Professional Documents
Culture Documents
Pendahuluan
Sedangkan tata kelola klinis yang baik (Good Clinical Governance) adalah
penerapan fungsi manajemen klinis yang meliputi kepemimpinan klinik, audit
klinis, data klinis, risiko klinis berbasis bukti, peningkatan kinerja,
pengelolaan keluhan, mekanisme monitor hasil pelayanan, pengembangan
profesional, dan akreditasi rumah sakit3 sebagaimana ilustrasi pada Gambar 1
di bawah. Oleh karena itu keberadaan profesi medis di rumah sakit sangat
penting dan strategis dalam menentukan arah pengembangan dan kemajuan
suatu rumah sakit. Maka pengorganisasian dan pemberdayaan profesi medik
dalam atau wadah Komite Medik sangat penting untuk membangun dan
memajukan rumah sakit tersebut baik dari segi pelayanan, pendidikan
maupun penelitian.
Bila kita kaji akan inti tujuan dari Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit dan Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran – inti keduanya hampir mirip4,5, hanya ada penambahan
Disampaikan pada Seminar Clinical Previlige diselenggrakan oleh IMRS PERSI di Hotel Sultan
Jakarta, 4 Agustus 2010.
1
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 33 Ayat 1 dan 2
2
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 36
3
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Penjelasan Pasal 33
4
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3
5
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran Pasal 3
1
mengenai aksesibilitas 6 untuk mendapatkan pelayanan pada Undang Undang
RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
6
Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit Pasal 3 Ayat 1
2
Peran dan fungsi Komite Medik di rumah sakit adalah menegakkan etik dan
mutu profesi medik. 7, 8 Yang dimaksud dengan etik profesi medik disini
9
adalah mencakup Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) , Kode Etik
Penelitian Kedokteran Indonesia (untuk saat ini dapat diadopsi dan digunakan
Kode Etik Penelitian yang dipakai oleh institusi pendidikan) 10 dan untuk rumah
sakit pendidikan ditambah dengan Kode Etik Pendidikan Kedokteran
Indonesia (untuk sementara ini bagi profesi medik dapat mengacu kepada
KODEKI).
7
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 631/SK/Menkes/IV/2005 tentang Pedoman Peraturan
Internal Staf Medis (Medical Staff Bylaws) di rumah sakit.
8
Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Depkes RI Nomor HK 00.06.1.4.2895 tanggal
23 Mei 2007 tentang Fungsi, Tugas dan Wewenang Komite Medis di Rumah Sakit.
9
Undang Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 8 huruf f dan penjelasannya.
10
Komunikasi pribadi dengan Prof. DR. Dr. FA. Moeloek, Sp.OG (Ketua Konsil Kedokteran) Rabu 16 Mei
2007.
11
Joint Commission. The medical staff handbook – a guide to Joint Commission Standards. 2nd Ed.
JCAHO; 2004.
12
UK Department of Health. Literature review relating to credentialing in medical professions.
February 2010.
13
Kristeller AR. Medical staff: privileging and credentialing. N J Med.1995;92:26–28
14
American Medical Association. Physician privileges and credentials, In: CME resource guide.
Chicaho, IL;1993.
15
Shaw C. Standards in the NHS. J R Soc Med 2005;98:224-7
16
British Medical Association. Patient safety and clinical risks. December 2002
17
New South Wales Department of Health. The clinician’s toolkit for improve patient care. 1st Ed.
November 2001
18
British Medical Association. Appraisal: a guide for medical practitioners. November 2003
19
Lugon M. Appraisal, revalidation and fitness to practice. Clin Gov Bull 2004;5(4):1-12
20
O’Connor ME, Committittee on Hospital Care. AAP – Medical staff appointment and delineation of
pediatric privileges in hospitals. Pediatr 2002;110(2):414-8
21
American College of Emergency Physician (ACEP). Physician credentialing and delineation of clinical
privileges in emergency medicine. Ann Emerg Med 2006;48:511
22
Hoekstra J. Credentialing, competency and “see one, do one, teach one”. Ann Emerg Med 2004;43:
475-6.
3
Konsep Komite Medik tentang Kredensial
Gambar 2. Konsep dan Filosofi Komite Medik RS: Etika, Mutu dan Evidence-
based Medicine (EBM) 23
23
Firmanda D. Sistem Komite Medik RS Fatmawati, 20 Februari 2003.
4
Gambar 3. Kontruksi untuk rekrutmen dan proses kredensial dalam bentuk
kerangka portfolio ruang lingkup profesi medis tingkat RS, Instalasi dan
Profesi di RSUP Fatmawati. 23
5
Model Komite Medik tentang Kredensial untuk Clinical Governance
Rekrutmen dan proses kredensial tenaga medis merupakan input dari sumber
daya rumah sakit dalam rangka implementasi Clinical Governance yang telah
disusun kerangka konsep kerjanya sejak tahun 2001 oleh Komite Medik RSUP
Fatmawati Jakarta sebagaimana dalam Gambar 4 berikut.
Gambar 4. Model dan Kerangka Kerja Komite Medik RSUP Fatmawati Jakarta
– rekrutmen dan proses kredensial termasuk dalam structure kotak nomor 2-
7. 23
6
Proses Kredensial
Kredensial adalah salah satu proses dalam rangkaian rekrutmen tenaga medis
di rumah sakit sesuai kebutuhan (needs) tenaga profesi medis tersebut.
Kebutuhan (needs) dan kriteria akan tenaga medis di setiap Staf Medis
Fungsional (SMF) disesuaikan dengan hasil analisis dan rencana kebutuhan
dari SMF terkait serta dilakukan setiap tahun (sebagaimana contohnya dapat
dilihat dalam Gambar 3).
Gambar 3. Contoh analisis dan kriteria kebutuhan tenaga medis di salah satu
SMF di RSUP Fatmawati untuk tahun 2006 sampai dengan tahun 2018.
7
Sedangkan alur rekrutmen dan prosedurnya sebagaimana contoh dalam
Gambar 4 dan 5 berikut.
23
Gambar 4. Mekanisme alur rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati.
8
23
Gambar 5. Prosedur rekrutmen tenaga medis di RSUP Fatmawati.
9
Proses Kredensial di tingkat Komite Medik RSUP Fatmawati terdiri dari 2
tahap yakni :
1. Tahap pertama terdiri dari 2 ujian:
a. Tes Psikometrik MMPI-2
b. Tes Kepribadian
2. Tahap Kedua : Penilaian kompetensi profesi dan etika profesi
kedokteran.
Hasil dari kedua tahap tersebut berupa Berita Acara dan Rekomendasi yang
bersifat rahasia kepada Direktur Utama sebagai bahan pertimbangan
penerimaan atau penolakan tenaga medis tersebut Gambar 6 dan 7.
10
Gambar 7. Rekomendasi hasil penilaian kredensial tenaga medis. 23
11
Surat rekomendasi tersebut sebagai bahan pertimbangan Direkur Utama
untuk menolak atau menerima tenaga medis. Bila tenaga medis tersebut
diterima maka Direktur Utama akan menetapkan Clinical Appointment yang
bersangkutan di SMF tertentu dalam bentuk Surat Penugasan.
Pada tingkat SMF terkait dalam Sistem SMFnya yang meliputi dimensi fungsi
keprofesian dengan ruang lingkup pelayanan, pendidikan dan penelitian akan
menerbitkan Surat Penugasan di tingkat Divisi dalam SMF (sebagaimana
contoh dalam Gambar 8 dan 9).
12
Gambar 9. Contoh uraian tugas dalam portfolio dokter di salah satu SMF.
Terima kasih
Jakarta 28 Juli 2010
Dody Firmanda.
13