You are on page 1of 6

Panduan
Praktis
Berbahasa
 1


Unsur Kata Serapan

Perhatikan artikel tentang ‘Kata Serapan’ di bawah ini, yang


http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/08/update‐unsur‐unsur‐
kata‐serapan‐dalam.html
1
saya salin dari laman Polisi EYD. Karena saya merasa ini amat
bermanfaat bagi saya pribadi; makanya saya salin sebagai bahan
belajar bahasa Indonesia. Saya hanya ingin melengkapi pelajaran
bahasa Indonesia saya sebelumnya tentang ‘Kata Serapan’ pada
kategori pilihan ‘Panduan Praktis Berbahasa’; Belajar Mengenal
Kata Serapan dalam bahasa Indonesia, Update Kata Serapan;
Korban atau Kurban yang benar?, Kata Serapan; Otonomi,
Otoriter, dan Rekonsiliasi, Lagi-lagi Update Kata Serapan;
Debirokratisasi dan Deregulasi’, Kata Serapan dari bahasa Asing;
Real Estate atau Real Estat?.

Datum, 26-10-2005
Judul: Unsur Serapan
Oleh: Polisi EYD

Unsur serapan dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua


golongan besar. Pertama, unsur yang belum sepenuhnya terserap
ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dan
long march. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa
Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.

Kedua, unsur asing yang pengucapan dan penulisannya


disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia dan diubah
seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat
dibandingkan dengan bentuk asalnya.
Panduan
Praktis
Berbahasa
 3


Di samping itu, akhiran yang berasal dari bahasa asing diserap


sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi,
implementasi, dan objektif diserap secara utuh di samping kata
standar, implemen, dan objek.

Pedoman EYD mengatur kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur-


unsur serapan. Beberapa kaidah yang berlaku misalnya c di muka
a, u, o, dan konsonan menjadi k (cubic menjadi kubik,
construction menjadi konstruksi), q menjadi k (aquarium menjadi
akuarium, frequency menjadi frekuensi), f tetap f (fanatic menjadi
fanatik, factor menjadi faktor), ph menjadi f (phase menjadi fase,
physiology menjadi fisiologi).

Akhiran-akhiran asing pun dapat diserap dan disesuaikan dengan


kaidah bahasa Indonesia. Misalnya akhiran -age menjadi -ase, -ist
menjadi -is, -ive menjadi -if.

Akan tetapi, dengan berbagai kaidah unsur serapan tersebut,


kesalahan penyerapan masih sering kali dilakukan oleh para
pemakai bahasa. Pujiono menemukan kata sportifitas lebih
banyak muncul di Google dibandingkan kata sportivitas,
demikian pula dengan kata aktifitas dibandingkan dengan kata
aktivitas.


http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/08/update‐unsur‐unsur‐
kata‐serapan‐dalam.html
3
Satu hal lagi, bahasa Indonesia memang termasuk luwes dalam
menerima dan menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain. Namun
keluwesan ini hendaknya tidak membuat kita serampangan dalam
membentuk istilah baru dan mengabaikan khazanah bahasa kita.
(Dikutip dari lema pilihan, Polisi EYD)

Di bawah ini merupakan umpan balik dari artikel di atas (untuk


melihat keseluruhan tanggapan dapat diakses melalui alamat url
di atas). Kebetulan, saya hanya menyertakan tanggapan dari
Polisi EYD saja. Semoga bermanfaat (untuk saya pribadi).

Polisi EYD berkomentar,


27-10-2005 @ 12:17
#1, #2: Kaidah mengenai unsur serapan diatur dalam Pedoman
Umum EYD. Sementara pembentukan istilah (yang salah satunya
adalah berupa penyerapan unsur asing) diatur dalam sebuah
pedoman umum yang terpisah.

#3: Saya kira salah satu tujuan dibuatnya sebuah kamus standar—
dalam hal ini adalah KBBI—adalah sebagai salah satu upaya
mengukuhkan bahasa agar tetap dipakai sebagai alat komunikasi
sosial yang efektif. Namun, bahasa yang hidup tentulah selalu
berubah, baik dalam hal muncul atau hilangnya kata, maupun
bergesernya makna kata. Jika kamus dimaksudkan untuk
Panduan
Praktis
Berbahasa
 5


mencegah perubahan-perubahan itu, maka tujuannya tadi tidak


akan membuahkan hasil.

Karena itulah, sebuah kamus standar dipandang perlu untuk


direvisi isinya secara berkala mengikuti perubahan-perubahan
tersebut.

# Polisi EYD berkomentar,


15-11-2005 @ 11:53
#8: Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang mengakhiri
petikan langsung yang berasal dari dialog dan naskah. Misalnya:
Adik berkata, “Ibu pergi ke pasar.”

Bung Isman menulis entri tentang hal ini, termasuk tentang yang
ditanyakan pada #9.

Jika bukan untuk petikan langsung, tanda petik ditulis lain.


Misalnya: Hendri sedang menyanyikan lagu berjudul “Cinta
Sejati”.

Polisi EYD berkomentar,


15-11-2005 @ 11:54
#10: Ah, iya. Terima kasih.


http://babang‐juwanto.blogspot.com/2010/08/update‐unsur‐unsur‐
kata‐serapan‐dalam.html
5
#11: Saya sependapat bahwa bahasa adalah milik para
penuturnya. Sementara kaidah berbahasa diperlukan untuk
menjaga agar kecendikiaan sebagai salah satu fungsi bahasa
(baku) dapat terjaga. Salah satu ciri bahasa yang cendikia adalah
adanya bentukan-bentukan konsisten dan logis. Bahasa kita
masih terkesan “awut-awutan” dalam hal ini. Contohnya saja, jika
kata yang benar adalah subjek dan objek, mengapa ada kata
proyek, bukan projek?

Artikel berjudul “Kacau Huruf” yang dimuat di sebuah kolom


baru khusus tentang bahasa di Koran Tempo (selamat untuk
Koran Tempo, terima kasih Mas Puji atas informasinya)
menyoroti tentang hal ini.

Polisi EYD berkomentar,


30-12-2005 @ 10:53
Harmoni adalah kata benda, artinya keselarasan. Harmonis adalah
adjektiva, berarti selaras, serasi. Jadi dapat dikatakan, harmoni
sama artinya dengan keharmonisan.

Contoh di dalam kalimat:


- Semua orang mendambakan harmoni di dalam keluarga.
- Semua orang mendambakan keharmonisan di dalam keluarga.
- Keluarganya terlihat sangat harmonis.

You might also like