You are on page 1of 16

BAB I

Pendahuluan-

Otak adalah pusat kehidupan. Segala aktivitas kehidupan, hingga yang


sekecil-kecilnya, hanya bisa terjadi melalui mekanisme yang diatur oleh otak. Dalam
waktu yang bersamaan otak harus menjalankan beribu-ribu aktivitas sekaligus. Saat
tiba-tiba mendengar suara klakson dari belakang maka secepat kilat otak menyuruh
kaki meloncat ke tepi, menyuruh leher menoleh ke belakang, menyuruh mata
membelalak, menyuruh otot-otot menegang untuk mengatasi situasi darurat,
menyuruh jantung memompa darah lebih kencang, menyuruh hidung tetap bernafas,
dan masih banyak lagi yang harus diaturnya, bahkan terkadang masih sempat-
sempatnya menyuruh mulut memaki.

Semua itu dapat dilaksanakan bersamaan karena diatur oleh bagian otak yang
berbeda-beda. Ya, otak memiliki banyak bagian yang memiliki fungsi berbeda-beda.
Secara garis besar otak terbagi atas tiga bagian, yaitu otak besar (cerebrum), otak
kecil (cerebellum), dan batang otak (brain stem). Masing-masing bagian terbagi lagi
menjadi bagian-bagian yang lebih kecil, lebih kecil lagi, dan lebih kecil lagi. Seperti
bagian-bagian tubuh lain, otak bisa terkena tumor maupun kanker. Bedanya, jika pada
bagian tubuh lain tumor jinak kadang tidak mengganggu dan tidak berbahaya, di otak
tumor jinak pun bisa sangat mengganggu dan membahayakan nyawa.

Tumor susunan saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma


seluruh tubuh, dengan frekwensi 80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam
kanalis spinalis. Di Amerika di dapat 100.000 kasus baru dari tumor otak setiap
tahun, sedang menurut Bertelone, tumor primer susunan saraf pusat dijumpai 10%
dari seluruh penyakit neurologi yang ditemukan di Rumah Sakit Umum. Di Indonesia
data tentang tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan.Insiden tumor otak pada
anak-anak terbanyak dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan puncak
usia 40-65 tahun.

1
Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi anatomi. Dengan
pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan
tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor, dan cepatnya
timbul gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor ke jaringan otak
yang dapat menyebabkan kompresi, infasi ,dan destruksi dari jaringan otak.
Walaupun demikian ada beberapa jenis tumor yang mempunyai predileksi lokasi
sehingga memberikan gejala yang spesifik dari tumor otak. Dengan pemeriksaan
radiologi dan patologi anatomi hampir pasti dapat dibedakan tumor benigna dan
maligna.

Penderita tumor otak lebih banyak pada laki-laki (60,74%) dibanding


perempuan (39,26%) dengan kelompok usia terbanyak 51 sampai ≥60 tahun
(31,85%); selebihnya terdiri dari berbagai kelompok usia yang bervariasi dari 3 bulan
sampai usia 50 tahun tapi ada juga yang mengatakan insiden antara laki-laki dan
perempuan tidak bisa dibedakan. Berdasarkan lokasi pada orang dewasa lebih banyak
di Supratentorial (80-85%), sedangkan pada anak-anak di Infratentorial (60%). Ada
beberapa tumor otak yang dapat di operasi dan ada juga yang tidak dengan berbagai
alasan, seperti; inoperable atau tumor metastase (sekunder). Lokasi tumor terbanyak
berada di lobus parietalis (18,2 %), sedangkan tumor-tumor lainnya tersebar di
beberapa lobus otak, suprasellar, medulla spinalis, cerebellum, brainstem,
cerebellopontine angle dan multiple.

2
BAB II
ISI

II. 1. ANATOMI dan FISIOLOGI


Lupus dalam bahasa Latin artinya “anjing hutan”. Istilah ini mulai dikenal
sekitar satu abad lalu. Penyakit lupus yang dalam bahasa kedokteran dikenal degan
nama systemic lupus erythematosus (SLE). SLE adalah penyakit autoimun
multisistemik kronis, ditandai dengan pembentukan antibody yang membentuk
komplek imun dan menimbulkan reaksi inflamasi pada berbagai organ.
II.2. DEFINISI
Tumor otak/ tumor intrakranial adalah tumor yang timbul dalam ruang
tengkorak dan menimbulkan proses desak ruang ( SOP : space occupaying process ).
Sehingga dari pengertian tersebut tumor otak merupakan neoplasma yang terdapat
pada korteks, meningen, vaskuler, hipofise, epifisis, saraf otak, jaringan ikat
intrakranial, sarcoma, abses, malformasi pembuluh darah, atau kista akibat metastasik
tumor, parasitoma, tuberkuloma, gumma, dll. Sedangkan hematoma Intrakranial dan
edema cerebri tidak tergolong tumor otak.

II.3. EPIDEMIOLOGI :
Tumor Otak menyerang lebih dari 100.000 orang setiap tahunnya di Amerika
Serikat. Sedangkan berdasarkan angka yang didapatkan di Rumah Sakit, tumor
metastase adalah yang terbanyak, diikuti oleh Glioma sebagai kedua terbanyak,
meningioma (13-18%), schwanoma (8%), dan Adenoma (3-12%), sedangkan
pinealoma dan tumor yang berasal di garis tengah jarang ditemukan. Insiden tumor
otak yang ditemukan sekitar 10 %, keganasan pada anak sekitar 20-40 %, ± 1,7%
mengakibatkan kematian. Tumor otak insiden banyak ditemukan pada laki-laki
daripada perempuan tetapi banyak peneliti juga mengatakan bahwa insiden tumor
otak tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan. Tumor pada orang dewasa
biasanya paling banyak terdapat di Supratentorial (80-85%), sedangkan pada anak-
anak banyak terdapat di Infratentorial (60%).

3
II.4. ETIOLOGI
Penyebab utama belum diketahui, biasanya ada beberapa faktor genetik,
namun ada beberapa faktor yang berhubungan dengan perkembangan tumor, a.l.:
1. Herediter : pada neurofibromatosis (von reckling housen),
hemangioblastoma (von Hipple lindau), fakomatosis.
2. Embrional : medullablastoma, ependimoma, kraniofaringioma.
3. Virus onkogenik : ependimoma, meningioma, schwannoma diduga
ada hubungan dengan infeksi kronis.
4. Bahan karsinogenik : hidrokarbon polisiklik, metilnitrosid
5. Radiasi
6. Diet

II.5. KLASIFIKASI TUMOR INTRAKRANIAL

Ada dua kategori dari tumor otak, yaitu :

1. Tumor otak primer :

II.6. GEJALA KLINIS

Gejala-gejala penyakit dikenal sebagai Lupus Eritomatosus Sistemik (SLE).


Eritomatosus artinya kemerahan. sedangkan sistemik bermakna menyebar luas
keberbagai organ tubuh. Istilahnya disebut SLE atau Lupus. Gejala-gejala yang
umum dijumpai adalah:

1. Kulit yang mudah gosong akibat sinar matahari serta timbulnya gangguan
pencernaan.
2. Gejala umumnya penderita sering merasa lemah, kelelahan yang berlebihan, demam
dan pegal-pegal. Gejala ini terutama didapatkan pada masa aktif, sedangkan pada
masa remisi (nonaktif) menghilang.
3. Pada kulit, akan muncul ruam merah yang membentang di kedua pipi, mirip kupu-

4
kupu. Kadang disebut (butterfly rash). Namun ruam merah menyerupai cakram bisa
muncul di kulit seluruh tubuh, menonjol dan kadang-kadang bersisik. Melihat
banyaknya gejala penyakit ini, maka wanita yang sudah terserang dua atau lebih
gejala saja, harus dicurigai mengidap Lupus.
4. Anemia yang diakibatkan oleh sel-sel darah merah yang dihancurkan oleh penyakit
LUPUS ini
5. Rambut yang sering rontok dan rasa lelah yang berlebihan

II.7. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


1. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah lengkap untuk melihat
jumlah leukosit, trombosit, limfosit, kadar Hb, dan LED. Pada pemeriksaan
darah lengkap dapat dijumpai anemia, leucopenia, limfopenia, trombopenia,
dan LED yang meningkat.
2. Pemeriksaan urin lengkap untuk melihat adanya protein urin yang menuju
adanya kelainan di ginjal ditunjang dengan pemeriksaan faal ginjal.
3. Pemeriksaan faal hati membantu untuk melihat adanya autoimun hepatitis,
hemolitik anemia, kadar albumin rendah.
4. Pemeriksaan kadar C-Reaktive Protein (CRP) sangat membantu untuk
membedakan lupus aktif dengan infeksi. Pada lupus yang aktif, kadar CRP
normal atau peningkatan tidak bermakna, sedangkan pada infeksi terdapat
peningkatan CRP yang sangat tinggi.
5. Pemeriksaan komplemen C3 dan C4 membantu untuk menilai aktivitas
penyakit. Pada keadaan aktif, kadar kedua komplemen ini rendah.
6. Pemeriksaan Serologi
Tes Antibodi antinuclear (ANA) merupakan pemeriksaan serologi yang
dianjurkan sebagai pemeriksaan serologi awal sebelum pemeriksaan antibody
lainnya. Bila kadar tinggi dengan pola yang homogen dengan pemeriksaan
metode Hep Z cell sangat menyokong diagnosis SLE. Selain untuk membantu
menegakkan diagnosis, ANA tes juga dipakai untuk menilai aktivitas
penyakit.

5
Antibodi-antibodi lainnya mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang
manisfestasi klinisnya. Misalnya kadar dsDNA yang tinggi dikaitkan dengan
timbulnya lupus nefritis dsDNA, histone, Sm, RNP, RO, dan La atau antibody
phospholipids.

II.7. DIAGNOSIS :
Kriteria diagnosis untuk SLE berdasarkan American College of
Rheumatology (revisi 1997) :
1. Malar Rash / butterfly rash : Ruam pada hidung yang berhubungan
dengan ruam pada pipi yang tidak melebihi lipatan nasolabial.
2. Discoid rash : lesi kecil, ruam berwarna merah yang berbentuk seperti
koin. Ruam ini paling umum pada wajah tetapi juga dapat muncul
pada tubuh, lengan dan kaki. Kadang-kadang, ruam berbentuk cakram
muncul di kulit kepala. Karena ruam ini dapat menyebabkan jaringan
parut, keberadaannya di kulit kepala dapat menyebabkan rambut
rontok.
3. Photosensitivity : Bila terpapar sinar ultraviolet menyebabkan ruam.
4. Oral ulcer : luka pada mulut (pallatum dan gusi) yang biasanya tidak
nyeri.
5. Arthritis : arthritis yang tidak erosive dari 2 atau lebih sendi-sendi
perifer, disertai bengkak
6. Serositis : perikarditis atau pleuritis.
7. Renal disorder : proteinuria > 0,5 g/d atau > +3. atau adanya cast
seluler.
8. Neurologic disorder : kejang atau psikosis
9. hematologic disorder :
a. anemia hemolitik
b. leucopenia pada 2 kali pemeriksaan
c. Limfopenia pada 2 kali pemeriksaan
d. Trombopenia < 100.000/mm3

6
10. Imunologic disorder :
a. Peningkatan kadar anti ds-DN atau
b. Antibody anti-Sm atau
c. Antibody anti phospholipids positif berdasar pada :
i. Peningkatan kadar IgG atau IgM antiphospolipid
ii. Lupus koagulan (+)
iii. Positif palsu untuk sifilis ada selama 6 bulan.
11. Antinuclear antibodies
Dignosis SLE dapat ditegakkan apabila memenuhi 4 dari 11 kriteria. Dengan
catatan riwayat pasien dengan gejala-gejala di atas juga diperhitungkan dalam
perhitungan.

II.8. Differential diagnosa :


Pleuritic chest pain
Pneumonitis
Polyarthritis/polyarthralgia
Raynaud Phenomenon
Renal disease
Renal vasculitis
Seizures
Stroke
Thrombocytopenia
Weight loss

II.9 PROGNOSE
Prognose lupus sangat tergantung pada organ yang terlibat, bila organ vital
yang terlibat maka mortalitasnya sangat tinggi. Tetapi dengan kemajuan pengobatan
lupus, mortalitas ini jauh lebih baik disbanding pada 2-3 dekade yang lalu.

7
8
BAB III
PENATALAKSANAAN

III. TATALAKSANA
Prinsip pengobatan adalah untuk menekan aktivitas penyakit, untuk mencegah
progresivitas, dan memantau efek samping obat.
Untuk penatalaksanaan, pasien SLE dibagi menjadi :
- Kelompok ringan
Penderita SLE dengan gejala-gejala panas, arthritis, perikarditis
ringan, efusi pleura/perikard ringan, kelelahan, dan sakit kepala.
- Kelompok berat
Penderita SLE dengan gejala-gejala efusi pleura dan perikard
massif, penyakit ginjal, anemia hemolitik, trombositopenia, lupus
serebral, vaskulitis akut, miokarditis, pneumonitis lupus, dan
perdarahan paru.

Penatalaksanaan umum, yaitu :


1. Kelelahan bisa karena sakitnya atau karena penyakit lain
anemia, demam, infeksi, gangguan hormonal, komplikasi
pengobatan, atau stress emosional. Upaya mengurangi
kelelahan disamping pemberian obat ialah cukup istirahat,
pembatasan aktivitas yang berlebih, dan mampu mengubah
gaya hidup.
2. Hindari merokok
3. Hindari perubahan cuaca karena akan mempengaruhi
prose’s inflamasi
4. Hindari stress dan trauma fisik
5. Diet sesuai kelainan, misalnya hiperkolesterolemia
6. Hindari pajanan sinar matahari, khususnya UV pada pukul

9
10.00 – 15.00
7. Hindari pemakaian kontrasepsi atau obat lain yang
mengandung hormon estrogen

Penatalaksanaan Medikamentosa, yaitu :


1. SLE derajat ringan :
o aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid merupakan
pilihan utama dengan dosis sesuai derajat penyakit.
o Penambahan obat antimalaria hanya bila ada ruam kulit dan
lesi di mukosa membran.
o Bila gagal, dapat ditambah prednisone 2,5-5 mg/hr. dosis
dapat dinaikkan 20% secara bertahap tiap 1-2 minggu
sesuai kebutuhan.
2. SLE derajat berat :
o Pemberian steroid sistemik merupakan pilihan pertama
dengan dosis sesuai dengan kelainan organ sasaran yang
terkena.
Pengobatan pada keadaan khusus :
 Anemia hemolitik autoimun
Prednison 60-80 mg/hari ( 1-1,5 mg/kgBB/hr ), dapat
ditingkatkan sampai 100-120 mg/hari bila dalam beberapa hari
sampai 1 minggu belum ada perbaikan.
 Trombositopenia autoimun
Prednisone 60-80 mg/hari ( 1-1,5 mg/kgBB/hari ), bila tidak
ada respon dalam 4 minggu, ditambahkan immunoglobulin IV
dengan dosis 0,4 mg/kgBB/hari selama 5 hari berturut-turut.
 Vaskulis sistemik akut
Prednison 60-100 mg/hari, pada keadaan akut diberikan
parenteral.

10
 Perikarditis Ringan
Obat anttiinflamasi nonsteroid atau anti malaria. Bila tidak
efektif, dapat diberikan prednisone 20-40 mg/hari.
 Perikarditis Berat
Diberikan prednisone 1 mg/kgBB/hari
 Miokarditis
Prednison 1 mg/kgBB/hari dan bila tidak efektif dapat
dikombinasikan dengan siklofosfamid.
 Efusi Pleura
Prednison 15-40 mg/kgBB/hari. Bila efusi massif, dilakukan
punksi pleura/drainase
 Lupus Pneumonitis
Prednison 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 4-6 minggu
 Lupus Cerebral
Metil Prednisolon 2 mg/kgBB/hari untuk 3-5 hari, bila berhasil
dilanjutkan pemberian oral 5-7 hari lalu diturunkan perlahan.
Dapat diberikan Metil Prednisolon pulse dosis selama 3 hari
berturut-turut.

11
BAB IV
KEGAWATDARURATAN SLE

IV.I. Yang termasuk dalam kegawatdaruratan pada SLE adalah :


1. Pregnancy  peningkatan resiko Pre eklampsia, dan placenta insufficiency
2. Stroke
3. Acute Myocardial Infarction
4. Hemopthysis
5. Respiratory distress
6. Pulmonary emboli

12
BAB V
RANGKUMAN

SLE : penyakit multisistem yang disebabkan oleh kerusakan jaringan akibat deposisi
immune complex.
Gejala Klinis dari SLE tidak spesifik antara lain : Lemah, Lesu, panas,mual,nafsu
makan menurun, dan berat badan menurun. Dalam klinis sering menimbulkan
kesulitan karena gejala dari SLE mirip dengan gejala penyakit lainnya. Sehingga
digunakan juga Kriteria Diagnosa dari ARA ( American College of Rheumatology )
yang mana mempunyai sensitivitas 96 % dan spesivitas 96 %.Diagnosis pasti dapat
ditegakan bila 4 atau lebih dari 11 kriteria ARA , yaitu:
• Malar Rash ( Butterfly Rash )
• Discoid Rash
• Fotosensitifitas
• Luka Mulut
• Artritis
• Serositis
• Kelainan ginjal
• Kelainan neurologi
• Kelainan darah
• Kelainan imunologi
• Peningkatan antibody antinuclear
Dari pemeriksaan Laboratorium didapatkan :
• Darah lengkap : Anemia, Leucopenia, Limfopenia, Trombopenia, dan
LED meningkat.
• Urine Lengkap : +/- Protein di urin ditunjang Faal ginjal
• Faal Hati : untuk melihat autoimun hepatitis, hemolitik anemia, kadar
albumin rendah

13
• Kadar C-Reaktive Protein ( CRP ) untuk bedakan :
- Lupus aktif ( CRP normal atau peningkatan tidak bermakna )
- Infeksi ( CRP meningkat sangat tinggi )
• Komplemen C3 dan C4 rendah pada keadaan aktif
• Serologi : kadar ANA Test tinggi ( untuk tegakkan diagnosis dan nilai
akttivitas penyakit )
Selain itu pada SLE juga ditemukan Kegawatdaruratan antara lain:
1. Pada Kehamilan
2. Stroke
3. Acute Myocardial Infarction
4. Hemopthysis
5. Respiratory distress
6. Pulmonary Emboli

14
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. http://sophia.dagdigdug.com/archives
2. http://doktersehat.com/2007/09/04/lupus-apa-itu-penyakit-lupus
3. http://emedicine.medscape.com/article/809378-overview
4. Prof. Dr. Askandar Tjokroprawito,dr.,Sp.PD,K-EMD, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam,FK UNAIR, 2007; 239-240
5.Kapita Selekta Kedokteran, JILID 1;570-571Aru W. Sudoyo, Bambang
Setyohadi, Idrus Alwi, Mercellus Simadibrata K, Siti Setiati, editor. Buku ajar
Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Edisi IV. Hal. 1215 – 1221, Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.
6.Kurt J. Isselbacher, A.B, M.D, Eugene Braunwald, A.B, M.D.(hon), M.D.(hon),
Sc.D.(hon), Jean D.Wilson, M.D, Joseph B Martin, M.D, ph.D, F.R.R.C.P.
(C).M.A. (hon), Anthony S Fauci, M.D, Dennis L. Kasper, M.D, editor.
Harisson’s Principles of Internal Medicine, 17th edition volume II. USA :
2008. page : 2075- 2081.
7.Askandar Tjokroprawiro, Poernomo Boedi Setiawan, Djoko Santoso, Gatot
Soegiarto editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas kedokteran
Universitas Airlangga. Surabaya : 2007. halaman : 235-241

15
16

You might also like