Professional Documents
Culture Documents
PAJAK DAERAH
Dasar hukum pajak daerah dan retribusi daerah adalah UU No 28 Tahun 2009
Beberapa pengertian atau istilah yang terkait dengan pajak daerah antara lain :
1. Daerah Otonom, selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan
masyarakat hukum yang memilii batas daerah tertentu berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia
2. Pajak Daerah, yang selanjutnya disebut pajak, adalah iuran wajib
yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada Daerah tanpa imbalan langsung
yang seimbang, yang dapat dipaksakan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, yang digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan
Daerah dan pembangunan daerah.
3. Badan, adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi
perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, BUMN atau BUMD
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuan perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organiasi sosial politik, atau
organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.
4. Subjek pajak, adalah orang pribadi atau badan yang dapat dikenakan
Pajak Daerah
5. Wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang menurut
kepentingan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah diwajibkan untuk
melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk pemungut atau pemotong
pajak tertentu.
RETRIBUSI DAERAH
Retribusi Daerah adalah pungutan Daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin
tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh Pemerintah Daerah untuk
kepentingan orang pribadi atau badan.
Tata Cara Pelaksanaan Pemungutan Retribusi Dan Tata Cara Penghapusan Piutang
Retribusi Yang Kadaluwarsa
Piutang retribusi yang tidak mungkin ditagih lagi karena hak untuk melakukan penagihan
sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan. Penghapusan piutang retribusi daerah dan propinsi dan
piutang retribusi daerah Kabupaten/kota yang sudah kadaluwarsa dilakukan dengan
keputusan yang masing-masing ditetapkan oleh Gubernur dan bupati/Walikota. Tata cara
penghapusan piutang retribusi yang sudah kadaluwarsa diatur dengan peraturan pemerintah.
Pembangunan di bidang ekonomi khususnya agar dapat berjalan lancar diperlukan adanya
dana dan biaya sebagai faktor penunjang yaitu pajak daerah dan retribusi daerah dan dalam
pelaksanaannya sudah diatur dalam UU No 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah. Untuk
membiayai otonomi daerah diperlukan dana yang bersumber dari pendapatan asli daerah
PAD, dan hal tersebut telah diatur dalam UU No 33 tahun 2004 tentang perimbangan
keuangan mengenai sumber dana otonomi daerah pada pasal 6 ayat 1 yaitu Pajak daerah dan
retribusi daerah sebagai komponen PAD. Hal ini menunjukkan Peran Pajak Daerah dan
retribusi Daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai
penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerah guna memantapkan otonomi
daerah yang nyata, dinamis, serasi, bertanggung jawab dengan titik berat pada Daerah
Tingkat II.
Tarif Pajak
Tarif pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air ditetapkan paling tinggi sebesar :
1. Pajak Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air sebesar 10%
2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air
sebesar 20%
3. Pajak Bahan Bakar kedaraan bermotor sebesar 10%
4. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air permukaan sebesar 10%
5. Pajak rokok sebesar 10% dari cukai rokok
6. Pajak hotel sebesar 10%
7. Pajak restoran sebesar 10%
8. Pajak hiburan sebesar 35%
9. Pajak reklame 25%
10. Pajak penerangan jalan sebesar 10%
11. Pajak Mineral Bukan Logam dan Batuan sebesar 25%
12. Pajak parkir sebesar 30%
13. Pajak air tanah sebesar 20%
14. Pajak Sarang burung Walet sebesar 10%
15. PBB perdesaan dan perkotaan sebesar 0,3%
16. BPHTB sebesar 5%
Subjek Pajak
1. Yang menjadi subjek pajak adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai
suatu hak atas bumi dan memperoleh manfaat atas bumi, dan atau memiliki,
menguasai, dan atau memperoleh manfaat atas bangunan. Dengan demikian tanda
pembayaran/pelunasan pajak bukan merupakan bukti hak milik.
2. Subjek pajak sebagaimana dimaksudkan dalam no. 1 yang dikenakan kewaiban
membayar pajak menjadi wajib pajak.
3. Dalam hal diatas suatu objek apajak belum jelas diketahui wajib pajaknya, Direktur
Jendral Pajak dapat menetapkan subjek apajak sebagaimana dimaksudkan dalam no.1
sebagai wajib pajak. Hal ini berarti memberikan kewenangan kepada Diren Pajak
untuk menentukan subjek wajib apajak, apanila suatu objek apajak belum jelas wajib
pajaknya.
4. Subjek pajak yang ditetapkan ebagaimana dimaksud no.3 dapat memberikan
keterangan secara tertulis kepada Direktur Jendral Pajak bahwa ia bukan wajib pajak
terhadap objek pajak dimaksud.
5. Bila keterangan yang diajukan oleh wajib pajak dalam no. 4 disetujui, maka Diektur
Jendral Pajak membatalkan penetapan sebagai wajib pajak sebagaimana dalam no. 3
dalam jangka waktu satu bulan sejak diterimanya keterangan yang dimaksud.
6. Bila keterangan yang diajukan tidak disetujui, maka Direktur Jendral Pajak
mengeluarkan surat keputusan penolakan dengan disertai alasan-alasannya.
7. Apabila setelah jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterimanya keterangan
sebagaimana dalam no. 4 Direktur Jendral Pajak tidak memberikan keputusan, maka
keterangan yang diajukan dianggap tidak disetujui. Apabila Direktur Jendral Pajak
tidak memberikan keputusan dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal diterimanya
keterangan dari wajib pajak , maka ketetapan sebagai wajib pajak gugur dengan
sendirinya dan berhak mendapatkan keputusan pencabutan penetapan sebagai wajib
pajak.
Perhitungan PBB
1. Tarif pajak adalah sebesar 0,5 %.
2. NJOP berdasarkan tabel yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak
3. NJKP atau Nilai Jual Kena Pajak yang besarnya ditetapkan sebesar 20 % dan 40 %
(khusus untuk perumahan dengan NJOP Rp 1 miliar) dari NJOP.
Rumus untuk mengitung PBB adalah sebagai berikut : PBB = 0,5 % x NJKP
1. NJKP adalah nilai jual yang digunakan sebagai dasar penghitungan pajak, yaitu suatu
persentase tertentu dari nilai jual sebenarnya.
2. Besarnya NJKP ditetapkan sebesar :
a. Obyek pajak perkebunan, kehutanan dan pertambangan sebesar 40 % (empat puluh
persen ) dari Nilai jual Objek Pajak;
b. Objek pajak lainnya :
- Sebesar 40 % ( empat puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Objek Pajaknya Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah ) atau lebih;
- Sebesar 20 % (dua puluh persen ) dari Nilai Jual Objek Pajak apabila Nilai Jual
Pajak Objeknya kurang dari Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Objek Pajak
Objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Perolehan hak atas tanah
dan atau bangunan meliputi:
1. Pemindahan hak karena:
Jual-beli;
Tukar-menukar;
Hibah;
Hibah wasiat;
Waris;
Pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya;
Pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan;
Penunjukan pembeli dalam lelang;
Pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai ketetapan hukum tetap;
Penggabungan usaha;
Peleburan usaha;
Pemekaran usaha;
Hadiah.
2. Pemberian hak baru karena:
Kelanjutan pelepasan hak;
Di luar pelepasan hak.
Subjek Pajak
Yang menjadi ubjek apajak adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah
dan atau bangunan. Subjek pajak yang dikenakan wajib membayar pajak menjadi Wajib
Pajak BPHTB menurut Undang-Undang BPHTB.
Besarnya pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak dengan Nilai
Perolehan Objek Pajak Kena Pajak
Besarnya tarif Pajak yang ditetapkan adalah sebesar 5%
BPHTB = Nilai Perolehan Objek Kena Pajak x Tarif
= (NPOP – NPOPTKP) x 5%
BEA MATERAI
Dasar hukum pengenaan bea materai adalah Undang-undang Nomor 13 Tahun 1985 atau
disebut juga Undang-undang Bea Materai. Undang-unang ini berlaku sejak tanggal 1 Januari
1986. Selain itu untuk mengatur pelaksanaannya telah dikeluarkan peraturan pemerintah
Nomor 7 tahun 1995 sebagaimana telah dirubah dengan peraturan pemerintah No. 24 Tahun
2000 tentang perubahan Tarif Bea Materai dan Besarnya batas Pengenaan Harga Nominal
yang dikenakan Bea Materai.
Prinsip Umum Pemungutan atau Pengenaan Bea Materai
Pengertian
1 2 3
2 3
a. Nilai jual tanah Rp. 300.000,-/m2, jadi termasuk golongan NJOP bumi kelas 24 A
(yang NJOP per m2 antara Rp. 262.000,- s/d Rp. 308.000), atau menurut ketentuan
NJOP = Rp. 285.000,-/m2 atau jumlah NJOP bumi Rp. 228.000.000,-
b. Nilai jual bangunan rumah Rp 350.000,-/m2, jadi termasuk golongan NJOP
bangunan kelas 8 A (per m2-nya antara Rp. 348.000,- s/d Rp. 382.000,-), atau
menurut ketentuan NJOP = Rp. 365.000,-/m2 atau jumlah NJOP bangunan Rp.
146.000.000,-
c. Besarnya PBB terhutang adalah :
- NJOP Bumi Rp. 228.000.000,-
- NJOP Bangunan Rp. 146.000.000,-
Jumlah NJOP Rp. 374.000.000,-
- Nilai Jual Obyek Pajak Tidak Kena Pajak Rp. 8.000.000,-
- NJOP sebagai dasar pengenaan pajak Rp. 366.000.000,-
- Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) = 20 % x Rp. 366.000.000,- = Rp. 73.200.000,-
- PBB Terhutang : 0,5 % x Rp 73.200.000,- = Rp. 366.000,-