Professional Documents
Culture Documents
Bab ini menyediakan suatu perspektif alternatif banyak dari model yang dapat
dipertimbangkan sampai sekarang yang terdapat pada buku ini. Seperti anda akan
lihat, terapi feminis menaruh jenis kelamin dan menggerakkannya pada proses
pengobatan. Hal ini didasarkan pada pendapat yang mengatakan bahwa penting
untuk dipertimbangkan dalam kontek sosial dan konteks budaya yang berperan untuk
mengangkat persoalan seseorang dalam rangka memahami orang itu. ( Jerry Corey's)
pelatihan yang saya miliki tidak meliputi suatu perspektif dalam terapi feminis,
sebetulnya, suatu sisiem atau multicultural perspective- dimana sudah saya yakini
bahwa perspektif terapi feminis menawarkan suatu pendekatan unik pada pemahaman
peran kedua-duanya yaitu wanita dan pria dimasyarakatkan untuk menerima.
Perspektif ini juga mempunyai implikasi penting untuk pengembangan teori dan
untuk mengembangkan bagaimana praktisi campurtangan dengan populasi klien yang
berbeda-berbeda.
Suatu konsep utama pada terapi feminis adalah tekanan secara psikologis pada wanita
dan batasan yang memaksakan dengan status secara sociopolitical dimana wanita
telah diturunkan derajatnya. Kultur yang lebih dominan menguatkan kita pada
bersikap tunduk dan self-sacrificing kepribadian yang ada pada wanita. Sosialisasi
pada wanita yang tak bisa diacuhkan mempengaruhi pengembangan identitas mereka,
konsep pribadi, tujuan dan cita-cita, dan kesehatan emosional.
Mayoritas klien yang bekerja pada konsultasi wanita, dan mayoritas praktisi
psikoterapi di tingkatan guru adalah wanita. Seperti itu, kebutuhan akan suatu teori
hal itu selalu meningkat dari pemikiran dan ekspresi wanita terapi yang nampak
kepercayaan diri. Namun kebanyakan teori yang secara kebiasaan diajarkan
mencakup psikoanalisa, Adlerian Therapy, Gestalt Therapy, Behavior Therapy,
Reality Therapy, dan Person-Centered Therapy yang ditemukan oleh lelaki kulit putih
dari budaya Barat ( Amerika Atau Mengenai Eropa).
Terapis feminis sudah menantang asumsi yang berorientasi pada lelaki mengenai apa
yang mendasari suatu individu yang sehat dan mengangkat beberapa pertanyaan
kritis: Mengapa adalah wanita lebih sering mendiagnose dengan tekanan dibanding
dengan orang lain di masyarakat kita? Dapatkah teori yang dikembangkan oleh pria
kulit putih dari Kultur barat yang sewajarnya melayani kebutuhan klien wanita untuk
menasihati? Kebutuhan akan selera warna wanita? Dari yang lainnya yang
mengalami marginalisasi dan tekanan di masyarakat kita?
Awal terapis feminis memusat pada tekanan wanita-wanita dan terutama semata
mencerminkan pandangan dan pengalaman dari Wanita-Wanita kulit putih sebagian
besar kelas menengah. Modern Feminisme menekankan suatu pendekatan terintegrasi
yang meliputi suatu pemahaman berbagai tekanan, multicultural kesadaran, dan
multicultural kemampuan/ wewenang ( Beardsley, Besok, Castillo,& Weitzman,
1998).
Terapi feminis masa kini percaya bahwa jenis kelamin tidak bisa dipisahkan dari area
lain, identitas seperti ras, ethnicas, kelas, dan orientasi seksual.
Versi terapis feminis jaman ini dan multicultural mendekati pada suatu praktek
menasihati yang mempunyai sebagian besar common-both, dari pendekatan ini
menyediakan suatu perspektif sistematis berdasar pada pemahaman konteks perilaku
sosial. Both1Perspectives adalah berdasarkan asumsi perubahan sosial yang
merupakan suatu kunci untuk menyempurnakan perubahan individu. Bab ini
menggambarkan tentang alasam umum kerjasama dalam pendekatan oleh terapis
feminis dan multicultural pada clinical praktek.
Terapi feminis telah mengembang;kan suatu cara yang dilakukan orang desa, dalam
menjawab tantangan dan munculnya akan kebutuhan wanita (Brabeck&Brown,1997),
Secara individual tidak dapat dikenali siapa pendiri dari pendekatan ini, dan
sejarahnya secara relatif ringkas. Permulaan pejuang hak terapis feminis dapat diusut
kepada pergerakan wanita pada tahun 60-an, suatu waktu ketika wanita-wanita mulai
mempersatukan suara mereka untuk menyatakan ketidak puasan mereka dengan
pembatasan dan membatasi wanita dari peran wanita tradisional. Kelompok
Consciousness-Raising, di mana wanita-wanita datang bersama-sama untuk berbagi
persepsi dan pengalaman mereka, membantu wanita-wanita yang secara individu
menjadi sadar bahwa mereka bukan hanya pandangan mereka, Suatu perserikatan
wanita mengembangkan, dan sebagian dari jasa yang meningkat dari keinginan
wanita-wanita secara kolektif untuk meningkatkan masyarakat mencakup tempat
perlindungan untuk wanita-wanita yang disiksa, pusat krisis bagi wanita yang
diperkosa, dan kesehatan wanita-wanita dan pusat kesehatan reproduktif.
Kelompok Consciousness-Raising memiliki dampak penting pada wanita-
wanita, tetapi kelompok ini tidak mengarahkan untuk merubah secara psikoterapi
karena ia secara kebiasaan dilatih. Bantuan diri, bukannya secara " profesional"
bantuan, telah dipertimbangkan dengan gaya yang paling manjur untuk membantu
wanita-wanita untuk membebaskan diri dari; bebas dari batasan peran dan sikap
sebagai hasil sosialisasi awal mereka. Sebab hubungan dalam upaya pengobatan
sangatlah hirarkis, dengan kekuasaan yang dimiliki oleh terapis, psikoterapi telah
dipandang sebagai orang yang mempertahankan kekuasaanya pada suatu pemikiran
tententu. Perubahan pada psikoterapi terjadi hanya ketika wanita-wanita therapists
yang diikut sertakan consciousness-raising. kelompok dan telah diubah oleh
pengalaman mereka, terapi feminis yang dibentuk. Mereka menggolongkan terapi
tersebut dari norma-norma yang sama sebagai consciousness-raising kelompok,
mencakup nonhierarchical struktur. pembagian sama sumber daya dan kekuasaan,
dan empowerment wanita-wanita yang bisa dicapai oleh praktek jalan dan
ketrampilan baru sedang berada dalam suatu lingkungan yang aman.
Prinsip terapi feminis juga mulai temukan cara mereka dalam pekerjaan
dimana banyak wanita therapists dengan klien sedangan lakukan secara individu
dengan klien mereka. Percaya bahwa konseling pribadi adalah juga suatu alat sah
untuk mempengaruhi perubahan, mereka memandang therapy sebagai persekutuan
antara sesama. Sebagaiman therapists, menjadi sensitip kepada kekuatan dinamika
yang berpotensi merusak dalam berterapi, mereka mulai membangun kualitas dalam
proses terapi. Mereka mengambil cara berpendirian therapy yang diperlukan untuk
memindah dari kepercayaan pada suatu psychopathology perspektif intrapsikis (di
mana sumber suatu sakit ingatan atau ketidak bahagiaan perempuan berada di
dalamnya) pada suatu fokus atas pemahaman kekuatan mengenai penyakit pada kultur
yang merusak dan menghambat wanita.
Suatu riset pada penyimpangan jenis kelamin bermunculan pada tahun 1970,
yang membantu terapi feminis memiliki gagasan lebih lanjut, dan organisasi mulai
membantu perkembangan pengembangan terapi feminis. Antar lain adalah Asosiasi
untuk Wanita-Wanita Psikologi ( AWP) dan berbagai usaha oleh Asosiasi Psikologis
Amerika (APA), mencakup Gugus Tugas pada Penyimpangan Jenis kelamin Dan
Peran Jenis kelamin (APA, 1975), Divisi APA'S 35 ( Masyarakat untuk Psikologi
Wanita), dan APA'S ( 1979) Divisi 17 " Prinsip Mengenai pengobatan dan terapi
feminis," Yang menetapkan pengetahuan penasihat, sikap, dan ketrampilan yang
penting untuk secara efektif ditujukan pada isu gender dalam proses konseling. Dasar
Pengetahuan konseling meliputi hal-hal yang sangat erat hubungannya dengan
biologi, psikologis, dan isu sosial yang mempengaruhi wanita-wanita dan orang.
Sebagai tambahan, penasihat harus menguji sikap pribadi mereka sendiri tentang
penyimpangan jenis kelamin dan sexism untuk memahami berbagai macam tekanan
yang tidak mempengaruhi klien mereka.
Tahun 1980 telah ditandai oleh usaha untuk menggambarkan terapi feminis
sebagai suatu kesatuan dalam hak-hak yang harus dimiliki oleh wanita ( Enns, 1993),
dan therapy individu adalah paling sering mempraktekkan oleh format terapi femins
( Kaschak, 1981). Gilligan'S ( 1977, J 982) bekerja pada suara wanita-wanita yang
berbeda dan kesusilaan kepedulian dan pekerjaan Miller (1986) dan Sarjana Stone
Center pada self-in-relation model (sekarang dikenal dengan sebutan model
"relational-cultural") tentang pengembangan wanita-wanita adalah berpengaruh pada
pengembangan suatu teori kepribadian pejuang hak wanita. Teori baru bermunculan
dalam rangka menghormati suatu hubungan dan kerjasama antar budaya dari wanita-
wanita yang berada dalam eksperimen ( Enns, 1991, 2000, 2004; Enns& Sinacore,
2001). Terapis femisis mulai untuk menguji hubungan teori terapi feminis ke sistem
psikoterapi tradisional, dan pengintegrasian dengan berbagai sistem yang berjalan
yang telah diusulkan. Usaha ini terutama sekali diarahkan kepada pengembangan
suatu psikoanalisa terapi feminis ( Chodorow, 1989; Lerner, 1988), pejuang hak
wanita familty therapy, dan karier konseling pejuang hak wanita .
Dengan ditandainya gerakan wanita pada tahun 1980 kelompok terapi feminis
yang telah mengubah secara dramatis, menjadi semakin berbeda seperti terpusat dan
terus meningkat pada permasalahan spesifik dan mengeluarkan seperti gambaran
badan, hubungan yang mengandung kutukan. kekacauan, dan hubungan seks antar
saudara dan penyalahgunaan seksual ( Enns, 1993), dan filosofi terapi feminis yang
memandu praktek therapy juga menjadi lebih berbeda. Enns ( 1993,2004; Enns&
Sinacore. 2001) dikenali empat filosofi terapi feminis kronis, yang adalah sering
diuraikan seperti "gelombang kedua" tentang feminisme: liberal, budaya, radikal, dan
feminisme orang sosialis. Filosofi ini sebagai suatu tujuan semua advokat activism
tetapi mempunyai pandangan berbeda pada sumber tekanan dan metoda yang paling
efektif mengakibatkan perubahan di masyarakat. Mereka terbaik dilihat sama ada
sepanjang suatu rangkaian dibanding/bukannya seperti cara berpendirian filosofis
yang terpisah. Praktisi menginterpretasikan ajaran dasar terapis feminis dengan jalan
berbeda tergantung pada filosofi terapi feminis sendiri yang mana mereka menyertai
dan berorientasi pada teoritis mereka sendiri.
Terapi feminis liberal memusatkan diri pada membantu secara individu wanita-
wanita dengan mengalahkan batasan dan batas itu dari pola teladan sosialisasi mereka.
Terapi feminis liberal membantah bahwa persamaan kelayakan pada wanita, sebab
mereka mempunyai kemampuan dasar yang sama dasar sebagai manusia. Pejuang
hak wanita ini cenderung untuk percaya perbedaan antara wanita dan la ki-laki akan
jadi lebih sedikit meragukan seperti bekerja dan lingkungan sosial menjadi lebih bias-
bebas. Karena terapi feminis liberal, memiliki tujuan pada terapi utama meliputi
empowerment pribadi dari individu-individu wanita, martabat, pemenuhan diri, dan
persamaan.
Tekanan terapi feminis budaya berasal dari devaluasi masyarakat dari
kekuatan wanita-wanita. Mereka menekankan perbedaan antara wanita dan orang dan
percaya pada suatu solusi yang berada pada feminisasi atau kultur sedemikian
sehingga masyarakat menjadi lebih terpelihara, intuitif, hubungan, koperasi, dan
relational. Karena terapi feminis, tujuan terapi yang utama adalah perubahan bentuk
sosial melalui penuangan tentang nilai-nilai feminin (seperti kooperasi, azas
mengutamakan orang lain, dan hubungan) dalam suatu budaya.
Terapi feminis sosialis berbagi dengan terapui feminis radikal yang bertujuan dari
perubahan bermasyarakat. Penekanan mereka berbeda, bagaimanapun, di dalam
mereka memusatkan pada berbagai tekanan dan solusi percaya ke permasalahan
masyarakat harus meliputi pertimbangan kelas, ras, ekonomi, kebangsaan, dan
sejarah. Terapi feminis sosialis membayar guna dapat bekerja, pendidikan, dan peran
keluarga mempengaruhi hidup mereka. Karena terapi feminis sosialis berpendapat
bahwa tujuan terapi yang utama adalah untuk mengubah bentuk hubungan sosial dan
institusi.
Di tahun terakhir, terapis feminis wanita kulit warna dan postmodern terapis
feminis sudah menemukan teori terapi feminis klasik yang kurang dan sudah
menawarkan perspektif teoritis baru yang berpusat pada isu atau keaneka ragaman,
kompleksitas sexism, dan centralas atau konteks social, pada pemahaman isu gender.
Pada tahun 1993 para psikolog yang memeluk suatu keanekaragaman perspektif
terapi feminis jumpa pada Konferensi nasional pada Pendidikan Dan Pelatihan pada
Praktek Terapi feminis. Mereka mencapai konsensus pada satu rangkaian tema dasar
mendaratkan praktek terapi feminis sebagai pendapat dasar, dengan begitu mengambil
suatu langkah penting ke arah pengintegrasian sejumlah perspektif terapi feminis
"gelombang ketiga" ini tentang feminisme memeluk keanekaragaman dengan
pemasukan wanita-wanita kulit warna , homoseks wanita, dan postmodern dan
constructivist sudut pandang yang disertai oleh banyak generasi wanita-wanita
terbaru. Pengembangan baru pada feminisme. Juga meliputi perspektif internasional
dan global ( Enns & Sinacore, 2001). Mari kita menguji sebagian dari karakteristik
kunci berhubungan dengan masing-masing tentang terapi feminis gelombang ketiga.
Uraian ini didasarkan pada Enns dan Ikhtisar teori pejuang hak wanita Sinacore's.
Terapi feminis postmodern menyediakan suatu model untuk mengkritik suatu
nilai dari nilai tradisional dan terapi feminis, menujukan isu pada kenyataan yang
mendasar dan pengusulan berbagai kebenaran sebagai lawan kebenaran tunggal.
Pendekatan ini meminta perhatian pembatasan pengetahuan dan kemungkinan keliru
"knowers." Lain tema kunci meliputi kecenderungan untuk terlibat dalam pemikiran
etnosentris, salah paham kenyataan, dan menggambar penyamarataan salah tentang
pengalaman manusia. Polaritas seperti masculine-feminine adalah deconstructed,
yang melibatkan suatu analisa bagaimana kontruksi itu dibangun.
Terapis feminis wanita kulit warna percaya pentingnya teori terapi feminis
diluaskan dan dibuat lebih inklusif. Wanita kulit warna sudah mengkritik beberapa
terapis feminis waniy\ta putih yang overgeneralize pengalaman yang dialami dari
semua wanita-wanita. Wanita kulit warna menunjuk bahwa mereka tidak hanya harus
berhadapan dengan diskriminasi jenis kelamin tetapi dengan tekanan atas dasar ras,
ethnicas, dan kelas. Mereka menghadapi tantangan teori terapi feminis untuk meliputi
suatu analisa berbagai tekanan dalam suatu penilaian mengakses untuk
mengistimewakan dan menggerakkan, dan untuk menekankan activism.
Terapi feminis homoseks berbagi penggunaan komponen sama dengan aspek
banyak orang tentang feminisme radikal. Kedua perspektif memandang tekanan
wanita-wanita dihubungkan dengan gambaran wanita-wanita sexualized. Homoseks
wanita yang menggambarkan diri mereka sebagai pejuang hak wanita kadang-kadang
menyebut dirinya sebagi pejuang heterosexual hak wanita yang tidak memahami
diskriminasi berdasar pada orientasi seksual. Heterosexism membantu perkembangan
nilai hubungan laki-perempuan sebagai pondasi bagi masyarakat; hubungan sesama
jenis tidaklah dihargai sebagai hubungan yang sehat. Homoseks wanita kulit warna
sering harus berhadapan dengan berbagai format discrimination untuk menjadi
homoseks wanita, wanita-wanita, dan warna perorangan. Perspektif ini meminta teori
terapi feminis untuk meliputi suatu analisa berbagai identitas dan hubungan mereka
ke tekanan dan untuk mengenali keaneka ragaman yang ada antar homoseks wanita.
Terapi feminis internasional mengambil suatu perspektif di seluruh dunia dan
mencari untuk memahami tatacara di mana rasisme, sexism, ekonomi, dan classis
mempengaruhi wanita-wanita di negara-negara yang berbeda. Pejuang hak wanita
barat, mereka ditantang untuk mengenali etnosentris dan meniru-niru wanita-wanita
yang berbeda bagian dari dunia itu. Terpi feminis global berasumsi bahwa hidup
perempuan masing-masing di bawah sistem tekanan unik. Walaupun mereka
menghormati bidang keaneka ragaman antar wanita-wanita, mereka lihat suatu
kebutuhan untuk menunjuk perbedaan budaya yang secara langsung berperan untuk
tekanan wanita-wanita.
Itu jelas bahwa tidak ada satupun teori pejuang hak wanita yang dipersatukan.
Melainkan, berbagai teori pejuang hak wanita menyediakan bidang yang berbeda
tetapi overlap perspektif ( Enns& Sinacore, 2001) dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan seperti ini: "Mengapa wanita-wanita dan lelaki pemegang kekuasaan
berbeda-beda pada satu waktu dan tempat?" "menurut sejarah, mengapa mempunyai
pengetahuan yang dikumpulkan oleh dan untuk orang dan sering juga mengeluarkan
wanita-wanita?" " Bagaimana mungkin wanita-wanita dan lelaki alamat terbaik
permasalahan ini dan mencapai persamaan?" Terapis feminis akan melanjut untuk
bekerja untuk mengintegrasikan tema yang berlainan tentang dekade yang lampau ke
dalam suatu teori kompak dan untuk menggambarkan prinsip dan praktek yang
mempersatukan berbagai pendekatan ke terapi feminis. Menurut Enns (1993),
feminisme harus " mencari-cari saldo antara menilai keaneka ragaman antara wanita-
wanita, self-discovery, dan menentukan nasib sendiri selagi memelihara beberapa
kerangka umum yang memusat pada perubahan bentuk masyarakat yang kolektif"
(p.48). Yang seperti dapat siap untuk dilihat, terapi feminis secara terus menerus
pengembangan dan kedewasaan. Dengan keaneka ragaman filosofi, dan fakta bahwa
tidak ada definisi terapi feminis yang di-set therapy, siapa sebenaranya terapis
feminis? Banyak therapists, baik pria maupun wanita, mendukung yang secara ideal
untuk pergerakan terapi feminis Bagaimanapun. jika mereka tidak menyertakan
metoda terapi feminis di dalam praktek mereka, mereka bukanlah pejuang hak wanita
therapists (Brown, 1992). Terapis feminis gender percaya bahwa pusat praktek
mengobati, suatu permasalahan klien memerlukan suatu adopsi socio perspektif
budaya, dan empowerment individu dan perubahan masyarakat merupakan tujuan
utama di dalam terapi. Terapis feminis menyadari bahwa ethnicas, orientasi seksual,
dan kelas juga mungkin faktor lain yang lebih penting yang dapat menciptakan situasi
dan perubahan situasi untuk banyak wanita ( Pam Remer, Personal c ommunicayion,
April 15,2002).
Konsep kunci
Pandangan para feminis adalah satu gagasan fundamental yang memebedakan teori
feminis dari kebanyakan model terapi lainnya. Banyak teori tradisional yang
berkembang dari suatu periode histories dimana pengaturan sosialnya yang dianggap
turunan dalam sifat biologi seseorang adalah berdasarkan Gender. Dalam teori
tradisional, Wanita dan pria dipandang sebagai mahluk yang memiliki karakteristik
personal yang berbeda. Dan sudah menjadi asumsi bahwa karena secara biologis
gender yang berbeda, maka pria dan wanita akan mengejar tujuan hidup yang berbeda
pula. Worel dan Remer (2003) menggambarkan enam karakter teori tradisional yang
mencerminkan asumsi yang sudah usang mengenai peran Gender dalam perilaku:
Para ahli terapi feminis menekankan bahwa eskpektasi peran gender mempengaruhi
indentitas seseorang dari saat lahir sampai betul-betul menjadi dewasa. Dikarenakan
politik Gender berasal dari masyarakat amerika, maka mereka mempengaruhi cara
kita memandang diri kita sendiri sebagai pria atau wanita melalui pengalaman
kehidupan. ‘anak perempuan secara khas diharapkan untuk bersifat manis, sensitive,
lemah lembut, sementara anak lelaki diharapkan untuk menjadi kuat, berani dan
tegar.’ (Prochaska dan Norcross ,2003)
Chodorow (1979,1989) telah memberikan teori bahwa perbedaan psikologi
antara pria dan wanita adalah karena fakta bahwa wanita adalah pengurus utama
semenjak bayi lahir. Identitas anak perempuan berdasar atas indera keberlanjutan
hubungan dalam hubungannya dengan ibu, yang mana anak laki-laki mendefinisikan
dirinya sebagai orang yang berbeda dengan ibunya dan dengan mengembangkan
identifikasi mereka dengan ayahnya. Anak perempuan mempelajari hal-hal dari
ibunya untuk lebih akrab pada orang lain dan cenderung mengasuh serta menjunjung
tinggi kebersamaan dan mengasihi satu sama lain. Pada saat yang sama anak
perempuan belajar dengan meniru ibunya sambil mengorbankan keinginannya sendiri
demi melayani keluarga, anak perempuan mengurangi kapasitas mereka untuk lebih
mandiri dan bebas. Anak laki-laki meniru sifat agresif, pencarian jati diri pria dan
mengurangi kapasitas mereka untuk mengekspresikan rasa empathy, dan emosi-emosi
tertentu.
1. pribadi adalah bersifat politik. Masalahh yang dihadapi oleh seorang client
individu memiliki akar sosial dan politk. Tujuan dari terapi kaum feminis
adalah tidak hanya untuk perubahan sosial akan tetapi juga untuk perubahan
masyarakat. kaum feminis memandang keberadaan praktek terapinya adalah
tidak hanya untuk membantu klien individu untuk bertahan akan tetapi juga
sebagai strategi untuk merubah masyarakat. Tindakan langsung untuk
perubahan sosial merupakan bagian dari tanggung jawabnya sebagai ahli
terapi. Penting juga bagi para wanita yang menjalani terapi ini—baik klien
maupun sang therapist—mengetahui bahwa mereka menderita penindasan
sebagai kelompok bawah dan mereka dapat bergabung dengan wanita lainnya
untuk memperbaiki kesalahan ini. Menindentifikasikan sumber masalah yang
datangnya dari luar sering memberi hasil berupa kemarahan, dan hal ini akan
mempersulit serta memerlukan banyak energi dalam melakukan perubahan.
Jika lingkungan merupakan sumber penyakitnya, maka aspek-asperk yang
meracuni lingkungan itulah yang harus dirubah sehingga perubahan individu
pun dapat terjadi. Tujuannya adalah untuk meningkatkan suatu padangan yang
berbeda dalam organisasi masyarakat yang membebaskan wanita dan pria dari
tekanan yang dipaksakan oleh ekspektasi peran gender.
2. pribadi dan identitas sosial adalah interdependen (saling tergantung) Para
klien akan sangat memahami konteks dari lingungan sosial budaya mereka
sendiri. Interdependensi antara pribadi dan identitas sosial merupakan
kendaraan utama untuk mengintegrasikan (menyatukan) keberagaman dalam
terapi kaum feminis. Ndividu-individu memiliki keanggotaan dalam
interdependensi kelompok sosial yang terstruktur dengan adanya norma,
orang-orang yang menempati beberpa ‘lokasi sosial’ yang berbeda misalnya
gender, etnis,ras, kelas sosial, orientasi seksual, usia, dan kemampuan fisik
serta karakteristik dalam matrix ini. Terapi kaum feminis ini adalah untuk
membantu banyak individu membuat perubahan yang akan membebaskan
semua anggota masyarakat dari stereotype, marjinalisasi, dan tekanan.
Sumbera tekanan yang berbeda, tidak sesederhana gender, yang teridentifikasi
dan secara interaktif digali sebagai suatu landasan untuk memahami
keprihatinan sang klien dalam terapi. Dengan memetakan gagasan klien dalam
suatu konteks cultural memnuntun pada pemberdayaan, yang akan disadari
hanya melalui perubahan sosial(Worel dan Remel 2003). Tujuan akhirnya
adalah untuk mengintervensi dengan cara-cara yang menghasilkan perubahan
dalam lingkungan sosial politis (Remer, Rotoski dan Wright 2001).
3. definisi dari distress (kesengsaraan) dan penyakit mental terformulasikan.
Terapi kaum feminis menolak ‘model’ penyakit mental. Sebagai gantinya,
terapi kaum feminis mempertimbangkan faktor intrafisik dan personal sebagai
satu-satunya penjelasan bagi penyakit yang membawa pengaruh bagi
seseorang untuk ikut dalam terapi. Faktor eksternal juga sangat berpengaruh.
Penderitaaan psikologi tersusun, tidak ahanya sebaai penyakit akan tetapi
sebagai sistem komunikasi yang tidak adil. Rasa sakit didefinisikan tidak
hanya sebagai bukti kerusakan atau kerugian tetapi sebagai bukti dari
ketahanan dan niat untuk bertahan (Worel dan Johnson 1997). Perlawanan
silihat dari indikator bahwa seseorang itu sanggup untuk tetap hidup dan tegar
dalam fase tekanan. (Brown 1994). Terlebih lagi dengan menimbang
konteks variabel, gejala tersusun sebagai strategi bertahan hidup. Respon
wanita terhadap lingkungan yang berpenyakit tidak lah dipandang sebagai
gejala akan tetapi hanyalah sebagai strategi kreatif untuk mengatasi tekanan
masyarakat (Worrel dan Remel,2003). Akhirnya Enns (1993) membuat poin
penting yang mencoba untuk mengidentifikasi sumber penyakit dan untuk
mengekspresikan rasa sakit yan memang sangat penting bagi proses
penyembuhan. Enns menyarankan bahwa belajar untuk mengekspresikan
secara langsung rasa sakit internal ini (dan rasa marah, duka, dan sedih)
mewakili suatu aspek mendasar penyembuhan kerena hal ini membuat klien
sangggup secara produktif mengarahkan kembali emosi yang mereka telah
sisipkan atau telan.
4. terapi kaum feminis menggunakan sebuah analisa gabungan mengenai
tekanan. Gender merupakan pertimbangan penting dalam terapi kaum feminis,
baik dalam istilah tekanan maupun perbedaan yang dapat mempengaruhi
pemahaman seseorang (Hill dan Rothblum 1996). Para ahli terapi feminis
menganggap bahwa baik pria maupun wanita dipengaruhi oleh budaya sejak
lahir yang mana jenis kelamin merupakan hak seseorang yang dibedakan. Pria
yang belajar kalau sifat mudah tersingung itu merupakan sutau kelemahan
akan memiliki kesulitan dalam mengekspresikan emosi didalam dan diluar
hubungan terapi. Wanita yang telah mempelajari kalau mereka harus
menomorduakan keinginan mereka demi kepedulian kelarga akan memiliki
kesulitan dalam mengidentifikasi dan menghargai apa yang akan dihasilkan
dari terapi ini. Sang ahli terapi nya pun juga memiliki suatu gender, dan
persepsi sang ahli terapi pun akan selalu disaring melalui kaca mata
pengalamannya sendiri, yang tentu akan sangat berbeda dengan pengalaman
sang klien. Meskipun gender ditekankan, para ahli terapi feminis mengenali
bahwa semua bentuk tekanan sangat mempengaruhi keyakinan pilihan, dan
persepsi , dan mereka tetap setia untuk bekerja melawan tekanan pada basis
ras, ethnic, kelas, budaya, kepercayaan agama, pengaruh atau orientasi
seksual, usia, dan kemampuan fisik serta karakteristik. Demikian, kaum
feminis menantang semua bentuk tekanan, tidak hanya takanan terhadap
wabita, (worrel dan remer 2003).
5. hubunngan konseling adalah egaliter. Perhatian terhadap kekuatan merupakan
pusat dalam terapi kaum feminis, dan hubungan terapi nya juga egaliter. Klien
diasumsikan untuk menjadi ahli mengenai seluk beluk dirinya sendiri. Worrel
dan remel 2003. dan suara tekanan diketahui sebagai sumber yang berharga
bagi pengetahuan (Worrel dan Johnson 1997). Hubungan terapi merupakan
proses kolaborasi yang mana Klien dipandang aktif berpartisipasi dalam
mendefinisikan ulang dirinya. Mencari cara untuk berbagi kekuatan dengan
klien dan untuk tidak menimbulkan tanda Tanya terhadap terapi ini amat
penting Karen terapi kaum feminis ini meyakini semua hubungan harus
mendukung kesamaan, atau lebih baik, saling timbale balik (suatu kondisi
koneksi otentik antara klien dan ahli terapis). Elemen esensial lainnya bagi
suatu hubungan egaliter adalah pendekatan diri sang ahli terapi jika
diperlukan, otentisitas sang ahli terapi dan kehadirannya dengan klien, dan
klien menginformasikan persetujuannya.
6. sudut pandang wanita dinilai. Susut pandang wanita dipandang merupakan
inti dalam memahami keresahan mereka. Terapi tradisional yang beroperasi
pada norma androsentrik membandingkan wanita melalui norma lelaki dan
menemukan penyimpangan darinya. Banyak dari teori psikologi dan penelitian
yangcenderung untuk mengkonseptualisasikan wanita dan pria dengan cara
polarisasi, memaksa pria dan wanita berpisah dalam pengalamannya sebagai
manusia (Bem,1993). Masyarakat kita telah cenderung untuk mengganti sifat
patriarki ‘kebenaran objective’ dengan kesadaran feminis, yang mengenalkan
beragamnya cara mengenal. Wanita dipupuk keberaniannya untuk
mengekspresikan emosi mereka dan intuisi mereka serta untuk menggunakan
pengalaman personal mereka sebagai batu loncatan untuk menentukan apa itu
‘kenyataan’.
Teori dari terapi kaum feminis berevolusi dari dan mencerminkan pengalaman hidup
yang muncul dari hubungan diantara para peserta. Pengalaman wanita termasuk
sejumlah fenimena yang berdasarkan gender misalnya pemerkosaan, serangan
seksual, pelecehan seksual, pelecehan seks anak-anak, kelainan makan, dan
penganiayaan domestic. Terapi kaum feminis sangat peka dan hadir untuk fenomena
ini.(Moradi, Fischer, Hill, jome dan Blum 2000).
PROSES TERAPI
Tujuan dari terapi
Lima tujuan terapi kaum feminis telah di ajukan oleh Enn (2004): kesamaan,
kebebasan yang seimbang dan ketergantungan, pemberdayaan, pemeliharaan diri, dan
menilai keragaman. Tetapi tujuan akhir dari terapi feminis adalah untuk menciptakan
suatu masyarakat dimana pandangan mengenai jenis kelamin dan bentuk diskriminasi
lainnya serta tekanan lainnya hilang (Worrel dan Remel 2003). Terapi feminis
berjuang demi perubahan, baik bagi si individu klien dan masyarakat keseluruhan.
Pada tingkat individu terapi feminis berusaha untuk membantu pria dan wanita
mengenali, mengakui dan mendapatkan kekuatan personal mereka sendiri. Melalui
pemberdayaan ini klien diharapkan untuk dapat membebaskan dirinya dari tekanan
sosialisasi peran gender dan untuk menantang tekanan yang ada. Para ahli terapi
membantu klien untuk menjadi interdependen, kuat, tabah dan mempercayai diri
sendiri dan orang lain. Klien wanita sering dibantu untuk berfikir ulang mengenai
hubungan dirinya dan tubuhnya. Dengan mnguji pengaruh yang membinasakan dari
harapan masyarakat yang bersifat tidak realistis yangdisampaikan oleh media, wanita
dapat menyerahkan sedikit kepentingannya terhadap penampilan dan lebih
memfokuskan diri pada menyenangkan diri mereka sendiri dari pada mengikuti
idealisme masyarakat.
Terapi kaum feminis adalah merupakan sebuah perusahaan politik. Tujuannya
dalah untuk mengganti patriarki yang ada sekarang dengan sebuah kesadaran feminis,
menciptakan sebuah masyarakat yang hubungan relasinya adalah interdependen,
bekerja sama, dan saling dukung mendukung. Para ahli terapi bekerja untuk
membantu pria dan wanita mengenali bagaimana mereka mendedinisikan diri mereka
sendir dan cara mereka berhubungan dengan orang lain yang yang tak bisa dipungkiri
lagi dipengaruhi oleh harapan peran gender. meskipun bebrapa langkah sedang
diambil untuk merubah kelembagaan paham jenis kelamin dan bentuk lain dari
tekanan, masih saja ada banyak contoh mengenai ketidak seimbangan antara wanita
dan pria dan antara masyarakat dari yang dominant dan kelompok yang nomor dua
dalam hal misalnya promosi jabatan dan besarnya gaji. Demikianlah hal yang lebih
dari penyesuaian adalah tujuan akhirnya.
Arti penting dari ‘pribadi adalah bersifat politik’ adalah bahwa wanita bekajar untuk
bebas tidak hanya bagi dirinya akan tetapi dari semua orang, dari semua tekanan dan
stereotype. Menurut worel dan Remer (2003), terapi kaum feminis membantu klien :
Kaum feminis juga bekerja kearah menterjemahkan kesehatan mental wanita. Tujuan
mereka adalah untuk meemtakan pengalaman penyakit wanita dan untuk megubah
masyarakat sehingga suara wanita dihargai dan kualitas hubungan wanita bernilai.
Pengalaman wanita diuji tanpa kesamaran nilai patriarki, dan ketrampilan hidup
wanita serta pencapaian ilmu.
Terapi feminis berada pada sejumlah asumsi pilosofis yang dapat diaplikasikan
kepada orientasi terori yang beragam. Setiap teori dapat dievaluasi melawan criteria
keseimbangan menjadi Gender, multi kultural yang fleksibel, interaksionis, dan
berorientasi sapanjang hayat. Peran sang ahli terapi dan fungsinya akan bervariasi
bagi beberapa perluasan bergantung pada teori apa yang dikombinasikan denhan
prinsip dan konsep feminis. Dalam buku pendekatan kasus terhadap konseling dan
psikoterapi (corey 2005, bab10) lima perbedaan terapi feminis mendomonstrasikan
suatu variasi intervensi feminis dalam kerja mereka dengan Ruth. Mereka juga
mengkonseptualisasikan kasus Ruth dari sudut pandang terapi kaun feminis.
Kaum feminis membagi landasan umum dengan ahli terapi eksistesial yang
menekankan terapi sebagai suatu perjalanan yang dapat dibagi—satu bahwa hidup
berubah bagi sang klien dan ahli terapinya. Ahli terapi dari kaum feminis memegang
banyak kepercayaan umumnya dengan kaum humanis atau ahli terapi yang terpusat,
mempercayai kemampuan klien untuk maju terus dalam sebuah tata laku positif dan
konstruktif. Mereka meyakini bahwa hubungan terapi haruslah non hierarki,
hubungan orang per orang, dan mereka bertujuan untuk membedayakan klien untuk
hidup sesuai dengan nilai mereka sendiri dan mengandalkan sebuah lokus control
internal (bukan eksternal atau societal) dalam menentukan apa yang benar bagi
mereka. Layaknya seorang ahli terapi yang terpusat, para ahli terapi dari kaum
feminis mengantarkan keaslian mereka dan mendukung empati timbale balik antara
klien dan ahli terapis.
Tidak seperti seorang ahli terapi yang terpusat, ahli terapi dari kaum feminis
tidak melihat hubungan terapi didalam dan diluar dirinya sebagai pembawa
perubahan. Dalam pandangannya, introspeksi, dan kepekaan dirinya siap beraksi. Dan
para ahli terapis dari kaum feminis bekerja untuk membebaskan pria dan wanita dari
peran yang melarang mereka merealisasikan potensi mereka. Terapi sang ahli tersebut
tidak boleh meniru ketidak seimbangan kekuatan societal dan mengadopsi
kebergantungan klien mereka. Baik sang klien maupun sang ahli terapinya
melaksanakan peran aktif dan seimbang, bekerja sama dalam meraih tujuan dan
prosedur. Melalui proses ini, sang ahli terapi menyingkapkan secara tepat. Dalam
buku Kode etik terapi kaum feminis (lembaga terapi kaum feminis, 2000) secara
langsung mengarahkan peran dan fungsi dari penyingkapan diri dan mencatatkan
kepentingan dengan menggunakan penyingkapan diri “dengan tujuan dan pemisahan
ketertarikan sang klien”. (Hal 39)
Terapis feminis mengritik tajam system pengkalsifikasian DSM dan penelitian yang
menunjukkan bahwa gender dan ras dapat memengaruhi perkiraan gejala yang
diderita klien (Enns, 2000). bahwa asesmen dipengaruhi oleh hal-hal yang sensitive
seperti jenis kelamin, rasisme, etnosentrisme, heteroseksualisme, umur atau kelas,
oleh karena itu rasanya tidak mungkin untuk mencapai diagnosis yang tepat. Sumber
kebiasan meliputi sikap acuh tak acuh atau meminimalkan efek dari factor lingkungan
terhadap perilaku; menyediakan pengobatan yang berbeda pada individu-individu
dalam kelompok-kelompok yang bervariasi yang memperlihatkan gejala-gejala
serupa; ketidaktepatan diagnosis yang mengacu pada keyakinan terhadap stereotip;
dan mengoperasikan berdasrkan orientasi teorikal bias gender (Worell & Remer,
2003). Terapis feminis mengubah pandangan mengenai jenis kelamin dalam kategori
diagnostic dan alternatif klasifikasi yang mencerminkan pengalaman wanita.
Menurut Enns (1993), banyak feminis terapis tidak menggunakan label
diagnostic atau mereka menggunkannya dengan enggan. Terapis feminis percaya
label diagnostic sama sekali terbatas karena beberapa alasan: a). fokus mereka pada
gejala individual dan bukan faktor sosial yang menyebabkan tingkah laku yang
disfungsi, b). sebagai bagian dari sistem yang didirikan oleh psikiatris laki-laki kulit
putih, c). mereka (terutama yang mengalami gangguan kepribadian) dapat
menguatkan stereotip peran gender dan mendorong penyesuaian terhadap norma, d).
mereka mencerminkan penerapan kekuasaan yang tidak tepat dalam hubungan
terapeutik. e). mereka bisa memimpin untuk lebih memberi perhatian pada solusi
individu daripada perubahan social, dan f). mereka mempunyai potensi untuk
mengurangi rasa hormat bagi klien.
Pendekatan feminis penting dijelaskan mengingat keadaan dalam kehidupan
wanita dan penilaian lebih banyak gejala yang dapat dipahami seperti meniru atau
strategi bertahan daripada fakta-fakta dalam patologi (Worell & Remer, 2003). Secara
focus dalam pemberian kuasa terhadap klien, diagnosa adalah bagian proses dimana
klien sangat ahli dalam mengartikan keadaan yang sulit (distress). Gejala yang
dialami seperti kemampuan meniru atau startegi untuk bertahan dan mengubah
etiologi dalam menghindari permasalahan lingkungan “korban kesalahan” terhadap
permasalahannya. Assessment adalah sebagai gambaran proses terus-menerus antara
klien dan terapis dengan adanya treatment (Enns, 2000). Dalam proses terapi feminis
diagnosa terhadap keadaan yang sulit (distress) menjadi identifikasi kedua atau
penilaian yang kuat, kemampuan dan penelitian (Brown, 2000). Worell & Remer
(2003) membuat penilaian yang menakjubkan bahwa meskipun setiap induividu tidak
bersalah terhadap permasalahan pribadi, sebagian karena dari penyelewengan fungsi
lingkungan social, mereka bertanggung jawab terhadap perubahan pekerjaan.
Sarf (2004) mendiskusikan perspektif dalam beberapa “gangguan mental”
teridentifikasi dalam DSM-IV-TR terutama seperti keadaan yang biasa pada wanita :
depresi, gangguan stres posttraumatic, gangguan kepribadian dan gangguan makan.
Kategori diagnostik yang digunakan untuk menamakan individu yang mempunyai
pengalaman kekerasan pada area yang lain yang bertentangan untuk terapis feminis.
Hubungan pribadi trhadap politik, mereka mempunyai tekanan bahwa banyak gejala-
gejala respon yang normal terhadap kekerasan. Diagnostic baru dikategorikan seperti
“gangguan penyalahgunaan dan penganiayaan” (Brown, 1994) dan “gangguan stress
posttraumatic kompleks”(Herman, 1992). Telah mengusulkan sebagai alternatif
bahwa mungkin jauh lebih baik menggambarkan bermacam-macam hal dalam respon
untuk waktu yang lama dan perlakuan yang kejam.
Menurut DSM-IV-TR, depresi yang terjadi dua kali sebagai keadaan yang
biasa pada wanita (American Psychiatric Association, 2000). Feminis terapi percaya ,
wanita mempunyai banyak alasan terhadap pengalaman depresi dibandingkan laki –
laki, dan mereka sering menamakan depresinya sebagai pengalaman yang biasa pada
wanita. Wanita lebih sering menghadapi keadaan kerugian dalam soal keuangan,
bersikap patuh, dan berusaha menyenangkan orang lain terhadap keinginannya.
Demikianlah depresi mungkin hasil dari persepsi wanita, keyakinan dan pengalaman
tidak dalam kendali dalam kehidupan mereka atau secara fisik dan kehilangan
perasaan yng berharga dibandingkan laki-laki. Sama halnya dengan gangguan makan,
terapi feminis ini focus dalam memberikan pesan social dan memberikan keterangan
pada media massa, tentang tubuh wanita dan pentingnya menjadi kurus. Terapis
melalui analisis peran gender membantu klien yang menderita anorexia dan bulimia,
pemeriksaan ini terhadap keputusan sosial dan bagaimana mereka datang untuk
menerima keadaan tersebut. Terapis dan klien bekerja sama untuk menentang dan
mengubah kondisi tersebut. Dan urutan keadaan yang biasa diperhatikan dalam setiap
sosialisasi peran gender dan perbedaan kekuatan antara perempuan dan laki-laki dan
perhatian terhadap sosial seperti pada sumber masalah kejiwaan.
Terapi feminis tidak menolak menggunakan DSM-IV-TR pada usia ini dalam
melakukan perawatan dalam pengobatan kesehatan mental. Terapis sangat hati-hati
dalam melakukan pemeriksaan dengan klien yang memiliki banyak implikasi, dalam
memberikan diagnosa, lalu klien diberitahu dapat membuat pilihan dan memfokuskan
diskusi dalam membantu klien mengerti peranan sosial dan budaya dalam
permasalahan etiologinya.
Setiap bentuk alternatif dalam penilaian yang baik dari terapis feminis adalah
analisis peran gender, yang membutuhkan eksplorasi secara kooperatif dari klien dan
terapis dalam memberikan pengaruh yang kuat dari gender terhadap stress yang
dihadapi klien. Santos De Barona & Dutton (1997) stres penting dalam penggabungan
dengan konteks yang berubah-ubah (seperti rasisme dan heterosexism) pada prosedur
penilaian jalannya klien, Worell & Remer’s (2003) terpusat pribadi ganda dan
identitas sosial tiap klien memberikan sarana untuk memperkenalkan analisa ini.
Pendekatan apapun untuk penilaian yang digunakan, klien menjalani tiap-tiap tahap
dalam proses dan ikut serta dalam membentuk strategi, dimana klien membangun
kekuatan individual.
TIM KERJA. Tim kerja, sebagai tambahan yang penting bagi individu dalam feminis
terapi sering kali menyediakan sarana bagi beberapa isu mengenai pengalaman wanita
di masyarakat. Kelompok wanita, termasuk kelompok self-help dan kelompok
penyuport, membantu mereka berhubungan dan berkelompok dengan wanita-wanita
lainnya. Susan dan terapisnya sepertinya akan berdiskusi mengenai kemungkinan
Susan bergabung dengan support grup atau jenis kelompok lainnya sebagai bagian
akhir dari terapi individual. Melalui bergabung dengan kelompok, Susan akan
mempunyai kesempatan untuk menemukan bahwa ia tak sendirian dalam
perlawanannya. Wanita lainnya dapat memberikan perhatian dan dukungan untuknya
dan Susan dapat mempunyai kesempatan untuk menjadi seorang yang sangat berbeda
seperti yang mereka gunakan dalam proses penyembuhannya.
Jika terapis feminis tidak sadar akan konsekuensi atas pilihan tertentu yang klien
mereka ambil, biasanya merea akan meningkatkan ketidakpuasan klien mereka
terhadap hidup. Menyadari konteks kultural menjadi penting ketika terapis ini bekerja
untuk wanita dari kebudayaan yang mendukung penentuan peran secara kultural yang
menempatkan wanita dalam posisi yang harus tunduk atau dari kebudayaan patriakal.
Pikirkan skenario berikut. Anda adalah terapis feminis yang bekerja untuk
wanita Vietnam yang berjuang mencari jalan untuk menjadi benar dalam budayanya
dan juga untuk mengikuti asiprasi pendidikan dan karirnya. Klien anda adalah seorang
pelajar yang mendapat tekanan hebat dari ayahnya yang menginginkan dia kembali ke
rumah agar dapat mengurus keluarganya Walaupun sebenarnya dia ingin
menyelesaikan pendidikannya dan pada akirnya nanti dapat membantu sesama dalam
komunitas Vietnam, dia juga merasa amat bersalah saat dia merasa bahwa dia “egois”
untuk meneruskan itu semua sementara keluargana di rumah membutuhkan dia. Jika
anda memberi nasihat kepadanya, akankah anda menantangnya untuk mengrus
dirinya sendiri dan melakukabn apa yang terbaik menurut dia? Akankah anda
mencoba untuk membujuknya untuk berbicara kepada ayahnya bahwa dia akan
menjalani hidupnya sendiri? Harganya akan sangat mahal jika wanita ini memilih
untuk melawan apa yang diharapkan padanya secara budaya.
Dalam situasi kompleks seperti ini, terapis dan klien akan bekerja sama untuk
menemukan jalan yang memungkinkan klien menyadari tujuan pribadinya tanpa
mengabaikan atau merendahkan nilai – nilai kebudayaannya. Kita melihat kerja
terapis sebagai bantuan keapda klien untuk menyeimbangkan antara kemungkinan
akibat dengan setiap tindakan yang mungkin dia pilih. Tentu saja, klien ini akan
merasakan sakit apapun tindakan yang dia pilih. Kewajiban terapis adalah bukan
untuk menghilangkan sakit yang dirasakan atau untuk menentukan pilihan bagi klien,
tetapi untuk hadir sedemikian rupa agar klien benar – benar kuat untuk memutuskan
sendiri. Nilai utama dari persamaan dalam terapi wanita dapat membatasi efektivitas
terapis yang bekerja untuk klien dari berbagai latar belakang budaya yang berbeda.
KESIMPULAN DAN EVALUASI
Kesimpulan
Asal mula Terapi Feminis berhubungan dengan pergerakan wanita pada tahun
1960an., ketika perkempulan wanita menyuarakan kekecewaan mereka tentang
aturan-aturan tradisional yang membatasi wanita. Terapi Feminis sebagian besar
berkembang dari pengakuan para wanita bahwa kekurangan model terapi tradisional
berasal dari pembatasan-pembatasan yang mendasar yang sudah melekat menjadi sifat
para teoritikus terdahulu. Terapi Feminis menegaskan konsep-konsep berikut:
• Melihat masalah dalam konteks sosiopolitik dan budaya daripada dalam
pandangan individual.
• Mengakui bahwa klien mengetahui apa yang terbaik untuk hidupnya dan yang
benar-benar mengerti tentang kehidupan pribadi mereka.
• Berusaha menciptakan hubungan terapeutik yang memandang semua orang
sederajat melalui proses membuka diri dan persetujuan dari yang diberitahu.
• Proses terapi dengan melibatkan klien sebanyak mungkin dalam setiap
asesment dan pengobatan yang dapat meningkatkan kemampuan klien.
• Melihat pengalaman sifat dasar wanita dari sudut pandang yang unik.
• Memahami dan menghargai kehidupan dan pandangan-pandangan setiap
wanita.
• Mengubah cara tradisonal dalam menilai kesehatan psikologi wanita.
• Memahami bahwa perubahan individual akan menjadi perubahan sosial yang
baik.
• Menekankan aturan terapis sebagai penasehat sebaik sebagai fasilitator dalam
perubahan individual.
• Mendorong klien untuk mengambil sikap sosial untuk menunjukkan aspek
opresiv lingkungan.
Terapi Feminis dimaksudkan untuk perubahan individual maupun sosial.
Modelnya tidak tetap atau statis tetapi berkembang secara bertahap. Tujuan utamanya
adalah menggantikan sistem zaman patriakal dengan kesadaran feminisme dan
menciptakan komunitas yang menjunjung nilai persamaan dalam hubungannya, yang
menekankan saling ketergantungan dibanding ketergantungan satu arah, dan yang
mendorong dan mendorong wanita maupun laki-laki untuk menjelaskan atau
mengartikan diri mereka sendiri daripada menjadi seperti yang diinginkan oleh
tuntutan mayarakat.
Walaupun mempunyai pendekatan tersendiri dan mirip psikoterapi, praktek
feminisme didirikan agar berbeda dengan yang lainnya. Karena Terapi Feminis sudah
mapan, hal ini menjadikan lebih banyak kritikan dan perubahan. Munculnya
keanekaragaman pandangan – feminisme wanita berkulit warna, femisme lesbi,
feminisme global dan perspektif postmodern – memimpin untuk memperbaiki isu
perbedaan antara wanita dan laki-laki dalam cara yang baru.
Masing-masing delapan dasar filosofi dibawah praktek feminisme –
liberalisme, budaya, radikal, sosialis, postmoderent, wanita berkulit warna, lesbian
dan internasional-global – mempunyai pandangan yang berbeda-beda dalam sumber
tekanan dan apa yang dibutuhkan untuk perubahan social yang mendasar tanpa
mengenyampingkan pandangan khusus mereka, terapis feminis membagi beberapa
asumsi dasar dan aturan: mereka menggunakan pengungkapan diri yang tepat; mereka
menjadikan nilai dan kepercayaan mereka secara tegas sehingga proses terapi ini
dapat berjalan dengan baik dan tegas; mereka membangun rasa persamaan dengan
klien; mereka bekerja dengan sejauh mana kemampuan klien; menekankan saling
menghormati kebiasaan antarwanita meskipun pengalaman hidup mereka berbeda-
beda.
Terapis feminis menjalankan kegiatannya untuk meruntuhkkan hierarki
kekuatan yang mencampuri hubungan terapeutik. Beberapa dari srategi dalam Terapi
Feminis ini unik, misalnya analisis dan intervensi peran gender, intervensi dan
analisis kekuatan, menerima pendirian terapis dalam menantang sikap terhadap aturan
bagi wanita yang telah menjadi adat dan mendorong klien untuk mengambil sikap
social. Strategi-strategi terapeutik lainnya adalah dipinjam dari bermacam-macam
model terapi. Diantaranya meliputi biblioterapi, latihan asertif, restrukturisasi
koginitif, bermain peran (role play), teknik psikodrama, identifikasi dan mengubah
keyakinan yang salah, dan catatan pribadi (buku harian). Prinsip-prinsip dan teknik-
teknik Terapi feminis ini dapat di aplikasikan ke dalam model terapeutik lainnya
seperti terapi individual, kpnseling pasangan, terapi keluarga, terapi kelompok dan
terapi komunitas. Tanpa mengeyampingkan teknik khusus yang digunakan, tujuannya
adalah memberikan wewenang kepada klien dan perubahan sosial.