Professional Documents
Culture Documents
4. Peranan Guru
Guru adalah orang yang mengajarkan berbagai kepandaian dan ilmu yang
tidak terbatas pada dunia surau. Guru pada mulanya adalah urang Siak yang
beralih menjadi tugas ninik mamak yang telah terbebas dari balai adat. Guru
benar-benar menjadi panutan bahkan wibawanya jauh lebih tinggi daripada
Datuk, kepala kaum.
Dalam kesenian indang, posisi guru terlihat dengan menempatkan tukang
dikie sebagai pemain yang berada di tempat terpisah dengan fungsi pokoknya.
2. Estetika
a. Harmoni
Pendekatan kepada Tuhan memiliki 3 komponen: manusia, guru atau imama,
dan Allah. Kehidupan manusia terbagi 3 lokasi: alam gaib (barzah), alam nyata
(dunia), dan alam akhirat. Zikir dilakukan 33 kali.
Bentuk tiga-tiga ini diproyeksikan dalam indang. Terdapat 3 tahapan
permainan: pujian kepada Allah, Rasul, dan guru; penjelasan tentang diri; uraian
keagamaan. Indang disajikan oleh 3 kelompok sandiang.
Harmoni simetrik yang diacu dalam indang adalah kiri dan kanan memiliki
posisi yang sama dengan satu pusat sehingga posisi seimbang. Dengan bentuk
seperti ini, jumlah pemain selalu ganjil.
b. Pembebasan Keterbatasan pada Ruang
Tidak seperti randai, indang tidak bercerita. Boleh dikatakan indang bebas
ruang dan waktu.
c. Gymnastic Intelectual
Indang merupakan bentuk pertunjukkan dialog atau tanya jawab untuk olah
otak. Pertanyaan yang diajukan tidak hanya menuntut luasnya wawasan dan
pengetahuan, tetapi juga menuntut kecerdasan berkias dan berkata-kata.
d. Tanpa Simbol
Tidak ada simbol peribadatan dalam indang. Indang adalah bentuk kesenian
yang dijadikan sebagai alat dakwah dan pengajaran. Jumlah pemain yang ganjil
bukanlah simbol melainkan proyeksi suatu ajaran. Demikian pula gerak yang
menyerupai zikir bukanlah gerak zikir yang sebenarnya. Gerak, selain hanya
mengikuti irama, juga disesuaikan dengan citarasa kelompok indang itu sendiri
sehingga tidak ada gerak yang baku dalam indang.
3. Esensi Artistik
a. Bergerak dalam Diam
Posisi tidak berpindah dalam indang mengingatkan pada posisi berdoa.
Bentuk pertunjukkan indang memberi kesan static monumental. Indang adalah
proyeksi berdoa.
b. Stages on The Stage
Pertunjukkan indang dilakukan di laga-laga sebagai sebuah pentas (stage).
Setiap kelompok berada pada tikarnya masing-masing. Anak indang pada tikar
yang panjang, tukang dikie pada tikar lain yang lebih kecil. Di belakang tukang
dikie, duduk beberapa orang lain (dukun dan sipatuang sirah) pada tikar yang
lain.
Pada posisi ini, setiap tugas individu ditentukan dengan tikarnya masing-
masing. Bisa dikatakan tikar-tikar tersebut adalah pentas-pentas kecil dalam
pentas yang lebih besar.
c. Tiga Grup dalam Satu Pertunjukkan
Pertunjukkan indang menampilkan tiga kelompok (tigo sandiang). Saat tiba
giliran satu sandiang, maka sandiang lain beristrahat. Hal ini tidak ditemukan
dalam pertunjukkan lain.
d. Keterikatan Intelektual
Dalam pertunjukkan indang rapport tidak dicapai dengan kesamaan citarasa
antara penonton dan pemain. Ikatan penonton dengan pemain ada dalam
lingkup ikatan intelektual. Sebuah pertanyaan yang harus dijawab kelompok lain
juga membuka peluang penonton untuk menebak. Namun demikian, jawaban
yang ditunggu penonton adalah jawaban kelompok yang ditanya (samakah
dengan perkiraan penonton?). Pada akhirnya, pertanyaan dan jawaban selalu
menjadi bahan pikiran penonton karena tidak jarang jawaban berubah menjadi
pertanyaan balik.