan panjang gelombang tertenru yang menyebabkan tereksitasinya dalam
berbagai tingkat energy. Keadaan eksitasi ini tidak stabil dan akan kembali ke
tingkat dasar dengan melepaskan sebagian atau seluruh energy eksitasinya
dalam bentuk radiasi. Sumber radiasi tersebut dikenal sebagai lampu katoda
berongga.

D. Dasar Teori

Peristiwa serapan atom pertama kali diamati Fraunhofer, ketika


menelaah garis-garis hitam pada spectrum matahari. Sedangkan yang
memanfaatkan prinsip serapan atom pada bidang analisis adalah seorang
kebangsaan Australia bernama Alan Wash pada tahun 1955. Sebelumnya ahli
kimia banyak tergantung pada cara-cara spektrografik. Beberapa cara ini sulit
dan memakan waktu. Kemudian diganti dengan Spekrtokopi Serapan Atom
(SSA) atau Atomic Absorption Spectro (AAS). Metode ini sangat tepat untuk
spektrokopi emisi konvensional, pada metode konvensional emisi tergantung
pada sumber eksitasi, bila eksitasi dilakukan analisis zat pada konsentrassi
rendah. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan dengan

2
metode Spektrokopi emisi konvensional, pada metode konvensional emisi
tergantung pada temperatur sumber. Selain itu eksitasi termal tidak selalu
spesifik, dan eksitasi secara serantak terjadi pada berbagai spesies dalam suatu
campuran. Sedangkan nyala, eksitasi unsur-unsur dengan berbagai tingkat
energy eksitasi yang rendah dapat dimungkinkan, tentu saja perbandingan
banyaknya atom yang tereksitasi terhadap atom yang berada pada tmgkat
dasar harus cukup besar, karena metode serapan atom hanya tergantung pada
perbandingan ini dan tidak tergantung pada temperatur. Metode serapan
sangatlah spesifik, logam-logam yang membentuk campuran kompleks dapat
dianalisa dan selain itu tidak selalu diperlukan sumber energy yang besar.

Gambar 1. Atom (logam) yang dapat dianalisis menggunakan AAS

3
Instrumentasi Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS):

1. Sumber radiasi

Sumber radiasi yang digunakan harus memancarkan spectrum.


spectrum atom yang dipancarkan harus terdiri dari garis tajam yang
mempunyai setengah lebar yang sama dibutuhkan oleh atom-atom dalam
contoh. Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga
(hallow chatode lamp). Untuk penetapan apa saja yang diminta, lampu
katoda berongga yang digunakan mempunyai sebuah katoda pemancar
yang terbuat dari unsur yang akan dianalisis dalam nyala ini.

Gambar 2. Hollow Cathode Lamp

4
Gambar 3. Electrodeless Discharege Lamp

2. Nyala

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan


atau cairan menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk
atomisasi. Untuk spektrokopi nyala suatu persyaratan yang penting adalah
bahwa nyala yang dipakai hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari
2000o K. Konsentrasi tereksitasi, dipengaruhi oleh komposisi nyala.

Komposisi nyala asitelin-udara sangat baik digunakan untuk lebih


dari tiga puluh unsur sedangkan komosisi nyala propane-udara disukai
untuk logam yang mudah menjadi uap atomic. Untuk logam seperti
Alumunium (Al) dan titranium (Ti) yang membentuk oksida refrakori
temperatur tinggi dari nyala asitelin-NO sangat perlu, dan sensitivitas
dijumpai bila nyala kaya akan asitilen.

Gambar 4. Nyala pada AAS

5
3. Sistem pembakar-pengabut

Tujuan sistem pembakaran-pengabut adalah untuk mengubah


larutan uji menjadi atom-atom dalam bentuk gas. Fungsi pengabut adalah
menghasilkan kabut atau aerosol larutan uji. Larutan yang akan dikabutkan
ditarik ke dalam pipa kapiler oleh aksi semprotan udara ditiupkan melalui
ujung kapiler, diperlukan aliran gas bertekanan tinggi untuk menghasilkan
aerosol yang halus.

4. Monokromator

Dalam Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) fungsi


monokromator adalah untuk memisahkan garis resornansi dari semua garis
yang tak diserap yang dipancarkan oleh sumber radiasi. Dalam
kebanyakan instrument komersial digunakan kisi difraksi karena sebaran
yang dilakukan oleh kisi seragam daripada yang dilakukan oleh prisma dan
akibatnya instrument kisi dapat memelihara daya pisah yang lebih tinggi
sepanjang jangka gelombang yang lebih besar.

5. Detektor

Detektor pada Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS)


berfungsi mengubah intensitas radiasi yang datang menjadi arus listrik.
Pada Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) yang umum dipakai
sebagai detektor adalah tabung penggandaan foton (PMT=Photo Multiplier
Tube Detector).

6. Read out

Read out merupakan sistem pencatatan hasil. Hasil pembacaan


dapat berupa angka atau kurva dari suatu recorder yang menggambarkan
absorbansi atau intensitas emisi.

6
Gangguan pada spektro

Gangguan secara luas dapat dikategorikan menjadi dua kelompok


yaitu ganguan spectral dan gangguan kimia.

Gangguan spectral disebabkan karena terjadi tumpang tindih


absorbasi antara spesies pengganggu dengan spesies yang diukur, ini
terjadi karena dua garis letaknya btanerdekatan seperti vanadium 308,211
dan Alumunium 308,215 nm. Karena sempitnya garis emisi pada sumber
hallow chatode maka gangguan garis spectral atom jarang terjadi. Adanya
hasil pembakaran pada nyala dapat menyebabakan gangguan spectral.
Gangguan spectral ini dapat diamati dengan mengunakan blanko yang
mengandung zat hasil pembakaran tersebut. Adanya gangguan spiwa ectral
dapat dikoreksi dengan mudah pada suatu model berkas tunggal. Adanya
peristiwa absorpsi (yang bukan resornansi atom) dan penghamburan juga
akan menghasilkan kesalahan positif dalam pembacaan absobansi. Koreksi
latar belakang biasanya juga dilakukan dengan dua metode pilihan yaitu
sumber kontinyu dan metode efek Zeeman.

Gangguan kimia lebih umum dijumpai dari pada gangguan


spectral. Gangguan kimia dapat berupa pembentukan senyawa volatilitas
rendah dan kesetimbangan disosiasi ionic dalam nyala. Biasanya anion
membentuk senyawa dengan volatilitas rendah dan menurunkan laju
atomisasi, misalnya laju ion posfat atau sulfat dapat mereduksi atomisasi
kalsium. Kation juga dapat menimbulkan gangguan semacam ini, misalnya
Al sebagai pegotor dapat mereduksi kecepatan atomisasi Mg.
pembentukan senyawa yang stabil menyebabkan tidak sempurnanya
disosiasi zat yang akan dianalisa bila ditaruh dalam nyala, atau
pembentukan itu mungkin timbul dari pembentukkan senyawa-senyawa
tahan api dalam nyala, yang tidak dapat berdisosiasi menjadi atom-atom
penyusunnya. Gangguan teersebut dapat dieliminasi dengan meningkatkan
temperatur nyala, pemakaian ’reagensia pelepas’ dan eksitasi analit unsur-
unsur pengganggu.

7
Disamping efek pembentukan senyawa dan pengionan, juga perlu
dipertimbangkan efek-efek matriks, ini terutama factor fisik yang akan
mempengaruhi banyak contoh yang mencapai nyala, dan terutama
dihubungkan dengan factor sepeti viskositas, rapatan, tegangan permukaan
dan keatsirian pelarut yang digunakan untuk membuat larutan uji.

E. Alat dan Bahan


1. Alat
a. Atomic Absorption Spectrophotometry
b. Generator
c. Lampu hallow katoda Cu
d. Alat-alat gelas yang biasa digunakan dilaboratorium Pyrex
e. Hot plate
f. pH meter

2. Bahan
a. Larutan sampel 50 ml
b. Larutan standar 1000 ppm
c. Larutan PMI (pemantapan Mutu Internal)
d. HNO3 5ml
e. Gas C2H4
f. Aquadest
g. Kertas saring

8
F. Prosedur
1. Pembuatan larutan standar
a. Pembuatan larutan standar 100 ppm
1) Pipet 10 mL larutan standar 1000 ppm, ke dalam labu ukur 100
mL.
2) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas.
b. Pembuatan larutan standar 10 ppm
1) Pipet 10 mL larutan standar 100 ppm, ke dalam labu ukur 100 mL.
2) Tepatkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas.
c. Pembuatan larutan standar 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 ppm
1) Pipet 0 mL, 0,25 mL; 0,5 mL; 1,0 mL; 2,0 mL larutan standar 10
ppm masing-masing kedalam labu ukur 100 mL.
2) Tambahkan dengan larutan pengencer sampai tanda batas, sehingga
diperoleh konsentrasi 0; 0,25; 0,5; 1,0; 2,0 ppm.
2. Pembuatan larutan sampel
a. Saring 50 mL larutan sampel menggunakan kertas saring.
b. Tambahkan 5 mL HNO3, kemudian panaskan diatas hotplate sampai
larutan jernih dan volumenya kira-kira 25 mL.
c. Dinginkan, kemudian pindahkan larutan sampel kedalam labu takar
dan saring kembali menggunakan kertas saring untuk mengambil sisa-
sisa endapan.
d. Larutan sampel yang menyusut dan telah disaring ditambahkan
aquadest hingga volumenya sama dengan volume awal 50 mL
e. Larutan sampel siap diuji..
3. Persiapan alat
a. Persiapan tekanan dan aliran gas
Tipe gas Tabung Alat

Fuel gas (C2H2) 0,9 0,5


Support gas (udara 3,5 2,5
N2O2Ar)

9
b. Burner yang digunakan
Burner Head Panjang slot Flame
Burner head standar 10 Udara C2H2
Udara H2
Argon-H2
Buener head temperatur 9 Udara-c2h2
tinggi Udara-hH2
Argon-H2
N2O-C2H2

4. Menyalakan alat
a. Buka kran gas asetilen sampai jarum regulator pada tabung gas
menunjukkan 0,9 kg/cm2.
b. Buang sisa udara yang masih tersisa dalam kompresor dengan cara
membuka klep yang ada dibawah kompresor.
c. Nyalakan kompresor udaranya dan tutup klep yang masih terbuka.
d. Nyala computer.
e. Ketikan “win” pada prompt c:/> dan tekan enter.
f. Setelah masuk pada program manager pilih “Shimadzu” dengan cara
mengklik dua kali pada icon “Shimadzu”.
g. Pilih icon “AA-6200 PC” denagn mengklik dua kali.
h. Klik [wizard] pada kotak dialog yang muncul.
5. Menentukan kondisi alat
a. Nyalakan instrument AAS-6200.
b. Klik [connect] pada kotak dialog yang muncul, dan tunggu hingga
instalasi selesai yang dtandai dengan semua item telah berwarna hijau
kemudian tekan [OK].
c. Pilih [Next] pada kotak dialog yang muncul.
d. Isi kotak kosong dnegan elemen yang akan dianalisis dengan cara
mengisi langsung symbol elemen atau membuka library yang ada,
begitupun HC-Lamp yang akan diwarnng up, lakukan lanagkah kosong
berikutnya, kemuadian tekan [next].

10
e. Tentukan nomor socket HC-Lamp pada instrument yang akan dipakai
pengukuran.
f. Nyalakan HC-lap (satatus lamp on = x)
Klik [Warming up lamp] jika ada HC-lamp yang akan diwarming up,
tentukan nomor socket HC-lamp pada alat (status lamp on = x)
kemudian tekan [ok], tekan [next].
g. Ubah posisi lampu pada socket sehingga dihasilkan nilai current yang
maksimal kemudian tekan [Next}.
6. Pengukuran
a. Tentukan socket HC-lamp dan lamp mode (d2/NON-BGC) kemudian
tekan [Next}.
b. Apabila instrument dilengkapi dengan auto sampler, klik [use ASC]
nyalakan ASC kemudian klik [Connect] dan tekan [Next}, bila tidak
dilengkapi dengan ASC langsung klik [Next}.
c. Tentukan metoda unit konsentrasi, banyaknya standar dan isikan
konsentrasi standar yang dipakai kemudian [Next}.
d. Klik [Enable] apabila akan dilakukan periodic blank measure atau
periodic sensitive corecton kemudian tentukan tiap beberapa sampel
hal tersebut akan dilakukan. Isikan konsentrasi standar yang akan
digunakan untuk periodic sensitive correction.
e. Tentukan jenis pembakaran, aliran pembakaran, aliran oksidan pada
alat sesuai dengan parameter yang ditentukan, tekan [Finish].
f. Nyalakan api pada alat dengan cara menekan tombol [Ignite] dan
[Purge] secara bersamaan sampai keluar api.
g. Pada table “MRT” tekan [Auto zero] untuk mengenolkan serapan,
[Blank] unutk blangko dan [Start] untuk mengukur standar dan sampel.
h. Setelah semua standar diukur, klik [View] dan pilih [Calibrasi Curva]
untuk melihat kurva kalibrasi yang diukur, klik [Print] untuk mencetak
dan [Close] untuk kembali ke table “MRT”.

11
7. Menyimpan file
a. klik [File].
b. Pilih [Save as].
c. Ketikan nama file, tentukan drives, tekan [Ok].
8. Mencetak data
a. klik [File].
b. Pilih [Pint table data].
c. Klik [Simbol] element yang kan dicetak data pengukuraannya, klik
[Ok].
d. Pilih [All] dan tekan ok.
9. Mematikan alat
a. Ketik [Wizard] kemudian tekan [Next].
b. Matikan lampu (Status lamp on = …), begitupun untuk warming up
lamp, tekan [Next] kemuduaian [Cancel].
c. Pilih [Instrument] kemudian [Connect].
d. Pilih [File], [Exit] dn pilih [No}.
e. Klik dua kali tanda minus pada pojok kiri atas.
f. Klik [File], [Exit windows], [Ok].
g. Tutup kran gas dan keluarkan sisa udaraa pada kompresor.
h. Tekan [Purge] pada instrument, matikan instrument AA-6200 dan
computer.

Gambar 5. Memasukkan sampel ke AAS

12
G. Hasil Pengamatan

Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar Cu dan absorbansi


Cu pada sampel, dengan menggunakan nyala metode calibration-curve adalah:

13
14
H. Pembahasan

Sebelum melakukan analisis dengan AAS harus melalui 3 tahap yaitu


preparasi sampel, pembuatan standar dan pemeriksaan dengan AAS.

1. Preparasi sampel

Sampel, biasanya berupa cairan atau padatan, terlebih dahulu


diubah menjadi atom lebih dulu, oleh perangkat atomisasi (berupa nyala
atau tungku grafit). Sampel air 50 ml ditambah asam nitrat pekat 5 ml
kemudian dipanaskan, hingga volume menjadi setengahnya. jangan sampai
mendidih disebut juga destruksi dengan maksud untuk mendapatkan
sampel yang benar-benar murni. Dinginkan, saring dan masukkan ke
dalam labu takar untuk mengambil sisa-sisa endapan yang masih ada
dalam sampel yang dipanaskan. Volume akan menyusut kemudian
tambahkan aquadest sehingga volumenya menjadi 50 ml.

2. Pembuatan standar

Untuk mengetahui sampel yang kita pakai benar-benar murni kita


harus memiliki standar. Standar dibuat dari larutan standar 1000 ppm
dengan min 5 buah pengenceran. Pengenceran tergantung dari jenis yang
dianalisis.

3. Pemeriksaan AAS

Setelah mendapatkan sampel yang benar-benar jernih dan larutan


standar baru kita melakukan pemeriksaan dengan AAS. Pemanasan
dengan O2 dari generator.

Komponen AAS pipa kapiler sebagai jalan masuknya sampel atau


standar, sehingga sampel harus benar-benar tidak mengandung emdapan
karena dapat menghambat pipa kapiler.

Ketika sampel dimasukkan, sampel dan udara (O2) juga ikut masuk
terdapat nebulizer yang akan membentuk kabut tekanan tinggi masuk ke

15
burner dan terjadi atomisasi. Drynase akan membuang senyawa-seyawa
yang tidak dibutuhkan. Atomisasi merupakan electron-elektron akan lepas
membakar energy sesuai dengan lampu katoda yang disebut peristiwa
eksitasi. Kemudian pengolah data diubah menjadi absorban kadar atau
konsentrasi, dan keluarlah hasil.

Kelemahan dari AAS diantaranya khusus mengukur logam-logam,


untuk gas tidak dapat diukur dengan AAS. Selain itu lampu akan mencari
panjang gelombangnya sendiri.

Penetuan kadar Cu dilakukan dengan menggunakan AAS karena


AAS sensitive, speesifik, dan cepat.

Kurva kalibrasi larutan standar dibuat dengan berbagai konsentrasi


larutan standar dan diperoleh koefisien korelasi (r) yang masih
memberikan linieritas kurva kalibrasi yang cukup baik dan dinyatakan
valid adalah bila memiliki nilai (r) mendekati atau sama dengan 1. Oleh
karena itu, kurva kalibrasi yang diperoleh pada praktikum ini dengan
koefisien kolerasi 0,9989 masih dapat diterima. Harga koefisien korelasi
(r) ini menunjuukan adanya hubungan linier antara konsentasi dengan
absorbansi yang berarti dengan meningkatnya konsentrasi akan meningkat
pula absorbansinya.

Tetapi untuk larutan PMI (Pemantapan Mutu Internal), nilai


absorbansi tidak lebih dari 0,5 sedangkan yang diperoleh dari:

0,5652 – 0,5 x 100% = 13,04


0,5

Nilai PMI yang diperoleh lebih tinggi dari nilai standarnya yaitu
sebesar 13,04, hal ini dapat terjadi dikarenakan adanya kesalahan yang
dilakukan selama praktikum, mungkin dari lampu katoda yang terlalu lama
hidup.

16
I. Kesimpulan

Dari hasil praktikum yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai


berikut:

1. Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) adalah suatu tehnik analisis


untuk menetapkan konsentrasi suatu unsur (logam) dalam suatu sampel.
2. Nilai koefisien korelasi (r) yang diperoleh sebesar 0,9989 yang masih
memberikan linieritas kurva kalibrasi yang cukup baik dan dinyatakan
valid adalah bila memiliki nilai (r) mendekati atau sama dengan 1.
3. Nilai PMI (pemantapan Mutu Kerja) diperoleh sebesar 13,04 dikarenakan
lampu katode terlalu lama hidup.

17
DAFTAR PUSTAKA

Basset, J., Denney, R. C., Jeffery, G. H dan Mendham, J. (1994). Buku Ajat Vogei
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik (Edisi keempat). Terjemahan Handyana
Pudjaatmaka. Jakarta: EGC.

Braun, R. D. (1982). Introduction To Chemichal Analysis. New York: Mc Graw-Hill


Book Company.

Khopkar, S. M,. (1990). Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta: UI-press.

Mulja, M. dan suharman. (1997). Analisis Instrumental. Surabaya: Universitas Air


Langga-press.

18

You might also like