You are on page 1of 43

PT.

PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

PT. PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN


SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

TELAAHAN STAF

NAMA : RIDWAN
NID : JK / PE / 0368

BIDANG PROJECT ENGINEER


Proyeksi Jabatan : Assistant Engineer Konstruksi

Judul : PEMANFAATAN WATER MIST SEBAGAI


ALTERNATIF SISTEM PROTEKSI
KEBAKARAN PLTU PADA TURBINE OIL
TANK AREA

TAHUN 2010

Ridwan, JK / PE / 0368
PT. PLN (PERSERO) 
PEMBANGKITAN 
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA 
 
 
PENILAIAN TELAAH STAFF 
NAMA PESERTA  : RIDWAN 

NO. SISWA    : JK/PE/0368 

JUDUL TS  : PEMANFAATAN WATER MIST sebagai ALTERNATIF SISTEM PROTEKSI 
KEBAKARAN PLTU pada TURBINE OIL TANK AREA 

MENTOR    : NASSARUDIN 

NILAI 

NO  NAMA PENGUJI  TOTAL  TANDA TANGAN 

10  20  30  40  50  60  70  80  90  100 

1  ANDI PAHERANGI JAYA 

2  SAID BAMATRAF 

3  HERWIANDONO 

4  DASRIL HARAHAP 

5  ANWAR MARICAR 

NILAI = TOTAL / 5 

 
PT. PLN (PERSERO) 
PEMBANGKITAN 
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA 
 
 
Daftar Informasi Revisi
Daftar Revisi:

1. Analisa focus pembahasan sesuai aplikasi yang benar.

Bagian yang direvisi:

1. Bagian pembahasan bab 5,


• pada awalnya pengkajian pemanfaatan sistem proteksi kebakaran berbasis kabut
air untuk PLTU
• perbaikan menfokuskan penggunaan kabut air untuk turbine oil tank area. Disini
penggunaan awal berupa sistem berlapis dry chemical dan spray air dengan
mekanisme deluge system. Dilakukan pengkajiaan untuk meningkatkan ke
effisienan menggunakan water mist tanpa mengabaikan tingkat keefektifanya
dalam memadamkan api.

 
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

LEMBAR PENGESAHAN

JUDUL : Pemanfaatan Water Mist sebagai Alternatif Sistem Proteksi Kebakaran


PLTU pada Turbine Oil Tank Area
NAMA : Ridwan
NID : JK/PE/0368
Surabaya, Juli 2010

Menyetujui,
Penanggung Jawab Program OJT Mentor
Manager Bidang SDM & Keuangan Deputi Manager Engineering

Anwar Maricar Nassarudin


NIP : 5886003JA NIP : 6795025P

Mengetahui,
Koordinator PMG Manager Bidang Engineering
PT. PLN (Persero) Pembangkitan PT. PLN (Persero) Pembangkitan
Sulawesi, Maluku, dan Papua Sulawesi, Maluku, dan Papua

Said Bamatraf Herwiandono


NIP : 5885139P NIP : 5985006Z

Mengesahkan,
General Manager
PT. PLN (Persero) Pembangkitan Sulawesi, Maluku, dan Papua

Andi Paherangi Jaya


NIP : 5783008P

Ridwan, JK / PE / 0368 i
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

DAFTAR PENGUJI TELAAHAN STAF


No Nama Penguji Tanda Tangan

1 Andi Paherangi Jaya 1. .…………….

2 Said Bamatraf 2. …………….

3 Herwiandono 3. .…………….

4 Anwar Maricar 4. .…………….

5 Dasril Harahap 5. .…………….

6 Rahmat Rauf 6. ……………...

7 Agung Pujiono 7. . ……………

8 Pamekas Maduratih 8. ……………...

Ridwan, JK / PE / 0368 ii
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan banyak nikmat,
sehingga penulis dapat menyelesaikan telahaan staf dengan judul “Pemanfaatan
Water Mist sebagai Alternatif Sistem Proteksi Kebakaran PLTU pada
Turbine Oil Tank Area”. Telahaan staf ini ditulis guna memenuhi salah satu
persyaratan program On The Job Training (OJT) PT PLN (Persero). Selama
mengikuti OJT, banyak sekali bimbingan dan bantuan yang diberikan kepada
penulis. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ayah dan Ibu serta keluarga besar yang telah mendidik penulis sejak kecil
hingga saat ini.
2. Bapak Andi Pagerangi Jaya, selaku General Manajer PT. PLN (Persero)
Pembangkitan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
3. Bapak Said Bamatraf, selaku Koordinator Project Management Group (PMG)
PT. PLN (Persero) Pembangkitan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
4. Bapak Herwiandono, selaku Manager Bidang Engineering PT. PLN (Persero)
Pembangkitan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
5. Bapak Dasril Harahap, selaku Manager Bidang Produksi PT. PLN (Persero)
Pembangkitan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
6. Bapak Anwar Maricar, selaku Manager Bidang SDM dan Keuangan PT. PLN
(Persero) Pembangkitan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
7. Bapak Achmad Umar, selaku Kepala Audit Internal (KAI) PT. PLN (Persero)
Pembangkitan, Sulawesi, Maluku, dan Papua.
8. Bapak Nassarudin, selaku Mentor dan Pembimbing telaahan staf.
9. Seluruh Karyawan PT PLN (Persero) Pembangkitan Sulawesi, Maluku, dan
Papua.
10. Serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam penulisan.
Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penyusunan telaahan
staf ini karena keterbatasan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan

Ridwan, JK / PE / 0368 iii


PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

saran dan kritik dari semua pihak agar penulis dapat menjadi lebih baik dimasa
yang akan datang.
Ambon, Juli 2010

Ridwan

Ridwan, JK / PE / 0368 iv
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ..................................................................................... i 
DAFTAR PENGUJI TELAAHAN STAF .............................................................. ii 
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iii 
DAFTAR ISI ........................................................................................................... v 
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi 
DAFTAR TABEL ................................................................................................. vii 
ABSTRAK ........................................................................................................... viii 
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1 
1.1  Latar Belakang ....................................................................................... 1 
1.2  Rumusan Masalah .................................................................................. 2 
1.3  Tujuan Penelitian ................................................................................... 2 
1.4  Batasan Masalah .................................................................................... 2 
BAB II PERMASALAHAN ................................................................................... 3 
BAB III PRA ANGGAPAN ................................................................................... 4 
BAB IV LANDASAN TEORI ............................................................................... 5 
4.1  Teori Pembakaran .................................................................................. 5 
4.2  Bahaya Kebakaran pada Material Mampu Bakar liquid .................. 7 
4.3  Mekanisme Pemadaman Api................................................................. 8 
4.4  Proteksi Kebakaran Berbasis Kabut Air (Water Mist) .................... 11 
4.4.1  Pemadaman Flame (Nyala Api) ......................................................... 13 
4.4.2  Pendinginan Permukaan ..................................................................... 14 
4.4.3  Karakteristik Kabut Air ...................................................................... 15 
BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 18 
5.1  Karakteristik Aspek Keamanan pada PLTU .................................... 18 
5.2  Pemanfaatan Kabut Air pada Sistem Proteksi Kebakaran pada
Area Turbine Oil Tank .................................................................................... 21 
BAB VI KESIMPULAN ...................................................................................... 29 
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 30 
LAMPIRAN .......................................................................................................... 31 

Ridwan, JK / PE / 0368 v
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

DAFTAR GAMBAR
Gambar IV-1. Segitiga Api [8] ............................................................................... 5 
Gambar IV-2. Beberapa cara uap bahan bakar dihasilkan dari padatan [2] ........... 6 
Gambar IV-3. Alur pemilihan sistem proteksi kebakaran .................................... 11 
Gambar IV-4. Pemadaman api dengan kabut air [3] ............................................ 13 
Gambar V-1. FBD water supply system pada water mist ..................................... 26 

Ridwan, JK / PE / 0368 vi
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

DAFTAR TABEL
Tabel IV-1. Formasi volatile dari padatan yang dapat terbakar [2] ........................ 7 
Tabel V-1. Tipe fire proteksi pada Proyek PLTU 2 SULSEL .............................. 20 
Tabel V-2. Properties turbine oil .......................................................................... 22 
Tabel V-3. Properties air dan dry chemical .......................................................... 24 
Tabel V-4. Harga media pemadam kebakaran ...................................................... 28 

Ridwan, JK / PE / 0368 vii


PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

ABSTRAK

PLTU memiliki banyak mekanisme yang mendukung pelaksanaan fungsinya,


mekanisme tersebut dapat berupa sistem utama dan ada yang berupa sistem
bantu. Salah satu peralatan bantu di PLTU adalah sistem proteksi kebakaran.
Sistem proteksi kebakaran ini memiliki banyak metode dengan berbagai jenis
media pemadam dalam penerapannya. Media pemadam yang umum digunakan
pada sistem proteksi kebakaran diantaranya: air, CO2, foam dan dry chemical.

Tingkat bahaya pada PLTU relatif lebih besar dari bangunan biasa, karena pada
PLTU banyak aktivitas yang dapat menyebabkan kebakaran dan banyak terdapat
bahan bakar seperti batubara dan bahan bakar liquid (HSD oil). Selain itu
karena PLTU merupakan area yang banyak melibatkan pembakaran dan panas.
Ada beberapa hal yang mungkin dapat menyebabkan kebakaran pada PLTU:
pertama diakibatkan oleh pembakaran spontan pada batubara, kedua
dikarenakan panas akibat mekanisme peralatan yang melibatkan bahan bakar,
ketiga dikarenakan panas dari peralatan elektronik, instalasi listrik dan aktivitas
yang melibatkan panas serta hal lain yang disebabkan oleh kelalaian manusia.

Pada sistem proteksi kebakaran peformanya sangat bergantung pada beberapa


hal diantaranya: tingkat keefektifanya yang dilihat dari kecepatan dalam
memadamkan api, kedua dari tingkat residunya, ketiga dari akibat yang
ditimbulkan oleh sistem ini misalnya kerusakan pada sistem dan lingkungan.
Pada telaahan staf ini dilakukan pengkajiaan penggunaan sistem proteksi yang
berbasis kabut air pada area turbine oil tank yang sebelumnya menggunakan dua
sistem proteksi berbasis dry chemical dan spray air. Sistem ini yang memiliki
tingkat keefektifan yang relatif lebih baik, serta dapat digunakan pada material
mampu bakar padat maupun cair tanpa mengakibatkan permasalahan dalam
pemadaman (spill fire) dan tidak menimbulkan dampak pada area, sistem lain
dan lingkungan yang dapat menimbulkan biaya tambahan.

Kata kunci : kabut air, sistem proteksi kebakaran, PLTU

Ridwan, JK / PE / 0368 viii


PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


PLTU merupakan suatu sistem pembangkitan yang menggunakan uap air
sebagai fluida kerja untuk menggerakan prime mover pemutar generator. Untuk
menghasilkan uap air ini diperlukan mekanisme pengkonversi yang dipengaruhi
banyak sistem diantaranya:
• Coal handling system
• Feed water system
• Cooling water system
• Water treatment system
• Compressed air system
• dan banyak sistem penunjang lainya

Untuk menjaga proses pengkonversian energi ini berjalan dengan baik dan
efesien maka kita harus menjaga setiap sistem, subsistem dan komponen lain yang
berhubungan dengan proses ini berada pada kondisi yang optimal dan berfungsi
optimal, termasuk memastikan kehandalan sistem proteksi kebakaran yang
terdapat di pembangkit.
PT.PLN (Persero) Pembangkitan Sulawesi, Maluku dan Papua merupakan
salah satu unit yang ditunjuk oleh direksi berdasarkan “KEPUTUSAN DIREKSI
PT PLN (PERSERO) NO. 371. K/DIR/2008 TANGGAL 24 NOVEMBER 2008
TENTANG ORGANISASI PT PLN (PERSERO) PEMBANGKITAN
SULAWESI, MALUKU DAN PAPUA” untuk ikut serta berperan aktif pada
program “Proyek Percepatan 10.000 MW” yang dicanangkan oleh Kementrian
ESDM. Setiap unit yang ikut serta dalam “Proyek Percepatan 10.000 MW”
memiliki tugas dan tanggung jawab berdasarkan “KEPUTUSAN DIREKSI PT
PLN (PERSERO) NO. 318.K/DIR/2007 TANGGAL 23 OKTOBER 2007
TENTANG ORGANISASI, TUGAS, TANGGUNG JAWAB DAN
WEWENANG TIM PERCEPATAN PEMBANGUNAN PEMBANGKIT

Ridwan, JK / PE / 0368 1
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

TENAGA LISTRIK YANG MENGGUNKAN BATU BARA UNTUK


PROYEK-PROYEK PEMBANGKIT LUAR JAWA”. Tanggung jawab yang
diberikan berupa melakukan pembangunan proyek dalam waktu yang relatif lebih
cepat dan dengan kualitas yang baik berdasarkan standar yang ada.
Berkenaan dengan hal ini maka saya membuat tulisan ini agar nanti kita
dapat mengoperasikan dan memelihara PLTU tersebut secara aman dan efisien.
1.2 Rumusan Masalah
Pada telaahan staf ini akan diulas bagaimana water mist diaplikasikan pada
sistem proteksi kebakaran pada area turbine oil tank PLTU. Untuk melihat hal itu
maka dilakukan pengkajian yang membahas tentang:
1. Pengkajian mengenai kondisi dari aspek safety pada PLTU
2. Pengkajian tentang karakteristik sistem yang umum diaplikasikan untuk
sistem berbasis water mist

1.3 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari Telaahan staf ini adalah:
1. Sebagai salah satu bahan evaluasi OJT S1/D3 dalam proses pengangkatan
karyawan tetap PT PLN (Persero)

2. Mengkaji penerapan sistem proteksi pemadam kebakaran pada area


turbine oil tank PLTU dengan basis water mist

1.4 Batasan Masalah


Pada laporan ini akan dibahas tentang hal-hal yang berkaitan dengan
pengaplikasian sistem keselamatan kebakaran menggunakan water mist
diantaranya:
1. Karakteristik aspek keamanan pada PLTU khususnya turbine oil tank
area.
2. Karakteristik dari sistem proteksi kebakaran menggunakan water mist.

Ridwan, JK / PE / 0368 2
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BAB II PERMASALAHAN
Sistem proteksi kebakaran (fire protection system) merupakan suatu sistem
bantu yang penting, sistem ini merupakan sistem yang disaratkan telah berfungsi
dengan baik saat pembangkit akan dioperasikan. Banyak metode yang ditawarkan
dalam sistem proteksi kebakaran. Kebakaran sebenarnya dapat dikendalikan
dengan sistem proteksi aktif dan sistem proteksi pasif. Sistem proteksi aktif
merupakan perlindungan terhadap kebakaran melalui sarana aktif yang terdapat pada
bangunan atau sistem perlindungan dengan menangani api secara langsung. Sistem
proteksi aktif dimulai dari pendeteksian kebakaran (smoke detector, heat detector,
alarm dan lain-lain) dan pemadaman api (sprinkler, hydrant, APAR dan lain-lain).
Sistem proteksi pasif merupakan sistem perlindungan terhadap kebakaran yang
bekerjanya melalui sarana pasif yang terdapat pada bangunan. Biasanya juga disebut
sebagai sistem perlindungan bangunan dalam menangani api dan kebakaran secara
tidak langsung. Caranya dengan meningkatkan kinerja bahan bangunan, stuktur
bangunan, pengontrolan dan penyediaan fasilitas pendukung penyelamatan terhadap
bahaya api dan kebakaran.
Sistem proteksi aktif pada umumnya berupa sistem yang berbasis air, CO2,
halogen, foam dan dry chemical. Sistem proteksi kebakaran memiliki hal-hal yang
menjadi perhatian dalam pengaplikasianya, yaitu:
1. Memiliki efektivitas yang relatif lebih baik dalam melakukan fungsinya.
2. Dampak terhadap sistem lain di area relatif lebih rendah.
3. Tidak menimbulkan permasalahan lingkungan.
4. Mengurangi akibat keracunan pada operator yang disebabkan sistem.
5. Biaya sistem (biaya instalasi, operasi dan pembersihan) yang relatif lebih
kecil.
Oleh karena itu maka dalam telaahan staf ini dilakukan pengkajian
terhadap sistem proteksi kebakaran menggunakan media water mist, dengan
bahan yang murah, ramah lingkungan dan efektif untuk area turbine oil tank di
PLTU.

Ridwan, JK / PE / 0368 3
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BAB III PRA ANGGAPAN


Sistem proteksi kebakaran pada pembangkit didesain oleh kontraktor
sesuai dengan keadaan area dimana sistem ini akan diaplikasikan. Sistem proteksi
kebakaran yang diterapkan harus memenuhi kriteria yang dipersyaratkan pada
kontrak yang mengacu pada standar dari NFPA. Berdasarkan buku III B kontrak
Proyek PLTU 2 SULSEL pada bagian 4.5.7, pada bagian ini sistem proteksi
kebakaran pada PLTU mengacu kepada:
1. NFPA 24 dan 26 tentang Yard mains dan hydrant halaman
2. NFPA 14, 1961 dan 1962 mengenai Stand pipes dan hose systems.
3. NFPA 72A-E mengenai Automatic fire detectors, Fire Alarms dan fire
protection actuation system.
4. NFPA 10 dan 17 mengenai Portable fire extinguisher dan dry chemical
extinguishing system.
5. NFPA 13, 231 dan 231C mengenai Automatic dan manual sprinkler systems.
6. NFPA 17 mengenai Dry chemical systems.
7. NFPA 12 mengenai Carbon dioxide systems.
8. NFPA 15 mengenai Water spray fixed systems.
9. NFPA 13, 14, 15, 20, 24 dan 26 mengenai Fire water valves.
10. NFPA 13 dan 20 mengenai Fire pumps.
11. NFPA 13, 15, 20 dan 22 mengenai Water supply.
12. NFPA 13 dan NFPA 15 mengenai The deluge fire protection system.
13. NFPA 11 mengenai The water dan foam monitors.
14. NFPA 1971 dan 1972 mengenai Protection clothing dan helmets.
15. NFPA 1981 mengenai Breathing apparatus.

Pada proteksi kebakaran yang berbasis kabut air dalam pengaplikasiaanya


digunakan NFPA 750 “Standard on Water Mist Fire Protection Systems”
berdasarkan standar tersebut water mist memiliki diameter droplet dengan ukuran
kecil dari 1000 mikron.

Ridwan, JK / PE / 0368 4
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BAB IV LANDASAN TEORI

4.1 Teori Pembakaran


Pembakaran (combustion) adalah suatu reaksi kimia antara bahan bakar
dan oksidiser dengan disertai pelepasan energi secara signifikan dalam bentuk
panas [7]. Dalam definisi lain dikatakan bahwa, pembakaran merupakan proses
yang melibatkan reaksi kimia antara material yang dapat terbakar ( combustible
species ) dan oksigen yang terkandung diudara[2].
Pembakaran dan api yang normal melibatkan tiga elemen penting yaitu
bahan bakar, oksigen, dan sumber panas. Bersama, elemen-elemen tersebut
membentuk segitiga api yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

Fuel Heat

Oxygen

Gambar IV-1. Segitiga Api [8]

Bahan bakar adalah segala zat yang melepaskan energi ketika dioksidasi
[7]. Istilah ‘bahan bakar’ akan digunakan untuk menjelaskan suatu benda yang
terbakar, dalam fase apapun, baik dalam fase gas, uap, cair, atau padat. Adapun,
bahan bakar yang akan dibahas lebih lanjut pada tulisan ini adalah bahan bakar
yang berbasis karbon, karena sebagian besar bahan bakar yang ada di dunia ini
berbasis karbon.
Api (fire) merupakan fenomena dalam fase gas, sehingga pembakaran
dengan nyala api (flame) pada bahan bakar cair dan padat, harus didahului dengan
proses perubahan fase bahan bakar tersebut menjadi fase gas. Untuk bahan bakar
cair, proses ini pada umumnya berupa penguapan sederhana dari hasil pendidihan
pada permukaan, tetapi untuk hampir semua padatan, dekomposisi kimia atau
pirolisis dibutuhkan agar menghasilkan produk dengan berat molekular rendah

Ridwan, JK / PE / 0368 5
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

yang dapat melayang dari permukaan, dan memasuki api. Perubahan fase padatan
yang seperti ini ditunjukkan oleh padatan jenis (e) pada Gambar IV-2. Adapun,
penjelasan mekanismenya dan contoh-contoh padatan sesuai dengan jenis
perubahan fasenya ditunjukkan lebih lanjut pada Tabel IV-1. Pada dasarnya,
pirolisis dari bahan bakar padatan hanya akan terjadi pada tingkat temperatur
tertentu pada permukaan padatan itu sendiri.
Selanjutnya, gas dan uap hasil dekomposisi termal tersebut akan
bercampur dengan oksigen atau udara sebagai oxidizer untuk membentuk
campuran yang dapat terbakar. Oxidizer adalah segala zat dimana didalamnya
terdapat oksigen yang bereaksi dengan bahan bakar [7]. Udara merupakan
oxidizer alami, karena udara pada keadaan normal memiliki kandungan oksigen
sebesar 21%.
Aliran atau semburan dari gas hidrokarbon yang telah bercampur dengan
udara dapat terpicu dan membentuk api, dimana terlihat bahwa sebagian volume
di dalam campuran tersebut sedang mengalami proses oksidasi. Pada saat yang
bersamaan dengan proses oksidasi campuran bahan bakar, terjadi pula proses
emisi kalor. Karena pembakaran melepaskan sejumlah panas, maka proses ini
digolongkan ke dalam reaksi eksotermik, dimana terjadi perpindahan energi dari
sistem ke lingkungan.

Gambar IV-2. Beberapa cara uap bahan bakar dihasilkan dari padatan [2]

Ridwan, JK / PE / 0368 6
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Tabel IV-1. Formasi volatile dari padatan yang dapat terbakar [2]
Designation Mechanism Examples

a Sublimation Methylamine
b Melting and evaporation without Low molecular weight paraffin
chemical change waxes, although the
mechanism likely to involve
(b) and (c)
c Melting, then decomposition followed Thermoplastic; high molecular
by evaporation of low molecular weight weight waxes, etc.
products
d Decomposition to produce molten Polyurethanes
products which decompose further to
yield volatile species
e Decomposition to give volatile species Cellulose; most thermosetting
directly resins (except polyurethanes)

4.2 Bahaya Kebakaran pada Material Mampu Bakar liquid


Material mampu bakar cair dalam karakter proses ignition-nya
digambarkan dari nilai flash point-nya dan tingkat bahaya dari material ini
digambarkan dari nilai vapor pressure-nya. Material mampu bakar cair akan
menguap terlebih dahulu sebelum terbakar dikarenakan api merupakan fenomena
dalam fase gas, penguapan yang terjadi sangat sederhana tidak seperti pirolisis
pada material mampu bakar padat, karateristik penguapanya bergantung pada
kalor laten dan temperature penguapan material mampu bakar cair tersebut. Suhu
pada permukaan material mampu bakar cair saat terbakar akan sama dengan titk
uapnya. Oleh karena itu pada material mampu bakar cair ada yang terbakar
dengan temperature permukaan relatif rendah seperti bensin (dibawah 1000C) dan
ada yang tinggi seperti minyak pelumas.
Bahan bakar cair cenderung untuk terbakar sebagai suatu ‘kolam api’
(pool fire) dengan permukaannya yang mendatar dan uniform. Sebuah pool fire
adalah api yang terbakar secara difusi dari penguapan cairan bahan bakar dengan
momentum bahan bakarnya yang sangat rendah. Api yang terbakar dari bahan
bakar jenis ini sangat sulit dipadamkan dan menimbulkan dampak kerugian yang
besar. Penanganan kebakaran dari api jenis ini berbeda dengan kebakaran dari
bahan bakar padat. Kebakaran jenis pool fire tidak bisa dipadamkan dengan air
dalam jumlah yang besar, karena banyak dari material cair mampu bakar memiliki

Ridwan, JK / PE / 0368 7
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

berat jenis lebih kecil dari pada berat jenis air. Sehingga memadamkan pool fire
dengan menyiramkan air justru akan memperbesar nyala apinya dikarenakan api
mengambang di atas air (spill fire).
Sifat flame yang terbentuk dari pool fire ada tiga jenis tergantung dari
diameter pool fire tersebut. Jika diameternya kurang dari 0.03 m, maka flame-nya
bersifat laminar dan laju pembakarannya akan meningkat sebanding dengan
peningkatan diameter pool fire. Sementara pada diameter besar (D>1 m), flame-
nya bersifat turbulen dan ukuran diameter tidak mempengaruhi laju pembakaran.
Untuk jangkauan 0.03<D<1 m, flame bersifat transisi antara laminar dan turbulen.
Pada pool fire berukuran kecil, heat transfer paling besar terjadi secara konduksi,
sedangkan pada pool fire berukuran besar heat transfer paling banyak terjadi
secara radiasi
Untuk menghitung laju pembakaran pool fire, maka digunakan rumus :
.
m" = m ∞ " (1 − e(− KβD ))

Dari nilai laju pembakaran tersebut dapat diketahui besarnya energi yang
dikeluarkan api pembakaran.
Q C = x ⋅ m "⋅ A f ⋅ ΔH c kW

Keterangan:
Kβ = Koefisien perpindahan panas radiasi
D = diameter pool fire.
Af = luas permukaan bakar (m2)
ΔHc = panas pembakaran material volatile (kJ/g)
x = faktor (<0,1) kesempurnaan pembakaran.

4.3 Mekanisme Pemadaman Api


Ketika material mampu bakar dipanaskan sampai temperatur ignition-nya,
maka proses penyalaan akan berlangsung. Proses pembakaran akan terus terjadi
selama material mampu bakar tetap berada pada temperatur tersebut dan
mendapatkan oksigen yang cukup. Temperatur ignition dipengaruhi oleh

Ridwan, JK / PE / 0368 8
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

komposisi campuran material mampu bakar-udara, temperatur dan lamanya


sumber ignition, serta kondisi lingkungan sekitar. Temperatur ignition dari
material mampu bakar padat juga dipengaruhi oleh ukuran material mampu bakar
tersebut, laju aliran udara dan laju pemanasan.
Segitiga api menghubungkan ketiga elemen untuk menciptakan api. Disisi
lain, konsep segitiga api ini juga digunakan untuk mencegah api atau mengontrol
api tersebut setelah terjadi. Mengurangi jumlah material tersebut di bawah batas
minimal yang dibutuhkan untuk dapat terjadinya proses pembakaran merupakan
dasar dari mekanisme pemadaman api. memadamkan api dapat dilakukan dengan
cara:
1. Smoothering (Penutupan/penyelimutan): Pemadaman isolasi/ lokalisasi,
memutuskan hubungan udara luar dengan benda/bahan yang terbakar agar
perbandingan udara (oksigen) dengan benda yang terbakar berkurang di bawah
kosentrasi oksigen yang dibutuhkan untuk reaksi pembakaran tersebut.
2. Cooling (Pendinginan): Mengurangi panas hingga benda yang terbakar
mencapai suhu di bawah titik nyalanya atau di bawah titik dekomposisi
material mampu bakar tersebut.
3. Starvation: Mengurangi jumlah bahan-bahan yang terbakar atau menutup
aliran bahan (cair/gas) yang terbakar sehingga material mampu bakar berada di
bawah batas minimal jumlah material mampu bakar dapat terbakar
(flammability limits).

Proteksi kebakaran umumnya menggunakan beberapa jenis media: air, gas


halogen, foam, CO2 dan dry chemical. Media tersebut dalam pengaplikasianya
menggunakan sistem yang berbeda-beda yang tergantung dari karakteristik media
dan jenis material yang terbakar. Ada beberpa hal yang menjadi pertimbangan
dalam penentuan jenis sistem proteksi kebakaran yang akan digunakan:
1. Efektivitas sistem terhadap kemampuanya memadamkan api.
2. Dampak yang akan timbul terhadap sistem lain di area yang sama.
3. Tingkat permasalahan lingkungan yang ditimbulkan dari penggunaanya.
4. Tingkat toxicity dari media yang digunakan pada operator.

Ridwan, JK / PE / 0368 9
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

5. Biaya sistem (biaya instalasi dan operasi serta pembersihan) yang timbul.

Efektifitas dari sistem pemadam kebakaran yang diterapkan terlihat dari


kemampuan sistem mendinginkan atau mengurangi panas yang masuk pada
proses pembakaran, kemampuan mengurangi kadar oksigen yang akan masuk
dalam reaksi pembakaran dan mencegah terbentuknya campuran siap bakar pada
reaksi tersebut.
Dampak yang ditimbulkan oleh sistem yang akan digunakan juga
merupakan hal yang menjadi perhatian. Besar kecil dampak yang ditimbulkan
sistem pemadam kebakaran pada sistem lain yang dilindungi misalnya tingkat
water damage dan korosif pada peralatan lain. Tingkat permasalahan yang akan
ditimbulkan pada lingkungan dapat berupa pencemaran lingkungan misalnya pada
pemakaian gas halogen dan CO2 yang dapat merusak ozon. Tingkat tosisitas yang
mungkin ditimbulkan media pemadam kebakaran pada operator yang ada pada
area sekitar.
Selain hal tersebut, besarnya biaya yang akan dikeluarkan sangat
mempengaruhi pemilihan sistem proteksi yang digunakan. Biaya yang
dinvestasikan meliputi biaya instalasi sistem proteksi, biaya operasi dan
perawatan sistem serta biaya yang digunakan untuk proses pembersihan sisa yang
ditinggalkan setelah penggunaan sistem tersebut.
Fungsi sistem proteksi kebakaran selain mengurangi kerugian akibat
kebakaran pada area sistem ini digunakan tetapi juga untuk mencegah dampak
pada orang atau sistem lain pada area yang berbeda. Oleh karena itu, kemampuan
sistem pemadam kebakaran untuk mencegah panas dari area yang terbakar
terekspose ke area lain merupakan hal yang menjadi pertimbangan. Kemmapuan
ini dapat di cermati dari besarnya kemampuan sistem proteksi kebakaran dalam
mereduksi radiasi panas dari api ke area lain.
Pemilihan sistem proteksi kebakaran yang digunakan dapat melalui
langkah-langkah berikut dan biasanya disebut fire engineering design:

Ridwan, JK / PE / 0368 10
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Gambar IV-3. Alur pemilihan sistem proteksi kebakaran

4.4 Proteksi Kebakaran Berbasis Kabut Air (Water Mist)


Sistem proteksi kebakaran yang berbasis kabut air terdiri dari nossel
otomatis yang terpasang dengan sistem pemipaan yang dihubungkan dengan
tempat penampungan air. Pada saat beroperasi, pemadam kebakaran sistem kabut
air ini akan menyemprotkan air yang memiliki ukuran droplet sangat kecil
sehingga berbentuk kabut dengan bentuk semprotannya yang berupa kerucut.
Pada beberapa sistem juga ditambahkan gas-gas lain atau sejenis aditif. Pemadam

Ridwan, JK / PE / 0368 11
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

kebakaran sistem kabut air yang baik harus mampu menghasilkan, menyalurkan,
dan menjaga konsentrasi droplet air pada rentang waktu terjadinya kebakaran.
Akan tetapi laju aliran air pada pemadam kebakaran sistem kabut air lebih rendah
dari laju aliran pemadam kebakaran sistem sprinkler biasa.
Pemadam kebakaran dengan menggunakan sistem kabut air ternyata
memiliki berbagai kelebihan dibandingkan dengan pemadam kebakaran
konvensional, diantaranya adalah:
1. Tidak beracun. Media yang digunakan adalah air sehingga tidak menimbulkan
bahaya racun seperti jika menggunakan media pemadam halon.
2. Biaya yang murah dikarenakan penyediaan air relatif murah dibandingkan
dengan zat media pemadam lainnya.
3. Sedikit (bahkan tidak ada) residu. Kabut air tidak akan menyisakan air,
sehingga aman bagi komponen-komponen listrik dan peralatan yang sensitif
terhadap air. Meskipun masih menyisakan air, akan lebih mudah ketika
dibersihkan.
4. Penetrasi yang luas. Kabut air dapat menjangkau areal yang luas, sehingga
laju penyerapan panas menjadi lebih besar.
5. Tidak memberikan tekanan yang berlebih kepada lingkungan kerja.
Kabut air (water mist) merupakan air yang pecah yang membentuk seperti
awan dengan ukuran tetesan air (droplet) yang sangat kecil. Hal ini menyebabkan
luas permukaannya menjadi sangat besar, sehingga memperbesar laju perpindahan
panas. Menurut standar NFPA 750, kabut air adalah butiran air yang memiliki
diameter kecil dari 1000 mikron.
Distribusi ukuran droplet menunjukan daerah dari ukuran droplet
terkandung dalam sample yang representative dari spray atau kabut awan diukur
pada lokasi yang ditentukan. NFPA 750 telah membagi droplet yang diproduksi
oleh sistem water mist menjadi 3 kelas untuk membedakan antara “lebih kasar”
dan “lebih halus” ukuran drolet dalam 1000 micron window. Klasifikasinya
adalah:
• Kelas 1: Mist mempunyai 90% dari volume spray (Dv0.9) dalam ukuran
tetesan 200 micron atau kurang.

Ridwan, JK / PE / 0368 12
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

• Kelas 2: Mempunyai Dv0.9 400 micron atau kurang.


• Kelas 3: Mist mempunyai nilai Dv0.9 dari 400 - 1000 micron.

Dalam teori, droplet kecil lebih efektif dalam penanggulangan kebakaran


dari pada droplet besar, karena total luas permukaanya yang tersedia untuk
evaporasi dan penurunan panas lebih besar. Hal itu lebih efektif dalam
melemahkan radiasi. Selain itu juga, droplet kecil mempunyai waktu tinggal yg
lebih lama, memungkinkan mereka dibawa arus udara ketempat terpencil atau
bagian yang terhalang dalam penahanan. Droplet kecil dapat menampilkan
perilaku mirip gas dan karakteristik percampuran yang lebih tinggi.

4.4.1 Pemadaman Flame (Nyala Api)


Ketika kabut air disemprotkan kedalam api, seperti pada gambar di bawah
* *
ini, beberapa droplet air ( x m w ) tertahan di dalam flame dan sisanya ( (1 − x) m w ),
menembus flame dan mencapai permukaan pembakaran.

Gambar IV-4. Pemadaman api dengan kabut air [3]

Droplet air yang tertahan tadi menyerap panas dari flame dan panas yang
dilepaskan dari pembakaran bahan bakar digunakan untuk memanaskan campuran
udara-bahan bakar dan droplet air. Persamaan kesetimbangan energi di dalam
flame dapat ditulis berdasarkan persamaan kesetimbangan energi umum:
Qout = ∑ Qin
Qout = Qin 1 + Qin 2 + Qin 3

Ridwan, JK / PE / 0368 13
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Qout adalah panas yang dikeluarkan dari laju pembakaran. Besarnya nilai panas ini
adalah:
*
Qout = m f ΔH c

Panas tersebut lalu diberikan kepada droplet air (Qin 1), udara sekitar
(Qin 1), dan permukaan bahan bakar (Qin 1). Panas yang diterima droplet (Qin 1)
digunakan untuk menguapkan air, lalu menaikkan temperatur uapnya ke
temperatur adiabatik flame. (Qin 2) Panas yang diterima udara langsung diserap
oleh udara sekitar. (Qin 3) Panas yang diterima permukaan bahan bakar untuk
menghasilkan volatile mater untuk dibakar lagi.
Api dapat padam, ketika kabut air mendinginkan zona reaksi sampai di
bawah batas temperatur nyala adiabatiknya, yang mampu menghentikan proses
pembakaran udara dengan bahan bakar. Untuk kebanyakan hidrokarbon dan uap
organik, batas bawah temperatur adiabatiknya mendekati 1600 K (1327 C) [2].
Droplet air yang mencapai permukaan bahan bakar akan mendinginkan bahan
bakar. Api juga dapat padam karena laju uap bahan bakar, atau laju pembakaran
berkurang karena adanya pendinginan dan tidak dapat mempertahankan nyala api.

4.4.2 Pendinginan Permukaan


Air yang mencapai permukaan pembakaran akan memanas dan menguap,
dan akibatnya akan mendinginkan permukaan. Laju pyrolisis permukaan tersebut
akan berkurang dan ketika lajunya cukup kecil (panas yang dilepas sekitar 50-75
kW/m2), nyala api di permukaan tersebut akan menghilang. Hal ini juga dapat
dijelaskan melalui teori pemadaman termal. Berdasarkan hasil teori dan
eksperimen menunjukkan bahwa jumlah air yang dibutuhkan untuk memadamkan
api yang terbakar karena kayu (laju pyrolisis < 5 g/s.m2) adalah ≈ 2 g/s.m2 . Jika
permukaan tersebut juga terkena radiasi, maka jumlah air yang dibutuhkan untuk
memadamkan apinya akan meningkat secara dramatis. Sebagai contoh, pada laju
radiasi permukaan 25 kW/m2, kebutuhan air akan meningkat sampai 10 g/s.m2.
Saat air disemprotkan pada dinding yang panas, air tersebut akan
menyerap panas. Air memiliki panas laten yang tinggi, yaitu sekitar 2260 kJ/kg.

Ridwan, JK / PE / 0368 14
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Dengan menggunakan air, maka akan diperoleh efek pendinginan yang tinggi.
Setelah air tersebut mengenai dinding, air itu temperaturnya akan naik sambil
menurunkan temperatur dinding. Sebagian air akan mengalami penguapan.

4.4.3 Karakteristik Kabut Air


Ada enam karakteristik kabut air yang penting untuk memadamkan api
[6]. Sedangkan untuk aplikasi kabut air, keenam properti tersebut dapat digabung
menjadi tiga kriteria utama, yaitu : flux density, cakupan spray, dan momentum.
Flux density menunjukkan jumlah fluks dalam waktu dan luasan tertentu. Luas
cakupan spray dipengaruhi oleh kinerja nosel, tekanan dan ketinggian
penyempotan. Momentum menunjukkan kemampuan droplet air untuk melakukan
penetrasi ke dalam nyala api. Semakin tinggi momentum, semakin banyak droplet
yang memasuki wilayah pemadaman.
Untuk bahan bakar dengan temperatur permukaan yang tinggi, api dapat
padam dengan cara pendinginan permukaan dan/atau pendinginan flame. Jumlah
fluks kabut air kritis yang dibutuhkan dapat diperoleh untuk pendinginan flame
* *
( x m w ) , dan pendinginan permukaan bahan bakar ((1 − x) m w ) .
* * * *
* (ΔH c − C pf (1600 − T fs ) + φC pa (1600 − Ta ) − Lvf ) (q conv + q rad − (q fL + (1 − x) m w (C pw (T fs − Tw ) + Lvw ) + εσT fs4 ))
x mw = ×
Lvw + C pwL (Twp − Tw ) + C pwv (1600 − Twp ) Lvf

Lvf * * *
(1 − )( q conv + q rad ) − (εσ T fs4 + q fL )
* f c ΔH c
(1 − x ) m w =
C pw (T fs − Tw ) + Lvw
Dengan:
ΔH c : nilai kalor pembakaran  ε     : emisifitas 
T         : Temperatur  σ     : konstanta steafen bolztman 
L         : Kalor laten   : Parameter untuk udara 
Cp      : Kapasitas termal   : Parameter untuk flame 
Φ       : air fuel ratio  : Parameter untuk water 
*
q : laju transfer panas  : Parameter vapour 
Twp       : Temperature air menguap

Ridwan, JK / PE / 0368 15
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Cakupan kabut air (Aw) berhubungan dengan distribusi droplet air dan
densitas air yang dipakai. Hal penting lainnya adalah untuk dapat memadamkan
api, karena jika cakupan spray tidak cukup besar untuk mencakupi seluruh
permukaan bahan bakar, maka flame yang tidak terkena langsung semprotan
water mist tidak akan padam. Flame tersebut akan mudah menyalakan kembali
flame setika water mist dihentikan. Sudut efektif untuk cakupan spray ditentukan
dengan jumlah minimal fluks air yang dibutuhkan untuk memadamkan api dan
dapat dinyatakan dengan :
α
Aw = π (ac L tan ) 2
2
Sudut spray α, adalah parameter desain nossel dan dapat dirubah menurut
tekanan. ac adalah koefsien untuk cakupan spray yang efektif (<1) dan ditentukan
oleh jumlah minimal fluks air yang dibutuhkan dan berubah menurut properti
bahan bakar.
Kriteria ketiga untuk memadamkan api adalah momentum spray.
Momentum spray harus cukup besar agar drolet air dapat memasuki api dan
mencapai permukaan fuel. Kabut air dengan momentum yang rendah akan
terbawa pijaran api. Kecepatan maksimum nyala api yang mengarah keatas Uf max
adalah:
*
2
Uf max = 1,9 Q c

*
dimana Q c adalah laju pelepasan panas secara konvektif dari api.

Untuk alat pemadam kabut air, jarak penyemprotan antara nossel dengan
permukaan fuel relatif sangat pendek, dan penguapan droplet air dibatasi sebelum
mencapai flame. Kecepatan droplet air dapat dinyatakan dalam kondisi non-
evaporasi :

u wo ΔP
uw = dan u w0 = 2( )
0,33ρ g L ρw
exp( )
dρ w

Ridwan, JK / PE / 0368 16
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

dimana kecepatan asal droplet air (uwo ). Untuk mencegah kabut air terbawa
pijaran api, maka momentum kabut air harus paling tidak sama dengan
momentum pijaran api, dan arahnya berlawanan dengannya:
ΔP
2( )
ρw *
2
uw ≥ u f atau uw = ≥ 1,9 Q c
max
0,33ρ g L
exp( )
dρ w
Persamaan di atas menunjukkan bahwa penetrasi droplet air paling
utamanya tergantung dari tekanan penyemprotan, ukuran droplet, jarak
penyemprotan, dan ukuran api. Tingkat penetrasi tersebut dapat ditingkatkan baik
dengan cara meningkatkan ukuran droplet, atau mengurangi jarak penyemprotan
ke pijaran api dengan cara menignkatkan tekanan semprot

Ridwan, JK / PE / 0368 17
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BAB V PEMBAHASAN
Sistem pemadaman api (fire Protection system) dalam pemanfaatanya
sangat bergantung dari kondisi area yang akan dilindungi serta material apa yang
mungkin sebagai penyebab sumber api. Sama halnya dengan pemanfaatan kabut
air (water mist) dalam sistem proteksi api harus memperhatikan keadaan
lingkungan atau area yang akan dilindungi. Untuk itu dalam pengkajiaan
pemanfaatan water mist pada sistem proteksi api kita melakukan studi kasus
pemanfaatannya di area Proyek PLTU SULSEL agar lebih mudah mendapatkan
gambaran tentang hal tersebut.
5.1 Karakteristik Aspek Keamanan pada PLTU
Material mampu bakar padat dan cair banyak terdapat di PLTU seperti
batubara, HSD oil, minyak pelumas, material dari karet atau material mampu
bakar lainya dan bahan-bahan kimia mudah terbakar. Kita dapat melakukan
analisa terhadap hal apa saja yang mempengaruhi aspek fire safety pada sistem
ini. Pada sistem ini ada beberapa hal yang dapat berfungsi sebagai pemicu sumber
api di PLTU:
1. Api dapat bersumber dari peralatan listrik yang terdapat pada sistem ini
misalnya: berasal dari motor listrik, kabel listrik dan panel listrik akibat short
circuit atau over heat.
2. Api dapat bersumber dari batubara yang mengalami spontaneous ignition
akibat oksidasi pada suhu rendah baik yang ada di stock pile, bunker maupun
pada conveyor.
3. Api dapat berawal dari panas yang terekspose dari sistem lain ke material
mudah terbakar, misalnya bahan bakar cair, penyimpanan pada turbine oil
tanks dan bahan kimia mudah terbakar lainya mendapatkan panas dari
peralatan didekatnya.
4. Berasal dari panas yang ditimbulkan dari reaksi kimia yang sengaja atau tidak
sengaja terjadi.
5. Api bisa bersumber dari panas yang timbul akibat friksi peralatan yang ada.
Misalnya panas yang dipindahkan dari belt ke batubara diakibatkan karena
gesekan belt dengan roller yang macet.

Ridwan, JK / PE / 0368 18
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Untuk melindungi PLTU dari kerugian akibat kebakaran maka PLTU


dilengkapi dengan sistem proteksi kebakaran. Sistem proteksi kebakaran pada
area PLTU menggunakan media pemadam berupa air, foam, CO2 dan serbuk
kimia kering(dry chemical). Sistem proteksi berbasis air menggunakan tiga
mekanisme yang berbeda, pertama berupa hidran halaman dan dalam bangunan,
kedua menggunakan mekanisme deluge system dan yang ketiga menggunakan
mekanisme sprinkler system. Media pemadam berupa air digunakan untuk
memproteksi material mampu bakar solid maupun liquid.
Media pemadam berupa foam diaplikasikan dalam betuk air foam hydrant
dan fix installation type. Dry chemical yang digunakan pada PLTU berupa fix
type. Kedua media pemadam ini digunakan untuk material yang mampu bakar
berupa liquid. CO2 digunakan dengan mekanisme flooding fix installation untuk
melindungi peralatan elektronik di main control room, electronic room dan coal
storage silo. Table V-1 merangkum jenis-jenis sistem proteksi yang digunakan
pada area PLTU.
Selain peralatan proteksi di atas, juga terdapat alat pemadam api
ringan(APAR), APAR yang digunakan berbasis CO2 dan dry chemichal. Peralatan
proteksi pasif juga terdapat pada PLTU berupa fire retardant isullation dan
terdapat alat perlindungan diri.

Ridwan, JK / PE / 0368 19
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Tabel V-1. Tipe fire proteksi pada Proyek PLTU 2 SULSEL1

1
Buku kontrak IIIB PLTU SULSEL 2 x 50 MW, h :section 4.5-329 s.d section 4.5-330

Ridwan, JK / PE / 0368 20
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

5.2 Pemanfaatan Kabut Air pada Sistem Proteksi Kebakaran pada Area
Turbine Oil Tank
Memilih sistem proteksi kebakaran bukanlah hal yang mudah untuk
dilakukan karena dalam pemilihan media yang akan digunakan tidak ada
pembanding secara langsung yang telah diterapkan secara internasional. Selain itu
dalam mekanisme pemadam api dapat dilakukan dengan pendinginan, pemutusan
ketersediaan oksigen dan pemutusan ketersediaan campuran siap bakar dari
material mampu bakar tersebut. Setiap media pemadam kebakaran memiliki
keunggulan diantara tiga mekanisme itu sehingga mempersulit pembandingan
sistem proteksi kebakaran secara langsung. Oleh karena itu dalam penggunaanya
untuk meningkatkan peforma dari sistem proteksi maka diterapkan sistem proteksi
kebakaran yang berlapis dengan tujuan agar media pemadam api yang diterapkan
bisa saling menutupi kekurang yang lain.
Pembandingan kinerja sistem proteksi yang dilakukan umumnya dengan
membuat analisa resiko yang dapat dihindari atau timbul dari sistem proteksi yang
diterapkan. Bagaimana cara kerja media tersebut yang memberikan efek terhadap
api, panas dan hasil pembakaran. Mengkaji biaya yang timbul akibat kerugian
yang terjadi di plant, mengkaji biaya yang timbul akibat pemasangan dan biaya
yang timbul akibat limbah yang timbul setelah pemadaman pada area tersebut.
Pemilihan sistem proteksi kebakaran ialah dengan menganalisa seluruh
resiko pada area yang akan dilindungi. Turbine oil tank terdapat pada area power
house, pada area ini terdapat peralatan lain berupa peralatan penunjang turbin dan
turbine itu sendiri. Turbin memiliki kondisi kerja yang melibatkan panas tinggi
dan memiliki sistem pelumasan dengan kondisi kerja mendapat beban termal yang
besar dikarenakan terekspose pada sistem yang berhubungan dengan suhu tinggi.
Aktivitas ini menyebabkan turbine oil tank mendapat perhatian khusus dalam
pengaplikasiaan sistem proteksi kebakaran di area tersebut. Selain itu jika dilihat
secara keseluruhan pada power house terdapat boiler dan peralatan penunjang
lainnya.

Ridwan, JK / PE / 0368 21
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Pada area ini terdapat banyak aktivitas yang melibatkan bahan bakar dan
panas. Ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan kebakaran di area turbine oil
tanks diantaranya:
1. Hubungan pendek peralatan listrik.
2. Panas dari aktivitas yang ada terekspose ke area.
3. Panas yang dibawa oleh turbine oil saat melaksanakan fungsinya.
4. Api yang ditimbulkan dari faktor luar akibat kelalaian operator.
Pada buku kontrak Proyek PLTU SULSEL bagian 7.2.3 diinformasikan
jenis turbine oil yang digunakan ialah 32L-TSA berdasarkan standar GB 11120-
89 yang ekivalen dengan standar internasional untuk turbine oil. Properties
turbine oil jenis ini dapat dilihat pada table di bawah ini2:
Tabel V-2. Properties turbine oil

Turbin oil merupakan jenis material mampu bakar cair, material mampu
bakar cair memiliki karakteristik pool fire seperti dijelaskan pada bab IV. Besar
panas yang dilepaskan sangat bergantung dari besar diameter pool fire. Pada
minyak pelumas seperti turbine oil memiliki flash point dan titik didih yang tinggi
(>1000C) dan saat terbakar memiliki suhu pemukaan yang tinggi. Fenomena
beresiko tinggi lainya yang dapat terjadi pada material mampu bakar cair adalah

2
Katalog KunLun Lubricant, “Anti –Oxidation, Anti-Rust Turbine Oil L-TSA 32,46, 68, 100”,
PetroChina Lubricant Co.ltd.

Ridwan, JK / PE / 0368 22
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BLEVE (Boiling Liquid Expanding Vapour Explosion) dimana terjadi ledakan


pada material mampu bakar cair akibat penyalaan yang timbul dikarenakan uap
terbentuk secara berlebihan dan memberikan tekanan yang berlebih pada tanki.
Hal ini bisa diakibatkan karena panas yang dibawa oleh material cair tersebut atau
panas yang terekspose pada tanki penyimpanannya.
Selain karekteristik tersebut, turbine oil yang digunakan merupakan liquid
dengan densitas lebih kecil dari air, maka nilai specific gravity akan lebih kecil
dari 1 (air = 1) yang menginformasikan turbine oil mengambang di atas air,
sehingga penggunaan air yang berlebihan pada kebakaran yang melibatkan
material mampu bakar ini dapat menyebabkan material mampu bakarnya
mengambang di atas air dan api yang tak padam akan menyebar dan memperluas
area kebakaran dan memperbesar resiko dan kerugian.
Karakteristik dari proses pembakaran dari terbakarnya tubine oil
membutuhkan media pemadam api dengan performa di bawah ini:
1. Media pemadam api yang digunakan pada area ini haruslah memiliki
kemampuan mendinginkan yang baik. Karena suhu permukaan bahan yang
terbakar cukup tinggi dan dapat menyebabkan reignition. Selain itu juga
untuk mencegah BLEVE yang disebabkan ekspose panas ke tanki.
2. Media pemadam api yang dibutuhkan memiliki gravitasi jenis (specific
gravity) lebih kecil dari tubine oil, agar dalam proses pemadaman tidak
menyebabkan material yang dipadamkan mengambang dan memperbesar
area penyebaran api.
3. Karena pada area tersebut banyak terdapat peralatan lain, maka media
pemadam yang digunakan tidak bersifat korosif.
4. Selain hal di atas, biaya yang dikeluarkan untuk instalasi, untuk operasi
dan perawatan serta pembersihan residu setelah penggunaan menjadi
pertimbangan dalam memilih sistem proteksi yang akan diterapkan.

Desain sistem proteksi pemadam kebakaran yang digunakan pada area ini
berdasarkan buku kontrak bagian 4.5.7, dijelaskan bahwa sistem proteksi yang
digunakan berbasis dry chemical dan air dengan mekanisme deluge system.

Ridwan, JK / PE / 0368 23
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Sistem ini diaplikasikan secara berlapis dengan tujuan untuk saling menutupi
kekurangan dari media yang digunakan. Selain 2 sistem yang digunakan untuk
first respone, terdapat hidran yang melingkupi seluruh area PLTU termasuk
power house. Hidran merupakan sistem proteksi yang menggunakan media air,
sistem ini berjenis flooding dan digunakan apabila sistem first respone tidak
mampu mengontrol api. Karakteristik dari media pemadam yang digunakan dapat
dilihat pada table di bawah ini:
Tabel V-3. Properties air dan dry chemical
Dry chemical3 
Parameter  Air 
(ammonium phosphate) 

Fase dalam keadaan normal  Liquid  Aerosol padat (koloid) 

Titik didih (0C)  100  190 (decomposisi)


Densitas (kg/m3) 1000 1600 (solid partikel)
Specific gravity  1  1.619 (solid partikel)
Kalor laten uap (kJ/kg)  2260  97 (kalor lebur)
Kalor jenis (kJ/kg K)  4.2  1.42
Konduktivitas listrik  Konduktor  Non‐Konduktor 
Tidak 
Toksisitas  Menyebabkan iritasi 
beracun 
Korosif  Rendah  Sedang 

Air memiliki kemampuan pedinginan yang baik dibandinngkan dry


chemical karena air memiliki cp dan asorbsi panas yang lebih besar pada saat
penggunaanya dalam memadamkan api dan dry chemical memiliki kemampuan
smothering untuk mengurangi kadar oksigen yang baik dalam pemanfaatannya
sebagai media proteksi kebakaran karena akan membentuk lapisan metaposphoric
acid yang menyelimuti permukaan bahan bakar saat dry chemical terdekomposisi.
Tetapi penggunaan dry chemical memiliki beberapa kelemahan diantaranya4:
1. Dry chemical stabil pada suhu rendah dan sedang hingga suhu 49OC, sehingga
penyimpananya memerlukan perhatian yang khusus.

3
Catalog produk dari http://cameochemicals.noaa.gov/chris/APP.pdf
4
Fire protection handbook (eighteenth edition by NFPA) section 6-21, dry chemical agents and
application system.

Ridwan, JK / PE / 0368 24
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

2. Dapat terdekomposisi oleh zat kimia lain seperti asam dan alkalin, sehingga
dalam penanganan memerlukan perhatian khusus.
3. Keberadaan lapisan inert pada permukaan material mampu bakar tidak
bertahan lama, untuk itu dalam penggunaanya digunakan air sebagai pemadam
tambahan untuk mencegah reignition.
4. Keberadaan lapisan inert seperti lapisan metaphosporphoric acid yang
terbentuk pada penggunaan monoamonium phosphate sebagai media
pemadam susah untuk dibersikan pada peralatan. Sehingga menimbulkan
biaya tambahan untuk membersihkan
5. Penggunaan dry chemical juga dapat menimbulkan korosi pada peralatan
karena dry chemical bersifat korosif, sehingga penggunaanya membutuhkan
perhatian khusus.
6. Penggunaan juga harus memperhatikan keberadaan operator karena dry
chemical dapat menyebabkan iritasi pada mata, selaput mukosa dan kulit.

Penggunaan media pemadam berupa spray air yang konvensional (seperti


deluge system) juga dapat menimbulkan resiko jika penggunaanya secara
berlebihan, karena turbine oil yang memiliki specific gravity lebih kecil dari air
sehingga turbine oil dapat mengambang di atas air. Oleh karena keterbatasan ini
saya melakukan pengkajian terhadap penggunaan spray air dengan efektifitas
yang lebih baik untuk mereduksi penggunaan dry chemical.
Pada perencanaan sistem proteksi untuk kondisi ini kita menggunakan
sistem proteksi yang berbasis kabut air (water mist). Pada sistem ini terdapat
beberapa hal yang membedakan dari sistem konvesional yaitu adanya udara tekan
yang digunakan untuk mendorong sehingga dapat dihasilkan tekanan tinggi pada
air, selain itu digunakan nossel yang berbeda dengan nossel konvesional untuk
menghasilkan kabut air. Karena menggunakan udara tekan maka ada tambahan
sistem udara tekan pada sistem proteksi kebakaran berbasis kabut air.
Pemanfaatan kabut air pada sistem proteksi kebakaran dapat dilihat pada skema di
bawah ini:

Ridwan, JK / PE / 0368 25
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Gambar V-1. FBD water supply system pada water mist

Alasan pemilihan sistem berbasis kabut air yang digunakan pada kondisi
ini didasarkan pada prinsip pendinginan pada proses pemadaman api, metode
pemadamannya sebagai berikut:

Atau

Seperti penjelasan pada bab IV, untuk terjadinya pembakaran diperlukan


3 hal yaitu: adanya campuran bahan bakar yang siap bakar, adanya energi yang
cukup dan adanya jumlah oksigen yang cukup. Jika hal tersebut tidak terpenuhi
maka pembakaran tidak bisa terlaksana. Hal ini yang digunakan sebagai landasan
desain kabut air. Sistem pemadam kebakaran berbasis air memiliki kelebihan
dimana kalor jenis yang tinggi (4.2 kJ/kg K), kalor laten yang tinggi (2260 kJ/kg)
dan perubahan volume yang besar saat menguap (dengan masa yang sama dapat
berekspansi 1700 kali dibandingkan saat dalam fase cair)5.
Sedangkan pada material cair proses pendingnan permukaan harus
menggunakan jumlah air yang tidak berlebih. Hal ini bisa dilakukan jika butiran

5
Liu, Z; Kim. A.K, A Review of Water Mist Fire Supression System-Fundamental Studies,
Journal of Fire Protection Engineering, v. 10, no. 3, 2000, h: 32-50

Ridwan, JK / PE / 0368 26
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

air tidak terlalu berat dan besar. Sehingga panas yang diterimanya pada selang
waktu jatuh bisa diserap dengan baik untuk menguapkanya. Memperkecil
diameter droplet berarti memperbanyak jumlah droplet dan memperbesar luas
area perpindahan panas, selain itu dengan memperkecil ukuran droplet dapat
memperbesar nilai koefisien transfer panas dari api ke air sehingga mempercepat
proses penyerapan panas oleh kabut air. Agar semua panas yang diberikan dapat
diserap maka laju perpindahan panas haruslah sama sehingga tidak ada air yang
terbuang percuma karena tidak menyerap panas dengan baik. Hal ini dapat
dijelaskan secara teoritis melalui persamaan di bawah ini:

dimana

bahwa untuk perpindahan panas pada spray air ,besar koefisien transfernya

6
dipengaruhi oleh diameter droplet dengan hubungan atau
dengan relasi ~1 . Akibatnya proses pemadaman lebih cepat karena
penyerapan panas lebih baik dan mempengaruhi jumlah residu dari air tersebut.
Kelebihan ini dapat menutupi kelemahan dry chemical untuk melakukan
pendinginan sehingga kemungkinan reignition bisa direduksi. Selain itu pada
droplet memiliki laju perpindahan panas yang lebih besar memberikan
keuntungan pada kesempurnaan evaporasinya sehingga humidity pada ambient
bertambah yang meningkatkan energy untuk mengevaporasi cairan yang terbakar
dan memberikan efek smothering pada api.
Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan tentang karakteristik water
mist didapatkan persamaan yang menggambarkan pengaruh diameter droplet
terhadap dinamika water mist7.

6
Herterich, A.O., Library of the Science of Fire Protection and Related Areas: Section 3:
the Diffuse Jet – Spray Jet, The Dr. Alfred Huthig Publishing Co., Heidelberg, 1960.
7
Chaiken, Robert F; Smith, Alex C, Water Mist Extinguishment of Pool Fire: A
Parametric Approach, U.S. Department of Health and Human services National Institute for
Occupational Safety and Health, Piitsburgh.

Ridwan, JK / PE / 0368 27
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

dimana Vd merupakan kecepatan jatuh droplet, L adalah tinggi plume dari api, tv
adalah waktu jatuh droplet ke api secara vertical, rd adalah radius droplet, g adalah
kecepatan gravitasi, pw densitas dari air dan ŋ merupakan viskositas dari udara.
Persamaan di atas menjelaskan bahwa kecepatan kabut air berkurang saat
radius dari dropletnya diperkecil, kecepatan droplet berbanding kuadratik dengan
radius dari dropletnya(Vd ~ rd2). Pada penelitiaan tersebut juga disimpulkan
bahwa waktu jatuh droplet dalam api secara vertical bertambah saat diameter
dropletnya dikurangi, diketahui dari persamaan di atas bahwa waktu jatuh secara
vertikal berbanding terbalik dengan kuadrat akar dari jari-jari droplet(tv ~ 1/rd2).
Kecepatan droplet yang rendah dibandingkan spray biasa memperkecil
momentum yang diberikan pada peralatan yang ada di area yang dapat
mengurangi water damage. Selain hal itu butiran air yang halus lebih efektif
penguapanya karena waktu jatuh ke api lebih lama. Sehingga penggunaan pada
pool fire dengan resiko mengambangnya api (spill fire) pada air lebih kecil karena
residu airnya lebih sedikit.
Penggunaan air memberikan keuntungan lain dibandingkan penggunaan
dry chemical. Air lebih mudah dalam penanganannya dan transportasinya karena
stabilitasnya lebih baik. Air memiliki harga lebih murah dan ketersedianya lebih
banyak serta biaya pembersihan relatif lebih murah karena tidak meninggalkan
residu yang lengket. Penggunaan air relatif lebih fleksibel karena tingkat
korosifnya lebih rendah dibandingkan dry chemical dan air tidak menyebabkan
iritasi. Harga media pemadam api dipasaran dapat dilihat pada table di bawah ini:
Tabel V-4. Harga media pemadam kebakaran8

NO. Tipe Media Harga


1 Chemical Powder Rp 75.000 / Kg
2 CO2 Rp 50.000 / Kg
3 Foam Rp 120.000 / Lt
4 Halon 1211 (Trien) Rp 200.000 / Kg
5 Air Rp 45 / Lt *
*PLNE (cost untuk fresh water = $ 4.5/m3)

8
http://www.iklanwebid.com/2009/10/16/alat-pemadam-kebakaran-apar.-.fire-extiquisher-html.

Ridwan, JK / PE / 0368 28
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

BAB VI KESIMPULAN

1. Besar laju transfer panas sangat dipengaruhi oleh besaran butiran droplet.
Dengan droplet yang lebih halus koeefisien transfer panas dan luas permukaan
perpindahan panas lebih besar sehingga waktu pendinginan lebih cepat dan
memberikan waktu pemadaman lebih cepat dan mengurangi resiko reignition.
2. Menggunakan kabut air pada sistem proteksi kebakaran, dapat memperkecil
water damage karena kabut air yang butiranya lebih kecil sehingga
momentum yang kecil pula.
3. Memperkecil butiran droplet air dapat mengurangi air residu dalam proses
pemadaman api, karena pemadamanya lebih cepat dan waktu berada droplet
lebih lama didalam api. Sehingga kemungkinan material yang terbakar
mengambang pada air semakin kecil.
4. Memperkecil droplet air dapat mempercepat penguapannya sehingga
membantu dalam mengurangi kadar oksigen pada reaksi karena pertambahan
volume air menjadi 1700 kali saat menguap.
5. Jika dibandingkan dengan penggunaan dry chemical untuk pemadaman pool
fire penggunaan kabut air relatif lebih rendah biaya ya karena air yang relatif
lebih murah penyedianya dan residunya lebih mudah dibersikan dibandingkan
dry chemical.
6. Air memiliki tingkat kestabilan yang lebih baik dari dry chemical sehingga
lebih mudah penanganannya.
7. Air memiliki efek yang lebih kecil terhadap operator dan sistem lain di area
penggunaanya dibadingkan dry chemical.

Ridwan, JK / PE / 0368 29
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

DAFTAR PUSTAKA
[1] Chaiken, Robert F; Smith, Alex C, Water Mist Extinguishment of Pool Fire:
A Parametric Approach, U.S. Department of Health and Human services
National Institute for Occupational Safety and Health, Piitsburgh
[2] Drysdale, Dougal, An Introduction to Fire Dynamics Second Edition, John
Wiley & Sons Ltd, England, 2003.
[3] Fire Protection Handbook: Eighteen Edition by NFPA
[4] Herterich, A.O., “Library of the Science of Fire Protection and Related
Areas: Section 3: the Diffuse Jet – Spray Jet,” The Dr. Alfred Huthig
Publishing Co., Heidelberg, 1960.
[5] Kaymakci, Edorgan ; Dedari, Vedat, Relations between Coal Properties
and Spontaneous Combustion Parameters, Turkish Journal of Engineering
and Environmental Science, 2002.
[6] Liu, Z ; Kim A K, A Review of Water Mist Fire Suppression System-
Fundamental Studies, Journal of Fire Protection Engineering, Canada, 2000.
[7] Mastorakos, E., “Combustion in Power Generation”, Lecture Hand-out,
Cambridge University Engineering Department, UK, 2003.
[8] Wentz, Charles A., Safety, Health, and Environmental Protection, The
McGraw-Hill Companies, Inc., United States of America, 1998

Ridwan, JK / PE / 0368 30
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

LAMPIRAN
Free body diagram water mist system pada area turbine oil tank:

Ridwan, JK / PE / 0368 31
PT. PLN (PERSERO)
PEMBANGKITAN
SULAWESI MALUKU DAN PAPUA

Lay-out dry chemical system pada kontrak:

Ridwan, JK / PE / 0368 32

You might also like