You are on page 1of 17

BENTANG LAHAN BASAH (FLUVIAL)

Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Ttugas Mata Kuliah


Geomorfologi Umum
Yang Dibina oleh Bapak Sudarno Herlambang, M.Si

Oleh kelompok 3:
Wahyu Wardani 106351400649
Wahyu Setiyawan 106351400662
Titin Mayasari 106351400683
Saiful Arif 106351403459

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN GEOGRAFI
Oktober 2007
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bumi bersifat dinamis karena dari waktu kewaktu bumi selalu mengalami
perubahan baik struktur, formasinya maupun bentang lahan (landscape). Perubahan
yang dapat kita rasakan dan lihat secara langsung adalah perubahan bentang lahan
(landscape). Banyak faktor yang dapat mengakibatkan perubahan bentuk lahan ini
baik yang bersumber dari tenaga endogen maupun tenaga eksogen.
Air merupakan salah satu dari sekian banyak faktor yang menyebabkan
perubahan bentuk lahan khususnya terbentuknya bentang lahan basah (fluvial). Selain
mempunyai manfaat yang penting bagi kehidupan air juga mempunyai peranan
penting bagi terbentuknya bentang lahan. Meskipun membutuhkan waktu yang lama
untuk mengubah bentang lahan, tetapi air bersifat konstan dalam mengubah bentang
lahan. Bentuk-bentuk bentang lahan dipermukaan bumi terjadi oleh erosi atau
pengendapan. Air yang berasal dari aliran hujan begerak turun melalui lereng-lereng,
jika lereng tersebut terdiri dari lapisan yang tipis maka berubah menjadi alur alur yang
makin besar menjadi sungai. Jika gerakan alirannya cepat maka kekuatan pengikisnya
akan besar.
Sehingga untuk lebih memperjelas bagaimana semua proses itu terjadi perlu
dibahas bagaimana semua bentang lahan itu terjadi khususnya yang disebabkan oleh
faktor air atau bentang lahan basah (fluvial).

B. Rumusan Masalah
1. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi terbentuknya lahan fluvial?
2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi kecepatan aliran?
3. Bagaimana pengaruh pola aliran sungai terhadap terbentuknya lahan fluvial?
4. Bagaimanakah contoh bentuk lahan fluvial dan bagaimana proses terjadinya?
C. Tujuan
1. Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi terbentuknya lahan fluvial.
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kecepatan aliran sungai.
3. Mengetahui besarnya pengaruh pola aliran sungai terhadap terbentuknya laha
fluvial.
4. Mengetahui jenis-jenis lahan fluvial dan proses terjadinya.
BAB II
BENTUK LAHAN BASAH (FLUVIAL)

Bentuk lahan basah (fluvial) adalah bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh
aktifitas aliran (streams) misalnya :Atoll, bar, basin, beach, cave, cliff, confluene,
delta, estuary, flood plain, gorge and canyon, gully, island, lake, levee, meander, ox-
bow lake, pool, riffle, river, spring, stream, stream terrace, valley and vale, waterfall,
watershed.
Aliran air sangat penting baik didaerah humit maupun didaerah arid.
Faktor-faktor yang mempengaruhi aktifitas aliran.
Worcoster membedakan faktor-faktor aktifitas aliran menjadi lima yaitu:
1. curah hujan (presipitasi),makin tinggi aliran makin intensif dan cenderung
permanen, beada didaerah basah (humede).
2. porositas dan permeabilitas bauan, makin besar aliran makin kecil karena air
diserap kebawah permukaan permukaan, sehingga proses/aktifitas fluvial menjadi
lambat, hal ini semakin lambat apabila vegetasi penutup semakin banyak.
3. daerah berbauan kapur, aktifitas aliran terjadi dibawah permukaan sebagai under
ground run off, sedangkan dipermukaan mengalami persaingan aliran, Peristiwa
ini berlangsung karena air masuk melewati diaklas.
4. daerah kering (arid) dengan vegetasi kurang, didaerah ini aktivitas aliran besar
sehingga menyebabkan intensitas graduasi juga tinggi.
5. daerah impermeable, aktifitas aliran bertambah sebagai surface run ofkarena air
tertahan oleh lapisan impermeable dibawah permukaan.
Air yang mengalir mempunyai kekuatan sehingga dapat merubah bentuk
permukaan bumi.Hubungan antara kecepatan aliran dengan ukuran bahan yang dapat
diangkut dapat diketahui sebagai berikut. (Imam sujagad, 1974).

Kecepatan aliran
No Ukuran bahan yang dapat diangkut
(mil/jam)
1 1/3 Butiran pasir
2 ¾ Buiran kerikil
3 3 Batu kecil (garis tengah 2-3 inci)
4 6 Batu besar (garis engah 10-11 inci)
5 20 Batu garis tengah 16-17 inci
Dalam membahas sterean kita juga harus menguraikan tentang stadia/umur
steream dengan karakteristiknya masing-masing stadia pada bentuk lahan asal flivial.
Beberapa stadia tersebut adalah:
1.Stadia muda
Berdasarkan prosesnya bentuk lahan ini belum banyak dipengaruhi oleh faktor
perusak, kenampakan masih asli. Struktur asli bentuk lahan ini masih jelas terlihat.
Karakteristiknya adalah:sistem aliran (steream) sedikit,gradient tiggi , mempunyai
inggir-inggir pemisah yang tinggi dan lebar, dinding lembah terjal dan irisan
melintang berbentuk huruf V,sepanjang aliran terdapat air terjun,dan aktivitas erosi
sebagian besar vertikal.
2.Stadia dewasa
Struktur bentuk lahan ini sudah mulai tidak nampak sebagai akibat faktor
perusak yang bekerja lebih intensif. Karakter stadia ini adalah: steream aliran makin
banyak, kadang –kadang aliran induk (main streams) sudah menunjukkan stadia tua
yang ditandai oleh genangan dibeberapa tempat, air erjun rundah, dan lembah
melandai menyerupai huruf U sebagai akibat erosi lateral.
3.Stadia tua
Pada stadia ini pengaruh tenaga eksogen sangat kuat, sehingga kadang kadang
struktur aslai telah hilang. Karakteristiknya adalah: semua aliran rata, aliran sanga
lambat sehingga daya angkut material kecil, ditemukan meander, danau apal kuda
(oxbou lake), inggir pemisah hilang atau kalau ada rendah dan sempit karena erosi
lateral, kadang-kadang dijumpai bukit-bukit sisi terpisah kalau batuannya resisten.

A. Air tanah
Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah, dapa berupa air lapisan, yang
mengisi ruang ruang pada agregat tanah,atau air celah yang mengisi retakan-retakan
tanah/batuan.
Proses terjadinya air tanah adalah air yang ada dipermukaan (baik dari air hujan,
singai, maupun danau/cekungan) yang terinfiltrasi kedalam tanah, setelah mencapai
horizon tanah sebagian mengalir secara lateral menyusuri pelapisan horizon tanah
(interflow/subsurface flow), sebagian yang lain akan tinggal didalam masa tanah
sebagai moisture continent, dan sisanya mengalir kebawah secara vertikal
(percolation), yang selanjutnya air ini menjadi air tanah .Air permukaan (aliran air
sungai,air danau/waduk, dan genagan air permukaan lainnya) dan air tanah pada
prinsipnya mempunyai keterkaitan yang erat, serta keduanya mengalami proses
pertukaran yang berlangsung terus menurus, selama musim kemarau kebanyakan air
sungai masih mengalirkan air, air tersebur sebagian besar berasal dari dalam tanah
(baseflow) terutama dari daerah hulu sungai yang umumnya merupakan daerah
resapan yang didominasi oleh daerah bervegetasi(hutan).
Selain faktor-faktor diatas permukaan tanah, ada faktor yang tidak kalah
pentingnya dalam mempengaruhi proses terbentuknya air tanah yaitu formasi geologi.
Formasi geologi adalah formasi batuan atau mineral yang berfungsi menyimpan air
tanah dalam jumlah besar. Dalam mempelajari proses terbentuknya air tanah, formasi
geologi tersebut dikenal sebagai akifer (aquifer). Dengan demikian aquifer pada
dasarnya adalah bentang air yang ada didalam tanah.
Aquifer dibedakan menjadi dua yaitu:
1.Aquifer bebas
Aquifer bebas yaitu lapisan lolos air yang hanya sebagian terisi oleh air, dan
berada diatas lapisan kedap air. Permukaan air tanah pada aquifer ini disebut dengan
water table yaitu permukaan air yang mempunyai tekanan hydrostatic sama dengan
tekanan atmosfer. Aquifer bebas ini dapat terjadi ecara lokal yang disebut dengan
perched aquifer yang terjadi apabila pada suatu formasi batuan yang lolos air
terbentuk batuan padas lokal.
2.Aquifer tertekan/terkekang
Aquifer tertekan yaitu aquifer yang seluruhnya jenuh air yang dibatasi oleh
lapisan kedap air baik diatas maupun dibawah, serta mempunyai tekanan yang jauh
lebih besar dari pada tekanan atmosfir.
Keadaan demikian memungkinkan terjadinya permukaan air pada formai
tertekan berada diatas water level, sehingga dapat membentuk bermacam macam
sumur macam-macam sumur yang dapat terbentu yaitu:
a.Artesis well
Yaitu sumur yang dibuat ampai mencapai aquifer tertekan sehingga
permukaan airnya naik beada diatas water table.
b.Flowing well
Yaitu sumur artesis yang mana permukaan tanahnya berada dibawah muka
peisometric, sehingga air dapat mengalir atau memancar dengan sendirinya.
Peisometric surface adalah permukaan air pada aquifer tertekan.
Berdasarkan sifatnya batuan dibumi dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1. 1.Batuan lolos air (permeable)
2. 2.Batuan setengah lolos air (semi permeable)
3. 3.Batuan tidak lolos air (impermeable)

B. Mata Air (Spring)


Mata Air adalah tempat keluarnya air tanah di permukaan tanah. Ada lima jenis
mata air, yaitu:
• Mata Air Lapisan, terdapat pada lapisan batuan perangkap antara lapisan
impermiabel.
• Mata Air Celah, terdapat pada batuan jenuh yang tersingkap.
• Mata Air Sesar, terdapat pada lapisan tembus air yang menyesar sungkup
terhadap batuan inpermiabel.
• Mata Air Bendung, terdapat pada lapisan tembus air yang terbendung oleh
kisaran tektonik atau vulkanik.
• Mata Air Kompleks Batuan Jenuh Air, terjadi karena membanjirnya kompleks
batuan.

C. Sungai
Sungai adalah sistem aliran yang terdapat di permukaan bumi yang berasal dari
sumber air.
1. Klasifikasi Sungai
Berdasarkan sifat khas yang dimilikinya sungai dibedakan menjadi:
a. Sungai Permanen, yaitu sungai yang mengalir sepanjang tahun, karena pasokan
airnya tetap.
b. Sungai Intermitten, yaitu sungai yang mengalir secara periodik. Sungai ini
dibedakan menjadi dua berdasarkan sumber airnya, yaitu:
1. Spring Fed Intermittent River
2. Surface Fed Intermittent River
c. Sungai Epherical (Ephermal), yaitu sungai yang mengalir apabila mendapat
respon air hujan dan tidak memperoleh dari sumber atau es yang mencair.
Berdasarkan sifat genetiknya sungai dibedakan menjadi:
a. Bentuk asal DAS:
Daerah Aliran Sungai (DAS) ialah istilah geografi mengenai sebatang sungai,
anak sungai dan area tanah yang dipengaruhinya.
1. Sungai Konsekuen, merupakan sungai yang alirannya mempunyai posisi
seperti lereng aslinya pada waktu terbentuk. Terdapat pada daerah pengangkatan yang
berstadia muda.
2. Sungai Subsekuen, merupakan sungai yang mengalir pada zona yang terdiri
dari batuan lunak dan mengalir berdasarkan arah formasi daerah itu (strike).
3. Sungai Obsekuen, arah alirannya bertentangan dengan lerang formasi (dip)
karena erosi yang hebat.
4. Sungai Resekuen, yaitu sungai yang arah alirannya sama dengan sungai
konsekuen yang terbentuk karena adanya pengikisan Igir atau pegunungan.
5. Sungai Insekuen, yaitu sungai yang arah alirannya tidak menentu dan
mempunyai cabang atau anak sungai yang banyak.
b. Berdasarkan Formasi Geologis Daerah Aliran
1. Sungai Antecendent, yaitu sungai yang mengalir pada suatu daerah dan dapat
mempertahankan alirannya setelah daerah tersebut mengalami pengangkatan.
2. Sungai Superimposed (Superposed), merupakan sungai yang menembus dinding
terjal didataran nyaris.
3. Sungai Anaclinal, merupaka sungai antencendent yang terngkat miring karena
pengangkatan.
4. Sungai Reverse, merupakan sungai yang tidak dapat menahan aliran setelah
terangkat miring.
5. Sungai Resureted, merupakan sungai yang dapat mempertahankan aliran setelah
terjadi pengangkatan.
6. Sungai Compound, sungai yang mengalir di daerah aliran sungai dengan stadia
yang berbeda-beda.
7. Sungai Composite, sungai yang mengalir di daerah aliran sungai dengan struktur
geologi yang berbeda-beda.
2. Pola Aliran Sungai (Drainage Pattern)
Pola aliran sungai tergantung pada:
a. Letak atau bentuk lapisan batuan.
b. Bentuk lapisan batuan.
c. Kekerasan permukaan tanah.
d. Keberadaan retakan, kekar, atau patahan.
e. Struktur geologi suatu daerah.
Secara umum pola aliran sungai dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pola Dendritis, merupakan pola aliran sungai yang bercabang- cabang seperti
bentuk cabang pohon.
b. Pola Rectangular, merupakan pola aliran sungai yang membentuk sudut 90o atau
menyiku terhadap induk sungai, biasanya terdapat didaerah patahan atau retakan
batuan kristalin.
c. Pola Annular, merupakan sungai yang memiliki anak sungai yang membentuk
sudut diagonal.
d. Pola Radial, yaitu bentuk sungai yang mempunyai pola menjari. Pola aliran ini
terbagi menjadi dua, yaitu:
¾ Sentrifugal, menjari menjauhi pusat.
¾ Sentripetal, menjari menuju pusat.
e. Pola Trellis, merupakan pola aliran sungai yang memotong melintang fornmasi
batuan dan terhubung kesungai utama, umumnya terdapat pada pegunungan
lipatan dengan stadia dewasa.

E. Topografi Hasil Deposisi Aliran atau Penimbunan


Topografi ini berhubungan dengan daerah-daerah penimbunan, seperti lembah-
lembah sungai besar yang berstadia dewasa atau tua. Secara alami, proses yang
disebabkan oleh kerja sungai yang mempunyai aktivitas yang erat hubungannya yaitu
erosi, transportasi dan penimbunan.
Adapun berbagai topografi sebagai hasil deposisi aliran/penimbunan adalah
sebagai berikut:
a. Kipas Alluvial (Alluvial Fan)
Kipas alluvial merupakan kipas atau kerucut rendah dari akumulasi kerikil dan
pasir, terjadi pada mulut suatu jeram atau lembah dari suatu pegunungan yang
berbatasan dengan dataran.
Alur sungai dalam suatu kipas alluvial ditandai adanya sistem distribusi alur
yang radial dan braided mulai dari kepala kipas (apex) dengan lembah yang sempit
dan dalam pada kepala kipas serta berangsur-angsur ke bawah kipas tingkat braided
sungainya bertambah besar.
Kenampakan kipas alluvial dari foto udara mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
1. Bentuknya seperti kipas dengan lembah yang sempit pada apex.
2. Mempunyai topografi dengan permukaan kipas yang cembung dan lereng
berkisar antara 1-12°, tetapi di bagian apex dapat lebih besar sudut lerengnya.
3. Terutama di daerah kering (aride) mempunyai aliran braided yang radial.
4. Vegetasi, biasanya jarang sebab aliran sungai bersifat intermitten, kelembaban
tanah rendah.
5. Rona kelabu cerah hingga putih dengan bercak hitam dari vegetasi.
b. Crevasse-splays
Ketika banjir besar jumlah air dan sedimen yang melimpah ke dataran banjir
sekitar sungai juga besar. Sebagian besar luapan terjadi pada bagian tanggul alam
yang rendah (cekung). Akibat dari kuatnya aliran maka tanggul alam terpotong dan
membentuk celah (crevasse). Dengan adanya crevasse tersebut maka banyak sedimen
yang terangkut melalui celah dan terendapkan pada dataran banjir membentuk lidah
sedimen. Crevasse-splays ini umumnya terjadi pada lengkung luar (outer band)
suatu alur sungai.
c. Tanggul Alam (Natural levee)
Tanggul Alam merupakan akumulasi sedimen berupa igir/tanggul memanjang
dan membatasi alur sungai. Tinggi maksimum suatu tanggul alam terdapat pada
bagian tepi dalam tanggul yang berbatasan dengan alur sungai, dengan lereng yang
curam.
Tanggul alam mempunyai struktur berlapis karena terbentuk oleh seseri
endapan sedimen pada saat banjir meluap melampaui tanggul sungai. Akibat
kecepatan aliran yang menurun maka terjadilah pengendapan sedimen. Material
sedimen yang kasar diendapkan dekat alur sungai sedang yang lebih halus terangkut
jauh ke arah dataran banjir.
d. Point Bar
Point Bar merupakan kenampakan morfologis yang umumpada sungai yang
sedang mengalami meandering dan pada saat yang bersamaan pengendapan point
bar merupakan proses sedimentasi yang dominan di dalam alur sungai tersebut.
Bentuk dan ukuran point bar bervariasi tergantung pada besarnya alur sungai serta
berkembang pada bagian lengkung dalam (inner band) alur sungai.
Di dalam point bar terdapat igir-igir (scroll) yang diselingi oleh alur (swales)
dengan kedudukan hampir sejajar satu sama lain. Masing-masing scroll dan swales
menunjukkan terjadinya migrasi alur secara lateral pada masing-masing banjir yang
terjadi. Pada swales sering terisi material halus, tetapi secara keseluruhan tekstur dari
material point bar tergantung pada keadaan sedimen yang terangkut pada saat terjadi
banjir. Kelerengan umumnya miring ke arah aliran menuju lengkung luar.
e. Dataran banjir (flood plain)
Tersusun dari timbunan material lepas yang yang berasal dari sedimen yang
diangkut sungai didekatnya. Mempunyai topografi datar dan merupakan daerah yang
sering tergenang air banjir dengan periode ulang antara 1-2 tahun.
Karakteristik dataran banjir:
¾ Tersusun dari timbunan material lepas yang diangkut dari sungai di dekatnya,
yang kasar didekat aliran sungai.
¾ Topografi rendah dengan elevasi rendah.
¾ Terletak di kanan kiri sungai atau dekat pantai.
¾ Belum terjadi perkembangan tanah karena sering secara mendadak mendapat
tambahan material baru.
f. Cekungan fluvial (fluvial flood basin)
Tersusun dari material sangat halus dari muatan suspensi, dengan tebal sekitar
1-12 cm untuk setiap periode banjir.
Ciri-cirinya:
¾ Ukuran dan bentuk cekungan fluvial pada umumnya memanjang dan sejajar
dengan arah alur sungai.
¾ Di daerah tropis selalu tergenang air.
¾ Dicirikan oleh tumbuhan air, seperti welingi, enceng gondok, kangkungan,
teratai.
¾ Merupakan bagian terendah dari dataran banjir.
g. Teras alluvial (alluvial terraces)
Teras alluvial adalah suatu bentuk lahan yang dibatasi oleh dinding berlereng
curam di suatu sisi dan lereng yang landai di sisi lain.
Karakteristik teras alluvial:
¾ Terjadi pada endapan alluvium yang mengisi dasar lembah.
¾ Pada dasar lembah yang lebar terjadi pemotongan ke bawah (down cutting) oleh
sungai (degradasi).
¾ Pada saat yang sama terjadi pemotongan ke samping sehingga terjadi pemindahan
(shifted) alur sungai ke arah lateral pada dataran banjir, akibatnya terjadi satu
pasang teras.
¾ Pendalaman lembah dan perpindahan ke samping berulang-ulang, terbentuk
beberapa pasang teras sungai.
¾ Kadang-kadang bentuk teras sungai disebabkan karena komposisi batuan
(struktur batuan), disebut scabland dan scab rock.
h. Delta
Terjadi apabila material yang dihanyutkan sungai sempat mengendap di muara
sungai dengan aliran yang tenang tanpa adanya pengaruh gelombang atau arus, dapat
terjadi di laut atau di danau.
Syarat-syarat untuk perkembangan delta:
¾ Daerah aliran sungai luas
¾ Debit sungai tinggi
¾ Sedimen yang terangkat banyak
¾ Daerah tropis basah
¾ Dasar laut dangkal
¾ Arus dan gelombang lemah
¾ Topografi pantai landai
Bentuk-bentuk delta:
1. Delta berbentuk kipas (arcuate delta)
Terjadi dari endapan sungai yang membawa berbagai jenis dan kualitas material
(kasar, halus, koloid dan larutan). Delta yang terbentik bersifat porous, sehingga
mempunyai ciri khas terdapat kanal-kanal tidak beraturan (braided channel).
Alirannya akan menjadi lebih hebat jika terdapat di daerah aride/semi aride.
2. Delta pengisian estuarium (estuarine fiiling delta)
Delta ini terdapat di muara-muara sungai sungai yang berbentuk corong
(eustarium), terjadi sebagai akibat perubahan pasang-surut dengan perbedaan yang
cukup besar. Pada saat pasang materi kasar-halus seluruhnya terangkat arus laut dan
arus sungai, saat surut materi diendapkan, materi halus dihanyutkan ke arah laut. Pada
saat pasang berikutnya material yang sudah mengendap diikat oleh materi halus.
3. Delta berbentuk kaki burung (bird’s foot delta)
Terjadi dari endapan material homogen halus ditambah dengan material larutan
kapur. Kanal yang berbentuk tunggal dan dalam, bercabang apabila suatu titik tertentu
aliran air dapat meluap karena letaknya yang rendah atau lemah. Cabang ini sekaligus
membentuk kanal-kanal sekunder atau tersier.
4. Sungai mati dan danau tapal kuda (oxbow lake)
Sungai mati adalah dasar sungai yang sudah tidak aktif lagi karena ditinggalkan
alur sungai oleh aliran sungai dan pindah ketempat lain (proses meandering).
Danau berbentuk tapal kuda (oxbow lake), terjadi karena ada pemotongan aliran
sehingga yang tertinggal berupa genangan yang bentuknya melengkung seperti tapal
kuda.

Ada tiga cara pemotongan sungai:


¾ Chut cut off, sungai memotong sisi terluar meander karena adanya fluktuasi arus
yang sangat kuat.
¾ Neck cut off, sungai memotong meander stadia tua pada bagian leher karena arus
terhalang oleh endapan pada meander tersebut, sehingga arus sungai cenderung
mencari jalan pintas.
¾ Avulsi, cabang sunagi braided tidak memperoleh aliran karena terhalang endapan
pada pertemuan antara cabang dengan sungai aktif.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Bentuk lahan basah (fluvial) adalah bentuk lahan yang terjadi akibat pengaruh
aktifitas aliran (streams) misalnya : Atoll, bar, basin, beach, cave, cliff, confluene,
delta, estuary, flood plain, gorge and canyon, gully, island, lake, levee, meander, ox-
bow lake, pool, riffle, river, spring, stream, stream terrace, valley and vale, waterfall,
watershed.
Topografi yang terbentuk dari proses fluvial dicirikan dengan daerah-daerah
penimbunan, seperti lembah-lembah sungai besar yang berstadia dewasa atau tua.
Secara alami, topografi ini merupakan hasil dari proses yang disebabkan oleh kerja
sungai yang mempunyai aktivitas yang erat hubungannya yaitu erosi, transportasi dan
penimbunan.

B. Daftar Pustaka
Asdak, Chay.2001.Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai.Bandung:
Gajahmada University Press.
Herlambang, Sudarno.2004.Dasar-Dasar Geomorfologi.Malang: FMIPA UM
Herlambang, sudarno.1995. Daear-Dasar Geomorfologi Bagian I.Malang :
BPOP IKIP Malang.
Fariel, Robert E.1989.Earth Science.Canada: Addison-Wesley Corporation.
http://encarta.msn.com/encyclopedia_761569915_2/River.html
http://wikipedia.co.id/sungai
Lampiran I

Pola Aliran Sungai (Drainage Pattern)

Lampiran II

Kipas Alluvial (Alluvial Fan)


Lampiran III

Bentuk Delta
Lampiran IV

Bentuk Meander

You might also like