You are on page 1of 9

NASEHAT SYEKH MUHAMMAD BIN HADY MADKHALY

UNTUK PARA DA’I SALAFY DI INDONESIA


Alih bahasa : Ummu Fadhil

Allah ta’ala berfirman :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amal-amalanmu
dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar. (Q.S al-ahzab: 70-71)
Ayat ini yang selalu diulang-ulang oleh para khatib, mubalig, penceramah dan
pemberi nasehat, orang yang tidak bisa membaca selalu mendengarnya dari mereka,
terkandung didalamnya seruan dari Allah Jalla wa‘azza kepada hamba-Nya yang
beriman, Ia menyeru mereka dengan sifat mereka yang agung lagi mulia yaitu sifat iman,
Allah subhanahu berfirman:

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah, dan
katakanlah perkataan yang benar. (QS al-ahzab 70)
Ia menyeru mereka dengan memakai sifat yang mulia yaitu sifat iman, lalu Ia
memerintahkan mereka akan suatu urusan yang berat lagi agung yaitu bertaqwa,
sesungguhnya taqwa kepada Allah Jalla wa‘ala adalah puncak kebaikan, dan penentu
segala urusan. Pintu-pintu kebajikan berbagai macam bentuknya, begitu juga jalan-jalan
keburukan bermacam-macam, semua itu terkumpul dalam kata: (bertaqwalah kamu kepada
Allah dan katakanlah perkataan yang benar), bertaqwa kepada Allah - sebagaimana yang
telah diketahui oleh kebanyakan kalian dan tidak lagi tersembunyi bagi kita semua - ialah
melaksanakan ketaatan kepada Allah berdasar cahaya(petunjuk) dari Allah dengan
mengharapkan pahala dari-Nya, dan takut dari azab-Nya, dan juga meninggalkan maksiat
yang dilarang oleh Allah mengarapkan pahala dengan meninggalkannya, dan takut akan
azab bila melakukannya, melanggar dan mengerjakan apa-apa yang diharamkan oleh
Allah.
Taqwa merupakan diantara wasiat terakhir Rasulullah sallallahu alaihi wasallam
(sebelum beliau wafat), sebagaimana dalam hadits ‘Irbad bin Sariyah radhiallahu anhu
dimana Nabi sallallahu alaihi wasallam (pada suatu hari) menasehati sahabatnya dengan
nasehat yang agung dan memberikan pengaruh yang besar bagi diri mereka, yang
membuat hati bergetar dan air mata bercucuran, lalu mereka berkata: wahai Rasulullah !
seolah-olah ini adalah nasehat orang yang akan berpisah(meninggal), maka wasiatkanlah
kepada kami: lalu beliau bersabda : (Saya mewasiatkan kepada kalian untuk bertaqwa
kepada Allah).
Beliau mengawali wasiatnya dengan taqwa, dan taqwa juga merupakan wasiat Allah jalla
wa’azza kepada orang-orang terdahulu dan yang kemudian.
Sebagaimana dalam firman Allah :

Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah memerintahkan kepada orang-orang diberi kitab
sebelum kamu dan (juga) kepada kamu; bertaqwalah kepada Allah. (QS. An-nisaa: 131).
Saudaraku sekalian…sesungguhnya kata-kata yang agung dan luas makna ini apabila
seorang hamba memperhatikan, meneliti dan menghayatinya serta mengambil pelajaran
darinya, niscaya ia akan mendapatkannya mengandung seluruh (ajaran) agama islam,
melaksanakan perintah dengan mengharapkan pahala, dan meninggalkan larangan karena
takut akan azab, inilah yang (disebut) agama, engkau beribadah kepada Allah diatas
cahaya (petunjuk) dari Allah dan mengharapkan pahala, dan takut dari azabNya.
Ketaqwaan tidak akan mungkin diperoleh kecuali dengan ilmu, Allah ta’ala berfirman:

Artinya : Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (Yang Hak) melainkan
Allah dan mohonlah ampunan bagi dosa-dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin,
laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat
tinggalmu. (QS muhammad :19).
Bagaimana bisa mengetahui yang salah dan benar kecuali hanya dengan ilmu, anda
mengetahui kebenaran lalu anda memuji Allah ta’ala yang telah menunjukimu
kepadanya, dan meminta tambahan karunia dari-Nya, anda mengetahui yang salah lalu
meminta ampunan dari-Nya jika anda terjerumus kedalamnya, dan sebelum itu anda
(berusaha) menjauhinya. Akan tetapi jika anda terjerumus kedalamnya anda meminta
ampun kepada Allah kemudian bertobat kepada-Nya dan ini adalah kebaikan yang besar.
Sebagaimana dalam sebuah hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam bersabda :
( Barangsiapa yang Allah inginkan kebaikan atasnya Ia akan memberikannya pemahaman
dalam agama ). Memahami agama Allah adalah dengan mengetahui hukum-hukumnya,
perintah-perintah dan larangan-Nya serta mempelajari syariat-Nya, ini merupakan nikmat
yang paling besar, sesungguhnya orang yang tidak mengetahui hukum-hukum agama dan
dalil-dalilnya ia akan hidup bingung kanan dan kiri, (berada) diantara syubuhat dan
syahwat.
Dan siapa yang berada diantara dua jurang ini - jurang syubuhat dan jurang syahwat – ia
akan celaka, segala urusan baginya bercampur-baur tanpa ada (sedikitpun) padanya
pembeda, dan hawa nafsu (senantiasa) menguasainya dan ia tidak mendapatkan didalam
hatinya pertahanan dan penasehat yang mengingatkannya kepada Allah, dan saat
menghadap-Nya, berdiri dihadapan Allah di hari akhirat, kala itu ia akan celaka -kita
memohon kepada Allah keamanan dan keselamatan-. Maka pemahaman terhadap agama
sangatlah penting, kedudukan setiap orang dalam agama tergantung kepada
kepahamannya terhadap agama. Dan kebaikan akan luput darinya sesuai dengan kadar
kelalaiannya dari hal tersebut. Maka kita semua wajib untuk mencapai hal itu, yaitu
pemahaman terhadap agama.
Dan lebih wajib lagi atas orang yang meletakkan dirinya di atas (jalan) dakwah kepada
Allah jalla wa’azza, siapa yang meletakkan dirinya diatas dakwah, ia wajib memahami
dan mengetahui apa yang ia dakwahi dan mengetahui keadaan orang yang ia dakwahi.
Dan meletakkan hukum-hukum Allah dengan benar, sebagaimana yang diperintahkan
Allah jalla wa’ ala, dan dikehendaki dan dijelaskan oleh Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam.
Apabila ia berdakwah tanpa ilmu maka apa yang ia rusak lebih banyak dari apa yang ia
perbaiki, karena seorang penyeru kepada Allah otomatis ia juga pengajak kepada
kebaikan dan melarang kepada kemungkaran. Dan orang yang mengajak kepada kebaikan
mesti tahu betul akan kebaikan, tahu kemungkaran, mengetahui keadaan orang yang ia
ingkari. Dan hendaklah ia bijaksana, lembut, mengetahui mafasid (kerusakan) dan
maslahat (yang akan terjadi), kapan ia maju (melakukan suatu tindakakan) dan kapan ia
menahan dirinya, kapan ia mendahulukan (suatu pekerjaan) dan kapan ia mengakhirkan.
dan (mengetahui) apa yang harus ia dahulukan dalam berdakwah, dan apa yang boleh ia
akhirkan.
dan hendaklah ia berlemah- lembut kepada manusia, dan sebagainya dari bermacam-
macam masalah yang ditempuh oleh ulama-ulama islam rahimahumullah, dibawah
naungan hadits-hadits Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dalam berdakwah dan
melakukan hisbah, hisbah yang saya maksud adalah mengajak kepada kebaikan dan
melarang dari kemungkaran sebagaimana berlalu, dan kedudukan ini - kedudukan
penyeru kepada Allah – adalah kedudukan yang paling tinggi. Allah subhanahu wata’ala
berfirman :

Artinya : Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang tang menyeru kepada
Allah, menerjakan amal yang sholeh dan berkata: sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang berserah diri. Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah
(kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antara dan
antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (QS
fushilat : 33-34).
Apa yang dikhabarkan Allah subhanahu wata’ala ini sedikit sekali orang yang
memikirkan dan memahaminya.
Sesungguhnya dakwah itu adalah urusan yang sangat mulia, oleh sebab itu Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam tidak membiarkannya begitu saja dan tidak jelas, sebagaimana
yang telah kalian ketahui wahai saudara sekalian, tentang hadits Mu’adz radhiallahu
anhu dalam kisah pengutusannya ke negri Yaman dan wasiat Nabi sallallahu alaihi
wasallam kepadanya :
(Sesungguhnya engkau (akan) mendatangi kaum ahli kitab (yahudi & Nasrani),
hendaklah dakwah yang pertama sekali engkau serukan adalah (mengajak) mereka
mentauhidkan Allah),
dan didalam lafadz yang lain : ( (adalah) Syahadah bahwa tidak ada sesembahan yang
diibadati dengan Haq selain Allah, dan bahwasanya Muhammad adalah utusan Allah, jika
mereka menerima seruanmu itu maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan bagi mereka sholat lima waktu dalam sehari semalam, jika mereka menerima
seruanmu itu, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan zakat kepada
mereka yang diambil dari orang kaya mereka dan diberikan kepada orang yang miskin
(diantara) mereka.) [hadits].
Rasulullah salallahu alaihi wasallam menjelaskan didalam hadits ini apa yang pertama
sekali dimulai (dalam berdakwah).
Seorang da’i (dalam dakwahnya) wajib untuk menempuh jalan yang benar, jalan yang
syar’i jauh dari perasaan atau semangat yang (pada hakikatnya) angin topan , hendaklah
ia tidak bersikap lunak pada apa yang dikeraskan oleh Allah, dan tidak keras pada apa
yang dimudahkan Allah, maka hendaklah ia berlemah-lembut didalam dakwahnya,
lembut bukan karena lemah, dan keras terhadap musuh-musuh Allah bukan (pula) karena
ganas, maka pada saat itu ia seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam. dan hendaklah ia memulai dengan memberi kabar gembira sebelum
menyampaikan peringatan.
Sebagaimana firman Allah yang menggabarkan sifat Rasul-Nya sallallahu alaihi
wasallam :

Artinya : Hai Nabi, sesungguhnya Kami mengutusmu untuk jadi saksi, dan pembawa
kabar gembira dan pemberi peringatan, dan utk jadi penyeru kepada agama Allah
dengan izin-Nya dan jadi cahaya yang menerangi. (QS al-ahzab 45-46).

Artinya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang
munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada
Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. (QS al-ahzab 48).
Perhatikanlah ayat-ayat ini wahai saudara sekalian, yang mana didalamnya Allah
menyeru kepada rasul-Nya : (Hai nabi sesungguhnya Kami mengutusmu) untuk apa ?
(untuk jadi saksi) saksi bagi manusia, (dan pembawa kabar gembira) pemberi kabar
gembira tentang rahmat Allah ta’ala, dan surga yang disediakan oleh Allah bagi wali-
wali-Nya(orang yang beriman dan bertaqwa) sebagaimana firman Allah subhanahu
wata’ala tentang mereka :

Artinya : Maka mereka berada dalam rahmat Allah (surga); mereka kekal didalamnya.
(QS ali imrom 107).
Rahmat Allah itu adalah surga -kita memohon kepada Allah supaya ia tidak
mengharamkan bagi saya dan kalian rahmat-Nya-, ia memberi kabar gembira
dengannya(surga tersebut), maka orang-orang yang dihati mereka ada kebaikan dan
keutamaan dan mempunyai akal yang sehat ia akan menerima kabar gembira itu, dan
barangsiapa yang membangkang maka ia diberikan peringatan. - peringatan, pertakut, dan
ancaman - sesungguhnya hati itu tidaklah sama, ada yang cukup menerima dengan kabar
gembira dan ada juga yang tidak bermanfaat baginya selain dengan peringatan, pertakut
dan ancaman.
Kemudian Allah menjelaskan atau memerintahkan dengan firman-Nya:

Artinya : Dan janganlah kamu menuruti orang-orang yang kafir dan orang-orang
munafil itu, janganlah kamu hiraukan gangguan mereka dan bertawakkallah kepada
Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pelindung. (QS al-ahzab 48).
Pada ayat ini (terdapat) petunjuk bagi para da’i setelah Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam, agar menempuh jalan yang ditempuh oleh beliau sallallahu alaihi wasallam,
dan hendaklah mereka berhati-hati terhadap orang-orang munafik yang memata-matai
didalam barisan, yang mana mereka menghasut didalam barisan kaum muslimin dan
membiarkan dan menyebarkan diantara mereka berita bohong maka hendaklah berhati-
hati terhadap mereka. kenapa? karena mereka itu merusak kaum muslimin, dan begitu
juga orang kafir, tidak ada perhitungan bagi mereka, janganlah mentaati mereka untuk
mendurhakai Allah, janganlah pula bermanis-manis muka dalam agama Allah dan
berlembut-lembut terhadap mereka. dan hendaklah mendakwahi mereka kepada Allah,
jika mereka enggan maka tidak ada antaranya dan mereka kecuali apa yang telah
dijelaskan oleh Allah, dan diperintahkan oleh Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan
yang telah beliau jelaskan didalam syariatnya yang suci.
Maka seorang da’I itu hendaklah alim, fakih (memahami), dan tamak dalam memberi
petunjuk kepada manusia. Mengeluarkan segala kesanggupannya dan menjauhi kekasaran
dan kekerasan, firman Allah subhanahu wata’ala:

Artinya : (maka disebabkan rahmat dari Allahlah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu, karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad maka bertawakkallah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya) (QS Ali Imram:159)
Wahai ikhwan sekalian….perhatikanlah nasehat yang agung dari pencipta kita kepada
Rasul-Nya sallallahu alaihi wasallam yang ada didalam ayat yang mulia ini,
sesungguhnya Ia telah memberikannya karunia, dan menjadikannya sallallahu alaihi
wasallam seorang yang penyayang. beliau sallallahu alaihi wasallam sangat penyantun
dan sayang kepada umatnya :

Artinya : Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rasul dari kaummu sendiri,
berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan)
bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin. (QS at-
taubah :128).
Beliau menyayangi orang-orang beriman, mengasihi, serta belas kasih terhadap mereka.
Kelembutan dan kasih sayang ini sangat besar pengaruhnya didalam diri manusia dan
mempunyai pengaruh yang baik dalam sambutan manusia dan penerimaan terhadap
seorang da’i, karena ia menauladani Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dimana beliau
disifatkan dengan sifat ini didalam (kitab) Taurat sebagaimana yang terdapat didalam
shoheh Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah bin Salam radhiallahu anhu :
(Bahwasanya beliau sallallahu alaihi wasallam tidak jahat perangainya dan tidak kasar,
tidak pula pemekik dipasar, dan tidak membalas kejahatan dengan kejahatan. Akan tetapi
pemaaf dan pemurah, beginilah disifatkan Rasulullah didalam taurat sebagimana yang
terdapat didalam shohihain, ini perkataan Allah didalam al-quran dan itu sudah cukup,
akan tetapi beliau sallallahu alaihi wasallam telah disifatkan dengan ini dalam kitab yang
terdahulu. Wahai para ikhwan sekalian…saya mewasiatkan kepada kalian dan diri saya
untuk bertaqwa kepada Allah subhanahu wata’ala dan memahami agama-Nya, begitu
juga saya menasehati kalian supaya sayang dan lembut kepada hamba Allah, dan betul-
betul berusaha dengan segala kesanggupan dalam memberikan petunjuk kepada manusia.
Dan hendaklah seorang da’i mengetahui bahwa didalam menempuh jalannya ini akan
menemui beberapa ijtihad (perbedaan pendapat) antara ia dan saudaranya yang lain yang
mana kadangkala terjadi perbedaan pandangan pada apa yang boleh berpendapat padanya,
yang saya maksud dengan ijtihad disini adalah pada apa yang boleh sesama para da’i
untuk memberi pandangan/pendapat, dan jika tidak ini, maka ijtihad yang terlintas di
pikiran kita hanya untuk orang yang ahli dalam ijtihad, orang yang fakih didalam agama
yang mana mereka akan menerangkan dan meneliti serta menjelaskan dengan keluasan
ilmu dan pengetahuan mereka.
Dari merekalah manusia mengambil fatwa dan pemahaman dalam agama Allah ta’ala.
Akan tetapi ijtihad yang saya maksud adalah (ijtihad) dalam menempuh jalan menuju
kebaikan, sesuai dengan kesanggupan dan menepis kerusakan didalam dakwah ini.
Hendaklah seorang da’i memahami bahwa antara dirinya dengan saudara-saudaranya
mesti terjadi sesuatu, karena jalan yang ditempuh sangat panjang, dan dengan banyaknya
pejalan dan panjangnya perjalanan, pasti akan terjadi kesulitan, dan keletihan, dan
kadangkala ketidak sepakatan dalam sisi pandang pada apa yang dibolehkan berbeda
pendapat. Dan saya tekankan dalam kalimat ini : (pada apa yang dibolehkan padanya
perbedaan pendapat)
Maka saya katakan: apabila (perbedaan pendapat) itu terjadi maka wajib bagi seorang
da’i, da’i salafiyin kususnya -dan merekalah yang saya maksudkan dalam pembicaraan
ini- untuk memegang wasiat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam kepada Mu’adz dan
sahabatnya(Abu Musa al-Asy’ary) ketika mereka diutus ke negeri Yaman, beliau berkata
kepada mereka berdua: sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian membuat
orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah kalian memberi kesulitan, bersepakatlah
kalian, dan janganlah berpecah belah, bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan
(tathoowa’aa) saling menghargailah kalian.
wahai ikhwan sekalian…(ini) adalah kata-kata yang agung, dari pendidik yang paling
mulia yaitu Rasulullah sallallahu alaihi wasallam maka sampaikanlah oleh kalian khabar
gembira, dan janganlah kalian membuat orang lari, berikanlah kemudahan, dan janganlah
kalian memberi kesulitan, bersepakatlah kalian, dan janganlah kalian berpecah belah,
bersatulah dan janganlah kalian berselisih, dan saling menghargailah kalian.
Apabila seseorang bersikukuh dan berpegang dengan pendapatnya yang ada mempunyai
dasar, dan tidak ada larangan syar’i padanya, maka wajiblah ia menyerahkan (keputusan)
kepada temannya tersebut, tidak ada percekcokan dalam masalah itu, karena berita baik
akan diterima dengan hati yang baik dan halus dari pertama kalinya. Dan tindakan yang
membuat orang lari akan memalingkan manusia dari agama, dan Nabi sallallahu alaihi
wasallam murka dalam kisah tentang seseorang memanjangkan sholat -sebagaimana yang
kalian ketahui-dan beliau berkata : (wahai manusia sesungguhnya diantara kalian ada
orang yang membuat orang minggat, barangsiapa yang mengimami orang), dalam lafadz
yang lain: (barangsiapa yang mengimami manusia hendaklah ia memendekkan).
Wahai saudara seislam…Nabi sallallahu alaihi wasallam telah memperingatkan dalam
masalah ini bahkan beliau marah kepada orang yang menyebabkan larinya manusia dari
kebenaran, dan menyebabkan manusia berpaling dari agama Allah ta’ala, beliau berkata :
(sampaikanlah kabar gembira, dan janganlah kalian menyebabkan manusia lari), Maka
jadilah kalian orang tamak dalam menyampaikan berita gembira kepada manusia, dan
menyampaikan apa yang dapat diterima oleh hati mereka tentang agama, dan tentang
manhaj yang baik ini yaitu manhaj salafi, yang mana ia adalah jalan yang ditempuh oleh
Rasulullah sallallahu alaihi wasallam, dan jalan para sahabat beliau. Dan janganlah
kalian membuat orang lari, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan kalian.
Berhati-hatilah, karena seseorang bisa saja menghambat dari agama Allah dengan
kelakuannya. karena ilmu itu wahai saudara sekalian…adalah pemindahan gambaran
yang bersemayam didalam hati keluar. Dan mengamalkan ilmu kebalikan darinya yaitu
gambaran luar dari ilmu yang didengar dilakukan oleh anggota tubuh, apabila sesuai apa
yang didalam dengan apa yang diluar maka itu adalah da’i yang sebenarnya, dan ia akan
dibukakan oleh Allah baginya penerimaan, (hal itu) karena ia bertaqwa kepada Allah
subhanahu wata’ala dan mendekatkan diri kepada-Nya, dan menunjukkan kasih sayang
dan cinta kasih kepada penciptanya dengan melakukan ketaatan dan jauh dari larangan.
Ia senantiasa mendekatkan diri kepada Allah sehingga Allah mencintainya, maka apabila
Allah mencintainya Ia akan memberikan baginya penerimaan dimuka bumi, dan
meletakkan kecintaan kepadanya dihati manusia, maka ia akan diterima karena mereka
melihat kejujurannya, dan karena mereka melihat perbuatannya sesuai dengan
perkataannya. Saya ulangi sekali lagi, saya katakan : sesungguhnya ilmu itu adalah
pemindahan gambaran dalam keluar, yaitu agar manusia mendengar apa yang engkau
ketahui dalam nasehatmu, apa yang engkau pahami dalam agama Allah, mereka
mendengarnya dalam pengajianmu, adapun mengamalkan (ilmu) kebalikan darinya, yaitu
menyatakan gambaran dalam yang telah engkau keluarkan dalam pelajaran yang engkau
tampakkan kepada manusia, sehingga sesuai apa yang ada diluar dengan apa yang ada di
hati, apabila sesuai amal dengan ilmu maka inilah yang sebut teladan, saya mewasiatkan
kalian wahai ikhwan sekalian... ingatlah Allah terhadap manusia, ingatlah Allah terhadap
hamba Allah… kemudian nasehat yang kedua sebagaimana dalam hadits Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam yang disebutkan diatas: (Berilah kemudahan, dan janganlah
memberi kesempitan), dan ini (mesti) berada didalam bingkai syari’ah dan kita tidak
berhak keluar dari agama Allah bahkan tidak boleh, akan tetapi (mesti) dalam lingkaran
nash-nash, maka apa yang boleh dimudahkan kita mudahkan dan apa yang tidak boleh
dianggap enteng maka kita tidak boleh meremehkannya. Masalah-masalah keyakinan
tidak boleh meremehkannya, dan tidak pula menganggap enteng, akan tetapi semua
manusia dalam hal ini wajib berpegang kepada perintah yang datang dari Rasulullah
sallallahu alaihi wasallam, janganlah menganggap remeh perkara syirik, besar ataupun
kecil, dan jangan menganggap enteng perkara bid’ah, sedikit maupun banyak, karena ia
adalah pintu kepada kekufuran – kita belindung kepada Allah darinya-, begitu juga
maksiat kita tidak boleh meremehkannya dan (hendaklah) kita mengikuti dalam masalah
ini perkataan Rasulullah salallallahu alaihi wasallam : (apa yang saya larang kalian
darinya maka jauhilah ia, dan apa yang saya perintahkan kepada kalian maka
laksanakanlah sesuai dengan kemampuan kalian). Inilah kemudahan itu, (mudahkanlah
dan janganlah memberi kesulitan). Dalam ruang lingkup batas syari’at dan pada garis
nash-nash wahyu dari Alquran dan sunnah Rasulullah sallallahu alaihi wasallam,
kemudian (Bersatulah dan janganlah kalian berselisih), Jauihilah oleh kalian perselisihan
karena perselisihan itu adalah jelek, apabila engkau berselisih dengan saudaramu,
manusia akan berselisih karena kalian, (yang satu) pergi dengan kelompok ini, dan (yang
satu lagi) pergi dengan kelompok yang lain, dan terjadilah perbantahan disebabkan oleh
ingin menang sendiri, apabila telah terjadi perbantahan maka akan muncul ketakutan,
Allah ta’ala berfirman :

Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan yang menyebabkan kamu menjadi


gentar, dan hilang kekuatanmu (QS al-anfal: 46)
Wahai saudara seislam… ingatlah Allah wahai para du’at, ingatlah Allah wahai para
penuntut ilmu, dalam menjauhi perbuatan yang hina dan tercela ini, yaitu perselisihan
yang menyebabkan perpecahan, belakang-membelakangi, saling marah-marahan, saling
iri, saling perang, dan saling memusuhi –kita berlindung kepada Allah dari semua itu-.
Seorang da’i lebih mulia dan jauh dari semua ini, karena ia mengajak manusia kepada
agama Allah bukan mengajak mereka kepada dirinya sendiri, hendaklah ia ikhlas dan
termasuk orang-orang yang jujur didalam ikhlasnya itu, jauh dari perbuatan yang tercela
ini, Allah subhanahu wata’ala berfirman didalam kitab-Nya :

Artinya: katakanlah: inilah jalan (agama) ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku
mengajak (kamu) kepada Allah.(QS yusuf :108)
Dan kalian telah mengetahui sebagaimana yang ada didalam kitab tauhid kar. Syekh
islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah waridhwanuhu alaihi ketika sampai
pada ayat ini dan beliau mengambil kesimpulan darinya dalam masa-il (permasalahan-
permasalahan) yang ma’ruf, beliau berkata: padanya (ada) peringatan untuk berikhlas,
sesungguhnya kebanyakan manusia jika mereka menyeru sesungguhnya ia menyeru
kepada dirinya. Maka orang yang (menyeru) kepada dirinya ia akan marah untuk dirinya.
Maka hendaklah bagi seorang insan untuk menjauhi sebab-sebab perselisihan, adapun
perselisihan yang tidak berpengaruh seperti yang saya sebutkan tadi maka ini biasa terjadi
pada manusia, biasa terjadi perselisihan tanawwu’(yang tidak menyebabkan
pertentangan), bukan perselisihan permusuhan yang menyebabkan pembunuhan, ini tidak
apa-apa, dan ini (mesti) terjadi, akan tetapi orang yang mengetahui sabda Nabi sallallahu
alaihi wasallam : (Dan saling menghargailah kalian), ini tidak akan terjadi antara ia dan
saudaranya sesama da’i perselisihan dalam keadaan bagaimanapun. (Bersatulah dan
janganlah kalian berselisih, bersepakatlah dan janganlah kalian berpecah-belah).
berpecah-belah juga jelek, karena setiap orang yang berpecah dengan saudaranya akan
mengambil jalan yang bukan jalannya, dan sekelompok manusia akan berkumpul
bersamanya, mereka berpegang kepadanya, lalu mereka akan mengikuti jalannya dan
pada waktu itu jadilah kelompok yang saling benci dan perkumpulan yang sesat yang
dilarang didalam islam, dalam firman Allah ta’ala:

Artinya: Dan janganlah kamu bercerai-berai. (QS Ali Imram: 103).


dan ini juga perkataan Nabi sallallahu alaihi wasallam yang kalian dengar barusan.
Dan Allah serta Rasul-Nya telah melarang dari perpecahan, kita tidak boleh dalam
keadaan apapun melakukan sebab-sebabnya, (kemudian saling menghargailah kalian),
saling menghargai mesti ada, karena panjangnya jalan mengharuskan kita melakukannya,
dan sabar terhadap apa yang dihadapi dan jika tidak ada saling menghargai maka akan
terjadi perpecahan, dan yang saya maksud adalah saling menghargai dalam melaksanakan
perintah Allah dan Rasul-Nya jangan dipahami sebaliknya –saya berlindung kepada
Allah jika dipahami selain ini-. saling menghargai dalam lingkaran apa yang dibolehkan
padanya. Dan pada apa yang tidak dibolehkan kita mengatakan padanya seperti perkataan
para sahabat Rasulullah sallallahu alaihi wasallam :

Artinya : Sungguh tersesatlah aku jika berbuat demikian dan tidaklah (pula) aku temasuk
orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS al-an’am : 56).
Jika saya setuju dengan ini yaitu dengan kesalahan yang sudah jelas dan nyata yang tidak
boleh ditempuh dan melakukannya.
ini yang saya maksudkan. Saya mengatakan setelah semua yang diatas, saya mewasiatkan
kalian untuk ikhlas didalam agama Allah dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi
wasallam kemudian (betul-betul) memahami agama Allah, karena bertambahnya
pemahaman membuat lemah para musuh dan memutuskan tipu daya mereka yang mereka
masukkan untuk merusak kita, dan saya memohon kepada Allah subahanahu wata’ala
dengan nama-nama-Nya yang baik dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, agar Ia memberikan
kepada saya dan kalian pengetahuan dalam agama dan memahaminya, begitu juga saya
memohon kepada-Nya subhanahu wata’ala supaya Ia memberikan kepada saya dan
kalian keikhlasan kepada-Nya, dan mengikuti Rasulullah sallallahu alaihi wasallam dan
menjadikan saya dan kalian pemberi petunjuk bagi orang-orang yang ditunjuki, penyeru
kepada kebaikan, baik lagi memperbaiki, penyeru kepada persatuan bagi orang-orang
yang ingin bersatu berkumpul dalam kebaikan dan taqwa dan kita menentang orang yang
menentang Allah dan Rasul-Nya, dan semoga Ia menjauhkan kita darinya, karena Ia
maha kuasa dan mampu melakukannya, dan semoga salawat dan salam serta keberkatan
Allah bagi hamba dan Rasul-Nya nabi kita Muhammad dan segala puji bagi Allah
pencipta semesta alam.

You might also like