You are on page 1of 2

Menyoal Materi Penyuluhan AIDS di Lebak, Banten

Oleh Syaiful W. Harahap*

“Penderita HIV/AIDS di Lebak Capai 45 Orang.” Ini judul berita “ANTARA” (22/8-
2010). Disebutkan ”Penderita HIV/AIDS di Kabupaten Lebak hingga kini mencapai 45
orang dan tujuh di antaranya dilaporkan meninggal dunia setelah menjalani perawatan
rumah sakit setempat.” Sayang, tidak ada dirinci berapa kasus HIV dan AIDS.

Yang jelas yang meninggal dunia sudah tertular antara 5 sampai 15 tahun sebelum
meninggal. Sebelum mereka terdeteksi HIV selama itu pulalah mereka menularkan HIV
kepada orang lain tanpa mereka sadari karena mereka pun tidak menyadari dirinya sudah
tertular HIV. Jika yang meninggal itu mempunyak istri atau suami tentulah sudah ada 14
penduduk Lebak yang HIV-positif.

Kalau yang meninggal itu mempunyai pasangan lain, seperti poligami, tentulah angkanya
kian banyak Angka semakin banyak kalau mereka juga menularkan HIV kepada pekerja
seks sehingga laki-laki lain yang sanggama tanpa kondom dengan pekerja seks berisiko
pula tertular HIV.

Disebutkan: "Kami terus menekan penyebaran penyakit yang mematikan itu dengan
mengoptimalkan penyuluhan kepada masyarakat," kata Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Lebak, H Maman Sukirman.” Pertama, HIV dan AIDS tidak mematikan
karena kematian yang terkait dengan HIV dan AIDS adalah penyakit-penyakit yang
muncul setelah masa AIDS (sudah tertular antara 5 – 15 tahun sebelumnya), disebut
infeksi oportunistik, seperti diare, TB, dll. Kedua, penyuluhan merupakan salah satu
langkah jitu dalam menurunkan penyebaran HIV. Tapi, ada syaratnya yaitu informasi
yang disampaikan harus faktual sehingga masyarakat mengetahui cara-cara penularan
dan pencegahan yang akurat.

Setelah masyarakat menerima informasi yang akurat penyuluhan ditingkatkan untuk


mendorong penduduk yang perilakunya berisiko tinggi tertular HIV mau menjalani tes
HIV secara sukarela. Mereka itu adalah laki-laki dan perempuan yang pernah atau sering
melakukan hubungan seks tanpa kondom di dalam atau di luar nikah dengan pasangan
yang berganti-ganti atau dengan yang sering berganti-ganti pasangan, seperti pekerja seks
atau pelaku kawin-cerai.

Kian banyak kasus HIV dan AIDS yang terdeteksi maka semakin banyak pula mata
rantai penyebaran HIV yang diputus.

Ada pula penyataan: “Sebab penyakit (HIV/AIDS-pen.) tersebut sangat mematikan dan
menghancurkan generasi penerus.” Ini tidak akurat karena yang menyebabkan kematian
pada Odha (Orang dengan HIV/AIDS) adalah penyakit-penyakit yang muncul pada masa
AIDS (antara 5-15 tahun setelah tertular HIV), disebut infeksi oportunistik, seperti diare,
sariawan, TB, dll.
Disebutkan pula: ”Penanganan HIV/AIDS hingga kini belum ditemukan obatnya dan
sebagian besar mereka penderita meninggal dunia.” Bukan hanya HIV/AIDS yang tidak
ada obatnya. Demam berdarah dan flu babi, misalnya, tidak ada obatnya. Ada pula
penyakit yang ada obatnya tapi tidak bisa disembuhkan, seperti darah tinggi dan diabetes.
Obat untuk HIV/AIDS sudah ada yaitu obat antiretroviral (ARV). Obat ini menekan laju
perkembangan HIV di dalam darah sehingga kondisi kesehatan Odha terjaga terus.

Di bagian lain disebutkan: ”Ia mengkhawatirkan jumlah penderiaat HIV/AIDS di Lebak


terus meningkat sehingga perlu diwaspadai agar penyebaran virus tidak meluas.” Yang
menjadi persoalan besar adalah penduduk Lebak yang sudah tertular HIV tapi tidak
terdeteksi. Mereka inilah yang menjadi mata rantai penyebaran HIV di masyarakat.
Semua terjadi tanpa disadari.

Ada pula pernyataan ”Dia juga mengatakan, penyebaran virus HIV/AIDS ditularkan
melalui pergaulan bebas seks dengan gonta-ganti pasangan.” Inilah mitos yang
menyesatkan. Tidak ada kaitan langsung antara ’pergaulan bebas dengan gonta-ganti
pasangan’ dengan penularan HIV. Penularan HIV melalui hubungan seks bisa terjadi di
dalam dan di luar nikah kalau salah satu atau kedua pasangan itu HIV-positif dan laki-
laki tidak memakai kondom setiap kali sanggama. Sebaliknya, kalau satu pasangan dua-
duanya HIV-negatif maka tidak ada risiko penularan HIV biar pun hubungan seks
dilakukan dengan ’pergaulan bebas dengan gonta-ganti pasangan’.

Ini pernyataan lain :Menurut dia, para penderita HIV/AIDS mereka kebanyakan berusia
produktif sehingga mengancam generasi bangsa.” Ada fakta yang hilang di sini. Banyak
remaja terdeteksi HIV dari kalangan penyalahguna narkoba (narkotik dan bahan-bahan
berbahaya) karena mereka wajib menjalani tes HIV ketika henak masuk panti rehabilitasi.
Sebaliknya, kalangan dewasa yang tertular HIV tidak bisa dideteksi karena tidak ada
mekanismenya. Kasus HIV di kalangan dewasa yang tidak terdeteksi akan menjadi ’bom
waktu’ ledakan AIDS kelak.

* Penulis pemerhati masalah HIV/AIDS melalui LSM (media watch) ”InfoKespro”


Jakarta (E-mail: infokespro@yahoo.com).

You might also like