You are on page 1of 11

MAKALAH

COGNITIVE BEHAVIORAL THERAPY

STASE ILMU KESEHATAN JIWA

Disusun oleh:

NAMA : Gerry
NIM : I11106023

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2010

1
2
Cognitive Behavioral Theraphy

Sejarah Terapi Kognitif-Behavioral (TKB) dapat dilacak dari awal para perintis
psikologi, kecuali untuk konseling kognitif.  Apa yang dipraktikkan sekarang ini
sesungguhnya telah dikembangkan sejak tahun 50-an dan 60-an. Memasuki tahun 70-an, para
pemikir dan praktisi aliran kognitif dan perilaku (behavioral) berusaha menggabungkan
kedua pendekatan tersebut sehingga menghasilkan Konseling Kognitif-Behavioral. Sejak
tahun 80-an hingga sekarang ini, Konseling Kognitif-Behavioral telah berkembang dan
memiliki daya tarik tersendiri karena telah terbukti efektivitasnya dan mampu memberikan
pelayanan dalam waktu yang lebih singkat, dibandingkan dengan psikoanalisis atau
psikoterapi tradisional lainnya
Terapi kognisi-perilaku (CBT) merupakan suatu proses mengajar, melatih dan
menguatkan perilaku positif. Terapi ini memebantu seorang individu untuk mengidentifikasi
pola kognitif atau pikiran dan emosi yang berhubungan dengan perilaku. Terapi ini
merupakan gabungan antara terapi kognitif dengan terapi perilaku. Terapi ini menganggap
kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran atau keyakinan yang salah (kognisi) yang
menyebabkan perilaku yang tidak produktif. Kondisi-kondisi psikiatrik tampaknya membaik
apabila cara berpikir pasien menjadi lebih akurat dan jika perilaku individu lebih tepat. Oleh
karena itu, terapis bekerjasama dengan pasien mengidentifikasi dan mengoreksi salah
persepsi dan perilaku yang salah. Terapi ini sangat berdasar pada realitas dan menekankan
“hal yang terjadi di sini dan saat ini” (apa yang dipikirkan pasien saat ini; bagaimana perilaku
pasien saat ini). Pasien diberi semangat . Terapi kognitif-perilaku telah digunakan dan paling
sukses dalam menatalaksana depresi ringan hingga sedang, gangguan panik, gangguan
obsesif-kompulsif dan gangguan makan, tetapi nampaknya dapat digunakan secara luas lagi.

Terapi perilaku-kogitif merupakan suatu gabungan antara terapi perilaku dengan


terapi kognitif. Terapi ini menganggap kesulitan-kesulitan emosional berasal dari pikiran
atau keyakinan yang salah (kognisi yang menyebabkan) perilaku yang tidak produktif.
Kondisi-kondisi psikiatrik tampaknya membaik apabila cara berpikir pasien menjadi lebih
akurat dan jika perilaku individulebih tepat. Oleh kaena itu, terapis bekerja sama dengan
pasien mengidentifikasi dan mengoreksi salah persepsi (satu persatu)dan perilaku yang salah.
Terapis ini sangat berdasar pada realitas dan menekankan “hal yang terjadi di sini dan saat
ini” (apa yang dipikirkan saat ini;bagaimana perilaku pasien saat ini). Pasien disemangati
untuk memikirkan hal yang dia pikirkan. Terapi kognitif-perilaku telah digunakan dan paling

3
sukses dalm menatalaksana depresi ringan hingga sedang, gangguan panik, gangguan obsesif-
konfulsif dan gangguan makan,tetapi tampaknya dapat digunakan secara lebih luas lagi

Adapun asumsi yang mendasari modifikasi perilaku kognitif adalah:


1. Kognisi yang tidak adaptif mengarah pada pembentukan tingkah laku yang tidak adaptif
pula
2. Peningkatan diri yang adaptif dapat ditempuh melalui peningkatan pemikiran yang positif
2. Klien dapat mempelajari peningkatan pemikiran mengenai sikap, pikiran, dan tingkah laku.
Jadi, dari penjelasan di atas, secara singkat modifikasi perilaku-kognitif dapat
diartikan sebagai suatu teknik yang secara simultan berusaha memperkuat timbulnya
perilaku adaptif dan memperlemah timbulnya perilaku yang tidak adaptif melalui
pemahaman proses internal yaitu aspek kognisi tentang pikiran yang kurang rasional
dan upaya pelatihan ketrampilan koping yang sesuai.

I. Prinsip-prinsip Terapi Perilaku- Kognitif


Sebelum proses terapi dimulai, terapis perlu terlebih dahulu menjelaskan susunan
terapi kepada subjek, yang meliputi penjelasan tentang sudut pandang teori modifikasi
perilaku dan teori terapi kognitif terhadap perilaku yang tidak adaptif, prinsip yang melandasi
prosedur modifikasi perilaku kognitif, dan tentang langkah-langkah di dalam terapi.
Penjelasan ini penting perannya untuk meningkatkan motivasi individu dan menjalin
kerjasama yang baik. Perlu pula dijelaskan bahwa fungsi terapis hanyalah sebagai fasilitator
timbulnya perilaku yang dikehendaki, dan individu yang berperan aktif dalam proses terapi
(Ivey, 1993). Oleh karena itu individu harus benar-benar terampil menggunakan prinsip-
prinsip terapi kognitif dan modifikasi perilaku dengan masalah yang dialaminya, dan peran
terapis penting dalam mengajak individu memahami perasaannya dan teknik terapi yang
efektif untuk terjadinya perubahan perilaku yang dikehendaki.
Terkait dengan perlunya pemahaman tentang prinsip-prinsip modifikasi perilaku-
kognitif, Meichenbaum (dalam Ivey, 1993) mengemukakan 10 hal yang harus diperhatikan
seorang terapis dalam penggunaan modifikasi perilaku-kognitif, yaitu:
1. Terapis perlu memahami bahwa perilaku klien ditentukan oleh pikiran, perasaan, proses
fisiologis,dan akibat yang dialaminya. Terapis dapat memasuki sistem interaksi dengan
memfokuskan pada pikiran, perasaan, proses fisiologis, dan perilaku yang dihasilkan
klien.

4
2. Proses kognitif sebenarnya tidak menyebabkan kesulitan emosional, namun yang
menyebabkan kesulitan emosional adalah karena proses kognitif itu sendiri merupakan
proses interaksi yang kompleks. Bagian penting dari proses kognisi adalah meta-kognisi
yaitu klien berusaha untuk memberi komentar secara internal pada pola pemikiran dan
perilakunya saat itu. Struktur kognisi yang dibuat individu untuk mengorganisasi
pengalaman adalah personal schema. Terapis perlu memahami personal schema yang
digunakan oleh klien untuk lebih mamahami masalah yang dialami klien. Perubahan
personal schema yang tidak efektif adalah bagian yang penting dari terapi.

3. Tugas penting dari seorang terapis adalah menolong klien untuk memahami cara klien
membentuk dan menafsirkan realitas.
4. Modifikasi perilaku-kognitif memahami persoalan dengan pendekatan psikoterapi yang
diambil dari sisi rasional atau objektif.
5. Modifikasi perilaku-kognitif ditekankan pada penjabaran serta penemuan proses
pemahaman pengalaman klien.
6. Dimensi yang cukup penting adalah untuk mencegah kekambuhan kembali.
7. Modifikasi perilaku-kognitif melihat bahwa hubungan baik yang dibangun antara klien dan
terapis merupakan sesuatu yang penting dalam proses perubahan klien.
8. Emosi memainkan peran yang penting dalam terapi, untuk itu klien perlu dibawa ke dalam
suasana terapi yang mengungkap pengalaman emosi.
9. Terapis perlu menjalin kerjasama dengan pihak keluarga ataupun pasangan klien.
10. Modifikasi perilaku-kognitif dapat diperluas sebagai proses pencegahan timbulnya
perilaku maladaptif.

III. Terapi Perilaku


Berdasakan pada teori belajar, yang mendalilkan bahwa problem-problem perilaku
(yaitu hampir semua manifestasi kondisi psikiatrik ) merupakan sesuatu yang di dapat secara
involunter,akibat pembelajaran yang tidak tepat. Terapi berkonsentrasi pada perubahan
perilaku (modifikasi perilaku) lebih daripaa mengubah pola pikir nirsadar/sadar,da untuk
mencapainya terapi bersifat directive (yaitu pasien menerima banyak instruksi dan
pengarahan). Beberapa tenik yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Operant conditioning
Teknik terapi ini berdasarkan evaluasi dan modifikasi hal-hal terlebih dahulu dan
konsekuensi terhadap perilaku pasien dengan teliti.perilau yang diharapkan didukung

5
dengan penguatan positif dan dilarang dengan penguatan negative. Cara baru untuk
merespon pasien ini dapat diajarkan pada orang-orang yang tingal bersamanaya.
b. Terapi aversi
Pasien diberikan stimulus yang tidak menyenangkan (missal syok elektrik,suara
keras) pada saat perilakunay yang tidak dikehandaki muncul. Beberapa cara ini secara
hukum dilarang. Suatu teknik pengganti, yaitu sensitisasi tertutup lebig bisa diterima,
karena menggunakan pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan sebagai stimulus yang
aversif.
c. Terapi implosife
Pasien dengan ansietas atau yang disebabkan situasi, secara langsung dipajankan
terhadap situasi tersebut untuk jangka waktu tertentu (flooding) atau dipajankan di dalam
imajinasi (implosion).
,

d. Dasensitisasi sistematik
Pasien dengan ansietas dan fobia dipajankan pada suatu hierarki yang bertahap
terhadap situasi atau obyek yang menakutkan, dimulai dari yang paling tidak menakutkannya.
Pasien akhirnya belajar untuk mengatasi objek atau siituasi yang lebih menakutkannya. Bila
hal ini dibarengi dengan relaksasi (suatu pola respon antagnistik :relaksasi tidak cocok
dengan ansietas),tekniknya disebut inhibisi resiprokal.
Terapi perilaku menandalkan pengukuran perilaku sacara teliti. Suatu teknik akan
dianggap berguna apabila berhasil, dan keberhasilannya ditentukan oleh kemampuannya
menghilangkan perilaku yang tidak dikehandaki dan bisa diukur dan meningkatnya perilaku
yang dikehendaki.

IV. Terapi Kognitif


Terapi kognitif berfokus pada masalah, orientasi pada tujuan, kondisi dan waktu saat
itu. Terapi ini memandang individu sebagai pembuat keputusan. Terapi kognitif telah
menunjukkan kefektifan penanganan dalam masalah klinik misalnya cemas, schizophrenic,
substance abuse, gangguan kepribadian, gangguan mood. Dalam prakteknya, terapi ini dapat
diaplikasikan dalam pendidikan,tempat kerja dan seting lainnya (Wulandari LH,2004).

Secara umum, tujuan dari terapi kognitif adalah :


6
1. Meningkatkan aktivitas
2. Menurunkan perilaku yang tidak diinginkan
3. Meningkatkan kepuasan
4. Meningkatkan kemampuan social

Ahli terapi kognitif percaya bahwa respon maladaptive berasal dari distorsi kognitif, yang
berasal dari kesalahan logika, kesalahan mencari alasan atau pandangan individu yang tidak
menggambarkan realitas. Macam – macam distorsi kognitif antara lain :

1. Pikiran “ segalanya atau tidak sama sekali “ : anda melihat segala sesuatu dengan
kategori hitam putih. Jika prestasi anda kurang dari sempurna maka anda memandang
diri anda sebagai orang yang gagal total
2. Over generalisasi : anda memandang suatu peristiwa yang negative sebagai sebuah
pola kekalahan tanpa akhir
3. Filter mental : anda menemukan sebuah hal kecil yang negative dan terus
memikirkannya sehingga pandangan anda tentang realita menjadi gelap, seperti
tetesan tinta yang mengeruhkan seluruh air dalam gelas.
4. Mendiskualifikasi yang positif : anda menolak pengalaman pengalaman positif dengan
bersikeras bahwa semua itu bukan apa – apa dengan cara ini anda dapat
mempertahankan suatu keyakinan negative yang bertentangan dengan pengalaman –
pengalaman anda sehari – hari
5. Loncatan kesimpulan – kesimpulan, anda membuat sebuah penafsiran negative
walaupun tidak ada fakta yang jelas mendukung kesimpulan anda :
6. Membaca pikiran : dengan sewenang – wenang anda menyimpulkan bahwa seseorang
sedang berreaksi negative terhadap anda dan anda tidak mau bersusah payah
mengeceknya.
7. Kesalahan peramal : anda mengharapkan segala sesuatu akan berubah menjadi sangat
buruk dan anda merasa yakin bahwa ramalan anda tersebut sudah merupakan suatu
fakta yang pasti
8. Pembesaran (pembencanaan) atau pengecilan : anda melebih – lebihkan pentingnya
suatu hal (misalnya kesalahan anda atau kesuksesan orang lain atau dengan tidak tepat
mengerutkan segala sesuatu sehingga menjadi sangat kecil (sifat anda yang baik atau
cacad orang lain) ini disebut permainan teropong.

7
9. Penalaran emosional : anda menganggap bahwa emosi – emosi anda yang negative
mencerminkan bagaimana sebenarnya realita : “ saya merasa begitu, maka pastilah
saya begitu.”
10. Pernyataan harus : anda mencoba menggerakkan diri anda sendiri dengan harus serta
seharusnya tidak seolah – olah anda harus dicambuk dan dihukum sebelum dapat
diharapkan melakukan apapun. Perkataan “ mestinya “ juga merupakan penyerang
diri anda, konsekuensi emosionalnya adalah rasa bersalah. Bila anda mengarahkan
pernyataan “ harus “ tersebut kepada orang lain, maka anda akan merasakan amarah,
frustasi dan kejengkelan.
11. Memberi cap dan salah memberi cap : suatu bentuk ekstrim dari overgeneralisasi
yang anda lakukan bukannya menguraikan kesalahan anda tetapi malah memberikan
sebuah cap negative pada diri anda sendiri “ saya memang seorang yang sial “ jika
perilaku orang lain menyinggung perasaan anda, maka anda menempelkan seluruh
cap negative kepadanya “ saya memang seorang yang bodoh”. Salah memberi cap
berarti menggambarkan suatu peristiwa dengan bahasa yang sangat dipengaruhi
emosi.
12. Personalisasi. Anda memandang diri anda sendiri sebagai penyebab dari suatu
peristiwa eksternal yang negative, yang dalam kenyataannya sebenarnya bukanlah
anda yang pertama – tama harus bertanggungjawab terhadap hal tersebut.

Strategi penanganan perilaku kognitif

1. Menurunkan cemas
2. Tehnik relaksasi
3. Biofeedback, menggunakan alat untuk menurunkan cemas dan memodifikasi respon
perilaku.
4. Systematic desenzatization. Dirancang untuk menurunkanperilaku yang berhubungan
dengan stimulus spesifik misalnya karena ketinggian atau perjalanan melalui pesawat.
Tehnik ini meliputi relaksasi otot dengan membayangkan situasi yang menyebabkan
cemas.
5. Flooding. Klien segera diekspose pada stimuli yang paling memicu cemas (tidak
dilakukan secara berangsur – angsur) dengan menggunakan bayangan/imajinasi
6. Pencegahan respon . Klien, klien didukung untuk menghadapi situasi tanpa
melakukan respon yang biasanya dilakukan (Wulandari LH,2004)..

8
Restrukturisasi kognitif

1. Memonitor pikiran dan perasaan (menggunakan format tertentu /daily record of


dysfunction thoughts form) : pertanyaannya adalah fakta dan interpretasi fakta
tersebut.
2. Memeriksa alternative, alternative dieksplorasi berdasarkan kekuatan dan sumber
koping pasien.
3. Decatastrophizing. Disebut juga teknik “ bagaimana jika” akan menolong pasien
untuk mengevaluasi situasi yang ada. Pertanyaan perawat biasanya “ apa hal yang
akan terburuk yang akan terjadi?” bagaimana orang lain mengatasi situasi seperti
itu?”
4. Reframing . adalah strategi yang memodifikasi atau merubah persepsi pasien dari
situasi atau perilaku yang ada dengan melihat dari perspektif yang berbeda.
5. Berhenti berfikir. Teknik ini sangat baik digunakan pada saat disfungsi pemikiran
mulai muncul. Pertama kali saat pasien mengidentifikasi pikiran tentang masalah dan
membicarakan masalah (melalui imajinasi) perawatan akan berkata STOP setelah itu
klien perlu melatih hal ini sendiri.

Mempelajari perilaku baru

1. Modelling. Klien memeriksa model perilaku yang dapat ditiru


2. Shaping. Membentuk perilaku dengan cara melihat, menunggu dan memberikan
reinforcement pada klien apabila melakukan perilaku yang diinginkan.
3. Token economy merupakan suatu bentuk reinforcement positif dengan memberikan
hadiah misalnya waktu bebas, boleh keluar unit perawatan, permainan atau permen
terhadap klien yang melakukan perilaku yang diharapkan.
4. Latihan kemampuan social. Teknik ini berdasarkan pada kepercayaan bahwa
kemampuan dapat dipelajari dan dapat diajarkan, prinsip latihan ini adalah :

 Petunjuk (gambaran tingkah laku baru yang akan dipelajari)


 Demonstrasi (memberikan contoh)
 Praktek

9
 Umpan Balik, Setelah klien mampu melakukan perilaku baru kemudian perilaku
tersebut ditransfer pada lingkungan sebenarnya.

1. Latihan kemampuan social meliputi : menanyakan pertanyaan, memberikan salam,


berbicara dengan suara jelas, menghindari kiritik diri atau orang lain
2. Aversion therapy : therapy ini menolong menurunkan perilaku yang tidak diinginkan
tapi terus dilakukan. Terapi ini memberikan stimulasi yang membuat cemas atau
penolakan pada saat tingkah laku maladaptive dilakukan klien.
3. Contingency therapy. Meliputi kontrak formal antara klien dan terapis tentang apa
definisi perilaku yang akan dirubah atau konsekuensi terhadap perilaku itu jika
dilakukan. Meliputi konsekuensi positif untuk perilaku yang diinginkan dan
konsekuensi negative untuk perilaku yang tidak diinginkan.

10
DAFTAR PUSTAKA

Tomb DA. Buku Saku Psikiatri Edisi 6. EGC:Jakarta.2004

Wulandari LH. Efektivitas Modifikasi Perilaku-Kognitif Untuk Mengurangi Kecemasan


Komunikasi Antar Pribadi.e-USU Repository: Universitas Sumatera Utara.2004

11

You might also like