You are on page 1of 7

ADIL

ISRAK MIKRAJ
BELAJAR MENGHADAPI TANTANGAN

Sudah lazim, setiap 27 bulan Rajab diperingati.


Didalamnya terdapat satu peristiwa kembar (Isra’ dan
Mi’raj) Muhammad SAW, pilar penting dalam rentetan
Risalah Islam.
Peristiwa pertama disebut Isra’.
Perjalanan malam hari Rasulullah SAW, berawal dari
Masjidil Haram (Makkah) dan berakhir di Masjidil Aqsha
(Baitul Maqdis, Palestina).
Kedua tempat itu telah diberkati sekelilingnya (alladzi
barakna haulahu), sebagai tempat diutusnya banyak Nabi
dan Rasul-Rasul sejak Ibrahim AS hingga Isa ibni Maryam.
Disekitar Baitulmaqdis telah diturunkan Kitab-Kitab
Allah, Taurat, Zabur, Injil, dan beberapa shuhuf, kepada
Rasul-Rasul Allah untuk dijadikan pegangan dalam Agama
Samawi. Menjadi bimbingan dan pedoman ummat manusia
dari masa ke masa.
Dikeliling Masjidil Haram (Makkah dan Madinah)
diwahyukan Al Quranul Karim kepada Muhammad SAW,
yang menjadi rahmat besar tiada ternilai untuk seluruh
penduduk alam ini, sampai akhir masa.
Perjalanan Isra’ merupakan bukti kemuthlakan
kekuasaan Allah Maha Pencipta (linuriyahuu min ayatina).
Yang Mampu (Al Qawiy-yun) merubah ruang dan waktu.
Tidak terpaut kepada dimensi-dimensi menurut batas akal
fikiran manusia.
Kecerdasan akal (intelektual inteligensia) manusia sangat
terbatas. Mengandalkan semata kemampuan rasio tidak
akan mampu mencerna peristiwa sangat spektakular ini.
Apalagi kalau yang menjadi ukuran bagi pembuktian
peristiwa ini hanyalah jarak, waktu, ruang dan dimensi
materi, berdasarkan hukum gerak dalam teori mekanika

Khothbah Jumat 1
PESAN RASULULLAH SAW
klasik Isaac Newton, atau mekanika modern Albert Einstein
sekalipun. Secara ringkas bisa disebutkan, bahwa suatu
kejadian menurut embanan teori realitivitas dalam dimensi
ruang dan waktu, belum ada satu benda melebihi
kecepatan maksimum (kecepatan cahaya). Kecepatan itu
bisa dicapai oleh materi yang memiliki massa diam nol, yakni
gelombang elektromagnet (seperti sinar gamma, sinar X, dan
cahaya). Konsekwensi teori (realitivitas) ini melahirkan suatu
kaedah, bahwa materi tidak dapat dimusnahkan, tidak dapat
diciptakan, tetapi dapat dikonversi kedalam bentuk atau
gelombang.
Perjalanan menempuh jarak antara Masjidil Haram
(Makkah) dengan Masjidil Aqsha (Palestina) dengan hasil
teknologi transportasi maju hari ini bisa ditempuh kurang
dari semalam, memakai kapal terbang, termasuk rumusan
mekanika klasik.
Akan tetapi, tingkat teknologi transportasi satu setengah
millenium lalu itu adalah Kuda, Onta, Keledai atau jalan
kaki. Ini yang menjadikan ilmuan Quraisy menentangnya.
Tidak masuk akal, kata mereka.
Pertanyaan berikutnya, kenderaan apakah yang dipakai
Muhammad SAW dalam perjalanan malam (Isra’) itu ???
Bila disebut dengan berkenderaan buraq (berasal dari
kata barq artinya kilat). Maka itupun dilihat sebagai suatu
yang berlebihan, selanjutnya juga sangat mustahil.
Kilat adalah satu gelombang elektromagnet dengan
kecepatan maksimum seperti kecepatan cahaya, sehingga
dengannya jarak matahari dan bumi bisa dijelang dalam
waktu delapan menit.
Sebenarnya Buraq (barq) tidak sama dengan kilat dalam
arti yang lazim. Karena memiliki kecepatan ‘sekejap mata’.
Mampu menempuh jarak sejauh mata memandang.
Kenyataan keseharian kita membuktikan bahwa mata
tanpa alat bantu bisa memandang bintang dilangit yang

2 H. Mas’oed Abidin
ADIL
jaraknya ribuan kali jarak matahari. Karenanya dapat
disimpulkan buraq bukanlah kilat dalam dimensi
pengertian umum dengan kecepatan melampuai cahaya.
Bahkan mungkin 18 juta kali kecepatan cahaya.
Sekali lagi, bila Muhammad masih terkungkung pada
dimensi ruang dan waktu, mustahil dia bisa bergerak
secepat kilat. Kecuali jika telah di ubah menjadi foton (paket
energi gelombang elektromagnet, yang kecepatannya sama dengan
cahaya). Bila itu yang terjadi, sangat sulit untuk kembali
kepada materi semula. Lebih rumit membayangkan terjadi
pada diri manusia seperti Muhammad. Kejadian ini diluar
jangkauan akal dan indera manusia. Akal tidak mampu
menggambar lintasan gerak yang terjadi. Bahkan ilmu
pengetahuan tidak mampu menuliskan persamaannnya
dalam teori gerak (mekanika) Newton ataupun Einstein.
Kedua teori gerak tersebut dalam kasus ini tidak berlaku
lagi.
Kata kuncinya terletak pada kata-kata “asraa” (kata kerja
transitif yang membutuhkan obyek) dan berasal dari
katakerja intransitif “saraa”, berarti telah berjalan malam
hari.
Obyek asraa adalah Muhammad. Kata-kata Isra’ diambil
dari bentuk mashdar saraa, sehingga secara harfiyah
diartikan perjalanan malam hari dari Masjidil Haram
hingga Masjidil Aqsha.
Sepenuhnya dalam perencanaan sampai pada
pelaksanaan perjalanan (baik dalam bentuk sarana, alat yang
dipakai, sifat perjalanan, waktu dan kecepatan) semata-mata
adalah absolut (muthlak) menjadi ilmu dan kekuasaan
Allah, Subhanallah. Secara bijaksana Allah memperlihatkan
kekuasaan muthlak itu dengan awalah kalimat “Subhanal-
ladzii” dan seterusnya. Maka peristiwa agung ini merupakan
wilayah iman (keyakinan). Berurat berakar pada kalbu (hati)
manusia. Mampu menumbuhkan kekuatan dalam (inner side)
bagi manusia berakal.

Khothbah Jumat 3
PESAN RASULULLAH SAW
    
”Innahu huwa as-sami’ ul-bashir”,artinya “sungguh Dia
(Allah) Maha Mendengar lagi Maha Melihat”. (QS.17:1).

Peristiwa kedua adalah Mi’raj (naik ketempat yang paling


tinggi). Dibuktikan oleh Allah dalam Firman-Nya,
      
  
   
       
        
     
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu
(dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di
Sidratil Muntaha. Didekatnya ada surga tempat tinggal,
(Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha
diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya
(Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan
tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan-Nya yang
paling besar” (QS.53,An-Njm,ayat 13-18).
Nabi Muhammad SAW melihat Jibril untuk pertama
kalinya dalam bentuk asli itu adalah tatkala diturunkan
wahyu pertama Surat Al ‘Alaq (96) ayat 1-5. Keabsahan
penglihatan Muhammad ini diperkuat oleh Wahyu Allah
QS.53,An-Najm, ayat 1-14.
Peristiwa kedua ini lebih menakjubkan dari peristiwa
pertama. Lebih susah membayangkan dan sulit
menerimanya, bila hanya mengandalkan kemampuan rasio
semata. Namun, sangat mudah diterima bila kemampuan
rasio didasari haqqul-yaqin (keyakinan atas kemuthlakan
Allah Yang Maha Kuasa).

4 H. Mas’oed Abidin
ADIL
Haqqul yaqin, adalah puncak dari ilmul yaqin.
Keyakinan ini akan menjadi landasan utama pandangan
hidup tauhid (tauhidic weltanschaung). Selanjutnya akan
memperkokoh kekuatan intelektual seseorang. Akan
mampu menjalin emotional inteligensia dengan kekuatan
rasio. Dan menjadi ukuran kadar kecerdasan. Akhirnya akan
menguasai nilai-nilai keseimbangan (tawazunitas).

Ada tiga nilai dasar dalam peristiwa besar ini ;


• Ujian Iman (nilai aqidah) yang melahirkan pengakuan
bahwa kekuasaan yang muthlak hanya ada pada
kekuasaan Allah.
• Kesadaran ilmiah bahwa kemampuan rasio sangat tidak
berarti apabila tidak dilandasi oleh keyakinan tauhid.
• Kekhusyukan ibadah merupakan pembuktian adanya
keyakinan tauhid dalam menempuh kehidupan nyata
sebagai suatu kepantasan yang sangat rasional.

Hikmah dari dua peristiwa spektakular ini


1. Pengukuhan iman berkaitan dengan pengakuan atas
kemuthlakan kekuasaan Allah, yang pada tahap
selanjutnya akan menanamkan kesadaran mendalam atas
lemahnya kekuatan rasio manusia bila tidak dilandasi
aqidah (keyakinan tauhid),dan pada bagian akhirnya
akan melahirkan ketaatan penghambaan hanya terhadap
Ma’bud (hanya Allah yang berhak disembah).
2. Bukti atas keutusan Muhammad SAW sebagai Rasul
Allah, dengan segala kemuliaan (mukjizat) selaku
Khataman Nabiyyin (penutup segala nabi-nabi), dan
merupakan pembuktian Al Quranul Karim yang teruji
secara ilmiah.

Khothbah Jumat 5
PESAN RASULULLAH SAW
3. Kerelaan dan ketaatan sebagai bukti kesetiaan kepada
Allah, dengan keteguhan mempedomani hidayah Allah
(Al Quran) dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya.
PERGESERAN NILAI
Sekarang, kita menyaksikan satu kondisi terjadinya
pergeseran pandangan masyarakat dunia dewasa ini. Maka
umat Islam wajib berperan aktif kedepan diabad XXI.
Dengan upaya menjadikan firman Allah sebagai aturan
kehidupan. Melaksanakan secara murni konsep agama
dalam setiap perubahan, agar peradaban kembali
gemerlapan.
Berpaling dari sumber kekuatan murni, Kitabullah
dan Sunnah Rasul, dengan menanggalkan komitmen prinsip
syar’i dan akhlak Islami akan berakibat fatal untuk umat
Islam, bahkan penduduk bumi. Pada gilirannya umat Islam
akan menjadi santapan konspirasi dari kekuatan asing.
Konsekwensinya adalah wilayah yang sudah terpecah
akan sangat mudah untuk dikuasai.
Kembali kepada watak Islam tidak dapat ditawar-tawar
lagi. Bila kehidupan manusia ingin diperbaiki. Tuntutannya
agar umat lahir kembali dengan iman dan amal nyata.
• Tatanan masyarakat harus dibangun diatas landasan
persatuan (QS.al-Mukminun:52).
• Mayarakat mesti ditumbuhkan dibawah naungan
ukhuwwah (QS.al-Hujurat:10).
• Anggota masyarakatnya didorong hidup dalam prinsip
ta’awunitas (kerjasama) dalam al-birri (format
kebaikan) dan ketakwaan (QS.al-Maidah:2).
• Hubungan bermasyarakat didasarkan atas ikatan
mahabbah (cinta kasih), sesuai sabda Rasul: “Tidak
beriman seorang kamu sebelum mencintai orang lain
seperti menyayangi diri sendiri”.
• Setiap masalah diselesaikan dengan musyawarah
(QS.asy-Syura:38).

6 H. Mas’oed Abidin
ADIL
• Tujuan akhirnya, penjelmaan satu tatanan masyarakat
yang pantang berpecah belah (QS.Ali Imran:103).
Rahasia keberhasilan adalah “tidak terburu-buru” (isti’jal)
dalam bertindak. Tidak memetik sebelum ranum. Tidak
membiarkan jatuh ketempat yang dicela. Kepastian amalan
adanya husnu-dzan (sangka baik) sesama umat. Mengiringi
semua itu adalah tawakkal kepada Allah.
Dalam tatanan berpemerintahan, kekuasaan akan
berhasil jika menyentuh hati nurani rakyat banyak, sebelum
kekuasaan itu menjejak bumi. Ukurannya adalah adil dan
tanggap terhadap aspirasi yang berkembang. Takarannya
adalah kemashlahatan umat banyak. Kemasannya adalah
jujur secara transparan. Kekuatan hati (dhamir) penduduk
(rakyat) terletak pada ditanamkannya kecintaan yang tulus.
Menghidupkan energi ruhanik lebih didahulukan
sebelum menggerakkan fisik umat. Titik lemah umat karena
hilangnya akhlaq (moralitas) Islami.
Enggan memahami syari’at, berakibat hilangnya
kecintaan (kesadaran) terhadap Islam. Lahirnya radikalisme,
berlebihan dalam agama, menghapuskan watak Islam. Tidak
menghormati hubungan antar manusia, merupakan
kebodohan pengertian terhadap prinsip sunnah.
Akibatnya adalah tindakan anarkis (merusak).

Khothbah Jumat 7

You might also like