You are on page 1of 17

Penggunaan kaptopril Pada Pasien Hipertensi dengan

Diabetes Mellitus
Posted on December 24, 2007 by farmakoterapi-info

Penggunaan kaptopril Pada Pasien Hipertensi dengan Diabetes Mellitus


(Surya Dwi Ariatma/078115033)

Pendahuluan
Hipertensi dan Diabetes melitus merupakan dua keadaan yang berhubungan erat dan
keduanya merupakan masalah kesehatan yang perlu mendapatkan penanganan yang seksama.
Hipertensi pada diabetes mellitus merupakan penyebab utama pada kematian dalam diabetes
pada penyakit kardiovaskuler. Kelainan pada mata akibat diabetes melitus yang berupa
retinopati diabetik juga dipengaruhi oleh hipertensi.
Hipertensi secara umum adalah keadaan dimana tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih
dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih dan diukur lebih dari satu kali kesempatan, oleh
karena itu jika dokter menyatakan tekanan darah anda diatas 140/90 berarti anda menderita
hipertensi alias tekanan darah tinggi.
 
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah Untuk Pasien >18 Tahun
Menurut Joint National Committee VII
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Darah (mmHg) (mmHg)

Normal <120 <80

Prehipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99

Hipertensi tingkat 2 ≥160 ≥100


 
Sasaran dan Tujuan Terapi
Penderita tekanan darah tinggi perlu berupaya menormalkan tekanan darahnya. Sasaran
pengobatan tekanan darah pada diabetes mellitus adalah mencapai dan mempertahankan
tekanan darah dibawah 130/80 mm Hg. Dan tujuan pengobatan dari hipertensi ini, yaitu
mencegah terjadinya morbiditas (angka kesakitan) dan mortalitas (angka kematian)
kardiovaskuler akibat tekanan darah tinggi.
 
Strategi Terapi
Strategi penatalaksanaan hipertensi meliputi beberapa tahap yaitu, memastikan bahwa
tekanan darah benar-benar mengalami kenaikan pada pengukuran berulang kali, menentukan
target dalam penurunan tekanan darah, melakukan terapi non farmakologis meliputi
pengamatan secara umum terhadap pola hidup pasien, kemudian terapi farmakologis meliputi
pengoptimalan penggunaan obat tunggal anti-hipertensi dalam terapi, bila perlu berikan
kombinasi penggunaan obat anti-hipertensi, dan melakukan monitoring secara rutin. Terapi
hipertensi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu terapi non farmakologis (tanpa obat) dan
terapi farmakologis (menggunakan obat).
 
Terapi non farmakologis
Terapi non farmakologis dilakukan dengan modifikasi pola hidup yang berguna untuk
menurunkan tekanan darah pada penderita hipertensi dengan diabetes mellitus. Modifikasi
utama pola hidup yang dapat menurunkan tekanan darah antara lain penurunan berat badan
pada kasus obesitas, kurangi asupan kalori, konsumsi buah dan sayur-sayuran, diet rendah
lemak, diet rendah garam, menghindari konsumsi alkohol dan memperbanyak aktivitas atau
olahraga.
 
Modifikasi Pola Hidup dalam Penatalaksanaan Hipertensi
Perkiraan
Modifikasi Rekomendasi penurunan tekanan
darah (mmHg)

5-20 per 10 Kg
Penurunan berat Menjaga berat badan normal (Body
penurunan berat
badan Mass Index 18,5-24,9 kg/m2)
badan

Mengkonsumsi buah-buahan,
   
sayuran, dan makanan rendah kadar
Pola makan 8-14
lemak

Kurangi asupan Kurangi asupan natrium < 2,4 gram  


natrium perhari 2-8

Olahraga teratur seperti aerobik


Aktivitas fisik 4-9
ringan minimal 30 menit per hari

Membatasi konsumsi alkohol, pada


pria tidak lebih dari 30 ml etanol per  
Kurangi alkohol
hari dan pada wanita tidak lebih dari 2-4
15 etanol ml per hari
Terapi farmakologis
Ada beberapa golongan obat anti-hipertensi yaitu first line drug : diuretik, Penyekat reseptor
beta adrenergic (β-blocker), Penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE inhibitor),
Penghambat reseptor angiotensin (Angiotensin-receptor blocker,ARB), antagonis kalsium,
dan second line drug : penghambat saraf adrenergik, Agonis α-2 sentral dan vasodilator.
Pada prinsipnya pengobatan hipertensi pada diabetes melitus tidak berbeda dengan
pengobatan pada hipertensi pada penderita tanpa diabetes melitus.Yang perlu mendapatkan
perhatian ialah bahwa efek samping obat anti-hipertensi dapat menimbulkan gangguan
metabolik pada diabetes melitus. Oleh karena itu pengobatan harus diberikan dengan
mengingat kepentingan secara individual dan tingkat kelainan metabolik yang ada.
Semua pasien dengan diabetes dan hipertensi dapat diatasi dengan pemberian antihipertensi
yang lainnya termasuk ACE Inhibitor atau ARB. Secara farmakologi, kedua golongan obat
ini memberikan nephrotection memperlihatkan vasodilatasi oleh karena arteriole pada ginjal.
Lebih dari itu inhibitor-inhibitor ACE mempunyai pengurangan resiko yang besar sekali
ditunjukkan data pengurangan pada kedua resiko kardiovaskular (kebanyakan dengan ACE
inhibitor) dan resiko dari kelainan fungsi tubuh ginjal yang progresif (kebanyakan dengan
ARBs) pada pasien-pasien diabetes.
Terapi obat pilihan dalam artikel ini adalah kaptopril yang merupakan golongan obat
antihipertensi ACE inhibitor.Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) memfasilitasi
terbentuknya angiotensin II yang mempunyai peran penting dalam pengaturan tekanan darah
arteri. Enzim pengkonversi angiotensin (ACE) terdistribusi dalam banyak jaringan dan
terdapat dalam beberapa tipe sel yang berbeda, tetapi secara umum ACE terletak pada sel
endotelial. Oleh karena itu, produksi utama angiotensin II terletak di pembuluh darah bukan
di ginjal. Obat-obat golongan ini diindikasikan untuk hipertensi pada diabetes mellitus dan
hipertensi pada diabetes dengan nefropati. Pada beberapa pasien, obat golongan ini
menyebabkan penurunan tekanan darah yang sangat cepat.
OBAT PILIHAN ► KAPTOPRIL
Indikasi : hipertensi ringan sampai sedang (sendiri atau dengan terapi tiazid) dan hipertensi
berat yang resisten terhadap pengobatan lain; gagal jantung kongestif (tambahan); setelah
infark miokard; nefropati diabetic (mikroalbuminuria lebih dari 30 mg/hari) pada diabetes
tergantung insulin.
Kontraindikasi : hipersensitif terhadap penghambat ACE (termasuk angiodema); penyakit
renovaskuler (pasti atau dugaan); stenosis aortic atau obstruksi keluarnya darah dari jantung;
kehamilan; hipertensi dengan gejala hiponatrium; anuria; Laktasi; gagal ginjal.
Efek Samping : ruam kulit, pruritus, muka kemerahan, batuk kering; gangguan pengecapan;
hipotensi; gangguan gastrointestinal, proteinuria. Jarang, netropenia, takikardi, angiodema.
Aturan pakai : Diberikan dalam keadaan perut kosong (1 jam sebelum makan atau 2 jam
setelah makan).
Dosis : hipertensi ringan sampai dengan sedang awal 12,5 mg 2 x sehari. Pemeliharaan :
25mg 2xsehari, dapat ditingkatkan dengan selang waktu 2-4 minggu. Maksimal 50 mg dua
kali sehari. Hipertensi berat awal 12,5 mg 2 x sehari, dapat ditingkatkan bertahap sampai
dengan maksimal 50 mg 3 x sehari.
Resiko Khusus : pada pasien dengan stenosis arteri ginjal bilateral yang berat, penghambat
ACE mengurangi atau meniadakan filtrasi glomerolus sehingga menyebabkan gagal ginjal
yang berat dan progresif. Pada wanita hamil dapat mengganggu pengendalian tekanan darah
janin dan bayi neonatus, serta mengganggu fungsi ginjalnya; juga bisa mengakibatkan
kerusakan tengkorak dan oligohidramnios. Pada ibu menyusi, kaptopril didistribusikan ke air
susu sehingga tidak direkomendasikan untuk menyusui saat menggunakan kaptopril
Macam-macam obat Kaptopril
Kaptopril (Generik) Tablet 12,5 mg, 25 mg, 50 mg.
Acepress (Bernofarm) Tablet 12,5 mg, 25 mg.
Capoten (Bristol-Myers Squibb) Tablet 12,5 mg, 25 mg, 50 mg.
Captensin (Kalbe Farma) Tablet 12,5 mg, 25 mg.Kaptopril Hexparm (Hexparm)
Tablet 12,5 mg, 25 mg, 50 mg.
Forten (Hexparm) Tablet 25 mg, 50 mg.Casipril (Tunggal Idaman Abadi)
Tablet 12,5 mg, 25 mg.
Dexacap (Dexa Medica) Tablet 12,5 mg, 25 mg, 50 mg.Farmotten (Fahrenheit)
Tablet 12,5 mg, 25 mg.
Lotensin (Kimia Farma) Tablet 12,5 mg, 25 mg.Locap (Sandoz)
Tablet 25 mg.
Tenofax (Sandoz) Tablet 12,5 mg, 25 mg.Metopril (Metiska Farma)
Tablet Salut Selaput 12,5 mg, 25 mg, Kaplet Salut Selaput 50 mg.
Otoryl (Otto) Tablet 25 mg.Praten (Prafa)
Tablet 12,5 mg, 25 mg.
Scantesin (Tempo Scan Pacific) Tablet 12,5 mg, 25 mg.Tensobon (Coronet)
Tablet 25 mg.
 
Daftar Pustaka
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Dep. Kes. RI, JakartaAnonim, 2006,
MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 6, Info Master, Indonesia Dipiro, J. T., 1997,
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 3rd Edition, Appeton & Lange, Stamford
Nafrialdi, 2007, Antihipertensi, dalam Gunawan, S.G (Editor), Farmakologi dan Terapi, Edisi
V, Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta

Penggunaan Captopril [Angiotensin Converting Enzyme


(ACE) Inhibitor] pada Terapi Hipertensi
Posted on December 22, 2007 by farmakoterapi-info
Penggunaan Captopril [Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor]
pada Terapi Hipertensi
 
(Willy Hartanto, S. Farm. / 078115071)
 
Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik di atas 140 mmHg
atau tekanan diatolik di atas 90 mmHg serta menjadi faktor resiko utama penyebab coronary artery
disease (CAD), gagal jantung, stroke, dan gagal ginjal. Prevalensi terjadinya hipertensi meningkat
seiring dengan pertambahan usia.  
 
Tabel Klasifikasi Tekanan Darah berdasarkan JNC (Joint National Committe on Prevention,
Detection, Evaluation, and treatment oh High Blood Pressure) VII
Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normal < 120 < 80
Prehipertensi 120 – 139 80 – 89
Hipertensi stage 1 140 – 159 90 – 99
Hipertensi stage 2 ≥ 160 ≥ 100
 
Secara umum, hipertensi dapat disebabkan oleh makanan; stres; rokok; obat-obatan yang berupa
kontrasepsi oral dan kortikosteroid; serta kehamilan. Sebagian besar pasien (70%) tidak menyadari
bahwa mereka mengalami hipertensi karena pasien hipertensi terlihat sehat dan tidak menunjukkan
gejala yang spesifik. Faktor-faktor yang dapat memperbesar resiko terjadinya hipertensi antara lain
pria berusia di atas 55 tahun atau wanita di atas 65 tahun; menderita diabetes melitus dan/atau
dislipidemia, mikroalbuminuria, obesitas; mempunyai riwayat keluarga penyakit jantung; jarang
beraktivitas (olahraga); perokok; alkoholik.
Hipertensi ditandai dengan peningkatan tekanan darah di sekitar kategori prehipertensi dan
sebagian besar pasien tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Diagnosis hipertensi sejak dini dapat
mencegah resiko penyakit kardiovaskuler serta mengurangi resiko morbiditas dan mortalitas.
Pemeriksaan dini terhadap hipertensi dapat dilakukan dengan pengukuran tekanan darah secara
berkala, pemeriksaan target organ damage akibat hipertensi (otak, mata, jantung, ginjal dan sistem
sirkulasi darah perifer).
Sasaran terapi dalam pengobatan hipertensi adalah tekanan darah. Tujuan terapi antihipertensi
adalah menurunkan tekanan darah ke tekanan darah yang disarankan oleh JNC VII, yaitu di bawah
140/90 mmHg (pasien hipertensi); di bawah 130/80 mmHg (pasien hipertensi dengan komplikasi
diabetes melitus); dan di bawah 130/80 mmHg (pasien hipertensi dengan komplikasi gagal ginjal
kronis). Strategi terapi dapat dilakukan dengan terapi nonfarmakologi maupun terapi farmakologi.
Terapi nonfarmakologi dapat dilakukan dengan mengubah pola hidup pasien hipertensi. Banyak
mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan makanan rendah lemak dapat menurunkan tekanan darah.
Pengubahan pola hidup dapat berupa penurunan berat badan jika overweight; membatasi konsumsi
alkohol (< 30ml/hari untuk pria dan <15ml/hari untuk wanita); berolahraga teratur (30-45 menit/hari);
mengurangi konsumsi garam (< 100 mmol/hari atau 6 gram NaCl); mempertahan konsumsi natrium,
kalsium, magnesium yang cukup (± 90 mmol/hari); dan berhenti merokok.
Terapi farmakologi dapat dilakukan dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi yang
berupa golongan diuretik, Angiotensin Converting Enzyme (ACE) Inhibitor, β-adrenergic blockers,
Angiotensin Receptor Blockers (ARB), Calcium Channel Blockers (CCB).
ACE inhibitor merupakan antihipertensi yang efektif dan efek sampingnya dapat ditoleransi
dapat dengan baik. Efek samping penggunaan ACE inhibitor antara lain sakit kepala, takikardi
(peningkatan denyut jantung), berkurangnya persepsi pengecapan, dizziness (ketidakseimbangan saat
berdiridari posisi duduk atau tidur), nyeri dada, batuk kering, hiperkalemia, angiodema, neutropenia,
dan pankreatitis. ACE inhibitor dapat digunakan sebagai obat tunggal maupun dikombinasikan
dengan obat lain (biasanya dikombinasikan dengan diuretik). Selain sebagai antihipertensi, ACE
inhibitor juga dapat digunakan sebagai vasodilator, terapi congestive heart failure (CHF), left
ventricular dysfunction, myocardial infarction, dan diabetes melitus.
ACE inhibitor bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bekerja di ginjal dengan menahan ekskresi cairan (Na+ dan H2O) yang dapat
menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan tahanan perifer. Meningkatnya tahanan perifer akan
berefek pada peningkatan tekanan darah. Dengan adanya ACE inhibitor maka tidak akan terbentuk
angiotensin II, mengurangi retensi cairan, terjadi vasodilatasi, dan mengurangi kerja jantung.
ACE inhibitor dikontraindikasikan untuk wanita hamil karena ACE inhibitor dapat menembus
plasenta. ACE inhibitor dihubungkan dengan fetal hypotension, oliguria serta kematian pada manusia,
dan fetotoxicity pada hewan uji. Informasi yang perlu diketahui pasien hipertensi terhadap ACE
inhibitor antara lain tetap menggunakan ACE inhibitor walau sudah mencapai tekanan darah normal
karena hipertensi tidak mempunyai gejala yang spesifik. ACE inhibitor tidak dapat menyembuhkan
hipertensi, akan tetapi hanya dapat mengontrol hipertensi dengan terapi jangka panjang. Pasien
dianjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan lain khususnya OWA simpatomimetik, kecuali atas
rekomendasi dokter. Pasien harus segera menghubungi dokter jika pasien mengalami kehamilan
selama menggunakan ACE inhibitor.
Jenis ACE inhibitor yang dapat digunakan sebagai antihipertensi antara lain Benazepril,
Captopril, Enalapril, Fosinopril, Lisinopril, Moexipril, Perindropil, Quinapril, Ramipril, Trandolapril.
Salah satu golongan ACE inhibitor yang paling banyak digunakan sebagai antihipertensi adalah
Captopril. Captopril sebagai dosis tunggal mempunyai durasi selama 6-12 jam dengan onset 1 jam.
Captopril diabsorpsi sebanyak 60-75% dan berkurang menjadi 33-40% dengan adanya makanan serta 
25-30% Captopril akan terikat protein. Waktu paruh Captopril dipengaruhi oleh fungi ginjal dan
jantung di mana waktu paruh Captopril pada volunteers sehat dewasa 1,9 jam; pasien CHF 2,06 jam;
dan pasien anuria 20-40 jam. Captopril diekskresikan melalui urin (95%) dalam waktu 24 jam.
Captopril
Nama generik                     : Kaptopril tablet 12,5 mg; 25 mg; 50 mg
Nama dagang di Indonesia   :
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Acendril® (Harsen) tablet 12,5 mg; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Acepress® (Bernofarm) tablet 12,5; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Capoten® (Bristol-Myers Squibb Indonesia)
tablet 12,5 mg; 25 mg; 50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Captensin® (Kalbe Farma) tablet 12,5; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Captopril Hexpharm® (Hexpharm) tablet 12,5;
25 mg; 50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Casipril® (Tunggal Idaman Abdi) tablet 12,5
mg; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Dexacap® (Dexa Medica) tablet 12,5 mg; 25
mg; 50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Farmoten® (Fahrenheit) tablet 12,5 mg; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Forten® (Hexpharm Jaya) kaplet 25 mg; tablet
50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Locap® (Sandoz) tablet 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Lotensin® (Kimia Farma) kaplet 12,5 mg;
tablet 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Inapril® (Indofarma) tablet 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Metopril® (Metiska) tablet salut selaput 12,5
mg; 25 mg; kaplet salut selaput 50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Otoryl® (Otto) tablet 25 mg; kapsul-tablet 50
mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Praten® (Prafa) kaplet 12,5 mg; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Prix® (Rama) tablet 12,5 mg; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Scantensin® (Tempo Scan Pacific) tablet 12,5
mg; 25 mg; 50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Stablon® (Combiphar) tablet salut gula 12,5 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Tenofax® (Prima Hexal) tablet 12,5; 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Tensicap® (Sanbe Farma) tablet 12,5 mg; 25
mg; 50 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Tensobon® (Coronet Crown) tablet 25 mg
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Vapril® (Phapros) tablet 12,5 mg; 25 mg
Indikasi                               : antihipertensi, left ventricular disfunction yang disertai myocardial
infarction, diabetes nefropati, vasodilator, CHF
Kontrindikasi                       : hipersensitivitas terhadap Captopril, angiodema yang disebabkan
oleh penggunaan ACE inhibitor sebelumnya, wanita hamil dan
menyusui
Bentuk sediaan                    : tablet, tablet salut selaput, tablet salut gula, kaplet, kaplet salut
selaput, kapsul-tablet
Dosis                                  : sebagai antihipertensi pada orang dewasa (oral)
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Dosis awal                 : 12,5-25 mg 2-3 kali/hari
yang dapat ditingkatkan 12,5-25 mg dalam 1-2 minggu menjadi
50 mg 3 kali/hari
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Dosis perawatan        : 50 mg 3 kali/hari
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Dosis maksimum        : 150 mg 3 kali/hari
Aturan pakai                       :
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Diberikan dalam keadaan perut kosong (1 jam
sebelum makan atau 2 jam setelah makan)
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Captopril digunakan setelah penggunaan
antihipertensi lain dihentikan selama 1 minggu, kecuali pada pasien dengan accelerated
or malignant hypertension atau hipertensi yang sulit dikontrol
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Pasien yang tidak dapat menggunakan sediaan
padat secara oral dapat dibuat larutan oral Captopril dengan cara menyerbuk 25 mg tablet
Captopril yang dilarutkan dalam 25 atau 100 ml air dan diaduk hingga bercampur lalu
segera diminum tidak lebih dari 10 menit karena sifat Captopril yang tidak stabil dalam
bentuk larutan
Efek samping                      : ruam, berkurangnya persepsi pengecapan, sakit kepala, batuk
kering, hipotensi sementara, neutropenia, proteinurea
Resiko khusus                     :
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Kehamilan                 : faktor resiko C pada
trimester pertama (penelitian dengan hewan uji terbukti terjadi
teratogenik pada janin tetapi tidak ada kontrol penelitian pada
wanita atau penelitian pada hewan uji dan wanita pada saat yang
bersamaan dan obat dapat diberikan jika terdapat kepastian
bahwa pertimbangan manfaat lebih besar daripada resiko pada
janin) dan faktor resiko D pada trimester kedua dan ketiga
(potensial terjadi resiko teratogenik pada janin manusia)
<!--[if !supportLists]-->         <!--[endif]-->Menyusui                   : Captopril didistribusikan
ke air susu sehingga tidak direkomendasikan untuk menyusui
saat menggunakan Captopril
 

Daftar Pustaka
Anderson, P.O., Knoben, J.E., and Troutman, W.G., 2002, Handbook of Clinical Drug Data, 10th
edition, 326-327, McGraw-Hill Companies, Inc., USA
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 47-53, Departemen Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta
Anonim, 2005, USP DI-Volume I : Drug Information for the Health Care Professional, 25th
edition, 195-197, Thomson Micromedex, USA
Anonim, 2006, Informasi Spesialite Obat Indonesia, volume 41, 39, 270-277, Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, Jakarta
Anonim, 2006, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 2006-2007, 39-43, PT InfoMaster
lisensi dari CMPMedica, Jakarta
Chan, P.D., and Johnson, M.T., 2004, Treatment Guidelines for Medicine and Primary Care, 2004
edition, 20-24, Current Clinical Strategies Publishing, USA
Lacy, C.F., Armstrong, L.L., Goldman, M.P., and Lance, L.L., 2006, Drug Information Handbook,
14th edition, 262-264, Lexi-Comp, Inc., USA
Massie, B.M., 2002, Systemic Hypertension, in Tierney, L.M., McPhee, S.J., and Papadakis, M.A.,
(Eds.), Current Medical Diagnosis & Treatment, 41th edition, 460, 464-473, McGraw-Hill
Companies, Inc., USA
Warfield, C., 1996, Everything You Need to Know about Medical Treatments, 3-5, Springhouse,
Corp., USA

Penggunaan Amlodipin Sebagai Antihipertensi


Posted on December 28, 2007 by farmakoterapi-info

PENGGUNAAN AMLODIPIN SEBAGAI ANTIHIPERTENSI


St. Layli Prasojo, S.Farm.(078115065)                
I. SASARAN TERAPI
Secara umum, yang menjadi sasaran terapi pada penyakit hipertensi adalah tekanan darah.
Berdasarkan mekanisme penurunan tekanan darah, sasaran terapi hipertensi secara khusus terbagi
menjadi:
1.       Sasaran pada tubula ginjal.Anti hipertensi yang bekerja di tubula ginjal bekerja dengan cara
mendeplesi (mengosongkan) natrium tubuh dan menurunkan volume darah.
2.       Sasaran pada saraf simpatis.Pengaruh anti hipertensi pada saraf simpatis yaitu menurunkan
tahanan vaskuler perifer, menghambat fungsi jantung, dan meningkatkan pengumpulan vena di dalam
pembuluh darah kapasitans.
3.       Sasaran pada otot polos vaskuler.Anti hipertensi menurunkan tekanan darah dengan cara
merelaksasi otot polos vaskular sehingga mendilatasi pembuluh darah resistans.
4.       Sasaran pada angiotensinAnti hipertensi menyakat produksi angiotensin atau menghambat ikatan
angiotensin dengan reseptornya, sehingga menyebabkan penurunan tahanan vaskular perifer dan
volume darah.
Sasaran terapi hipertensi dengan menggunakan amlodipin adalah pada otot polos vaskular. Hal ini
berdasarkan mekanisme kerja dari amlodipin, yaitu sebagai inhibitor influks kalsium (slow chanel
blocker atau antagonis ion kalsium), dan menghambat masuknya ion-ion kalsium transmembran ke
dalam jantung dan otot polos vaskular. Ion kalsium berperan dalam kontraksi otot polos. Jadi dengan
terhambatnya pemasukan ion kalsium mengakibatkan otot polos vaskuler mengalami relaksasi.
Dengan demikian menurunkan tahanan perifer dan menurunkan tekanan darah.

II.                TUJUAN TERAPI


Tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan tekanan darah hingga taraf yang direkomendasikan.
Tekanan darah yang disarankan oleh JNC7, yaitu :
1.       Di bawah 140/90 mmHg
2.       Untuk pasien dengan diabetes, di bawah 130/80 mmHg
3.       Untuk pasien dengan penyakit gagal ginjal kronis, di bawah 130/80 mmHg (GFR < 60 ml/menit,
serum kreatinin > 1,3 mg/dL untuk wanita dan > 1,5 mg/mL untuk pria, atau albuminuria > 300
mg/hari atau ≥ 200 mg/g kreatinin). 

III.             STRATEGI TERAPI


Terapi hipertensi dapat dibagi menjadi dua cara, yaitu:
1.      Terapi non farmakologi. Terapi non farmakologi yaitu pengobatan tanpa menggunakan obat.
Terapi non farmakologi pada hipertensi lebih ditekankan pada gaya hidup. Gaya hidup yang
disarankan untuk penderita hipertensi antara lain: mengurangi asupan natrium (garam), mengurangi
makan makanan berlemak, jangan merokok, hindari minuman beralkohol, olah raga secara teratur,
dan hindari aktivitas fisik yang berat.
2.      Terapi farmakologi. Terapi farmakologi yaitu penanganan penyakit menggunakan obat. Obat-
obat yang biasa digunakan pada terapi hipertensi adalah:
a.       Diuretik. Diuretik bekerja dengan meningkatkan ekskresi natrium, klorida dan air, sehingga
mengurangi volume plasma dan cairan ekstrasel, sehingga tekanan darah menurun. Ada tiga golongan
obat diuretik, yaitu:  tiazid (cth: Hidroklortiazid), diuretik kuat (cth: furosemid), dan diuretik hemat
kalium (cth: Spironolakton).
b.       β-blocker (Misal : propanolol, bisoprolol). Merupakan obat utama pada penderita hipertensi
ringan sampai moderat dengan penyakit jantung koroner atau dengan aritmia. Bekerja dengan
menghambat reseptor β1 di otak, ginjal dan neuron adrenergik perifer, di mana β1 merupakan reseptor
yang bertanggung jawab untuk menstimulasi produksi katekolamin yang akan menstimulasi produksi
renin. Dengan berkurangnya produksi renin, maka cardiac output akan berkurang yang disertai
dengan turunnya tekanan darah.
c.       α-blocker (Misal : Doxazosin, Prazosin). Bekerja dengan menghambat reseptor α1 di pembuluh
darah sehingga terjadi dilatasi arteriol dan vena. Dilatasi arteriol akan menurunkan resistensi perifer.
d.       Penghambat Renin Angiotensin System1). Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor/ACEI (Cth:
Captopril, Enalapril)Bekerja dengan menghambat enzim peptidil dipeptidase yang mengkatalisis
pembentukan angiotensin II dan pelepasan bradikinin (suatu senyawa vasodilator). Dengan demikian,
akan  terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron yang menyebabkan terjadinya ekskresi
natrium dan air, serta retensi kalium. Akibatnya terjadi penurunan TD.2). Angiotensin II Reseptor
Antagonist/AIIRA (Cth: Losartan)Bekerja dengan bertindak sebagai antagonis reseptor angiotensin II
yang terdapat di otot jantung, dinding pembuluh darah, sistem syaraf pusat, ginjal, anak ginjal, dan
hepar sehingga efek sekresi aldosteron yang disebabkan oleh angiotensin II tidak terjadi. Akibatnya
akan terjadi penurunan tekanan darah.Digunakan sebagai obat kombinasi dengan ACEI sebagai
penurun TD yang efektif, karena kerja kedua kelas obat ini saling sinergi.
e.  Calcium channel blocker (Cth: Nifedipin, Amlodipin). Bekerja dengan menghambat masuknya
kalsium ke dalam otot polos pembuluh darah sehingga mengurangi tahanan perifer. Merupakan
antihipertensi yang dapat bekerja pula sebagai obat angina dan antiaritmia, sehingga merupakan obat
utama bagi penderita hipertensi yang juga penderita angina.

IV.              OBAT PILIHAN


1. Nama Generik
      Amlodipin; sebagai garam amlodipin besilat atau amlodipin asetat.
1. Nama Dagang di Indonesia
            Tensivask® (Pfizer), Norvask® (Dexa Medica), Divask® (Kalbe Farma)
1. Indikasi
            Amlodipin diindikasikan untuk pengobatan hipertensi, dapat digunakan sebagai agen tunggal
untuk mengontrol tekanan darah pada sebagian besar penderita hipertensi. Penderita hipertensi yang
tidak cukup terkontrol jika hanya menggunakan anti hipertensi tunggal akan sangat menguntungkan
dengan pemberian amlodipin yang dikombinasikan dengan diuretik thiazida, inhibitor β-
adrenoreseptor, atau inhibitor angiotensin converting enzyme. Amlodipin juga diindikasikan untuk
pengobatan iskemia myokardial, baik karena obstruksi fixed (angina stabil), maupun karena
vasokonstriksi (angina varian) dari pembuluh darah koroner. Amlodipin dapat digunankan sebagai
monoterapi atau kombinasi dengan obat-obat anti angina lain, terutama pada penderita angina yang
sukar disembuhkan dengan nitrat dan atau dengan β-blocker pada dosis yang memadai.
1. Kontraindikasi
            Amlodipin dikontraindikasikan pada pasien yang sensitif terhadap dihidropiridin.    
1. Bentuk sediaan
      Amlodipin yang beredar di pasaran semuanya berada dalam bentuk sediaan tablet per oral dengan
kekuatan 5 mg dan 10 mg.  
1. Dosis dan Aturan Pakai
            Untuk hipertensi dan angina, dosis awal yang biasa digunakan adalah 5 mg satu kali sehari.
Dosis dapat ditingkatkan hingga maksimum 10 mg tergantung respon pasien secara individual dan
tingkat keparahan penyakitnya. Untuk anak-anak, pasien lemah, dan usia lanjut atau pasien dengan
gangguan fungsi hati dapat dimulai dengan dosis 2,5 mg amlodipin satu kali sehari. Dosis ini juga
dapat digunakan ketika amlodipin diberikan bersama anti hipertansi lain.
1. Efek Samping
            Efek samping pada kardiovaskular: Palpitasi; peripheral edema; syncope; takikardi,
bradikardi, dan aritmia. Pada SSP: sakit kepala, pusing, dan kelelahan.  Pada kulit: dermatitis, rash,
pruritus, dan urtikaria. Efek pada Saluran pencernaan: mual, nyeri perut, kram, dan tidak nafsu
makan. Efek pada saluran pernafasan: nafas menjadi pendek-pendek, dyspnea, dan wheezing. Efek
samping lain: Flushing, nyeri otot, dan nyeri atau inflamasi. Pada penelitian klinis dengan kontrol
plasebo yang mencakup penderita hipertensi dan angina, efek samping yang umum terjadi adalah
sakit kepala, edema, lelah, flushing, dan pusing.

1. Resiko Khusus
a.       Penggunaan pada pasien dengan kegagalan fungsi hatiWaktu paruh eliminasi amlodipin lebih
panjang pada pasien dengan kegagalan fungsi hati dan rekomendasi dosis pada pasien ini belum
ditetapkan. Sebaiknya perlu diberikan perhatian khusus penggunaan amlodipin pada penderita dengan
kegagalan fungsi hati
b.       Penggunaan pada wanita hamil dan menyusuiKeamanan penggunaan amlodipin pada wanita
hamil dan menyusui belum dibuktikan. Amlodipin tidak menunjukan toksisitas pada penelitian
reproduktif pada hewan uji selain memperpanjang parturisi (proses melahirkan) pada tikus percobaan
yang diberi amlodipin 50 kali dosis maksimum yang direkomendasikan pada manusia. Berdasarkan
hal itu, penggunaan pada wanita hamil dan menyusui hanya direkomendasikan bila tidak ada alternatif
lain yang lebih aman dan bila penyakitnya itu sendiri membawa resiko yang lebih besar terhadap ibu
dan anak.

V.                 PUSTAKA         
Dipiro, J.T., 2005, Pharmacotherapy : A Pathophysiologic Approach, 6th edition, The McGraw-Hill  
Company, USA         
Katzung, G. dan Bertram, M., 2007, Basic and Clinical Pharmacology, 10th edition, The
McGraw-Hill Company, USA         
Tatro, David S., Pharm D, 2004, A to Z Drug Facts, 5th edition, 80-82, Wolters Kluwer
Health, Inc., USA

Pengobatan Angina Pectoris Menggunakan Calcium


Channel Blocker; Roulina Sihombing,
S.Farm (008115026)
Posted on January 1, 2008 by farmakoterapi-info
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->

Pendahuluan.
Angina pectoris ialah suatu sindrom klinis di mana pasien mendapat serangan dada yang
khas, yaitu seperti ditekan atau terasa berat di dada yang seringkali menjalar ke lengan kiri. Sakit dada
tersebut biasanya timbul pada waktu pasien melakukan suatu aktivitas dan segera hilang bila pasien
menghentikan aktivitasnya.
Angina (rasa nyeri) disebabkan oleh akumulasi metabolit di dalam otot bergaris. Angina pectoris
merupakan rasa nyeri pada dada parah yang terjadi ketika aliran darah koroner tidak memadai untuk
memasok oksigen yang dibutuhkan oleh jantung. Penyebab utama angina pectoris adalah suatu
ketidakseimbangan antara kebutuhan oksigen jantung dengan jumlah oksigen yang dipasok ke jantung
melalui pembuluh darah koroner. Gangguan keseimbangan ini dapat terjadi apabila suplai menurun
(misalnya aterosklerosis atau spasme koroner) atau kebutuhan meningkat (misalnya kerja fisik).
Penanganan angina pectoris harus dilakukan dengan segera dan meliputi pemberian obat-obatan,
menghilangkan factor predisposisi dan pencetus dan sebagainya.Tujuan pegobatan angina adalah
mengembalikan aliran darah koroner fisiologis pada jaringan jantung iskemik dan/atau mengurangi
kebutuhan oksigen otot jantung.
Pemberian obat antiangina bertujuan untuk (1) mengatasi atau mencegah serangan akut angina
pectoris dan (2) pencegahan jangka panjang serangan angina. Tujuan inidapat dicapai dengan
mengembalikan imbangan dan mencegah terjadinya ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen miokard, dengan cara meningkatkan suplai oksigen (meningkatkan aliran darah koroner) ke
bagian miokard yang iskemik dan/atau mengurangi kebutuhan oksigen jantung (mengurangi kerja
jantung).
2. Calcium channel blocker (CCB)
<!--[endif]-->
Calcium channel blocker atau sering disebut penyakat-kanal-kalsium adalah sekelompok obat
yang bekerja dengan menghambat masuknya ion Ca²+ melewati slow channel yang terdapat pada
membran sel (sarkolema). Berdasarkan struktur kimianya, CCB dapat dibedakan atas 5 golongan
obat: (1) Dyhidropyridine (DHP) : Amilodipine, Felodipine, Isradipine, Nicardipine, Nifedipine,
Nimodipine, Nisoldipine, Nitrendipine. (2) Dyphenilalkilamine : Verapamil dll (3) Benzotiazepin :
Diltiazem dll, (4) Piperazine : Sinarizine dll, (5) lain-lain : Bepridil dll.
Beberapa tipe penyakat-kanal-kalsium adalah tipe L (tempat ditemukan: Otot,saraf), tipe T
(tempat ditemukan : jantung, saraf), tipe N (tempat ditemukan : saraf), tipe P (tempat ditemukan saraf
purkinje serebral).
Cara kerja kanal kalsium tipe L merupakan tipe yang dominan pada otot jantung dan otot
polos dan diketahui terdiri dari beberapa reseptor obat. Telah dibuktikan bahwa ikatan nifedipine dan
dyhidropyridine lainnya terdapat pada satu situs, sedangkan verapamil dan diltiazem diduga
mengadakan ikatan pada reseptor yang berkaitan erat, tetapi tidak identik pada regio lainnya. Ikatan
obat pada reseptor verapamil atau diltiazem juga mempengaruhi pengikatan dyhidropyridine. Region
reseptor tersebut bersifat stereoselektif, karena terdapat perbedaan yang mencolok baik dalam afinitas
pengikatan stereoisomer maupun potensi farmakologis pada enansiomer verapamil, diltiazem dan
kongener nifedipin yang secara optis aktif.
Penyakatan oleh obat tersebut menyerupai penyakatan pada kanal natrium oleh anastetika
local : obat tersebut bereaksi dari sisi dalam membrane dan mengikat lebih efektif pada kanal di
dalam membrane yang terdepolarisasi. Pengikatan obat tersebut diduga mengubah cara kerja kanal,
dari terjadinya pembukaan secara konsisten setelah depolarisasi, ke cara lain yang jarang terjadi
pembukaan tersebut. Hasilnya adalah penurunan mencolok pada arus kalsium transmembran yang
dihubungkan dengan relaksasi otot polos yang berlangsung lama dan di dalam otot jantung dengan
penurunan kontraktilitas di seluruh jantung dan penurunan kecepatan pacemaker pada nodus sinus
dan penurunan kecepatan konduksi pada nodus atrioventrikuler. Respons otot polos terhadap aliran
masuk kalsium melalui kanal kalsium yang dioperasikan reseptor juga menurun pada penggunaan
obat tersebut, tetapi tidak begitu mencolok. Penyekatan tersebut berubah secara parsial dengan
peningkatan konsentrasi kalsium,meskipun kadar kalsium yang diperlukan tidak dapat diperoleh
dengan mudah. Penyakatan juga dapat berubah secara parsial dengan penggunaan obat yang dapat
meningkatkan aliran kalsium transmembran, seperti simpatomimetika.
Tipe kanal kalsium lainnya kurang sensitive terhadap penyakatan oleh penyakatan kanal
kalsium. Oleh karena itu, jaringan dengan tipe kanal tersebut memainkan peran utama- neuron dan
sebagian besar kelenjar sekresi-kurang dipengaruhi oleh obat tersebut dibandingkan dengan otot
jantung dan otot polos.
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Preparat yang tersedia
<!--[if !supportLists]-->a) <!--[endif]-->Amilodipine
Nama Generik: Amlodipine tablet 5mg, 10mg.
Nama Dagang: Tensivask® (Dexa Medica) tablet 5mg; 10mg, Norvask® (Pfizer) tablet 5mg,
10mg.
Indikasi: Hipertensi, Angina.
Kontraindikasi: Hipersensitivitas terhadap dyhidropiridine.
Efek samping: sakit kepala, udema, letih, somnolensi, mual, nyeri perut, kulit memerah, palpitasi,
pening.
Peringatan: ganguan fungsi ginjal dan hati, kehamilan dan menyusui, anak-anak dan orang tua.
Dosis dan aturan pakai: 1x sehari 1 tablet 5mg atau 10mg; Angina dosis awal 1x sehari 2,5mg,
dosis maksimum 1x sehari 10mg.
Bentuk sediaan obat : Tablet.
<!--[if !supportLists]-->b) <!--[endif]-->Diltiazem
Nama Generik: Diltiazem tablet 30mg, 60mg.
Nama Dagang: Carditen® (Dankos) tablet 30mg; 60mg, Delbres® (Harsen) tablet 30mg, 60mg,
Dilmen® (Sanbe Farma, A. Menarini) tablet 60mg, Diltan® (Harsen) tablet 60mg, 90mg/kapsul
SR, Farmabes® (Fahrenheit) tablet 30mg, Herbesser®/ Herbesser 60®/ Herbesser 90 SR®/
Herbesser 180 SR®/ Herbesser CD 100® / Herbesser CD200® (Tanabe Indonesia) tablet 30mg,
60mg, Herbesser injection® (Tanabe Indonesia), Racordil® (Rama Farma) 30mg; 60mg/tablet.
Indikasi: Hipertensi, Angina pectoris.
Kontraindikasi: gagal ginjal parah, wanita hamil,hipersensitivitas, hipotensi, bradikardia, Sick
Siannus Syndrome, A-V Blok
Efek samping: -
Peringatan: -
Dosis dan aturan pakai: Angina Pectoris 3x sehari 1 tablet 30mg, Herbesser 3x sehari 1 tablet
dapat ditingkatkan menjadi 60mg (3x sehari 1 tablet) Herbesser 90 SR : 2x sehari 1 kapsul;
Herbesser 180 SR : 1x sehari 1 kapsul; Herbesser CD: Hipertensi esensial ringan sampai sedang :
100-200 sekali sehari; angina pectoris,angina pectoris tipe varian : 100mg sekali sehari, Herbesser
injection dewasa bolus injeksi iv 10mg selama 1-3menit, kemudian dilanjutkan dengan drop
infuse iv; takiaritmia dan angina tidak stabil: 1-5mcg/kgBB permenit; 5-15 mcg/kgBB permenit.
Bentuk sediaan obat : Tablet dan Injeksi.
<!--[if !supportLists]-->c) <!--[endif]-->Felodipine
Nama Generik: Felodipine tablet 2,5mg, 5mg, 10mg.
Nama Dagang: Nirmadil® (Fahrenheit) tablet 5mg, Plendil® (AstraZeneca) tablet 2,5mg, 5mg,
10mg.
Indikasi: Hipertensi, Angina pectoris.
Kontraindikasi: Wanita menyusui, kehamilan termasuk tahap dini.
Efek samping: -
Peringatan: -
Dosis dan aturan pakai: 1x sehari 1 tablet, dosis awal mulai 2,5mg selanjutnya 5-10mg.
Bentuk sediaan obat : Tablet.
<!--[if !supportLists]-->d) <!--[endif]-->Nifedipine
Nama Generik: Nifedipine tablet 5mg, 10mg.
Nama Dagang: Adalat® (Bayer) tablet 5mg; 10mg, Adalat Oros® (Bayer) tablet 20mg, 30mg,
60mg, Adalat Retard® (Bayer) tablet 20mg, Calcianta® (Armoxindo) tablet 5mg, 10mg, Carvas®
(Meprofarm) tablet 10mg, Cordalat® (kimia farma) tablet 10mg, Coronipin® (Dexa Medica,
Leiras) tablet 10mg, Farmalat® (Fahrenheit) tablet 5mg, 10mg, Fedipin® (Medikon) tablet 10mg,
Infacard® (Indofarma) tablet 10mg, Kemolat® (Phyto Kemo Agung) tablet 10mg, Nifecard®
(Armoxindo) tablet 10mg, 20mg/tablet retard, Nifedin® (Sanbe Farma) tablet 10mg, Niprocor®
(Yekatria farma) tablet 10mg, Vasdalat® (Kalbe Farma) tablet 5mg; 10mg, Vasoner® (Harsen)
tablet 10mg, Xepalat® (Metiska Farma) tablet 5mg; 10mg, Zendalat® (Zenith) tablet 5mg; 10mg.
Indikasi: terapi dan propilaksi gangguan koroner, terutama angina pectoris, hipertensi, insufisiensi
koroner kronik
Kontraindikasi: wanita hamil dan menyusui, syok kardiogenik, hipersensitivitas,
Efek samping: ringan dan hanya sementara, rasa panas, rasa berat kepala, mual dan pusing, udem
subcutan, hipotensi dan palpitasi.
Peringatan: dapat meningkatkan aktivitas sediaan yang menurunkan tekanan darah dan
penghambat beta reseptor.
Dosis dan aturan pakai: diberi dosis tunggal atau 3x sehari 5mg-10mg sebelum makan; Angina
dosis awal 1x sehari 2,5mg, dosis maksimum 1x sehari 10mg.
Bentuk sediaan obat : Tablet.
<!--[if !supportLists]-->e) <!--[endif]-->Nimodipine
Nama Generik: Nimodipine tablet 30mg.
Nama Dagang: Nimotop® (Bayer) tablet 30mg; 10mg/50ml botol infuse.
Indikasi: Antagonis kalsium diindikasikan untuk terapi defisit neurologik iskemik pada
pendarahan subaraknoid traumatik dan spontan.
Kontraindikasi: -
Efek samping: -
Peringatan: -
Dosis dan aturan pakai: 6x sehari1-2 tablet selama 21 hari atau infuse 2,5 ml perjam selama 5-7
hari lalu dilanjutkan tablet 6x sehari sampai hari ke-21infus: 0,5mg (2,5ml larutan infuse) per jam
selama 2 jam bila toleransi baik, dosis ditingkatkan menjadi 1mg (5ml larutan infuse) per jam
Bentuk sediaan obat : Tablet dan Infus.
<!--[if !supportLists]-->f) <!--[endif]-->Verapamil
Nama Generik: Verapamil tablet 80mg.
Nama Dagang: Cardiover® (Landson) tablet 80mg, Isoptin/ Isoptin SR® (Tunggal IA, Knoll)
tablet 80mg, 240mg/kaplet.
Indikasi: Angina pectoris
Kontraindikasi: hipotensi atau syok kardiogenik, gangguan konduksi(AV blok tingkat 2 dan 3, SA
blok), sick sinus syndrome, penderita dengan atrialflutter atau fibrasi atrial dan accessory by pass
tract, misalnya wolf Parkinson.
Efek samping: ortostastik hipotensi, musl, konstipasi, sakit kepala, gelisah.
Peringatan: -
Dosis dan aturan pakai: dewasa 3x sehari 1 tablet ½ jam sebelum makan
Bentuk sediaan obat : Tablet.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2006, ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 41, Penerbit Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, PT Anem Kosong Anem (AKA): Jakarta.
Katzung, Bertram G, 2001, Basic & Clinical Pharmacology Eighth edition, Edisi Bahasa Indonesia,
Buku I, penerjemah Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Salemba
Medika, Jakarta.
Setiawati, Arini., dkk, 1995, Farmakologi dan terapi, edisi IV, Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran UI, Jakarta.
Trisnohadi, Hanafi B., dkk, 1996, Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, edisi III, balai penerbit
FKUI, Jakarta

You might also like