Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan.
Pemilihan system pertahanan territorial oleh sebuah negara, pada dasarnya dengan
pertimbangan karena wilayah negara yang relatif kecil dan populasi penduduknya yang
sedikit, sehingga semua warga negara dan sumberdaya dilibatkan sebagai kekuatan
pertahanan. Pelibatan warga negara dalam memperkuat pertahanan tidak terbatas pada
pria saja tetapi wanita juga mendapat kewajiban yang sama. Kepentingan negara
dalam melibatkan seluruh warga negaranya dalam pertahanan negara, tidak hanya untuk
kepentingan perang, tetapi kebijakan negara dalam melibatkan warga negara dan
komponen kekuatan negara, selama masa damai lebih ditujukan untuk membiasakan
seluruh warga negaranya agar bersikap disiplin, tertib, respek dan terutama cinta tanah
air. Dengan menanamkan sikap ini, negara dapat menilai dan mengukur sampai sejauh
mana jiwa nasionalisme warganegaranya dalam pertahanan negara.
Kesiapan warga negara semenjak awal dalam misi negara, akan memudahkan negara
dalam mengorganisir dan mengendalikan warga negara serta kekuatan nasional lainnya.
Apabila suatu saat negara menghadapi perang karena negara diserang musuh maka
seluruh warga negara telah siap menjadi anggota organisasi militer serta siap mengangkat
senjata, melawan musuh.
Adam Robert (1986; 34) membuat definisi tentang pertahanan wilayah yaitu :
"Territorial defence is a system of defence in depth; it is the governmentally-organized defence
of a state's own territory, conducted on its own territory. It is aimed at creating a situation, in
which an invader, even though he may at least for a time gain geographical possession of part or
all of the territory, is constantly harassed and and attacked from all sides. It is a form of defence
strategy which has important organnational implications, being liable to involve substantial
reliance on a citizen army, including local units of a militia type.
Characteristically, a territorial defence system is based on weapons systems, strategies and
methods of military organization which are better suited to their defensive role than to
engagement in major military actions abroad".
Pertahanan teritorial adalah sistem pertahanan secara mendalam; suatu bentuk pertahanan
yang dibuat pemerintah yang terorganisir di wilayah negara dan dilakukan di wilayahnya
sendiri. Hal ini ditujukan untuk menciptakan situasi, di mana penyerbu, telah menguasai
sebagian atau seluruh wilayah negara, terus diganggu dan diserang dari semua sisi. Ini adalah
bentuk strategi pertahanan yang memiliki implikasi organisasi penting, yang berimplikasi besar
2
terhadap organisasi yang bertanggung jawab untuk menggantungkan harapan besar dengan
melibatkan pada tentara warga negara, termasuk unit lokal dalam bentuk milisi. Karakteristik,
sistem pertahanan teritorial didasarkan pada sistem senjata, strategi dan metode organisasi
militer yang lebih berperan sebagai pertahanan daripada keterlibatan dalam aksi militer besar di
luar negeri "
Untuk dapat mewujudkan kondisi seperti dalam definisi ini, tidak cukup hanya
dengan perhatian seadanya, namun membutuhkan pemikiran yang komprehensif.
Tidak cukup hanya dengan sebuah strategi, tetapi dibutuhkan Grand Strategi sebuah
negara, agar semua aspek dalam penyiapan pertahanan dalam mempertahankan
kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa dapat diwujudkan.
Trend ancaman yang berkembang saat sekarang tidak hanya ancaman keamanan
secara fisik saja, namun ancaman yang bersifat menyeluruh dalam setiap sendi kehidupan
bangsa dan negara. Perkembangan sejauh ini dapat dilihat bagaimana ancaman terhadap
perekonomian, politik, sosial budaya dan bidang lain yang pada muaranya akan
3
Vietnam berhasil melepaskan diri dan menjadi negara merdeka. Apakah perlawanan
seperti itu hanya menggunakan semangat saja, suatu hal yang tidak mungkin, perlu
kebijakan negara menyiapkan senjata dan logistik lainnya serta memperkuat strategi
militer.
Perang, terlalu penting bila hanya diserahkan kepada militer, karena perang adalah
urusan negara, yang harus disiapkan oleh seluruh komponen bangsa, secara olitik,
ekonomi dan sosial budaya. Carl Von Clausewitz mengatakan bahwa perang adalah
kelanjutan dari politik, perang tidak selalu menggunakan kekerasan, tetapi dapat
dilakukan dalam bentuk lain, pada intinya kemenangan perang sudah diraih apabila dapat
memaksa fihak lain mengikuti kemauan fihak penekan.
Peparangan generasi ke 4 memiliki target yang jauh lebih dalam, sasaran perang
pada generasi ke 4 bukan secara fisik pada takluknya pasukan musuh, Akan tetapi
diarahkan lebih dalam dan langsung menyerang pada keruntuhan motivasi politik pihak
lawan. Pada level strategi, target peperangan pada generasi ini adalah menyerahnya
motivasi pembuat kebijakan difihak lawan, sehingga kemenangan strategis diperoleh
dengan serangkaian serangan terkoordinasi dan simbolik melalui ragam cara untuk
menghacurkan infrastruktur eknomi, social budaya dan Politik Negara, yang akan
meruntuhkan semangat perlawanan pemimpin Politik Negara.
Politik adalah wilayah sipil dan Menteri adalah jabatan politik, oleh karenanya
menteri adalah jabatan sipil. Dalam politik Indonesia sipil yang memegang posisi kunci
dalam jabatan politik saat ini masih belum memahami konsep dan strategi pertahanan
untuk menjaga kedaulatan Indonesia. Sipil sangat penting memiliki pengetahuan dan
memahami konsep pertahanan. Pemahaman terhadap pertahanan Negara, merupakan
kebutuhan dan sangat diharapkan pada para politisi sipil, karena mereka perlu memahami
bahwa. Pertahanan adalah persoalan bangsa, bukan bagian TNI saja. Tanpa dukungan
sipil yang faham pertahanan akan sulit mewujudkan keseimbangan, akan sulit
melaksanakan pertahanan secara optimal.
Pada 400-320 tahun sebelum masehi, Su tzu telah menyusun sebuah seni perang, yang
dikenal dengan Su Tzu Art of War,sebagai buku filsafat militer dan pertama kalinya
dikembangkan di Jepang pada tahun 716 – 735 Masehi. Tjio Tjiang Feng (2009;iii)
5
Setelah berakhirnya perang dunia I, sebagian besar negara berharap bahwa perang
ini menjadi perang terakhir dan tidak berharap terjadi perang lagi. Akan tetapi dengan
berjalannya waktu, perubahan politik dan kepemimpinan, ternyata masih muncul Perang
Dunia II, yang melibatkan hampir seluruh wilayah di dunia. Akibat dari perang dunia II
ini akhirnya konsep kolonialis mendapat tentangan dari semua negara koloni, dan secara
berangsur-angsur negara-negara koloni menjadi negara merdeka, baik melalui perjuangan
atau diberikan kemerdekaan oleh pihak kolonial.
Tidak hanya berhenti sampai disana, ternyata, pertentangan ideologi antar kutub
kekuatan telah menciptakan bentuk perang baru yaitu perang dingin, sebagai pertentangan
perbedaan ideologi antara kekuatan barat yang dipimpin Amerika dan dibagian Timur
dipimpin oleh Uni Soviet. Pertentangan ideologi juga akhirnya berkembang menjadi
perlombaan senjata nuklir. Fihak barat maupun fihak timur, masing-masing menggelar
pasukan disepanjang perbatasan dan menempatkan senjata-senjata pelempar hulu ledak
nuklir di wilayah masing-masing. Meskipun selama perang dingin tidak terjadi perang
secara nyata, namun ketegangan yang terjadi sangat menyita konsentrasi para pemimpin
Amerika dan Soviet. Kehadiran dua kekuatan tersebut hanya terjadi pada wilayah untuk
memperebutkan pengaruh masing-masing, seperti yang terjadi di Korea, perebutan
pengaruh yang menyebabkan perang. Bomb nuklir yang pernah diledakkan untuk
kepentingan perang justru terjadi pada akhir perang dunia II, dimana Amerika
menjatuhkan Bomb Nuklir di jepang dengan sasaran kota Nagasaki dan kota Hirosima,
yang menjadi alasan Kaisar Jepang menyerah kalah tanpa syarat.
6
Dengan kehancuran Soviet, kekuatan dunia menjadi terpusat pada satu Kutub
yaitu Amerika sebagai Negara Adidaya, sebagai satu-satunya kekuatan dan menjadikan
dirinya sebagai polisi dunia, yang dapat melakukan aksi semena-mena yang didukung
oleh negara-negara lain sebagai sebuah aliansi, dengan mengabaikan keberadaan
Perserikatan bangsa-bangsa. Kondisi ini menyebabkan perlawanan dari kekuatan lain
yang tidak mampu menghadapi kekuatan yang dimiliki oleh Amerika secara langsung,
sehingga perlawanan dilakukan dalam bentuk Asymetry yang dinyatakan dengan
menerapkan taktik bertempur layaknya Insurjen, dan dengan berjalannya waktu aksi
insurjensi berkembang menjadi Terrorism. Puncak aksi terror terhadap Amerika
terlihat pada tragedi 11 september 2001, yang mendorong Amerika untuk menyatakan
perang terhadap terror dan dengan menggunakan diplomasi koersif, mengajak negara lain
didunia untuk mengikuti keinginannya, dengan pernyataan bahwa negara manapun yang
mengikuti cara Amerika memerangi terror akan menjadi teman sedangkan yang menolak,
akan menjadi musuh.
Situasi mencekam, dimana negara masih menghadapi ancaman perang dan invasi
dari negara lain, sementara PBB dengan piagamnya menyatakan bahwa setiap negara
berhak atas kedaulatan negara masing-masing, pada akhirnya dunia mengupayakan
perdamaian abadi, tanpa kekerasan berbentuk perang. Namun apakah akan berhenti
seperti itu ? Sebuah negara besar tentu saja akan menanamkan hegemoni secara luas,
dengan menerapkan strategi perang secara lunak, menguasai negara lain dengan kekuatan
politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan. Dengan cara yang halus namun
menjadikan negara lemah akan kehilangan kedaulatannya.
7
Satu-satunya cara menghindari hal ini adalah dengan meningkatkan daya saing
yang disampaikan Yuwono Sudarsono, Changing Role of Indonesian Military, 2008 ,
sehingga sebuah negara seperti Indonesia, yang masih pada kondisi negara berkembang,
perlu memberdayakan sumber daya manusia, untuk menguatkan semua aspek kehidupan
agar tidak mudah dipengaruhi dan dikendalikan kekuatan dari luar. Tanpa upaya itu,
ancaman akan muncul dari dalam, berupa kemiskinan, pengangguran, hilangnya lapangan
kerja dan hilangnya kemampuan meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apabila ancaman
dari dalam ini tidak dapat tertangani, akan memunculkan kondisi negatif, yang membuka
peluang fihak asing menanamkan pengaruhnya untuk memotivasi rakyat tidak lagi
mempercayai pemerintah dan pada ujungnya melakukan pemberontakan, perlawanan
kepada pemerintah. Dalam kondisi seperti yang digambarkan ini maka fihak asing yang
berkepentingan akan melakukan intervensi, dengan alasan kemanusiaan, meskipun
terselubung niat untuk menguasai Indonesia.
Persepsi yang berkembang di Indonesia saat ini yang masih tertanam difikiran
sebagian besar politikus yang menganggap bahwa tidak ada ancaman yang berbentuk
agresi atau invasi militer terhadap Indonesia. Bahkan Kementrian pertahanan dalam
buku ( putih/doktrin /strategi pertahanan) menyatakan secara jelas bahwa kemungkinan
adanya agresi militer sangat kecil kemungkinannya. Sebuah negara yang menganggap
bahwa tidak ada ancaman bagi negaranya, akan sulit mengembangkan kekuatan
pertahanan. Sementara negara lain berfikir bukan ada atau tidaknya ancaman, tetapi
mereka memfokuskan pada pesaing, mereka menganggap bahwa semua negara dapat saja
suatu saat menjadi musuh dan musuh yang paling mungkin adalah tetangga terdekat.
Oleh karenanya tetangga terdekat itulah yang dianggap sebagai pesaing. Beberapa
peneliti mempelajari tentang perkembangan penyiapan pertahanan sebuah negara yang
akhirnya memunculkan sebuah pendapat yang disebut sebagai dilema keamanan. Dilema
keamanan diterjemahkan sebagai sebuah perkembangan kekuatan pertahanan negara.
Kebijakan pertahanan sebuah negara akan menjadi bahan pertimbangan negara lain dalam
mengembangkan kekuatan pertahanan negara masing-masing, terutama bagi negara-
negara yang bertetangga. Seorang pemimpin militer Indonesia pernah mengatakan
bahwa bila waktu lampau terjadi perang, dan diikuti lagi dengan perang, maka pada masa
8
depan sangat mungkin terjadi perang. Entah apa penyebabnya, kemungkinan perang
dimasa depan masih terbuka.
Sebagai akibat persepsi yang dipikirkan oleh para politikus, yang menganggap
tidak ada lagi ancaman perang, sehingga mereka mengganggap bahwa Indonesia hanya
butuh menyediakan “mentega” bagi rakyat dengan pengertian bahwa mengutamakan
kesejahteraan, yang dalam perjalananya belum juga kunjung dicapai karena masing-
masing bidang saling bersaing demi kepentingan sektornya, merasa seolah-olah hanya
sektornya yang paling menentukan, sehingga upaya meningkatkan kerjasama yang efektif
untuk menyelesaikan permasalahan secara terfokus, belum terlihat secara nyata.
permasalahan keamanan Nasional, salah satu negara yang belum menerapkan kebijakan
tentang keamanan nasional salah satunya adalah Indonesia diantara sedikit negara yang
tidak menerapkan kebijakan keamanan nasional. Keamanan nasional pada hakekatnya
adalah kerjasama antar institusi untuk menghadapi setiap permasalahan negara, sesuai
dengan bentuk dan jenis permasalahan, sehingga setiap institusi yang memiliki sektor
tanggung jawab, masing-masing wajib menyiapkan perangkat sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya ancaman dan menghadapi munculnya ancaman, yang dalam istilah
umum dikenal dengan nama rencana kontijensi. Setiap sektor menyusun kajian, atas
penerapan strategi yang telah disusun, apakah kemungkinan ancaman yang akan timbul
dan bagaimana mencegah serta bila tidak dapat dicegah, maka bagaimana
menghadapinya, agar ancaman tersebut tidak menghancurkan infrastruktur yang telah
dibangun. Dengan pemikiran seperti ini maka tidak ada satu sektor yang menjadi
dominan terhadap sektor lain, tetapi setiap sektor sesuai dengan hubungan kerjanya, dapat
saling memperkuat dan saling mendukung, untuk menghindari setiap kemungkinan
ancaman. Dengan telah tersusunnya rencana menghadapi kontijensi, maka setiap sektor
akan dapat menyusun rencana-rencana aksi sesuai tugas dan tanggung jawab sektornya
dalam menghadapi ancaman baik terhadap sektornya sendiri maupun sebagai bantuan
bagi sektor lain yang berkaitan dengan sektornya.
Sebuah negara sebesar Indonesia, tidak boleh merasa aman dari kemungkinan
ancaman dari fihak lain, karena dengan demikian akan melupakan kesiapan pertahanan
negara, oleh sebab itu, Indonesia tidak boleh hanya memilih menyediakan “Butter” dan
melupakan “gun” tetapi sebaiknya perlu mempertimbangkan seberapa banyak “butter”
10
dan seberapa banyak “gun” yang harus disediakan negara untuk menyelamatkan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan rakyatnya.
Dalam sebuah organisasi, selalu harus ada keseimbangan antara kesejahteraan dan
kesiapsiagaan, tidak boleh terjadi dalam suatu organisasi hanya memprioritaskan salah
satu unsur tersebut, karena akan mengakibatkan merosotnya disiplin dan merongrong
kekuatan organisasi. Negara adalah sebuah organisasi besar yang juga harus
menyeimbangkan antara kesejahteraan dan kesiapsiagaan, tidak boleh hanya mengurusi
salah satu dari dua unsur tersebut. Bila negara sebagai sebuah organisasi hanya memilih
kesejahteraan, bila terjadi perubahan situasi dunia, dan negara mendapat ancaman musuh,
maka dalam sekejap negara akan runtuh dan penderitaan rakyat semakin besar karena
menjadi rakyat jajahan. Akan tetapi juga tidak perlu memprioritaskan hanya melengkapi
alut sista militer dan membiarkan kesejahteraan diabaikan, karena akan membuat rakyat
miskin dan menderita. Oleh sebab itu kesejahteraan dan pertahanan negara harus dapat
berjalan seiring dan mendapat porsi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan negara.
“Now the reason the enlightened prince and the wise general conquer the enemy
whenever they move and their achievements surpass those of ordinary men is
foreknowledge. What is called ‘foreknowledge’ cannot be elicited from spirits, nor
from the gods, nor by analogy with past events, nor from calculations. It must be
obtained from men who know the enemy situation”.
Meramalkan masa depan sebuah negara, tidak didapat dari bantuan arwah atau
hanya menunggu petunjuk tuhan, bukan hanya melalui perhitungan saja, tetapi
membutuhkan orang-orang yang mengetahui benar tentang musuh. Musuh dalam hal ini
adalah para pesaing. Perlu diingat bahwa perang generasi keempat diawali dengan
meruntuhkan infrastruktur ekonomi, politik dan sosial budaya, yang menghacurkan
semangat perlawanan para elit politik. Dalam tulisan Daoed Joesoef mengutip kalimat
Mao Zedong, menghancurkan sebuah negara, yang paling mudah adalah dengan
menghancurkan infrastruktur ekonomi sebuah negara. Perekonomian negara yang porak
poranda, menimbulkan ketidak percayaan rakyat atas kinerja pemerintah dan
menimbulkan perpecahan dan pemberontakan. Dalam keadaan kacau seperti itu,
kekuatan militer asing akan sangat mudah menghacurkan negara dan kekuasaan atas
kedaulatan beralih kepada negara penyerang. Indonesia dengan pola penanganan
perekonomian yang belum memperhatikan bagaimana ekonomi rakyat secara mendasar,
menyebabkan kemiskinan yang meluas, rakyat menderita, meskipun negara menghitung
11
tingkat pencapaian dalam perkembangan ekonomi nasional yang tinggi, namun tidak
meyentuh perekonomian rakyat secara umum, kepercayaan rakyat atas pemerintah
menjadi rendah, yang memancing intervensi asing untuk menanamkan pengaruhnya
kepada rakyat, untuk melakukan perlawanan dan bahkan pemberontakan. Bila ini
terjadi, dengan pola penyiapan kesiap siagaan militer yang sangat renah di Indonesia,
maka bersiap untuk menjadi masyarakat terjajah kembali.
Untuk mencapai perdamaian, bersiaplah untuk perang. Sebuah istilah yang sudah
lama dikenal dikalangan para ahli strategi dan para penguasa negara. Dengan pemikiran
seperti ini maka tidak sebuah negarapun yang tidak menyiapkan negaranya untuk
menghadapi situasi terburuk yang mungkin bakal dihadapi. Dalam sebuah negara unsur
militer hampir selalu ada, karena bila sebuah negara terbentuk, maka tugas utama negara
tersebut adalah menyelamatkan negara dari ancaman negara lain. Indonesia menyatakan
bahwa perang adalah pilihan terakhir, Indonesia cinta damai, tetapi lebih mencintai
kemerdekaan, yang mengandung arti bahwa Indonesia bersama-sama dengan negara lain
didunia berusaha untuk menciptakan perdamaian, namun bila menyangkut ancaman
terhadap kedaulatan negara, Indonesia harus siap berperang untuk mempertahankan
kemerdekaan.
Dengan kenyataan seperti itu, seharusnya tidak ada alasan bagi indonesia untuk
tidak meningkatkan kemampuan militer. Sebuah negara sebesar Indonesia, dimana
wilayah terluas adalah laut, dengan perbandingan 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan,
yang didalamnya terkandung kekayaan alam yang berlimpah, sementara Indonesia belum
mampu mengolahnya secara optimal, peluang yang dapat diambil adalah bagaimana
mengamankan asset yang dimiliki, sambil mempersiapkan sumberdaya untuk
mengolahnya dikemudian hari. Pemerintah menyadari brahwa setiap tahun Indonesia
menderita kerugian sebesar 50 triliun karena pencurian kekayaan laut. Keadaan ini
terjadi karena kemampuan mengendalikan laut sangat lemah yang menyebabkan
keleluasaan bagi para pencuri kekayaan alam laut melakukan aksinya di laut Indonesia.
Wilayah yang sangat luas sementara kemampuan mengawasi dan mengendalikan wilayah
tidak dapat dilakukan secara optimal, akan menimbulkan munculnya wilayah yang tidak
dapat dikendalikan , dalam istilah internasional disebut sebagai “ungovern places”
dimana pada wilayah seperti ini dapat saja kekuatan lain melakukan aktifitas yang akan
merugikan Indonesia. Demikian juga halnya wilayah udara, dengan luas wilayah udara
12
Apa tujuan negara ini, sesuai dengan undang-undang dasar 1945, adalah
merupakan tujuan nasional yang harus dicapai dan untuk mencapainya tidak dapat
dilakukan hanya oleh satu atau dua institusi saja. Akan tetapi harus dilakukan bersama-
sama, secara simultan masing-msing sektor melakukan tugas dibidangnya dan saling
mendukung dan saling membantu. Untuk dapat saling mendukung dan saling membantu
harus ada kesepahaman tentang persepsi tentang apa yang ingin dicapai oleh negara dan
bangsa ini. Setiap sektor harus berusaha menemukan hubungan keterkaitan dengan sektor
13
lain, agar upaya koordinasi dapat berlangsung searah, upaya kerjasama antar sektor dapat
berjalan karena kesamaan kepentingan dalam mencapai sasaran pembangunan. Upaya
ini dapat berbentuk sebagai Grand strategi yang didokumentasikan, yang menjadi
pedoman bagi penyusunan strategi setiap sektor untuk dapat mencapai sasaran dalam
menunjang pencapaian tujuan nasional.