You are on page 1of 65

KEPERAWATAN GERONTIK_TEORI MENUA

Definisi
Katarak adalah istilah kedokteran untuk setiap keadaan kekeruh an yang terjadi pada
lensa mata yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan lensa), denaturasi protein
lensa atau dapat juga akibat dari kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan berjalan
progresif. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa melihat dengan jelas karena dengan
lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur
pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
Klasifikasi
Katarak dapat diklasifikasikan menjadi :
- katarak Kongenital: Katarak yang sudah terlihat pada usia di bawah 1 tahun
- Katarak Juvenil : katarak yang terjadi sesudah usia 1 tahun
- Katarak Senil: katarak setelah usia 50 tahun
- Katarak Trauma: Katarak yang terjadi akibat trauma pada lensa mata
Etiologi
Sebagian besar katarak terjadi karena proses degeneratif atau bertambahnya usia
seseorang. Usia rata-rata terjadinya katarak adalah pada umur 60 tahun keatas. Akan tetapi,
katarak dapat pula terjadi pada bayi karena sang ibu terinfeksi virus pada saat hamil muda.
Penyebab katarak lainnya meliputi :
• Faktor keturunan.
• Cacat bawaan sejak lahir.
• Masalah kesehatan, misalnya diabetes.
• Penggunaan obat tertentu, khususnya steroid.
• gangguan metabolisme seperti DM (Diabetus Melitus)
• gangguan pertumbuhan,
• Mata tanpa pelindung terkena sinar matahari dalam waktu yang cukup lama.
• Rokok dan Alkohol
• Operasi mata sebelumnya.
• Trauma (kecelakaan) pada mata.
• Faktor-faktor lainya yang belum diketahui.
Patofisiologi
Lensa mata mengandung tiga komponen anatomis an: nukleus korteks &
kapsul.nukleus mengalami perubahan warna coklat kekuningan seiring dengan
bertambahnya usia.disekitar opasitas terdapat densitas seperti duri dianterior & posterior
nukleus. Opasitas pada kapsul posterior merupakan bentuk katarak yang paling
bermakna.perubahan fisik & kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.salah
satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal terjadi disertai infulks air kedalam
lensa proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang & mengganggu transmisi sinar.teori
lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peranan dalam melindungi lensa dari
degenerasi.jumlah enzim akan menurun dg bertambahnya usia dan tidak ada pada
kebanyakan pasien menderita katarak.
Manifestasi Klinik
Biasanya gejala berupa keluhan penurunan tajam pengelihatan secara progresif
(seperti rabun jauh memburuk secara progresif). Pengelihatan seakan-akan melihat asap dan
pupil mata seakan akan bertambah putih. Pada akhirnya apabila katarak telah matang pupil
akan tampak benar-benar putih ,sehingga refleks cahaya pada mata menja di negatif (-).
Bila Katarak dibiarkan maka akan mengganggu penglihatan dan akan dapat
menimbulkan komplikasi berupa Glaukoma dan Uveitis.
Gejala umum gangguan katarak meliputi :
• Penglihatan tidak jelas, seperti terdapat kabut menghalangi objek.
• Peka terhadap sinar atau cahaya.
• Dapat melihat dobel pada satu mata.
• Memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca.
• Lensa mata berubah menjadi buram seperti kaca susu.
Pemeriksaan Diagnostik
- Keratometri.
- Pemeriksaan lampu slit.
- Oftalmoskopis.
- A-scan ultrasound (echography).
- Penghitungan sel endotel penting u/ fakoemulsifikasi & implantasi.
Pengobatan
Satu-satunya adalah dengan cara pembedahan ,yaitu lensa yang telah keruh diangkat
dan sekaligus ditanam lensa intraokuler sehingga pasca operasi tidak perlu lagi memakai kaca
mata khusus (kaca mata aphakia). Setelah operasi harus dijaga jangan sampai terjadi infeksi.
Pembedahan dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit seperi glaukoma
dan uveitis.
Tekhnik yang umum dilakukan adalah ekstraksi katarak ekstrakapsular, dimana isi lensa
dikeluarkan melalui pemecahan atau perobekan kapsul lensa anterior sehingga korteks dan
nukleus lensa dapat dikeluarkan melalui robekan tersebut. Namun dengan tekhnik ini dapat
timbul penyulit katarak sekunder. Dengan tekhnik ekstraksi katarak intrakapsuler tidak
terjadi katarak sekunder karena seluruh lensa bersama kapsul dikeluarkan, dapat dilakukan
pada yang matur dan zonula zinn telah rapuh, namun tidak boleh dilakukan pada pasien
berusia kurang dari 40 tahun, katarak imatur, yang masih memiliki zonula zinn. Dapat pula
dilakukan tekhnik ekstrakapsuler dengan fakoemulsifikasi yaitu fragmentasi nukleus lensa
dengan gelombang ultrasonik, sehingga hanya diperlukan insisi kecil, dimana komplikasi
pasca operasi lebih sedikit dan rehabilitasi penglihatan pasien meningkat.
Komplikasi
- Penyulit yg terjadi berupa : visus tdk akan mencapai 5/5  ambliopia sensori
- Komplikasi yang terjadi : nistagmus dan strabismus
Pencegahan
Disarankan agar banyak mengkonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung vit.C ,vit.A
dan vit E
DASAR DATA PENGKAJIAN PASIEN
AKTIVITAS/ISTRAHAT
Gejala : Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan
gangguan penglihatan
NEUROSENSORI
Gejala : Gangguan penglihatan (kabur/tak jelas), sinar terang
menyebabkan silau dengan kehilangan bertahap
penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan
dekat/merasa di ruang gelap.
Perubahan pengobatan tidak memperbaiki penglihatan.
Tanda : Tampak kecoklatan /putih susu pada pupil.
Peningkatan air mata.
NYERI/KENYAMANAN
Gejala : Ketidaknyamanan ringan/mata berair
PEMBELAJARAN/PENGAJARAN
Gejala : Riwayat keluarga diabetes, gangguan sistem vaskuler.
Riwayat stres, alergi, gangguan vasomotor (contoh:
peningkatan tekanan vena), ketidakseimbangan
endokrin, diabetes.
Terpajan pada radiasi, steroid/toksisitas fenotiazin.
Pertimban DRG menunjukkan rerata lamanya dirawat:4,2 hari
gan (biasanya dilakukan sebagai prosedur pasien
rencana rawat jalan)..
pemulang Memerlukan bantuan dengan transportasi, penyediaan
an makanan, perawatan/pemeliharaan rumah.
PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Mencegah penyimpangan penglihatan lanjut
2. meningkatkan adaptasi terhadap perubahan/penurunan ketajaman penglihatan.
3. mencegah komplikasi.
4. memberikan informasi tentang proses penyakit/prognosis dan kebutuhan pengobatan.
TUJUAN PEMULANGAN
1. penglihatan dipertahankan pada tingkat sebaik mungkin
2. pasien mengatasi situasi dengan tindakan positif.
3. komplikasi dicegah/minimal.
4. proses penyakit/prognosis dan program terapi dipahami.
A. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul selama periode peri operasi (pre, intra, dan post operasi)
adalah:
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
2. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh
3. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur
B. PERENCANAAN KEPERAWATAN
1. Kecemasan berhubungan dengan kurang terpapar terhadap informasi tentang prosedur tindakan
pembedahan
Tujuan/kriteria evaluasi:
Pasien mengungkapkan dan mendiskusikan rasa cemas/takutnya.
Pasien tampak rileks tidak tegang dan melaporkan kecemasannya berkurang sampai pada
tingkat dapat diatasi.
Pasien dapat mengungkapkan keakuratan pengetahuan tentang pembedahan
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji tingkat kecemasan pasien dan catat 1. Derajat kecemasan akan dipengaruhi
adanya tanda- tanda verbal dan bagaimana informasi tersebut diterima
nonverbal. oleh individu.
2. Beri kesempatan pasien untuk 2. mengungkapkan rasa takut secara terbuka
mengungkapkan isi pikiran dan perasaan dimana rasa takut dapat ditujukan.
takutnya. 3. mengetahui respon fisiologis yang
3. Observasi tanda vital dan peningkatan ditimbulkan akibat kecemasan.
respon fisik pasien 4. meningkatkan pengetahuan pasien dalam
4. Beri penjelasan pasien tentang prosedur rangka mengurangi kecemasan dan
tindakan operasi, harapan dan akibatnya. kooperatif.
5. Beri penjelasan dan suport pada pasien 5. mengurangi kecemasan dan meningkatkan
pada setiap melakukan prosedur tindakan pengetahuan .
6. Lakukan orientasi dan perkenalan pasien 6. mengurangi perasaan takut dan cemas.
terhadap ruangan, petugas, dan peralatan
yang akan digunakan.
2. Nyeri berhubungan dengan perlukaan sekunder operasi miles prosedur
Tujuan/kriteria evaluasi:
Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang
Tidak merintih atau menangis
Ekspresi wajah rileks
Klien mampu beristrahat dengan baik.
INTERVENSI RASIONAL
1. Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik dan 1. Untuk membantu mengetahui derajat
intensitas nyeri (skala 0-10). ketidaknyamanan dan keefektifan
2. Motivasi untuk melakukan teknik analgesic sehingga memudahkan dalam
pengaturan nafas dan mengalihkan memberi tindakan.
perhatian. 2. Tehnik relaksasi dapat mengurangi
3. Hindari sentuhan seminimal mungkin rangsangan nyeri.
untuk mengurangi rangsangan nyeri. 3. Sentuhan dapat meningkatkan rangsangan
4. Berikan analgetik sesuai dengan program nyeri.
medis. 4. Analgesik membantu memblok nyeri.
3. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan prosedure tindakan invasiv insisi jaringan tubuh
(miles prosedur)
Tujuan/kriteria evalusi:
Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur pembedahan ditandai dengan
penggunaan teknik antiseptik dan desinfeksi secara tepat dan benar.
INTERVENSI RASIONAL
1. Cuci tangan sebelum dan sesudah 1. Melindungi klien dari sumber-sumber
melakukan tindakan secara tepat. infeksi, mencegah infeksi silang.
2. Ciptakan lingkungan ruangan yang bersih 2. mengurangi kontaminasi dan paparan
dan babas dari kontaminasi dunia luar pasien terhadap agen infektious.
3. Jaga area kesterilan luka operasi 3. mencegah dan mengurangi transmisi
4. Lakukan teknik aseptik dan desinfeksi kuman
secara tepat dalam merawat luka 4. mencegah kontaminasi patogen
5. Kolaborasi terapi medik pemberian 5. mencegah pertumbuhan dan
antibiotika profilaksis perkembangan kuman.
DAFTAR PUSTAKA
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3. EGC: Jakarta.
http://www.shoutmix.com/
www.jakarta-eye-center.com
Arif, mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius.: Jakarta.
Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3. EGC: Jakarta
Doengoes. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC: Jakarta
Diposkan oleh nining di 03:07 0 komentar
Kamis, 2008 Oktober 16
Materi Tumor Wilms
A. Anatomi dan fisiologi
Dalam keadaan normal, manusia memiliki 2 ginjal. setiap ginjal memiliki sebuah ureter, yang
mengalirkan air kemih dari pelvis renalis (bagian ginjal yang merupakan pusat pengumpulan air
kemih) ke dalam kandung kemih. Dari kandung kemih, air kemih mengalir melalui uretra,
meninggalkan tubuh melalui penis (pria) dan vulva (wanita).
fungsi ginjal adalah untuk:
o Menyaring limbah metabolik
o Menyaring kelebihan natrium dan air dari darah
o Membantu membuang limbah metabolik serta natrium dan air yang berlebihan dari tubuh
o Membantu mengatur tekanan darah
o Membantu mengatur pembentukan sel darah.

Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit penyaring (nefron). sebuah nefron merupakan suatu struktur
yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang berlubang (kapsula bowman), yang mengandung
seberkas pembuluh darah (glomerulus). kapsula bowman dan glomerulus membentuk korpuskulum
renalis.
B. Defenisi
Tumor Wilms (Nefroblastoma) adalah tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional primitive
diginjal.
Tumor Wilms biasanya ditemukan pada anak-anak yang berumur kurang dari 5 tahun, tetapi
kadang ditemukan pada anak yang lebih besar atau orang dewasa.
C. Etiologi
Penyebabnya tidak diketahui, tetapi diduga melibatkan faktor genetik.
Tumor Wilms berhubungan dengan kelainan bawaan tertentu, seperti:
o Kelainan saluran kemih
o Aniridia (tidak memiliki iris)
o Hemihipertrofi (pembesaran separuh bagian tubuh).
o Tumor bisa tumbuh cukup besar, tetapi biasanya tetap berada dalam kapsulnya.Tumor bisa
menyebar ke bagian tubuh lainnya.
o Tumor Wilms ditemukan pada 1 diantara 200.000-250.000 anak-anak.Biasanya umur rata-
rata terjangkit kanker ini antara 3 - 5 tahun baik laki-laki maupun perempuan
D. Patofisiologi
Tumor Wilms (Nefroblastoma) merupakan tumor ginjal yang tumbuh dari sel embrional primitif
diginjal, makroskapis ginjal akan tampak membesar dan keras sedangkan gambaran histo-
patologisnya menunjukan gabungan dari pembentukan abortif glomerulus dan gambaran otot polos,
otot serat lintang, tulang rawan dan tulang. Biasanya unilateral dan hanya 3-10% ditemukan
bilateral. Tumor bermetastase ke paru, hati, ginjal, dan jarang sekali ke tulang.
E. Gejala
Keluhan utama biasanya hanya benjolan perut, jarang dilaporkan adanya nyeri perut dan hematuria,
nyeri perut dapat timbul bila terjadi invasi tumor yang menembus ginjal sedangkan hematuria
terjadi karena invasi tumor yang menembus sistim pelveokalises. Demam dapat terjadi sebagai
reaksi anafilaksis tubuh terdapat protein tumor dan gejala lain yang bisa muncul adalah :
- Malaise (merasa tidak enak badan)
- Nafsu makan berkurang
- Mual dan muntah
- Pertumbuhan berlebih pada salah satu sisi tubuh (hemihipertrofi).
Pada 15-20% kasus, terjadi hematuria (darah terdapat di dalam air kemih).
Tumor Wilms bisa menyebabkan tekanan darah tinggi (hipertensi).
F. Diagnosa
Pada pemeriksaan fisik, bisa dirasakan adanya benjolan di perut.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
• CT scan atau MRI perut
• USG perut
• Rontgen perut
• Rontgen dada (untuk melihat adanya penyebaran tumor ke dada)
• Pemeriksaan darah lengkap (mungkin akan menunjukkan anemia)
• BUN
• Kreatinin
• Urinalisis (analisa air kemih, bisa menunjukkan adanya dadrah atau protein dalam air kemih)
• Pielogram intravena.
G. Pengobatan
Jika tumor dapat diangkat, maka segera dilakukan pembedahan. Selama pembedahan, ginjal yang
lainnya diperiksa untuk menentukan apakah juga terserang tumor.
Pada sekitar 4% kasus, nefroblastoma terjadi pada kedua ginjal.
Selama pembedahan juga dilakukan pemeriksaan terhadap kelenjar getah bening, organ perut dan
jaringan lainnya; jika kanker telah menyebar, dilakukan pengangkatan organ-organ tersebut.

Terapi penyinaran dan kemoterapi (pemberian obat anti-kanker, seperti actinomycin D, vincristine
atau doxorubicin) segera dimulai setelah pembedahan, tergantung kepada luasnya penyebaran
kanker.
H. Prognosis
Jika kanker belum menyebar dan dilakukan pembedahan serta kemoterapi atau terapi penyinaran,
angka kesembuhan mencapai 90%.
I. Konsep keperawatan
1. Pengkajian
1. Identitas Klien
2. Riwayat penyakit sekarang : Klien mengeluh kencing berwarna seperti cucian daging,
bengkak sekitar mata dan seluruh tubuh. Tidak nafsu makan, mual , muntah dan diare.
Badan panas hanya sutu hari pertama sakit.
3. pengkajian fisik
4. Pengkajian Perpola
1]. Pola nutrisi dan metabolik:
Suhu badan normal hanya panas hari pertama sakit. Dapat terjadi kelebihan beban
sirkulasi karena adanya retensi natrium dan air, edema pada sekitar mata dan seluruh
tubuh. Klien mudah mengalami infeksi karena adanya depresi sistem imun. Adanya
mual , muntah dan anoreksia menyebabkan intake nutrisi yang tidak adekuat. BB
meningkat karena adanya edema. Perlukaan pada kulit dapat terjadi karena uremia.
2]. Pola eliminasi :
Eliminasi alvi tidak ada gangguan, eliminasi uri : gangguan pada glumerulus
menyebakan sisa-sisa metabolisme tidak dapat diekskresi dan terjadi penyerapan
kembali air dan natrium pada tubulus yang tidak mengalami gangguan yang
menyebabkan oliguria sampai anuria ,proteinuri, hematuria.
3]. Pola Aktifitas dan latihan :
Pada Klien dengan kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus karena
adanya hiperkalemia. Dalam perawatan klien perlu istirahat karena adanya kelainan
jantung dan dan tekanan darah mutlak selama 2 minggu dan mobilisasi duduk dimulai
bila tekanan ddarah sudah normal selama 1 minggu. Adanya edema paru maka pada
inspeksi terlihat retraksi dada, pengggunaan otot bantu napas, teraba , auskultasi
terdengar rales dan krekels , pasien mengeluh sesak, frekuensi napas. Kelebihan beban
sirkulasi dapat menyebabkan pemmbesaran jantung [ Dispnea, ortopnea dan pasien
terlihat lemah] , anemia dan hipertensi yang juga disebabkan oleh spasme pembuluh
darah. Hipertensi yang menetap dapat menyebabkan gagal jantung. Hipertensi
ensefalopati merupakan gejala serebrum karena hipertensi dengan gejala penglihatan
kabur, pusing, muntah, dan kejang-kejang. GNA munculnya tiba-tiba orang tua tidak
mengetahui penyebab dan penanganan penyakit ini.
4]. Pola tidur dan istirahat :
Klien tidak dapat tidur terlentang karena sesak dan gatal karena adanya uremia.
keletihan, kelemahan malaise, kelemahan otot dan kehilangan tonus
Kognitif & perseptual :
Peningkatan ureum darah menyebabkan kulit bersisik kasar dan rasa gatal.
Gangguan penglihatan dapat terjadi apabila terjadi ensefalopati hipertensi. Hipertemi
terjadi pada hari pertama sakit dan ditemukan bila ada infeksi karena inumnitas yang
menurun.
6]. Persepsi diri :
Klien cemas dan takut karena urinenya berwarna merah dan edema dan perawatan yang
lama. Anak berharap dapat sembuh kembali seperti semula
7]. Hubungan peran :
Anak tidak dibesuk oleh teman – temannya karena jauh dan lingkungan perawatann
yang baru serta kondisi kritis menyebabkan anak banyak diam.
5. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan labolatorium tidak banyak membantu, hanya dapat ditemukan laju endap
darah yang meninggi dan kadang kadang ditemukan hematuria. Bila kedua kelainan
labolatorium ini ditemukan, maka prognosis diagnosa buruk
Pada foto polos abdomen akan tampak masa jaringan lunak dan jarang ditemukan
klsifikasi didalamnya
Pemeriksaan pielografi intravena dapat memperlihatkan gambaran distori, penekanan
dan pemanjangan susunan pelvis dan kalises. Dari pemeriksaan renoarteriogram didaptkan
gambaran arteri yang memasuki masa tumor. Foto thoraks dibuat untuk mencari metastasi
kedalam paru-paru.
3. Diagnosa keperawatan yang bisa muncul
1. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan
dan ruang ketiga
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan
protein dan cairan
4. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita penyakit
yang mengancam kehidupan
4. Rencana Keperawatan
1. Kelebihan volume cairan (tubuh total) berhubungan dengan akumulasi cairan dalam jaringan
dan ruang ketiga.
Tujuan :
- Pasien tidak menunjukan bukti-bukti akumulasi cairan atau
akumulasi cairan yang ditujukan pasien minimum
- Pasien mendapat volume cairan yang tepat
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output secara Evaluasi harian keberhasilan
akurat terapi dan dasar penentuan
2. Kaji perubahan edema dan tindakan
Pembesaran abdomensetiap hari Indikator akumulasi cairan
3. Timbang BB tiap hari dalam skala dijaringan dan dirung ketiga
yang sama BJ Urine dan albuminnuria
4. Uji urin untuk berat jenis, albumin menjadi indikator regimen terapi
5. Atur masukan cairan dengan Sehingga anak tidak
cermat mendapatkan lebih dari jumlah
6. Berikan diuretik sesuai order dari yang ditentukan
tim medis Pengurangan cairan
ekstravaskuler sangat diperlukan
dalam mengurangi oedema
2. Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolime, kehilangan protein dan penurunan intake.
Tujuan : Kebutuhan Nutrisi tubuh terpenuhi
Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output Monitoring asupan nutrisi bagi tubuh
makanan secara akurat Gangguan nutrisi dapat terjadi secara
2. Kaji adanya tanda-tanda berlahan. Diare sebagai reaksi oedema
perubahan nutrisi : intestine dapat memperburuk status nutrisi
Anoreksi, Letargi, Mencegah status nutrisi menjadi lebih
hipoproteinemia. buruk
3. Beri diet yang bergizi Membantu dalam proses metabolisme.
4. Beri makanan dalam porsi
kecil tapi sering
5. Beri suplemen vitamin dan
besi sesuai instruksi
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan (intravaskuler) berhubungan dengan kehilangan
protein dan cairan
Tujuan : kehilangan cairan intravaskuler atau syok hipovolemik yang
ditujukan pasien minimum atau tidak ada
Intervensi Rasional
1. Pantau tanda vital setiap 4 Bukti fisik defisit cairan.
jam Sehingga pengobatan segra dilakukan
2. Laporkan adanya Meningkatkan tekanan osmotik koloid
penyimpangan dari normal sehingga mempertahangkan cairan dalam
3. Berikan albumin bergaram vaskuler
rendah sesui indikasi
4. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari neoplasia
Tujuan : Paien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat
yang dapat diterima anak.
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat nyeri Menentukan tindakan selanjutnya
2. Lakukan tehnik pengurangan Sebagai analgesik tambahan
nyeri nonfarmakologis Mengurangi rasa sakit
3. Berikan analgesik sesuai Untuk mencegah kambuhnya nyeri
ketentuan Karena aspirin meningkatkan
4. berikan obat dengan jadwal kecenderungan pendarahan
preventif
5. hindari aspirin atau
senyawanya
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan
Tujuan : Pasien mendapat istrahat yang adekut
Intervensi Rasional
1. Pertahangkan tirah baring Mengurangi pengeluaran energi.
bilah terjadi edema berat Mengurangi kelelahan pada pasien
2. seimbangkan istrahat dan Untuk mmenghemat energi
aktivitas bila ambulasi
3. intrusikan pada anak untuk
istrahat bila ia merasa lelah
6. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita penyakit
yang mengancam kehidupan
Tujuan : Pasien (keluarga) menunjukan pengetahuan tentang prosedur
diagnostik/terapi
Intervensi Rasional
1. Jelaskan alasan setiap tes dan Memberikan pengertian pada keluarga
prosedur Memberikan pengetahuan pada keluarga
2. Jelaskan prosedur operatif Memberikan pengetahuan pada keluarga
dengan jujur Meringangkan beban pada keluarganya
3. Jelaskan tentang proses
penyakit
4. Bantu keluarga
merencanakan masa depan
khususnya dalam membatu
anak menjalani kehidupan
yang normal
Diposkan oleh nining di 02:35 0 komentar
CD ASUHAN KEPERAWATAN
Caranya :
1. Kalo kamu berada di daerah makassar, kita bisa langsung janjian ketemuan di mana supaya
kamu bisa ambil CD nya langsung tanpa perantaraan siapapun.
2. Kalo kamu di luar makassar, kamu bisa langsung transfer uangnya ke rekening-q, dan kamu
tinggal pilih, CD-nya mo dikirim lewat pos atau langsung lewat e-mail. Keuntungannya kalo
lewat e-mail, sampe-nya lebih cepat dan kemungkinan untuk CD-nya bisa rusak sangat kecil.
Tapi yang lewat e-mail bukan berupa CD cuman file2 yang ada di dalam CD saja. Kalo dah
transfer, hubungi saya saja di no 081241303959, isinya biar sejenis gini saja : "telah ditransfer
uang sejumlah Rp......., untuk pembelian CD ASKEP, trus pilih deh cara apa yang kamu
inginkan.
3. 1 buah CD harganya Rp 23.000,- tapi kalo belinya langsung 3 harganya tinggal Rp 60.000,-.
Tapi kalo yang mau dikirimkan lewat pos, harganya bertambah 10 ribu jadi Rp 70.000,-. buat
ongkos kirim gitu... ^_^
Diposkan oleh nining di 02:16 0 komentar
Rabu, 2008 Oktober 15
PLASENTA PREVIA

A. PENGERTIAN

Plasenta previa merupakan plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah rahim
sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (ostium uteri internum). Klasifikasi
plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu
tertentu :
1. Plasenta previa totalis : bila seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan
lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir.
B. CIRI – CIRI PLASENTA PREVIA
1. Perdarahan tanpa nyeri
2. Perdarahan berulang
3. Warna perdarahan merah segar
4. Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah
5. Timbulnya perlahan-lahan
6. Waktu terjadinya saat hamil
7. His biasanya tidak ada
8. Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi
9. Denyut jantung janin ada
10. Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina
11. Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul
12. Presentasi mungkin abnormal.
C. ETIOLOGI
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang
meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas sesar atau
operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah
plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim.
D. DIAGNOSIS PLASENTA PREVIA
1. Anamnesis : adanya perdarahan per vaginam pada kehamilan lebih 20 minggu dan berlangsung
tanpa sebab.
2. Pemeriksaan luar : sering ditemukan kelainan letak. Bila letak kepala maka kepala belum masuk
pintu atas panggul.
3. Inspekulo : adanya darah dari ostium uteri eksternum.
4. USG untuk menentukan letak plasenta.
5. Penentuan letak plasenta secara langsung dengan perabaan langsung melalui kanalis servikalis
tetapi pemeriksaan ini sangat berbahaya karena dapat menyebabkan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu cara ini hanya dilakukan diatas meja operasi.
E. PENATALAKSANAAN PLASENTA PREVIA
1. Konservatif bila :
a. Kehamilan kurang 37 minggu.
b. Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
c. Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan selama 15 menit).
2. Penanganan aktif bila :
a. Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
b. Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
c. Anak mati
Perawatan konservatif berupa :
- Istirahat.
- Memberikan hematinik dan spasmolitik unntuk mengatasi anemia.
- Memberikan antibiotik bila ada indikasii.
- Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka
lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul
perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
Penanganan aktif berupa :
- Persalinan per vaginam.
- Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni
dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
1. Plasenta previa marginalis
2. Plasenta previa letak rendah
3. Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala
sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan
maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila
gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak,
lakukan seksio sesar.
F. INDIKASI MELAKUKAN SEKSIO SESAR :
- Plasenta previa totalis
- Perdarahan banyak tanpa henti.
- Presentase abnormal.
- Panggul sempit.
- Keadaan serviks tidak menguntungkan (beelum matang).
- Gawat janin
Pada keadaan dimana tidak memungkinkan dilakukan seksio sesar maka lakukan pemasangan
cunam Willet atau versi Braxton Hicks.
DAFTAR PUSTAKA
1. Pengurus Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia. Perdarahan Antepartum. Standar
Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi Bag. I. Jakarta. 1991 : 9-13.
2. Gasong MS, Hartono E, Moerniaeni N, Rambulangi J. Penatalaksanaan Perdarahan
Antepartum. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UNHAS, Ujung Pandang, 1997.
Diposkan oleh nining di 19:55 0 komentar
MATERI MENSTRUASI
A. Pengertian Menstruasi
Menstruasi adalah pelepasan dinding rahim (endometrium) yang disertai dengan perdarahan dan terjadi
secara berulang setiap bulan kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi merupakan pertanda masa
reproduktif pada kehidupan seorang wanita, yang dimulai dari menarke sampai terjadinya menopause.
Menstruasi adalah wanita dewasa yang sehat dan tidak hamil yang setiap bulan secara teratur
mengeluarkan darah dari alat kandungannya (Bagian Obsgin FK UNPAD, 1983).
Menstruasi atau haid adalah perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala dan
dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam reproduksi. Pada manusia, hal ini
biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause. Menstruasi pada wanita adalah suatu
perdarahan rahim yang sifatnya fisiologik (normal) yang datangnya teratur setiap bulan (siklus haid),
dan timbulnya perdarahan tersebut sebagai akibat perubahan hormonal yaitu estrogen dan progesteron
(Hawari, 1997)
Menstruasi bisa menjadi salah satu pertanda bahwa seorang perempuan sudah memasuki masa
suburnya. Karena secara fisiologis menstruasi menandakan telah terbuangnya sel telur miliknya sudah
matang.
Pengeluaran menstruasi terdiri dari sebagian besar darah, sekitar 2/3. Sisanya 1/3 adalah lendir,
pecahan-pecahan lapisan uterus, dan sel-sel dari lapisan vagina. Darah menstruasi berbeda dari
sirkulasi darah yang melalui tubuh wanita, yang terdiri dari lebih banyak zat kapur dan tidak memiliki
kemampuan untuk membeku, karena darah tersebut harus melalui leher rahim dan mengalir keluar dari
tubuh tanpa menggumpal. Saya percaya zat kapur akan menyebabkan mens lebih cepat membusuk
begitu sekali meninggalkan tubuh, sebagaimana yang diinginkan. Bisa juga terdapat mikroorganisme
yang berada dalam mens yang bisa menginfeksi tubuh wanita jika mereka/mens tersebut tidak dibuang
keluar dari uterus.
B. Siklus Menstruasi
Panjang siklus haid ialah jarak tanggal mulainya haid yang lalu dan mulainya haid berikutnya. Hari
pertama terjadinya perdarahan dihitung sebagai awal setiap siklus menstruasi (hari ke-1), siklus
berakhir tepat sebelum siklus menstruasi berikutnya. Siklus menstruasi berkisar antara 21-40 hari,
hanya 10-15%wanita yang memiliki siklus 28 hari. Tetapi variasinya cukup luas, bukan saja antara
beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama, bahkan kakak beradik dan saudara kembar jarak
antara siklus yang paling panjang biasanya terjadi sesaat setelah menarke dan sesaat sebelum
menopause.
Lama haid biasanya antara 3 – 5 hari, ada yang 1 – 2 hari diikuti darah sedikit-sedikit kemudian ada
yang 7 – 8 hari. Jumlah darah yang keluar rata-rata + 16 cc, pada wanita yang lebih tua darah yang
keluar lebih banyak begitu juga dengan wanita yang anemi.
Pada awalnya, siklus mungkin tidak teratur, jarak antar 2 siklus bisa berlangsung selama 2 bulan atau
dalam 1 bulan mungkin terjadi 2 siklus. Hal ini adalah normal, setelah beberapa lama siklus akan
menjadi lebih teratur. Siklus dan lamanya menstruasi bisa diketahui dengan membuat catatan pada
kalender dengan menggunakan kalender tersebut, tandailah siklus anda setiap bulannya. Setelah
beberapa bulan, anda bisa mengetahui pola siklus anda dan hal ini akan membantu anda dalam
memperkirakan siklus yang akan datang. Tandai setiap hari ke-1 dengan tanda silang, lalu hitung
sampai tanda silang berikutnya dengan demikian anda dapat mengetahui siklus anda
Setiap bulan, setelah hari ke-5 dari siklus menstruasi, endometrium mulai tumbuh dan menebal sebagai
persiapan terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Sekitar hari ke-14, terjadi pelepasan telur dari
ovarium (ovulasi). Sel telur ini masuk ke dalam salah satu tuba falopii dan di dalam tuba bisa terjadi
pembuahan oleh sperma. Jika terjadi pembuahan, sel telur akan masuk kedalam rahim dan mulai
tumbuh menjadi janin.
Pada sekitar hari ke-28, jika tidak terjadi pembuahan maka endometrium akan dilepaskan dan terjadi
perdarahan (siklus menstruasi). Siklus ini berlangsung selama 3 – 5 hari kadang sampai 7 hari. Proses
pertumbuhan dan penebalan endometrium kemudian dimulai lagi pada siklus berikutnya.
Siklus ovarium terbagi menjadi 3 fase:
1. Fase Folikuler
Dimulai dari hari hari 1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi pelepasan sel telur
(ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini terjadi pertumbuhan folikel di dalam ovarium.
Pada pertengahan fase folikuler, kadar fsh sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar
3 – 30 folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang terus tumbuh,
yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium dilepaskan sebagai respon terhadap
penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling
atas dan lapisan tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan menghasilkan
sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah dilepaskan. Perdarahan menstruasi
berlangsung selama 3 – 7 hari, rata-rata selama 5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 -283 gram.
Darah menstruasi biasanya tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
2. Fase ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel telur. Sel telur biasanya
dilepaskan dalam waktu 16 – 32 jam setelah terjadi peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan
menonjol dari permukaan ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini
beberapa wanita merasakan nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal sebagai
mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam.
3. Fase Lutuel
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari. Setelah melepaskan telurnya,
folikel yang pecah kembali menutup dan membentuk korpus luteum yang menghasilkan sebagian besar
progesteron. Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan tetap
tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan untuk memperkirakan
terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan hancur dan siklus yang baru akan dimulai,
kecuali jika terjadi pembuahan. Jika telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (hormone
chorionic gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan progesterone
sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan didasarkan kepada adanya
peningkatan kadar HCG.
Siklus endometrium dapat dibedakan 4 fase dalam siklus haid, yaitu :
1. Fase Menstruasi atau dekuamasi
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai perdarahan hanya stratum basale
yang tinggal utuh. Darah haid mengandung darah vena dan arteri dangan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan struma yang mengalami disintegrasi dan otolisis, dan sekret
dari uterus, cervik, dan kelenjar-kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3 – 4 hari.
2. Fase pasca haid atau fase regenerasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup
kembali oleh selaput lendir yang tumbuh dari sel-sel endometrium. Fase ini telah mulai sejak fase
menstruasi dan berlangsung kurang lebih 4 hari.
3. Fase Proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5
sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase Proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:
a. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Berlangsung antara hari ke-4 sampai hari ke-7. Fase ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis
dan adanya regenerasi epitel, terutama dari mulut kelenjar.
b. Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)
Berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. Fase ini merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal
dari epitel permukaan yang berbentuk torak dan tinggi. Tampak adanya banyak mitosis dengan inti
berbentuk telanjang (nake nukleus).
c. Fase proliferasi akhir (late proliferation)
Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. Fase ini dapat dikenal dari permukaan kelenjar
yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stoma
bertumbuh aktif dan padat.
4. Fase pra haid atau fase sekresi
Fase ini dimulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-28. Pada fase ini
endometrium tebalnya tetap, bentuk kelenjar berubah menjadi panjang, berkeluk-keluk, dan
mengeluarkan getah yang makin lama makin nyata. Di dalam endimetrium tertimbun glikogen dan
kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi.

C. Kelainan / Gangguan Menstruasi


Kelainan menstruasi yang biasanya dijumpai dapat berupa kelainan siklus atau kelainan dari jumlah
darah yang dikeluarkan dan lamanya perdarahan. Kelainan menstruasi tersebut antara lain :
1. PMS (PRE MENSTRUAL SYNDROM )
PMS merupakan sejumlah perubahan mental maupun fisik yang terjadi antara hari ke-2 sampai hari ke-
4 sebelum menstruasi dan segera mereda setelah menstruasi dimulai. Disebabkan oleh :
ü Sekresi estrogen yang abnormal
ü Kelebihan atau defisiensi progesteron
ü Kelebihan atau defisiensi kortisol, androgen, atau prolaktin
ü Kelebihan hormon anti diuresis
ü Kelebihan atau defisiensi prostaglandin
Gejala-gejala yang sering ditemukan :
· Perasaan malas bergerak, badan terasa lemas
· Kenaikan berat badan
· Sukar berkonsentrasi
· Kelelahan
· Perubahan suasana hati
Penatalaksanaan PMS antara lain :
@ Diet harian à Makan makanan dalam porsi kecil, batasi konsumsi gula, garam, alcohol,nikotin,
pemberian vit B6, Calsium, magnesium, melakukan olahraga dan aktfitas lainnya.
@ Obat à - pil kontrasepsi oral/ progestin misal: medroksiprogesteron asetat
- NSAIDs, misal : aspirin,naproksen, indometasin, asam mefenamat
- Progesteron, dengan injeksi

2. AMENORRHOE
Suatu keadaan tidak adanya haid, selam 3 bulan atau lebih. Yang terbagi atas :
a. Amenorrhoe Primer, yaitu seorang wanita pada usia 18 tahun belum pernah mendapatkan haid.
Disebabkan oleh kelainan kongenital dan kelainan genetik.
b. Amenorrhoe Sekunder, yaitu seorang wanita tidak mendapatkan haid, tetapi sebelumnya pernah
mengalami haid dengan siklus yang teratur. Disebabkan oleh gangguan gizi, gangguan metabolisme,
tumor, dan penyakit infeksi.
c. Amenorrhoe Fisiologis, dapat terjadi :
· Sebelum pubertas
· Dalam kehamilan
· Dalam masa menyusui, kalau tidak menyusukan haid datang + 3 bulan setelah melahirkan, kalau
menyusui dalam 6 bulan setelah melahirkan.
· Dalam menopause
3. PSEUDOMENORROE
Suatu keadaan haid tetapi darah haid tersebut tidak dapat keluar, karena tertutupnya leher rahim, vagina
atau selaput dara.
Penyebab
a. Kongenital, yaitu suatu keadaan dimana selaput dara tidak berlubang
b. Acquisita, yaitu suatu keadaan dimana terjadi perlekatan saluran leher rahim atau vagina akibat
adanya radang, gonorrhea, Diptheri.
Tanda dan gejala
· Nyeri + 5 hari tanpa pendarahan
· Pada pemeriksaan terlihat sel darah menonjol berwarna kebiru-biruan karena adanya darah yang
berkumpul dibelakangnya.
Komplikasi
a. Hematokolpos, yaitu darah masuk dan berkumpul dalam vagina.
b. Hematometra, yaitu darah masuk dan terkumpul dalam rahim.
c. Hematosalping, yaitu darah masuk dan terkumpul dalam tubuh.
4. MENSTRUASI PRAECOX
Perdarahan pada anak muda kurang dari 8 – 10 tahun yang disertai dengan tumbuhnya rambut kelamin,
pertumbuhan buah dada.
Klasifikasi dan penyebab , dapat dibagi menjadi :
a. Pubertas praecox yang disertai terbentuknya hormon gonadotropin dan dapat menimbulkan
kehamilan.
b. Pseudo pubertas praecox yaitu tidak adanya hormon gonadotropin.
5. HYPOMENORHOE
Suatu keadaan dimana perdarahan haid lebih pendek atau lebih kurang dari biasanya.
Lama perdarahan
Secara normal haid sudah terhenti dalam 7 hari. Kalau haid lebih lama dari 7 hari maka daya regenerasi
selaput lendir kurang. Misal pada endometritis, mioma.
Penyebab
Setelah dilakukan miomektomi/ gangguan endokrin
Tanda dan Gejala
Waktu haid singkat, perdarahan haid singkat
6. OLIGOMENORRHOE
Suatu keadaan dimana haid jarang terjadi dan siklusnya panjang lebih dari 35 hari
Penyebab
· Perpanjangan stadium folikuler ( lamanya 8 -9 hari dimulai dari hari ke-5 menstruasi )
· Perpanjangan stadium luteal ( lamanya 15 -18 hari setelah ovulasi )
· Kedua stadium diatas panjang yang mengakibatkan perpanjangan siklus haid.
Tanda dan Gejala
· Haid jarang, yaitu setiap 35 hari sekali
· Perdarahan haid biasanya berkurang
7. HIPERMENORRHOE / MENORRHAGIA
Perdarahan haid yang lebih banyak dari normal dan lebih lama disertai dengan adanya bekuan darah
tetapi siklus teratur.
Penyebab
· Terlalu lelah
· Mioma uteri
· Hipertensi
· Penyakit jantung
· Endometritis
· Hemofili (penyakit darah)
Tanda dan Gejala
· Waktu haid panjang 7 – 8 hari
· Perdarahan haid terlalu banyak disertai bekuan darah; Siklus haid teratur
8. POLIMENORRHOE
Suatu keadaan dimana haid sering terjadi karena siklus yang pendek kurang dari 21 hari.
Penyebab
· Gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi atau masa subur
· Kelainan ovarium karena peradangan, endometriosis.
9. METRORRHAGIA
Suatu keadaan dimana perdarahan yang tidak teratur dan tidak ada hubungannya dengan masa haid
karena terjadi diantara dua haid.
PenggolonganI
a. Disebabkan oleh kehamilan seperti : abortus, kehamilan ektopik
b. Metrorrhagia di luar kehamilan:
· Karena luka yang tidak sembuh :
- Pada wanita menopause, wanita tanpa anak
- Pada wanita yang mempunyai anak banyak
· Peradangan endometritis
· Pengaruh hormonal
10. DISMENORRHOE
Nyeri pada perut bagian bawah sebelum dan sesudah haid dapat bersifat kolik terus-menerus. Nyeri
diduga karena kontraksi rahim.
Penggolongan
a. Dismenorrhoe primer, yaitu sejak menstruasi pertama kali, nyeri dan tidak ada kelainan dari alat
kandungan.
b. Dismenorrhoe sekunder, yaitu nyeri haid yang terjadi kemudian, biasanya terdapat kelainan dari alat
kandungan.
Penyebab
a. Dismenorrhoe primer :
· Psikis
· Anemia,Tbc, kelelahan
· Servik sempit
· Endokrin
b. Dismenorrhoe sekunder
Terjadi pada :
· Infeksi : nyeri sudah terasa sebelum haid
· Nyeri bersifat kolik
· Nyeri disebabkan oleh tekanan tumor, nyeri masih ada setelah haid berhenti.
Tanda dan gejala
· Rasa tidak enak di perut bawah sebelum dan selama haid, kadang-kadang menyebar ke daerah
pinggang dan paha.
· Rasa mual, muntah
· Sakit kepala
· Diare
· Rasa sakit seperti kejang berjangkit-jangkit.
Pencegahan keram
· Olah raga ringan
· Tehnik Relaksasi
Pengobatan
· Pemberian obat analgetik
· Istirahat ditempat tidur jika nyeri hebat
· Beri kompres hangat pada perut bawah untuk mengurangi rasa sakit
· Rendam air hangat
· Gosok daerah perut dengan tangan secara perlahan-lahan
DAFTAR PUSTAKA

Baziad, Ali. (1992). “Nyeri Haid: Tamu Bulanan Pengganggu Kerja”. Higina, No.11,P 18 -27
Manuaba, Ida Bagus Gde. (1998). “Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita”. Jakarta ;Arcan
Mansjoer, Arif, dkk. (2000). “Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3”. Jakarta; Media Aesculapius.
Diposkan oleh nining di 19:29 0 komentar
BAYI HIPERBILIRUBINEMIA
1. Ikterus Fisiologis
Ikterus pada neonatus tidak selamanya patologis. Ikterus fisiologis adalah Ikterus yang memiliki
karakteristik sebagai berikut (Hanifa, 1987):
· Timbul pada hari kedua-ketiga
· Kadar Biluirubin Indirek setelah 2 x 24 jam tidak melewati 15 mg% pada neonatus cukup
bulan dan 10 mg % pada kurang bulan.
· Kecepatan peningkatan kadar Bilirubin tak melebihi 5 mg % per hari
· Kadar Bilirubin direk kurang dari 1 mg %
· Ikterus hilang pada 10 hari pertama
· Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadan patologis tertentu
2. Ikterus Patologis/Hiperbilirubinemia
Adalah suatu keadaan dimana kadar Bilirubin dalam darah mencapai suatu nilai yang
mempunyai potensi untuk menimbulkan Kern Ikterus kalau tidak ditanggulangi dengan baik,
atau mempunyai hubungan dengan keadaan yang patologis. Brown menetapkan
Hiperbilirubinemia bila kadar Bilirubin mencapai 12 mg% pada cukup bulan, dan 15 mg %
pada bayi kurang bulan. Utelly menetapkan 10 mg% dan 15 mg%.
3. Kern Ikterus
Adalah suatu kerusakan otak akibat perlengketan Bilirubin Indirek pada otak terutama pada
Korpus Striatum, Talamus, Nukleus Subtalamus, Hipokampus, Nukleus merah , dan Nukleus
pada dasar Ventrikulus IV.
Etiologi
Peningkatan produksi :
· Hemolisis, misal pada Inkompatibilitas yang terjadi bila terdapat ketidaksesuaian golongan
darah dan anak pada penggolongan Rhesus dan ABO.
· Pendarahan tertutup misalnya pada trauma kelahiran.
· Ikatan Bilirubin dengan protein terganggu seperti gangguan metabolik yang terdapat pada bayi
Hipoksia atau Asidosis .
· Defisiensi G6PD/ Glukosa 6 Phospat Dehidrogenase.
· Ikterus ASI yang disebabkan oleh dikeluarkannya pregnan 3 (alfa), 20 (beta) , diol (steroid).
· Kurangnya Enzim Glukoronil Transeferase , sehingga kadar Bilirubin Indirek meningkat
misalnya pada berat lahir rendah.
· Kelainan kongenital (Rotor Sindrome) dan Dubin Hiperbilirubinemia.
· Gangguan transportasi akibat penurunan kapasitas pengangkutan misalnya pada
Hipoalbuminemia atau karena pengaruh obat-obat tertentu misalnya Sulfadiasine.
· Gangguan fungsi Hati yang disebabkan oleh beberapa mikroorganisme atau toksion yang
dapat langsung merusak sel hati dan darah merah seperti Infeksi , Toksoplasmosis, Siphilis.
· Gangguan ekskresi yang terjadi intra atau ekstra Hepatik.
· Peningkatan sirkulasi Enterohepatik misalnya pada Ileus Obstruktif
Metabolisme Bilirubin
Segera setelah lahir bayi harus mengkonjugasi Bilirubin (merubah Bilirubin yang larut dalam
lemak menjadi Bilirubin yang mudah larut dalam air) di dalam hati. Frekuensi dan jumlah
konjugasi tergantung dari besarnya hemolisis dan kematangan hati, serta jumlah tempat ikatan
Albumin (Albumin binding site).
Pada bayi yang normal dan sehat serta cukup bulan, hatinya sudah matang dan menghasilkan
Enzim Glukoronil Transferase yang memadai sehingga serum Bilirubin tidak mencapai tingkat
patologis.
Patofisiologi Hiperbilirubinemia
Peningkatan kadar Bilirubin tubuh dapat terjadi pada beberapa keadaan . Kejadian yang sering
ditemukan adalah apabila terdapat penambahan beban Bilirubin pada sel Hepar yang
berlebihan. Hal ini dapat ditemukan bila terdapat peningkatan penghancuran Eritrosit,
Polisitemia.
Gangguan pemecahan Bilirubin plasma juga dapat menimbulkan peningkatan kadar Bilirubin
tubuh. Hal ini dapat terjadi apabila kadar protein Y dan Z berkurang, atau pada bayi Hipoksia,
Asidosis. Keadaan lain yang memperlihatkan peningkatan kadar Bilirubin adalah apabila
ditemukan gangguan konjugasi Hepar atau neonatus yang mengalami gangguan ekskresi
misalnya sumbatan saluran empedu.
Pada derajat tertentu Bilirubin ini akan bersifat toksik dan merusak jaringan tubuh. Toksisitas
terutama ditemukan pada Bilirubin Indirek yang bersifat sukar larut dalam air tapi mudah larut
dalam lemak. sifat ini memungkinkan terjadinya efek patologis pada sel otak apabila Bilirubin
tadi dapat menembus sawar darah otak. Kelainan yang terjadi pada otak disebut Kernikterus.
Pada umumnya dianggap bahwa kelainan pada saraf pusat tersebut mungkin akan timbul
apabila kadar Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg/dl.
Mudah tidaknya kadar Bilirubin melewati sawar darah otak ternyata tidak hanya tergantung
pada keadaan neonatus. Bilirubin Indirek akan mudah melalui sawar darah otak apabila bayi
terdapat keadaan Berat Badan Lahir Rendah , Hipoksia, dan Hipoglikemia ( AH,
Markum,1991).
Penatalaksanaan Medis
Berdasarkan pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan
untuk mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan mempunyai
tujuan :
1. Menghilangkan Anemia
2. Menghilangkan Antibodi Maternal dan Eritrosit Tersensitisasi
3. Meningkatkan Badan Serum Albumin
4. Menurunkan Serum Bilirubin
Metode therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti, Infus
Albumin dan Therapi Obat.
Fototherapi
Fototherapi dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang tinggi ( a
boun of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light spectrum) akan menurunkan Bilirubin
dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar
Bilirubin tak terkonjugasi. Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah
Bilirubin tak terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam darah
Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin kemudian bergerak
ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang bersama feses tanpa proses
konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch 1984). Hasil Fotodegradasi terbentuk ketika sinar
mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan melalui urine.
Fototherapi mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg / dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi Propilaksis
pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir Rendah.
Tranfusi Pengganti
Transfusi Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
1. Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada ibu.
2. Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru lahir.
3. Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir perdarahan atau 24 jam pertama.
4. Tes Coombs Positif
5. Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg / dl pada minggu pertama.
6. Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg / dl pada 48 jam pertama.
7. Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
8. Bayi dengan Hidrops saat lahir.
9. Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi Pengganti digunakan untuk :
1. Mengatasi Anemia sel darah merah yang tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah
terhadap Antibodi Maternal.
2. Menghilangkan sel darah merah untuk yang Tersensitisasi (kepekaan)
3. Menghilangkan Serum Bilirubin
4. Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2 hari), Rh
negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A dan antigen B yang
pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek. Hemoglobin harus diperiksa setiap hari
sampai stabil.
Therapi Obat
Phenobarbital dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan
konjugasi Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil untuk
beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan penobarbital pada
post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya (letargi).
Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat urine sehingga
menurunkan siklus Enterohepatika.

Penggolongan Hiperbilirubinemia berdasarkan saat terjadi Ikterus:


1. Ikterus yang timbul pada 24 jam pertama.
Penyebab Ikterus terjadi pada 24 jam pertama menurut besarnya kemungkinan dapat disusun
sbb:
· Inkomptabilitas darah Rh, ABO atau golongan lain.
· Infeksi Intra Uterin (Virus, Toksoplasma, Siphilis dan kadang-kadang Bakteri)
· Kadang-kadang oleh Defisiensi Enzim G6PD.
Pemeriksaan yang perlu dilakukan:
· Kadar Bilirubin Serum berkala.
· Darah tepi lengkap.
· Golongan darah ibu dan bayi.
· Test Coombs.
· Pemeriksaan skrining defisiensi G6PD, biakan darah atau biopsi Hepar bila perlu.
2. Ikterus yang timbul 24 - 72 jam sesudah lahir.
· Biasanya Ikterus fisiologis.
· Masih ada kemungkinan inkompatibilitas darah ABO atau Rh, atau golongan lain. Hal ini
diduga kalau kenaikan kadar Bilirubin cepat misalnya melebihi 5mg% per 24 jam.
· Defisiensi Enzim G6PD atau Enzim Eritrosit lain juga masih mungkin.
· Polisetimia.
· Hemolisis perdarahan tertutup ( pendarahan subaponeurosis, pendarahan Hepar, sub kapsula
dll).
Bila keadaan bayi baik dan peningkatannya cepat maka pemeriksaan yang perlu dilakukan:
· Pemeriksaan darah tepi.
· Pemeriksaan darah Bilirubin berkala.
· Pemeriksaan skrining Enzim G6PD.
· Pemeriksaan lain bila perlu.
3. Ikterus yang timbul sesudah 72 jam pertama sampai akhir minggu pertama.
· Sepsis.
· Dehidrasi dan Asidosis.
· Defisiensi Enzim G6PD.
· Pengaruh obat-obat.
· Sindroma Criggler-Najjar, Sindroma Gilbert.
4. Ikterus yang timbul pada akhir minggu pertama dan selanjutnya:
· Karena ikterus obstruktif.
· Hipotiroidisme
· Breast milk Jaundice.
· Infeksi.
· Hepatitis Neonatal.
· Galaktosemia.
Pemeriksaan laboratorium yang perlu dilakukan:
· Pemeriksaan Bilirubin berkala.
· Pemeriksaan darah tepi.
· Skrining Enzim G6PD.
· Biakan darah, biopsi Hepar bila ada indikasi.
ASUHAN KEPERAWATAN
Untuk memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi
Pengkajian, Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
Pengkajian
1. Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi,
Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
2. Pemeriksaan Fisik :
Kuning, Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang
lemah, Iritabilitas.
3. Pengkajian Psikososial :
Dampak sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah,
masalah Bonding, perpisahan dengan anak.
4. Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain
yang memiliki yang sama, tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari Hiperbilirubinemia
(Cindy Smith Greenberg. 1988)

Diagnosa, Tujuan , dan Intervensi


Berdasarkan pengkajian di atas dapat diidentifikasikan masalah yang memberi gambaran
keadaan kesehatan klien dan memungkinkan menyusun perencanaan asuhan keperawatan.
Masalah yang diidentifikasi ditetapkan sebagai diagnosa keperawatan melalui analisa dan
interpretasi data yang diperoleh.
1. Diagnosa Keperawatan : Kurangnya volume cairan sehubungan dengan tidak adekuatnya
intake cairan, fototherapi, dan diare.
Tujuan : Cairan tubuh neonatus adekuat
Intervensi : Catat jumlah dan kualitas feses, pantau turgor kulit, pantau intake output, beri air
diantara menyusui atau memberi botol.
2. Diagnosa Keperawatan : Gangguan suhu tubuh (hipertermi) sehubungan dengan efek
fototerapi
Tujuan : Kestabilan suhu tubuh bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Beri suhu lingkungan yang netral, pertahankan suhu antara 35,5° - 37° C, cek tanda-
tanda vital tiap 2 jam.
3. Diagnosa Keperawatan : Gangguan integritas kulit sehubungan dengan hiperbilirubinemia
dan diare
Tujuan : Keutuhan kulit bayi dapat dipertahankan
Intervensi : Kaji warna kulit tiap 8 jam, pantau bilirubin direk dan indirek , rubah posisi setiap 2
jam, masase daerah yang menonjol, jaga kebersihan kulit dan kelembabannya.
4. Diagnosa Keperawatan : Gangguan parenting sehubungan dengan pemisahan
Tujuan : Orang tua dan bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat
mengekspresikan ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi : Bawa bayi ke ibu untuk disusui, buka tutup mata saat disusui, untuk stimulasi sosial
dengan ibu, anjurkan orangtua untuk mengajak bicara anaknya, libatkan orang tua dalam
perawatan bila memungkinkan, dorong orang tua mengekspresikan perasaannya.
5. Diagnosa Keperawatan : Kecemasan meningkat sehubungan dengan therapi yang diberikan
pada bayi.
Tujuan : Orang tua mengerti tentang perawatan, dapat mengidentifikasi gejala-gejala untuk
menyampaikan pada tim kesehatan
Intervensi :
Kaji pengetahuan keluarga klien, beri pendidikan kesehatan penyebab dari kuning, proses terapi
dan perawatannya. Beri pendidikan kesehatan mengenai cara perawatan bayi dirumah.
6. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan efek fototherapi
Tujuan : Neonatus akan berkembang tanpa disertai tanda-tanda gangguan akibat fototherapi
Intervensi :
Tempatkan neonatus pada jarak 45 cm dari sumber cahaya, biarkan neonatus dalam keadaan
telanjang kecuali mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan kain yang dapat
memantulkan cahaya; usahakan agar penutup mata tida menutupi hidung dan bibir; matikan
lampu, buka penutup mata untuk mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam; buka penutup mata
setiap akan disusukan; ajak bicara dan beri sentuhan setiap memberikan perawatan.
7. Diagnosa Keperawatan : Potensial trauma sehubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan : Tranfusi tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi :
Catat kondisi umbilikal jika vena umbilikal yang digunakan; basahi umbilikal dengan NaCl
selama 30 menit sebelum melakukan tindakan, neonatus puasa 4 jam sebelum tindakan,
pertahankan suhu tubuh bayi, catat jenis darah ibu dan Rhesus serta darah yang akan
ditranfusikan adalah darah segar; pantau tanda-tanda vital; selama dan sesudah tranfusi; siapkan
suction bila diperlukan; amati adanya ganguan cairan dan elektrolit; apnoe, bradikardi, kejang;
monitor pemeriksaan laboratorium sesuai program.
Aplikasi Discharge Planing.
Pertumbuhan dan perkembangan serta perubahan kebutuhan bayi dengan hiperbilirubin (seperti
rangsangan, latihan, dan kontak sosial) selalu menjadi tanggung jawab orang tua dalam
memenuhinya dengan mengikuti aturan dan gambaran yang diberikan selama perawatan di
Rumah Sakit dan perawatan lanjutan dirumah.
Faktor yang harus disampaikan agar ibu dapat melakukan tindakan yang terbaik dalam
perawatan bayi hiperbilirubinimea (warley &Wong, 1994):
1. Anjurkan ibu mengungkapkan/melaporkan bila bayi mengalami gangguan-gangguan
kesadaran seperti : kejang-kejang, gelisah, apatis, nafsu menyusui menurun.
2. Anjurkan ibu untuk menggunakan alat pompa susu selama beberapa hari untuk
mempertahankan kelancaran air susu.
3. Memberikan penjelasan tentang prosedur fototherapi pengganti untuk menurunkan kadar
bilirubin bayi.
4. Menasehatkan pada ibu untuk mempertimbangkan pemberhentian ASI dalam hal mencegah
peningkatan bilirubin.
5. Mengajarkan tentang perawatan kulit :
· Memandikan dengan sabun yang lembut dan air hangat.
· Siapkan alat untuk membersihkan mata, mulut, daerah perineal dan daerah sekitar kulit yang
rusak.
· Gunakan pelembab kulit setelah dibersihkan untuk mempertahankan kelembaban kulit.
· Hindari pakaian bayi yang menggunakan perekat di kulit.
· Hindari penggunaan bedak pada lipatan paha dan tubuh karena dapat mengakibatkan lecet
karena gesekan
· Melihat faktor resiko yang dapat menyebabkan kerusakan kulit seperti penekanan yang lama,
garukan .
· Bebaskan kulit dari alat tenun yang basah seperti: popok yang basah karena bab dan bak.
· Melakukan pengkajian yang ketat tentang status gizi bayi seperti : turgor kulit, capilari refill.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah :
1. Cara memandikan bayi dengan air hangat (37 -38 ° celsius)
2. Perawatan tali pusat / umbilikus
3. Mengganti popok dan pakaian bayi
4. Menangis merupakan suatu komunikasi jika bayi tidak nyaman, bosan, kontak dengan
sesuatu yang baru
5. Temperatur / suhu
6. Pernapasan
7. Cara menyusui
8. Eliminasi
9. Perawatan sirkumsisi
10. Imunisasi
11. Tanda-tanda dan gejala penyakit, misalnya :
- letargi ( bayi sulit dibangunkan )
- demam ( suhu > 37 ° celsius)
- muntah (sebagian besar atau seluruh makanan sebanyak 2 x)
- diare ( lebih dari 3 x)
- tidak ada nafsu makan.
12. Keamanan
- Mencegah bayi dari trauma seperti; kejatuhan benda tajam (pisau, gunting) yang mudah
dijangkau oleh bayi / balita.
- Mencegah benda panas, listrik, dan lainnya
- Menjaga keamanan bayi selama perjalanan dengan menggunakan mobil atau sarana lainnya.
- Pengawasan yang ketat terhadap bayi oleh saudara - saudaranya.

2. DAFTAR KEPUSTAKAAN
Bobak and Jansen (1984), Etential of Nursing. St. Louis : The CV Mosby Company
Hawkins, J.W. and Gorsine, B. (1985), Post Partum Nursing, New York: Springen
Nelson J.P. and May, K.A.(1986), Comprehensive Maternity Nursing. Philadelphia : J.B.
Lippincot Company.
Reeder,S.J. et al.(1983), Maternity Nursing, Philadelphia : J.B. Lippincot Company.
Diposkan oleh nining di 19:13 0 komentar
Selasa, 2008 Oktober 07
ASUHAN KEPERAWATAN HERNIA : ABDOMINAL
Hernia adalah penonjolan sebuah organ, jaringan atau struktur melewati dinding rongga yang secara
normal memang berisi bagian-bagian tersebut. Hal ini seringkali disebut “ ruptur “. Hernia abdominal
cendering terjadi pada kelemahan struktural yang didapat atau kongenital atau trauma pada dinding
abdominal, yang terjadi karena peningkatan tekanan intrabdomen akibat dari mengangkat benda berat,
obesitas, kehamilan, mengejan, batuk atau kedekatannya dengan tumor.
Banyak jenis hernia abdominal yang terjadi, dilkasifikasikan berdasarkan tempat :
1. Hernia inguinal (paling umum), visera menonjol ke dalam kanal inguinal pada titik di mana tali
spermatik muncul pada pria, dan di sekitar ligamen pada wanita. Melalui lubang ini, hernia inguinal
yang tidak langsung melebar menuruni kanal inguinal dan bahkan ke dalam skrotum atau labia. Hernia
inguinal langsung menonjol melalui dinding inguinal posterior.
2. Hernia femoral, terjadi dimana arteri femoralis masuk ke dalam kanal femoral, dan muncul di bawah
ligamen inguinal di bawah pangkal paha.
3. Hernia umbilikal, terjadi karena kegagalan orifisum umbilikal untuk menutup. Hal ini paling sering
terjadi pada wanita obesitas, anak-anak, dan pada pasien dengan peningkatan tekanan intraabdominal
karena sirosis dan asites.
4. Hernia insisional atau ventral, terjadi melalui dinding abdominal karena kelemahan, kemungkinan
juga karena penyembuhan insisi bedah yang buruk.
5. Hernia parastomal menonjol melalui defek fasial di sekitar stoma dan ke dalam jaringan sub kutan.
Hernia dapat dikurangi, jika massa yang menonjol dapat ditempatkan kembali di dalam rongga
abdomen ; tidak dapat dikurangi ; jika massa yang menonjol tidak dapat dikembalikan lagi ke
tempatnya ; inkaserasi, jika aliran intestinal tersumbat seluruhnya ; atau strangulasi, jika aliran darah
dan aliran intestinal tersumbat seluruhnya.
PENGKAJIAN
1. Tonjolan hernia jika pasien berdiri atau mengejan (Valsava manuver) dan hilang pada saat telentang.
2. Rasa tidak nyaman atau tertarik
3. Strangulasi – nyeri parah, muntah, pembengkakan kantong hernia, nyeri tekan memantul, demam.
EVALUASI DIAGNOSTIK
1. Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya tinggi kadar gas dalam usus atau obstruksi usus.
2. Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit), peningkatan sel darah putih, dan ketidakseimbangan elektrolit.

PENATALAKSANAAN
Intervensi terapeutik
§ Jika hernia dapat dikurangi dan pasien adalah calon pasien bedah yang buruk, sebuah truss/penopang
(bantalan dan sabuk) dapat dipasang dengan tepat di atas area hernia untuk mencegah visera masuk ke
dalam kantong hernia. Alat yang hampir sama tersedia untuk hernia parastomal yang dapat dikurangi.

Intervensi bedah
§ Pembedahan dianjurkan untuk memperbaiki defek dan mencegah strangulasi. Prosedur – prosedurnya
meliputi :
a. Herniorafi – pengangkatan kantong hernia ; isinya dikembalikan lagi ke abdomen ; lapisan otot dan
fasia dijahit ; dapat dilakukan melalui laparoskopi pada pasien rawat jalan.
b. Hernioplasti – melibatkan penjahitan penguatan, untuk memperbaiki hernia yang meluas.
c. Reseksi usus untuk usus yang iskemik bersamaan dengan perbaikan hernia terstrangulasi.

DIAGNOSA & INTERVENSI KEPERAWATAN

1. Nyeri (khususnya dengan mengedan) yang berhubungan dengan kondisi hernia atau intervensi
pembedahan.
Intervensi :
1. Kaji dan catat nyeri : beratnya, karakter, lokasi, durasi, faktor pencetus, dan metode penghilangan.
Tentukan skala nyeri dengan pasien, rentangkan ketidaknyamanan dari 0 (tidak ada nyeri) sampai 10
(nyeri hebat). Laporkan nyeri berat, menetap, yang menandakan komplikasi.
2. Beritahu pasien untuk menghindari mengejan, meregang, batuk, dan mengangkat benda yang berat.
Ajarkan pasien untuk menekan insisi dengan tangan atau bantal selama episode batuk ; ini khususnya
penting selama periode pascaoperasi awal dan selama 6 minggu setelah pembedahan.
3. Ajarkan pasien bagaimana menggunakan dekker (truss), bial diprogramkan, dan anjurkan
penggunaannya sebanyak mungkin, khususnya jika turun dari tempat tidur. Catatan : pasang truss
sebelum pasien turun dari tempat tidur.
4. Ajarkan pasien pemasangan penyokong skrotum atau kompres es, yang sering diprogramkan untuk
membatasi edema dan mengendalikan nyeri setelah perbaikan hernia inguinalis.
5. Berikan analgetik sesuai program jika diindikasikan, secara khusus sebelum aktivitas pascaoperasi.
Gunakan tindakan kenyamanan ; distraksi, interaksi verbal untuk meningkatkan ekspresi perasaan dan
menurunkan ansietas, gosokan punggung, dan teknik reduksi stres, seperti latihan relaksasi. Catat
derajat penghilangan yang didapat, dengan menggunakan skala nyeri.
2. Retensi urine (atau risiko terhadap hal yang sama) yang berhubungan dengan nyeri, trauma, dan
penggunaan analgetik selama pembedahan abdomen bawah.
Intervensi :
1. Kaji dan catat distensi suprapubik atau keluhan pasien tidak dapat berkemih.
2. Pantau haluaran urine. Catat dan laporkan berkemih yang sering < 100 ml dalam suatu waktu.
3. Jika tepat, coba tindakan non invasif untuk mengeluarkan urine : posisikan pasien pada posisi normal
untuk berkemih ; minta pasien untuk mendengar bunyi air mengalir atau tempatkan tangan pada
baskom air hangat. Jika tindakan ini tidak efektif, coba menyiramkan air hangat diatas perineum.
Kecuali dikontraindikasikan. Metode Crede (tekanan diberikan dari umbilikus sampai pubis) dapat
digunakan untuk merangsang refleks miksi yang lemah.
4. Pertahankan privasi bagi pasien yang mencoba menggunakan pispot atau urinal. Ingat bahwa pispot
yang dingin dapat menyebabkan ketegangan otot, sehingga gunakan pispot plastik atau hangatkan
pispot logam sebelum memberikannya kepada pasien. Anjurkan teknik relaksasi, seperti napas dalam
atau visualisasi, untuk melemaskan tubuh.
5. Berikan waktu bagi dorongan pasien untuk berkemih. Jangan mendesak pasien.
6. Konsul dengan dokter jika pasien tidak adapat berkemih, mengalami distensi kandung kemih, atau
mengalami nyeri suprapubik atau uretra.
7. Pantau fungsi dan status usus pasien, karena konstipasi atau impaksi dapat menyebabkan retensi
urine.
8. Jika kateterisasi diprogramkan, pantau tekanan darah dan fungsi jantung pasien selam prosedur. Jika
pasien mengalami nyeri abdomen atau mengalami penurunan tekanan darah sistolik simptomatik > 20
mmHg, klem kateter sampai tekanan darah pasien kembali ke batas normal.

3. Kurang pengetahuan : Potensial komplikasi GI yang berkenaan dengan adanya hernia, dan tindakan
yang dapat mencegah kekambuhan.
Intervensi :

1. Ajarkan pasien untuk waspada dan melaporkan nyeri berat, menetap ; mual dan muntah ; demam ;
dan distensi abdomen, yang dapat memperberat awitan inkarserasi atau strangulasi usus.
2. Dorong pasien untuk mengikuti regimen pengobatan : penggunaan dekker atau penyokong lainnya
dan menghindari mengejan, meregang, konstipasi, mengangkat benda yang berat.
3. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi diet tinggi residu atau menggunakan suplemen diet serat
untuk mencegah konstipasi. Anjurkan masukan cairan sedikitnya 2 – 3 L/hari untuk meningkatkan
konsistensi feses lunak.
4. Beritahu pasien mekanika tubuh yang tepat untuk bergerak dan mengangkat.

PENYULUHAN PASIEN – KELUARGA DAN PERENCANAAN PEMULANGAN

Berikan informasi verbal dan tertulis kepada pasien dan orang terdekat tentang hal berikut :
1. Perawatan insisi dan teknik penggantian balutan, jika tepat. Beritahu pasien tanda infeksi pada insisi,
yang memerlukan intervensi medis : demam, kemerahan menetap, bengkak, hangat lokal, nyeri tekan,
drainage purulen, bau busuk.
2. Gejala kekambuhan hernia dan komplikasi pascabedah
3. Pembatasan aktivitas pascabedah sesuai petunjuk : biasanya mengangkat benda yang berat (> 4 kg)
dan mengejan dikontraindikasikan selama kira-kira 6 minggu. Antisipasi kembali bekerja dalam 2
minggu untuk pekerja kantor dan 6 minggu untuk buruh.
§ Pentingnya mekanika tubuh yang tepat untuk mencegah kekambuhan, khusunya jika bila dan
bergerak.
§ Mencegah konstipasi dan mengejan saat defekasi (mis., dengan makan diet tinggi residu (buah-
buahan, sayuran, banyak cairan, roti gandum), hindari sereal sangat halus dan pasta (mis., nasi putih,
roti putih, mie dan es krim).
§ Pengunaan laksatif jika diperlukan.
§ Obat-obatan meliputi nama obat, tujuan, dosis, jadwal, interaksi obat/obat dan makanan/obat, dan
potensial efek samping.
Diposkan oleh nining di 21:34 0 komentar
TUMOR ABDOMEN
I. Konsep Medis
A. Pengertian
Tumor abdomen merupakan massa yang padat dengan ketebalan yang berbeda-beda, yang disebabkan
oleh sel tubuh yang yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari kendali
pertumbuhan sel normal, sehingga sel tersebut berbeda dari sel normal dalam bentuk dan strukturnya.
Secara patologi kelainan ini mudah terkelupas dan dapat meluas ke retroperitonium, dapat terjadi
obstruksi ureter atau vena kava inferior. Massa jaringan fibrosis mengelilingi dan menentukan struktur
yang di bungkusnya tetapi tidak menginvasinya.
B. Etiologi
Penyebab terjadinya tumor karena terjadinya pembelahan sel yang abnormal. Perbedaan sifat sel tumor
tergantung dari besarnya penyimpangan dalam bentuk dan fungsi autonominya dalam pertumbuhan,
kemampuannya mengadakan infiltrasi dan menyebabkan metastasis.
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya tumor antara lain :
a. Karsinogen
b. Hormon
c. Faktor gaya hidup : Kelebihan nutrisi khususnya lemak dan kebiasaan makan- makanan yang kurang
berserat.
d. Parasit ; parasit schistosoma hematobin yang mengakibatkan karsinoma planoseluler.
e. Genetik
f. Infeksi, trauma, hipersensivitas terhadap obat Tanda Dan Gejala
- Hiperplasia
- Konsistensi tumor umumnya padat/keras
- Tumor epitel biasanya mengandung sedikit jaringan ikat, dan apabila tumor berasal dari masenkim
yang banyak mengandung jaringan ikat elastis kenyal atau lunak.
- Kadang tampak Hipervaskulari disekitar tumor .
- Bisa terjadi pengerutan dan mengalami retraksi.
- Edema sekitar tumor disebabkan infiltrasi kepembuluh limfa.
- Konstipasi
- Nyeri
- Anoreksia, mual, lesu
- Penurunan berat badan
- Pendarahan
D. Patofisiologi penyimpangan kdm terlampir.

E. Pencegahan
Pencegahan dilalukan berdasarkan fakta epidemologi terutama factor penyebab yaitu dengan
memberikan penyuluhan kepeda masyarakat maupun perorangan.
1. Pencegahan primer dimaksudkan untuk menghilangkan factor penyebab masalah yang nyata .
Dalam gaya hidup adalah kebiasaan merokok sehingga yang penting sekali ialah mencegah remaja
mulai merokok dan mencegah adanya perokok pasif, masalah kelebihan makanan, pajangan sinar ultra
violt dan rotgen.
2. Pencegahan sekunder merupakan panapisan pada kelompok tertentu yang berisiko tinggi
Terhadap keganasan tersebut.
Penapisan ini bertitik tolak pada anggapan bahwa jika diagnosa ditegakkan dan terapi langsung
diberikan, maka hasil penanganan lebih baik ketimbang hasil pengobatan pada tingkat penyakit yang
telah menyebabkan seseorang mencari pengobatan.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Uji dubur digital
- X – ray
- Sigmoidoscope
- Fiber optik plexible scope
- Ultra sonografi.
- Laboratorium.
II. Konsep Keperawatan Perioperatif
Keperawatan perioperatif merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi
keperawatan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien. Istilah perioperatif adalah suatu
istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan, yaitu: preoperative phase,
intraoperative phase dan post operative phase. Masing- masing fase di mulai pada waktu tertentu dan
berakhir pada waktu tertentu pula dengan urutan peristiwa yang membentuk pengalaman bedah dan
masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktivitas keperawatan yang luas yan dilakukan oleh
perawat dengan menggunakan proses keperawatan dan standar praktik keperawatan. Disamping
perawat kegiatan perioperatif ini juga memerlukan dukungan dari tim kesehatan lain yang berkompeten
dalam perawatan pasien sehingga kepuasan pasien dapat tercapai sebagai suatu bentuk pelayanan
prima.
Berikut adalah gambaran umum masing-masing tahap dalam keperawatan perioperatif
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri ketika
pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut dapat mencakup
penetapan pengkajian dasar pasien di tatanan klinik ataupun rumah, wawancara pra operatif dan
menyiapkan pasien untuk anstesi yang diberikan dan pembedahan.
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini lingkup aktivitas keperawatan mencakup
.Pemasangan IV cath, pemberian medikasi intaravena, melakukan pemantauan kondisi fisiologis
menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh : memberikan
dukungan psikologis selama induksi anstesi, bertindak sebagai perawat scrub, atau membantu mengatur
posisi pasien d atas meja operasi dengan menggunakan prinsip-prinsip dasar kesimetrisan tubuh.
Fase pasca operatif dimulai dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan (recovery room) dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Lingkup aktivitas keperawaan
mecakup renatang aktivitas yang luas selama periode ini. Pada fase ini fokus pengkajian meliputi efek
agen anstesi dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keprawatan kemudian
berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut
dan rujukan yang penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi serta pemulangan.
Contoh Aktivitas Keperawatan dalam Peran Perawat Perioperatif
FASE PRAOPERATIF
FASE INTRAOPERATIF
FASE POSTOPERATIF
Pengkajian:
Rumah/Klinik:
1. Melakukan pengkajian perioperatif awal
2 .Merencanakan metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Melibatkan keluarga dalam wawancara.
4. Memastikan kelngkapan pemeriksaan pra operatif
5 Mengkaji kebutuhan klien terhadap transportasi dan perawatan pasca operatif
Unit Bedah :
1. Melengkapi pengkajian praoperatif
2. Koordianasi penyuluhan terhadap pasien dengan staf keperawatan lain.
3. Menjelaskan fase-fase dalam periode perioperatif dan hal-hal yang diperkirakan terjadi.
4. Membuat rencana asuhan keperawatan
Ruang Operasi :
1. Mengkaji tingkat kesadaran klien.
2. Menelaah ulang lembar? observasi pasien (rekam medis)
3. Mengidentifikasi pasien
4. Memastikan daerah pembedahan
Perencanaan :
1. Menentukan rencana asuhan
2. Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai (contoh: Tim Operasi)
Dukungan Psikologis :
1. Memberitahukan pada klien apa yang terjadi
2. Menentukan status? psikologis
3. Memberikan isyarat sebelumnya tentang rangsangan yang merugikan, seperti : nyeri.
4. Mengkomunikasikan status emosional pasien pada anggota tim kesehatan yang lain yang berkaitan.
Safety Managenent :
1. Atur posisi klien :
a. Kesejajaran fungsional
b.Pemajanan area pembedahan
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik
4. Memastikan bahwa jumlah spongs, jarum da instrumen tepat.
Pemantauan Fisiologis :
1. Melakukan balance cairan
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
3. Pemantauan terhdap perubahan vital sign
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
1 . Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan.
Penatalaksanaan Keperawatan :
1. Melakukan prosedur keselamatan bagi klien
2. Mempertahankan lingkugan aseptik dan terkontrol
3. Mengelola sumber daya manusia secara efektif.
Komunikasi dari Informasi Intra operatif :
1. Menyebutkan nama pasien
2 .Menjelaskan jenis pembedahan yang dilakukan
3. Menggambarkan faktor-faktor intraoperatif, meliputi pemasangan drain atau kateter, kekambuhan
peristiwa-peristiwa yang tidak diperkirakan.
4. Menjelaskan pembatasan fisik dan keterbatasan fisik yang dialami pasien.
5. Menerangkan gangguan akibat pembedahan
6. Melaporkan tingkat kesadaran praoperatif klien
7. Mengkomunikasikan tentang peralatan yang diperlukan.
Pengkajian Pasca operatif di Rocovery Room :
1. Menentukan respon segera pasien terhadap pembedahan
Unit Bedah :
1 . Mengevaluasi efektivitas dari asuhan keperawatan di ruang operasi.
2. Menentukan tingkat kepuasan pasien
3. Mengevaluasi produk-produk yang digunakan pada pasien di ruang operasi.
4. Menetukan status psikologi pasien
5. Membantu dalam perencanaan pemulangan
Rumah/Klinik :
1. Kaji persepsi pasien tentang pembedahan dalam kaitannya dengan agen anastesi, damapak pada citra
tubuh, penyimpangan dan immobilisasi
2. Tentkan persepsi keluarga tentang pembedahan.

TAHAPAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF


Keperawatan perioperatif dibagi menjadi 3 tahapan, yaitu :
a. Keperawatan Pre Operatif
Keperawatan pre operatif merupakan tahapan awal dari keperawatan perioperatif. Kesuksesan tindakan
pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini disebabkan fase ini merupakan
awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan berikutnya. Kesalahan yang
dilakukan pada tahap ini akan berakibat fatal pada tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari
fungsi pasien meliputi fungsi fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan
kesuksesan suatu operasi.
PERSIAPAN KLIEN DI UNIT PERAWATAN
I. PERSIAPAN FISIK
Persiapan fisik pre operasi yang dialami oleh pasien dibagi dalam 2 tahapan, yaitu :
a. Persiapan di unit perawatan
b. Persiapan di ruang operasi
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum operasi antara lain :
a. Status kesehatan fisik secara umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum,
meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga,
pemeriksaan fisik lengkap, antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan,
fungsi ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. ?Selain itu pasien harus
istirahat yang cukup, karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stres
fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat
stabil dan bagi pasien wanita tidak akan memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar
lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk
defisiensi nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi
pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di rumah sakit. Komplikasi yang
paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak
bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat
mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
c. Keseimbangan cairan dan elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan. Demikaian juga
kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal. Kadar elektrolit yang biasanya dilakuakan
pemeriksaan diantaranya dalah kadar natrium serum (normal : 135 -145 mmol/l), kadar kalium serum
(normal : 3,5 ? 5 mmol/l) dan kadar kreatinin serum (0,70 ? 1,50 mg/dl). Keseimbangan cairan dan
elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa
dan ekskresi metabolit obat-obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan
dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, insufisiensi renal akut,
nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal. Kecuali pada kasus-kasus
yang mengancam jiwa.
d. Kebersihan lambung dan kolon
Lambung dan kolon harus di bersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan
diantaranya adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan
tindakan enema/lavement. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan
mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah untuk menghindari
aspirasi (masuknya cairan lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang
menbutuhkan operasi CITO (segera), seperti pada pasien kecelakaan lalu lintas. Maka pengosongan
lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube).
e. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang
dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman
dan juga mengganggu/menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada
beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi, misalnya pada pasien
luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren) harus dilakukan dengan hati-hati jangan
sampai menimbulkan luka pada daerah yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk
mencukur sendiri agar pasien merasa lebih nyaman.
Daeran yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
Biasanya daerah sekitar alat kelamin (pubis) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada
daerah sekitar perut dan paha. Misalnya : apendiktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan
plate pada fraktur femur, hemmoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan, pencukuran pada
lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan. ?
f. Personal Hygine
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat
merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi. Pada pasien
yang kondisi fisiknya kuat diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan
lebih seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal hygiene secara
mandiri maka perawat akan memeberikan bantuan pemenuhan kebutuhan personal hygiene.
g. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan kateter. Selain untuk
pengongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperluka untuk mengobservasi balance cairan.
h. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini sangat penting sebagai
persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi, seperti : nyeri daerah operasi, batuk dan
banyak lendir pada tenggorokan.
Latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi antara lain :
1. Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri setelah operasi dan dapat
membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat
meningkatkan kualitas tidur. Selain itu teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan
oksigenasi darah setelah anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif
dan benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi sesuai dengan
kondisi dan kebutuhan pasien.
Latihan nafas dalam dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Pasien tidur dengan posisi duduk atau setengah duduk (semifowler) dengan lutut ditekuk dan perut
tidak boleh tegang.
Letakkan tangan diatas perut
Hirup udara sebanyak-banyaknya dengan menggunakan hidung dalam kondisi mulut tertutup rapat.
Tahan nafas beberapa saat (3-5 detik) kemudian secara perlahan-lahan, udara dikeluarkan sedikit demi
sedikit melalui mulut.
Lakukan hal ini berulang kali (15 kali)
Lakukan latihan dua kali sehari praopeartif.
2. Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang mengalami operasi dengan
anstesi general. Karena pasien akan mengalami pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi
teranastesi. Sehingga ketika sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan.
Dengan terasa banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setalah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
Pasien dapat dilatih melakukan teknik batuk efektif dengan cara :
Pasien condong ke depan dari posisi semifowler, jalinkan jari-jari tangan dan letakkan melintang diatas
incisi sebagai bebat ketika batuk.
Kemudian pasien nafas dalam seperti cara nafas dalam (3-5 kali)
Segera lakukan batuk spontan, pastikan rongga pernafasan terbuka dan tidak hanya batuk dengan
mengadalkan kekuatan tenggorokan saja karena bisa terjadi luka pada tenggorokan.
Hal ini bisa menimbulkan ketidaknyamanan, namun tidak berbahaya terhadap incisi.
Ulangi lagi sesuai kebutuhan.
Jika selama batuk daerah operasi terasa nyeri, pasien bisa menambahkan dengan menggunakan bantal
kecil atau gulungan handuk yang lembut untuk menahan daerah operasi dengan hati-hati sehingga
dapat mengurangi guncangan tubuh saat batuk.
3. Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga setelah operasi, pasien dapat
segera melakukan berbagai pergerakan yang diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan.
Pasien/keluarga pasien seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah
operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut jahitan operasi sobek atau
takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai
operasi dan segera bergerak maka pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga
pasien akan lebih cepat kentut/flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan lendir pada
saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya dekubitus. Tujuan lainnya adalah
memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
Intervensi ditujukan pada perubahan posisi tubuh dan juga Range of Motion (ROM). Latihan
perpindahan posisi dan ROM ini pada awalnya dilakukan secara pasif namun kemudian seiring dengan
bertambahnya kekuatan tonus otot maka pasien diminta melakukan secara mandiri.
Status kesehatn fisik merupakan faktor yang sangat penting bagi pasien yang akan mengalami
pembedahan, keadaan umum yang baik akan mendukung dan mempengaruhi proses penyembuhan.
Sebaliknya, berbagai kondisi fisiologis dapat mempengaruhi proses pembedahan. Demikian juga faktor
usis/penuaan dapat mengakibatkan komplikasi dan merupakan faktor resiko pembedahan. Oleh karena
itu sangatlah penting untuk mempersiapkan fisik pasien sebelum dilakukan pembedahan/operasi.
Faktor resiko terhadap pembedahan antara lain :
1. Usia
Pasien dengan usia yang terlalu muda (bayi/anak-anak) dan usia lanjut mempunyai resiko lebih besar.
Hal ini diakibatkan cadangan fisiologis pada usia tua sudah sangat menurun . sedangkan pada bayi dan
anak-anak disebabkan oleh karena belum matur-nya semua fungsi organ.
2. Nutrisi
Kondisi malnutris dan obesitas/kegemukan lebih beresiko terhadap pembedahan dibandingakan dengan
orang normal dengan gizi baik terutama pada fase penyembuhan. Pada orang malnutisi maka orang
tersebut mengalami defisiensi nutrisi yang sangat diperlukan untuk proses penyembuhan luka. Nutrisi-
nutrisi tersebut antara lain adalah protein, kalori, air, vitamin C, vitamin B kompleks, vitamin A,
Vitamin K, zat besi dan seng (diperlukan untuk sintesis protein).
Pada pasien yang mengalami obesitas. Selama pembedahan jaringan lemak, terutama sekali sangat
rentan terhadap infeksi. Selain itu, obesitas meningkatkan permasalahan teknik dan mekanik. Oleh
karenanya dehisiensi dan infeksi luka, umum terjadi. Pasien obes sering sulit dirawat karena tambahan
beraat badan; pasien bernafas tidak optimal saat berbaaring miring dan karenanya mudah mengalami
hipoventilasi dan komplikasi pulmonari pascaoperatif. Selain itu, distensi abdomen, flebitis dan
kardiovaskuler, endokrin, hepatik dan penyakit biliari terjadi lebih sering pada pasien obes.
3. Penyakit Kronis
Pada pasien yang menderita penyakit kardiovaskuler, diabetes, PPOM, dan insufisiensi ginjal menjadi
lebih sukar terkait dengan pemakian energi kalori untuk penyembuhan primer. Dan juga pada penyakit
ini banyak masalah sistemik yang mengganggu sehingga komplikasi pembedahan maupun pasca
pembedahan sangat tinggi.
4. Ketidaksempurnaan respon neuroendokrin
Pada pasien yang mengalami gangguan fungsi endokrin, seperti dibetes mellitus yang tidak terkontrol,
bahaya utama yang mengancam hidup pasien saat dilakukan pembedahan adalah terjadinya
hipoglikemia yang mungkin terjadi selama pembiusan akibat agen anstesi. Atau juga akibat masukan
karbohidrat yang tidak adekuart pasca operasi atau pemberian insulin yang berlebihan. Bahaya lain
yang mengancam adalah asidosis atau glukosuria. Pasien yang mendapat terapi kortikosteroid beresiko
mengalami insufisinsi adrenal. Pengguanaan oabat-obatan kortikosteroid harus sepengetahuan dokter
anastesi dan dokter bedahnya.?
5. Merokok
Pasien dengan riwayat merokok biasanya akan mengalami gangguan vaskuler, terutama terjadi
arterosklerosis pembuluh darah, yang akan meningkatkan tekanan darah sistemiknya. ?
6. Alkohol dan obat-obatan
Individu dengan riwayat alkoholic kronik seringkali menderita malnutrisi dan masalah-masalah
sistemik, sperti gangguan ginjal dan hepar yang akan meningkatkan resiko pembedahan. Pada kasus
kecelakaan lalu lintas yang seringkali dialami oleh pemabuk. Maka sebelum dilakukan operasi darurat
perlu dilakukan pengosongan lambung untuk menghindari asprirasi dengan pemasangan NGT.
II. PERSIAPAN PENUNJANG
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa
adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter bedah tidak meungkin bisa menentukan tindakan
operasi yang harus dilakukan pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG, dan lain-lain.
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada pasien, dokter melakukan
berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan
penyakit yang diderita pasien. Setelah dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter
anstesi berperan untuk menentukan apakan kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu dokter
anastesi juga memerlukan berbagai macam pemrikasaan laboratorium terutama pemeriksaan masa
perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan (clotting time) darah pasien, elektrolit serum,
Hemoglobin, protein darah, dan hasil pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
PEMERIKSAAN STATUS ANASTESI
Pemeriksaaan status fisik untuk dilakukan pembiuasan dilakukan untuk keselamatan selama
pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan pembedahan, pasien akan mengalami
pemeriksaan status fisik yang diperlukan untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri
pasien. Pemeriksaan yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat dan teknik anastesi
pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan, peredaran darah dan sistem saraf. Berikut adalah
tabel pemeriksaan ASA.
ASA grade
Status fisik
Mortality (%)
I
Tidak ada gangguan organik, biokimia dan psikiatri. Misal: penderita dengan herinia ingunalis tanpa
kelainan lain, orang tua sehat, bayi muda yang sehat
0,05
II
Gangguan sistemik ringan sampai sedang yang bukan diseababkan oleh penyakit yang akan dibedah.
Misal: penderita dengan obesitas, penderita dengan bronkitis dan penderita dengan diabetes mellitus
ringan yang akan mengalami appendiktomi
0,4
III
Penyakit sistemik berat; misalnya penderita diabetes mellitus dengan komplikasi pembuluh darah dan
datang dengan appendisitis akut.
4,5
IV
Penyakit/gangguan sistemik berat yang menbahayakan jiwa yang tidak selalu dapat diperbaiki dengan
pembedahan, misalnya : insufisiensi koroner atau infark miokard
25
V
Keadaan terminal dengan kemungkinan hidup kecil, pembedahan dilakukan sebagai pilihan terakhir.
Misal: penderita syok berat karena perdarahan akibat kehamilan di luar rahim pecah.
50
INFORM CONSENT
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat
penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent.
Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis, wajib
menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi aspek etik hukum, maka
pasien atau orang yang bertanggung jawab terhdap pasien wajib untuk menandatangani surat
pernyataan persetujuan operasi. Artinya apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan
pembedahan, keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya. ?Pasien
maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersut akan mendapatkan informasi
yang detail terkait dengan segala macam prosedur pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang
akan dijalani. Jika petugas belum menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/keluarganya berhak
untuk menanyakan kembali sampai betul-betul paham. Hal ini sangat penting untuk dilakukan karena
jika tidak meka penyesalan akan dialami oleh pasien/keluarga setelah tindakan operasi yang dilakukan
ternyata tidak sesuai dengan gambaran keluarga.
Berikut ini merupakan contoh? form inform consent :
III. PERSIAPAN MENTAL/PSIKIS
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena
mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya.
Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang
dapat membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long)
Contoh perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan/ketakutan antara lain:
1. Pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum operasi dapat mengakibatkan
pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
2. Pasien wanita yang terlalu cemas menghadapi operasi dapat mengalami menstruasi lebih cepat dari
biasanya, sehingga operasi terpaksa harus ditunda
Setiap orang mempunyai pandangan yang berbeda dalam menghadapi pengalaman operasi sehingga
akan memberikan respon yang berbeda pula, akan tetapi sesungguhnya perasaan takut dan cemas selalu
dialami setiap orang dalam menghadapi pembedahan. Berbagai alasan yang dapat menyebabkan
ketakutan/kecemasan pasien dalam menghadapi pembedahan antara lain :
a. Takut nyeri setelah pembedahan
b. Takut terjadi perubahan fisik, menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi normal (body image)
c. Takut keganasan (bila diagnosa yang ditegakkan belum pasti)
d.Takut/cemas mengalami kondisi yang dama dengan orang lan yang mempunyai penyakit yang sama.
e. Takut/ngeri menghadapi ruang operasi, peralatan pembedahan dan petugas.
f.Takut mati saat dibius/tidak sadar lagi.
g.Takut operasi gagal.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi dengan adanya perubahan-
perubahan fisik seperti : meningkatnya frekuensi nadi dan pernafasan, gerakan-gerakan tangan yang
tidak terkontrol, telapak tangan yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali,
sulit tidur, sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa digunakan oleh
pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu mengkaji hal-hal yang bisa digunakan
untuk membantu pasien dalam menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang
terdekat, tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/support system.
Untuk mengurangi dan mengatasi kecemasan pasien, perawat dapat menanyakan hal-hal yang terkait
dengan persiapan operasi, antara lain :
· Pengalaman operasi sebelumnya
· Pengertian pasien tentang tujuan/alasan tindakan operasi
· Pengetahuan pasien tentang persiapan operasi baik fisik maupun penunjang.
· Pengetahuan pasien tentang situasi/kondisi kamar operasi dan petugas kamar operasi.
· Pengetahuan pasien tentang prosedur (pre, intra, post operasi)
· Pengetahuan tentang latihan-latihan yang harus dilakukan sebelum operasi dan harus dijalankan
setalah operasi, seperti : latihan nafas dalam, batuk efektif, ROM, dll.
Persiapan mental yang kurang memadai dapat mempengaruhi pengambilan keputusan pasien dan
keluarganya. Sehingga tidak jarang pasien menolak operasi yang sebelumnya telah disetujui dan
biasanya pasien pulang tanpa operasi dan beberapa hari kemudian datang lagi ke rumah sakit setalah
merasa sudah siap dan hal ini berarti telah menunda operasi yang mestinya sudah dilakukan beberapa
hari/minggu yang lalu. Oleh karena itu persiapan mental pasien menjadi hal yang penting untuk
diperhatikan dan didukung oleh keluarga/orang terdekat pasien.
Persiapan mental dapat dilakukan dengan bantuan keluarga dan perawat. Kehadiran dan keterlibatan
keluarga sangat mendukung persiapan mental pasien. Keluarga hanya perlu mendampingi pasien
sebelum operasi, memberikan doa dan dukungan pasien dengan kata-kata yang menenangkan hati
pasien dan meneguhkan keputusan pasien untuk menjalani operasi.
Peranan perawat dalam memberikan dukungan mental dapat dilakukan dengan berbagai cara:
1. Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan yang dialami pasien sebelum operasi,
memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal-hal yang akan dialami oleh pasien
selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dll.
Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien mejadi lebih siap
menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui
tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien.
2. Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan operasi sesuai dengan
tingkat perkembangan. Gunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya: jika pasien harus puasa,
perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan samapai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika
diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan darah yang dilakukan, dll.
Diharapkan dengan pemberian informasi yang lengkap, kecemasan yang dialami oleh pasien akan
dapat diturunkan? dan mempersiapkan mental pasien dengan baik
3. Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang
ada. Dan memberi kesempatan pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien di
antar ke kamar operasi.
4. Mengoreksi pengertian yang saah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian
yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien.
5. Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam
tablet sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan
istirahatnya terpenuhi.
Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan di situ
akan memperkenalkan diri sehingga membuat pasien merasa lebih tenang. Untuk memberikan
ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatn untuk mengantar pasien samapi ke batas
kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar
operasi.
OBAT-OBATAN PRE MEDIKASI
Sebelum operasi dilakukan pada esok harinya. Pasien akan diberikan obat-obatan permedikasi untuk
memberikan kesempatan pasien mendapatkan waktu istirahat yang cukup. Obat-obatan premedikasi
yang diberikan biasanya adalah valium atau diazepam. Antibiotik profilaksis biasanya di berikan
sebelum pasien di operasi. Antibiotik profilaksis yang diberikan dengan tujuan untuk mencegah
terjadinya infeksi selama tindakan operasi, antibiotika profilaksis biasanya di berikan 1-2 jam sebelum
operasi dimulai dan dilanjutkan pasca beda 2- 3 kali. Antibiotik yang dapat diberikan adalah
ceftriakson 1gram dan lain-lain sesuai indikasi pasien.
b. Keperawatan Intra Operatif
Keperawatan intra operatif merupakan bagian dari tahapan keperawatan perioperatif. Aktivitas yang
dilakukan pada tahap ini adalah segala macam aktivitas yang dilakukan oleh perawat di ruang operasi.
Aktivitas di ruang operasi oleh perawat difokuskan pada pasien yang menjalani prosedur pembedahan
untuk perbaikan, koreksi atau menghilangkan masalah-masalah fisik yang mengganggu pasien.
Untuk menghasilkan hasil terbaik bagi diri pasien, tentunya diperlukan tenaga kesehatan yang
kompeten dan kerja sama yang sinergis antara masing-masing anggota tim. Secara umum anggota tim
dalam prosedur pembedahan ada tiga kelompok besar, meliputi pertama, ahli anastesi dan perawat
anastesi yang bertugas memberikan agen analgetik dan membaringkan pasien dalam posisi yang tepat
di meja operasi, kedua ahli bedah dan asisten yang melakukan scrub dan pembedahan dan yang ketiga
adalah perawat intra operatif.
Perawat intra operatif bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kesejahteraan (well being) pasien.
Untuk itu perawat intra operatif perlu mengadakan koordinasi petugas ruang operasi dan pelaksanaan
perawat scrub dan pengaturan aktivitas selama pembedahan. Peran lain perawat di ruang operasi adalah
sebagai RNFA (Registered Nurse First Assitant). Peran sebagai RNFA ini sudah berlangsung dengan
baik di negara-negara amerika utara dan eropa. Namun demikian praktiknya di indonesia masih belum
sepenuhnya tepat. Peran perawat sebagai RNFA diantaranya meliputi penanganan jaringan,
memberikan pemajanan pada daerah operasi, penggunaan instrumen, jahitan bedah dan pemberian
hemostatis.
Untuk menjamin perawatan pasien yang optimal selama pembedahan, informasi mengenai pasien harus
dijelaskan pada ahli anastesi dan perawat anastesi, serta perawat bedah dan dokter bedahnya. Selain itu
segala macam perkembangan yang berkaitan dengan perawatan pasien di unit perawatan pasca anastesi
(PACU) seperti perdarahan, temuan yang tidak diperkirakan, permasalahan cairan dan elektrolit, syok,
kesulitan pernafasan harus dicatat, didokumentasikan dan dikomunikasikan dengan staff PACU.
PRINSIP-PRINSIP UMUM
a. Prinsip asepsis ruangan
Antisepsis dan asepsis adalah suatu usaha untuk agar dicapainya keadaan yang memungkinkan
terdapatnya kuman-kuman pathogen dapat dikurangi atau ditiadakan, baik secara kimiawi, tindakan
mekanis atau tindakan fisik. Termasuk dalam cakupan tindakan antisepsis adalah selain alat-alat bedah,
seluruh sarana kamar operasi, semua implantat, alat-alat yang dipakai personel operasi (sandal, celana,
baju, masker, topi dan lain-lainnya) dan juga cara membersihkan/melakukan desinfeksi dari
kulit/tangan
b. Prinsip asepsis personel
Teknik persiapan personel sebelum operasi meliputi 3 tahap, yaitu : Scrubbing (cuci tangan steril),
Gowning (teknik peggunaan gaun operasi), dan Gloving (teknik pemakaian sarung tangan steril).
Semua anggota tim operasi harus memahami konsep tersebut diatas untuk dapat memberikan
penatalaksanaan operasi secara asepsis dan antisepsis sehingga menghilangkan atau? meminimalkan
angka kuman. Hal ini diperlukan untuk meghindarkan bahaya infeksi yang muncul akibat kontaminasi
selama prosedur pembedahan (infeksi nosokomial).
Disamping sebagai cara pencegahan terhadap infeksi nosokomial, teknik-teknik tersebut juga
digunakan untuk memberikan perlindungan bagi tenaga kesehatan terhadap bahaya yang didapatkan
akibat prosedur tindakan. Bahaya yang dapat muncul diantranya penularan berbagai penyakit yang
ditularkan melalui cairan tubuh pasien (darah, cairan peritoneum, dll) seperti HIV/AIDS, Hepatitis dll.

c. Prinsip asepsis pasien


Pasien yang akan menjalani pembedahan harus diasepsiskan. Maksudnya adalah dengan melakukan
berbagai macam prosedur yang digunakan untuk membuat medan operasi steril. Prosedur-prosedur itu
antara lain adalah kebersihan pasien, desinfeksi lapangan operasi dan tindakan drapping.
d. Prinsip asepsis instrumen
Instrumen bedah yang digunakan untuk pembedahan pasien harus benar-benar berada dalam keadaan
steril. Tindakan yang dapat dilakukan diantaranya adalah perawatan dan sterilisasi alat,
mempertahankan kesterilan alat pada saat pembedahan dengan menggunakan teknik tanpa singgung
dan menjaga agar tidak bersinggungan dengan benda-benda non steril.
FUNGSI KEPERAWATAN INTRA OPERATIF
Selain sebagai kepala advokat pasien dalam kamar operasi yang menjamin kelancaran jalannya operasi
dan menjamin keselamatan pasien selama tindakan pembedahan. Secara umum fungsi perawat di
dalam kamar operasi seringkali dijelaskan dalam hubungan aktivitas-aktivitas sirkulasi dan scrub
(instrumentator).
Perawat sirkulasi berperan mengatur ruang operasi dan melindungi keselamatan dan kebutuhan pasien
dengan memantau aktivitas anggota tim bedah dan memeriksa kondisi di dalam ruang operasi.
Tanggung jawab utamanya meliputi memastikan kebersihan, suhu yang sesuai, kelembapan,
pencahayaan, menjaga peralatan tetap berfungsi dan ketersediaan berbagai material yang dibutuhkan
sebelum, selama dan sesudah operasi. Perawat sirkuler juga memantau praktik asepsis untuk
menghindari pelanggaran teknik asepsis sambil mengkoordinasi perpindahan anggota tim yang
berhubungan (tenaga medis, rontgen dan petugas laboratorium). Perawat sirkuler juga memantau
kondisi pasien selama prosedur operasi untuk menjamin keselamatan pasien.
Aktivitas perawat sebagai scrub nurse termasuk melakukan desinfeksi lapangan pembedahan dan
drapping, mengatur meja steril, menyiapkan alat jahit, diatermi dan peralatan khusus yang dibutuhkan
untuk pembedahan. Selain itu perawat scrub ?juga membantu dokter bedah selama prosedur
pembedahan dengan melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan seperti mengantisipasi instrumen
yang dibutuhkan, spon, kassa, drainage dan peralatan lain serta terus mengawasi kondisi pasien ketika
pasien dibawah pengaruh anastesi. Saat luka ditutup perawat harus mengecek semua peralatan dan
material untuk memastikan bahwa semua jarum, kassa dan instrumen sudah dihitung lengkap.
Kedua fungsi tersebut membutuhkan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan perawat tentang
anatomi, perawatan jaringan dan prinsip asepsis, mengerti tentang tujuan pembedahan, pemahaman dan
kemampuan untuk mengantisipasi kebutuhan-kebutuhan dan untuk bekerja sebagai anggota tim yang
terampil dan kemampuan untuk menangani segala situasi kedaruratan di ruang operasi.
AKTIVITAS KEPERAWATAN SECARA UMUM
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatif meliputi 4 hal, yaitu :
a. Safety Management
b. Monitoring Fisiologis
c. Monitoring Psikologis
d. Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
Safety Management
Tindakan ini merupakan suatu bentuk jaminan keamanan bagi pasien selama prosedur pembedahan.
Tindakan yang dilakukan untuk jaminan keamanan diantaranya adalah :
1. Pengaturan posisi pasien
Pengaturan posisi pasien bertujuan untuk memberikan kenyamanan pada klien dan memudahkan
pembedahan. Perawat perioperatif mengerti bahwa berbagai posisi operasi berkaitan dengan
perubahan-perubahan fisiologis yang timbul bila pasien ditempatkan pada posisi tertentu. Faktor
penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah:
a. Daerah operasi
b. Usia
c. Berat badan pasien
d. Tipe anastesi
e. Nyeri : normalnya nyeri dialami oleh pasien yang mengalami gangguan pergerakan, seperti artritis.
Posisi yang diberikan tidak boleh mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang
berlebihan pada kulit dan tidak menutupi daerah atau medan operasi.
Hal-hal yang dilakukan oleh perawat terkait dengan pengaturan posisi pasien meliputi
a. Kesejajaran fungsional
Maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi. Operasi yang berbeda akan
membutuhkan posisi yang berbeda pula. Contoh :
· Supine (dorsal recumbent) : hernia, laparotomy, laparotomy eksplorasi, appendiktomi, mastectomy
atau pun reseksi usus.
b. Pemajanan area pembedahan
Pemajanan daerah bedah maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan pembedahan.
Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah operasi dengan teknik
drapping
c. Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
Posisi pasien di meja operasi selama prosedur pembedahan harus dipertahankan sedemikian rupa. Hal
ini selain untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan keselamatan pasien
dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
2. Memasang alat grounding ke pasien
3. Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama operasi
sehingga pasien kooperatif.
4. Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen,
jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
Monitoring Fisiologis
Pemantauan fisiologis yang dilakukan meliputi :
1. Melakukan balance cairan
Penghitungan balance cairan dilakuan untuk memenuhi kebutuhan cairan pasien. Pemenuhan balance
cairan dilakukan dengan cara menghitung jumlah cairan yang masuk dan yang keluar (cek pada
kantong kateter urine) kemudian melakukan koreksi terhadap imbalance cairan yang terjadi. Misalnya
dengan pemberian cairan infus.
2. Memantau kondisi cardiopulmonal
Pemantaun kondisi kardio pulmonal harus dilakukan secara kontinu untuk melihat apakah kondisi
pasien normal atau tidak. Pemantauan yang dilakukan meliputi fungsi pernafasan, nadi dan? tekanan
darah, saturasi oksigen, perdarahan dll.
3. Pemantauan terhadap perubahan vital sign
Pemantauan tanda-tanda vital penting dilakukan untuk memastikan kondisi klien masih dalam batas
normal. Jika terjadi gangguan harus dilakukan intervensi secepatnya.
Dukungan Psikologis (sebelum induksi dan bila pasien sadar)
Dukungan psikologis yang dilakukan antara lain :
1. Memberikan dukungan emosional pada pasien
2. Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
3. Mengkaji status emosional klien
4. Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
Pengaturan dan Koordinasi Nursing Care
Tindakan yang dilakukan antara lain :
1.Memanage keamanan fisik pasien
2. Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
c. Keperawatan Post Operatif
Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif. Selama periode ini
proses keperawatan diarahkan pada menstabilkan kondisi pasien pada keadaan equlibrium fisiologis
pasien, menghilangkan nyeri dan pencegahan komplikasi.

TAHAPAN KEPERAWATAN POST OPERATIF


Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1. Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery room)
2. Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room)
3. Transportasi pasien ke ruang rawat
4. Perawatan di ruang rawat
PEMINDAHAN PASIEN DARI KAMAR OPERASI KE RUANG PEMULIHAN
Pemindahan pasien dari kamar operasi ke ruang pemulihan atau unit perawatan pasca anastesi (PACU:
post anasthesia care unit) memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus. Pertimbangan itu
diantaranya adalah letak incisi bedah, perubahan vaskuler dan pemajanan. Letak incisi bedah harus
selalu dipertimbangkan setiap kali pasien pasca operatif dipidahkan. Banyak luka ditutup dengan
tegangan yang cukup tinggi, dan setiap upaya dilakukan untuk mencegah regangan sutura lebih lanjut.
Selain itu pasien diposisikan sehingga ia tidak berbaring pada posisi yang menyumbat drain dan selang
drainase.
Hipotensi arteri yang serius dapat terjadi ketika pasien digerakkan dari satu posisi ke posisi lainnya.
Seperti posisi litotomi ke posisi horizontal atau dari posisi lateral ke posisi terlentang. Bahkan
memindahkan pasien yang telah dianastesi ke brankard dapat menimbulkan masalah gangguan vaskuler
juga. Untuk itu pasien harus dipindahkan secara perlahan dan cermat. Segera setelah pasien
dipindahkan ke barankard atau tempat tidur, gaun pasin yang basah (karena darah atau cairan lainnnya)
harus segera diganti dengan gaun yang kering untuk menghindari kontaminasi. Selama perjalanan
transportasi tersebut pasien diselimuti dan diberikan pengikatan diatas lutut dan siku serta side rail
harus dipasang untuk mencegah terjadi resiko injury.
Selain hal tersebut diatas untuk mempertahankan keamanan dan kenyamanan pasien. Selang dan
peralatan drainase harus ditangani dengan cermat agar dapat berfungsi dengan optimal
Proses transportasi ini merupakan tanggung jawab perawat sirkuler dan perawat anastesi dengan
koordinasi dari dokter anastesi yang bertanggung jawab.
PERAWATAN POST ANASTESI DI RUANG PEMULIHAN (RECOVERY ROOM)
Setelah selesai tindakan pembedahan, paseien harus dirawat sementara di ruang pulih sadar (recovery
room : RR) sampai kondisi pasien stabil, tidak mengalami komplikasi operasi dan memenuhi syarat
untuk dipindahkan ke ruang perawatan (bangsal perawatan).
Alat monitoring yang terdapat di ruang ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap kondisi
pasien. Jenis peralatan yang ada diantaranya adalah alat bantu pernafasan : oksigen, laringoskop, set
trakheostomi, peralatan bronkhial, kateter nasal, ventilator mekanik dan peralatan suction. Selain itu di
ruang ini juga harus terdapat alat yang digunakan untuk memantau status hemodinamika dan alat-alat
untuk mengatasi permasalahan hemodinamika, seperti : apparatus tekanan darah, peralatan parenteral,
plasma ekspander, set intravena, set pembuka jahitan, defibrilator, kateter vena, torniquet. Bahan-bahan
balutan bedah, narkotika dan medikasi kegawatdaruratan, set kateterisasi dan peralatan drainase.
Selain alat-alat tersebut diatas, pasien post operasi juga harus ditempatkan pada tempat tidur khusus
yang nyaman dan aman serta memudahkan akses bagi pasien, seperti : pemindahan darurat. Dan
dilengkapi dengan kelengkapan yang digunakan untuk mempermudah perawatan. Seperti tiang infus,
side rail, tempat tidur beroda, dan rak penyimpanan catatan medis dan perawatan. Pasien tetap berada
dalam PACU sampai pulih sepenuhnya dari pegaruh anastesi, yaitu tekanan darah stabil, fungsi
pernafasan adekuat, saturasi oksigen minimal 95% dan tingkat kesadaran yang baik. Kriteria penilaian
yang digunakan untuk menentukan kesiapan pasien untuk dikeluarkan dari PACU adalah :
v Fungsi pulmonal yang tidak terganggu
v Hasil oksimetri nadi menunjukkan saturasi oksigen yang adekuat
v Tanda-tanda vital stabil, termasuk tekanan darah
v Orientasi pasien terhadap tempat, waktu dan orang
v Haluaran urine tidak kurang dari 30 ml/jam
v Mual dan muntah dalam kontrol
v Nyeri minimal
TUJUAN PERAWATAN PASIEN DI PACU adalah :
1. Mempertahankan jalan nafas
Dengan mengatur posisi, memasang suction dan pemasangan mayo/gudel.
2.Mempertahankan ventilasi/oksigenasi
Ventilasi dan oksigenasi dapat dipertahankan dengan pemberian bantuan nafas melalui ventilaot
mekanik atau nasal kanul
3.Mempertahakan sirkulasi darah
Mempertahankan sirukais darah dapat dilakukan dengan pemberian caiaran plasma ekspander
4.Observasi keadaan umum, observasi vomitus dan drainase
Keadaan umum dari pasien harus diobservasi untuk mengetahui keadaan pasien, seperti kesadaran dan
sebagainya. Vomitus atau muntahan mungkin saja terjadi akibat penagaruh anastesi sehingga perlu
dipantau kondisi vomitusnya. Selain itu drainase sangat penting untuk dilakukan obeservasi terkait
dengan kondisi perdarahan yang dialami pasien.
5. Balance cairan
Harus diperhatikan untuk mengetahui input dan output caiaran klien. Cairan harus balance untuk
mencegah komplikasi lanjutan, seperti dehidrasi akibat perdarahan atau justru kelebihan cairan yang
justru menjadi beban bagi jantung dan juga mungkin terkait dengan fungsi eleminasi pasien.
6.Mempertahanakn kenyamanan dan mencegah resiko injury
Pasien post anastesi biasanya akan mengalami kecemasan, disorientasi dan beresiko besar untuk jatuh.
Tempatkan pasien pada tempat tidur yang nyaman dan pasang side railnya. Nyeri biasanya sangat
dirasakan pasien, diperlukan intervensi keperawatan yang tepat juga kolaborasi dengan medi terkait
dengan agen pemblok nyerinya.
TRANSPORTASI PASIEN KE RUANG RAWAT
Transportasi pasien bertujuan untuk mentransfer pasien menuju ruang rawat dengan mempertahankan
kondisi tetap stabil. Jika anda dapat tugas mentransfer pasien, pastikan score post anastesi 7 atau 8 yang
menunjukkan kondisi pasien sudah cukup stabil. Waspadai hal-hal berikut : henti nafas, vomitus,
aspirasi selama transportasi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada saat transportasi klien :
a. Perencanaan
Pemindahan klien merupakan prosedur yang dipersiapkan semuanya dari sumber daya manusia sampai
dengan peralatannya.
b. Sumber daya manusia (ketenagaan)
bukan sembarang orang yang bisa melakukan prosedur ini. Orang yang boleh melakukan proses
transfer pasien adalah orang yang bisa menangani keadaan kegawatdaruratan yang mungkin terjadi
sselama transportasi. Perhatikan juga perbandingan ukuran tubuh pasien dan perawat. Harus seimbang.
c. Eguipment (peralatan)
Peralatan yang dipersipkan untuk keadaan darurat, misal : tabung oksigen, sampai selimut tambahan
untuk mencegah hipotermi harus dipersiapkan dengan lengkap dan dalam kondisi siap pakai.
d. Prosedur
Untuk beberapa pasien setelah operasi harus ke bagian radiologi dulu dan sebagainya. Sehingga
hendaknya sekali jalan saja. Prosedur-prosedur pemindahan pasien dan posisioning pasien harus benar-
benar diperhatikan demi keamanan dan kenyamanan pasien.
e. Passage (jalur lintasan)
Hendaknya memilih jalan yang aman, nyaman dan yang paling singkat. Ekstra waspada terhadap
kejadian lift yang macet dan sebagainya.

PERAWATAN DI RUANG RAWAT


Ketika pasien sudah mencapai bangsal, maka hal yang harus kita lakukan, yaitu :
a. Monitor tanda-tanda vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi. Begitu
pasien tiba di bangsal langsung monitor kondisinya. Pemerikasaan ini merupakan pemmeriksaan
pertama yang dilakukan di bangsal setelah post operasi.
b. Manajemen Luka
Amati kondisi luka operasi dan jahitannya, pastikan luka tidak mengalami perdarahan abnormal.
Observasi discharge untuk mencegah komplikasi lebih lanjut. Manajemen luka meliputi perawatan luka
sampai dengan pengangkatan jahitan.
c.Mobilisasi dini
Mobilisasi dini yang dapat dilakukan meliputi ROM, nafas dalam dan juga batuk efektif yang penting
untuk mengaktifkan kembali fungsi neuromuskuler dan mengeluarkan sekret dan lendir.
d.Rehabilitasi
Rehabilitasi diperlukan oleh pasien untuk memulihkan kondisi pasien kembali. Rehabilitasi dapat
berupa berbagai macam latihan spesifik yang diperlukan untuk memaksimalkan kondisi pasien seperti
sedia kala.
e.Discharge Planning
Merencanakan kepulangan pasien dan memberikan informasi kepada klien dan keluarganya tentang
hal-hal yang perlu dihindari dan dilakukan sehubungan dengan kondis/penyakitnya post operasi.
Ada 2 macam discharge planning :
a. Untuk perawat : berisi point-point discahrge planing yang diberikan kepada klien (sebagai
dokumentasi)
b.Untuk pasien : dengan bahasa yang bisa dimengerti pasien dan lebih detail.

A. Pengkajian
Dasar data pengkajian pasien, mengacu kepada rencana khusus perawatan untuk data dan studi
diagnosa yang relevan .
Ø Sirkulasi : Riwayat masalah jantung, GJK, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer, atau statis
vaskuler.
Ø Integritas Ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, apati, Faktor-faktor stres multipel (finansial, hubungan, gaya hidup).
Tanda : Tidak dapat beristirahat, peningkatan ketegangan/ peka rangsang, Stimulasi simpatis
Ø Makanan/Cairan
Gejal :Insufisiensi pankreas/DM (predisposisi untuk hipoglikemia/ketoasidosis), Malnutrisi (termasuk
obesitas), Membran mukosa yang kering (Periode puasa praoperasi)
Ø Pernapasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
Ø Keamanan
Gejala : Alergi terhadap obat, makanan, plester, dan larutan.
Defesiensi imun, Munculnya kanker/terapi kanker terbaru, Riwayat keluarga tentang hipertensi
malignan/reaksi anastesi, Riwayat penyakit hepatik, Riwayat transfusi darah/reaksi transfusi.
Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan.
Ø Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala : Penggunaan antikoagulasi,steroid, antibiotik, antihipertensi, kardiotonik, glikosid,
antidistritmia, Bronkodilator, diuretik, dekongestan, analgesik, antiinflamasi, antikonvulsan, dan obat
yang dijual bebas, penggunaan alkohol.

B. Prioritas Keperawatan
1 Mengurangi ansietas dan trauma emosional
2 Menyediakan keamanan fisik
3 Mencegah komplikasi
4 Meredakan rasa sakit
5 Memberikan fasilitas untuk proses kesembuhan
6 Menyediakan informasi mengenai proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
C. Tujuan pemulangan
1 Pasien menghadapi situasi yang ada secara realistis
2 Cedera dicegah
3 Komplikasi dicegah
4 Rasa sakit dihilangkan/dikontrol
5 Luka sembuh/fungsi organ berkembang kearah normal
6 Proses penyakit/prosedur pembedahan, prognosis, dan regimen terapeutik dipahami.
D. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi terlampir.

Daftar Pustaka

Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, ed.8, Vo.2, EGC, Jakarta.

Doenges E. Marilynn,1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan


Pendokumentasian Perawatan Pasien, edt. Monica Ester, Yasmin Asih,- Ed.3.-EGC, Jakarta.

Rondhianto, Keperawatan Perioperatif, http//www.google.co.id, diambil tanggal 4 Maret 2008

PP HIPKABI, 2007, Buku Panduan Dasar-Dasar Keterampilan Bagi Perawat Kamar Bedah, HIPKABI
Press, Jakarta.
Diposkan oleh nining di 21:16 0 komentar
Minggu, 2008 Oktober 05
KESEIMBANGAN CAIRAN DAN ELEKTROLIT
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan dua parameter penting, yaitu volume cairan
ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas cairan ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan mengatur
keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi asupan dan kehilangan
abnormal dari air dan garam tersebut.
1. Pengaturan volume cairan ekstrasel.
Penurunan volume cairan ekstrasel menyebabkan penurunan tekanan darah arteri dengan
menurunkan volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume cairan ekstrasel dapat
menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri dengan memperbanyak volume plasma.
Pengontrolan volume cairan ekstrasel penting untuk pengaturan tekanan darah jangka panjang.
Mempertahankan keseimbangan asupan dan keluaran (intake dan output) air. Untuk
mempertahankan volume cairan tubuh kurang lebih tetap, maka harus ada keseimbangan antara
air yang ke luar dan yang masuk ke dalam tubuh. hal ini terjadi karena adanya pertukaran cairan
antar kompartmen dan antara tubuh dengan lingkungan luarnya. Water turnover dibagi dalam:
1. eksternal fluid exchange, pertukaran antara tubuh dengan lingkungan luar; dan 2. Internal
fluid exchange, pertukaran cairan antar pelbagai kompartmen, seperti proses filtrasi dan
reabsorpsi di kapiler ginjal.
Memeperhatikan keseimbangan garam. Seperti halnya keseimbangan air, keseimbangan garam
juga perlu dipertahankan sehingga asupan garam sama dengan keluarannya. Permasalahannya
adalah seseorang hampir tidak pernah memeprthatikan jumlah garam yang ia konsumsi
sehingga sesuai dengan kebutuhannya. Tetapi, seseorang mengkonsumsi garam sesuai dengan
seleranya dan cenderung lebih dari kebutuhan. Kelebihan garam yang dikonsumsi harus
diekskresikan dalam urine untuk mempertahankan keseimbangan garam.ginjal mengontrol
jumlah garam yang dieksresi dengan cara:
mengontrol jumlah garam (natrium) yang difiltrasi dengan pengaturan Laju Filtrasi Glomerulus
(LFG)/ Glomerulus Filtration Rate (GFR).
mengontrol jumlah yang direabsorbsi di tubulus ginjalJumlah Na+ yang direasorbsi juga
bergantung pada sistem yang berperan mengontrol tekanan darah. Sistem Renin-Angiotensin-
Aldosteron mengatur reabsorbsi Na+ dan retensi Na+ di tubulus distal dan collecting. Retensi
Na+ meningkatkan retensi air sehingga meningkatkan volume plasma dan menyebabkan
peningkatan tekanan darah arteri.Selain sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP) atau hormon atriopeptin menurunkan reabsorbsi natrium dan air.
Hormon ini disekresi leh sel atrium jantung jika mengalami distensi peningkatan volume
plasma. Penurunan reabsorbsi natrium dan air di tubulus ginjal meningkatkan eksresi urine
sehingga mengembalikan volume darah kembali normal.
2. Pengaturan Osmolaritas cairan ekstrasel.
Osmolaritas cairan adalah ukuran konsentrasi partikel solut (zat terlarut) dalam suatu larutan.
semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi solute atau semakin rendah konsentrasi
solutnya lebih rendah (konsentrasi air lebih tinggi) ke area yang konsentrasi solutnya lebih
tinggi (konsentrasi air lebih rendah).
Osmosis hanya terjadi jika terjadi perbedaan konsentrasi solut yang tidak dapat menmbus
membran plasma di intrasel dan ekstrasel. Ion natrium menrupakan solut yang banyak
ditemukan di cairan ekstrasel, dan ion utama yang berperan penting dalam menentukan aktivitas
osmotik cairan ekstrasel. sedangkan di dalam cairan intrasel, ion kalium bertanggung jawab
dalam menentukan aktivitas osmotik cairan intrasel. Distribusi yang tidak merata dari ion
natrium dan kalium ini menyebabkan perubahan kadar kedua ion ini bertanggung jawab dalam
menetukan aktivitas osmotik di kedua kompartmen ini.
pengaturan osmolaritas cairan ekstrasel oleh tubuh dilakukan dilakukan melalui:
Perubahan osmolaritas di nefron
Di sepanjang tubulus yang membentuk nefron ginjal, terjadi perubahan osmolaritas yang pada
akhirnya akan membentuk urine yang sesuai dengan keadaan cairan tubuh secara keseluruhan di
dukstus koligen. Glomerulus menghasilkan cairan yang isosmotik di tubulus proksimal (300
mOsm). Dinding tubulus ansa Henle pars decending sangat permeable terhadap air, sehingga di
bagian ini terjadi reabsorbsi cairan ke kapiler peritubular atau vasa recta. Hal ini menyebabkan
cairan di dalam lumen tubulus menjadi hiperosmotik.
Dinding tubulus ansa henle pars acenden tidak permeable terhadap air dan secara aktif
memindahkan NaCl keluar tubulus. Hal ini menyebabkan reabsobsi garam tanpa osmosis air.
Sehingga cairan yang sampai ke tubulus distal dan duktus koligen menjadi hipoosmotik.
Permeabilitas dinding tubulus distal dan duktus koligen bervariasi bergantung pada ada
tidaknya vasopresin (ADH). Sehingga urine yang dibentuk di duktus koligen dan akhirnya di
keluarkan ke pelvis ginjal dan ureter juga bergantung pada ada tidaknya vasopresis (ADH).
Mekanisme haus dan peranan vasopresin (antidiuretic hormone/ADH)
peningkatan osmolaritas cairan ekstrasel (>280 mOsm) akan merangsang osmoreseptor di
hypotalamus. Rangsangan ini akan dihantarkan ke neuron hypotalamus yang mensintesis vasopresin.
Vasopresin akan dilepaskan oleh hipofisis posterior ke dalam darah dan akan berikatan dengan
reseptornya di duktus koligen. ikatan vasopresin dengan reseptornya di duktus koligen memicu
terbentuknya aquaporin, yaitu kanal air di membrane bagian apeks duktus koligen. Pembentukkan
aquaporin ini memungkinkan terjadinya reabsorbsi cairan ke vasa recta. Hal ini menyebabkan urine
yang terbentuk di duktus koligen menjadi sedikit dan hiperosmotik atau pekat, sehingga cairan di
dalam tubuh tetap dipertahankan.
selain itu, rangsangan pada osmoreseptor di hypotalamus akibat peningkatan osmolaritas cairan
ekstrasel juga akan dihantarkan ke pusat haus di hypotalamus sehingga terbentuk perilaku untuk
membatasi haus, dan cairan di dalam tubuh kembali normal.
Pengaturan Neuroendokrin dalam Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Sebagai kesimpulan, pengaturan keseimbangan keseimbangan cairan dan elektrolit diperankan oleh
system saraf dan sistem endokrin. Sistem saraf mendapat informasi adanya perubahan keseimbangan
cairan dan elektrolit melalui baroreseptor di arkus aorta dan sinus karotikus, osmoreseptor di
hypotalamus, dan volume reseptor atau reseptor regang di atrium. Sedangkan dalam sistem endokrin,
hormon-hormon yang berperan saat tubuh mengalami kekurangan cairan adalah Angiotensin II,
Aldosteron, dan Vasopresin/ADH dengan meningkatkan reabsorbsi natrium dan air. Sementara, jika
terjadi peningkatan volume cairan tubuh, maka hormone atriopeptin (ANP) akan meningkatkan eksresi
volume natrium dan air.
perubahan volume dan osmolaritas cairan dapat terjadi pada beberapa keadaan.Faktor lain yang
mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit di antaranya ialah umur, suhu lingkungan, diet,
stres, dan penyakit.

You might also like