Professional Documents
Culture Documents
ISRAK MIKRAJ
BELAJAR MENGHADAPI TANTANGAN
Khothbah Jumat 1
PESAN RASULULLAH SAW
klasik Isaac Newton, atau mekanika modern Albert Einstein
sekalipun. Secara ringkas bisa disebutkan, bahwa suatu
kejadian menurut embanan teori realitivitas dalam dimensi
ruang dan waktu, belum ada satu benda melebihi
kecepatan maksimum (kecepatan cahaya). Kecepatan itu
bisa dicapai oleh materi yang memiliki massa diam nol, yakni
gelombang elektromagnet (seperti sinar gamma, sinar X, dan
cahaya). Konsekwensi teori (realitivitas) ini melahirkan suatu
kaedah, bahwa materi tidak dapat dimusnahkan, tidak dapat
diciptakan, tetapi dapat dikonversi kedalam bentuk atau
gelombang.
Perjalanan menempuh jarak antara Masjidil Haram
(Makkah) dengan Masjidil Aqsha (Palestina) dengan hasil
teknologi transportasi maju hari ini bisa ditempuh kurang
dari semalam, memakai kapal terbang, termasuk rumusan
mekanika klasik.
Akan tetapi, tingkat teknologi transportasi satu setengah
millenium lalu itu adalah Kuda, Onta, Keledai atau jalan
kaki. Ini yang menjadikan ilmuan Quraisy menentangnya.
Tidak masuk akal, kata mereka.
Pertanyaan berikutnya, kenderaan apakah yang dipakai
Muhammad SAW dalam perjalanan malam (Isra’) itu ???
Bila disebut dengan berkenderaan buraq (berasal dari
kata barq artinya kilat). Maka itupun dilihat sebagai suatu
yang berlebihan, selanjutnya juga sangat mustahil.
Kilat adalah satu gelombang elektromagnet dengan
kecepatan maksimum seperti kecepatan cahaya, sehingga
dengannya jarak matahari dan bumi bisa dijelang dalam
waktu delapan menit.
Sebenarnya Buraq (barq) tidak sama dengan kilat dalam
arti yang lazim. Karena memiliki kecepatan ‘sekejap mata’.
Mampu menempuh jarak sejauh mata memandang.
Kenyataan keseharian kita membuktikan bahwa mata
tanpa alat bantu bisa memandang bintang dilangit yang
2 H. Mas’oed Abidin
ADIL
jaraknya ribuan kali jarak matahari. Karenanya dapat
disimpulkan buraq bukanlah kilat dalam dimensi
pengertian umum dengan kecepatan melampuai cahaya.
Bahkan mungkin 18 juta kali kecepatan cahaya.
Sekali lagi, bila Muhammad masih terkungkung pada
dimensi ruang dan waktu, mustahil dia bisa bergerak
secepat kilat. Kecuali jika telah di ubah menjadi foton (paket
energi gelombang elektromagnet, yang kecepatannya sama dengan
cahaya). Bila itu yang terjadi, sangat sulit untuk kembali
kepada materi semula. Lebih rumit membayangkan terjadi
pada diri manusia seperti Muhammad. Kejadian ini diluar
jangkauan akal dan indera manusia. Akal tidak mampu
menggambar lintasan gerak yang terjadi. Bahkan ilmu
pengetahuan tidak mampu menuliskan persamaannnya
dalam teori gerak (mekanika) Newton ataupun Einstein.
Kedua teori gerak tersebut dalam kasus ini tidak berlaku
lagi.
Kata kuncinya terletak pada kata-kata “asraa” (kata kerja
transitif yang membutuhkan obyek) dan berasal dari
katakerja intransitif “saraa”, berarti telah berjalan malam
hari.
Obyek asraa adalah Muhammad. Kata-kata Isra’ diambil
dari bentuk mashdar saraa, sehingga secara harfiyah
diartikan perjalanan malam hari dari Masjidil Haram
hingga Masjidil Aqsha.
Sepenuhnya dalam perencanaan sampai pada
pelaksanaan perjalanan (baik dalam bentuk sarana, alat yang
dipakai, sifat perjalanan, waktu dan kecepatan) semata-mata
adalah absolut (muthlak) menjadi ilmu dan kekuasaan
Allah, Subhanallah. Secara bijaksana Allah memperlihatkan
kekuasaan muthlak itu dengan awalah kalimat “Subhanal-
ladzii” dan seterusnya. Maka peristiwa agung ini merupakan
wilayah iman (keyakinan). Berurat berakar pada kalbu (hati)
manusia. Mampu menumbuhkan kekuatan dalam (inner side)
bagi manusia berakal.
Khothbah Jumat 3
PESAN RASULULLAH SAW
”Innahu huwa as-sami’ ul-bashir”,artinya “sungguh Dia
(Allah) Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS.17:1).
4 H. Mas’oed Abidin
ADIL
Haqqul yaqin, adalah puncak dari ilmul yaqin.
Keyakinan ini akan menjadi landasan utama pandangan
hidup tauhid (tauhidic weltanschaung). Selanjutnya akan
memperkokoh kekuatan intelektual seseorang. Akan
mampu menjalin emotional inteligensia dengan kekuatan
rasio. Dan menjadi ukuran kadar kecerdasan. Akhirnya akan
menguasai nilai-nilai keseimbangan (tawazunitas).
Khothbah Jumat 5
PESAN RASULULLAH SAW
3. Kerelaan dan ketaatan sebagai bukti kesetiaan kepada
Allah, dengan keteguhan mempedomani hidayah Allah
(Al Quran) dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.
PERGESERAN NILAI
Sekarang, kita menyaksikan satu kondisi terjadinya
pergeseran pandangan masyarakat dunia dewasa ini. Maka
umat Islam wajib berperan aktif kedepan diabad XXI.
Dengan upaya menjadikan firman Allah sebagai aturan
kehidupan. Melaksanakan secara murni konsep agama
dalam setiap perubahan, agar peradaban kembali
gemerlapan.
Berpaling dari sumber kekuatan murni, Kitabullah
dan Sunnah Rasul, dengan menanggalkan komitmen prinsip
syar’i dan akhlak Islami akan berakibat fatal untuk umat
Islam, bahkan penduduk bumi. Pada gilirannya umat Islam
akan menjadi santapan konspirasi dari kekuatan asing.
Konsekwensinya adalah wilayah yang sudah terpecah
akan sangat mudah untuk dikuasai.
Kembali kepada watak Islam tidak dapat ditawar-tawar
lagi. Bila kehidupan manusia ingin diperbaiki. Tuntutannya
agar umat lahir kembali dengan iman dan amal nyata.
• Tatanan masyarakat harus dibangun diatas landasan
persatuan (QS.al-Mukminun:52).
• Mayarakat mesti ditumbuhkan dibawah naungan
ukhuwwah (QS.al-Hujurat:10).
• Anggota masyarakatnya didorong hidup dalam prinsip
ta’awunitas (kerjasama) dalam al-birri (format
kebaikan) dan ketakwaan (QS.al-Maidah:2).
• Hubungan bermasyarakat didasarkan atas ikatan
mahabbah (cinta kasih), sesuai sabda Rasul: “Tidak
beriman seorang kamu sebelum mencintai orang lain
seperti menyayangi diri sendiri”.
• Setiap masalah diselesaikan dengan musyawarah
(QS.asy-Syura:38).
6 H. Mas’oed Abidin
ADIL
• Tujuan akhirnya, penjelmaan satu tatanan masyarakat
yang pantang berpecah belah (QS.Ali Imran:103).
Rahasia keberhasilan adalah “tidak terburu-buru” (isti’jal)
dalam bertindak. Tidak memetik sebelum ranum. Tidak
membiarkan jatuh ketempat yang dicela. Kepastian amalan
adanya husnu-dzan (sangka baik) sesama umat. Mengiringi
semua itu adalah tawakkal kepada Allah.
Dalam tatanan berpemerintahan, kekuasaan akan
berhasil jika menyentuh hati nurani rakyat banyak, sebelum
kekuasaan itu menjejak bumi. Ukurannya adalah adil dan
tanggap terhadap aspirasi yang berkembang. Takarannya
adalah kemashlahatan umat banyak. Kemasannya adalah
jujur secara transparan. Kekuatan hati (dhamir) penduduk
(rakyat) terletak pada ditanamkannya kecintaan yang tulus.
Menghidupkan energi ruhanik lebih didahulukan
sebelum menggerakkan fisik umat. Titik lemah umat karena
hilangnya akhlaq (moralitas) Islami.
Enggan memahami syari’at, berakibat hilangnya
kecintaan (kesadaran) terhadap Islam. Lahirnya radikalisme,
berlebihan dalam agama, menghapuskan watak Islam. Tidak
menghormati hubungan antar manusia, merupakan
kebodohan pengertian terhadap prinsip sunnah.
Akibatnya adalah tindakan anarkis (merusak).
Khothbah Jumat 7