Professional Documents
Culture Documents
I. PERMASALAHAN
Dalam proses berpikir untuk memecahkan masalah, seseorang akan
berusaha menggunakan petunjuk-petunjuk (guide) yang ada sebagai pegangan
untuk mempermudah pemecahan masalah yang dihadapi. Seberapa besar
pengaruh penggunaan petunjuk tersebut pada proses berpikir individu dan
waktu pemecahan masalah dibandingkan dengan tidak menggunakan
petunjuk, merupakan masalah yang akan dibahas.
1
2
a. Means-ends Heuristic
Means-ends heuristic merupakan teknik yang dilakukan dengan
mengidentifikasi tujuan dari permasalahan, situasi yang sekarang
dihadapi, dan apa yang harus dilakukan untuk mengurangi perbedaan
antara dua kondisi (das sollen dan das sein).
b. Working-Backward Strategy
Teknik ini merupakan teknik heuristik yang dimulai dengan
menentukan terlebih dahulu tujuan yang akan dicapai, untuk kemudian
menentukan langkah-langkah yang akan dijalankan untuk mencapai
tujuan itu (Stenberg, 2002).
c. Analogical Thinking
Analogical thinking adalah jenis heuristik yang membatasi usaha
utnuk mencari solusi terhadap suatu situasi yang hampir sama dengan
situasi yang pernah dihadapi.
2. Algorithms (Random Search Strategies)
Algorithms adalah metode yang menggunakan prosedur atau tahap-
tahap tertentu dalam memecahkan masalah, yang jika tahap tersebut benar-
benar diikuti pasti akan mencapai solusi yang benar.
cenderung diam dahulu (tidak langsung merespon) dan akan berpikir tentang
problem solving-nya (Kusrohmaniah, 2009). Hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Fiedler (2010) yang menemukan bahwa dalam
membuat keputusan atau pilihan seseorang cenderung tidak selalu mengikuti
priority heuristic. Meski demikian, priority heuristic juga memiliki dampak
yang signifikan terhadap proses kognitif dan merefleksikan systematic
responding dalam melakukan judgment.
Terkait dengan proses pemecahan masalah, terdapat beberapa faktor
yang dapat mempengaruhi (Kusrohmaniah, 2009), antara lain:
1. Expertise (keahlian)
Seseorang yang ahli (kurang lebih mempunyai pengalaman 10 tahun)
atau seseorang yang memiliki keahlian secara konsisten, mampu
mengatasi persoalan dan mempunyai performance dan representasi yang
lebih baik dalam bidang tertentu (Medin dkk, 2005).
2. Mental sets
Seseorang tetap mencoba atau mempertahankan cara-cara/ solusi
yang telah digunakan untuk mengatasi masalah yang sebelumnya,
meskipun terdapat cara yang lebih mudah (Hunt & Ellis, 2004).
3. Functional fixedness
Fuctional fixedness mengacu pada cara kita memikirkan objek (alat
pemecahan masalah), memikirkan cara baru memanfaatkan suatu objek
untuk memecahkan masalah, misalnya dengan mengalihfungsikan alat
(Hunt & Ellis, 2004).
4. Insight and noninsight problems
Kemampuan seseorang dalam memecahkan masalah juga
dipengaruhi oleh ada tidaknya insight atau seberapa cepat insight tersebut
muncul dari dalam dirinya ketika suatu permasalahan dihadapinya (Hunt
& Ellis, 2004).
III. HIPOTESIS
Jika seseorang diberi 3 jenis puzzle (tanpa guide, dengan semi-guide, dan
dengan guide), maka waktu pemecahan masalah puzzle tanpa guide akan lebih
lama dari puzzle dengan semi-guide, dan dan waktu pemecahan masalah
puzzle dengan semi-guide akan lebih lama dari puzzle dengan guide.
V. VARIABEL DEPENDEN
Waktu pemecahan masalah, diukur sejak subjek mulai mengerjakan
sampai berhasil menyusun puzzle menjadi bentuk yang benar.
K1 X1 Y
R K2 X2 Y
K3 X3 Y
dengan
K1 K2 K3
Subjek Waktu Error Subjek Waktu Error Subjek Waktu Error
Tomo 21’44” 59 Tomo 13’45” 37 Tomo 2’41” 7
X. ANALISIS HASIL
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan Anava 1 jalur
(ditindaklanjuti dengan t-test) untuk menguji apakah terdapat perbedaan yang
signifikan antara waktu pemecahan masalah kelompok K1 (tanpa guide), K2
(dengan semi-guide), dan K3 (dengan guide).
XI. KESIMPULAN
Dari hasil eksperimen tersebut, dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang
telah dibuat di awal terbukti, yaitu bahwa waktu pemecahan masalah puzzle
tanpa guide akan lebih lama dari puzzle dengan semi-guide, dan waktu
pemecahan masalah puzzle dengan semi-guide akan lebih lama dari puzzle
dengan guide. Hal tersebut dikarenakan puzzle dengan guide memiliki
petunjuk lebih banyak daripada puzzle dengan semi-guide, sehingga
memudahkan subjek dalam memecahkan masalah (menyusun puzzle).
Sedangkan pada puzzle tanpa guide sama sekali tidak memiliki petunjuk
dibanding dua jenis puzzle lainnya, sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
memecahkan masalah relatif lebih lama. Dengan adanya petunjuk tersebut
juga meminimalisasi tingkat kesalahan (error) yang dihasilkan selama proses
10
XII. DISKUSI
Dari hasil eksperimen diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan
antara waktu pemecahan masalah antara puzzle tanpa guide, semi-guide, dan
dengan guide. Hal ini membuktikan bahwa petunjuk (guidance) sangat
berpengaruh terhadap proses pemecahan masalah. Seseorang yang
menggunakan guidance akan lebih mudah dalam menyelesaikan atau
memecahkan masalah. Landasan inilah yang menjelaskan adanya waktu
pemecahan masalah yang dibutuhkan seseorang untuk menyelesaikan puzzle
dengan guide lebih cepat dibanding dengan menggunakan puzzle semi-guide
maupun tanpa guide.
Selain perbedaan dalam waktu pemecahan masalah, tingkat kesalahan
(error) yang terjadi pun berbeda untuk setiap jenis puzzle yang diujicobakan.
Adanya perbedaan waktu pemecahan masalah dan jumlah error yang sangat
signifikan dikarenakan beberapa faktor, antara lain : kesiapan subjek dalam
melakukan tugas, penggunaan insight, belum terbentuknya mental model/
visual imagery yang sempurna, tingkat analisis dan cara pemecahan masalah
yang digunakan, tingkat intelegensi, emosi, motivasi, dan faktor sosial.
Tingkat kesiapan individu dapat dilihat dari perilakunya ketika
menyusun puzzle. Siap atau tidaknya subjek dalam memecahkan masalah
dapat dipengaruhi oleh pengetahuan dasar yang dimiliki, kemampuan problem
solving secara cepat dan tepat, metacognitive skills, dan faktor belajar.
Kesiapan subjek dalam memecahkan masalah terlihat semakin meningkat
secara berurutan dimulai dari penyusunan puzzle tanpa guide, puzzle dengan
semi-guide, dan puzzle dengan guide. Ketika memecahkan masalah puzzle
11
tanpa guide subjek belum memiliki persiapan yang memadai sehingga tingkat
error-nya relatif sangat tinggi. Pada percobaan pertama, subjek juga
cenderung hanya mengandalkan trial and error saja, dan cenderung kurang
memperhatikan (memikirkan) strategi pemecahan masalah yang tepat,
sehingga waktu pemecahan masalahnya relatif lebih lama.
Disamping adanya jumlah petunjuk yang berbeda, pemecahan masalah
puzzle semi-guide lebih cepat dibanding puzzle tanpa guide juga dapat
disebabkan oleh efek belajar dalam diri subjek, sehingga subjek lebih berhati-
hati dalam menggunakan trial and error, sehingga mendukung terbentuknya
insight dalam dirinya.
Belum terbentuknya mental model atau visual imagery yang sempurna,
juga dapat mengakibatkan terjadinya perbedaan waktu pemecahan masalah
dan jumlah error yang dihasilkan. Kurangnya informasi (dalam hal ini adalah
petunjuk-petunjuk dalam puzzle) yang didapatkan, membuat mental model
yang terbentuk kurang sempurna, sehingga pola-pola yang mempunyai
kemiripan bentuk dan warna membuat model atau imagery yang terbentuk
menjadi kurang jelas (kabur).
Terbentuknya mental model yang kurang sempurna akan membuat
pemecahan masalah (mengembalikan pola puzzle seperti semula) menjadi
semakin lama. Hal ini disebabkan oleh petunjuk yang ada kurang dan tidak
jelasnya mental model mengenai pola puzzle, sehingga pemecahan masalah
cenderung diarahkan pada trial and error. Akibatnya, kesalahan yang
dihasilkan pun relatif semakin banyak.
Perbedaan waktu pemecahan masalah dan tingkat error yang dihasilkan
juga tidak lepas dari tingkat analisis dan cara pemecahan masalah yang
digunakan. Dalam hal ini, ketika subjek menyusun puzzle tanpa guide, ia
cenderung mempertahankan pola pikir tertentu dan melihat masalah dari satu
sisi saja. Untuk mencari solusi dalam permasalahannya, subjek cenderung
menggunakan analogical thinking, sehingga ia menyusun puzzle didasarkan
pada corak garis dalam kepingan puzzle dan menggunakan solusi yang hampir
sama dengan frame-nya tanpa berpikir melalui sudut pandang lain. Oleh
12
dalam pemecahan masalah sehingga dapat mencapai goal lebih cepat dengan
tingkat error yang lebih rendah.
XIII. KESAN
a. Fisik
Pada saat percobaan (eksperimen) berlangsung, alat yang diperlukan
memadai dan mendukung jalannya eksperimen. Suasana yang cukup
kondusif, suhu, dan penerangan yang cukup dapat membuat subjek merasa
nyaman.
b. Psikologis
Ketika subjek menyusun puzzle tanpa guide subjek terlihat lebih
gelisah, buru-buru, bingung, bahkan cenderung mencari atribusi eksternal
atas ketidakberhasilannya. Selain itu, subjek juga sempat menjatuhkan
puzzle sampai tiga kali.
XIV. APLIKASI
1. Dalam bidang industri, misalnya industri perakitan. Dalam merakit barang
diperlukan petunjuk yang cukup agar kesalahan dapat diminimalkan,
bahkan dihindari.
2. Produksi peralatan rumah tangga maupun barang-barang elektronik selalu
menyertakan petunjuk pemakaiannya agar meminimalkan resiko akibat
kesalahan dalam pemakaian barang-barang tersebut.
3. Di bidang kesehatan dan kedokteran, diperlukan petunjuk penggunaan obat
yang mengatur jumlah dosis yang diperlukan bagi seseorang
4. Di bidang pendidikan, seorang siswa seringkali akan lebih mudah dan
lebih cepat menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumahnya jika sudah ada
petunjuk yang jelas dari gurunya.
5. Dalam menyelesaikan teka-teki silang (TTS) akan lebih mudah jika sudah
ada salah satu kotak yang terisi dengan benar.
14
6. Jika kita mencari alamat dengan peta, maka kita melakukan proses
pembentukan mental model atau visual imagery (mapping) mengenai
alamat tersebut.
7. Seseorang yang sedang belajar memasak, akan lebih mudah belajar bila
terdapat petunjuk mngenai bahan-bahan dan alat-alat yang digunakan,
komposisi masing-masing bahan, dan prosedur memasak.
8. Dalam proses penemuan jalan keluar pada situasi darurat pada bangunan
mal atau sejenis lainnya, perlu adanya petunjuk yang jelas dan mudah
ditemukan agar orang-orang dapat segera menemukan jalan keluar
tersebut.
(Novita D. Anjarsari)
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L., Atkinson, R.C., Hilgard, E.R. 2005. Pengantar Psikologi Jilid I.
Jakarta : Erlangga.
Fiedler, K. (2010). How to study cognitive decision algorithms: the case of the
priority heuristic. Judgment and Decision Making, Vol. 5 (1), 21–32.
Medin, D.L., Ross, B.H., Markman, A.B. 2005. Cognitive Psychology Fourth
Edition. Unites State of America : John Wiley & Sons, Inc.
http://f2.gstatic.com/images?
q=tbn:3LwG07C0QEysGM::www.trendir.com/archives/wood-
puzzle.floor.jpg, diakses pada tanggal 12 Mei 2010