You are on page 1of 4

Aspek Perpajakan PSC Indonesia

(2004)

Benny Lubiantara

Perubahan tingkat pajak mulai periode PSC sebelum 1985 sampai saat ini
dapat dirangkum pada tabel dibawah sebagai berikut :

PSC PSC PSC


(1995 – Present) (1985-1994) (before 1985)
% % %
Corporate Tax 30 35 45
Divident 14 13 11
Withholding Tax
(DWT), 20%*
Total 44 48 56

*) Pemotongan (withholding) pajak dividen sebesar 20%, untuk PSC


(1995 – Present), DWT diperoleh dari (1-corporate tax) x 20% = 14%

Perlu dipahami bahwa dalam PSC Indonesia, pembagian hasil produksi


85% : 15% tersebut sudah termasuk kewajiban pajak Kontraktor. Untuk
menghitung bagian negara dan Kontraktor sebelum pajak, besarnya
tergantung dari tingkat pajak yang dibebankan, lilustrasi berikut,
memberikan gambaran bagaimana pembagian minyak antara Kontraktor
dengan Pemerintah sebelum pajak :

Aspek Perpajakan PSC Indonesia 1


PSC PSC PSC
(1995 – Present) (1985-1994) (before 1985)
% % %
Total Tax 44 48 56
Minyak : 26.7857 28.8462 34.0909
Kontraktor*)
Minyak : 73.2143 71.1538 65.9091
Pemerintah

*) Bagian minyak kontraktor untuk split 85:15 diperoleh melalui rumus :


15% / (1 - Tax)

Untuk pembagian gas, karena split untuk gas adalah 70% : 30%, maka
pembagian gas antara kontraktor dan Pemerintah sebagai berikut :

PSC PSC PSC


(1995 – Present) (1985-1994) (before 1985)
% % %
Total Tax 44 48 56
Gas : 53.5714 57.6923 68.1818
Kontraktor*)
Gas : 46.4286 42.3077 31.8182
Pemerintah

*) Bagian Gas kontraktor untuk split 70:30 diperoleh melalui rumus :


30% / (1 - Tax)

Kontraktor akan memperoleh surat bukti pembayaran pajak (tax receipt) atas
jumlah pajak yang telah dibayarkan kepada pemerintah Indonesia, surat
bukti pembayaran pajak ini dapat digunakan untuk memperoleh “tax credit”
di negara yang bersangkutan. Lihat ilustrasi berikut.
Keuntungan Kontraktor/PSC = USD 1,000,000
Pajak, 30%* = USD 300,000
Laba setelah pajak di negara operasi = USD 700,000
Pajak di negara asal (misal : 34%) = USD 40,000
Laba setelah pajak = USD 660,000

Aspek Perpajakan PSC Indonesia 2


*) Apabila pajak yang dapat memperoleh kredit di negara tempat
beroperasi lebih besar dari pajak di negara asal, biasanya pajak
tersebut dibatasi maksimum sebesar tingkat pajak dinegara asal
Kontraktor tersebut.

Karena split antara Pemerintah dan Kontraktor besarnya tetap sebesar 85% :
15%, maka penurunan tingkat pajak akan mempengaruhi “tax credit”
Kontraktor, turunnya tingkat pajak akan menurunkan bagian minyak
kontraktor (lihat tabel sebelumya), walaupun pendapatan bersih Kontraktor
tidak berubah, agar lebih jelas lihat ilustrasi dibawah ini :

Pajak (48%) Pajak (44%)


Laba Sebelum Pajak 10,000,000 10,000,000
(USD)
Bagian Kontraktor*) 2,884,620 2,678,570
Pajak 1,384,620 1,178,570
Laba Bersih Kontraktor 1,500,000 1,500,000

*) Besarnya bagian atau equity kontraktor dapat dilihat pada tabel


sebelumnya sesuai dengan tingkat pajaknya.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa dengan adanya penurunan pajak dari
48% ke 44% otomatis akan mengurangi pajak sebesar USD 206,050,
walaupun laba bersih Kontraktor tidak berubah (apabila dibulatkan sekitar
1,500,000), penurunan pajak ini akan mengakibatkan menurunnya “tax
credit” dari Kontraktor, dengan demikian bagi Kontraktor penurunan tingkat
pajak ini merupakan dis-insentif.

Aspek Perpajakan PSC Indonesia 3


Sebagai catatan bahwa di USA, aturan pajak disana untuk memperoleh US
tax credit hanya diberlakukan bagi corporate tax sedangkan DWT tidak
dapat memperoleh tax credit. Seperti dibahas sebelumnya, total pajak 48%
terdiri dari corporate tax sebesar 35% dan DWT sebesar 20%, sedangkan
total pajak 44%, terdiri dari corporate tax sebesar 30% dan DWT 20%.

Referensi :

 Daniel Johnson, International Petroleum Fiscal System and


Production Sharing Contract, Tulsa, Penwell, 1994

 Okti Barmi, Masalah Perpajakan PSC di Indonesia, JTMGB


No.4/1995

Aspek Perpajakan PSC Indonesia 4

You might also like