You are on page 1of 26

ANALISA TOWER STRUKTUR

Negara Asal: Indonesia


Harga: NEGOSIASI
Kemas &
PERENCANAAN PONDASI TOWER
Pengiriman:
Keterangan: DESIGN PONDASI TOWER DAN ANALISA TOWER STRUKTUR

BEBERAPA PRODUK KAMI SEBAGAI BERIKUT :

1. Design Pondasi Tower ( Green Field)


Merupakan perhitungan pondasi untuk kebutuhan tower berdasarkan
kondisi tanah setempat.
Design Pondasi Tower dihitung dengan Program SAP dan Manual atau
menggunakan program lain yang dianggap perlu.

2. Analisa Building
Analisa struktur untuk Tower Rooftop ( Tower diatas gedung) ,
menghitung dan menganalisa kekuatan gedung atas penambahan beban
di atasnya.

3. Tower Analisis
Perhitungan kekuatan tower atas penambahan beban ex. Penambahan
antena atau microwave.
Perhitungan menggunakan MS. Tower atau SAP.

4. SITE DESIGN PACK


Merupakan Total perencanaan Tower mulai dari design pondasi, gambar
dan design civil dan mekanikal electrical.

----------------------------------------

Ad. 1. Design Pondasi Tower ( Green Field)

Pondasi Tower baik SST 42, 52, 62, 72 dan tipe Tower lainnya ( green
field) .
Tipe Tower 3L or 4L untuk provider Indosat, Telkomsel, XL, Telkom Flexi,
HCPT, Smart, esia dll

Tipe Pondasi :
1. Foot Plate
2. Raffter
3. Bor Pile ( Strousth)
4. Dll

Report Analisa terdiri dari :


1. Kemampuan daya dukung pondasi ( Analisa Struktur)
2. Volume kubikasi Beton
3. Sefty Factor Control
4. Gambar Design Pondasi ( 1 lbr A3 File)
Siaran Pers No. 199/PIH/KOMINFO/10/2009 tentang Antisipasi
Departemen Kominfo Terhadap Pembangunan Menara Telekomunikasi
Yang Tahan Gempa Bumi
Berita ini dipostkan pada hari : Monday, October 12, 2009, 18:00

(Jakarta, 12 Oktober 2009). Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini di
Sumatera Barat dan tidak berselang waktu lama sebelumnya juga terjadi di sekitar
Tasikmalaya serta beberapa gempa bumi sebelumnya di beberapa daerah telah
berdampak destruktif di antaranya terhadap gangguan komunikasi dalam bentuk
terputusnya layanan telekomunikasi (walau tidak seluruhnya) untuk beberapa saat
meskipun kemudian dapat normal kembali setelah adanya pemulihan. Kecenderungan
umum yang sering terjadi dan berulang serta belajar dari musibah tsunami di Aceh,
gempa bumi di Yogyakarta, Manokwari, Bengkulu, Tasikmalaya dan Padang serta
berbagai musibah gempa bumi lain di berbagai daerah pada umumnya adalah trafik
telekomunikasi yang secara tiba-tiba melonjak sangat tinggi namun di sisi lain ada
kendala terputusnya pasokan catu daya listrik bagi keberadaan menara telekomunikasi
di sejumlah lokasi serta adanya bangunan menara telekomunikasi yang roboh
(meskipun jumlahnya relatif sangat kecil) yang umumnya berada di bangunan yang
runtuh dan hancur akibat gempa bumi. Dengan demikian, problem utamanya lebih
banyak pada kelangkaan suplai energi dibanding kerusakan konstruksi bangunan
menara (terkecuali pada musibah tsunami di Aceh yang telah menimbulkan kerusakan
sangat parah pada infrastruktur telekomunikasi termasuk puluhan BTS di Banda Aceh,
Meulaboh, Logna dan lain-lain di sekitar Aceh yang dialami oleh beberapa
penyelenggara telekomunikasi).

Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup tinggi
sebagai konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring of fire atau
pertemuan lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia, maka Departemen Kominfo tidak
ingin mengambil resiko sekecil apapun terhadap dampak destruktif gempa bumi
tersebut. Oleh karenanya, Menteri Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pekerjaan Umum
Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo Mohammad Nuh dan Kepala BKPM Muhammad Lutfi
telah menanda-tangani Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM No. 18 Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No.
19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 yang mulai berlaku pada tanggal 30
Maret 2009, maka Peraturan Bersama tersebut di antaranya sudah mensyaratkan
secara sangat ketat tentang kewajiban pembangunan menara telekomunikasi yang
tahan gempa bumi.

Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada
Pasal 11 ayat (1) yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan
Menara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai
berikut: a. persyaratan administratif; dan b. persyaratan teknis. Lebih lanjut
disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan teknis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku secara
internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut: a. gambar
rencana teknis bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detil
serta perhitungan struktur; b. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data
penyelidikan tanah, jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah
sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan bersama ini; dan c. spesifikasi teknis
struktur atas menara, meliputi beban tetap (beban sendiri dan beban tambahan),
beban sementara (angin dan gempa), beban khusus, beban maksimum menara
yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi terhadap petir.

Lampiran Peraturan Bersama tersebut secara terperinci mengatur tentang persyaratan


struktur bangunan menara. Khusus yang menyangkut antisipasinya terhadap gempa
bumi disebutkan pada butir A sub-butir (3) yang menyebutkan, bahwa dalam
perencanaan struktur bangunan menara terhadap pengaruh gempa , semua unsur
struktur bangunan menara, baik bagian dari sub struktur maupun struktur menara,
harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai dengan zona gempanya .
Demikian pula yang tersebut pada butir B sub-butir (1) yang menyebutkan, bahwa
analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-
beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap,
beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.

Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Bersama tersebut cukup keras, karena


sebagaimana diatur pada Pasal 25, bahwa dalam hal terdapat pelanggaran,
Bupati/Walikota atau Gubernur Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan sanksi
administratif berupa teguran, peringatan, pengenaan denda, atau pencabutan izin
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekedar informasi, yang
dapat diberikan sanksi ini adalah penyedia menara, yang menurut Pasal 5 merupakan:
a. penyelenggara telekomunikasi; atau b. bukan penyelenggara telekomunikasi. Hanya
saja, untuk tidak menimbulkan salah interpretasi, maka perlu dijelaskan mengenai
ketentuan peralihan yang disebutkan pada Pasal 28 yang di antaranya menyebutkan:

1. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan telah
selesai atau sedang membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan
wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini paling lama 2
tahun terhitung sejak Peraturan Bersama ini ditetapkan.
2. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan belum
membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini.

Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP:
0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).

Sumber : Depkominfo...
5/10/2009

JAKARTA: Pemerintah mewajibkan pembangunan menara telekomunikasi harus tahan


gempa guna mencegah terulangnya kembali kasus terputusnya layanan telekomunikasi
sesaat setelah bencana terjadi.

Gatot S. Dewa Broto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Depkominfo, mengatakan
pihaknya menyadari wilayah di Indonesia sangat rentan terhadap musibah gempa,
sehingga perlu dilakukan antisipasi untuk mencegah gangguan komunikasi.

"Kami sudah memberikan aturan cukup ketat dalam peraturan bersama Menkominfo,
Mendagri, Menteri PU, dan Kepada BKPM tentang menara telekomunikasi yang mulai
berlaku 30 Maret lalu," ujarnya kemarin.

Dia meminta kepada operator telekomunikasi yang menaruh BTS (base transceiver
station)di atas gedung juga memperhatikan kondisi bangunan. BTS sebaiknya dipasang
pada bangunan yang tahan gempa, jangan sampai terjadi lagi seperti di Padang di
mana beberapa BTS tidak dapat digunakan karena gedungnya hancur terkena gempa.

Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini seperti di Sumatra Barat dan
Tasikmalaya, serta beberapa gempa bumi sebelumnya di beberapa daerah sebelumnya
telah berdampak destruktif dalam bentuk terputusnya layanan telekomunikasi.

Layanan telekomuniasi memang tidak sepenuhnya terputus, setelah adanya pemulihan


semua bisa kembali normal. Namun mengingat potensi terjadinya gempa bumi di
Indonesia masih cukup tinggi, Depkominfo tidak ingin mengambil risiko sekecil apa pun
terhadap dampak destruktif gempa bumi.

Izin dicabut
Gatot menjelaskan salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi
tersebut diatur pada Pasal 11 Ayat 1 di dalam surat keputusan bersama. Pasat tersebut
meminta terpenuhinya persyaratan teknis, selain persyaratan administratif.

Persyaratan teknis mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku
secara internasional mencakup tiga hal. Pertama, gambar rencana teknis
bangunan menara meliputi situasi, denah, tampak, potongan dan detail serta
perhitungan struktur.

Kedua, spesifikasi teknis fondasi menara meliputi data penyelidikan tanah,


jenis fondasi, jumlah titik fondasi, termasuk geoteknik tanah.

Ketiga, spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban tetap (beban
sendiri dan beban tambahan), beban sementara (angin dan gempa), beban
khusus, beban maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi,
ketinggian menara, dan proteksi terhadap petir.

"Dalam aturan juga diatur bahwa struktur menara harus memperhitungkan pengaruh
gempa sesuai dengan zona gempanya," ujarnya.

Depkominfo juga memberlakukan sanksi terhadap pelanggaran tersebut kepada


penyedia menara, paling berat pencabutan izin pendirian menara telekomunikasi.

Gatot menambahkan konstruksi menara tidak hanya satu-satunya masalah pada saat
terjadi musibah.

Lonjakan trafik telekomunikasi secara tiba-tiba sesaat setelah bencana juga sering
menjadi masalah.

Apalagi, biasanya pasokan catu daya listrik bagi keberadaan menara telekomunikasi di
sejumlah lokasi terputus. Tenaga listrik cadangan menjadi sangat boros karena lonjakan
trafik tersebut.

International Telecommunication Union (ITU) juga meminta setiap negara untuk


membangun jaringan telekomunikasi darurat yang dapat memberikan respons lebih
cepat ketika terjadi situasi darurat, khususnya bencana alam. (fita.indah@bisnis.co.id)

Oleh Fita Indah Maulani


Sumber : Bisnis Indonesia, Kamis 15 Oktober 2009, Hal.

12 November 2008
Tower Telekomunikasi
Kita tidak dapat menyalahkan masyarakat yang menolak pembangunan tower telekomunikasi,
karena memang mereka tidak mendapatkan informasi yang benar tentang apa dan bagaimana
tower serta akibat yang dapat ditimbulkan oleh tower tersebut.
Tower telekomunikasi baik untuk pemancar Gelombang Micro Digital ( GMD ) maupun untuk
BTS ( Base Transceiver System) pemancar HP,
Untuk GMD biasanya memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi 4 sampai 7
Ghz , dimana antara antenna pemancar dengan antenna penerima berjarak sekitar maksimum
60 Km dan harus LOS ( Line Of Side ) tidak ada obstackle ( penghalang ) yang menghalangi
antara keduanya., biasanya dengan ketinggian diatas 40 meter dari permukaan tanah.
Gelombang yang dipancarkan adalah gelombang ruang, merambat lurus diudara.
Sementara untuk BTS adalah memancarkan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi
rendah berkisar antara 900 s/d 1800 Mhz., yang dipancarkan oleh antenna sektoral yang
nantinya akan ditangkap oleh antenna HP pada masing-masing pelanggan HP.
Secara teknologi gelombang radio dapat dinyatakan aman untuk kesehatan manusia dan
peralatan listrik di rumah tangga. Sudah lama sekali gelombang radio dipergunakan manusia
untuk komunikasi mulai dari Abraham Bell menemukan Telegraph, sampai kepada teknologi
cellular saat ini.yang dapat memudahkan manusia untuk berkomunikasi satu dengan lainnya.
Tower Telekomunikasi dapat dibedakan dari bentuk dan konstruksinya, mulai dari yang
sederhana berbentuk segi tiga, yang ditopang dengan tali agar tidak meliuk-liuk terkena
hembusan angin, ini jenisnya adalah Tower Gaymas, yang mempunyai temberang sebagai
suportingnya, keamanan dari tower ini paling bawah secara konstruksi, kalau bebannya berat
maka dikhawatirkan patah dan menimpa sekitarnya.
Jenis yang kedua adalah SST ( Self Suporting Tower ), dimana tower ini mempunyai konstruksi
baja mempunyai kaki empat buah dengan fondasi tertanam kebawah tanah dengan kedalaman
tertentu, besi rangka tower ini dilapisi dengan galvanis yang tahan samapai puluhan tahun tidak
berkarat, lagi pula tower ini pemeliharaannya dengan mencat dengan cat khusus anti karat,
sehingga kemungkinan tower ini roboh sangat kecil., tinggi tower berfariasi tergantung kontur
bumi, kalau kontur bumi datar maka diperlukan tower yang lebih tinggi, sementara kalau
didaerah perbukitan, tower dibangun diats puncak bukit dengan ketinggian yang relative
rendah.
Tower Telekomunikasi berbeda dengan tower Listrik , yang ditopangnya adalah kabel yang
dialiri oleh Saluran Umum Tegangan Extra Tinggi ( SUTET ), dimana arus listrik yang
dilewatkannya adalah diatas 20.000 KV, sehingga menimbulkan radiasi listrik yang cukup besar.
Sementara tower Telekomunikasi yang ditopangnya adalah antenna yang memancarkan
gelombang elektromagnetik atau kita sebut dengan gelombang radio, yang radiasinya berkisar
berordo watt, sehingga belum sampai ketanah sudah hilang radiasinya itu.jadi boleh dikatakan
aman untuk kesehatan manusia dan peralatan elektrik umah tangga.
Sinyal BTS, tidak akan mengganggu frekuensi radio dan TV karena peralatan BTS bekerja pada
gelombang 900 mhz dan 1.800 mhz. Sementara radio dan TV bekerja pada 100-600 mhz.
Kekuatan tower pun tidak perlu diragukan, karena telah dirancang mampu menahan angin
berkecepatan hingga 120 km/jam dan pondasi yang sangat kokoh di mana setiap cm2 mampu
menahan beban hingga 225 kg.
"Berdasar penelitian WHO dan Fakultas Teknik UGM, BTS tidak terdapat radiasi yang
membahayakan kesehatan manusia.
level batas radiasi yang diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO masing-masing
4,5 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frekuensi 900 MHz dan 9 watt/m2 untuk
1.800 MHz. Sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi lagi,
yakni 6 watt/m2 untuk frekuensi 900 MHz dan 12 watt/m2 untuk perangkat berfrekuensi 1.800
MHz.
“Umumnya, radiasi yang dihasilkan perangkat-perangkat yang digunakan operator seluler tidak
saja di Indonesia, tapi juga seluruh dunia, masih jauh di bawah ambang batas standar sehingga
relatif aman..
Sejauh ini protes dan kekhawatir masyarakat terhadap dampak radiasi gelombang
elektromagnetik yang dihasilkan perangkat telekomunikasi seluler lebih banyak datang dari
mereka yang tinggal di sekitar tower BTS (base transceiver station). Sejauh ini belum ada satu
pun keluhan atau kekhawatiran akan dampak radiasi itu yang datang dari para pengguna
telefon seluler. Padahal, jika dihitung-hitung, besarnya daya radiasi yang dihasilkan pesawat
telepon seluler jauh lebih besar daripada radiasi tower BTS. Memang betul, daya dari frekuensi
pesawat handphone sangat kecil, tapi karena jaraknya demikian dekat dengan tubuh kita,
dampaknya juga lebih besar..
Pernyataan tersebut didasarkan atas hasil perhitungan menggunakan rumus yang berlaku
dalam menghitung besaran radiasi. Misalnya saja, pada tower BTS dengan frekuensi 1800 MHz
daya yang digunakan rata-rata 20 watt dan pada frekuensi 900 MHz 40 watt, sedangkan
pesawat handphone dengan frekuensi 1.800 MHz menggunakan daya sebesar 1 watt dan yang
900 MHz dayanya 2 watt.
Berdasarkan hasil perhitungan, pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower BTS
dengan frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 w/m2 dan pada jarak
12 meter akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,55 w/m2. Untuk kasus tower yang memiliki
tinggi 52 meter, berdasarkan hasil perhitungan, akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,029
w/m2. “Jadi, kalau melihat hasil perhitungan demikian, sebenarnya angkanya sangat kecil
sehingga orang yang tinggal di sekitar tower BTS cukup aman. Lagipula kalau tidak aman,
bisnis sektor telekomunikasi pasti akan ditinggalkan konsumen,” katanya.
Pada Tower juga dilengkapi dengan grounding atau system pentanahan, yang gunanya adalah
penangkap petir, dimana kalau terjadi petir maka yang duluan disambar adalah kutub negative
yang terdekat dengan awan atau ion positive , dimana pada puncak tower dipasang finial dari
tembaga dan dialirkan ketanah dengan kabel BCC, sehingga aliran petir cepat mencapai tanah
dan mengamankan daerah sekitarnya dari sambaran petir, karena sifat dari arus listrik adalah
mencari jalan tependek mencapai tanah, dan hilang di netralisir oleh bumi.( kejarlah daku kau
ku tangkap).

dari berbagai sumber.

jam 01:05 Diposkan oleh Benhur Katik Sulaiman

Label: Telakomunikasi

Kamis, 17/10/2009 14:10:17 | Author: admin


Antisipasi Departemen Kominfo Terhadap Pembangunan
Menara Telekomunikasi Yang Tahan Gempa Bumi
Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini di Sumatera Barat dan tidak berselang waktu
lama sebelumnya juga terjadi di sekitar Tasikmalaya serta beberapa gempa bumi sebelumnya di
beberapa daerah telah berdampak destruktif di antaranya terhadap gangguan komunikasi dalam
bentuk terputusnya layanan telekomunikasi (walau tidak seluruhnya) untuk beberapa saat
meskipun kemudian dapat normal kembali setelah adanya pemulihan. Kecenderungan umum
yang sering terjadi dan berulang serta belajar dari musibah tsunami di Aceh, gempa bumi di
Yogyakarta, Manokwari, Bengkulu, Tasikmalaya dan Padang serta berbagai musibah gempa
bumi lain di berbagai daerah pada umumnya adalah trafik telekomunikasi yang secara tiba-tiba
melonjak sangat tinggi namun di sisi lain ada kendala terputusnya pasokan catu daya listrik bagi
keberadaan menara telekomunikasi di sejumlah lokasi serta adanya bangunan menara
telekomunikasi yang roboh (meskipun jumlahnya relatif sangat kecil) yang umumnya berada di
bangunan yang runtuh dan hancur akibat gempa bumi. Dengan demikian, problem utamanya
lebih banyak pada kelangkaan suplai energi dibanding kerusakan konstruksi bangunan menara
(terkecuali pada musibah tsunami di Aceh yang telah menimbulkan kerusakan sangat parah pada
infrastruktur telekomunikasi termasuk puluhan BTS di Banda Aceh, Meulaboh, Logna dan lain-
lain di sekitar Aceh yang dialami oleh beberapa penyelenggara telekomunikasi).

Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup tinggi sebagai
konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring of fire atau pertemuan
lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia, maka Departemen Kominfo tidak ingin mengambil
resiko sekecil apapun terhadap dampak destruktif gempa bumi tersebut. Oleh karenanya, Menteri
Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo
Mohammad Nuh dan Kepala BKPM Muhammad Lutfi telah menanda-tangani Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala
BKPM No. 18 Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No.
3/P/2009 yang mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2009, maka Peraturan Bersama tersebut di
antaranya sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban pembangunan menara
telekomunikasi yang tahan gempa bumi.

Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada Pasal 11 ayat
(1) yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. persyaratan administratif;
dan b. persyaratan teknis. Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang
berlaku secara internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut: a.
gambar rencana teknis bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detil
serta perhitungan struktur; b. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan tanah,
jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Peraturan bersama ini; dan c. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban
tetap (beban sendiri dan beban tambahan), beban sementara (angin dan gempa), beban khusus,
beban maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi
terhadap petir.
Lampiran Peraturan Bersama tersebut secara terperinci mengatur tentang persyaratan struktur
bangunan menara. Khusus yang menyangkut antisipasinya terhadap gempa bumi disebutkan
pada butir A sub-butir (3) yang menyebutkan, bahwa dalam perencanaan struktur bangunan
menara terhadap pengaruh gempa , semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari
sub struktur maupun struktur menara, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai
dengan zona gempanya . Demikian pula yang tersebut pada butir B sub-butir (1) yang
menyebutkan, bahwa analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap,
beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.

Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Bersama tersebut cukup keras, karena sebagaimana
diatur pada Pasal 25, bahwa dalam hal terdapat pelanggaran, Bupati/Walikota atau Gubernur
Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan,
pengenaan denda, atau pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sekedar informasi, yang dapat diberikan sanksi ini adalah penyedia menara, yang menurut Pasal
5 merupakan: a. penyelenggara telekomunikasi; atau b. bukan penyelenggara telekomunikasi.
Hanya saja, untuk tidak menimbulkan salah interpretasi, maka perlu dijelaskan mengenai
ketentuan peralihan yang disebutkan pada Pasal 28 yang di antaranya menyebutkan:

1. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan telah selesai atau
sedang membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.
2. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan belum
membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam peraturan Bersama ini.

depkominfo.go.id

MENARA TELEKOMUNIKASI / TOWER BERSAMA


( TOWWER SHARING)
************************************************************************
Oleh : Ach. Chambali Hasjim.

POKOK MASALAH :
1. Peningkatan pelanggan telepon nirkabel di Indonesia berkisar 40 %
sampai 53 %, tahun 2006 ada sekitar 40 juta nomor dan tahun 2007
mencapai 73 juta nomor. Namun tingkat penetrasi ponsel di Indonesia
masih jauh lebih rendah dibanding Negara-negara tetangga di kawasan Asia.
Tingkat penetrasi ponsel di Filipina dan Cina saat ini sudah mencapai 20 %,
sementara di Singapura penetrasi ponsel telah mencapai 70 %. Sedang di
Indonesia baru 10 %.

2. Di akhir 2008 pelanggan yang memakai layanan seluler sekurang-


kurangnya akan mencapai 90 juta pelanggan,” kata Budi Santoso, Direktur
Telekomunikasi Ditjen Postel Departemen Komunikasi dan Informatika
dalam acara Infrastructure Telecommunication Summit di Jakarta, Rabu
(12/12). Pertumbuhan pelanggan selular untuk tahun 2008 memang belum
dapat dipastikan karena pertumbuhan pelanggan selular sangat tergantung
dari operator. Kalau para operator bisa lebih giat menggencarkan
produknya, bisa saja pertumbuhan melebihi angka 90 juta.

3. Dengan pertumbuhan pelanggan ponsel yang terus meningkat, sedang


disatu pihak tingkat penetrasi masih rendah maka, hal ini akan diikuti oleh
pertumbuhan pembangunan tower dan BTS ( Base Transciever Station) yang
cukup signifikan baik oleh para penyelenggara telekomunikasi (Operator
Telepon Seluler/OTS) baik yang berbasis GSM ( 1800-1900 MHz) seperti :
Telkomsel, Indosat, Pro XL, Natrindo, dll maupun yang berbasis CDMA
seperti Mobile 8, Telkom Flexi, Esia, STI, dll. Untuk meluaskan coverage
maupun kualitas jaringan. Untuk Jawa Bali pertumbuhan pembangunan
tower tiap tahunnya mencapai 9000 tower.

4. Penetrasi pasar ponsel pun mengalami perkembangan, lima tahun yang


lalu pembangunan jaringan hanya untuk coverage ibukota kabupaten dan
wilayah kota (padat penduduk) dengan rentang antar tower setiap 5 km 1
tower untuk 1 OTS, maka pada saat ini coveragenya sampai kecamatan dan
desa dan rentang pembangunan towernya 3-1 km 1 tower untuk 1 operator
(OTS)

5. Dengan pertumbuhan pelanggan ponsel yang terus meningkat, akan


diikuti oleh pertumbuhan pembangunan tower dan Shelter BTS ( Base
Transciever Station) yang cukup signifikan baik oleh para penyelenggara
telekomunikasi (Operator Telepon Seluler/OTS) maupun oleh Penyedia
Jaringan Telekomunikasi ( provider) .

6. Permen Kominfo Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008 dan Paraturan


Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri
Komunikasi dan Informatika, dan Kelapa Badan Koordinasi Penanaman
Modal Nomor : 18 Tahun 2009 ; Nomor : 07/PRT/M/2009 ; Nomor
19/PER/M/KOMINFO/03/2009 dan Nomor : 3/P/2009 tanggal 30 Maret 2009
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama
Telekomunikasi ; menegaskan agar menggunakan Menara / Tower secara
bersama-sama sesuai kemampuan teknis Menara.

7. Apabila tetap dengan pola tower yang penggunaannya secara tunggal,


dengan jumlah 10 Operator Telepon Seluler (OTS), yaitu PT. Indosat. Tbk ;
PT. Telkomsel. Tbk. ; PT Excelcomindo Pratama. Tbk. ; PT. Telkom Indonesia
; PT. Natrindo Telepon Seluler (NTS) ; PT Hutchison CP Telecom ; PT.
Mobile-8 Telecom ; PT. Sampurna Telecom Indonesia (STI) ; PT. Smart
Telecom ; dan PT. Bakrie Telecom. Apabila masing-masing membangun
Tower BTS dengan daya jangkau 3 km, maka keberadaan tower tersebut
akan menggantikan posisi hutan pohon yang hijau menjadi hutan besi.

8. Perkembangan tower di Kabupaten Malang Jumlah Tower di Kabupaten


Malang, (sesuai IMB Tower yang sudah diterbitkan) mulai tahun 2001 s/d
2005 sebanyak 93 buah, sampai dengan Tahun 2008 jumlahnya mencapai
273 buah dan sampai dengan Juli 2009 sudah mencapai 331 buah. Tiga
tahun terakhir pertumbuhannya cukup signifikan karena ponsel sudah
menjadi mode masyarakat sampai di pedesaan.

PEMBANGUNAN MENARA BERSAMA


1. Penyelenggara telekomunikasi, Penyedia Menara, Pengelola Menara yang
membangun / memeiliki Menara harus memberikan kesempatan yang sama
tanpa diskriminasi kepada Penyelenggara Telekomunikasi (operator ponsel)
lain untuk menggunakan Menara miliknya secara bersama sesuai
kemampuan teknis Menara ;

2. Penggunaan Menara bersama oleh Penyelenggara Telekomuniksai


(operator ponsel) tidak boleh menimbulkan interferensi yang merugikan ;
Bila terjadi interferensi segera melakukan koordinasi untuk penyelesaian,
dan bila tidak ada penyelesaian pemerintah berperan sebagai mediatornya.

3. Penyelenggara Telekomunikasi yang memiliki menara, Penyedia Menara


dan Pengelola Menara harus memperhatikan ketentuan hukum tentang
larangan praktek monopoli dan persaiangan usaha tidak sehat ( UU No. 5
/1999 ). Untuk itu harus menginformasikan ketersediaan kapasitas,
kemampuan beban menara kepada calon pengguna Menara secara
transparan.

4. Calon pengguna Menara bersama harus mengajukan kepada


pemilik/pengelola Menara dengan sistem antrian, untuk menghindari
diskrimimasi terhadap calon pengguna Menara Bersama.
5. Calon pengguna Menara dalam mengajukan surat permohonan untuk
penggunaan Menara bersama harus memuat keterangan yang meliputi :
nama penanggung jawab ; izin penyelenggaraan telekomunikasi ; maksud
dan tujuan penggunaan Menara dan spisifikasi teknis perangkat yang
digunakan ; ketinggian menara yang dibutuhkan, arah, jumlah, atau beban
menara.

6. Permohonan pembangunan dan penggunaan Tower harus Non


Eksklusifitas, yaitu bahwa tidak mengurangi atau menghilangkan
kesempatan bagi pihak lain yang ingin menyewa/memanfaatkan bangunan
tersebut dengan semangat anti monopoli dan persaingan usaha yang sehat.
KETENTUAN TEKNIS PEMBANGUNAN MENARA BERSAMA

1. Posisi / Peletakan Menara ada dua model yaitu, : peletakan menara di


atas tanah ( Green Field / GF ) ; dan peletakan di atas gedung (Roof
Top / RT ).

2. Mendirikan Menara di kawasan tertentu harus memenuhi ketentuan


perundang-undangan yang berlaku untuk kawasan dimaksud.
Kawasan tertentu merupakan kawasan yang sifat dan peruntukannya
memiliki karakteristik tertentu. antara lain : a. kawasan keselamatan
operasi penerbangan ; b. kawasan pelabuhan; c. kawasan cagar
budaya ; d. kawasan pariwisata ; e. kawasan hutan lindung ; dan f.
kawasan pengawasan militer.

3. Setiap bangunan Menara Bersama, strukturnya harus direncanakan


dan dilaksanakan bangunan dengan kokoh dan stabil dalam memikul
beban/kombinasi beban serta memenuhi persyaratan keselamatan
(safety) , kelayanan (serviceability ), selama umur layanan yang
direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan menara,
lokasi, keawetan, dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.

4. Perencanaan dan pelaksanaan perawatan struktur bangunan


menara seperti halnya penambahan struktur dan/atau penggantian
struktur, harus mempertimbangkan persyaratan keselamatan struktur
sesuai dengan pedoman dan standar teknis yang berlaku.

5. Untuk mencegah adanya keruntuhan struktur yang tidak


diharapkan, pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara
berkala sesuai dengan pedoman/petunjuk teknis yang berlaku.

6. Pembangunan menara wajib mengacu kepada SNI dan standar baku


tertentu untuk menjamin keselamatan bangunan dan lingkungan
dengan memperhitungkan faktor-faktor yang menentukan kekuatan
dan kestabilan konstruksi menara dengan mempertimbangkan
persyaratan struktur bangunan menara, yang meliputi :

• Pembebanan pada Bangunan Menara.

Penentuan mengenai jenis, intensitas dan cara bekerjanya beban


harus mengikuti :
1) SNI 03-1726-2002, tentang Tata Cara Perencanaan Ketahanan
Gempa untuk Rumah dan gedung, atau edisi terbaru ;

2) SIN 03-1727-1989, tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan


untuk Rumah dan Gedung, atau edisi terbaru.

• Konstruksi Beton.
Perencanaan konstruksi beton harus mengikuti :

 1) SNI 03-1734-1989, tentang Tata cara perencanaan beton dan


struktur dinding bertulang untuk rumah dan gedung, atau edisi terbaru
;
 2) SNI 03-2847-1992, tentang Tata cara penghitungan struktur beton
untuk bangunan gedung, atau edisi terbaru ;
 3) SNI 03-3430-1994, tentang Tata cara perencanaan dinding struktur
pasangan blok beton berongga bertulang untuk untuk bangunan
rumah dan gedung atau edisi terbaru;

• Konstruksi Baja
Perencanaan konstruksi baja harus mengikuti :

 1) SNI 03-1729-2002, tentang Tata cara perencanaan bangunan baja


untuk gedung, atau edisi terbaru ;
 2) Tata cara dan/atau pedoman lain yang masih terkait dengan
perencanaan, pembuatan/perakitan dan pemeliharaan kontruksi baja.

7. Hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan struktur dan pondasi


adalah kemampuan pondasi tanah, yang didasari oleh hasil analisis: Sondir,
Attenberg Limit Test, Generatif of soil, Direct Shear Test.

8. Bangunan Menara telekomunikasi harus dilengkapi sarana pendukung


seperti : pentanahan (grounding) ; penangkal petir ; catu daya ; lampu
halangan penerbangan ( Aviation Obstruction Light / AOL ); dan marka
halangan penerbangan ( Aviation Obsstrction Marking / AOM ).

9. Kelengkapan sarana pendukung menara, meliputi :


a. Pentanahan (grounding) dan Penangkal Petir, meliputi:

 (1) desain tergantung kondisi alam setempat (tanah);


 (2) intensitas petir yang berbeda setiap tempat;
 (3) seluruh perangkat harus disambungkan untuk mendapat
ekipotensial;
 (4) jaringan listrik harus ada arrester, trafo isolator.

b. Lampu Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Light ) dan Marka


Halangan Penerbangan (Aviation Obstruction Marking ) sesuai dengan
ketentuan yang berlaku:
 (1) Aviation Obstruction light dipasang pada ketinggian menara setiap
kelipatan 45 m dan pada puncak menara, yang menyala secara
otomatis saat cuaca gelap
 (2) Aviation Obstruction Marking berupa warna menara merah putih,
orange putih, atau warna lain yang menyala / mencolok.

10. Kelengkapan Identitas Hukum (name tag) yang jelas mengenai


spesifikasi konstruksi bangunan menara yang meliputi: Nama pemilik
menara; Lokasi; Tinggi menara; Tahun pembuatan/pemasangan; Kontraktor
Menara; Beban Maksimum Menara. Operator pengguna ; dan Nomor Izin
( IMB dan HO ).

11. Memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB) yang diajukan kepada Kepala
Daerah dengan melampirkan persyaratan Administrasi dan persyaratan
Teknis.

12. Persyaratan Administrasi untuk pengajuan IMB Tower meliputi :

 a. surat kepemilikan tanah dan bangunan;


 b. surat keterangan rencana tata kota;
 c. rekomendasi instansi terkait khusus untuk kawasan yang sifat dan
peruntukannya memiliki karakteristik tertentu ;
 d. akta pendirian perusahaan beserta perubahan yang telah disahkan
oleh Depkumham ;
 e. surat bukti pencacatan dari Bursa Efek Indonesia (BEJ) bagi
perusahaan pemohon yang berstatus perusahaan terbuka ;
 f. informasi rencana penggunaan menara bersama ;
 g. persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan
ketinggian menara ;
 h. dalam hal menggunakan genset sebagai catu daya dipersyaratkan
izin gangguan dan izin genset.

13. Persyaratan Teknis mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku
secara internasional sertab tertuang dalam bentuk dokumen teknis,
meliputi :

 a. Gambar rencana teknis bangunan menara seperti : situasi, denah,


tampak potongan dan detail serta perhitungan struktur ;
 b. Spesifikasi teknis pondasi menara seperti : data penyelidikan
tanah ; jenis pondasi; jumlah titik pondasi; termasuk geoteknik tanah.
 c. Spesifikasi teknis struktur atas menara, seperti : beban tetap
(beban sendiri dan beban tambahan), beban sementara (angin dan
gempa), beban khusus, beban maksimum menara yang diijinkan,
sistem kontruksi, ketinggian menara, dan proteksi terhadap petir.
ANALISA RADIASI FREKUENSI (RF) TOWER BTS.
1. Menara Telekomunikasi (tower) baik untuk pemancar gelombang micro
digital (GMD) maupun untuk pemancar BTS (base transceiver station/stasiun
base transmitter dan receiver), yang memancarkan gelombang
elektromagnetik (GEM), terbentuknya medan elektor/listrik dan medan
magnit.

2. Tower untuk pemancar gelombang micro digital (GMD) biasanya


memancarkan gelombang elektromagnetik (GEM) dengan frekuensi 4
sampai 7 GHz , dimana antara antenna pemancar dengan antenna penerima
berjarak sekitar maksimum 60 km dan harus los (line of side ) tidak ada
obstackle ( penghalang ) yang menghalangi antara keduanya., biasanya
dengan ketinggian diatas 40 meter dari permukaan tanah. gelombang yang
dipancarkan adalah gelombang ruang, merambat lurus diudara.

3. Sedang tower untuk pemancar BTS, adalah memancarkan gelombang


elektromagnetik (GEM) dengan frekuensi rendah berkisar antara 900 s/d
1800 mhz., yang dipancarkan oleh antenna sektoral yang akan ditangkap
oleh antenna hp

4. Tower bts berbeda dengan tower sutet listrik PLN dalam hal konstruksi,
maupun resiko yang ditanggung penduduk di bawahnya. Tower sutet, yang
ditopang adalah kabel yang dialiri oleh saluran umum tegangan extra tinggi
( sutet ), dimana arus listrik yang dilewatkannya adalah diatas 20.000 kv,
sehingga menimbulkan radiasi listrik yang cukup besar. Sementara tower
bts yang ditopangnya adalah antenna yang memancarkan gelombang
elektromagnetik atau kita sebut dengan gelombang radio, yang radiasinya
berordo watt, sehingga belum sampai ketanah sudah hilang radiasinya itu.
jadi boleh dikatakan aman untuk kesehatan manusia dan peralatan elektrik
rumah tangga.

5. Sinyal BTS, tidak akan mengganggu frekuensi radio dan tv karena


peralatan BTS bekerja pada gelombang 900 MHz dan 1.800 mhz. sementara
radio dan tv bekerja pada 100-600 MHz.

6. kekuatan pancang tower pun tidak perlu diragukan, karena telah


dirancang mampu menahan angin berkecepatan hingga 120 km/jam dan
pondasi yang sangat kokoh di mana setiap cm2 mampu menahan beban
hingga 225 kg.

7. berdasar penelitian WHO dan FAKULTAS TEKNIK UGM, BTS tidak terdapat
radiasi yang membahayakan kesehatan manusia. level batas radiasi yang
diperbolehkan menurut standar yang dikeluarkan WHO masing-masing
adalah :

 4,5 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frek. 900 mhz


 9 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frek. 1.800 mhz.

sementara itu, standar yang dikeluarkan IEEE C95.1-1991 malah lebih tinggi
lagi, yakni :

 6 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frek. 900 mhz


 12 watt/m2 untuk perangkat yang menggunakan frek. 1.800 mhz.

8. Perhitungan total radiasi BTS menggunakan rumus yang berlaku dalam


menghitung besaran radiasi adalah sebagai berikut :

 tower bts dengan frek. 1800 MHz daya yang digunakan rata-rata 20
watt sedangkan frek. 900 MHz dayanya 40 watt,
 pesawat handphone dengan frek 1.800 MHz menggunakan daya
sebesar 1 watt ; dan frek 900 MHz dayanya 2 watt.

HASIL PERHITUNGAN :

 pada jarak 1 meter (jalur pita pancar utama), tower bts dengan
frekuensi 1.800 MHz mengasilkan total daya radiasi sebesar 9,5 w/m2
 pada jarak 12 meter (jalur pita pancar utama), akan menghasilkan
total radiasi sebesar 0,55 w/m2.
 untuk tower yang memiliki tinggi 52 meter, berdasarkan hasil
perhitungan, akan menghasilkan total radiasi sebesar 0,029 w/m2.
 sebenarnya angkanya sangat kecil sehingga orang yang tinggal di
sekitar tower bts cukup aman.
 tower bts terendah (40 meter) memiliki radiasi 1 watt/m2 (untuk
pesawat dengan frekuensi 800 mhz) s/d 2 watt/m2 (untuk pesawat
1800 mhz).
 sedangkan standar yang dikeluarkan WHO maximal radiasi yang bisa
ditolerir adalah 4,5 (800 mhz) s/d 9 watt/m2 (1800 mhz). sedangkan
radiasi dari radio informatika/internet (2,4 GHz) hanya sekitar 3
watt/m2 saja.
 masih sangat jauh dari ambang batas WHO 9 watt/m2. radiasi ini
makin lemah apabila tower makin tinggi.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN :
1. Undang Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ;
2. Undang Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah ;
4. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal ;
5. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan ruang ;
6. PP Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi ;
7. Peraturan Menteri Kominfo Nomor 02/PER/M.KOMINFO/3/2008
tentang Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Menara Bersama
Telekomunikasi ;
8. Paraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum,
Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kelapa Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor : 18 Tahun 2009 ; Nomor :
07/PRT/M/2009 ; Nomor 19/PER/M/KOMINFO/03/2009 dan Nomor :
3/P/2009 tanggal 30 Maret 2009 tentang Pedoman Pembangunan dan
Penggunaan bersama Menara Telekomunikasi ;
9. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 61 Tahun 2006 tentang
Pemanfaatan Ruang Pada kawasan Pengendalian Ketat Skala regional
di propinsi Jawa Timur ;
10. Surat Edaran Gubernur Jawa Timur Nomor 650/4073/201.3/07
perihal Penertiban Ijin Pemanfaatan Ruang di kawasan Pengendalian
Ketat Skala Regional Propinsi Jawa Timur ;
11. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 11 Tahun 2007
tentang Mendirikan Bangunan;
12. Peraturan Daerah Kabupaten Malang Nomor 12 tahun 2007
tentang Izin Gangguan ;
13. Peraturan Bupati Malang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Kewenangan Pelayanan Administrasi Perizinan Pada Unit Pelayanan
Terpadu Perizinan. **********

Siaran Pers No. 199/PIH/KOMINFO/10/2009 tentang Antisipasi


Departemen Kominfo Terhadap Pembangunan Menara Telekomunikasi
Yang Tahan Gempa Bumi

(Jakarta, 12 Oktober 2009). Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini di Sumatera
Barat dan tidak berselang waktu lama sebelumnya juga terjadi di sekitar Tasikmalaya serta
beberapa gempa bumi sebelumnya di beberapa daerah telah berdampak destruktif di antaranya
terhadap gangguan komunikasi dalam bentuk terputusnya layanan telekomunikasi (walau tidak
seluruhnya) untuk beberapa saat meskipun kemudian dapat normal kembali setelah adanya
pemulihan. Kecenderungan umum yang sering terjadi dan berulang serta belajar dari musibah
tsunami di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta, Manokwari, Bengkulu, Tasikmalaya dan Padang
serta berbagai musibah gempa bumi lain di berbagai daerah pada umumnya adalah trafik
telekomunikasi yang secara tiba-tiba melonjak sangat tinggi namun di sisi lain ada kendala
terputusnya pasokan catu daya listrik bagi keberadaan menara telekomunikasi di sejumlah lokasi
serta adanya bangunan menara telekomunikasi yang roboh (meskipun jumlahnya relatif sangat
kecil) yang umumnya berada di bangunan yang runtuh dan hancur akibat gempa bumi. Dengan
demikian, problem utamanya lebih banyak pada kelangkaan suplai energi dibanding kerusakan
konstruksi bangunan menara (terkecuali pada musibah tsunami di Aceh yang telah menimbulkan
kerusakan sangat parah pada infrastruktur telekomunikasi termasuk puluhan BTS di Banda Aceh,
Meulaboh, Logna dan lain-lain di sekitar Aceh yang dialami oleh beberapa penyelenggara
telekomunikasi).

Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup tinggi sebagai
konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring of fire atau pertemuan
lempeng besar Indo-Australia dan Eurasia, maka Departemen Kominfo tidak ingin mengambil
resiko sekecil apapun terhadap dampak destruktif gempa bumi tersebut. Oleh karenanya, Menteri
Dalam Negeri Mardiyanto, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo
Mohammad Nuh dan Kepala BKPM Muhammad Lutfi telah menanda-tangani Peraturan
Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala
BKPM No. 18 Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No. 19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No.
3/P/2009 yang mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2009, maka Peraturan Bersama tersebut di
antaranya sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban pembangunan menara
telekomunikasi yang tahan gempa bumi.

Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada Pasal 11 ayat
(1) yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. persyaratan administratif;
dan b. persyaratan teknis. Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang
berlaku secara internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut: a.
gambar rencana teknis bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detil
serta perhitungan struktur; b. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan tanah,
jenis pondasi, jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah sebagaimana dimaksud dalam
Lampiran Peraturan bersama ini; dan c. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban
tetap (beban sendiri dan beban tambahan), beban sementara (angin dan gempa), beban khusus,
beban maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi
terhadap petir.

Lampiran Peraturan Bersama tersebut secara terperinci mengatur tentang persyaratan struktur
bangunan menara. Khusus yang menyangkut antisipasinya terhadap gempa bumi disebutkan
pada butir A sub-butir (3) yang menyebutkan, bahwa dalam perencanaan struktur bangunan
menara terhadap pengaruh gempa , semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari
sub struktur maupun struktur menara, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai
dengan zona gempanya . Demikian pula yang tersebut pada butir B sub-butir (1) yang
menyebutkan, bahwa analisis struktur harus dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap
beban-beban yang mungkin bekerja selama umur kelayanan struktur, termasuk beban tetap,
beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.

Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Bersama tersebut cukup keras, karena sebagaimana
diatur pada Pasal 25, bahwa dalam hal terdapat pelanggaran, Bupati/Walikota atau Gubernur
Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan,
pengenaan denda, atau pencabutan izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sekedar informasi, yang dapat diberikan sanksi ini adalah penyedia menara, yang menurut Pasal
5 merupakan: a. penyelenggara telekomunikasi; atau b. bukan penyelenggara telekomunikasi.
Hanya saja, untuk tidak menimbulkan salah interpretasi, maka perlu dijelaskan mengenai
ketentuan peralihan yang disebutkan pada Pasal 28 yang di antaranya menyebutkan:

1. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan telah selesai atau
sedang membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan
dengan ketentuan dalam peraturan Bersama ini paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan
Bersama ini ditetapkan.
2. Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan belum
membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam peraturan Bersama ini.

—————

Kepala Pusat Informasi dan Humas Departemen Kominfo (Gatot S. Dewa Broto, HP:
0811898504, Email: gatot_b@postel.go.id , Tel/Fax: 021.3504024).
CARA MELAKUKAN POINTING Wireless ISP
April 21, 2010 miftah123 Leave a comment Go to comments

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum melakukan Pointing Wireless, peralatan yang
cukup untuk keperluan dilapangan .

Peralatan tersebut mencakup :


1. GPS
2. Kompas
3. Binocular
4. pigtail
5. Wireless AP 802.11a
6. Antena Grid
7. Notebook, Radio komunikasi (HT), pipa besi , klem pipa.
8. Cable tester, Crimping Tool, konektor RJ45, Kabel power roll, UTP cable.
9. Peralatan panjat, harness, carabiner, webbing.
10. Kunci pas, kunci ring, kunci inggris, tang (potong, buaya, jepit), obeng set, tie rap, isolator
gel (silicon), rubber 3M, senter (flash light)
11. Software AP Manager, Orinoco Client, driver dan AP Utility PlanetSurvey Lokasi
1. Tentukan koordinat letak kedudukan station, jarak udara terhadap BTS dengan GPS dan
kompas pada peta
2. Perhatikan dan tandai titik potensial penghalang (obstacle) sepanjang path
3. Hitung SOM, path dan acessories loss, EIRP, freznel zone, ketinggian antena
4. Perhatikan posisi terhadap station lain, kemungkinan potensi hidden station, over shoot dan
test noise serta interferensi. Perhitungkan signal multipath dan adanya cross section signal dari
station lain
5. Tentukan posisi ideal tower, elevasi, panjang kabel dan alternatif seandainya ada kesulitan
dalam instalasi
6. Rencanakan sejumlah alternatif metode instalasi, pemindahan posisi dan alat.

Pemasangan Konektor
1. Kuliti kabel coaxial dengan penampang melintang, spesifikasi kabel minimum adalah RG 8
9913 atau CNT400 dengan perhitungan losses 10 db setiap 30 m
2. Jangan sampai terjadi goresan berlebihan karena perambatan gelombang mikro adalah pada
permukaan kabel
3. Pasang konektor dengan cermat dan memperhatikan penuh masalah kerapian
4. Solder pin ujung konektor dengan cermat dan rapi, pastikan tidak terjadi short
5. Perhatikan urutan pemasangan pin dan kuncian sehingga dudukan kabel dan konektor tidak
mudah bergeser. Test kemungkinan short dengan multimeter
6. Tutup permukaan konektor dengan aluminium foil untuk mencegah kebocoran dan
interferensi, posisi harus menempel pada permukaan konektor
7. Lapisi konektor dengan aluminium foil dan lapisi seluruh permukaan sambungan konektor
dengan isolator TBA (biasa untuk pemasangan pipa saluran air atau kabel listrik instalasi rumah),
atau isolasi 3 M. Lapisi juga dengan silicon gel
8. Tutup seluruh permukaan dengan isolator karet bakar untuk mencegah air
9. Untuk perawatan, ganti semua lapisan pelindung setiap 6 bulan sekali
10. Konektor terbaik adalah model hexa (crimp) tanpa solderan dan drat (screw) sehingga sedikit
melukai permukaan kabel, yang dipasang dengan crimping tools, disertai karet bakar sebagai
pelindung pengganti isolator karet.

Pembuatan POE

Ini hanya optional, kalo sekarang banyak Access Point yang sudah menggunakan POE. Jadi
sudah satu paket dengan Accas Point nya.

1. Power over ethernet diperlukan untuk melakukan injeksi catu daya ke perangkat Wireless In A
Box yang dipasang di atas tower, POE bermanfaat mengurangi kerugian power (losses) akibat
penggunaan kabel dan konektor
2. POE menggunakan 2 pair kabel UTP yang tidak terpakai, 1 pair untuk injeksi + (positif)
power dan 1 pair untuk injeksi – (negatif) power, digunakan kabel pair (sepasang) untuk
menghindari penurunan daya karena kabel loss dan gunakan adaptor dengan daya (Ampere)
lebih besar dari standar bawaan perangkat agar mampu mencapai redaman sepanjang kabel UTP
3. Perhatikan bahwa permasalahan paling krusial dalam pembuatan POE adalah bagaimana cara
mencegah terjadinya short, karena kabel dan konektor power penampangnya kecil dan mudah
bergeser atau tertarik, tetesi dengan lilin atau isolator (silicon) gel agar setiap titik sambungan
terlindung dari short
4. Sebelum digunakan uji terlebih dahulu semua sambungan dengan multimeter.

Instalasi Antena

Di sini dibahas pemasangan dengan menggunakan tower triangle.


1. Panjat tower tersebut sampai di ketinggian yang di perlukan (minimal 1st freznel zone
terlewati terhadap obstacle terdekat). Sebelum memanjat cek kelengkapan alat yang diperlukan
untuk instalasi di atas tower, jangan sampai ada yang tertinggal, karena akan merepotkan diri
sendiri maupun orang lain . Peralatan yang lain seperti grid, radio AP, pipa besi (stang) bisa
dibawa langsung atau di tarik menggunakan tali.
4. Pasang antena di pipa besi, arahkan dengan menggunakan kompas dan GPS sesuai tempat
kedudukan BTS di peta
5. Pasang kabel ke Radio AP yang sudah dimasukkan dalam box, rapikan sementara, jangan
sampai berat kabel menjadi beban sambungan konektor dan mengganggu gerak pointing serta
kedudukan antena
6. Perhatikan dalam memasang kabel di tower / pipa, jangan ada posisi menekuk yang potensial
menjadi akumulasi air hujan, bentuk sedemikian rupa sehingga air hujan bebas jatuh ke bawah.

Instalasi Perangkat Radio

1. Instal PC Card dan Orinoco dengan benar sampai dikenali oleh OS tanpa konflik dan pastikan
semua driver serta utility dapat bekerja sempurna
2. Instalasi pada OS W2K memerlukan driver terbaru dari web site dan ada di CD utility kopian,
tidak diperlukan driver PCMCIA meskipun PNP W2K melakukannya justru deteksi ini
menimbulkan konflik, hapus dirver ini dari Device Manager
3. Instalasi pada NT memerlukan kecermatan alokasi alamat IO, IRQ dan DMA, pada BIOS
lebih baik matikan semua device (COM, LPT dll.) dan peripheral (sound card, mpeg dll.) yang
tidak diperlukan
4. Semua prosedur ini bisa diselesaikan dalam waktu kurang dari 30 menit tidak termasuk
instalasi OS, lebih dari waktu ini segera jalankan prosedur selanjutnya
5. Apabila terus menerus terjadi kesulitan instalasi, untuk sementara demi efisiensi lakukan
instalasi dibawah OS Win98 / ME yang lebih mudah dan sedikit masalah
6. Pada instalasi perangkat radio jenis Wireless In A Box (Mtech, Planet, Micronet dlll.), terlebih
dahulu lakukan update firmware dan utility
7. Kemudian uji coba semua fungsi yang ada (AP, Inter Building, SAI Client, SAA2, SAA Ad
Hoc dll.) termasuk bridging dan IP Addressing dengan menggunakan antena helical, pastikan
semua fungsi berjalan baik dan stabil
8. Pastikan bahwa perangkat Power Over Ethernet (POE) berjalan sempurna.

Pengujian Noise
1. Bila semua telah berjalan normal, install semua utility yang diperlukan dan mulai lakukan
pengujian noise / interferensi, pergunakan setting default
2. Tanpa antena perhatikan apakah ada signal strenght yang tertangkap dari station lain
disekitarnya, bila ada dan mencapai good (sekitar 40 % – 60 %) atau bahkan lebih, maka
dipastikan station tersebut beroperasi melebihi EIRP dan potensial menimbulkan gangguan bagi
station yang sedang kita bangun, pertimbangkan untuk berunding dengan operator BTS / station
eksisting tersebut
3. Perhatikan berapa tingkat noise, bila mencapai lebih dari tingkat sensitifitas radio (biasanya
adalah sekitar – 83 dbm, baca spesifikasi radio), misalnya – 100 dbm maka di titik station
tersebut interferensinya cukup tinggi, tinggal apakah signal strenght yang diterima bisa melebihi
noise
4. Perhitungan standar signal strenght adalah 0 % – 40 % poor, 40 % – 60 % good, 60 % – 100
% excellent, apabila signal strenght yang diterima adalah 60 % akan tetapi noisenya mencapai 20
% maka kondisinya adalah poor connection (60 % – 20 % – 40 % poor), maka sedapat mungkin
signal strenght harus mencapai 80 %
5. Koneksi poor biasanya akan menghasilkan PER (packet error rate – bisa dilihat dari persentasi
jumlah RTO dalam continous ping) diatas 3 % – 7 % (dilihat dari utility Planet maupun Wave
Rider), good berkisar antara 1 % – 3 % dan excellent dibawah 1 %, PER antara BTS dan station
client harus seimbang
6. Perhitungan yang sama bisa dipergunakan untuk memperhatikan station lawan atau BTS kita,
pada prinsipnya signal strenght, tingkat noise, PER harus imbang untuk mendapatkan stabilitas
koneksi yang diharapkan
7. Pertimbangkan alternatif skenario lain bila sejumlah permasalahan di atas tidak bisa diatasi,
misalkan dengan memindahkan station ke tempat lain, memutar arah pointing ke BTS terdekat
lainnya atau dengan metode 3 titik (repeater) dll.

Perakitan Antena
1. Antena microwave jenis grid parabolic dan loop serta yagi perlu dirakit karena terdiri dari
sejumlah komponen, berbeda dengan jenis patch panel, panel sector maupun omni directional
2. Rakit antena sesuai petunjuk (manual) dan gambar konstruksi yang disertakan3
. Kencangkan semua mur dan baut termasuk konektor dan terutama reflektor
4. Perhatikan bahwa antena microwave sangat peka terhadap perubahan fokus, maka pada saat
perakitan antena perhatikan sebaik-baiknya fokus reflektor terhadap horn (driven antena), sedikit
perubahan fokus akan berakibat luas seperti misalnya perubahan gain (db) antena
5. Beberapa tipe antena grid parabolic memiliki batang extender yang bisa merubah letak fokus
reflektor terhadap horn sehingga bisa diset gain yang diperlukan.

Pointing Antena
1. Secara umum antena dipasang dengan polarisasi horizontal
2. Arahkan antena sesuai arah yang ditunjukkan kompas dan GPS, arah ini kita anggap titik
tengah arah (center beam)
3. Geser antena dengan arah yang tetap ke kanan maupun ke kiri center beam, satu per satu pada
setiap tahap dengan perhitungan tidak melebihi ½ spesifikasi beam width antena untuk setiap sisi
(kiri atau kanan), misalkan antena 24 db, biasanya memiliki beam width 12 derajat maka,
maksimum pergeseran ke arah kiri maupun kanan center beam adalah 6 derajat
4. Beri tanda pada setiap perubahan arah dan tentukan skornya, penentuan arah terbaik dilakukan
dengan cara mencari nilai average yang terbaik, parameter utama yang harus diperhatikan adalah
signal strenght, noise dan stabilitas
5. Karena kebanyakan perangkat radio Wireless In A Box tidak memiliki utility grafis untuk
merepresentasikan signal strenght, noise dsb (kecuali statistik dan PER) maka agar lebih praktis,
untuk pointing gunakan perangkat radio standar 802.11b yang memiliki utility grafis seperti
Orinoco atau gunakan Wave Rider
6. Selanjutnya bila diperlukan lakukan penyesuaian elevasi antena dengan klino meter sesuai
sudut antena pada station lawan, hitung berdasarkan perhitungan kelengkungan bumi dan
bandingkan dengan kontur pada peta topografi
7. Ketika arah dan elevasi terbaik yang diperkirakan telah tercapai maka apabila diperlukan dapat
dilakukan pembalikan polarisasi antena dari horizontal ke vertical untuk mempersempit beam
width dan meningkatkan fokus transmisi, syaratnya kedua titik mempergunakan antena yang
sama (grid parabolic) dan di kedua titik polarisasi antena harus sama (artinya di sisi lawan
polarisasi antena juga harus dibalik menjadi vertical)

Pengujian Koneksi Radio


1. Lakukan pengujian signal, mirip dengan pengujian noise, hanya saja pada saat ini antena dan
kabel (termasuk POE) sudah dihubungkan ke perangkat radio
2. Sesuaikan channel dan nama SSID (Network Name) dengan identitas BTS / AP tujuan,
demikian juga enkripsinya, apabila dipergunakan otentikasi MAC Address maka di AP harus
didefinisikan terlebih dahulu MAC Address station tersebut
3. Bila menggunakan otentikasi Radius, pastikan setting telah sesuai dan cobalah terlebih dahulu
mekanismenya sebelum dipasang
4. Perhatikan bahwa kebanyakan perangkat radio adalah berfungsi sebagai bridge dan bekerja
berdasarkan pengenalan MAC Address, sehingga IP Address yang didefinisikan berfungsi
sebagai interface utility berdasarkan protokol SNMP saja, sehingga tidak perlu dimasukkan ke
dalam tabel routing
5. Tabel routing didefinisikan pada (PC) router dimana perangkat radio terpasang, untuk
Wireless In A Box yang perangkatnya terpisah dari (PC) router, maka pada device yang
menghadap ke perangkat radio masukkan pula 1 IP Address yang satu subnet dengan IP Address
yang telah didefinisikan pada perangkat radio, agar utility yang dipasang di router dapat
mengenali radio
6. Lakukan continuos ping untuk menguji stabilitas koneksi dan mengetahui PER
7. Bila telah stabil dan signal strenght minimum good (setelah diperhitungkan noise) maka
lakukan uji troughput dengan melakukan koneksi FTP (dengan software FTP client) ke FTP
server terdekat (idealnya di titik server BTS tujuan), pada kondisi ideal average troughput akan
seimbang baik saat download maupun up load, maksimum troughput pada koneksi radio 1 mbps
adalah sekitar 600 kbps dan per TCP connection dengan MTU maksimum 1500 bisa dicapai 40
kbps
8. Selanjutnya gunakan software mass download manager yang mendukung TCP connection
secara simultan (concurrent), lakukan koneksi ke FTP server terdekat dengan harapan maksimum
troughput 5 kbps per TCP connection, maka dapat diaktifkan sekitar 120 session simultan
(concurrent), asumsinya 5 x 120 = 600
9. Atau dengan cara yang lebih sederhana, digunakan skala yang lebih kecil, 12 concurrent
connection dengan trouhput per session 5 kbps, apa total troughput bisa mencapai 60 kbps
(average) ? bila tercapai maka stabilitas koneksi sudah dapat dijamin berada pada level
maksimum
10. Pada setiap tingkat pembebanan yang dilakukan bertahap, perhatikan apakah RRT ping
meningkat, angka mendekati sekitar 100 ms masih dianggap waja

Siaran Pers No. 199/PIH/KOMINFO/10/2009 tentang Antisipasi


Departemen Kominfo Terhadap Pembangunan M
Kamis, 15 Oktober 09 - by : admin

(Jakarta, 12 Oktober 2009). Musibah gempa bumi yang terjadi belum lama ini di Sumatera Barat dan
tidak berselang waktu lama sebelumnya juga terjadi di sekitar Tasikmalaya serta beberapa gempa bumi
sebelumnya di beberapa daerah telah berdampak destruktif di antaranya terhadap gangguan
komunikasi dalam bentuk terputusnya layanan telekomunikasi (walau tidak seluruhnya) untuk beberapa
saat meskipun kemudian dapat normal kembali setelah adanya pemulihan. Kecenderungan umum yang
sering terjadi dan berulang serta belajar dari musibah tsunami di Aceh, gempa bumi di Yogyakarta,
Manokwari, Bengkulu, Tasikmalaya dan Padang serta berbagai musibah gempa bumi lain di berbagai
daerah pada umumnya adalah trafik telekomunikasi yang secara tiba-tiba melonjak sangat tinggi namun
di sisi lain ada kendala terputusnya pasokan catu daya listrik bagi keberadaan menara telekomunikasi di
sejumlah lokasi serta adanya bangunan menara telekomunikasi yang roboh (meskipun jumlahnya relatif
sangat kecil) yang umumnya berada di bangunan yang runtuh dan hancur akibat gempa bumi. Dengan
demikian, problem utamanya lebih banyak pada kelangkaan suplai energi dibanding kerusakan
konstruksi bangunan menara (terkecuali pada musibah tsunami di Aceh yang telah menimbulkan
kerusakan sangat parah pada infrastruktur telekomunikasi termasuk puluhan BTS di Banda Aceh,
Meulaboh, Logna dan lain-lain di sekitar Aceh yang dialami oleh beberapa penyelenggara
telekomunikasi).

Akan tetapi, mengingat potensi terhadinya gempa bumi di Indonesia masih cukup tinggi sebagai
konsekuensi dari letak geografi Indonesia pada salah satu jalur ring of fire atau pertemuan lempeng
besar Indo-Australia dan Eurasia, maka Departemen Kominfo tidak ingin mengambil resiko sekecil
apapun terhadap dampak destruktif gempa bumi tersebut. Oleh karenanya, Menteri Dalam Negeri
Mardiyanto, Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto, Menteri Kominfo Mohammad Nuh dan Kepala
BKPM Muhammad Lutfi telah menanda-tangani Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri
Pekerjaan Umum, Menteri Kominfo dan Kepala BKPM No. 18 Tahun 2009, No. 7/PRT/M/2009, No.
19/PER/M.KOMINFO/3/2009 dan No. 3/P/2009 yang mulai berlaku pada tanggal 30 Maret 2009, maka
Peraturan Bersama tersebut di antaranya sudah mensyaratkan secara sangat ketat tentang kewajiban
pembangunan menara telekomunikasi yang tahan gempa bumi.

Salah satu ketentuan tentang antisipasi terhadap gempa bumi tersebut diatur pada Pasal 11 ayat (1)
yang menyebutkan, bahwa permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 10 melampirkan persyaratan sebagai berikut: a. persyaratan administratif; dan b.
persyaratan teknis. Lebih lanjut disebutkan pada Pasal 11 ayat (3), bahwa persyaratan teknis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b mengacu pada SNI atau standar baku yang berlaku secara
internasional serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut: a. gambar rencana teknis
bangunan menara meliputi: situasi, denah, tampak, potongan dan detil serta perhitungan struktur; b.
spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan tanah, jenis pondasi, jumlah titik pondasi,
termasuk geoteknik tanah sebagaimana dimaksud dalam Lampiran Peraturan bersama ini; dan c.
spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban tetap (beban sendiri dan beban tambahan),
beban sementara (angin dan gempa), beban khusus, beban maksimum menara yang diizinkan, sistem
konstruksi, ketinggian menara, dan proteksi terhadap petir.

Lampiran Peraturan Bersama tersebut secara terperinci mengatur tentang persyaratan struktur
bangunan menara. Khusus yang menyangkut antisipasinya terhadap gempa bumi disebutkan pada butir
A sub-butir (3) yang menyebutkan, bahwa dalam perencanaan struktur bangunan menara terhadap
pengaruh gempa , semua unsur struktur bangunan menara, baik bagian dari sub struktur maupun
struktur menara, harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai dengan zona gempanya .
Demikian pula yang tersebut pada butir B sub-butir (1) yang menyebutkan, bahwa analisis struktur harus
dilakukan untuk memeriksa respon struktur terhadap beban-beban yang mungkin bekerja selama umur
kelayanan struktur, termasuk beban tetap, beban sementara (angin, gempa) dan beban khusus.

Sanksi terhadap pelanggaran Peraturan Bersama tersebut cukup keras, karena sebagaimana diatur pada
Pasal 25, bahwa dalam hal terdapat pelanggaran, Bupati/Walikota atau Gubernur Provinsi DKI Jakarta
dapat memberikan sanksi administratif berupa teguran, peringatan, pengenaan denda, atau pencabutan
izin sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sekedar informasi, yang dapat diberikan
sanksi ini adalah penyedia menara, yang menurut Pasal 5 merupakan: a. penyelenggara telekomunikasi;
atau b. bukan penyelenggara telekomunikasi. Hanya saja, untuk tidak menimbulkan salah interpretasi,
maka perlu dijelaskan mengenai ketentuan peralihan yang disebutkan pada Pasal 28 yang di antaranya
menyebutkan:

1.
Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan telah selesai atau sedang
membangun menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan
ketentuan dalam peraturan Bersama ini paling lama 2 tahun terhitung sejak Peraturan Bersama ini
ditetapkan.

2.

Penyedia menara yang telah memiliki Izin Mendirikan Bangunan Menara dan belum membangun
menaranya sebelum Peraturan Bersama ini ditetapkan wajib menyesuaikan dengan ketentuan dalam
peraturan Bersama ini.

Dinas Perhubungan Kab. Serang : www.dishub.serangkab.go.id


Versi Online : www.dishub.serangkab.go.id/?pilih=lihat&id=168

You might also like