Professional Documents
Culture Documents
1. Pendahuluan
Kreativitas dan inovasi mengalami peningkatan sebagai sesuatu yang sangat penting
dalam pembangunan masyarakat ilmu pengetahuan pada abad ke-21. Kedua hal tersebut sangat
berkontribusi misalnya terhadap perkembangan ekonomi, sosial, dan kehidupan individu sebagai
faktor pendukung kompetitif dan kedinamisan kehidupan secara global.
Selain itu, kreativitas dan inovasi juga memiliki hubungan yang erat dengan pengetahuan
dan belajar. Sementara intelegensia tidak dipandang sebagai prakondisi lahirnya kreatifitas, banyak
penelitian menunjukkan keterkaitan antara pengetahuan sebelumnya yang dimiliki seseorang
ternyata menjadi dasar bagi terciptanya kreativitas dan pemupukan pengetahuan. Banyak peneliti
memandang kreativitas sebagai format penyusunan pengetahuan dan pembentukan pemahaman
individual. Pemahamn individual kemudian menjadi dasar bagi terciptanya pemahaman yang lebih
luas melalui saluran-saluran organisasi atau sistem sosial lainnya.
Melalui bukunya Diffusion of Innovation (1971), Everett M. Rogers mengembangkan
konsep difusi inovasi yang dirangkum dalam sebelas bab pembahasan. Dalam laporan bab ini,
akan ditampilkan intisari dari bab 10 dan 11. Bab 10 membahas tentang inovasi dalam organisasi
yang diteliti dengan riset variansi, yaitu diteliti korelasinya dengan sejumlah variabel bebas yang
merupakan komponen-komponen sebuah organisasi. Sedangkan bab 11 membahas tentang
konsekuensi inovasi sebagai perubahan yang terjadi pada individu atau sistem sosial sebagai
akibat dari adopsi suatu inovasi.
Organisasi
Organisasi merupakan suatu sistem yang stabil terdiri dari individu-individu yang
bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama melalui hirarki pangkat dan suatu pembagian
pekerjaan. Organisasi dibentuk untuk menangani tugas rutin dan untuk meminjamkan stabilitas
kepada hubungan manusia. Efisiensinya organisasi sebagai alat untuk mengorganisasikan usaha
manusia sebagian disebabkan oleh stabilitas ini, yang berasal dari tingkat yang relatif tinggi dari
struktur yang dibebankan pada pola komunikasi.
Struktur organisasi yang stabil dan dapat diramalkan diperoleh melalui:
a) tujuan-tujuan yang ditentukan terlebih dahulu;
b) perincian tugas;
c) struktur otoritas;
d) kebiasaan dan peraturan; serta
e) pola-pola informal.
Gambaran mengenai proses inovasi dalam suatu organisasi misalnya dapat dipahami
dalam sebuah contoh urutan kejadian, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan melalui
gagasan membuat jadwal secara komputerisasi dimulai dan diimplementasikan di sebuah sekolah
menengah pemerintah yang bernama Troy High School (Troy, Michigan, Detroit, USA).
THS mengadopsi suatu sistem penjadwalan moduler yang fleksibel –perubahan
revolusioner dalam prosedur yang biasa di sekolah tersebut–, pada bulan September 1965. Inonasi
tersebut mulanya dikembangkan di Universitas Stanford, berupa sebuah aplikasi membagi hari
sekolah ke dalam 24 modul pengajaran masing-masing selama 15 menit. Modul dikombinasikan ke
dalam periode kelas selama empat puluh lima menit, satu jam, atau satu setengah jam. Masing-
masing siswa memiliki jadwal kelas yang unik, dan dapat memasuki beberapa kelas yang berbeda;
sekitar 50 % waktu siswa tidak dijadwalkan. Siswa bertanggungjawab terhadap dirinya dalam
menentukan bagaimana ia memanfaatkan jam belajar, termasuk masuk atau tidak ke dalam
kelas.masing-masing jadwal harian siswa digeneralisasi oleh komputer Stanford. Konsekuensi
penjadwalan secara komputerisasi tersebut adalah dapat diakses jarak jauh, menyebabkan setiap
siswa, guru, tenaga administrasi, dan orang tua siswa tersambung secara terus menerus dengan
THS. Berkat inovasi tersebut, THS berhasil meraih penghargaan sebagai salahsatu dari sebelas
sekolah yang inovatif di Amerika Serikat pada tahun 1965.
Setelah beberapa waktu berjalan melaui berbagai proses inisiasi dan implementasi
berkelanjutan, inovasi tersebut mengalami kemunduran pada tahun 1969. Secara garis besar,
kegagalan inovasi penjadwalan secara komputerisasi di THS disebabkan oleh: 1) teknologi yang
digunakankan tidak benar-benar dikembangkan pada saat pertama diadaptasi; 2) inovasi tersebut
tidak dipahami secara luas, dan secara nyata menyebabkan berbagai hal berjalan salah di THS;
Kepala Sekolah dan manajemen sekolah sebagai pemegang kunci terhadap inovasi tersebut, tidak
berpartisipasi secara menyeluruh dalam proses inovasi dari sejak pertama kali inovasi tersebut
diperkenalkan di THS; dan 4) struktur komunikasi staf sekolah tidak dipahami benar oleh Joe
Blanchar (THS Principal) dan juga penggerak-penggerak inovasi yang lainnya.
Keinovatifan Organisasi
Studi tentang keinovatifan organisasi telah banyak dilakukan sebelumnya. Dalam kurun
tahun 1970, penelitian tentang difusi secara berbeda mulai dilakukan terhadap organisasi,
menelaah-ke-dalam organisasi pada saat proses inovasi. Melalui berbagai data dalam beberapa
penelitian sebelumnya, seperti Mohr (1969), dapat ditemukan beberapa konsep yang menjelaskan
tentang karakteristik keinovatifan organisasi; beberapa karakteristik ternyata sebanding dengan
karakteristik-karakteristik keinovatifan individual. Contohnya, organisasi yang lebih besar ternyata
lebih inovatif, sama seperti individu yang memiliki pendapatan dan status sosial-ekonomi yang
lebih tinggi. Tapi, beberapa karakteristik khusus hanya dijumpai pada tingkat organisasi tidak
memiliki kesamaan dengan tingkat individu; sebagai contoh, karakteristik struktur organisasi
seperti keterbukaan pada sistem dan formalisasi ditemukan berhubungan positif dan negatif,
berturut-turut, menuju keinovatifan organisasi.
Setelah beberapa ratus kajian tentang keinovatifan organisasi dilaksanakan, pendekatan
terhadap inovasi dalam organisasi tersebut berakhir dengan ditemukannya berbagai kelemahan.
Hal tersebut disebabkan karena:
a) Studi-studi tentang keinovatifan organisasi menemukan hubungan yang rendah antara
variabel bebas yang diteliti dengan varibel terikat dari keinovatifan.
b) Salahsatu masalah yang menjengkelkan dalam studi-studi keinovatifan organisasi adalah
seberapa cukup data yang disediakan oleh pimpinan organisasi (ketua) menunjukkan tingkah
laku inovasi anggota organisasi tersebut.
Walaupun demikian, ditemukan beberapa konsep tentang keinovatifan organisasi, di
anataranya hubungan antara ukuran dan karakteristik struktur dengan keinovatifan organisasi.
Ukuran sebuah organisasi secara konstan ditemukan secara positif berhubungan erat dengan
keinovatifan. Contohnya, Mytinger (1968) menemukan keinovatifan empat puluh departemen
kesehatan lokal di California yang berhubungan dengan (1) staf dan anggaran berjumlah besar, (2)
ukuran kota yang besar, dan (3) kekosmopolitan, akreditasi, dan prestise dari kepala kesehatan di
anatara petugas kesehatan di bawahnya. Secara umum, kajian tersebut menunjukkan bahwa
ukuran –komunitas dan departemennya– mungkin merupakan alasan yang memaksakan
kecocokan terhadap keinovatifan. Ukuran mungkin juga merupakan wakil dari beberapa dimensi
yang mengarahkan kepada inovasi, seperti: sumber daya yang total, kelenturan sumber daya,
struktur organisasi, dan sebagainya.
Karakteristik-karakteristik struktur hubungannya dengan keinovatifan banyak dikaji antara
tahun 1960 sampai 1970. Keinovatifan berhubungan erat dengan variabel bebas yang diukur
sebagai dimensi struktur organisasi, seperti: pemusatan, kompleksitas, formalisasi, interkoneksi,
kelenturan organisasai, dan keterbukaan, seperti tampak pada bagan berikut ini.
Proses inovasi bisa bergerak lambat atau cepat; tergantung pada penyelesaian masalah-
masalah yang ditemukan pada tahapan sebelumnya. Dimungkinkan pula bahwa beberapa tahapan
dari kelima tahapan diatas, dilewati. Salah satu dari sekian banyak masalah yang ditemui yang
dapat mempengaruhi atau memutuskan tahapan implementasi dari sebuah inovasi dalam
organisasi adalah kenyataan bahwa inovasi tersebut terlalu besar untuk dimulai.
Contohnya adalah inovasi Dial-A-Ride yang dicoba diimplementasikan sebagai penggunaan
telepon dalam kendaraan pada kurun waktu tahun 1970, mengalami kegagalan yang oleh Carlson
(1976) diidentifikasi memiliki empat penyebab: (1) Pelaksanaan sistem Dial-A-Ride secara serentak
pada berbagai jenis moda kendaraan, (2) Sistem komunikasi pelanggan yang tidak memadai, (3)
Jumlah kendaraan yang tidak memadai, dan (4) Pengalihoperasian perusahaan taksi.
1. Agen perubahan, sering kali mensponsori penelitian ini terlalu menekan-kan pada adopsinya
saja, beranggapan bahwa keputusan untuk menga-dopsi pembaharuan hanya akan berakibat
positif saja.
2. Mungkin metode penelitian yang dipergunakan tidak tepat untuk menyeli-diki konsekuensi
inovasi.Penelitian ini sangat rumit mengingat kenyataan bahwa waktu yang diperlukan akan
sangat lama dan tidak cukup dengan hanya menambahkan jumlah pertanyaan dalam survey,
jumlah sampel, atau jenis pengumpulan data lainnya.
3. Konsekuensi sulit untuk diukur.
Seseorang yang menggunakan suatu inovasi biasanya tidak sadar akan akibat yang akan
dihadapinya. Oleh sebab itu, cara apapun yang dipakai untuk meneliti hal ini mungkin akan
berakibat pada kesimpulan yang ti-dak sempurna dan menyesatkan.
Konsep ‘relativisme budaya’ adalah: suatu sudut pandang bahwa ma-sing masing budaya
seharusnya tidak dipandang dari sisi situasi dan kebutuhannya semata. Tidak ada satu budayapun
yang ‘terbaik’ dalam makna tertentu. Masing masing budaya memilikii norma, nilai, keper-cayaan,
sikap yang berfungsi efektif dalam lingkungannya sendiri.
Klasifikasi Konsekuensi
Satu langkah untuk meningkatan pemahaman kita akan konsekuensi inovasi adalah
dengan mengklasifikasikannya kedalam suatu taksonomi (sis-tem klasifikasi):
1. Konsekuensi Yang Diharapkan dan Yang Tidak Diharapkan.
Konsekuensi yang diharapkan adalah akibat yang bermanfaat yang dipe-roleh individu atau
suatu sistem sosial. Sebaliknya, Konsekuensi yang ti-dak diharapkan artinya bila inovasi itu
tidak berfungsi dengan baik pada individu atau suatu sistem sosial.
Dalam konsekuensi yang diharapkan akan timbul :
- Keuntungan Berlipat
Keuntungan ini adalah suatu keuntungan yang diperoleh oleh orang yang pertama kali
mengadposi ide ide baru dalam suatu sistem sosial. Hal ini disebabkan karena ketika mulai
banyak orang yang menga-dopsi sebuah inovasi, maka total produksi dan efisiensi
meningkat se-hingga harga barang atau jasa akan turun. Hal ini adalah manfaat dari
turunnya biaya produksi.
Mungkin juga pembaharu harus menanggung resiko untuk mendapat-kan rejeki yang
berlipat. Tidak semua ide akan berhasil.
Bahkan mungkin, bukannya keuntungan yang berlipat melainkan keru-gian yang berlipat.
Keuntungan berganda ini adalah salah satu keuntungan yang relatif yang diperoleh
sebagian orang saja.
- Kesalahan Asumsi Tentang Pemisahan
Maksudnya adalah: Konsekuensi yang diharapkan dari suatu inovasi teknologi dapat
dipisahkan dari konsekuansi yang tidak diinginkan. Contoh kasus terjadi di Iran dimana
Ayatullah Khomaeni tidak menolak inovasi teknologi dibidang teknologi seperti media dan
alat komunikasi buatan barat tetapi ia mentah mentah menolak pengaruh yang diaki-
batkan oleh barat terhadap pemuda Iran.
Hal ini berkaitan dengan generalisasi 11 – 1: Sulit bahkan tidak mungkin untuk
mengendalikan akibat akibat dari inovasi begitu juga untuk memisahkan antara
konsekuensi yang diharapkan dan yang tidak diharapkan.
II. Golongan ‘atas’ Memiliki Akses Yang Lebih Besar Terhadap Informasi Evaluasi suatu
Inovasi dari Teman Temannya Dibanding Golongan ‘bawah’.
1. Pendapat para pemimpin dari kelompok yang kurang beruntung dapat diketahui
dan agen perubahan dapat dilimpahkan kepada mereka.
2. Pembantu pembantu agen perubahan diambil dari kelompok ‘bawah’ sebagai
penyampai inovasi.
3. Grup grup resmi dari kelompok ‘bawah’ dapat diatur untuk memperoleh
pendidikan kepemimpinan dan memajukan pembuatan keputusan inovasi.
III. Golongan ‘atas’ Memiliki Keleluasan Sumber Daya Untuk Mengadopsi Inovasi
Dibanding Kelompok ‘Bawah’.
1. Prioritas dapat diberikan untuk pengembangan dan rekomendasi sebuah inovasi
kepada kelompok bawah.
2. Organisasi Sosial dapat diberikan pada tingkat local sehingga golongan ‘bawah’
dapat memperoleh penyetaraan dengan golongan ‘atas’ dalam keleluasaan
menggunakan sumber daya untuk mengadopsi inovasi.
3. Alat harus diberikan agar golongan ‘ bawah’ dapat berpartisipasi untuk
merencanakan dan melaksanakan program inovasi. Termasuk pengaturan
prioritas program.
4. Agen agen difusi khusus dapat dibentuk untuk bekerja dengan golongan ‘bawah’
sehingga agen perubahan mampu untuk me-ngetahui kebutuhan golongan
sosialk ekonomi rendah.
5. Penekanan harus dialihkan dari yang bersifat sentralisasi kepa-da desentralisasi.
3. Pembahasan
Perubahan organisasi adalah “usaha yang direncanakan oleh manajemen untuk
menghasilkan prestasi keseluruhan individu, kelompok dan organisasi dengan mengubah struktur,
perilaku dan proses”. Perubahan seperti itu bukanlah sekedar berubah saja, tetapi perubahan yang
disertai dengan pembaruan dalam berbagai hal berdasarkan perencanaan yang telah ditetapkan
sebelumnya, dan hal inilah yang sering dimaknai sebagai pembaruan atau inovasi. Inovasi itu lebih
dari sekedar perubahan, walaupun semua inovasi melibatkan perubahan.
Dalam inovasi ada kegiatan menciptakan sesuatu hal baru yang bertujuan untuk
meningkatkan kinerja organisasi. Penciptaan sesuatu hal baru di sini erat kaitannya dengan
teknologi baru, produk-produk baru maupun metode yang baru, sehingga ketika menyebut istilah
inovasi membuat sebagian besar orang berpikir pertama-tama tentang teknologi, produk-produk
baru, dan metode-metode baru untuk membuatnya.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, agar setiap organisasi dapat sustainnable
dalam lingkungan dinamis yang selalu berubah, maka perlu menumbuhkan dan me-lakukan inovasi
secara terus-menerus yang dikenal dengan inovasi tiada henti. Inovasi yang tiada henti itu
maksudnya adalah inovasi yang dilakukan secara terus menerus dalam berbagai hal dan selalu
menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
Siapakah pihak yang berperan melakukan inovasi dalam suatu organisasi? Tidak lain
adalah setiap orang atau individu yang ada di dalam organisasi tersebut. Prestasi organisasi
tergantung dari prestasi individu. Sedangkan prestasi individu merupakan bagian dari prestasi
kelompok yang pada gilirannya merupakan prestasi organisasi. Karena itu semua unsur di dalam
organisasi, baik pimpinan maupun anggota harus mempunyai niat dan perhatian serta konsistensi
yang terintegrasi dan berkesinambungan. Hal ini penting ditekankan agar semua pihak yang
berperan serta dalam proses inovasi, mulai dari pimpinan tertinggi hingga anggota terendah pun
mengetahui tujuan-nya, sasarannya dan perencanaan maupun strategi yang dipergunakan,
sehingga hasilnya dapat memenuhi harapan organisasi.
Inilah tantangan bagi organisasi yang bergerak di bidang pendidikan. Bagaimana
organisasi pendidikan mengantisipasi perubahan tersebut? Apa langkah-langkah yang perlu
dilakukan sehingga penyelenggara pendidikan kita di Indonesia ini mampu menem-patkan kualitas
sumber daya manusia kita pada level yang patut diperhitungkan di kancah global? Hal ini
merupakan tugas yang tidak ringan, terutama bagi penyelenggara kegiatan pendidikan. Di sini
dibutuhkan manajemen pendidikan yang baik (well manage) dan stra-tegi pelaksanaan inovasi
agar organisasi pendidikan mampu menghasilkan SDM yang berkualitas.
Inovasi merupakan perubahan yang direncanakan oleh organisasi dengan kegiatan yang
berorientasi pada pengembangan dan penerapan gagasan-gagasan baru agar menjadi kenyataan
yang bermanfaat dan menguntungkan. Proses inovasi dapat dianalogikan seba-gai proses
pemecahan masalah yang di dalamnya terkandung unsur kreativitas. Dalam hal inovasi pendidikan
sebagai usaha perubahan pendidikan tidak bisa berdiri sendiri, tetapi harus melibatkan semua
unsur yang terkait di dalamnya, seperti inovator, penyelenggara inovasi seperti kepala sekolah,
guru dan siswa.
Perubahan–perubahan yang terjadi dalam lingkungan eksternal suatu organisasi pada
umumnya akan memaksa organisasi terus melakukan perubahan. Adanya paradigma–paradigma
yang berubah baik secara internal sebagai tanggapan dari adanya perubahan eksternal mendesak
juga untuk berubah. Perubahan–perubahan dalam struktur organisasi, kultur dan filosofi yang
mendasari organisasi akan memerlukan sejumlah inovasi untuk menyesuaikan diri dengan
perubahan. Perubahan dan Inovasi dalam organisasi Pendidikan juga perlu dikembangkan dengan
tujuan untuk orientasi kerja, kehidupan masa depan dalam koridor long life education. Inovasi
dalam dunia pendidikan meliputi organisasi sekolah sebagai suatu sistem, mencakup mulai dari
input, proses, output dan outcome. Pengelolaan Pendidikan mendasarkan pada Broad Based
Society yang kemudian membuat satu terobosan inovasi dengan manajemen berbasis sekolah,
dalam bentuk proses pembelajaran juga mencakup metode–metode seperti Contextual teaching
and learning, group learning, dan metode pembelajaran lain. Inovasi yang terus berkembang
dalam organisasi adanya reengineering yang mencakup berbagai aspek dengan tujuan terjadinya
efisiensi dan efektifitas.
Joyce Wycoff (2004) mengemukakan tentang 10 langkah praktis untuk mempertahankan
kehidupan inovasi dalam suatu organisasi. Kesepuluh langkah tersebut adalah:
1. Hilangkan rasa takut dalam organisasi. Innovasi artinya melakukan sesuatu yang baru dan
sesuatu yang baru itu mungkin akan gagal, jika orang-orang senantiasa diliputi ketakutan
akan kegagalan.
2. Jadikan inovasi sebagai bagian dari sistem penilaian kinerja setiap orang. Tanyakan kepada
mereka, apa yang akan mereka ciptakan atau tingkatkan pada masa-masa yang akan
datang, kemudian ikuti kemajuannya.
3. Dokumentasikan setiap proses inovasi dan pastikan setiap orang dapat memahami peran
didalamnya dengan sebaik-baiknya.
4. Berikan keluasaan kepada setiap orang untuk dapat mengeksplorasi kemungkinan-
kemungkinan baru (new possibilities) dan berkolaborasi dengan orang lain, baik yang ada
dalam organisasi maupun di luar organisasi.
5. Pastikan setiap orang dapat memahami strategi organisasi dan pastikan pula bahwa semua
usaha inovasi benar-benar sudah selaras dengan strategi yang ada.
6. Belajarkan setiap orang untuk mampu memindai lingkungan, seperti tentang trend baru,
teknologi atau perubahan mindset pelanggan.
7. Belajarkan setiap orang untuk menghargai keragaman, baik dalam gaya berfikir, perspektif,
pengalaman maupun keahlian, karena keragaman seluruh aktivitas ini merupakan bagian
yang penting dan tidak dapat dipisahkan dalam proses menuju inovasi.
8. Tentukan kriteria yang terukur dengan fokus pada cita-cita masa depan organisasi. Kriteria
yang ketat hanya akan menghambat terhadap pencapaian cita-cita dan melestarikan
berbagai asumsi dan mindset masa lampau. Curahkan waktu untuk pengembangan dan
kesuksesan yang hendak organisasi pada masa yang akan datang.
9. Team Inovasi berbeda dengan team proyek regular. Oleh karena itu, dibutuhkan perlengkapan
dan mindset yang berbeda pula. Sediakanlah pelatihan yang cukup sehingga setiap orang
dapat bekerja dalam inovasi secara sukses.
10. Kembangkan sistem pengelolaan gagasan dan tangkaplah setiap gagasan untuk dikembangkan
dan dievaluasi berbagai kemungkinannya
4. Kesimpulan
Bab 10 mendefinisikan organisasi sebagai suatu sistem stabil dari sejumlah individu yang
bekerja sama untuk mecapai tujuan bersama lewat suatu hiearki jabatan dan pembagian tugas.
Inovasi dilakukan secara opsional, kolektif atau didasarkan pada otoritas atau inovasi sebelumnya.
Sampai tahun 1970-an, inovasi dalam organisasi diteliti dengan riset variansi, yaitu diteliti
korelasinya dengan sejumlah variabel bebas. Variabel bebas dan sifat korelasinya dengan
keinovatifan (+ atau -) tersebut adalah (a) karakteristik pemimpin: sikap pemimpin terhadap
perubahan (+), dst.; (b) karakteristik internal struktur organisasi: sentralisasi (-), kompleksitas (+),
formalitas (-), kesalingterkaitan (+), ketersediaan cadangan (+), dst. dan (c ) karakteristik
eksternal organisasi: keterbukaan sistem (+), dst. Riset variansi sekarang diganti dengan riset
proses inovasi yang mempunyai dua momen, yaitu inisiasi dan implementasi. Dalam inisiasi
terdapat tahap agenda setting (perumusan masalah) dan matching (penyelarasan masalah dan
solusi), sementara dalam implementasi ada tahap redefinisi/restruktrurisasi masalah, klarifikasi dan
rutinisasi (hasil) inovasi.
Bab 11 mendefinisikan konsekuensi inovasi sebagai perubahan yang terjadi pada individu
atau sistem sosial sebagai akibat dari adopsi suatu inovasi. Konsekuensi inovasi jarang diteliti
karena (a) agensi perubahan memberi perhatian terlalu banyak pada adopsi dan mengasumsikan
konsekuensi adopsi pasti positif, (b) metode riset survei mungkin tidak cocok untuk meneliti
konsekuensi inovasi dan (c) sulitnya mengukur konsekuensi inovasi. Konsekuensi inovasi dapat
dibagi menjadi (a) diinginkan vs. tidak diinginkan, (b) langsung vs. tidak langsung dan (c)
diantisipasi vs. tidak diantisipasi; sementara itu, dari contoh penggunaan kappa besi di suku
Aborijinal, diketahui tiga unsur intrinsik dari inovasi: (a) bentuk: penampakan fisik dan substansi
inovasi; (b) fungsi: kontribusi inovasi pada cara hidup adopter dan (c) makna: persepsi subjektif
dan sering di bawah sadar dari adopter terhadap inovasi. Hal lain yang berkaitan dengan
konsekuensi inovasi adalah tingkat perubahan dalam sistem yang mungkin mengalami (a)
kesetimbangan stabil (inovasi tidak menyebabkan perubahan dalam struktur dan/atau fungsi
sistem sosial), (b) kesetimbangan dinamis (perubahan yang disebabkan inovasi setara dengan
kemampuan sistem sosial untuk menanganinya), atau (c) disequilibrium (perubahan yang
disebabkan inovasi terlalu cepat untuk dapat ditangani sistem sosial). Dengan demikian, tujuan
dari inovasi adalah untuk mencapai kesetimbangan dinamis.
Akhirnya, hal lainnya lagi yang harus dikaji dalam konsekuensi inovasi adalah cara
mengatasi kenyataan bahwa inovasi sering memperlebar kesenjangan sosio-ekonomik masyarakat.
Beberapa cara tersebut adalah (a) menangani kecenderungan orang kaya mempunyai akses lebih
banyak dibanding orang miskin: pesan disampaikan lewat (a1) cara masal seperti lewat radio atau
televisi; penggunaan bahasa yang dimengerti orang miskin; penggunaan multi-media yang
didasarkan kondisi sosial budaya orang miskin; penyampaian dalam kelompok kecil di mana orang
miskin biasanya berkumpul, dan pengubahan fokus dari sasaran inovasi tradisional (yaitu pada
kelompok yang paling berpotensi untuk berubah) ke kelompok yang paling tidak berpotensi untuk
berubah; (b) menangani kecenderungan orang kaya mempunyai akses lebih banyak pada hasil
evaluasi inovasi dibanding orang miskin: pemimpin opini orang miskin harus ditemukan (meski pun
relatif lebih sulit dibanding dengan menemukan pemimpin opini orang kaya) dan hubungan agen
perubahan dikonsentrasikan pada mereka, aide dari kalangan orang miskin digunakan untuk
menghubungi kelompok homofilinya dan kelompok formal di kalangan orang miskin diperkuat
dan/atau dibina serta ( c) menangani kecenderungan orang kaya mempunyai sumber daya lebih
dibanding orang miskin: pemilihan inovasi yang cocok untuk orang miskin; membangun organisasi
(misalnya koperasi) di kalangan orang miskin; memberi kesempatan orang miskin berpartisipasi
dalam perencanaan dan pelaksanaan inovasi; pengembangan programdan/atau agensi yang
diperuntukkan khusus orang miskin dan pergeseran dari difusi inovasi yang datang dari riset dan
pengembangan (R & D) formal ke penyebaran informasi tentang gagasan yang didasarkan pada
pengalaman lewat sistem difusi desentralistik: sering untuk ikatan intelektual dari kebijakan
konvensional adalah eksperimen di lapangan.
Bibliografi
Ferrari, Anusca, Romina Cachia dan Yves Punie. 2009. Innovation and Creativity in Education and
Training in the EU Member States: Fostering Creative Learning and Supporting Innovative
Teaching. Seville, Spain: European Commission.
Innovation Journal, Volume 10, Issue 3. 2005. http://www.innovation.cc/ [diakses 1 Juni 2010]
Rogers, Everett M. 1971. Diffusion of Innovation. New York, USA: The Free Press, Macmillan
Publishing Co. Inc.
Wlodkowski, Raymon J. 1991. Developing Motivation for Lifelong Learning. Dalam In Context #27.
USA: Context Institute.
Wycoff, Joyce. 2004. Ten Practical Steps to Keep Your Innovation System Alive & Well.
http://thinksmart.com/ [diakses 1 Juni 2010]