Professional Documents
Culture Documents
http://warsa.wordpress.com
KEHIDUPAN orang kampung, jika dicermati lebih dalam dan nampak wajar, akan
terlihat sebuah sikap, erotesis kerap mewarnai kehidupan mereka. Saya
tekankan secara gamblang, erotesis sama sekali tidak ada hubungannya dengan
Mak Erot, ya... kadang ketika seseorang mengaku berasal dari Sukabumi apalagi
dari pelabuhan Ratu akan diberondong dengan satu pertanyaan.." Kenal dengan
Mak Erot?" Weleh..weleh... rupanya hanya Mak Erot yang tersohor bisa
membesarkan " Mohon Maaf, demi alasan sopan santun tidak saya tulis" saja
dikenal oleh orang-orang, bukan hanya di Indonesia saja, suatu waktu saya
ketika berada di Malaysia tanpa sengaja membeli Media Ternama, News Strait
Times, ya di sana terpampang sebuah iklan, di dalamnya Mak Erot terlihat wajar
mengenakan kerudung a la orang kampung.
Mari kita dalami kehidupan orang-orang kampung, erotesis yang wajar dalam
kehidupan mereka adalah pertanyaan-pertanyaan retoris , pertanyaan dengan
penekanan wajar dan sama sekali tidak membutuhkan sebuah jawaban, hanya
pemahaman.
Pada suatu ketika saya mengobrol dengan salah seorang tetangga. Biasa,
permasalahan yang sedang dihadapi anaknya. Sudah empat bulan belum
melunasi uang iuran bulanan. Mana- dalam pandangan orang kampung tentu
saja- iuran sekolah di era reformasi ini mahalnya bukan alang kepalang. Konon,
untuk masuk ke Sekolah Lanjutan Pertama saja orangtua harus mengeruk
celengannya, atau ada juga yang pinjam sana pinjam sini. Hhhh... itula sekolah
di zaman ini, saudara! Ngobrol panjang pun diakhiri dengan sebuah erotesis
yang keluar dari nurani si tetangga, " Katanya Sekolah Gratis?"
Mohon maaf, dalam tulisan ini saya sering menggunakan istilah orang kampung,
maaf, bukan mau berlitotes ria kecuali ini dilatarbelakangi oleh sebuah
kenyataan, saya memang tinggal di kampung, tidak lebih dari itu.
Dan, saya pun begitu yakin, dalam kehidupan saudara kerap kali terjadi adegan-
adegan erotesis ini. Tukang becak misalkan pernah bertanya, " Kenapa ya..
kehidupan sekarang ini semakin tidak wajar saja!?" bahkan, seorang pelacur
pun sering mengungkapkan perasaan erotesis: " Apakah kalian menganggap
saya sebagai manusia tidak bermoral, sampah masyarakat?"
Pada akhirnya, saya akan mengakhiri tulisan ini dengan sebuah erotesis, "
Apakah bisa dinamai sebuah kesejahteraan ketika kita sedang asyik menyantap
makanan mewah dan renyah pada suatu malam, sementara di emper swalayan
sana ada seorang anak kecil sedang menahan lapar dan dingin karena harus
tidur di atas hamparan kertas koran?!"