You are on page 1of 4

BOKS - III

Perkembangan Industri Galangan Kapal (Shipyard) Indonesia


Periode 2005-2007

Kinerja galangan kapal Indonesia dalam dua tahun terakhir (2006-2007)


menunjukkan perkembangan yang cukup membanggakan. Jurnal World Shipbuilding
Statistics, Edisi Juni 2007 (oleh fairplay.Ltd) menempatkan Indonesia sebagai salah satu
negara pembangun kapal dari 22 negara jajaran dunia (seperti yang ditunjukkan di table 1 di
bawah). Walau masih dalam urutan ke 21 dari 22 negara, tercatat bahwa prestasi ini dapat
dijadikan momentum untuk terus memperkuat industri galangan kapal nasional yang hampir
tanpa bantuan sama sekali dari pemerintah sejak diberlakukannya Inpres 5 tahun 2005 oleh
pemerintah.

Industri Galangan Kapal Dunia Hingga bulan Juni 2007,


galangan kapal yang tersebar di
Sumatera, Jawa, dan Kalimantan
berhasil mendapatkan order
pembangunan kapal sekitar
586.000 GT (gross-tonnage) atau
sekitar 126 unit kapal dimana
empat unit kapal dengan kapasitas
sekitar 36.000 telah diserahkan
hingga akhir Juni 2007. Besaran
nilai kontrak pembangunan kapal
baru kapal tersebut diperkirakan
sekitar 1,1 milyar dollar Amerika
atau sekitar 10 trilyun rupiah.

Hingga penghujung tahun


2007, diperkirakan galangan kapal
Indonesia mampu menyelesaikan
sekitar 64 unit kapal dengan total
kapasitas 241.756 GT. Namun
kapasitas produksi ini tentunya
sangat jauh dibandingkan dengan
Sumber : Lloyd Register-Fairplay, Juni 2007
negara-negara seperti Korea
Selatan (Korsel), Cina, dan Jepang yang memang terus merupakan tiga besar dunia dalam
bisnis galangan kapal global dalam kurun lima tahun belakangan ini. Pencapaian Korsel
misalnya mampu mendapatkan order pemesanan kapal hingga 1.820 unit dengan kapasitas
mendekati angka 99 juta GT diikuti dengan Cina (72 juta GT), dan Jepang (62 juta GT).
Selanjutnya, bila wilayah terdekat Indonesia kita tinjau seperti regio ASEAN dan Oceania atau
Australia (seperti yang dijelaskan di gambar 2) terlihat bahwa Filipina merupakan lokasi
galangan kapal yang teraktif di wilayah ini bahkan mampu menempati urutan 4 dunia
dengan kuantitas pemesanan sekitar 4,3 juta GT atau sekitar 106 unit diikuti dengan Vietnam
yang mampu mendapatkan pesanan sekitar 2,6 juta GT atau 156 unit kapal. Indonesia di
wilayah ini boleh berbangga dengan urutan ketiga di atas Singapura dan Malaysia. Di wilayah
1
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I - 2008
ASEAN dan Oseania ini Australia dan Thailand merupakan dua negara yang secara volume
mendapatkan pesanan kapal yang relatif kecil dibandingkan dengan lainnya. Australia
misalnya hanya mampu mendapatkan 47.782 GT dan Thailand sekitar 17.726 GT. Namun
sejumlah galangan kapal di Australia merupakan pusat galangan kapal berbahan alumunium
dunia dan juga industri kapal cepat serta kapal kecil yang biasa dikategorikan dalam
kelompok boat-vessel.

Dari 126 unit kapal yang diproduksi oleh galangan kapal Indonesia, 37 unit
diantaranya merupakan kapal jenis pengangkut barang sementara sisanya 89 unit kapal
merupakan kapal-kapal dalam kategori non-cargo vessels. Hingga tahun 2009, seluruh usaha
galangan kapal Indonesia masih akan menyerahkan sekitar 62 unit kapal dengan asumsi tidak
ada kontrak pemesanan baru dalam periode 2008-2009.

Dilaporkan oleh majalah Newbuildings edisi September 2007 paling tidak ada sekitar
13 usaha galangan kapal yang sangat aktif di Indonesia seperti; PT. PAL Surabaya, Labroy
Shipbuilding Batam, Pan-United Batam, Dumas-Surabaya, ASL Shipyard-Batam, Batamec-
Batam, Bristoil Offshore Indonesia-Batam, Jaya Asiatic-Batam, Kodja bahari-Jakarta, Mariana
Bahagia-Palembang, Noahtu Shipyard-Panjang, Dok Perkapalan Surabaya, dan Tunas Karya
Bahari. Dari sejumlah galangan kapal aktif tersebut sebagian besar berada di Batam. Namun
dari segi kuantitas PT. PAL memiliki pangsa pasar sekitar 76% total DWT kapal yang
dibangun diikuti oleh galangan kapal di Batam sekitar 21% dan sisanya oleh galangan kapal
lain selain itu.

Dari 37 unit kapal kargo yang sedang dan akan dibangun di Indonesia dalam periode
2007-2009, diperkirakan bahwa kapal tipe dry bulk-carrier (pengangkut curah kering)
merupakan pangsa pasar terbesar bangunan baru kapal saat ini yaitu dengan total kapasitas
sekitar 306.000 DWT dengan jumlah sekitar 6 unit kapal yang kemudian diikuti dengan tipe
kapal lain utamanya general-cargo, chemical product tanker, oil-product tanker, cement-
carrier dan live-stock carrier.

Sementara di tingkat ASEAN


dan Oseania, terlihat bahwa Singapura
merupakan daerah yang paling aktif
pemesanan bangunan baru kapal
dibanding dengan negara lainnya
kemudian disusul oleh Malaysia,
Vietnam dan kemudian Indonesia. Hal
ini terjadi baik untuk pemesanan kapal-
kapal kargo maupun tipe non-kargo
utamanya untuk bangunan lepas pantai
dan penumpang (seperti yang dijelaskan
pada gambar 3 di bawah ini).

Lebih lanjut, bila mengamati


perkembangan armada kapal yang
dipesan oleh pemilik kapal Indonesia
maka terjadi peningkatan secara
kapasitas sejak tahun 2005 hingga akhir
2
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I - 2008
2007 seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1 di bawah ini. Di tahun 2005, pemilik kapal
Indonesia mampu membukukan kapal baru sekitar 15.044 GT dimana 11.755 GT adalah
kapal kargo. Sementara di tahun 2006 pemesanan kapal baru meningkat menjadi 41.652 GT
atau ada kenaikan sekitar 177%. Dan hingga akhir tahun 2007, besaran pemesanan itu
kembali menaik hingga mencapai level 205.341 GT atau ada peningkatan sekitar 500% dari
tahun 2006 dimana sekitar 199.000 GT diantaranya adalah jumlah pesanan kapal tipe kargo.
Tren kenaikan semakin progresifnya pemilik kapal nasional memesan armada kapal baru
secara langsung memang sebagi efek positif pelaksanaan asas cabotage melalui Inpres 5
tahun 2005. Hanya saja, angka ini masih jauh dari target pencapaian asas cabotage untuk
pasar dalam negeri yang seharusnya hingga tahun 2010 terjadi pertumbuhan armada sekitar
3,2 juta GT untuk memenuhi tingkat cabotage hingga 60% . Jadi bila dikalkulasi hingga
tahun 2007, pertumbuhan armada nasional baru mencapai 8% dari target yang seharusnya
dicapai (didapat dari pembagian 0,27/3,2) untuk memenuhi target cabotage tersebut.

Untuk itu industri galangan kapal nasional perlu lebih reaktif di dalam memenuhi
kebutuhan penyediaan pangsa bangunan kapal baru hingga periode 2020 sesuai dengan
target pencapaian asas cabotage dalam negeri. Salah satu faktor krusial yang segera harus
ditangani adalah kebutuhan pengembangan fasilitas bangunan baru yang saat ini masih
relatif terbatas. Waktu tunggu pembangunan kapal (time to build) di galangan kapal utama
Indonesia rata-rata sudah mencapai angka 5 bulan. Hal ini dibuktikan dengan fakta empiris
masih rendahnya pemanfaatan galangan kapal nasional oleh pemilik kapal nasional yaitu
hanya 14%. Mereka justru lebih memilih melaksanakan pembangunan kapal-kapal barunya
di sejumlah galangan kapal luar negeri. Sekitar 86% pekerjaan galangan kapal nasional saat
ini justru merupakan pesanan luar negeri seperti Hongkong, Denmark, Jerman, Italia, Turki,
Singapura, Afrika Selatan dan Panama.

Faktor kelemahan utama galangan kapal nasional bukanlah pada variabel time to
deliver, biaya (harga) ataupun kinerja yang sebenarnya secara regional galangan kita relatif
kompetitif. Yang paling kritis adalah kebutuhan pengembangan dan investasi fasilitas
produksi yang perlu diperhatikan dengan sangat serius. Diperkirakan dari sekitar 240 usaha
galangan kapal nasional, kapasitas terpasang bangunan barunya berada pada kisaran
3
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I - 2008
380.000-390.000 GT per tahunnya. Sementara lewat pengamatan di 13 galangan kapal
utama Indonesia di tahun 2007 ini diperkirakan bahwa utilitas galangan-galangan tersebut
telah mencapai angka rata-rata 70% yang konsekuensinya adalah memperkecil optimasi
performansi produksi bangunan baru di tahun-tahun mendatang di lokasi galangan utama
tersebut. Apalagi saat ini galangan kapal Indonesia secara umum hanya mampu mengerjakan
kapal-kapal dengan bobot mati di bawah 50.000 ton.

Untuk itu, idealnya guna memenuhi target asas cabotage hingga tahun 2010,
seharusnya kapasitas terpasang galangan kapal nasional berada pada kisaran 750.000-
800.000 per tahunnya atau ada peningkatan sekitar dua kali dari kapasitas terpasang saat ini.
Karenanya program pengembangan fasilitas galangan kapal nasional saat ini merupakan
sesuatu yang perlu segera direalisasikan oleh industri galangan kapal nasional dan
pemerintah.

Sumber : Jurnal Maritim Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, diolah.

4
Kajian Ekonomi Regional Provinsi Kepulauan Riau
Triwulan I - 2008

You might also like