You are on page 1of 7

Menguatkan Andil Investor Asing Dalam Perbankan Nasional

Sebagai akibat liberalisasi perbankan yang demikian pesat maka bisa diduga bahwa
peran asing dalam perbankkan nasional makin menguat. Data bank Indonesia, sebagaimana
disampaikan oleh Gubenur BI Burhannuddin Abdullahh pada awal tahun 2006, pihak asing
telah memiliki 48,51 persen dari total aset industri perbankan nasional, melampaui andil bank
pemerintah yang tinggal memiliki andil 37,45 persen. Setidaknya, sampai tahun 2005,
kepemilikan asing perbankan nasional Indonesia termasuk tertinggi dibandingkan negara-
negara – negara tetangga lainnya. Pada tahun 2005 peran asing dalam perbankan nasional
Indonesia sudah jauh melebihi kondisi yang terjadi di negara – negara tetangga.

Dibolehkannya investor asing untuk memiliki saham bank sampai 99 persen tentu
menjadi salah satu penjelas tingginya andil asing dalam perbankan Indonesia. Dengan
ketentuan ini, kebijakan liberalisasi perbankan Indonesia tentu saja jauh lebih liberal
dibandingkan negara lain, sementara badan international, seperti Organisasi Perdagangan
Dunia ( WTO ) disebutkan mengatur perbandingan kepemilikan 45 persen kepemilikan asing
dan 55 persen kepemilikan lokal. Artinya yang mendominasi adalah kepemilikan lokal.
Sampai dengan akhir 2006, jumlah bank umum di Indonesia sebanyak 130 bank.

Dari tahun 2003 – 2006, jumlah bank campuran berkurang sedangkan jumlah bank
asing tidak berubah. Pertumbuhan jumlah sektor kedua jenis bank yaitu bank campuran dan
bank asing tersebut jauh diatas pertumbuhan bank persero, bank pembangunan daerah atau
bank umum swasta nasional. Hal ini mengindikasikan bahwa bank asing dan campuran
tersebut jauh lebih agresif dalam memperluas area jangkauannya yang memang
dimungkinkan karena sudah tidak lagi pembatasan jumlah kantor bank asing. Hal ini
sekaligus menjadi pertanda bahwa penyebaran geografis dari modal asing dalam perbankan
nasional makin meningkat. Pada awal tahun 2006, ketika jumlah bank di Indonesia 131,
sebanyak 41 bank kepemilikannya sudah dikendalikan oleh pemodal asing. Artinya, bukan
hanya bank asing dan bank campuran, tetapi juga bank swasta nasional yang kepemilikannya
sudah didominas asing. Dengan adanya peran asing dalam total asset perbankan nasional
yang sudah diatas 40%, berarti sebagian besar kepemilikan asing ini adalah melalui
pembelian saham atau akuisisi bank – bank swasta nasional. Status bank – bank swasta
nasional ini masih perusahaan Penanamman Modal Dalam Negeri ( PMDN ) namun dalam
kenyataannya sudah seperti perusahaan Penanaman Modal Asing ( PMA ). Oleh karena itu,
banyak investor – investor asing yang akan menguasai perbankan Indonesia yang mana tidak
harus berasal dari negara – negara barat, namun nantinya akan datang dari negara – negara
asia yang dalam beberapa tahun belakangan ini telah menampilkan dirinya sebagai kekuatan
baru dalam percaturan ekonomi global, yakni India dan cina.

Dampak Bank Asing Di Indonesia


Hampir semua bank besar sudah dimiliki investor asing sehingga dikhawatirkan pihak
asing tersebut dengan mudah medikte pasar perbankan nasional. Gubenur BI belum lama ini
mengakui bahwa adanya tren meningkatnya porsi asing di industri perbankan secara langsung
atau tidak langsung mempengaruhi kepekaan bank terhadap kebutuhan ekonomi nasional.
Umar Juaro berpendapat bahwa menilai peran bank sebagai agen pembangunan akan
berkurang setelah bank dimiliki investor asing karena bank tak lebih dari sebuah entitas
bisnis yang berorientasi profit semata sehingga kepentingan nasional seperti mengatasi
persoalan pengangguran dan kemiskinan tidak akan mendapatkan cukup perhatian.

Kekhawatiran ini menyiratkan bahwa ada dampak – dampak dari masuknya modal
asing dalam perbankan nasional sebagai buah dari liberalisasi perbankan Dampaknya tersebut
dapat dipilah menjadi :

• Dampak langsung yang dapat dilihat dari persaingan dalam industri perbankan
sendiri terutama dengan bank pemerintah, kemudian beban akhirnya harus ditanggung
negara sisi keuangan, selanjutnya konsumen dan nasabah bank, berikutnya adalah
dalam kaitannya dengan keberadaan usaha kecil dan menengah, dan tentunya dampak
dalam aspek ketenagakerjaan.

• Dampak langsung terdiri dari :

1. Meningkatkan Persaingan

Untuk dapat bersaing dengan pihak bank asing, bank – bank pemerintah harus
mampu memperbaiki efisiensinya dan juga menekan kredit masalahnya. Jika tidak
maka kemampuan yang masih ada akan terus tergelus yang pada gilirannya dapat
membebani negara dan akan celaka jika dilepas sebagian sahamnya ke pihak asing
hanya untuk menghindari berlanjutnya beban atau dalam konteks privatisasi. Dalam
hal fee based income, analisis infobank memposisikan bank asing dan bank campuran
pada peringkat atas dari 130 bank yang ada di Indonesia. Dalam 20 besar bank BNI
merupakan salah satunya bank pemerintah penghasil fee based income. Dari sisi
kredit, Bank asing sangat agresif dalam menyalurkan kredit, dibandingkan bank
pemerintah karena bank asing dan campuran seperti BNP Paribas, Bank Sumitomo
Mitsui Indonesia, ANZ Panin Bank dan Standard Chartered Bank memiliki loan to
deposite ratio yang terhitung tinggi, sementara BRI, Bank Mandiri dan BNI memiliki
LDR dibawah ideal.

2. Meningkatnya Beban Keuangan Negara

Bank milik asing dapat membebani keuangan negara melalui penempatan dana
pada instrumen keuangan seperti Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI merupakan
aktiva dengan tingkat resiko rendah. Dari tahun ke tahun, porsi SBI dalam aktiva
produktif terus bertambah sementara porsi kredit tampak menurun. Pada November
2006, total SBI yang dimiliki Citibank, Deutsche Bank dan Standard Chartered Bank
mencapai hampir 13 persen dari total SBI yang mencapai Rp 202 triliun. Ini berarti
laba yang diterima bank milik asing sebagian juga berasal dari bunga SBI yang
pembiayaannya menjadi beban negara.

3. Kurangnya Peran Intermediasi Bank Asing

Peran bank yang dimiliki asing, khusunya bank asing dan campuran, dalam
proses intermediasi relatif kecil dan cenderung ke kredit konsumtif. Dengan
minimnya proses intermediasi berarti fungsi perbankan sebagai lembaga yang
mempertemukan pihak yang berlebihan dana dan pihak yang membutuhkan dana
sebetulnya tidak berjalan baik. Kecenderungan belakangan ini menunjukkan bahwa
perbankan nasional gagal dalam memainkan perannya sebagai lembaga intermediasi.
Hal ini tampah dari masih besarnya pangsa surat berharga dalam aktiva produktif
perbankan, seperti SBI yang secara bersamaan menjadi beban bagi keuangan negara.
Dengan menanamkan dana ke SBI maka ada bagian dana perbankan yang tidak
mengalir ke sektor riil yang harusnya memperoleh kredit melalui proses intermediasi
perbankan.

Sementara itu, dalam kredit yang relatif terbatas pun bank milik asing
cenderung memberikan kredit dalam bentuk kredit konsumtif daripada kredit
produktif. Bank – bank asing tampak sangat agresif dalam menyalurkan kredit karena
kredit konsumtif ini potensinya besar, keengganan bank-bank asing untuk terlibat
dalam pembiayaan proyek-proyek berskala besar yang dibutuhkan untuk mencapai
tujuan-tujuan nasional.

4. Merugikan Konsumen

Survei YLKI tahun 2005 menunjukkan bahwa nasabah pengguna kartu kredit
yang dikeluarkan bank asing mengeluhkan kesewenang-wenangan pihak bank
terhadap mereka. Keluhan ini terutama dalam hal penerapan bunga berbunga dan
penggunaan tenaga debt collector. Penerapan bunga berbunga jelas memberatkan para
pemegang kartu kredit karena tunggakan kartu kreditnya bisa terus bertambah dan
makin menyulitkan nasabah untuk melunasinya. Pihak YLKI menyebutkan bahwa
bank-bank asing yang beroperasi di indonesia sering kali memberlakukan aturan yang
berbeda dengan aturan di negara asalnya. Artinya, terjadi standar ganda dalam
peraturan mengenai kartu kredit tersebut.

5. Lemahnya Dukungan bagi UMKM dan Pertanian

Sejauh ini bank milik asing dinilai cenderung malas menyalurkan kredit ke
usaha kecil. Namun yang perlu dicatat, bank swasta nasional juga ada yang milik
asing, dan kredit UMKM tidak sedikit yang merupakan kredit konsumtif. Kalau
pemberian kredit kepada UMKM dikategorikan sebagai salah satu wujud peran
perbankan sebagai agen pembangunan, maka rendahnya andil bank milik asing dalam
menyalurkan kredit produktif untuk UMKM menjadi pertanda bahwa peran agen
pembangunan itu memang telah tergerus dan lebih sebagai entitas pemburu profit
semata.

Dalam sektor pertanian, komposisi kredit perbankan berdasarkan sektor


ekonomi secara umum menunjukan masih terbatasnya kredit untuk sektor pertanian.
Sektor perundistrian merupakan sektor terpenting bagi bank asing dan campuran
karena mendapatkan alokasi kredit jauh lebih besar dibandingkan sektor-sektor
lainnya. Oleh karena secara umum sektor perindustrian kurang sensitif dalam
penciptaan tenaga kerja dibandingkan pertanian, maka alokasi kredit yang besar pada
sektor industri tidak memberikan banyak manfaat dalam mengatasi persoalan
pengangguran.

6. Dampak Pada Aspek Ketenagakerjaan

Konsekuensi lain dari meningkatnya porsi kepemilikan asing dalam perbankan


nasional adalh dalam hal ketenagakerjaan. Oleh karena hampir 100 persen
kepemilikan sudah di tangan asing maka tidak aneh bila para pengelolanya juga
bankir asing. Hal ini juga menjadi sangat dimungkinkan karena Indonesia tidak
memilik aturan yang tegas mengenai keberadaan bankir asing. Liberalisasi perbankan
nasional tidak urung membawa dampak pada terjadinya pemecatan di bank-bank yang
dimiliki asing.

• Dampak Tidak Langsung

Sedangkan dampak tidak langsung berkaitan dengan peran pembiayaan bank asing
dalam aktivitas industri yang menimbulkan persoalan lingkungan, konflik pertahanan, polusi
ataupun hak asasi masyarakat. Sebagai institusi keuangan, bank asing dapat menimbulkan
dampak tidak langsing bagi Indonesia. Hal ini muncul karena aktifitas bank baik sebagai
sumber pembiayaan maupun karena memfasilitasi proses pembiayaan industri misalnya
industri eksraktif yang banyak membawa dampak negatif bagi lingkungan. Sebuah studi dari
Bank Indonesia tahun 2004 pernah pula mengindikasikan bahwa bank asing di Indonesia juga
cenderung menyalurkan kredit kepada perusahaan multinasional yang juga mendapatkan
pembiayaan dari kantor pusatnya. Kekayaan alam Indonesia merupakan anugerah bagi
seluruh penduduk ternyata oleh banyak masyarakat lainnya dianggap tidak lebih dari
kutukan. Karena eksploitasi hutan untuk memasok industri kertas atau pembukaan hutan
untuk perkebunan kelapa sawit telah menyebabkan penyusutan hutan di Indonesia
berlangsung dengan cepat, sehingga keanekaragaman hayati juga rusak.

Pada Industri Kayu, Plywood, Pulp, dan Kertas

Hutan merupakan salah satu kekayaan alam Indonesia yang banyak dieksploitasi
untuk industri perkayuan maupun kertas. Banyak bank asing juga terlibat dalam pembiayaan
industri ini di Indonesia. Keterlibatan lembaga keuangan-keuangan, khususnya bank asing,
dalam industri perkayuan dan kertas di Indonesia ini tentu dilatarbelakangi besarnya potensi
keuntungan yang dapat diraih mengingat permintaan dunia akan komoditas – komoditas ini
sangat besar, terutama dari jepang serta cina. Industri ini salah satu andalan devisa Indonesia.
Oleh karena industri kayu dab plywood diketahui telah menimbulkan dampak sosial maupun
dampak ekologis yang sangat parah bagi Indonesia, maka keterlibatan lembaga keuangan
international di atas dalam pembiayaan industri perkayuan dan kertas dapat diartikan sebagai
dampak tidak langsung dari bank asing.
Pada Perkebunan Kelapa Sawit

Meluasnya perkebunan kelapa sawit yang diperkirakan setidaknya menyebabkan


berkurangnya luas hutan di Indonesia sekitar dua juta hektar per tahun menimbulkan tida
persoalan pelih, yaitu hilangnya biodiversitas, polusi maupun konflik pertanahan dengan
penduduk lokal. Oleh karena perluasan perkebunan sawit banyak dibiayai oleh bank-bank
milik asing maka bank-bank tersebut pada dasarnya juga terlibat dalam persoalan-persoalan
pelik itu. Dalam study yang lebih akhir, Wakker dan Van Gender (2006) menyinggung
bahwa sebagian besar pendanaan tersebut dialirkan melalui korporasi milik konglomerasi
dimana pihak bank menghadapi keterbatasan untuk mengetahui maupun mengawasi
penggunaan dana tersebut oleh pihak konglomerat.

Salah satu perusahaan besar dibidang kelapa sawit yakni PT PP London Sumatera
Indonesia (Losum). Aktivitas Losum selama ini telah menimbulkan persoalan pertanahan
karena lahan milik penduduk lokal diambil secara ilegal yang kemudian menimbulkan
konflik dengan kekerasan, dan juga telah menimbulkan persoalan lingkungan akibat limbah
yang dihasilkan oleh Lonsum merusak sumber daya air yang sehari-hari dibutuhkan oleh
masyarakat lokal.

Pada Pertambangan dan Migas

Pertambanmgan juga merupakan salah satu sektor penting di Indonesia. Namun sektor
ini juga tercatat sebagai salah satu sektor dengan dampak negatif yang sangat besar. Dampak
ekologis dan industri pertambangan tampak dari rusaknya lahan karena penggalian besar-
besaran, polusi yang diakuibatkan oleh proses pengolahan, serta banjir yang diakibatkan oleh
rusaknya tutupan hutan. Adapun dampak sosial yang timbul, seperti juga pada industri
perkayuan, kertas, dan kelapa sawit terutama pelanggaran terhadap hak-hak asasi masyarakat
lokal yang sangat mengantunggkan hidupnya pada hasil-hasil hutan.

Dalam hal pembiayaan dari bank, menurut laporan Van Gelder, perusahaan tambang
asing cenderung memohon pinjaman dari bank komersil di negara asalnya, sedangkan
perusahaan tambang domestik dari bank-bank domestik dan bank asing. Dalam praktiknya
keterkaitan antara bank asing dengan industri pertambangan ini tidaklah semata-mata sebagai
pemberi pinjaman, tetapi juga dapat skema yang lebih rumit misalnya convertible bond yaitu
obligasi yang di kemudian hari dapat diubah menjadi saham atau kepemilikan.

You might also like