You are on page 1of 12

KEBANGKITAN ULAMA MINANGKABAU

MENUJU PEMERINTAHAN NAGARI

oleh :
H. MAS’OED ABIDIN 1

1. PATUT SEKALI KITA BERSYUKUR, bahwa nikmat Allah


yang kita peroleh sebagai bagian dari hasil perjuangan dan
pengisian kemerdekaan bangsa kita, dapat kita rasakan,
dengan berbagai kelebihan dan kekurangannya. Semuanya
kita peroleh tidak dengan cuma-cuma, tetapi melalui
pengorbanan dan ketekunan sambung bersambung.
Keterpaduan hati, tekad dan langkah, sangat banyak
memberikan kontribusi dari apa yang kita peroleh hari ini.
Kita memiliki lebih banyak kesempatan untuk bergerak lebih
leluasa dan bertanggung jawab. Di daerah kita Sumatera
Barat kita merasakan keterbukaan dalam bentuk lain.

2. Di Abad ini, telah terjadi lonjakan perubahan dengan cara


cepat, transparan, dan bumi terasa sempit seakan tak ada
sekat (batas). Hubungan komunikasi, informasi, dan
transportasi telah menjadikan satu sama lain menjadi
dekat.
Kita, masyarakat Sumatera Barat, amatlah bersyukur kepada
Allah, atas rahmat yang besar dengan nilai-nilai tamadun
budaya Minangkabau yang terikat kuat dengan penghayatan
Islam, dan terbukti pada masa yang panjang dizaman silam
menjadi salah satu puncak kebudayaan dunia. Namun,
tersebab kelengahan dan terpesona kepada budaya lain diluar
kita, dan derasnya penetrasi budaya luar (asing), kita pun
mengalami situasi seakan membakar obat nyamuk. Lapis luar
pertama berangsur punah terbakar dan api beringsut secara
pasti menuju tengah lingkaran dan dalam. Bila dibiarkan
berlalu, rela ataupun tidak, akhirnya yang tinggal abu semata.
1 Disampaikan di Batipuh Baruh, Kecamatan Batipuh, Kabupaten Tanah Datar, dalam
Seminar Sehari Sumatera Barat Menuju Pemerintahan Nagari, Reaktualisasi Adat Basandi
Syarak Syarak Basandi Kitabullah, pada hari Kamis, 14 September 2000, di Masjid Ula
Lubuk Bauk..
3. Desa-desa yang tadi hanya dilalui oleh kuda-kuda berkaki
empat, sekarang sudah mulai dimasuki kendaraan beroda
empat. Daerah-daerah yang sulit tadinya hanya dijangkau
berjalan kaki, sekarang sudah dapat didatangi suzuki.
Pedati pun sudah pula diganti dengan gerobak Jepang.
Bagaimana kehidupan masyarakat di desa-desa -- yang
tadinya terisolir, atau tertinggal, dan nyatanya sekarang
seluruh atau sebagian isolasi itu setelah di buka dan
menjadi sentra dari perkebunan-perkebunan besar (seperti
Pasaman, Sitiung dan Solok Selatan) ???
Hubungan pemuda-pemudi kita tidak hanya tersungkup oleh
kehidupan kampung, tapi sudah bisa meniru kekiri kanan.
Mereka mulai berbuka-bukaan meniru segala perubahan
hampir-hampir tidak punya batas.
Hubungan kekerabatan dalam keluarga mulai menipis.
Peran ninik mamak masih terlihat hanya dalam batas-batas
seremonial.
Peran da'i dan khatib dinagari mulai terbatasi sekedar pengisi
ceramah, khutbah Jum'at, atau mengaji di Masjid dan menjadi
sangat perlu dan dicari kalau-kalau ada yang lahir dan mati.
Kedudukan orang tua, hanya menyediakan serba kebutuhan
fisik dan materi.
Guru-guru disekolah punya tugas mengajar, peran pendidikan
menjadi kabur dan melemah.
Kondisi beginilah sebenarnya yang sangat rawan dalam
meniti abad ke duapuluh satu ini.
Karena itu kita sangat di tuntut untuk membentuk pribadi-
pribadi yang utuh dan unggul dengan iman dan taqwa,
berlimu pengetahuan dan menguasai teknologi, berjiwa
wiraswasta, ber-moral akhlak, ber-adat dan ber-agama.
4. Yang akan kita kembangkan adalah "hidup modern dan
maju dengan keimanan yang kokoh".
Disinilah peran alim ulama ninik mamak dan pemimpin formal
dan informal membentuk kader- kader terarah yang selektif
dengan misi dakwah membangun negeri.
5. Di abad-abad mendatang, Sumatera Barat harus menjadi
tempat berkembangnya industri menengah, kalau kita mau
membaca gambaran berkembangnya usaha-usaha
perkebunan besar di ulayat Ranah Bundo ini.
Dengan sendirinya, diperlukan tenaga kerja yang terampil,
dan ahli dalam "mangakok" kerja-kerja itu. Untuk itu diperlu-
kan sumber daya manusia yang mampu mempertemukan
otak dan otot.
Konsekwensi dari keadaan ini, penyediaan sumber daya
manusia yang berkualitas menjadi pekerjaan rumah. Tentu
mendesak pula akan adanya program pelatihan keterampilan,
yang khusus-khusus yang diperlukan oleh bidang-bidang yang
membutuhkan, sebelum kesempatan itu di isi oleh
tenaga-tenaga lainnya, dari luar.
Disinilah kita memerlukan segera melaksanakan social
reform.
Bila tidak, kondisi ini juga akan mengundang kerawanan
sosial, apalagi bila penduduk desa-desa yang menjadi sentra
perkebunan besar di Sumatera Barat ini tidak berkemampuan
dalam mengantisipasi dampak besar yang akan timbul, dan
tidak pula memiliki kesiapan menerima abad Duapuluh Satu.

6. Perubahan zaman dalam kemajuan teknologi maklumat


(globalisasi informasi dan komunikasi), telah membawa
berbagai dampak bagi kehidupan masyarakat. Tuntutan
zaman terus bergulir, sebagai bagian dari “Sunnatullah”.
Apabila dimasa lampau, negari kita sangat banyak
didatangi saudara Serumpun yang banyak belajar
menuntut ilmu ketanah seberang, karena kuat dan
samanya ikatan batin, namun dihari ini senyatanya mesti
diakui, kita pula yang harus belajar banyak dari mereka.
Inilah satu kenyataan sejarah, yang memang sulit untuk di
bantah.
Masih tersedia satu lapangan dimana kita bisa berlomba
bersama-sama, ya’ni di medan dakwah Ilaa Allah. Sangatlah
diperlukan tampilnya penggerak dakwah dengan berbekal
teoritikus yang tajam, dan effektif, qanaah dan istiqamah
dibidangnya.
7. Dalam membina umat di nagari yang dicari adalah “opsir
lapangan” yang bersedia dan pandai berkecimpung di
tengah-tengah umat. Selain para ilmuan atau sarjana
berpengalaman, maka sangat diperlukan adalah mata yang
“mahir membaca masyarakat”. Kemahiran membaca
“kitab masyarakat” acap kali tidak dapat diperoleh dalam
ruang kuliah dan perpustakaan semata.
Karena itu, perlu meng-introdusir tenaga sarjana agama kita
kembali ketengah masyarakatnya di nagari-nagari, dalam
upaya membawa umat untuk aktif bersama-sama dalam
menghadapi setiap persoalan. Akhirnya, dengan usaha
sedemikian itu, akan dapat dirasakan denyut nadi kehidupan
umat, dan lambat laun akan berurat pada hati umat itu. “Makin
pagi makin baik....”, Jangan berhenti tangan mendayung,
agar arus tidak sempat membawa hanyut …, demikianlah
diantara pesan Allahyarham Bapak Mohammad Natsir.

8. Tidaklah kecil kerja kita, dalam mengurus rakyat kecil yang


nyata-nyata jumlahnya sangat besar berada di akar serabut
(grass-root) masyarakat bangsa Serumpun. Kekuatan kita
pun terletak didalam kekuatan mereka “innama
tunsharuuna wa turzaquuna bi dhu’afaikum”.
Bila kita mengkaji berhitung-hitung bahwa masyarakat
Minangkabau yang cukup besar dan tersebar disetiap penjuru
ini, besar pula jumlah penganut Islamnya.
Kebanyakan daripadanya, terutama yang dikampung dan
dinagari adalah dhu’afak yang larat melarat. Maka tentulah
terbuka peluang menghelanya oleh orang lain yang berminat
mengubah dan memindah-mindahkannya kepada keyakinan
diluar Islam.
9. Memang sangat memilukan sekali bahwa rakyat kecil itu
pula dimasa derasnya arus globalisasi ini senantiasa
dijadikan sasaran empuk. Karena ketiadaan juga rupanya
mereka menjadi kafir. Karena ketiadaan pula mereka
menjadi umpan dari satu perubahan berbalut westernisasi.
Karena ketiadaan ilmu, dan bekalan iman jua agaknya
mereka menjadi rapuh, dan terhempas di lamun ombak
pemurtadan.
10. Acap kali mereka, umat kita tersasar, sesat jalan, hanya
karena kurangnya pemahaman terhadap agama. Karena
ketiadaan. Itulah penyebabnya.
Arus globalisasi yang bergerak deras itu telah menggeser pula
pola hidup masyarakat dibidang ekonomi, perniagaan atau
pertanian, perkebunan dan lain sebagainya. Kehidupan sosial
berteras kebersamaan bergeser menjadi individualis dan
konsumeristis. Masing-masing berjuang memelihara
kepentingan sendiri-sendiri, bernafsi-nafsi dan condong
kepada melupakan nasib orang lain.
Persaingan bebas tanpa kawalan akan bergerak kepada
“yang kuat akan bisa bertahan dan yang lemah akan mati
sendiri”, dan yang kuat akan menelan yang lemah di antara
mereka".

11. Tantangan di bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan


lemahnya penghayatan agama akan menyangkut setiap
aspek kehidupan pasti tak terelakkan.
Paling terasa di berapa medan dakwah dan daerah terpencil,
berbentuk gerakan salibiyah dan bahaya pemurtadan.
Ditengah perkotaan berkembang upaya pendangkalan
agama dan keyakinan seiring dengan menipisnya
pengamalan agama serta pula bertumbuhnya penyakit
masyarakat (tuak, arak, judi, dadah, pergaulan bebas
dikalangan kaula muda, narkoba, dan beberapa tindakan
kriminal dan anarkis) dan semuanya tidak dapat dibantah
telah mengarah kepada dekadensi moral.
Pengendali kemajuan sebenar adalah agama dan budaya
umat (umatisasi).2

2 ‘alaikum anfusakum, laa yadhurrukum man dhalla idzah-tadaitum


(QS.5:105), wa man yusyrik billahi fa qad dhalla dhalaalan ba’idan
(QS.4:116), fa dzalikumullahu rabbukumul-haqqu, fa madza ba’dal-
haqqi illadh-dhalaal ? fa anna tushrafuun (QS.10, Yunus:32).
Selain itu mesti ditopang oleh budaya dan tamaddun yang
dipakai turun temurun oleh umat jua, bagi kita tidak lain
adalah Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.
12. Prediksi kedepan, harapan dan bayangan adalah bahwa
abad keduapuluh satu akan menjadi abad agama dan
budaya. Tetapi ternyata kemajuan teknologi informasi
(teknologi maklumat) yang pesat dan tidak diseiringkan
dengan kawalan (filter) yang ketat telah menyisakan pula
bermacam problema.
Secara positif kemajuan tersebut telah membawa perbaikan
ekonomi masyarakat dan kemajuan dalam bidang ilmu
pengetahuan. Juga kemajuan dalam bidang transportasi dan
perhubungan.
Dirasakan juga pada bidang pendidikan, budaya, seni, serta
adat kebiasaan.
Kemajuan informasi elektronika diantaranya parabola, audio
visual yang telah merupakan sarana alih ilmu pengetahuan
berdampak juga sebagai sarana alih budaya.

13. Meski ada kecenderungan pemahaman bahwa


tercerabutnya agama dari diri masyarakat (khususnya
dibelahan dunia Barat) tidak banyak pengaruh pada
kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Akan tetapi akan
lainlah halnya bila tercerabutnya agama dari diri
masyarakat Sumatera Barat (Minangkabau), tercerabutnya
agama dari budaya mereka akan berakibat besar kepada
perubahan prilaku dan tatanan masyarakatnya. Hal
tersebut disebabkan karena “adatnya bersendi syarak,
syaraknya bersendi kitabullah” dan “syarak (=agama)
mangato (=memerintahkan) maka adat mamakai
(=melaksanakan)”.
14. Peranan ulama Minangkabau sejak dulu adalah membawa
umat, melalui informasi dan aktifiti, kepada keadaan yang
lebih baik, Kokoh dengan prinsip, qanaah dan
istiqamah. Berkualitas, dengan iman dan hikmah.
Ber-‘ilmu dan matang dengan visi dan misi. Amar
makruf nahyun ‘anil munkar dengan teguh dan
professional. Research-oriented dengan berteraskan
iman dan bertelekankan tongkat ilmu pengetahuan.
Peran dakwah sedemikian, Insya Allah akan mampu merajut
khaira ummah yang niscaya akan diperhitungkan mendunia
(global) karena pacak menghadapi kompleksitas abad
keduapuluh satu, awal alaf baru.
15. Masa depan amatlah di tentukan oleh umat yang memiliki
kekuatan budaya dominan.
Sungguh suatu kecemasan ada didepan kita, bahwa
sebahagian generasi yang bangkit kurang menyadari tempat
berpijak. Dalam hubungan ini diperlukan penyatuan gerak
langkah.
Pembentukan generasi pembaharuan (inovator), tidak boleh di
abaikan agar tidak terlahir generasi konsumptif (pengguna)
yang akan menjadi benalu bagi bangsa dan negara.
Kelemahan mendasar ditemui pada melemahnya jati diri
karena kurangnya komitmen kepada nilai-nilai luhur
agama yang menjadi anutan bangsa.
Kelemahan ini dipertajam oleh tindakan isolasi diri dan
kurang menguasai politik, ekonomi, sosial budaya, lemahnya
minat menuntut ilmu, yang menutup peluang untuk berperan
serta dalam kesejagatan.3
Kehidupan global yang mengarah kepada pemenuhan
kebutuhan materialistik (perlombaan kebendaan serta ukuran
prestise) telah menghadirkan tantangan baru bagi para juru
dakwah.
Semakin parah karena adanya pihak-pihak agama lain
yang memulai sarana dakwahnya dengan uluran tangan
pemberian. Sementara juru dakwah jangankan memberi
untuk hidup pun kadang-kadang susah.
Problematika dakwah bertambah komplit karena kurangnya
bahan-bahan dakwah (buku dan media-media lain baik
elektornik maupun non elektronik yang dimiliki oleh juru
dakwah).

3 Lihat QS.9:122, supaya mendalami ilmu pengetahuan dan


menyampaikan peringatan kepada umat supaya bisa menjaga diri
(antisipatif).
16. Pemantapan tamaddun, agama dan adat budaya didalam
tatanan kehidupan menjadi landasan dasar pengkaderan
re-generasi, dengan menanamkan kearifan dan keyakinan
bahwa apa yang ada sekarang akan menjadi milik generasi
mendatang.

Konsekwensinya, kita memikul beban kewajiban memelihara


dan menjaga warisan kepada generasi pengganti, secara
lebih baik dan lebih sempurna agar supaya dapat berlangsung
proses timbang terima kepemimpinan secara estafetta
alamiah, antara pemimpin yang akan pergi dan yang akan
menyambung, dalam suatu proses patah tumbuh hilang
berganti. Kesudahannya yang dapat mencetuskan api
adalah batu api juga.4

17. Inilah kewajiban setiap kepala keluarga (pemimpin


pergerakan) yang selalu teguh dan setia membina
jamaah, dan mampu berinteraksi dengan lingkungan
secara aktif. Siap melakukan dan menerima perubahan
dalam tindakan yang benar. Segala tindakan dan perbuatan
akan selalu disaksikan oleh Allah, Rasul dan semua orang
beriman.5

Secara umum dakwah ditengah masyarakat mengalami


perubahan nyata antara lain masyarakat di datangi dakwah
dan tidak lagi mendatangi dakwah.
Dirasakan pada kondisi di daerah sulit antara lain:
• Kurangnya minat orang tua menyerahkan anak-anaknya
ke Pendidikan-pendidikan Islam (Surau, majelis ta’lim,
TPA, MDA, bahkan pengajian-pengajian Al-Qur’an).

4 Q.S 47;7, artinya, '' Jika Kamu Menolong ( Agama ) Allah, Niscaya Dia
Akan Menolong Kamu. Kemudian,
"Kamu Hanya Akan Dapat Pertolongan Dari Allah Dengan (Menolong)
Kaum Yang Lemah Diantara Kamu". (Al-Hadist).
Suatu aturan menuruti Sunnah Rasul adalah, “Dan, Tiap-Tiap Kamu
Adalah Pemimpin, Dan Tiap-Tiap Pemimpin Akan Di Minta
Pertanggungan Jawab Atas Pimpinannya" (Al-Hadist). Jadinya,
kewajiban kepemimpinan menjadi tanggung jawab setiap orang.
5 QS.53:39-41.
• Kebiasaan meminum minuman keras (Miras) bagi
sebahagian kalangan muda/remaja di desa serta keinginan
bergaul bebas (diluar batas-batas adat dan agama) mulai
tumbuh merajalela.
• Banyaknya umat kembali kepada Islam sebagai hasil
perjuangan para ulama dan da’i seringkali tidak terikuti
oleh pembinaan yang intensif, antara lain disebabkan :
a. Kurangnya tenaga da’I, tuangku, ulama yang
berpengalaman, berkurangnya jumlah mereka di
daerah-daerah (karena perpindahan ke kota dan
kurangnya minat menjadi da’i .
b. Terabaikannya kesejahteraan da’i secara materil yang
tidak seimbang dengan tuntutan yang diharapkan oleh
masyarakat dari seorang da’i .
c. Jauhnya daerah-daerah yang harus didatangi oleh juru
dakwah sementara tidak tersedianya alat transportasi.
d. Sering ditemui transport umum sewaktu-waktu ke
daerah-daerah binaan dakwah jarang pula tersedia.
e. Umumnya juru dakwah bukanlah pegawai negeri yang
memiliki penghasilan bulanan yang tetap, akan tetapi
senantiasa dituntut oleh tugasnya untuk selalu berada
ditengah umat yang dibinanya.

18. Tantangan dakwah dilapangan adalah berhadapan dengan


tantangan yang sangat banyak, namun uluran tangan yang
didapat hanya sedikit. Mengatasi situasi ini hanya dengan
modal kesadaran, dengan memanfaatkan jalinan hubungan
yang sudah lama terbina. Gerakan dakwah akan menjadi
lemah bila tidak mampu melahirkan sikap (mental attitude)
yang penuh semangat vitalitas, enerjik, dan bernilai
manfaat sesama masyarakatnya.
19. Dinagari kita di Minangkabau semestinya ditanamkan
komitmen fungsional bermutu tinggi. Memiliki kemampuan
penyatuan konsep-konsep, alokasi sumber dana,
perencanaan kerja secara komprehensif, mendorong
terbinanya center of excelences. Pada ujungnya, tentulah
tidak dapat ditolak suatu realita objektif bahwa, “Siapa
yang paling banyak bisa menyelesaikan persoalan
masyarakat, pastilah akan berpeluang banyak untuk
mengatur masyarakat itu.”
Rusaknya dakwah dalam pengalaman selama ini karena
melaksanakan pesan sponsor diluar ketentuan wahyu agama.
Kemunduran dakwah selalu dibarengi oleh kelemahan klasik
kekurangan dana, tenaga, dan hilangnya kebebasan
gerak.
Akhirnya, dapatlah dibuktikan bahwa kerjasama lebih baik dari
sendiri. Mengikut sertakan seluruh potensi umat, sangat
mendukung gagasan dan gerak dakwah dalam mengawal
umat agar jiwanya tidak mati.
Masyarakat yang mati jiwa akan sulit diajak berpartisipasi dan
akan kehilangan semangat kolektifitas. Bahaya akan menimpa
tatkala jiwa umat mati di tangan pemimpin.
Tugas kitalah menghidupkan umat. Umat yang berada
ditangan pemimpin otoriter dengan meninggalkan prinsip
musyawarah sama halnya dengan menyerahkan mayat
ketangan orang yang memandikannya. Karena itu, hidupkan
lembaga dakwah sebagai institusi penting dalam masyarakat.
20. Memelihara sikap-sikap harmonis dengan menjauhi
tindakan eksploitasi hubungan bermasyarakat. Penguatan
lembaga kemasyarakatan yang ada (adat, agama,
perguruan tinggi), dalam mencapai ujud keberhasilan,
mesti disejalankan dengan kelompok umara’ (penguasa)
yang adil, agar dapat dirasakan spirit reformasi.
21. Mengembalikan Minangkabau keakarnya ya’ni Islam tidak
boleh dibiar terlalai. Karena akibatnya akan terlahir
bencana. Acap kali kita di abaikan oleh dorongan hendak
menghidupkan toleransi padahal tasamuh itu memiliki
batas-batas tertentu pula.
Amatlah penting untuk mempersiapkan generasi umat yang
mempunyai bekalan mengenali
(a) keadaan masyarakat binaan, aspek geografi,
demografi,
(b) sejarah, latar belakang masyarakat, kondisi
sosial, ekonomi,
(c) tamadun, budaya,dan adat-istiadat berbudi
bahasa yang baik.

Khulasahnya adalah,
Memerankan kembali organisasi informal, refungsionisasi
peran alim ulama cerdik pandai “suluah bendang dalam negari”
yang andal sebagai alat perjuangan dengan sistem komunikasi
dan koordinasi antar organisasi di nagari pada pola pembinaan dan
kaderisasi pimpinan organisasi non-formal secara jelas.
Dalam gerak “membangun negari” maka setiap fungsionaris di
nagari akan menjadi pengikat umat untuk membentuk jamaah
(masyarakat) yang lebih kuat, sehingga merupakan kekuatan sosial
yang efektif.
Negari semestinya berperan pula menjadi media
pengembangan dan pemasyarakatan budaya Islami sesuai dengan
adagium “adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah melalui
efektifitas media pendidikan dalam pembinaan umat untuk
mencapai derajat pribadi taqwa, serta merencanakan dan
melaksanakan kegiatan dakwah Islamiyah.
Di nagari mestilah di lahirkan media pengembangan minat
mengenai aspek kehidupan tertentu, ekonomi, sosial, budaya, dan
politik dalam rangka mengembangkan tujuan kemasyarakatan yang
adil dan sejahtera. Terakhir tentulah merupakan keharusan untuk
dikembangkan dakwah yang sejuk, dakwah Rasulullah bil ihsan.
a. Dengan prinsip jelas, tidak campur aduk (laa talbisul
haq bil bathil).
b. Integrated , menyatu antara pemahaman dunia
untuk akhirat, keduanya tidak boleh dipisah-pisah.
c. Belajar kepada sejarah, dan amatlah perlunya gerak
dakwah yang terjalin dengan net work (ta’awunik)
yang rapi (bin-nidzam), untuk penyadaran kembali
(re-awakening) generasi Islam tentang peran Islam
membentuk tatanan dunia yang baik. Insya Allah.
Begitulah semestinya peranan lembaga-lembaga
dakwah dalam menapak alaf baru.

You might also like