You are on page 1of 2

AIR MATA ORANG-ORANG SHALIH

Senin, 10 September 07

Dari Sufyan ats-Tsauri RAH bahwa ia berkata, "Aku menemui Ja'far ash-Shadiq RAH lalu aku katakan
kepadanya, 'Wahai putra Rasulullah, berwasiatlah kepadaku!' Beliau berkata, 'Wahai Sufyan, orang yang
banyak dusta tidak punya harga diri, orang yang banyak dengki tidak memiliki ketentraman, orang yang
suka bosan tidak punya saudara, dan orang yang buruk akhlak-nya tidak punya penolong.' Aku berkata,
'Wahai putra Rasulul-lah, tambahkan kepadaku.' Beliau berkata, 'Wahai Sufyan, jauhilah hal-hal yang
diharamkan Allah, maka kamu menjadi seorang 'abid (ahli ibadah). Ridhalah dengan apa yang Allah
bagikan kepadamu, maka kamu menjadi seorang muslim (yang sejati). Pergaulilah manusia dengan apa
yang kamu suka bila mereka memperlakukanmu, maka kamu menjadi seorang mukmin (yang sejati), dan
jangan bergaul dengan orang yang suka berbuat dosa sehingga ia mengajarkan perbuatan dosanya ke-
padamu. Seseorang itu tergantung agama kekasihnya. Oleh karena itu hendaklah salah seorang dari
kalian memperhatikan, dengan siapakah ia bergaul. Dan mintalah saran dalam urusan-mu kepada orang-
orang yang takut kepada Allah.' Aku berkata, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku!' Beliau
berkata, 'Wahai Sufyan, barangsiapa yang ingin hidup mulia dengan tanpa sanak kerabat, dan
kewibawaan tanpa kekuasaan, maka hendaklah ia keluar dari kehinaan kemaksiatan menuju kemulia-an
ketaatan.' Aku katakan, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku!' Beliau berkata, 'Ayah mendidikku
dengan tiga perkara, beliau berkata kepadaku, 'Wahai putraku, barang-siapa yang berteman dengan
teman yang buruk maka ia tidak akan selamat, barangsiapa yang memasuki gerbang keburuk-an maka ia
akan dituduh (telah melakukan keburukan) dan barangsiapa yang tidak bisa menahan lisannya maka ia
akan menyesal'."

Zainal Abidin bin Ali bin al-Husain RAH jika berwudhu dan selesai dari wudhunya, maka ia ketakutan.
Ketika dia ditanya mengenai hal itu, maka dia menjawab, "Kasihan kalian, tahukah kalian kepada siapa
aku akan berdiri dan kepada siapa aku hendak bermunajat?"

Al-Mughirah 5 berkata, "Aku keluar pada suatu malam setelah manusia sudah tidur pulas. Ketika aku
melewati Malik bin Anas RA, ternyata aku berdiri bersamanya untuk melaksa-nakan shalat. Ketika selesai
dari membaca al-Fatihah, ia mulai membaca,
'Bermegah-megahan telah melalaikan kamu' (At-Takatsur: 1)

hingga sampai ayat,


'Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenik-matan (yang kamu megah-megahkan di
dunia itu),' (At-Taka-tsur: 8)

Maka ia menangis dalam waktu yang lama. Ia terus membacanya berulang-ulang dan menangis. Apa yang
aku dengar dan aku lihat darinya telah melupakanku dari keperluanku yang karena-nya aku keluar. Aku
masih tetap berdiri, sedangkan dia terus membacanya berulang-ulang sambil menangis hingga terbit fajar.
Ketika ia mengetahui sudah fajar, maka ia rukuk. Kemudian aku pulang ke rumah, lalu berwudhu, lalu
berangkat kembali ke masjid. Ternyata ia sedang berada di majelisnya dan orang-orang berada di
sekitarnya. Pada pagi harinya, aku memandangnya. Ternyata aku melihat wajahnya telah diliputi cahaya
dan ke-indahan."

Al-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa asy-Syafi'i suatu hari membaca firmanNya,
"Ini adalah hari keputusan; (pada hari ini) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu.
Jika kamu mempunyai tipu daya, maka lakukanlah tipu dayamu itu terhadapKu. Kece-lakaan yang
besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang men-dustakan." (Al-Mursalat: 38-40).

Maka ia terus menangis sampai pingsan; Semoga Allah merahmatinya.*


Umar bin Abdil Aziz RA berkata kepada seorang ulama, "Berilah nasihat kepadaku!" Ulama itu berkata,
"Bertakwalah ke-pada Allah karena engkau akan mati." Umar berkata, "Tambah-kan kepadaku!" Ia
berkata, "Tidak ada seorang pun dari nenek moyangmu hingga Adam melainkan telah merasakan
kematian. Dan kini tiba giliranmu." Umar pun menangis karenanya.

Umar bin Abdil Aziz RA biasa mengumpulkan para ulama dan fuqaha' pada setiap malam untuk saling
mengingatkan kematian dan Kiamat. Kemudian mereka menangis seolah-olah ada jenazah di tengah-
tengah mereka.

Mu'adzah al-Adawiyyah RA** jika tiba siang hari, ia berkata, "Ini adalah hari di mana aku akan mati." Lalu
ia tidak tidur hingga sore hari. Ketika tiba malam hari, ia berkata, "Ini adalah malam di mana aku akan
mati." Lalu ia tidak tidur kecuali se-bentar. Ia shalat dan menangis hingga pagi. Ia pernah berkata,
"Sungguh mengherankan bagi mata yang selalu tidur, padahal ia telah mengetahui akan adanya tidur
panjang di dalam kubur yang gelap."

Hammad bin Salamah berkata, "Tsabit membaca,


'Apakah kamu kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani,
lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna,' (Al-Kahfi: 37)
pada shalat malam sambil menangis dan mengulang-ulangnya."***

Tsabit al-Bunani RA**** berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang aku jumpai dalam hatiku yang lebih lezat
daripada qiyamul lail. Seandainya kaum yang celaka mencobanya, niscaya mereka me-ngetahui rahasia
kebahagiaan yang sebenarnya."

Hammad bin Zaid berkata tentang Tsabit al-Bunani, "Aku melihat Tsabit menangis hingga tulang-tulang
rusuknya ber-selisih." Raghib al-Qathan menuturkan dari Bakr al-Muzani, "Barangsiapa yang ingin melihat
orang yang paling gemar ber-ibadah di zamannya, maka lihatlah Tsabit al-Bunani."

Qatadah berkata, " Menjelang kematiannya,Amir bin Qais RA menangis. Ditanyakan kepadanya, 'Apakah
yang membuat-mu menangis?' Ia menjawab, 'Aku tidak menangis karena ber-sedih terhadap kematian
dan tidak pula karena menginginkan harta duniawi. Tetapi aku menangisi kehausan di tengah hari (yakni
puasa) dan qiyamul lail."*****
Ibunya berkata kepadanya pada suatu hari, "Orang-orang sedang tidur, mengapa kamu tidak tidur?" Ia
menjawab, "Neraka Jahanam tidak membiarkanku tidur."

Tsabit al-Bunani RA berkata, "Kami pernah menyaksikan beberapa jenazah, maka kami tidak menyaksikan
mereka kecuali dalam keadaan menangis. Demikianlah rasa takut mereka kepada Allah SWT."

Ketika saudara Malik bin Dinar meninggal, Malik keluar mengikuti jenazahnya dengan menangis seraya
berkata, "Demi Allah, aku tidak terhibur hingga aku tahu ke mana engkau kem-bali, dan aku tidak tahu
selagi aku masih hidup."

Seorang shalih berkata, "Aku berjalan bersama Sufyan ats-Tsauri , tiba-tiba seorang pengemis datang
kepadanya, sedangkan dia tidak memiliki sesuatu untuk diberikan, maka Sufyan me-nangis. Aku bertanya,
'Apakah yang membuatmu menangis?' Dia menjawab, 'Suatu musibah bila seseorang mengharapkan ke-
baikan darimu tapi ia tidak mendapatkannya'."

You might also like