You are on page 1of 2

JADIKANLAH RAMADHAN BULAN PENINGKATAN KECERDASAN SPIRITUAL

Oleh : H. Mas’oed Abidin

Firman Allah : “ Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih
bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi Ulil Albab. (Yaitu) orang-
orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan
berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya
berkata), “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau ciptakan ini dengan sia-sia. Maha suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Q.S. Ali Imran: 190-191).
Menyikapi berbagai macam perkembangan di zaman modern yang global ini,
makin bermunculan berbagai corak rintangan dan tantangan. Kadangkala dapat
menjadi penghalang kehidupan insan muslim untuk mengapai cita-cita mulia,
Hasanah fiddunya wal akhirah. Bagi setiap peribadi muslim yang bertauhid tentu
akan berkata bahwa, hanya dengan mengamalkan ajaran Islam secara sempurna
dia akan mampu menggapai masa depan yang hasanah itu.
Berbagai rintangan dan cobaan yang menghadang akan dijadikan sebagai
ujian. Kehidupan amat menuntut adanya kesabaran. Kesabaran terlihat jelas pada
semua yang ia lakukan dilakukannya semata bernilai ibadah di sisi Allah.
Tantangan hidup seperti kesulitan ekonomi, rendahnya tingkat pendidikan, kultur
masyarakat yang sudah mulai mengalami degradasi moral, dan tantangan hidup
lainnya, semestinya dihadapi dengan kekuatan tauhid sebagai basis dari
“ kecerdasan spritual ” seseorang.
Pada prinsipnya siapapun yang ingin meraih sukses harus memiliki
kecerdasan spritual, yang akan berkembang dengan melaksanakan beberapa
formula yang strategis. Di antara yang paling utama adalah menjauhi
penyembahan kepada selain Allah (Thaghut). Thaghut adalah kontra tauhid.
Mestinya dijauhi oleh semua peribadi muslim. Apabila thaghut sempat tertanam
pada diri seseorang, maka keperibadiannya akan terpecah. Sesekali dia lari kepada
ketuhanan, di lain kali dia berpindah kepada kesetanan. Sesekali dia bertauhid, di
lain kali dia menjadi musyrik dengan memakai kekuatan mistik. Ini pertanda nyata
dari telah pecahnya keperibadian seseorang itu.
Tantangan hidup harus dihadapi dengan meningkatkan pengetahuan. Tentu
saja tidak memisahkan antara ilmu agama dan ilmu umum. Sebenarnya ilmu abadi
itu adalah ilmu yang diwahyukan yang diambil dari Alquran dan Sunnah.
Penerapannya ada pada ilmu yang diperoleh dari hasil karya dan pengalaman
manusia. Ilmu memegang peran yang cukup menentukan bagi siapapun yang ingin
meraih kebahagiaan. Pesan Rasulullah sangatlah jelas, « menuntut ilmu itu menjadi
kefadhuan bagi setiap muslim lelaki dan perempuan ». Demikian pengungkapan al
Hadist.
Tugas umat Islam sekarang semestinya berupaya menerjemahkan apa tujuan
dari ilmu pengetahuan, terutama pada generasi mendatang. Ilmu pengetahuan
adalah potensi besar yang mesti dipunyai setiap generasi. Alquran memulai
ayatnya dengan iqra’ (membaca). Menyimpan di dalamnya kemuliaan Allah, yang
mengajarkan kepada manusia apa yang mereka belum ketahui (‘allama l-Insaan
maa lam ya’lamu). Ilmu mempunyai andil yang sangat besar dalam menentukan
tingkat kecerdasan spritual, untuk melaksanakan Ittiba’ ahsanah atau mengikuti
kebaikan.
Ittiba’ (mengikuti) bukanlah tindakan taqlid (menurut) secara membabi buta).
Setiap muslim hendaknya merespon seruan-seruan yang mengajak kepada
kebaikan secara bersungguh-sungguh. Selalu pro-aktif untuk mencegah
kemungkaran. Kebiasaan-kebiasaan positif ini apabila benar-benar dilakukan akan
menumbuh-kembangkan benih benih kecerdasan spritual pada diri seseorang.
Kurang merespon atau tidak acuh terhadap Ittiba’ ahsanah akan membunuh benih-
benih kecerdasan spritualnya.
Apabila ittiba’ ahsanah tidak dilakukan, maka kehidupan manusia akan
menjadi “Syarrud Dawwah”. Tingkat kecerdasan spritualnya menjadi rendah.
Kejadian ironis akan terjadi. Sebagian ummat muslim akan dengan sengaja
membutakan mata dan memekakkan telinga melihat berbagai macam kezaliman
berlaku di kelelingnya. Lebih fatal bila ada dalih dan alasan yang dibuat buat. Demi
berbagai kepentingan sanggup menggadaikan kebenaran untuk menikmati
kesenangan sesaat. Di kala itu, mau tidak mau, manusia akan menjadi pembunuh
kecerdasan spritualnya sendiri. Meluncurlah ia menjadi manusia jahiliah di zaman
modern.
Manusia belum akan cukup mampu untuk menjawab dan memecahkan
problematika kehidupan, manakala tidak memiliki niat yang tulus, sikap istiqamah,
dan kesungguhan dalam mencari redha Allah. Ibadah puasa Ramadhan, hakikinya
melatih diri untuk mempunyai sikap sikap mulia. Puasa Ramadhan hakikinya
memantapkan jihadunnafsi. Kesungguhan mengendalikan diri untuk selalu berada
di dalam redha Allah semata. Insya Allah, dengan puasa yang dilengkapi dengan
ibadah-ibadah mahdhah maupun ibadah sunnah dan mu’amalah di dalam bulan
Ramadhan yang kita lalui saat ini, semua yang kita idamkan, yaitu mencapai
kecerdasan spritual guna meraih hasanah fid dunya dan hasanah fil-akhirah niscaya
akan kita dapatkan.
Wallahu a’lamu bis-shawaab.

You might also like