Professional Documents
Culture Documents
Acteur dan actrice wajang Sin Pe terdiri dari anak-anak di bawah oemoer,
tjerita jang dimaenken tjerita Tionghoa, oepamanya tjerita "Sie Djin Kwi
Tjeng Tang", dan bahasa jang digoenaken ada bahasa Tionghoa.
Boekan sadja persaingan memekaken Tjio Kek ada begitoe heibat, djoega Pertjobahan wijkmeester Teng Tjoe telah berhasil. Lagoe-lagoe gambang
roemah-roemah plesiran oentoek mendengerken "orkest gambang" orang ditaboeh dengen tambahan alat terseboet di atas membikin tambah
bikin besar dan bagoes. Oey Tamba Sia bikin gedong di Antjol dengen goembira Tjio Kek dan pendenger-pendengernja. Dan moelai itoe waktoe
nama "Bintang Mas" dengen dikoeliling oleh emang sepoeternja. Sajang lagoe-lagoe Soenda banjak dipake oleh orkest gambang. Djoega orang
ini gedong soeda roeboeh, tapi empang "Bintang Mas" sampe sekarang moelai brani pegang slendang boeat tjoba mengibing. Sedari itoe waktoe
orang masih kenal. masjarakat Tionghoa kenal orkest gambang kromong (+ 1880).
Selaennja di waktoe orang pesta mengawinken atawa shedjit, gambang Dalem taon 1913 toean-toean Boe Gie Hong, Tan Tjoen Hong alias
kromongnja Bek Teng Tjoe poen dipanggil boeat merajaken Taon Baroe Endong, Lim Tjio San alias Serang, Tan Jan Tji serta bebrapa orang lagi,
Tionghoa sampe Tjap Go Meh, sebab dari orang hartawan sampe para semoeanja achli pemaen gambang setjara doeloe, dateng pada toean
orang miskin, kaloe marika tida panggil gambang kromongnja Bek Teng Khoe Siauw Eng, jang di itoe waktoe ada mendjadi secretaris dari
Tjoe, marika tida merasa telah samboet harian Taon Baroe dan telah Chineesche Raad (Kongkoan). Marika menerangken, lantaran adanja
merajaken pesta Goan Siauw.... toeakng-toekang gambang liar, kesenian Peranakan Tionghoa aseli, jaitoe
permaenan gambang dengen noot, soeda ampir mati. Kerna toekang-
Selagi namanja Bek Teng Tjoe begitoe kesohor, Bek Nam Ho dari Tanah toekang gambang itoe telah meroesak lagoe-lagoe dengen maenken itoe
Tinggi telah kasi denger iapoenja kepandean taboeh mangkok sajoer setjara sembarangan oentoek orang-orang moeda mengibing sambil
boeatan Tiongkok, jang dikasi aer di dalemnja boeat diakoeri soeranja mabok-mabokan jang merendahken deradjat.
pada Soekong dan Kongngahian.
Tentoe sadja hal ini membikin orang jang tida mengarti kesenian
Bek Nam Ho peonja pendapetan poen dapet samboetan anget dari gambang, jang sebetoelnja sanget haloes dan tinggi, djadi anggep,
bebrapa baba sia jang soeka plesir dengen gambang, tjoema gambang semoea orang jang soeka maen gambang ada orang-orang jang
mangkok tida bisa dimaenken di moeka oemoem, sebab terlaloe soesah moraalnja rendah.
oentoek menjetemnja, dan djarang ada orang yang mempoenjai koeping
begitoe terang seperti Bek Nam Ho. Toean Khoe Siauw Eng memang mengarti kesenian gambang dan ia
njataken soeka trima diangkat mendjadi ketoea dari perkoempoelan Ngo
Bek Tjoe Kong Koen dari Kampoeng Kwitang, meliat colleganja mendapet Hong Lauw, jang itoe waktoe clubgebouwnja berada di Gang Torong.
nama begitoe tinggi dalem kesenian gambang, laloe beli piano. Ini piano ia
goenaken boeat beladjar sampe baek. Sesoedanja bisa maenken piano, Oleh kerna toean Khoe Siauw Eng sanget populair dalem masjarakat
ia tjoba akoerin soearanja dengen gambang, dari mana laloe tertjipta Tionghoa, dalem sedikit waktoe sadja Ngo Hong Lauw soeda mempoenjai
gambang-piano. Seperti djoega gambang kromong jang ditjiptaken oleh anggota boekan sedikit. Dari sebab clubgebouwnja di Gang Torong ada
Bek Teng Tjoe, gambang pianonja Bek Tjoe Kong Koen sanget populair terlaloe ketjil, toean Khoe telah menjewa satoe gedong di Gang Boeroeng.
dalem kota Djakarta (+ 1900) Di sini saban hari Minggoe atawa hari besar, orang bisa liat orang-orang
berpangkat, hartawan dan orang orang dagang bangsa Tionghoa
Lantaran terlaloe banjak soehian, kesenian gambang moendoer. berkoempoel boeat mendengerken lagoe-lagoe doeloe dari gambang
Bertambah banjaknja soehian dalem kota Djakarta membikin orang takoet kromong.
peladjarken permaenan gambang. Njonja-njonja roemah jang sopan tida
kasi anak-anaknja toeroet maen gambang, kerna di djeman blakangan Maskipoen Ngo Hong Lauw ada mempoenjai anggota banjak, boeat
pemoeda-pemoeda jang bisa maen gambang mendjadi "setan soehian" ongkos hidoep itoe pemaen-pemaen gambang, marik di-idjinken trima
dengen kebanjakan mempoenjai tabeat ta'taoe maloe. panggilan dari publiek Tionghoa jang hendak bikin pesta mengawinken
atawa shedjit.
Toekang-toekang gambang liar sangat terpake oleh pendiri-pendiri
soehian, boekan sadja kerna marika bisa maenken lagoe-lagoe "Gelatik Waktoe toean Khoe Siauw Eng meninggal doenia, tida ada satoe offcier
ngoengoek" dan "Onde-onde" jang sangat digemarken oleh pemoeda- Tionghoa jang soeka gantiken djabatannja di Ngo Hong Lauw, lantaran
pemoeda jang soeka mabok-mabokan di soehian, hanja djoega sebab mana tenaga keoewangan perkoempoelan ini semingin serat.
marika bisa membawa prampoean-prampoean tjantik dari kampoeng dan
desanja. Menoeroet keterangan toean Nio Djit Seng, pemimpin sekarang dari Ngo
Houw Lauw, dalem djeman pendoedoekan Djepang Ngo Hong Lauw telah
Moelai itoe waktoe orang tida kenal lagi Koan Wajang, sebab itoe Tjio dapetken crisis besar. Beroentoeng dengen ketegoehan hatinja toean-
Kek-Tjio Kek boekan speciaal ditjari oleh "baba-baba", tapi marika dateng toean Tan Liauw Lioe dan Nio Djit Seng, Ngo Hong Lauw masiah bisa kasi
sendiri boeat....mentjari oentoeng. toapekong Song Kang, Tjio Kek-Tjio denger pada oemoem kesenian Peranakan Tionghoa dari ratoesan taon
Kek blakangan tida kenal sama sekali. blakangan ini.
Diketik ulang dari majalah Pantja Warna no. 9 Juni 1949, halaman 37 - 39.
sumber http://anaknagaberanaknaga.info
PONDOK GEDE
PLESIRAN KE BANDOENG
Pada tahun 1775 seorang Belanda bernama Hooyman membangun sebuah
gedung dengan selera campur aduk antar gaya Eropa dengan corak Jawa.
Dituturkan oleh penulis Belanda bahwa interiornya dibuat dengan selera tinggi,
kusen pintu dan jendela diberi ukiran indah serta langit-langit dan dindingnya
diperelok denga pigura artifisial. Karena rumah ini besar, sekalipun pemiliknya
merendah dengan menyebut Pondok, tetapi masyarakat setempat memanggil
langoed tersebut sebagai Pondok Gede. Keberadaan Hooyman tidak banyak
diceritakan dalam sejarah Pondok Gede.
Toean tanah Lendeert Miero alias Juda Leo Ezekiel adalah orang Yahudi asal
Polandia yang ikut mencari nafkah di Betawi. Ia datang ke Betawi dalam keadan
lontang-lantung, dan bisa bangkit menjadi Tuan Tanah kaya raya. Selain langoed
Pondog Gede ia juga memiliki sebuah rumah mewah yg sampai sekarang (2007)
masih bisa disaksiken kehebatannya. Gedung Arsip Nasional di terletak jalan
Gajah Mada, Jakarta Pusat. (Djalan Asia Afrika)
Setelah hidup sukses, kerjanya sehari-hari hanya bersenang-senang dan Kita maen-maen nyok ke daerah yang lebih tinggi. Lewat Puncak pass,
berpesta. Maklum kalau menurut pitutur Robert "Rich Dad Poor Dad" uang sudah Cipanas, Cianjoer, Padalarang trus sampe deh. Emang lagi di mana sih
bekerja untuknya. Salah satu kesenangan Lendeert adalah mengundang ratusan
kita nih? Ooo sekarang kita mau plesiran di Bandoeng Djawa Barat.
tamu bukan untuk merayakan hari ulang tahunnya melainkan hari kepedihannya.
Lho kok kepedihan? Ini kota dikenal juga sebagai Paris van Java artinya kota Parisnya pulau
Rupanya di masa mudanya ia pernah menjalani hidup susa(h) ia pernah jadi Jawa. Maksudnya apa tuh? Mungkin karena di kota ini banyak terdapat
opas jaga atau centeng. Suatu hari ia terlanggar apes, kedapatan menggeros cafe, hotel, restorant, tempat jajanan, pusat-pusat mode sampai tempat
(tidur nyenyak) waktu jam kerja sehingga mendapat hukuman sebanyak 50 kali perbelanjaan yang biasanya ramai dikunjungi orang. Selain itu di kota ini
sabetan rotan dipantatnya. Cambukan ini dianggap pemicu untuk segera lepas banyak terdapat bangunan-bangunan tua bersejarah peninggalan
landas dari kemiskinan. pemerintah Netherland East Indie jaman dulu.
Ia berhasil... Nah klo mau tau sejarahnya ini kota, mendingan ente baca-baca aja di sini
Sekalipun memiliki rumah di Betawi, tetapi ia sering mengunjungi istananya di http://www.geocities.com/bandungcity/history.htm.
Pondok Gede. Orang setempat menyebutnya pondok yang gede sehingga
kawasan itu terkenal dengan nama Pondok Gede. Lendeert meninggal dalam Selain udaranya yang seger, di Bandung juga banyak terdapat makanan-
usia 79 tahun dan dimakamkan di samping rumahnya di Pondok Gede. Tetapi makanan khas Sunda yang nikmat sekali. Waaahhh.... kagak asik dah klo
makam itu dibongkar dan dijadikan rumah hunian penduduk. Bahkan cuma diceritain. Mending ente-ente pada siapin perbekalan buat plesir ke
nisannyapun dicongkel untuk umpak-umpak rumah. Kalau soal merusak kita bisa sono, OK
diunggulkan.
Rumahnya yang gede, pada 1992 dirobohkan untuk dijadikan Toserba. Banyak
pihak yang menyayangkan pembongkaran tersebut, tetapi siapa perduli dengan
sejarah. Jadi kalau ada yang bertanya, kenapa namanya Pondok Gede padahal
pondoknya tidak ada. Itulah jawabannya
Ini kantoor Post guede banget ya
kampus ITB
Sebagian besar tanah hotel merupakan milik Reinier de Klerk. Pada tahun
1774 Klerk menjual tanah dan rumah di atasnya kepada C Postmans.
Pada tahun 1778 beralih lagi kepada pemilik baru, keluarga GJ van der
Parra. Setelah beberapa kali berganti pemilik, pada tahun 1824 rumah itu
dibeli oleh pemerintah dari DJ Papet.
Selanjutnya pada tahun 1828 rumah itu dibeli oleh dua pengusaha
perhotelan Prancis, A Chaulan dan JJ Didero. Awalnya, bekas rumah tadi
dijadikan Hotel Chaulan, kemudian Hotel de Provence (1835). Manajemen
baru di bawah pimpinan C Denninghoff menggantinya menjadi Hotel
Rotterdamsch (1854).
Hotel des Indes diresmikan pada 1 Mei 1856. Pada tahun 1888 hotel itu
beralih ke pemilik baru, Jacob Lugt. Lugt mulai memperluas hotel secara
besar-besaran dengan membeli tanah-tanah di sekitarnya. Namun, karena
terlalu berani berspekulasi, Lugt kesulitan keuangan (1897).
Sejak itu Hotel des Indes dijadikan perseroan terbatas dan mulai dilakukan
perluasan. Pada tahun 1930-an sampai 1950-an Hotel des Indes
merupakan hotel mewah di Jakarta. Peranannya semakin menurun ketika
Pemerintah Indonesia mengambil alih hotel tersebut dan mengganti
namanya menjadi Hotel Duta Indonesia. Ketika itu hotel berfungsi
menampung pegawai negeri yang tidak memperoleh perumahan. Setelah
itu namanya semakin tenggelam, terlebih ketika berdiri Hotel Indonesia di
pusat kota Jakarta.
Sejarah hotel ini dimulai tahun 1828, ketika dua kontraktor Prancis
membeli persil tanah Moenswijk yang kala itu merupakan salah satu
rumah peristirahatan 'jauh' di luar kota. Moenswijk berasal dari nama
pemilik pertamanya, Adriaan Moens, seorang direktur jenderal VOC kaya
raya. Dua pengusaha Prancis itu bernama Surleon Antoine Chaulan dan
JJ Didero. Nama Chaulan kemudian diabadikan untuk nama Jl
Kemakmuran yang berdekatan dengan hotel tersebut. Dan kini menjadi Jl
Hasyim Ashari, itu pendiri NU kakeknya Gus Dur.
Hotel ini letaknya berdekatan dengan gedung BTN dan Jl Jaga Monyet
(kini Jl Suryopranoto). Dulu di sini terdapat benteng penjagaan. Konon,
karena lebih sering menjaga monyet-monyet yang berkeliaran katimbang
musuh, dinamakan Jaga Monyet. Maklum pada abad ke-18 daerah ini
masih hutan belukar. Banyak yang menyayangkan kenapa nama Jaga
Monyet diganti. Sampai kini mereka yang berusia lanjut lebih masih
mengenal Jaga Monyet katimbang Jl Suryopranoto.
OUD BATAVIA Pada awalnya kegiatan-kegiatan di dalam Balaikota selain mengurus
masalah pemerintahan juga mengurus masalah perkawinan, peradilan
KOTA Batavia lama (oud Batavia) wilayahnya tidaklah begitu luas. Dahulu, dan perdagangan sehingga dahulu masyarakat mengenalnya sebagai
kota dikelilingi tembok dan parit. Luasnya dari daerah sekitar Menara "Gedung Bicara". Kemudian, Balaikota ini juga menjadi penjara yang
Syahbandar di Pasar Ikan sampai Jl. Asemka - Jl. Jembatan Batu sangat menyeramkan di samping juga digunakan sebagai pusat milisi atau
sekarang. Rencana kota Batavia ini dirancang oleh Simon Stevin atas schutterij dari tahun 1620 sampai 1815. Komandannya adalah ketua
permintaan dewan pemerintah VOC di Belanda (1618). Dalam benak JP. Dewan Kotapraja. Milisi terdiri dari jurutulis dan warga kota Belanda lain,
Coen, Batavia akan dijadikan ibukota suatu kerajaan perdagangan orang Mardijker dan kompi-kompi pribumi dari suku yang berbeda.
raksasa dari Tanjung Harapan sampai Jepang dengan orang Belanda Terdapat antara lain, milisi orang Jawa, orang Bugis, orang Melayu dan
yang memonopolinya. Ia juga memerintahkan untuk membangun orang Bali. Pos komando milisi itu ada di dalam Balaikota, dan lapangan di
Galangan Kapal dan rumah sakit, berbagai rumah penginapan dan toko muka digunakan sebagai tempat latihan.
(di P.Ontrust), dua buah gereja (di dalam dan di luar benteng) dan sebuah
sekolah (tidak jelas lokasinya).
Tidak semua mimpi Coen membuahkan hasil. Coen yang adalah pendiri
Batavia terlampau dianggap kontroversial serta bahkan oleh sejarahwan
kolonial abad ke-20, J.A.van den Chijs, dikatakan bahwa "namanya selalu
berbau darah." Namun, terlepas dari semua itu, pada ulang tahun Batavia
ke 250 (1869) di Waterloo Plein (Lapangan Banteng), dibangunkan patung
JP Coen yang berpose gaya Napoleon. Namun, pada masa perang, orang
Jepang melebur patung tersebut menjadi logam tua.
Adapun pusat kotanya adalah bekas Balai Kota, kini Museum Sejarah.
Bangunan bertingkat dua yang menjadi pusat kota lama itu diselesaikan
pada 1712. Namun, dua tahun sebelumnya telah diresmikan oleh
Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck (1653-1713). Tentang
bangunan itu sendiri sebetulnya merupakan Balaikota kedua dari Balikota
pertama yang lebih kecil serta sederhana dan didirikan pada 1620 serta
hanya bertahan selama beberapa tahun.
atau kubu ini sekarang masih ada. Pada tahun 1839 Menara Syahbandar
didirikan di dalamnya. Di belakang tembok kota, yang mulai berdiri dari
Culemborg lalu mengelilingi seluruh kota sampai tahun 1809, dibangun
berbagai gudang di tepi barat (pertengahan abad ke-17). Gudang-gudang
ini dipakai untuk menyimpan barang dagangan seperti pala, lada serta
kemudian kopi serta teh. Sebagian besar gudang penting ini sekarang
digunakan sebagai Museum Bahari.
Pada bulan Agustus 1816 Balai Kota menjadi tempat peristiwa bersejarah:
Sir John Fendall mengembalikan Hindia kepada Belanda, sehingga
berakhirlah pemerintahan sementara Inggris (1811-1816). Pada tahun
1925 gedung Balaikota ini menjadi kantor pemerintahan Propinsi Jawa
Barat sampai Perang Dunia II. Pemerintah kotapraja Batavia pindah ke
tempatnya sekarang di Medan Merdeka Selatan di samping gedung
bertingkat Pemerintah DKI Jakarta sekarang. Seusai Perang Dunia II,
gedung Balai Kota itu dipakai sebagai markas tentara (Kodim 0503). Lebih tua dari semua gudang tersebut adalah Compagnies Timmer-en
Sewaktu Ali Sadikin menjadi gubernur, gedung dipugar dengan sangat Scheepswerf (Bengkel Kayu dan Galangan Kapal Kumpeni). Tanah
baik, dan sejak 1974 menjadi Museum Sejarah Jakarta. tempat Museum Bahari berdiri pada waktu galangan ini mulai beroperasi
masih merupakan rawa-rawa dan empang. Galangan kapal sudah
Sementara itu, bentuk kota Batavia awal direncanakan sesuai dengan berfungsi di tempat sekarang ini juga sejak 1632, di atas tanah urukan di
kebiasaan Belanda, dengan jalan-jalan lurus dan parit-parit. tepi barat Kali Besar. Sampai penutupan Ciliwung di Glodok (1920), Kali
Pengembangan kota ini pun tidak surut walaupun pada tahun 1627 dan Besar ini menyalurkan air Ciliwung ke Pasar Ikan. Tetapi, kini hanya air
1629 kota Batavia dikurung tentara Mataram. Kali Krukut sajalah yang mengalir melalui Kali Besar.
Hampir tidak dapat dibayangkan betapa tidak sehatnya daerah kota dan
sekitarnya pada abad ke-18. Orang-orang kaya memang mampu
meninggalkan rumah mereka di Jl. Pangeran Jayawikarta (Jayakarta) dan
pindah ke selatan, ke kawasan Jl. Gajah Mada dan Lapangan Banteng
sekarang. Tetapi tidak demikian halnya dengan orang miskin, sehingga
bahkan tidak mampu lagi untuk dikubur secara layak. Dan, mereka pun
kemudian dikubur di pekuburan budak-belian, di lokasi yang kini menjadi
tempat langsir Stasiun Kota di sebelah utara Geraja Sion. Karena itu pula,
Tentang Kali Besar ini, hingga awal abad ke-18 merupakan daerah elit Batavia di akhir abad ke-18 mendapat julukan baru sebagai Het Graf der
Batavia. Di sekitar kawasan ini juga dibangun rumah koppel yang dikenal Hollander (kuburan orang Belanda).
kini sebagai Toko Merah, karena balok, kusen dan papan dinding
dalamnya dicat merah. Rumah ini dibangun sekitar tahun 1730 oleh G.von Akibat berikutnya, sesudah 1798, banyak gedung besar di dalam kota juga
Inhoff sebelum ia menjabat gubernur jenderal. Pada abad ke-18 ini pula, kampung lama para Mardijker yang digunakan sebagai 'tambang batu'
Batavia menjadi termasyhur sebagai Koningin van het Oosten (Ratu dari untuk membangun rumah baru di daerah yang letaknya lebih selatan.
Timur), karena bangunannya dan lingkungan kotanya demikian indah 'Tambang batu' ini terjadi karena begitu banyak orang susah mendapatkan
bergaya Eropa yang muncul di benua tropis. makanan dan karena wilayah di selatan kota tengah dibangun, maka
orang-orang miskin kala itu banyak yang menggugurkan rumahnya dan
Namun, pada akhir abad ke-18, citra Ratu Timur itu menurun drastis. menjual bebatuannya untuk memperoleh makanan. Dan, John Crawfurd
Willard A. Hanna (Hikayat Jakarta) mencatat, bahwa kejadian itu diawali dalam bukunya Descriptive Dictionary of the Indian Islands and Adjacent
oleh gempa bumi yang bukan main dahsyatnya, malam tanggal 4 dan 5 Countries (London, 1856) menuliskan:
November 1699, yang menyebabkan kerusakan besar pada gedung-
gedung dan mengacaukan persediaan air dan memporak-porandakan "Orang Belanda tidak memperhatikan perbedaan sekitar empat puluh lima
sistem pengaliran air di seluruh daerah. Gempa itu disertai letusan-letusan derajat garis lintang, waktu mereka membangun sebuah kota menurut
gunung api dan hujan abu yang tebal, yang menyebabkan terusan-terusan model kota-kota Belanda. Apalagi kota ini didirikan pada garis lintang
menjadi penuh lumpur. Aliran sungai Ciliwung berubah dan membawa enam derajat dari khatulistiwa dan hampir pada permukaan laut. Sungai
sekian banyak endapan ke tempat dimana sungai itu mengalir ke laut, Ciliwung yang dialirkan melalui seluruh kota dengan kali-kali yang bagus,
sehingga kastil yang semula berbatasan dengan laut, seakan-akan tak lagi mengalir karena penuh endapan. Keadaan ini menimbulkan
mundur sedikit-dikitnya 1 kilometer ke arah pedalaman. wabah malaria, yang terbawa oleh angin darat bahkan ke jalan-jalan di
luar kota. Akibatnya, meluaslah penyakit demam yang mematikan.
Sebagian untuk menanggulangi masalah-masalah penyaluran air dan Keadaan ini diperparah - delapan puluh tahun sesudah Batavia didirikan -
sebagian pula untuk membuka daerah baru di pinggiran kota, pihak oleh serentetan gempa bumi hebat yang berlangsung pada tanggal 4 dan
berwajib telah mengubah sistem terusan yang ada secara besar-besaran. 5 November 1699. gempa tersebut menyebabkan terjadinya longsoran
Pembukaan terusan baru yang penting tepat di sebelah selatan kota pada gunung, tempat pangkal sumber air ini. Aliran airnya terpaksa mencari
tahun 1732, jatuh bersamaan waktunya dengan wabah besar pertama jalan baru dan banyak lumpur terbawa arus. Tak pelak lagi, kali-kali di
suatu penyakit, yang sekarang diduga adalah malaria, suatu bencana baru Batavia, bahkan tanggul-tanggulnya, penuh dengan lumpur.
bagi penduduk kota, yang berulang kali menderita disentri dan kolera
(pada zaman itu belum diketahui, setidaknya di Batavia, bahwa kuman
Penanggulangan keadaan buruk itu baru dilaksanakan waktu METROPOLITAN WELTEVREDEN
pemerintahan Marsekal Daendels pada zaman Prancis tahun 1809
(zaman Prancis sesungguhnya hanya berlangsung dari bulan Februari PADA tahun 1648, pemerintah kolonian Hindia Belanda memberikan
sampai Agustus 1811). Penanggulangan tersebut diteruskan sampai pada tanah yang kini menjadi pusat kota Jakarta pada Anthonij Paviljoun. Dan
1817 di bawah pemerintahan Belanda yang ditegakkan kembali. Banyak kemudian, pada 1657, sebuah benteng kecil yang disebut Noordwijk
kali ditimbun dan kiri-kanan sungai dibentengi tanggul sampai sejauh satu didirikan di kawasan yang kini letaknya tidak jauh dari Jl. Pintu Air Raya
mil masuk teluk. Operasi yang dilanjutkan oleh para insinyur yang cakap, dan pekarangan Masjid Istiqlal. Keberadaan benteng ini dimaksudkan
berhasil menormalkan arus sungai tersebut. Sesudahnya Batavia tidak untuk mengantisipasi sisa-sisa tentara Mataram dan patroli tentara Banten
kurang sehat daripada kota pantai tropis manapun. Bagian kota yang baru yang masih cukup banyak kala itu.
atau pinggiran kota tidak pernah mempunyai reputasi jelek."
Tragedi ini menjadi akhir kisah Oud Batavia dan menjadi awal
pembentukan Niew Batavia (Batavia Baru) di tanah Weltevreden (sekitar
Gambir sekarang ini). Inilah tragedi mengerikan tentang sebuah kota
akibat kegagalan penduduknya dalam mengelola lingkungan hidup.
Akankah tragedi ini terulang? Semua bergantung pada kearifan kita dalam
memahami alam lingkungan yang serba terbatas di hadapan nafsu
manusia yang kerap melampaui batas sewajarnya.**
Pada awal pemerintahan Daendels (1809), ia telah mulai membangun Pada tahun 1820 rumah peristirahatan van Braam ini disewa dan
sebuah istana yang besar dan megah di lapangan banteng dan kini kemudian dibeli (1821) oleh pemerintah kolonial untuk dijadikan tempat
dipakai Departemen Keuangan. Daendels bermaksud menjadikan istana kediaman gubernur jenderal bila berurusan di Batavia. Sebab, kediaman
ini sebagai pusat ibukota barunya di Weltevreden. Istana dirancang oleh resminya adalah Istana Bogor. Rumah van Braam atau Istana Rijswijk
Kolonel J.C.Schultze. Adapun bahan bangunannya diambil dari benteng (namun resminya disebut Hotel van den Gouverneur-Generaal, untuk
lama atau Kasteel Batavia yang mulai dirobohkan pada 1809. Namun, menghindari kata Istana), dipilih untuk kepala koloni, karena istana
bangunan ini baru dapat diselesaikan pada 1826 dan 1828 oleh Insinyur Daendels di Lapangan Banteng belum selesai. Dan, setelah diselesaikan
Tromp atas perintah Pejabat Gubernur Jenderal Du Bus de Ghisignies. Di pun gedung itu hanya dipergunakan untuk kantor-kantor pemerintah saja.
sebelah utara istana didirikan gedung Hoogeregtshof (Mahkamah Agung).
Pada abad ke-19 dan selama bagian pertama abad-20, gubernur jenderal
Pada awal pemerintahan Daendels (1809), ia telah mulai membangun kebanyakan tinggal di Istana Bogor yang lebih sejuk. Tetapi, kadang-
sebuah istana yang besar dan megah di lapangan banteng dan kini kadang harus turun ke Batavia, khususnya untuk pertemuan Dewan
dipakai Departemen Keuangan. Daendels bermaksud menjadikan istana Hindia, yang pada abad ke-19 dan ke-20 bersidang di Istana Negara
ini sebagai pusat ibukota barunya di Weltevreden. Istana dirancang oleh setiap hari Rabu. Dan, baru pada abad ke-19, karena Istana Rijswijk
Kolonel J.C.Schultze. Adapun bahan bangunannya diambil dari benteng dianggap mulai terasa sesak, dibangunlah istana baru pada kaveling yang
lama atau Kasteel Batavia yang mulai dirobohkan pada 1809. Namun, sama, khususnya untuk berbagai upacara resmi yang dihadiri banyak
orang. Istana tambahan ini menghadap ke Lapangan Merdeka. Museum ini menyimpan tidak kurang dari 109.342 koleksi yang berasal
dari berbagai kurun. Untuk koleksi zaman neolitik dipamerkan di Ruang
Di depan istana baru ini dalam suatu upacara yang mengharukan pada Koleksi Pra-Sejarah. Koleksi zaman batu muda itu antara lain, kapak batu
tanggal 27 Desember 1949 bendera Belanda diturunkan dan Dwikora persegi yang ditemukan di Sunter dan Kebayoran (No. 2380; 2494;4290);
Indonesia dinaikkan ke langit biru. Pada hari itu, ratusan ribu orang sebuah beliung dari batu akik (No. 4180), mangkuk terakota dari India
memenuhi tanah lapangan dan tangga-tangga gedung ini dengan diam Selatan yang ditemukan di Buni dekat Babelan (abad ke-2 SM; No. 7049);
mematung. Mata mereka terpaku pada tiang bendera dan tanpa malu- sebuah ujung tombak dari masa perunggu-besi yang ditemukan di
malu meneteskan air mata. Tetapi, ketika Sang Merah-Putih menjulang ke Lenteng Agung (No. 4545); dan alat-alat logam lainnya yang antara lain
atas dan berkibar, meledaklah kegembiraan mereka dan terdengar ditemukan di Kelapa Dua, Tanjung Barat, Pasar Minggu dan Jatinegara.
teriakan: Merdeka! Merdeka! Oleh karena itu diputuskanlah menamai Semua benda yang ditemukan pada lokasi yang sekarang menjadi bagian
gedung ini Istana Merdeka. wilayah DKI Jakarta ini membuktikan bahwa wilayah Jakarta saat ini
sudah dihuni orang pada zaman neolitikum. Masa ini berlangsung sejak
Pengakuan atas Kemerdekaan Indonesia ditandatangani di gedung ini abad ke 15 SM.
pada tahun 1949 oleh Sultan Hamengkubuwono IX dan wakil Ratu
Belanda A.H.J. Lovink. Dan, dengan demikian, berakhirlah Perang Benda tua lainnya yang menjadi koleksi museum ini berasal dari abad ke-
Kemerdekaan (1945-1949). 5, yakni Prasasti Tugu (No. D 214) dengan pahatan huruf-huruf Palawa
yang cukup jelas. Hampir semasa dengan prasasti tersebut adalah dua
Sementara itu, di seberang Mahkamah Agung, di Jl. Budi Utomo pada patung Vishnu yang dipamerkan dalam ruang dekat pintu masuk. Boleh
1848 dibangun tempat pertemuan yang kini dipakai Kimia Farma. Tempat jadi, kedua arca ini merupakan arca tertua jenis itu di seluruh Jawa.
pertemuan ini pada 1925 dipindah ke gedung baru yang kini dipakai
Bappenas di Taman Suropati. Beberapa meter lebih jauh, di pojokan Jl. Kedua arca ini ditemukan di Cibuaya, sebelah utara Karawang. Dari
Gedung Kesenian dan Jl. Pos berdiri Gedung Kesenian Jakarta. Gedung tahun-tahun terakhir zaman Hindu Sunda Kalapa (nama pertama untuk
ini didirikan pada 1821. Jakarta), terdapat batu Padrao, yang berasal dari abad ke-16. Batu ini
dipamerkan di sayap selatan gedung utama. Para pelaut Portugis
Gedung yang pada masa penjajahan Belanda disebut Stadtsschouwburg menancapkannya untuk memperingati perjanjian persahabatan antara
(teater kota) ini dikenal juga sebagai Gedung Komidi. Sejarah gedung Kerajaan Pajajaran dan Portugal pada tahun 1522.
yang berpenampilan mewah ini pernah digunakan untuk Kongres
Pemoeda yang pertama (1926). Dan, di gedung ini pula pada 29 Agustus Salah satu bagian yang kerap membuat kita berdegup adalah koleksi
1945, Presiden RI I Ir. Soekarno meresmikan Komite Nasional Indonesia perhiasan emas berlian yang dipadukan dengan bebatuan yang terkenal
Pusat (KNIP) dan kemudian beberapa kali bersidang di gedung ini pula. mahal harganya, sisa peninggalan abad ke-5 hingga ke-15 ketika bangsa-
Pada masa penjajahan Jepang nama gedung ini diganti menjadi Kiritsu bangsa maju di Asia kala itu, terutama India dan Cina melakukan banyak
Gekitzyoo, dipakai sebagai markas tentara. Pada tahun 50-an, gedung ini perjalanan perdagangan ke negeri ini. Terdapat pula singgasana emas
sempat dipakai sebagai ruang kuliah malam Universitas Indonesia. Dan, para raja dan berbagai perabotan milik para bangsawan. Koleksi emas
antara tahun 1968 hingga 1984 digunakan sebagai bioskop dengan nama berlian itu disimpan di ruang khusus yang selalu dijaga petugas
Bioskop Dana dan kemudian menjadi City Theatre. Dan, setelah keamanan.
dikeluarkannya SK Gubernur KDKI Jakarta No. 24/1984, maka bangunan
kuno ini dipugar dan dikembalikan ke fungsi semula sebagai pentas Penjagaan ini mulai diperketat sejak koleksi Museum ini digasak oleh
kesenian serta ditetapkan namanya menjadi Gedung Kesenian Jakarta Kusni-Kasdut serta penggasak lainnya yang antara lain menguapkan dua
(GKJ). puluh benda koleksi keramik Tionghoa yang nilainya sangat mahal sekali.
Namun kemudian, pada sekitar tahun 1996 sejumlah lukisan berharga
Di sekitar Lapangan Monumen Nasional, di Jl. Medan Merdeka Barat, tinggi koleksi Museum Nasional ini diboyong ke Singapura untuk dilelang.
terdapat Museum Nasional, kerap lebih dikenal sebagai Museum Gajah. Dan, hasil lelangnya kemana, sampai saat ini tidak ada catatan untuk hal
Museum ini didirikan oleh Lembaga Kesenian dan Pengetahuan Batavia itu.
(Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen) yang
sangat tersohor dan diduga merupakan lembaga ilmiah tertua di Asia. Memasuki abad ke-20, di Batavia terjadi berbagai perubahan.
Dikukuhkannya Undang-Undang Desentralisasi tahun 1903 dan berbagai
ordonansi tentang kewenangan lokal dalam pengaturan kota, medorong Batas antara Menteng dan Niew Gondangdia adalah kanal drainase yang
terjadinya perubahan secara signifikans. Perkembangan kota menjadi diapit oleh sekarang Jalan Sutan Syahrir dan Jalan M. Yamin. Rancangan
demikian pesat, demikian juga pola lingkungan kota, skala ruang-ruang rinci Menteng dilakukan Kubatz, sementara Niew Gondangdia oleh
kota dan lain sebagainya yang banyak dipengaruhi oleh hadirnya kereta Moojen sendiri. Yang menjadikan acuan bersama kedua arsitek itu dan
api, trem, mobil, truk serta jaringan listrik dan telpon. Berbagai prasarana yang menyatukan kedua bagian kawasan baru itu adalah Jalan Teuku
kota dalam skala makro juga mulai digarap. Saluran pengendali banjir Umar yang membentuk aksis utara-selatan yang sangat kuat. Ketika
atau Banjir Kanal juga sudah mulai dibangun dari Karet-Tanah Abang berkunjung pada tahun 1931, Berlage, arsitek Belanda yang paling
terus ke laut. Demikian pula rel kereta api yang dimulai dengan jalur terkenal, memberi komentar: 'tampillah suatu keseluruhan menyatu yang
tengah dan timur, kemudian ditambah dengan jalur barat melalui menarik".
Manggarai - Tanah Abang - Duri - Kota.
Dua bangunan yang sangat indah dan penting sampai sekarang menandai
Dalam pembangunan Banjir Kanal, perencanaannya telah dilakukan sejak ujung utara aksis tersebut: kantor de Bouwploeg itu sendiri, yang sekarang
1870, tidak lama setelah Batavia dilanda banjir besar dan baru pada menjadi Masjid Cut Meutia, dan gedung kesenian Nederlans-Indische
selesai pada tahun 1920. Dalam asumsi para perencana kota kala itu, Kunstkring yang sekarang bermasalah sebagai bekas gedung imigrasi
Batavia akan dihuni oleh penduduk sebanyak 600 ribu jiwa. Menteng dan Jakarta Pusat. Jelas sekali pentingnya kedua bangunan bersejarah itu
Kuningan disiapkan untuk menjadi daerah elit. Tanah Abang untuk orang sebagai penentu ciri dan karakter keseluruhan kawasan Menteng
Arab dan Melayu. Glodok untuk pecinan. Senen untuk daerah sekarang sekalipun. Aksis ini diberi hiasan berupa bundaran berikut air
perdagangan umum serta untuk kelompok elitnya di Pasar Baru dan mancur di tengah-tengahnya. Ujung selatannya adalah Taman Suropati
Gambir untuk pusat pemerintahan. yang dilengkapi dengan bangunan yang cukup besar dan mengesankan
sehingga sebanding dengan kekuatan aksis itu sendiri, yaitu yang
Upaya-upaya tersebut, khususnya untuk mengembangkan lingkungan sekarang gedung Bappenas. Sepanjang aksis ini berjejer kavling dan
permukiman yang telah teratur dilakukan dengan membeli tanah-tanah rumah-rumah besar yang memperkuat statusnya.
partikelir, seperti Menteng, Gondangdia, Kramat Lontar, Jatibaru, Karet
dan Bendungan Hilir. Rencana Pengembangan itu ditetapkan tahun 1917- Pada Gondangdia Baru, Moojen merupa-rupa pertemuan-pertemuan jalan
1918. Demikian juga dengan perbaikan kampung yang mulai dilakukan yang tidak selalu perempatan. Ini dicapainya dengan menggariskan jalan-
sejak 1925, kemudian terhenti oleh Perang Dunia II dan kemudian jalan diagonal dan melengkung yang memotong atau menghentikan jalan-
diteruskan oleh Pemerintah DKI Jakarta pada 1969 dan terus berlangsung jalan pararel pada arah utara-selatan. Hasilnya adalah keragaman
hingga kini. pertemuan jalan yang luar biasa - meskipun agak membingungkan -
beserta kavling-kavling sudutnya yang rupa-rupa, yang masing-masing
Untuk pengembangan lingkungan permukiman, Niew Gondangdia dan mempunyai hadapan berlainan. Taman Lembang merupakan keharusan
Menteng adalah contoh praktek tata kota modern. Sebuah kota taman yg teknis (sebagai penampung air) yang berhasil digubah menjadi taman
mulai sepenuhnya mengadopsi mobil dalam tata kota modern, suatu real lingkungan yang sampai sekarang boleh dibilang paling indah dan
estate komersial yg pertama menandai liberalisasi ekonomi dan otonomi fungsional.
pemerintahan kota. Ini terutama sekali berkaitan dengan Batavia yang
sejak tahun 1926 mendapatkan status kotamadya. Dan Menteng, yang Rancangan Kubatz relatif lebih "berdisiplin". Satu bulevard timur-barat
sebenarnya dulu terdiri dari Niew Gondangdia dan Menteng, merupakan (Jalan Imam Bonjol - Diponegoro sekarang) ditambahkan sebagai aksis
salah satu contoh perancangan kota modern pertama di negeri ini. lagi, dan memotong aksis Teuku Umar di Taman Suropati. Yang juga
menonjol pada rancangan Kubatz ini adalah diperkenalkannya ruang-
Menteng dibangun oleh developer swasta NV de Bouwploeg yang ruang terbuka semi-publik di tengah-tengah blok-blok besar sehingga
dipimpin arsitek PJS Moojen yang tampaknya juga merencanakan tata membentuk lingkungan-lingkungan sekunder yang berbeda. Tipe baru
letak dasar keseluruhan kawasan tersebut. Organisasi ini, dalam rumah pun muncul: bangunan dua lantai. Umumnya rumah-rumah ini
semangat ekonomi liberal dan otonomi daerah yang sedang marak pada berbentuk bungalow atau vila yang dikelilingi halaman dan memilki teras
masa itu, mengelola perencanaan dan pembangunan fisiknya, sementara depan. Rumah-rumah yang besar lantainya berlapis marmer dan
pemerintah kotamadya hanya melibatkan diri dalam pembebasan lahan jendelnya berkaca warna.
dan penyediaan jaringan prasarana.
Ciri bungalow berhalaman keliling ini kini mulai rusak, misalnya di
sepanjang Jalan Diponegoro, di mana rumah-rumah baru dibangun seperti teratur disapu serta disiram dengan air, sehingga sebagian besar kota itu
istana besar yang tidak menyisakan ruang terbuka di samping dari bawah setiap waktu siap untuk diperiksa kebersihannya. Rumah-rumah yang ada
sampai atas. Thamrin-Sudirman adalah era Soekarno dengan ciri Hotel besar dan mewah atau kecil tetapi bersih, semua terletak jauh dari jalanan
Indonesia, bundarannya, patung-patung, Senayan & Ganefo. Kebayoran dengan halaman dan kebun. Lalu lintas kendaraan tidak merupakan
Baru yang mulai dibangun pada tahun 1949 sejauh delapan kilometer dari masalah; ada beberapa ratus kendaraan bermotor yang akhirnya
Lapangan Monas adalah tata kota modern dengan alusi oriental yang meningkat hingga beberapa ribu, cukup banyak kereta listrik dan delman
ditandai dengan empat jalan utama yang menyebar dari satu pusat persis yang kemudian punah, dan banyak sekali sepeda, yang kesemuanya tidak
ke empat penjuru. Ini adalah karya tata kota pertama seorang Indonesia, Ir pernah menimbulkan kemacetan.
M.Soesilo.
Dengan disiplin, kuli-kuli mendorong gerobaknya yang penuh dengan
Kebayoran Baru mengintegrasikan rumah-rumah besar dengan rumah- muatan atau memikul barang-barang dengan pikulan bambu, dan secara
rumah kecil di dalam setiap blok: yang besar di luar, di tepi jalan besar, teratur menepi untuk memberi jalan kepada kendaraan yang lebih penting.
yang lebih kecil di dalam, mengelilingi taman lingkungan. Banyak pula orang yang membawa bambu yang diikat menjadi rakit di
dalam kanal-kalan atau Kali Ciliwung, sambil berhati-hati agar tidak
Sementara itu, di sekitar Lapangan Medan Merdeka juga terjadi mengganggu orang yang sedang mandi, mencuci atau buang air. Banyak
pengembangan cukup menonjol, seperti dibangunnya Kantor Telpon pejalan kaki membawa payung dari kertas minyak untuk melindungi diri
(1909); Gedung Perhubungan Laut, dulu Kantor KPM (Koninklijke dari terik matahari atau hujan. Di mana-mana terdapat pedagang keliling
Paketvaart Maatschappij-1916); Gedung Departemen Pertahanan dan yang membawa barang jualan, dan menabuh gendang atau seruling, atau
Keamanan, dulu Sekolah Tinggi Hukum (1928); Gedung Pertamina, dulu gong untuk menarik perhatian.
Kantor BPM/Bataafsche Petroleum Maatschappij dengan menara yang
dibangun pada tahun 1938 dan lain sebagainya. Sangatlah mudah bagi seorang ibu rumah tangga untuk menunggu tukang
sayur, tukang daging, tukang ayam, tukang telur, tukang buah-buahan di
Di tengah areal Lapangan Merdeka tersebut terdapat taman, lapangan rumah daripada pergi ke pasar. Malahan juga tukang-tukang untuk
olahraga dan beberapa bangunan seperti Stasion Gambir. Salah satu memperbaiki segala macam keperluan rumah tangga, seperti ledeng,
lapangan di sini kemudian dipakai sebagai Pasar Gambir, yang juga listrik, sepatu, lewat di depan rumah, bahkan juga pemangkas rambut,
dikenal sebagai Jaarmarkt atau Pasar malam yang diselenggarakan setiap tukang jahit, tukang pijat, pedagang barang-barang antik dan pedagang-
tahun. Kegiatan ini sempat menghilang dan kemudian diadakan kembali pedagang kecil lainnya. Pendeknya, Batavia keadaannya aman dan
pada 1968 dengan nama Jakarta Fair, di lokasi yang kurang lebih sama tenang. Walaupun, kemiskinan dan kemelaratan terlihat dengan nyata,
dan sejak 1992 dipindahkan di bekas Bandar Udara Kemayoran. tetapi sama sekali tidak menonjol.
Untuk tempat-tempat rekreasi yang kala itu dipelihara sangat baik antara dikoetip dari arsiep sitoesnja Bapedda DKI
lain, Wilhelminapark (komplek Masjid Istiqlal); Frombergspark (depan
Mabes AD); Burgemeester Bisschopplein (Taman Suropati); sementara
untuk wisata lautnya tersedia pantai Zandvoort (Sampur) yang mulai
dikembangkan pada pertengahan abad ke-19 dan sebagainya. Karena itu,
Niew Batavia, Metropolitan Weltevreden pun secara meyakinkan
mengembalikan gelar, "Ratu Timur" yang terkait dengan Oud Batavia. Ini
semuanya merupakan godaan besar bagi Jepang untuk merebutnya dan
menjadikannya Bintang Selatan pada Cakrawala Matahari terbit. Malahan,
pengunjung-pengunjung dari Inggris, sebagaimana diungkap Willard A.
Hanna (Hikayat Jakarta), menganggap Weltevreden cukup baik jika
dibandingkan dengan Singapura, yang pada waktu itu dan juga kini,
merupakan kota yang patut dipamerkan di khatulistiwa.
Kalau saja bisa berbicara, Kali Krukut dan Sungai Ciliwung yang Beberapa tahun setelah itu, tepatnya pada 1760, de Klerk membangun
memisahkan Jl. Gajah Mada dan Jl. Hayam Wuruk, Jakarta, bisa bercerita semacam landhuis di tepi Sungai Ciliwung dengan halaman dan kebun
lebih banyak tentang kisah bangunan antik itu beserta kehidupan masa yang luas (empat kali luas sekarang). Meski di tepi sungai, Molenvliet
lampau para penghuninya. Kita tentu akan asyik mendengarkan dongeng termasuk kawasan elite seperti Pondok Indah atau Permata Hijau
masa lalunya. Sayangnya, kedua sungai bagian hilir yang mengapit sekarang. Kedekatan dengan kali juga menjadi pertimbangan de Klerk
kompleks GAN seluas 1 ha itu hanya bisa diam membisu. mengapa ia membangun rumah di situ. "Sungai mempermudah transpor
tasi ke kota, termasuk untuk membawa barang, ketika jalan becek karena
Sulit dibayangkan bahwa hampir dua setengah abad yang lalu bangunan hujan atau berdebu saat kemarau," ungkap Heuken.
itu berdiri di luar kota, karena letaknya di luar benteng Kota Batavia.
Padahal saat ini wilayah itu "sangat kota" sekali. Sejak kawasan bertanah Rumah induknya sendiri cukup besar untuk ukuran masa itu dan berlantai
lembek dan berhutan itu menjadi lebih aman setelah tercapainya dua yang memperlihatkan gaya Renaissance ditandai dengan lay-out
perdamaian antara VOC dengan Mataram (1677) dan Kesultanan Banten simetri ruang-ruangnya di atas lantai bangunan yang hampir bujur angkar
(1684), maka banyak orang berada, termasuk para pejabat VOC, bentuknya. Tangga menuju lantai atas sengaja diletakkan terpisah
mendirikan "rumah-rumah di luar kota". Apalagi ancaman binatang buas mungkin karena de Klerk tidak ingin para budak tampak mondar-mandir di
dan kelompok budak yang melarikan diri mereda. Kawasan Molenvliet - ruang resepsi di lantai dasar.
nama daerah itu - yang ditaburi rumah-rumah mewah dan besar serta
dikelilingi kebun luas membuat Batavia dijuluki "Queen of the East". "Rumah-rumah besar seperti itu juga banyak dibangun di kawasan elite
Salah satu orang berada itu adalah Reinier de Klerk (1710 - 1780). Ia lain di dalam benteng Kota Batavia, yang kini bernama Ancol dan Jl.
masih kadet ketika mendarat di Batavia untuk ketiga kalinya dan masuk Pangeran Jayakarta," kata penulis buku Historical Sites of Jakarta itu.
dinas VOC sebagai nakhoda pada usia masih muda, 21 tahun. Kariernya
Tanpa kamar mandi dan WC
Rancangan dasar kompleks rumah itu dibuat sendiri oleh de Klerk, yang
juga memiliki Perkebunan Grogol yang luas dan istana di Buitenzorg
(Bogor). Rumah utamanya mengikuti model closed Dutch style dengan ciri
tanpa beranda, baik di bagian depan maupun di belakangnya. Konon
model ini sesuai untuk rumah di daerah tropis. Jendela-jendela berukuran
besar dan jumlahnya relatif banyak merupakan ciri lain dari rumah tropis di
samping langit-langit yang tinggi.
Rumah besar dan megah itu semula dibangun sebagai "rumah di luar
kota" untuk menikmati udara segar dan air yang sehat bagi penghuninya.
Sebab, kondisi lingkungan di dalam kota justru sebaliknya. Namun, dalam
perjalanannya fungsi rumah berlantai dua itu terus berubah sejalan
dengan karier de Klerk yang terus menanjak, bahkan terpilih sebagai
gubernur jenderal pada 1777.
Sementara lantai atas untuk tempat tinggal keluarga, lantai dasar dipakai
sebagai kantor urusan pemerintahan, misalnya sewaktu de Klerk jadi
gubernur jenderal. Jadi mirip rumah mantan Presiden Soeharto di Jl.
Cendana hingga Mei 1998 lalu. Sebagai gubernur jenderal, menurut
Heuken, de Klerk mestinya tinggal di Benteng karena kantornya ada di
sana. "Tapi karena lingkungan dalam Benteng tidak sehat dan airnya
jelek, ia tidak suka tinggal di kota, meski sesekali ia pergi ke kota," ungkap
Heuken.
Selain itu, bagian rumah lain dipakai sebagai kantor urusan perniagaan.
Urusan perniagaan ini lebih banyak dikelola oleh nyonya besar.
Kebetulan, "Istri de Klerk, Sophia Francina Westpalm itu berasal dari
keluarga Indo-Belanda yang kaya dan pandai berdagang," kata Heuken.
Kalau pagi, di lantai dasar itu sering digelar resepsi untuk para mevrouw
(nyonya)-- pejabat tinggi VOC. Lalu malam harinya resepsi untuk tuan-
tuan besar yang diadakan oleh gubernur jenderal. Menurut Heuken, de
Klerk gemar mengadakan resepsi malam hari dan minum alkohol yang
dipercaya bisa sebagai obat sakit perut.
Sepeninggal de Klerk, istrinya Sophia mewarisi rumah berikut
pekarangannya di Molenvliet itu. Namun, lima tahun kemudian, melalui
surat wasiat dihibahkan kepada salah seorang cucunya Franz Reinier
Radermacher. Di tangan Radermacher rumah itu hanya berumur setahun
karena kemudian dibeli lewat lelang oleh Johannes Siberg - anggota
Dewan Hindia yang juga menantu gubernur jenderal berikutnya, W.A.
Alting - dan sempat dihuninya selama 31 tahun.
Rumah itu pernah jatuh ke tangan pemilik yang bukan petinggi VOC. Pada
1818 Juda Leo Ezekhiel Igel, seorang pedagang keturunan Yahudi
Polandia, membelinya dari tangan Lambertus Zeegers-Veekens, ketua
Dewan Keuangan VOC. Pemilik yang satu ini unik. Juda tidak asing
dengan rumah itu karena 38 tahun sebelumnya ia adalah tentara penjaga
kompleks rumah itu. Ia mendapat hukuman lima puluh pukulan gara-gara
Jendela dapat dibuka kembali berkat kesabaran restorator. tertangkap basah ketiduran ketika sedang piket di pintu masuk
pekarangan rumah itu. Juda ditertawakan oleh teman-temannya ketika ia
Kondisi ruangan bagian tengah di lantai dasar tampaknya cukup lega bersumpah, suatu kali ia akan membeli rumah ini.
untuk keperluan pesta-pesta kecil itu. Suasana mewah di sekitar ruangan
bergaya Renaissance yang dipengaruhi unsur-unsur barok-rokoko zaman Berhenti jadi tentara, ia mengganti namanya menjadi Leedert Miero, lalu
raja Prancis Louis XV (terutama adanya ukiran-ukiran pada kusen jendela bekerja sebagai pandai emas. Miero yang buta huruf ini sungguh
dan pintu serta kerawang atau lubang angin di atas pintu) mungkin beruntung karena akhirnya ia mampu mewujudkan sumpahnya.
semakin menambah gengsi peserta resepsi.
Bagi tetamu yang ingin bermalam, di kanan kiri rumah induk telah
disediakan rumah khusus untuk tamu. Di belakang masing-masing rumah
tamu terdapat paviliun berlantai dua untuk gudang dan tempat tinggal
budak-budak tertentu. Tuan rumah dan para tamu mendapat pelayanan
dari sekitar 150 budak dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Di
antaranya juru masak, juru rias, pemain musik, kusir kereta kuda, dan
tukang kebun. Menurut Heuken, para budak itu kebanyakan dibeli oleh de
Klerk dari Bali dan Makassar. Meskipun ada juga yang didatangkan dari
daerah lain, bahkan dari luar negeri seperti India atau Afrika.
Namun, satu hal yang masih menjadi teka-teki adalah tidak adanya kamar
mandi dan WC di rumah induk maupun di sekitar kompleks. Heuken Temuan struktur bata ini membuat desain sistem drainase yang sudah
hanya bisa menduga-duga. "Saya kira waktu itu air dialirkan dari Kali dibuat harus diubah.
Ciliwung ke halaman rumah dan keluar lagi ke kali. Di halaman itu
dibuatkan ruangan untuk kamar mandi dan WC. Mengingat banyaknya Rumah itu terus berpindah tangan, dan pernah dibeli oleh College van
tamu yang datang dan pembantu, pasti ada WC. Sedangkan pemilik Diakenen dari Gereja Protestan untuk dijadikan rumah yatim piatu. Sekitar
rumah menggunakan pispot di malam hari lalu jam sembilan dibuang ke 50 tahun kemudian, kondisi rumah itu tidak kuat lagi lalu dijual. Hampir
kali ... Tapi saya tidak tahu pasti." saja rumah itu dibongkar. Namun, berkat konservator dari Lembaga
Kesenian dan Ilmu Pengetahuan Batavia, pada 1900 pihak pemerintah
Tertangkap basah Hidnia Belanda membelinya. Tahun 1925, setelah dipakai untuk kantor
Setelah Reinier de Klerk meninggal pada 1780, rumah mewahnya itu terus dinas pertambangan, pemerintah memutuskan untuk menjadikannya
berpindah-pindah tangan dan berubah-ubah fungsi hingga menjadi Landsarchief alias Arsip Negara.
Gedung Arsip Nasional sejak 1961.
Berbagai perbaikan dilakukan. Taman-taman di bagian depan dan termasuk menemukan maaiveld atau lapisan-lapisan budaya yang dapat
belakang rumah induk dikembalikan seperti semula. Paviliun diperbaiki diugunakan sebagai pedoman tahapan pembangunan dalam masa itu.
untuk menyesuaikan dengan fungsi barunya. Setelah pengakuan Selain untuk kepentingan akademik, ekskavasi dimaksudkan juga untuk
kedaulatan RI oleh pemerintah Belanda pada 1949, Arsip Negara diubah menyelamatkan data arkelologi serta memberikan dukungan informasi
menjadi Kantor Arsip Negara yang berada di bawah Departemen PP&K. kepada pihak pelaksana pemugaran," kata Dra. Hardini Sumono, arkeolog
Pada 1961 diubah lagi menjadi Gedung Arsip Nasional hingga sekarang. dari Ditbinjarah.
Biang keladinya adalah sistem drainase yang sudah tidak memadai lagi
sehingga air akan menggenang di sekitar bangunan jika terjadi hujan.
Keadaan lingkungan di kiri-kanannya yang padat bangunan, di sepanjang
Jl. Gajah Mada, ikut menyebabkan genangan itu. Bagian kerawang yang lapuk dipotong dan dibuatkan tiruannya.
Melihat kondisi yang demikian itu sejumlah pengusaha asal Belanda di Salah satu yang menarik dari hasil temuan penggalian itu adalah
Jakarta tergerak untuk melakukan pemugaran demi pelestariannya. Maka terkuaknya sistem fondasi cerucuk yang merupakan fondasi rumah induk
dibentuklah Committee National Cadeau yang bertugas menghimpun yang dibangun oleh de Klerk. Struktur fondasi jenis ini menunjukkan
dana. bahwa bangunan itu didirikan di atas tanah rawa, atau setidaknya tanah
Upaya menyelamatkan kompleks bangunan yang pada 1998 ditetapkan lembek. "Fondasi itu tersusun dari balok-balok kayu yang dipancangkan
oleh Mendikbud sebagai bangunan Cagar Budaya Nasional pun dimulai. ke dalam tanah kira-kira sedalam 3 m, lalu di atasnya papan, baru
Restorasi dan renovasi itu melibatkan perusahaan konsultan dan kemudian susunan bata sebelum akhirnya tembok yang disangga," tutur
kontraktor utama, yakni PT Han Awal Architects & Partners, Budi Liem Hardini.
Architects & Partners, PT Decorient-Balast Joint Operation Project, dan
PT MLD (Belanda). Dalam proyek ini juga dilibatkan ahli-ahli lain, di Temuan menarik lain adalah lapisan budaya berupa permukaan tanah asli
antaranya beberapa arkeolog dari Direktorat Perlindungan dan Pembinaan zaman de Klerk. Permukaan tanah asli ini, menurut Hardini, tadinya
Peninggalan Sejarah dan Purbakala (Ditbinjarah), Dirjen Kebudayaan, tertimbun tanah sedalam sekitar setengah meter. Timbunan ini diduga
Depdikbud RI. sengaja dilakukan untuk menguruk tanah guna mengurangi terjadinya
genangan sewaktu hujan. Dengan penggalian itu tersingkap pula dua
Pemugaran diarahkan ke kondisi sebelum 1925, yang tidak lain adalah anak tangga dari batu andesit yang tersembunyi menuju ke pintu depan,
bangunan yang didirikan de Klerk. Sebab, ketika masih sebagai samping kiri dan kanan.
Landsarchief pada 1925, beranda pada kedua paviliun di belakang rumah
induk ditutup untuk kepentingan penyimpanan arsip. "Memang tidak bisa Seperti kulit manusia
mengembalikan apa yang dibangun de Klerk, tetapi paling tidak unsur- Masalah genangan air menjadi perhatian utama dalam proyek restorasi
unsur utamanya dipertahankan," jelas Yunus Satrio Atmojo, kepala Sub bernuansa renovasi ini. Untuk itu langkah pertama adalah membuat
Direktorat Dokumentasi dan Publikasi, Ditbinjarah. sistem drainase yang memadai. "Yang pertama-tama harus dilakukan
adalah mengamankan halaman rumah itu dari genangan air," ujar Ir. Han
Bersamaan dengan itu dilakukan pula kegiatan ekskavasi (penggalian) Awal dari PT Han Awal Architects & Partners, yang ikut berperan untuk
oleh Depdikbud. "Tujuannya untuk menemukan bukti-bukti pemanfaatan melakukan studi kelayakan dan memberi saran mengenai fungsi gedung
situs dan benda-benda yang ditinggalkan selama lebih dari 220 tahun, setelah pemugaran.
ukir-ukiran pada kerawang, mengikuti kesepakatan tertentu. "Tidak kita
Pelaksanaan pembangunan drainase ini dipercayakan kepada PT MLD kembalikan ke zaman de Klerk yang cat dan pradanya berbinar-binar.
dan PT Deserco DS, keduanya perusahaan dari Belanda. Tim ini Tetap kita pertahankan supaya tetap kelihatan tua. Ini barang tua, ya,
merancang sistem drainase dengan membuat gorong-gorong berdiameter biarkan tua," tutur Han Awal.
1 m di sekeliling kompleks GAN. Ketika hujan turun, curah air mengalir ke
dalam gorong-gorong lalu masuk ke dalam sumur penampung untuk Pemugaran GAN tak pelak melibatkan beberapa perajin. Untuk
kemudian secara otomatis dipompa keluar menuju Sungai Ciliwung merestorasi ukiran-ukiran kayu, dilibatkan perajin ukir asal Jepara.
dengan menembus di bawah Jl. Gajah Mada yang padat lalu lintasnya. Perbaikan maupun penggantian aksesori pintu dan jendela misalnya
engsel, kunci berserta anak kuncinya, pegangan pintu dan jendela yang
Menurut Hardini, penggalian untuk pipa-pipa saluran air itu sangat diawasi terbuat dari bahan kuningan, dipercayakan pada perajin dari Surabaya.
oleh arkeolog termasuk dirinya untuk menghindari kerusakan struktur-
struktur lama yang berada di dalam tanah, seperti struktur drainase kuno Pihak pelaksana pemugaran sempat menemui kesulitan ketika harus
berupa bak kontrol serta berbagai artefak berupa benda pakai macam mencarikan ganti ubin-ubin keramik (10 x 10 cm) pada bagian kaki dinding
botol minuman keras, piring, mangkok, sendok keramik, pipa rokok di salah satu ruang di lantai dasar. Menurut literatur, sebagian keramik itu
keramik, dsb. dipasang di gedung Museum Nasional. Ubin-ubin keramik itu bermotifkan
cuplikan kisah yang diambil dari Alkitab. "Setelah survai sana-sini,
Proses restorasi rumah induk, yang merupakan inti dari proyek ini, juga akhirnya ketemu perajin di Cilacap yang sanggup mengerjakannya," kata
menemukan berbagai hal yang tak kurang menarik. Untuk menghambat Han Awal.
agar air tidak meresap ke dinding, direncanakan untuk membuat jalur
pengaman beton kedap air di sepanjang dinding. "Rupanya, setelah kita Satu pekerjaan telah selesai dan bangunan bersejarah ini terselamatkan.
kupas plesterannya, di dalamnya sudah ada jalur pengaman dari beton itu. "PR" berikutnya adalah terus mendalami berbagai temuan di seputar
Ternyata restorator sebelumnya sudah membuatnya," ungkap Han Awal bangunan ini untuk melengkapi fakta-fakta sejarah terutama yang
yang pernah terlibat dalam restorasi Gereja Katedral Jakarta. berkaitan keberadaan kompleks bangunan ini.(I Gede Agung
Yudana/Heru Kustara)
Dengan temuan itu jalur pengaman beton tidak perlu dibuat lagi. Untuk
menangulangi air merembes diputuskan untuk menyuntikkan bahan kedap
air modern pada lapisan beton itu. Juga, pada tembok tepat di bawah
kusen jendela dilapisi lembaran timah supaya air yang lolos tidak
menyentuh kusen kayu jendela.
Dalam soal pengecatan unsur-unsur kayu dengan ciri khas warna merah
dan prada emas seperti bagian kusen maupun daun pintu dan jendela,
Rabu, 13 September 2006
Orang Betawi Masih Dibayangi Stigma Bentuk rumah Betawi maupun kesenian yang disuguhkan di sana, kata
Afandi, merupakan hasil penyesuaian, bukan wujud yang asli dari tempo
DEPOK, KOMPAS - Upaya orang Betawi untuk memunculkan dulu.
representasi identitas kebetawiannya masih dibayangi stigma yang
dilekatkan sejak zaman kolonial. Orang Betawi sebagai penduduk asli Hasil penelitian saya menunjukkan bahwa representasi identitas
Jakarta selalu dipandang sebagai komunitas pinggiran yang terbelakang. kebetawian pada Perkumpulan Budaya Betawi merupakan hasil konstruksi
yang dilakukan secara sadar untuk tujuan-tujuan pragmatis, tidak saja
Maka, ketika orang Betawi mendapat peluang untuk merepresentasikan oleh orang Betawi, tetapi juga oleh orang non-Betawi, ujarnya.
identitas kebetawiannya, mereka berupaya mengungkapkan suatu
identitas yang berbeda. Mereka terpaksa menerima kompromi dan Hal itu, menurut Afandi, telah menimbulkan kontestasi dan konflik-konflik
penyesuaian berbagai manifestasi kebudayaan yang dimunculkan sebagai kepentingan akibat adanya perbedaan persepsi dan kepentingan di antara
identitas Betawi, ungkap peneliti masyarakat dan kebudayaan Betawi, masing-masing pihak yang terlibat. Perkampungan Budaya Betawi
Afandi, di Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, Selasa (12/9). didirikan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2001 atas
desakan kalangan elite Betawi.
Hasil penelitian tesis Afandi, berjudul Perkampungan Budaya Betawi
sebagai Representasi Identitas Kebetawian, adalah salah satu dari sekitar Afandi menguraikan, beberapa unsur penanda identitas kebetawian ada
100 karya ilmiah mahasiswa S1, S2, dan S3 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu yang diserap dari identitas kebetawian hasil konstruksi media yang selama
Politik (FISIP) UI yang dipaparkan pada Research Days 2006. Kegiatan diekspos oleh televisi.
yang akan berlangsung hingga Jumat (15/9) itu juga ditandai peresmian
Gedung Koentjaraningrat dan Soelaiman Soemardi Multimedia Center, Penduduk lokal di Perkampungan Budaya Betawi juga telah turut berperan
seminar, dan peluncuran buku. aktif dalam mengkonstruksikan identitas kebetawian, yang didorong oleh
terbukanya peluang ekonomi yang mengiringi komodifikasi budaya Betawi.
Menurut Afandi, pencitraan orang Betawi yang dibuat para antropolog (LAM)
sejak zaman kolonialisme Belanda tidak terhapus ketika Indonesia
merdeka.
Baru pada zaman Gubernur Ali Sadikin, tahun 1970-an, muncul keinginan
menghidupkan kebudayaan Betawi, akan tetapi tidak untuk mengangkat
eksistensi orang Betawi.
Motivasinya sangat politis. Pada masa itu pemerintah Orde Baru sedang
giat-giatnya mempromosikan kebudayaan nasional, sehingga setiap
daerah harus mengidentifikasi unsur-unsur lokal yang bisa dimunculkan
sebagai tonggak budaya lokal. Artinya, kebudayaan Betawi dimunculkan,
tetapi orang Betawi hanya dijadikan obyek untuk identitas lokal Jakarta,
tutur Afandi.
Perkampungan Betawi
Afandi menyebutkan, representasi identitas kebetawian di Perkampungan
Budaya Betawi yang dibangun di Setu Babakan, Jakarta Selatan, adalah
-bentuk kompromi dan negosiasi yang berlangsung secara terus-menerus.
HOTEL PREANGER
Preanger tampak dari arah atas. Pada foto tampak sosok gunung di
bagian Timur kota Bandung, yaitu di sekitar gunung Manglayang.
Terbayang akan suasana kota yang sejuk dan masih lapang pada saat itu.
Grand Hotel Preanger
Wajah muka baru dari Grand Hotel Preanger, Bandung yang letaknya
berseberangan dengan Grand Hotel Savoy Homan.
Bentuk baru Hotel Preanger ini adalah hasil gubahan arsitek Prof. C.P.
Wolff Schoemaker, sepulangnya dari Amerika setelah mendapatkan
masukan dari pengalamannya bersama arsitek kenamaan Amerika, Frank
Lloyd Wright. Pengaruh tersebut dirasakan sangat kental lewat
penampilan dekorasi fasade hotel ini yang berusaha mengambil pola
ragam hias lokal, seperti halnya yang dilakukan oleh Frank Lloyd Wright
pada beberapa rumah hasil karyanya yang mengambil pola ragam hias
suku Indian di daerah Amerika Tengah.
Lepas dari berbagai macam kritik yang dilontarkan terhadap cara arsitek
Schoemaker menerapkan budaya lokal dalam bentuk yg oleh sementara
orang dianggap naif ini, bangunan ini adalah salah satu dari sekian
banyak bangunan hotel di Bandung yg memiliki keunikan yg menawan.
Hotel Savoy Homan
OLD BANDUNG
Salah satu proyek kolosal pada jaman penjajahan dulu adalah proyek
pembuatan jalan raya pos (Postweg) . Pembuatan jalan yang diprakarsai
oleh Gubernur Jendral pada waktu itu, Daendels, dimulai pada tahun
1811. Jalan Raya yang menghubungi Anyer di ujung barat pulau Jawa dan
Panarukan di ujung timur pulau Jawa, tak hanya terbilang wah di jaman itu
tapi juga menelan banyak korban buruh pribumi.
Kota Bandoeng merupakan salah satu kota yang terlewati jalan raya ini.
Postweg yang membelah kota Bandoeng dari barat ke timur, sekarang ini
menjadi 3 jalan utama yaitu: jalan Sudirman di sebelah barat, jalan Asia-
Afrika di tengah kota, dan jalan Ahmad Yani di timur kota Bandoeng.
Jalan Braga, dulu namanya Jalan Pedati (Pedatiweg) pada akhir tahun
l900an. Dulu eekitar tahun l939an, dalam terbitan khusus surat kabar "AID
de Preangerbode," untuk memperingati ulang tahun kota Bandoeng, yang
keseratus.
Dalam penerbitan khusus tsb., a.l. dilihat sebuah gambar pedati dengan
muatannya, dan di kanan tampak seorang perempuan berjalan mengiringi
Bentuk awal Grand Hotel Savoy Homan Bandung yang hanya memiliki
pedato, sedang suaminya duduk di pedati, di jalan Braga tsb.
lantai dasar. Sekilas bangunan ini memiliki kesan langgam bangunan di
Eropa dengan bentuk atapnya yang mengkotak dan kanopi bulat di
Menurut penerbitan tsb, dulu Jalan Suniaradja namanya Jalan Parapatan
depannya.
Pompa, dan Jalan Tamblong adalah dari nama seorang tukang kayu
Tionghwa, yang bernama Tan Long, yang rumahnya terletak di sudut Jl.
Sampai sekitar tahun 1937 banyak tokoh dunia yang telah menjadi
Tamblong, menempati Hotel Preanger sekarang.
tamunya, seperti: Yang Mulia Ratu dan Raja Siam, Yang Mulia Pangeran
dan Permaisuri Belgia, Yang Mulia Susuhunan Solo, Yang Mulia Gubernur
Pembangungan terakhir adalah tahun l939, sesuai rencana Pemerintah
Jenderal Indo-China, Yang Mulia Duchess of Westminster.
Hindia Belanda untuk menjadikan Bandoeng sebagai ibukota
menggantikan Batavia. Hotel Homann dibangun kembali dengan gaya art
Tamu-tamu lain yang berkunjung kemudian diantaranya aktor Charlie
deco, seperti juga gedung bank Denis dan gedung toko Onderling Belang,
Chaplin, juga para tamu kenegaraan peserta Konferensi Asia Afrika
di Braga, across the street dari gedung bioskop Majestic.
seperti Presiden India Pandit Jawaharlal Nehru, Perdana Menteri Cina
Chou En Lai, Presiden Mesir Gamal Abdul Nasser, dan masih banyak lagi.
Pada tahun tsb. dibangun viaduct, karena lalu-lintas yang dari
Landraadweg (punten, apakah namanya sekarang "Jl. Pengadilan?"?),
Savoy Homan Bandung yang kita lihat sekarang ini adalah hasil karya
sampai panjang sekali semua delman, kretek menunggu kereta api lewat
arsitek kenamaan A.F. Aalbers. Ciri khas bangunan ini terletak pada dua
dari setasion Bandoeng atau kereta api dari arah timur. Kemudian viaduc
unsur yang dominan, yaitu : bentuk horisontal lembut dari deretan
tsb juga menghubungkan Jl. Suniaradja dengan Jl. Braga. Dulu jalan di Jl.
kamar-kamarnya dan bentuk menara vertikal yang tegas.
Braga tsb jalan buntu, namanya Gang Effendi.
Pada masa-masa awal keemasan hotel tersebut, tanggung jawab
Lalu pembangunan lain adalah jalan samping penjara Banceuy, dulunya
pengelolaannya adalah oleh Meneer Fr. J. A.Van Es, yang menjabat
jalan kampung, dibikin tembus sampai Jl. Braga di Jl. Naripan. Sayang
sebagai presiden direktur.
sekali sekarang banyak gedung bersejarah sudah dihancurkan. Seperti
gedung penjara tsb. menjadi mall, cuma tempat Bung Karno dipenjara,
masih dipertahankan. Kemudian gedung-gedung bioskop Varia, Elita dan
Orienetal di sekitar alun-alun juga sudah dihancurkan. Padahal dulu 2. Jalan Braga
gedung Varia adalah tempat Bung Karno dan pemimpin-pemimpin
pergerakan kemerdekaan kita, mengadakan rapat-rapat umum.
1. Gedung Sate Braga merupakan simbol kejayaan kejayaan Bandung sebagai Parijs van
Java. Kawasan Braga sempat disebut-sebut sebagai de meest
Europeesche winkelstraat van Indie (kawasan pertokoan Eropa termewah
di Hindia). Di kawasan ini, semua barang kelas satu dipajang di etalase-
etalase tiap toko, dari mobil Mecedez atau Renault di ruang pajang pabrik
perakitan mobil Fuch en Rens, busana-busana dengan mode terbaru yang
sedang menjadi tren di Paris yang bisa didapat di Au bon Marche
Modemagezijn atau Onderling Belang, pemutaran film dengan fasilitas
mewah di Bioscope Majestic, hingga pusat segala hiburan kelas satu di
Societet Concordia yang konon sering menampilkan hiburan-hiburan yang
didatangkan langsung dari Eropa. Di jalan ini juga terdapat Maison
Bogerijn, restoran yang mendapat piagam restu langsung dari Ratu
Wilhemina, sehingga diizinkan untuk menyajikan menu-menu khusus
Kerajaan Belanda.
Dua hotel ini bisa dibilang sebagai hotel paling elit di Bandung pada masa
kolonial. Hotel Homann merupakan salah satu hotel generasi pertama di
Bandung. Tamunya pada zaman dulu tidak sembarangan, bintang-bintang
film terkenan seperti Charlie Chaplin dan Mary Pickford-America's
Sweetheart saat itu, pernah menjadi tamu di Hotel ini.
Gedung ini sempat menjadi simbol kemewahan gaya hidup di Bandung. Bangunan Hotel Homann dan Preanger juga memiliki gaya arsitektur
Sejak keberadaannya pada akhir abad ke-19, gedung ini difungsikan mengagumkan yang merupakan dua dari bangunan kolonial bergaya art-
sebagai Societet Concordia, yaitu sebuah perkumpulan orang-orang deco paling penting yang ada di Nusantara.
Eropa elit di Bandung, yang terutama adalah para preangerplanter
(pengusaha perkebunan di Priangan). Pasca kemerdekaan, gedung ini 5. Gedung Papak
menjadi tempat terjadinya peristiwa monumental dalam sejarah dunia.
Gedung ini dipilih Soekarno untuk penyelenggaraan Konferensi Asia- Pada mulanya sempat berfungsi sebagai kantor direktur perkebunan kina.
Afrika 1955. Hingga kemudian menjadi rahim kemerdekaan banyak Sejak akhir abad ke-19, kina mulai dibudidayakan besar-besaran,
bangsa di Asia dan Afrika. terutama di perkebunan-perkebunan sekitaran Bandung. Hingga
kemudian pada awal abad ke-20, Hindia Belanda tercatat sebagai
Gedung ini juga lambang rasialisme kolonial. "Mengharukan, AbA produsen kina terbesar di dunia. Lebih dari 90% kebutuhan kina di dunia
(Abdoelkarim bin Abdoelkadir) membantu tanpa pamrih mengangkut saat itu dipenuhi oleh perkebunan-perkebunan kina di Hindia Belanda,
lukisan-lukisan itu ke atas gerobak dan dia ikut mengantarkan sampai ke terutama yang ada di sekitaran Bandung.
gedung Societeit Concordia (Gedung Merdeka, Jl. Asia Afrika) yang
megah dan mewah itu. AbA hanya bisa mengantar sampai di depan Bandung kemudian mendapat statusnya sebagai gemeente (kotamadya)
gedung. Dia membaca tulisan di depan gedung yang berbunyi: verboden sejak 1906. Sejak itu pula Gedung Papak beralih fungsi menjadi balai kota
voor honden en inlander (Terlarang untuk anjing dan pribumi)" (Paris Van Bandung-hingga sekarang.
Java, Remy Sylado)
6. Pendopo
Villa Isola
Contoh istimewa dari bangunan bergaya Art Deco ini terletak di bagian
Di titik inilah kisah perjalanan Bandung sebagai kota bermula. Sembari Utara Bandung. Arsiteknya, A.F. Aalbers yang juga merancang bangunan
menancapkan tongkatnya ke tanah di salah satu titik di tepi jalan tersebut, Savoy Homan yang baru, telah mengabdikan dirinya di dalam
Daendels pernah berkata kepada Wiranatakusumah II, Bupati Bandung penjelajahan kreativitas desain, yang hasil akhirnya bermuara pada sosok
saat itu, "Zorg dat als ik terug kom hier een stad in gebouwn", yang artinya karya yang teristimewa ini. Dikelilingi oleh lahan sawah yang membentang
"Coba usahakan, sekembalinya aku ke tempat ini, sebuah kota telah luas, yang bagaikan kotak-kotak teratur dilihat dari udara, lingkungan
terbagun". Atas kejadian itulah kemudian tongkat Daendels seolah dalam lingkup bangunan ini juga ditata dalam keteraturan bentuk yang
mengubah segala situasi di wilayah tersebut, wilayah yang kemudian seolah-olah dapat mengingatkan kita akan keteraturan bentuk dari petak
berkembang menjadi Kota Bandung. Titik tersebut kemudian kita kenal sawah.
sebagai titik 0 kilometer Bandung, titik yang dianggap simbol awal mula di
mana Bandung mulai terbangun dan berkembang. Villa Isola dibangun tahun 1932 untuk seorang jutawan berdarah Italia,
D.W. Berrety seorang milliyuner kritikus seni yang meninggal tidak lama
setelah bangunan ini selesai dibangun. Di kemudian hari, hotel ini dirubah
8. Vila Isola menjadi hotel villa, dan kemudian akhirnya menjadi lembaga pendidikan
guru, hingga kini.
Vila Isola merupakan salah satu simbol keunikan arsitektur di Bandung.
Pada awal abad ke-20, Bandung dibanjiri arsitek-arsitek yang Villa Isola di bagian Utara Bandung. Dengan tapak yang luar biasa dan
mencurahkan kreasi mereka dengan begitu maksimal. Bandung kala itu pemandangan yang sulit ditandingi tempat ini menjadi sangat khas
seolah berfungsi sebagai laboratorium arsitektur bagi para maestro diantara hotel-hotel yang bertebaran di Hindia Belanda.
arsitektur Belanda. Kreasi percobaan para arsitek tersebut kemudian
menghasilkan bangunan-bangunan yang unik dan khas seperti yang kita
lihat pada Vila Isola, sebuah vila yang dipesan langsung seorang kaya Setiap kamar di hotel ini memiliki pemandangan tidak tertandingi ke arah
bernama D.W. Berretty kepada maestro arsitektur saat itu, Wolf dataran Bandung dan lingkaran pegunungan megah yang mengelilinginya.
Schoemaker. Hotel ini sempat juga dinamakan Hotel Luxe.
Para Perdana Menteri dari 5 negara pemrakarsa KAA berkumpul
Pada awal tahun 1954, Perdana Menteri Sri Langka, Sir John Kotelawala,
mengundang para perdana menteri dari Birma (PM U Nu), India (PM
Jawaharlal Nehru), Indoensia (PM Ali Sastroamidjojo), dan Pakistan (PM
Mohammed Ali) dengan maksud mengadakan suatu pertemuan informal
di negaranya, pertemuan yang diadakan di Kolombo, ibu kota Sri Langka,
dikenal dengan nama Konperensi Kolombo.