You are on page 1of 44

Tailing dan Opsi Penempatannya

Prof. Dr. Ir. H. Surna T. Djajadiningrat, MSc.

Umum
Bumi kita dipenuhi dengan ribuan jenis senyawa anorganik padat dan homogen yang
terbentuk secara alamiah, mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia tertentu, dapat berunsur
tunggal seperti emas, perak dan tembaga atau merupakan persenyawaan seperti garam
dan gamping. Dalam ilmu geologi dan dalam dunia pertambangan, senyawa tersebut
disebut mineral. Pada bagian-bagian bumi tertentu, karena proses alam, konsentrasi
beberapa jenis mineral meninggi sehingga membentuk cadangan mineral tertentu dengan
kadar yang ekonomis untuk dapat dimanfaatkan oleh manusia. Cadangan seperti ini disebut
cadangan bijih yang dimanfaatkan dengan cara menambangnya dengan menggunakan
peralatan mekanis ataupun non-mekanis bergantung dari besarnya skala kegiatannya.
Pada bijih yang mengandung tembaga dan emas terdapat juga butiran-butiran
mineral lainnya yang tidak mempunyai nilai ekonomis untuk dimanfaatkan misalnya Pyrite
(FeS2) dan silika. Secara teknis mineral tembaga, emas dan mineral-mineral pengikutnya
disebut bijih tembaga, jika kadar dan jumlah kandungan tembaganya lebih besar dari kadar
dan jumlah kandungan emasnya. Sebaliknya, mineral tersebut disebut bijih emas jika kadar
dan kandungan emasnya lebih besar dari kadar dan jumlah kandungan tembaganya.
Untuk memisahkan bijih tersebut dari alam diperlukan proses penambangan yang
terdiri dari pelepasan bijih dari batuan induknya (country rock) melalui pekerjaan peledakan
dan pengangkutan ke crusher. Disini bijih tersebut diremukkan sehingga ukurannya menjadi
lebih kecil. Bijih hasil proses peremukan tersebut diangkut ke grinder atau mill dimana bijih
tersebut digiling untuk mendapatkan ukuran yang lebih halus lagi. Proses pengecilan ukuran
bijih ini dilakukan dalam beberapa tingkat sehingga bijih menjadi berukuran sangat halus
seperti bubuk dengan maksud agar mineral-mineral berharga terlepas ikatannya secara fisik
dan/atau kimia dari mineral-mineral pengikutnya. Untuk memisahkan di dalam bijih
mineral-mineral berharga seperti tembaga dan emas dari mineral-mineral pengikutnya,
diperlukan beberapa perlakuan fisik dan kimia bergantung dari sifat senyawa mineral itu
sendiri. Mineral yang tidak berharga, yang tersisa dari proses pengolahan mineral disebut
tailing. Sebagai contoh, PT Newmont Nusa Tenggara mengolah bijih tembaga dan emas
secara fisik dengan memisahkan mineral berharganya melalui perbedaan berat jenis yang
disebut proses flotasi. Pada proses ini tailing tidak mengandung bahan kimia yang
berpotensi racun. Pada PT Newmont Minahasa Raya bijih emas diolah dengan menggunakan
gabungan proses fisik dan kimia melalui proses penggerusan dan sianidasi. Pada proses
kimia, mineral ampas atau biasa disebut tailing, perlu di tawarkan kadar racunnya sesuai
dengan baku mutu lingkungan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Indonesia melalui
proses detoksifikasi. Mineral berharga yang telah diekstraksi dalam proses pengolahan siap
dikapalkan dan/atau diproses lebih lanjut. Pada kegiatan pengolahan PT Newmont Nusa
Tenggara, mineral berharga yang dihasilkan adalah konsentrat tembaga dan emas,
sedangkan pada kegiatan pengolahan PT Newmont Minahasa Raya di Sulawesi Utara
mineral berharga yang dihasilkan adalah emas. Tailing yang dihasilkan dari proses
pengolahan bijih tersebut diatas perlu dikelola dengan menempatkannya pada suatu lokasi
yang aman sehingga dampaknya terhadap lingkungan dapat ditekan sekecil mungkin.
Namun untuk memahami bagaimana tailing ditempatkan pada suatu lokasi dan bagaimana
tatacara pengelolaan dan pemantauan dampak yang ditimbulkannya, perlu dimengerti sifat-
sifat fisik dan kimia tailing dan karakter lokasi penempatan tailing tersebut.

Apakah Sebenarnya Tailing Itu?


Dari uraian di atas diharapkan telah dipahami proses penambangan dan pengolahan
mineral sehingga kita memahami pula bagaimana terbentuknya tailing. Secara teknis tailing
didefinisikan sebagai material halus yang merupakan mineral yang tersisa setelah mineral
berharganya diambil dalam suatu proses pengolahan bijih (Wills,1985). Dalam kamus istilah
teknik pertambangan umum tailing diidentikkan dengan ampas. Tailing juga didefinisikan
sebagai limbah proses pengolahan mineral yang butirannya berukuran relatif halus (J.E.
Marcus, Ed, 1997). Dari definisi-definisi tersebut di atas dapat dikatakan bahwa tailing
adalah mineral ampas yang berukuran sangat halus sebagai sisa suatu proses pengolahan
bijih. Dari uraian tersebut kita memahami pula bahwa tailing tidak lain adalah bagian dari
bijih yang sebenarnya merupakan batuan yang mengandung mineral.
Dengan demikian karakteristik tailing tidak berbeda dengan batuan asalnya. Namun,
perlu dicatat bahwa proses pengolahan mineral yang berbeda menyebabkan tailing di satu
tambang dengan tambang yang lain berbeda pula pengelolaannya, terutama sebelum
ditempatkan ke dalam suatu sistem lingkungan seperti yang telah disebutkan di atas.
Tailing yang dihasilkan pabrik pengolahan bijih merupakan benda padat yang tersuspensi
dalam cairan sehingga secara fisik tailing tersebut bersifat lumpur. Agar bisa diangkut dari
pabrik pengolahan bijih ke lokasi penempatannya, tailing terlebih dahulu diatur
kekentalannya (pada umumnya terdiri dari 30% fraksi padat dan 70% fraksi cair), sehingga
tailing tersebut dapat dialirkan melalui pipa.

Aspek Teknis dan Lingkungan Yang Dipertimbangkan Dalam Penempatan Tailing


Aspek teknis dan lingkungan merupakan hal utama yang dipertimbangkan dalam
penempatan tailing. Kedua aspek tersebut terkait erat dengan keamanan penempatan
tailing baik yang mempengaruhi keselamatan wilayah di sekitarnya maupun lingkungan
hidup. Persyaratan utama yang harus dipenuhi adalah bahwa tailing harus tersimpan pada
tempat yang aman baik pada saat tambang beroperasi maupun pada saat pasca tambang.
Dengan kata lain, penempatan tailing harus dirancang sedemikian rupa sehingga aman bagi
penduduk di sekitarnya, aman bagi lingkungan dan lokasi tersebut dapat direklamasi
sehingga kembali atau mendekati pada keadaannya semula baik melalui bantuan tangan
manusia dan/atau secara alamiah. Dari uraian di atas jelas terlihat bahwa pembuangan
tailing tidak boleh dilakukan disembarang tempat.
Kalaupun tailing akan ditempatkan disuatu lokasi, maka wilayah tersebut haruslah
diteliti dulu kesesuaian teknisnya secara ilmiah dengan mempertimbangkan kedua aspek
tersebut di atas. Pada dasarnya ada dua cara penempatan tailing yaitu penempatan tailing
di darat dan penempatan tailing di laut.
Pada penempatan tailing di darat, karakteristik lokasi seperti sistem ekologi,
topografi, kesuburan tanah, populasi manusia, kegempaan, iklim dan curah hujan (banjir),
menentukan pula jenis penempatan tailing. Di samping itu kebijakan serta peraturan
perundang-undangan yang berlaku juga turut mempengaruhi sistem penempatan tailing.
Penempatan tailing di darat dapat dilakukan dengan membuat dam tailing (tailings dam)
atau sebagai bahan pengisi rongga pada sistem penambangan bawah tanah. Pada daerah
yang subur yang umumnya mempunyai populasi penduduk yang cukup rapat, penempatan
tailing di darat tentunya akan mengorbankan daerah tersebut dan memindahkan penduduk
yang mempunyai mata pencarian dari kesuburan daerah tersebut.
Di sisi lain daerah dengan topografi yang bergunung tetapi mempunyai tingkat
kegempaan yang tinggi atau rawan banjir tidak akan aman jika dijadikan lokasi penempatan
tailing di darat. Pada penempatan tailing di bawah laut atau yang lebih dikenal dengan
Sistem Penempatan Tailing Bawah Laut (SPTBL) perlu dipertimbangkan bahwa peletakan
jalur pipa tailing tidak mengganggu atau merusak terumbu karang atau mengganggu alur
layar . Di samping itu penyebaran tailing harus diatur sedemikian rupa penempatannya
pada dasar laut dengan kedalaman tertentu sehingga tidak menutupi daerah dasar laut
yang produktif. Karakteristik fisik laut seperti kedalaman, kuat, pola dan arah arus,
batimetri (topografi dasar laut), stratifikasi suhu dalam kolom air laut serta berat jenis
butiran tailing merupakan faktor yang dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi SPTBL. Hal
ini diperlukan untuk mengendalikan sebaran tailing tersebut di dasar laut baik secara
horizontal maupun vertikal di dalam kolom air laut.
Penempatan Tailing di Darat vs Penempatan Tailing Bawah Laut
Tailing mengandung mineral ampas yang mengandung bahan-bahan yang dapat
teroksidasi. Hal ini terutama terjadi pada penempatan tailing di darat yang terkena kontak
langsung dengan udara maupun hujan ataupun aliran air permukaan. Dam tailing
menempati daerah yang amat luas. Paparan terhadap alam dapat menimbulkan terjadinya
air asam tambang dengan tingkat keasaman yang tinggi (pH antara 2-4). Air asam tambang
ini akan menyebabkan terlarutnya logam-logam berat dalam konsentrasi tertentu yang
masih tersisa dalam tailing. Apabila air asam tambang bersama dengan lindian logam berat
(leachate) meluap atau merembes keluar wilayah dam tailing, maka air tersebut dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan seperti misalnya mencemari air sungai
dan membunuh organisme di dalamnya. Tingkat kerawanan terhadap gempa yang tinggi
mempengaruhi stabilitas dam tailing. Hal ini berpotensi untuk menimbulkan bocornya atau
bahkan jebolnya dam yang dapat mengancam lingkungan di sekitar lokasi dam tailing,
seperti terjadinya pencemaran air tanah dan/atau air permukaan, tertimbunnya lahan di
sekitar lokasi dam tailing, dan yang lebih berbahaya adalah jika terdapat perumahan
penduduk di sekitarnya. Pencemaran udara dapat terjadi pada penempatan tailing di darat
terutama pada musim kemarau. Tailing akan kering dan partikel-partikelnya yang halus
akan terbawa angin.
Penempatan tailing di darat lebih tepat dilakukan pada wilayah yang relatif stabil.
Pada akhir masa tambang, lokasi dam tailing harus direklamasi dan dipantau kestabilannya
maupun potensi merembesnya air asam tambang. Pada saat ini Depertemen Energi dan
Sumber Daya Mineral sedang mengatur tata cara pemantauan hal-hal tersebut di atas
melalui pengaturan penutupan tambang. Penempatan tailing di dasar laut dilakukan untuk
menghilangkan potensi terjadinya air asam tambang, karena kandungan oksigen yang
rendah di dasar laut. Selain itu, air laut bersifat basa dan mempunyai kapasitas yang besar
untuk meminimalkan resiko terlindinya logam berat. Tidak semua tambang dapat
menerapkan teknologi penempatan tailing di bawah laut. Salah satu persyaratan SPTBL
adalah jarak antara tambang dengan laut dengan kedalaman yang sesuai untuk keperluan
tersebut. Dari sudut pandang finansial SPTBL jauh lebih mahal biaya studi kelayakannya,
konstruksi, pemeliharaan maupun pemantauan dampak lingkungan. Dalam studi
kelayakannya dilakukan juga penelitian mengenai kesesuaian lokasi baik di darat maupun di
laut dan dasar laut. Hal ini mencakup aspek teknis maupun aspek lingkungan yang meliputi
periode penelitian rona awal hingga ke pasca tambang. Biaya konstruksi pipa bawah laut
jauh lebih besar dibandingkan dengan konstruksi dam tailing. Demikian juga halnya dengan
pemeliharaan pipa tailing dan pemantauan keamanannya. Dari aspek lingkungan,
pemantauan kualitas air laut dan penyebaran tailing disekitar lokasi SPTBL memerlukan
banyak biaya karena memerlukan kapal khusus yang dilengkapi dengan alat-alat yang
diperlukan untuk itu seperti alat pembaca koordinat lokasi titik pantau (GPS), side scan
sonar, alat pengambil sampel air, dan alat pengambil sampel sedimen. Analisis kualitas air
laut juga lebih rumit dan lebih memakan biaya dibandingkan dengan analisis air tawar.
Matriks garam yang terdapat dalam air laut harus dipisahkan sebelum kandungan unsur
logam di dalamnya layak dibaca.
Pengalaman di Island Copper di Canada menujukkan bahwa daerah yang terkubur
oleh tailing sudah mulai dikolonisasi kembali oleh beberapa organisme mikro. Hal ini
menunjukkan bahwa pemulihan lingkungan dasar laut dapat terjadi setelah tambang
ditutup. Pada daerah sebaran tailing di Teluk Buyat di Minahasa Sulawesi Utara, hal ini juga
sedang diteliti. Dari penelitian awal, terdapat tanda-tanda rekolonisasi mikro organisme
pada daerah sebaran yang sudah stabil.

Kesimpulan
Tailing adalah mineral ampas yang berukuran sangat halus sebagai sisa suatu proses
pengolahan bijih. Tailing tidak lain adalah bagian dari bijih yang sebenarnya merupakan
batuan yang mengandung mineral. Dengan demikian karakteristik tailing tidak berbeda
dengan batuan asalnya. Perlu dicatat bahwa proses pengolahan mineral yang berbeda
menyebabkan tailing di satu tambang dengan tambang yang lain berbeda pula
pengelolaannya, terutama sebelum ditempatkan kedalam suatu sistem lingkungan. Aspek
teknis dan lingkungan merupakan hal utama yang dipertimbangkan dalam penempatan
tailing. Kedua aspek tersebut terkait erat dengan keamanan penempatan tailing baik yang
mempengaruhi keselamatan wilayah di sekitarnya maupun lingkungan hidup.
Penempatan tailing tidak boleh dilakukan di sembarang tempat. Kalaupun tailing
akan ditempatkan di suatu lokasi, maka wilayah tersebut haruslah diteliti dulu
kesesuaiannya dengan mempertimbangkan kedua aspek tersebut di atas. Pada dasarnya
ada dua cara penempatan tailing yaitu penempatan tailing di darat dan penempatan tailing
di laut.

Referensi
Kamus Istilah Teknik Pertambangan Umum (Edisi IV), Direktorat Jenderal
Pertambangan Umum, Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung,
Indonesia, 1996/1997;
Marcus, J. Jerrold (Ed), Mining Environmental Handbook, Effects of Mining on the
Environment and American Environmental Controls on Mining, Imperial College Press,
London, 1997;
Wills,B.A., Mineral Processing Technology 3rd edition, An Introduction to the Practical
Aspects of Ore Treatment and Mineral Recovery, Pergamon Press, 198
Design Tambang
Design Tambang (Mine Design) merupakan kegiatan untuk merencanakan
dan merancang suatu tambang berdasarkan study kelayakan dan hasil akhir
eksplorasi endapan bahan galian. Menurut HL. Hartman dalam Introductory Mining
Engineering 1987, ada tiga faktor merancang tambang pada perencanaan open pit
yaitu :
1. Faktor alam dan geologi : kondisi hidrologi, tipe endapan biji, topografi dan
karakter metalurgi dari bijih maupun batuan
2. Faktor ekonomi : kadar endapan bijih, jumlah endapan bijih, SR, COG, biaya
operasi, biaya investasi, keuntungan yang dikehendaki, produksi rata-rata dan
kondisi pasar
3. Faktor teknik : peralatan, lereng, pit, tinggi jenjang, tanjakan jalan, batas KP dan
batas pit

TAHAPAN DESAIN DAN PERENCANAAN TAMBANG


1. Validasi Data (Geologi, Topografi, Jumlah Data)
2. Model geologi (Geological Resources, Bentuk Cadangan, Kualitas dsb.)
3. Cut of Grade/Optimum Pit Limit
4. Penentuan metoda Penambangan
5. Pembuatan Layout tambang & Design
6. Perhitungan Blok Cadangan
7. Pembuatan Schedule Produksi
8. Pemilihan Alat dan tipe alat yang “Suitable”
9. Penentuan Urutan (sequence) Tambang
10. Penentuan System Drainase
11. Analisa Lingkungan dan Rencana Rehabilitasi

DATA DAN MODEL GEOLOGI


1. Data Geologi
a. Topografi Lapangan
b. Data Bor
c. Struktur Geologi
2. Model Geologi
a. Penampang Geologi (Section)
b. Peta Struktur, Ketebalan Dan Kualitas (2 Dimensi)
c. Model Kualitas (3 Dimensi)
3. Data Geoteknik
a. Densitas Batuan (Wet And Dry)
b. Sudut Geser Dalam
c. Kohesi
d. Struktur Lapisan Geologi (Mis : Joint)
4. Stabilitas Lereng
Optimalisasi :
a. Tinggi Bench
b. Kemiringan Lereng : Overall Slope dan Individual Slope
c. Safety Factor
d. Geotechnical data
5. Model Hidrologi & Geohidrologi
a. Curah Hujan (Air permukaan)
b. Permeabilitas Batuan
c. Catchment Area
d. Ground water (air tanah)
Diagram Alir Mine Planning :
Siklus Bebatuan
Batuan Sedimen (endapan)
Iklim Batu

Sedimen adalah hasil akhir dari cuaca/iklim


Mekanis – Kehancuran fisik bagian-bagian material bumi
Kimiawi – Pembuatan kubah dari the struktur internal mineral dengan membuang atau menambah unsur-
unsur

1. Iklim Mekanis

a. Pelengkungan bekuan
b. Pembongkaran
c. Aktifitas Biologis

2. Iklim Kimiawi

a. Air adalah agen yang paling Penting


b. Reaksi seperti oksidasi atau dissolusi oleh asam berfungsi untuk menguraikan batu
c. Lempung mineral adalah produk yang paling melimpah dan stabil dari Iklim Kimiawi
Susunan batuan endapan
1. Iklim membmbentuk endapan
2. Sedimen = bagian batu atau mineral yang rusak
3. Penggolongan berdasar ukuran:
a. Batu bundar besar = >256 mm
b. Batu kerikil = 64 -256 mm
c. Kerikil = 4 -64 mm
d. Biji/butir halus = 2 -4 mm
e. Pasir = 1/16 -2 mm
f. Silt = 1/256 -1/16 mm
g. lempung = <1/256

Susunan batuan Sedimen


Endapan diubah menjadi batuan sedimen melalui diagenesis
1. Diagenesis –semua perubahan secara kimawi,fisik dan biologi yang mengambil tepat setelah endapan
tersimpan
2. Rekritaslisasi –Perkembangan mineral yg lebih stabil dari mineral yang sebelumnya kurang stabil
3. Lithifikasi – sedimen-sedimen yang tidak diperkuat diubah menjadi batuan endapan padat oleh
pemadatan dan sementasi
a. Semen alam termasuk kalsit, tanah kerikil, dan besi oksida

Batuan Sedimen
1. Terbentuk dari Sedimen (produk iklim)
2. Sekitar 75% dari batuan terdapat dipermukaan benua
3. Digunakan untuk merekonstruksi banyak sejarah bumi
a. Petunjuk lingkungan lampau
b. Menyediakan informasi mengenai perpindahan sedimen
c. Batuan seringkali berisi fosil
d. Kepentingan Ekonomis

Tipe-tipe batuan Sedimen


Tipe batuan berdasar pada sumberdaya material
1. Detrital atau batu klastik –dibawa oleh sedimen sebagai partikel solide
2. Batuan Kimiawi – merupakan sedimen tunggal di dalam solusi
3. Batuan Biokima - terbentuk dari akumulasi bagai organisme (kerang,dll)
Batuan sedimen Detrital
Merupakan fragmen dari partikel yang terpisah
Unsur-unsur pemimpin batu detrital mencakup :
1. Mineral lempung
a. Kwarsa
b. Feldspar
c. Mika
d. Ukuran partikel digunakan untuk membedakan ciri dari berbagai jenis batu derital

Batuan sedimen Detrital


1. Serpihan Batu
a. sedimen asal= lumpur (silt + tanah liat)
b. Lapisan tipis biasanya dikenal sebagai laminea
c. batuan endapan Yang paling umum

2. Batupasir

a. Sedimen asli =pasir


b. Bentuk dalam bermacam lingkungan
c. Penyortiran, bentuk, dan komposisi butir-butir itu dapat digunakan untuk menginterpretasikan sejarah
batu karang itu
d. Kwarsa adalah mineral yang utama
3. Konglomerat dan Breksia

a. Keduanya terdiri atas partikel-partikel lebih besar dari 2 mm dari garis tengah
b. Konglomerat: sedimen asli =kerikil-kerikil yang dibulatkan
c. Breksia :sedimen asli =kerikil-kerikil bersudut

Batuan sedimen kimia


Terdiri atas material yang dipercepat yang adalah sekali dalam solusi
1. timbulnya material terjadi di dalam jalan dua cara
a. Proses-proses non organik
b. Proses-proses organik (asal-muasal biokimia)
2. Kemunculan
a. Pola-pola penyambungan kristal
b. dapat menyerupai satu batuan beku
QUALITY (PROGRAM & MONITORING)

A. SAMPLING PLAN
1. Infill core sampling
a. Perencanaan pengambilan core sample di daerah prioritas tambang dengan acuan infill drilling plan.
b. Perencanaan penyamplingan dengan mempertimbangkan strategi dan support studi kualitas.
c. Perencanaan penyamplingan dengan mempertimbangkan kondisi batubara yaitu :
c.1. Batubara segar
c.2. Batubara lapuk karena pengaruh oksidasi
c.3. Batubara terbakar
c.4. Batubara diwashout
c.5. Batubara dengan perbedaan kualitas yang tinggi
c.6. Keseragaman kualitas batubara
c.7. Split
c.8. Unsplit
c.9. Perlapisan selang-seling
c.10. dll.
d. Perencanaan pengambambilan sampling dengan mempertimbangkan tingkat keberhasilan
penyamplingan. Seperti pada daerah washout dan outcrop, atau daerah batu bara teroksidasi
dimana tingkat penyamplingan dengan metoda core sampling sering mengalami kegagalan. Hal ini
bisa diganti dengan metode test pit, chips sample, channel sampling, dll.
e. Perencanaan penyamplingan dengan mempertimbangkan faktor biaya berlebihan. Dengan metode
yang benar jumlah titik penyamplingan dan faktor kegagalan penyamplingan dapat dikurangi.
f. Daerah yang terwakili (dengan mempertimbangkan faktor daerah pengaruh maka metode sampling
bisa diterapkan sesedikit mungkin penyamplingan dengan daerah pengaruh yang maksimal).
g. Perencanaan penyamplingan dengan mempertimbangkan data yang dibutuhkan (variasi data yang
dibutuhkan meliputi data ketebalan, data kualitas, data struktur, dll).
h. Perencanaan penyamplingan dengan mempertimbangkan detail kualitas (untuk perencanaan
kualitas komposit).

2. Pit Sampling
Sampling Pit dilakukan untuk studi kualitas secara khusus di daerah tambang yaitu :
a. Untuk mengetahui kualitas dari batubara kotor atau batubara oksidasi tinggi, yang pada saat
penambangan ditinggalkan karena kualitasnya tidak memenuhi standard atau tidak diketahui.
Hasil analisa sampling akan merekomendasi apakah layak dipakai untuk permintaan produksi
kualitas rendah, untuk blending, perencanaan pencucian atau tidak akan diproduksi karena
kualitasnya sangat rendah.
b. Untuk mempelajari delution source (sumber delusi yang mengakibatkan penurunan kualitas dan
kenaikan ash).
c. Untuk mengetahui keadaan seam-seam minor yang berada dilokasi penambangan seam-seam
utama, yang karena faktor ketebalan dan harga kualitasnya dapat diproduksi secara
menguntungkan.

Prosedur Kerja :

1. Diskripsi urutan litologi dan kondisi batubara yang meliputi top batubara, bottom batubara, jenis
batubara, tebal perlapisannya, material kandungannya, litologi ikutan dan strukturnya.
2. Lakukan penyamplingan didaerah target dengan ukuran 10 cm x 10 cm x ketebalan.
3. Pengambilan sample dikerjakan dari top sampai bottom lapisan batubara.
4. Jika pada seam batubara yang disampling terdapat banyak ply, maka setiap ply harus
ditempatkan terpisah.
5. Sample dijaga jangan sampai berkurang dan harus mewakili keseluruhan dimensi yang
diambil.
6. Siapkan tempat penampungan batubara, dan masukan sample dalam plastik sample yang
baik.
7. Peralatan untuk mengambil sample tergantung kondisi perlapisan batubara, jika batubara
lapuk dengan linggis pipih, tetapi jika batubara keras diperlukan cut quick dan alat bantu lainnya.
8. Setelah selesai penyamplingan, bereskan perlengkapan dan pastikan lingkungan
penyamplingan tetap aman dan bersih.

B. CORE SAMPLING

1. Infill core sampling

a. Siapkan lembar unreconciled log, tiket sample, meteran, gunting, palu, plastik sample, list of
core sample, lembar diskripsi dan kamera.
b. Periksa nama lubang bor dari core box yang akan disampling, jika sudah benar periksa urutan susunan
core per meter didalam core box.
c. Buka tutup core dengan hati-hati supaya core tidak rusak.
d. Tentukan dan tandai batas top dan bottom batubara.
e. Lakukan pengukuran ketebalan batubara dan bandingkan dengan ketebalan dari unreconciled data.
f. Setelah sesuai, tandai top dan bottom batubara, serta tandai nomor bore hole dan kedalaman batubara
kemudian lakukan pemotretan.
g. Lakukan diskripsi core batubara secara detail, mulai dari top sampai bottom dilanjutkan diskripsi litologi
diatas dan dibawah lapisan batubara.
h. Parting/split dalam lapisan batubara diperlakukan sbb :
h.1. Parting/split dengan tebal kurang atau sama dengan 5 cm, tidak dipisahkan dan disatukan dengan
penyamplingan batubara.
h.2. Parting/split dengan tebal lebih 5 cm, dipisahkan dan lapisan batubara dibawah dan diatas parting
disampling secara terpisah.
i. Masukkan sample batubara, sample roof dan sample floor ditempat/kantung plastik yang berbeda.
j. Berikan sample code untuk coal sample, roof sample, parting sample (jika ada) dan floor sample.
k. Berikan tiket sample untuk coal sample, roof sample dan floor sample.
l. Input sample data dalam list of sampling dan input data diskripsi core dalam ample description
worksheet.
m. Persiapkan sample yang akan dianalisa.
n. Bereskan segala peralatan dan bersihkan kembali tempat penyamplingan.

2. Development core sampling

a. Prosedur penyamplingan development core secara umum sama dengan prosedur penyamplingan infill
core.
b. Perbedaannya, core development disampling lebih detail sehingga memungkinkan untuk dilakukan
pemisahan berdasarkan kenampakan fisik batubara atau setiap 1 meter tebal batubara (setiap ply)
disampling terpisah.
c. Parting > 5 cm dan < 10 cm dipisahkan sebagai ply tersendiri.
d. Penomoran dilakukan berurutan dari bagian atas ke bagian bawah dengan melanjutkan penomoran
sebelumnya. Contoh nomor sample core C0001054.

3. Test pit sampling

Pekerjaan yang dilakukan adalah pemberian sample code dan persiapan untuk pengiriman.

C. PENGIRIMAN SAMPLE

1. Pastikan/check sample yang akan dikirim dan tulis dalam order sample (rangkap 3).
2. Tentukan jenis analisa yang diinginkan.
3. Lakukan pengecekan apakah order sample benar dan jelas.
4. Mintakan persetujuan kepada yang bertanggungjawab.
5. Serahkan sample dan dokumen sample ke bagian Laboratorium PTIM.
6. Input data pengiriman untuk laporan.

D. KUALITAS PIT

Kualitas pit adalah kualitas rata-rata dari keseluruhan data kualitas lubang bor yang ada di pit.
Perhitungan kualitas pit dilakukan dengan metode perhitungan komposit dari semua kualitas titik bor yang
ada.

Rumus perhitungan secara manual :

( q1 x th1 x rd1 + …..+ qn x thn x rdn )


qp = --------------------------------------------------------
(( th1 x rd1 ) +.…+ ( thn x rdn ))
dimana :

gp = quality of pit
th = thickness
rd = densitas

Hasil perhitungan kualitas pit sangat tergantung dari kebenaran data kualitas bor. Sehingga perlu
dilakukan pengecekan terhadap data kualitas setiap lubang yaitu dengan jalan :
1. Check hasil analisa laboratorium dan cocokkan dengan data sampling berkenaan dengan : nomor bor,
thickness dan seam target.
2. Lakukan perhitungan komposit tiap lubang bor, jika ada dua atau lebih seam atau ply batubara.
3. Check data posisi setiap sample
4. Check input data ke quality work-sheet.
5. Tentukan untuk perhitungan komposit dan pastikan kebenaran rumus untuk perhitungan komposit (di
komputer).
6. Check kembali data composit of pit.
Kualitas pit dianalisa dan dihitung kembali setelah dilakukan proses penambangan (dilakukan setiap
bulan sebelum cutting plan yang baru di buat).

Mineral: blok-blok bangunan dari batu karang


Definisi mineral
a. Alami, Padat tidak teratur
b. Mempunyai satu struktur internal yang rapi dari atom-atom (a.k.a. kisi kristal)
c. Mempunyai komposisi kimia yang pasti
d. Mineraloid -kekurangan satu struktur internal yang rapi

Sifat Fisik mineral


1. Bentuk Kristal
Bagian luar menunjukkan susunan bagian dalam atom-atom.
Lambat dingin–bentuk baik

Cepat dingin– Bentuk tidak baik


Kristal-kristal tumbuh keluar dari pusat “benih”. Bentuk kristal dipelihara; dipertahankan sampai tepi

2. Kemilau
a. Muncul dari mineral yang memantulkan cahaya.
b. Dua kategori dasar
* Mengandung logam
* Tidak mengandung logam
* Seperti kaca, halus, tidak mengkilap, atau berbau tanah.

3. Warna

a. Dapat dilihat
b. Variabel yang tinggi dalam mineral disebabkan oleh sedikit perubahan kimia.

4. Lapisan
a. Warna mineral dalam bentuk bubuknya.
b. Berguna dalam membedakan bentuk yang berbeda dari mineral yang sama

5. Kekerasan

a. Daya tahan mineral terhadap goresan.


b. Semua mineral dibandingkan untuk skala standar disebut skala kekerasan Mohs.

6. Pecahan
a. Kecenderungan untuk pecah sepanjang bidang yang ikatannya lemah.
b. Menghasilkan permukaan yang rata dan berkilau.
c. Diuraikan sebagai hasil dari:
* Jumlah bidang
* Sudut antara
* Angles between bidang yang berdekatan
Bidang pecahan diulangi, seperti rangkaian langkah-langkah.

Pada contoh, permukaan kristal (bidang pecahan) adalah permukaan tungal.


Lembaran – seperti pecahan mika

Meta = Perubahan Morph = Bentuk


Metamorphosis = Transisi dari satu batuan ke batuan yang lain oleh temperatur dan/atau tekanan-
tekanan tidak seperti yang bentuk awal
Metamorphosis Batuan dihasilkan dari :
a. Batuan gunung berapi
b. Batuan endapan
c. Batuan metamorfik lain

Tingkat dari Metamorfosis


a. Tingkat rendah (ciri asli kebanyakan bertahan)
b. Tingkat tinggi (kehilangan ciri asli)
c. Diperlihatkan oleh texture batuan dan mineralogi
d. Dirubah dari tingkatan yang satu ke tingkatan berikutnya sedikit demi sedikit
e. Batuan tetap padat selama proses

Agen Metamorphosis
1. Panas
a. Agen yang paling penting
b. Hasil rekristalisasi baru, mineral stabil
c. Dua sumber panas
* Hubungan metamorphosis – panas dari magma
* Peningkatan dalam temperatur dengan kedalaman sebenarnya pada lereng geotermal

2. Tekanan
a. Peningkatan kedalaman
b. Membatasi tekanan – menerapkan kekuatan yang sama pada semua arah
c. Tekanan yang berbeda - tekanan yang berbeda dalam arah yang berbeda

3. Cairan kimia aktif


a. Sebagian besar air dengan komponen mudah menguap lainnya
b. Mempertinggi migrasi ion
c. Membantu rekristalisasi mineral yang ada

4. Induk batuan
a. Komposisi dari metamorphosis batuan yang terbentuk tergantung pada induk batuan
b. Mineralogi induk batuan juga menentukan kadar pada masing-masing agen metamorphosis akan
menyebabkan perubahan

Tekstur Metamorphosis

1. Tekstur Foliated
a. Mineral berada parallel sejajar
b. Mineral tegak lurus dengan kekuatan kompresional
Contoh
a. Pensejajaran paralel dari platy dan/atau mineral-mineral yang diperpanjang
b. Pensejajaran paralel bulir-bulir dan kerikil-kerikil mineral yang diratakan
c. Compositional banding
d. Belahan slaty di mana batuan dapat dengan mudah dipecah jadi helai-helai tipis, bentuk tabel
Formasi
a. Rotasi platy dan/atau mineral-mineral yang diperpanjang
b. Penghabluran kembali mineral-mineral di dalam arah kiblat tersuka
c. Mengubah biji-biji equidimensional ke dalam bentuk-bentuk yang diperpanjang yang dibariskan

Tekstur Foliated
Contoh
a. Slatey – permukaan-permukaan planar spaced lekat sepanjang batuan yang dipisah
b. Schistosic –mineral-mineral platy yang dapat dilihat dengan mata tanpa bantuan dan memperlihatkan
suatu planar atau struktur
c. Gneissic – segragasi cahaya dan mineral-mineral gelap ke dalam pita-pita

2. Tekstur Nonfoliated
a. Berisi kristal berdimensi sama
b. Menyerupai suatu batuan beku gunung berapi yang berbutir kasar
c. Kelainan bentuk minimal

Tekstur metamorphosis lainnya


1. Tekstur Porphyroblastic
a. Butir-butir besar, disebut porphyroblasts, dikelilingi oleh suatu matriks berbutir halus dari mineral-
mineral yang lain
b. Porphyroblasts pada umumnya akik merah tua, staurolite, dan/atau andalusit

Batuan metamorphosis Umum


1. Batuan Foliated
a. Batu Tulis
* Berbutir sangat halus
* Tekstur: foliated / slatey
* Kadar metamorphosis: rendah
* Batuan induk: serpihan batu, batu lumpur, atau siltstone

b. Phyllite
* Mineral-mineral platy tidak cukup besar untuk diidentifikasi dengan mata telanjang
* Mengkilap dan permukaan-permukaan berombak/keriting
* Tekstur: Foliated / slatey
* Kadar metamorphosis: rendah, antara slate dan schist
* Batuan induk: slate

Phyllite dan Slate kekurangan butir-butir mineral yang kelihatan

c. Schist

* Alat perantara kepada yang berbutir kasar


* Mineral-mineral platy mendominasi
* Tekstur: Foliated / schistosic
* Kadar metamorphosis: menengah ke tinggi
* Parent rock: phyllite

d. Gneiss
* Alat perantara kepada yang berbutir kasar
* Tampilan berlapis
* Tekstur: Foliated / gneissic
* Kadar metamorphosis: tinggi
* Batuan Induk : Batuan granitic, namun juga schists dan batuan vulkano

Siklus Batuan
Batuan Gunung Berapi

Bumi sebagai sistem: siklus batuan


a. Magma = kristalisasi
b. Batu gunung berapi = Cuaca, transportasi, dan endapan
c. Sedimen = Lithification
d. Batuan Sedimen = Metamorfosis
e. Batuan Metamorfosis = Peleburan
f. Magma

Siklus penuh tidak selalu terjadi sehubungan dengan “jalan pintas” atau interupsi.
misalnya, peleburan batuan sedimen.
a. Batuan gunung berapi adalah metamorfosis.
b. Batuan sedimen dapat rusak.
c. Batuan metamorfisis dapat rusak.

Batuan Gunung Berapi


1. Berbentuk magma dingin dan kristalisasi.
2. Batuan dibentuk di dalam bumi
a. Batuan Plutonic (intrusif)
3. Batuan dibentuk di permukaan
a. Batuan Volcanic (ekstrusif)

Magma

Ciri-ciri magma
Mengandung tiga komponen:
1. Bagian cairan, disebut lelehan, yang disusun dari ion-ion aktif.
2. Padatan, jika ada, adalah mineral silikat yang telah dikristalisasi dari lelehan.
3. Uap, yang merupakan gas yang dihasilkan oleh lelehan, termasuk uap air, (H2O),
Karbon dioksida (CO2), and Sulfur dioksida (SO2)

Kristalisasi magma
1. Ion-ion disusun dalam pola yang teratur.
a. Ukuran kristal ditentukan oleh kecepatan pendingingan.
* Pendinginan lambat = kristal besar
* Pendinginan cepat = kristal mikroskopik
* Pendinginan sangat cepat = kaca
b. Mineral silikat dihasilkan dari bentuk kristalisasi dalam keteraturan yang dapat
diperkirakan.

Rangkaian Reaksi Bowen


Kristalisasi magma
1. Tekstur batu gunung berapi ditentukan oleh ukuran dan penyusunan serat mineral.
2. Batu gunung berapi diklasifikasikan sesuai jenisnya:
a. Tekstur
b. Komposisi Mineral

Tekstur batuan gunung berapi


1. Tekstur Aphanitic / teksture serat-halus
a. Tingkat kecepatan pendinginan lahar atau magma.
b. Kristal mikroskopik
c. Dapat mengandung gelembung (lubang-lubang dari gelembung gas)
d. Secara khusus terjadi pengendapan / batuan vulkanik.

2. Phaneritic / tekstur serat kasar

a. Pendinginan lambat
b. Kristal dapat dikenali tanpa mikroskop.
c. Secara khusus terjadi pada intrusif / batuan plutonic
3. Tekstur Porphyritic

a. Mineral terbentuk pada suhu yang berbeda sesuai dengan perbedaan kecepatan.
b. Kristal besar, disebut phenocrysts, ditempelkan pada matriks atau kristal yang lebih
kecil disebut groundmass

4. Tekstur mengkilap
a. Pembekuan yang sangat cepat dari peleburan batu.
b. Menghasilkan batuan yang disebut obsidian

Proses Pengolahan Bijih Tembaga

Indonesia mempunyai cadangan bijih tembaga (Cu) yang sangat besar, sebagian
besar dalam cadangan porphyry dengan kadar Cu dalam bijih beragam antara 0,1-
2%. Di samping Cu, biasanya bijih berasosisasi dengan logam lain seperti emas
(Au), Perak (Ag) dan logam jarang seperti Palladium (Pd), Selenium (Se) dan lain-
lain. Beberapa jenis bijih Cu yang ada adalah Bornite (Cu5FeS4), Calcopyrite
(CuFeS2), Covellite (CuS) dengan beberapa pengotor seperti Pyrite (FeS2), Magnetite
(Fe3O4), Hematite (Fe2O3), ataupun Quartz (SiO2). Disebabkan kebanyakan mineral
sulfida maka akan lebih efektif jika proses awal yang dilakukan adalah
“Pengkonsentrasian” dengan menggunakan proses flotasi serta Gravity jika
memang dalam bijih banyak emas (Au) dalam bentuk Native.
Process flotasi secara umum tidak begitu sulit, seperti pada tulisan sebelumnya
flotasi CuS tidak jauh berbeda dengan PbS dan ZnS. Intinya adalah sama-sama
mineral sulfide, yang bisa diambil dengan reagent Xanthate. Reagent lain bisa
digunakan untuk mengambil bijih tembaga secara khusus, sebagai contoh Merkapto
Benzo Tyazone (MBT) yang efektif untuk mengambil Bornite dan Calcopyrite. Secara
umum proses flotasi untuk bijih tembaga adalah sebagai berikut:

Gambar 1. Flotation Flowsheet Diagram

Konsentrat yang dihasilkan biasanya berkadar Cu 20-30% tergantung dari bijih dan
proses flotasinya sedangkan ikutannya untuk Emas sekitar 10-30 gpt dan Perak
sekitar 30-70 gpt tergantung kadar logam tersebut dalam bijih. Namun yang bisa
dipastikan untuk bijih dengan kadar bijih >0,5 % maka recovery Cu bisa 85-90%
sedangkan Emas dan Perak hanya mengikuti saja sekitar 75% dan 65%, semakin
tinggi recovery Cu maka semakin tinggi juga recovery Au dan Ag.

Bagi perusahaan yang mempunyai proses peleburan langsung maka konsentrat


yang didapatkan bisa dilebur langsung, namun bagi perusahaan yang tidak
mempunyai fasilitas peleburan biasanya konsentrat dijual dengan harga
Internasional dan recovery (diskon) pasar (tergantung negosiasi juga). Ada
beberapa proses yang ada di dunia ini untuk teknologi peleburan secara continous,
salah satunya adalah Mitsubishi Process yang ada di PT. Smelting Gresik. Teknologi
lain adalah Flash Smelter dan Flash Conventer dari Outotek (Outocumpu). Apapun
teknologi yang digunakan, namun yang pasti adalah proses yang diambil adalah
proses oksidasi:

2CuS + 3O2 = 2CuO + 2SO2


CuO + Flux = Cu + Slag

SO2 + H2O + ½ O2 = H2SO4

Tentu saja bukan hanya itu reaksi yang terjadi, banyak mineral lain yang bereaksi
namun intinya tetap sama. Jika dilihat dari reaksi yang kemungkinan tejadi, maka
sesungguhnya tidak ada yang terbuang dari proses peleburan konsentrat tembaga
ini. Gas yang dihasilkan bisa ditangkap untuk dijadikan asam sulfat (H 2SO4) untuk
dijual ke Pabrik Pupuk, Slag yang dihasilkan bisa dijadikan campuran semen dan
dijual ke Pabrik Semen, Energi yang dihasilkan dari reaksi exotherm ini digunakan
untuk PLTU guna memenuhi kebutuhan proses lebih lanjut. Sungguh tepat PT.
Smelting didirikan di Gresik, dekat dengan PT. Petrokimia dan PT. Semen Gresik.
Selain semua itu, masih juga dihasilkan Anode Slime yang mempunyai kandungan
Au, Ag dan logam jarang dengan kadar yang cukup tinggi. Jadi perbedaan teknologi
yang ada adalah mengenai efisiensi yang dihasilkan saja.

Berikut contoh diagram alir proses yang dimiliki oleh Outotek:

Gambar 2. Proses Peleburan Tembaga

Copper Anode yang dihasilkan masih harus dilakukan electrorefining agar Tembaga
yang dihasilkan menjadi murni. Proses electrorefining mirip dengan electrolisa
hanya saja menjadikan logam campuran sebagai Anoda dan didapatkan logam
murni di Katoda, sehingga setelah dilakukan electrorefining dan peleburan lanjut
didapatkan Copper Cathode. Sedangkan sisa yang ada di anoda disebut dengan
“Anode Slime”.

Sampai saat ini belum ada pengolahan Anode Slime di Indonesia dengan Recovery
>99,2% sehingga anode slime yang dihasilkan oleh PT. Smelting pun saat ini masih
dimurnikan (dijual) ke luar negeri. Ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk
mengambil Au, Ag dan logam jarang yaitu jalur hidrometalurgi dan jalur paduan
piro-hidrometalurgi. Mudah-mudahan ke depan Indonesia mempunyai dan bisa
mengolah dari bijih hingga dihasilkan logam murni baik Cu, Au, Ag, Pd, Se dll.
Masalah yang ada bukanlah masalah teknologi karena banyak orang Indonesia yang
pandai dan sudah berpengalaman. Masalah terbesar adalah kekuatan pendanaan
serta kekuatan kemauan dan politik.

Extraction Process For Pb and Zn from Galena (PbS) and Sphalerite (ZnS) Ores

In the world, usually Galena ore (PbS) is found together with


Sphalerite ore (ZnS) in sulfide mineral. The Grade of PbS and ZnS in the ore between 2-8% for
PbS and 8-16 % for ZnS. Generally, to increase the concentration of the metal in sulfide mineral
is used The Froth Flotation.

Froth Flotation is Physical Chemistry methode to separate achieve mineral and impurities by use
the mineral interface difference. The mineral that is very easy to absord the water is called by
Hydrofillic, and the other is Hydrofobic. The Hydrofillic particles will be in the pulp, and the
others will be at the air bulb and flow to the atmospheric surface. Usually, we use the reagents to
make the interface particles become hydrofillic or hydrofobic. The reagents that we use in
flotation are: collector, frother and modifier such as activator, pH regulator, depresant dan
dispersant.
Figure 1. Scheme of froth flotation in Denver Flotation Cell

Below is the function for the reagents :


1. Collector
Collector is the reagent that make mineral surface become hydrophobic. Usually, colector is
heteropolar organic mineral, content polar and non-polar side. Non-polar side is hydrofobic and
will be at the air bulb, and polar side will be at specific solid particles than the solid particles will
go to atmospheric surface.

2. Frother
When the surface of the specific solid particle become hydrophobic, that particle must converge
with the air bulb from aeration. But the problem is the air bulb will be broke by hit with solid
particle, cell, and the other air bulb. So, to make the air bulb become the stable bulb, we must
add frother to the pulp. Frother is the reagent that can decrease the surface tension of the bulb
hence the bulb is stable. The Effective Frother usually content minimum 5 atoms of carbon in the
main molecule.

Table 1. The Frothers that often be used


3. Modifier
Modifier such as : activator, depressant, dispersant and pH regulator often be added to the
flotation process. Activator is the reagent that used to increase interaction between solid particle
and collector. Depressant make chemist polar film on the surface of the solid particle hence more
hydrofobic. Dispersant is used to avoid the agglomeration, hence the particle can interact with
the collector and the air bulb well. pH regulator is used to control of pH in order that the
hydrofobic system can work optimally.

In Froth flotation for galena and spalerite, the reagents that be used :
1. Xanthate as collector
2. Pine Oil as frother
3. CaO as pH Modifier
4. CuSO4 as Activator for Pb
5. ZnSO4 as Activator for Zn
Generally, Flotation process for PbS and ZnS on industry scale is done continuously. Flowsheet
of the process can be seen in figure 2.

Figure 2. The Flowsheet of the flotation process

Based on flowsheet in figure 2, we can see that we get 4 kinds of concentrates:


1. Cons. PbS
2. Cons. Mix PbS and ZnS
3. Cons. ZnS
4. Cons. Sulfur
All these concentrates will be processed to get the end product.. Cons. Sulfur is often processed
by oxydation become H2SO4, the reaction:

S + O2 = SO2
SO2 + 1/2 O2 + H2O = H2SO4

Sulfur can be processed to the other product too, for example: fertilize, soap, medicine etc.

After concentration be done, then extraction process for Pb and Zn from the concentrates. We
can used pyro ore hydro route, but we will discuss about pyrometallurgy route. Generally, in
pyrometallurgy route, the concentrate converted to pellet. The aim of this process is avoid many
dust in roasting and smelting process.
Figure 3. Extraction process flowsheet of Zn and Pb from consentrate ZnS

The same process is also done for concentrate PbS and mix PbS-ZnS. The dominant reactions of
roasting and smelting process are :

ZnS + 3/2 O2 = ZnO + SO2


PbS + 3/2 O2 = PbO + SO2
C + 1/2 O2 = CO
ZnO + PbO + 2CO = Zn + Pb + 2CO2

The dominant reactions of electrowinning process for crude Pb are :

Pb + H2SO4 + 1/2 O2 = PbSO4 + H2O


Pb2+ + 2e = Pb
2H2O = 4 H+ + O2 + 4e
2H2O + 2e = H2 + 2OH-
2H+ + SO42- = H2SO4

Actually the metals that more achieve such as Cadmium (Cd), Antimony, Bismut etc that we say
as impurities can be extract in this process with a little additional treatment.

Extraction process of Pb and Zn from their ore is not availabe yet in Indonesia. But may be in the
next year will be build by PT. Dairy Prima Mineral (One of Antam’s subsidiary at North
Sumatra). One of the established process in China is Zhongjin Lingnan Nonfemet Co. Ltd

I. PEMERIKSAAN DAN PENELITIAN TAMBANG

Mine Examination/ Mine Evaluation/ Pemeriksaan Tambang


Suatu kegiatan utk menentukan semua factor/variable yg berpengaruh atas nilai suatu
proyek Tambang.

Faktor/Variabel yg dimaksud :
- Cadangan Endapan Bahan Galian (ore reserves)
- Tingkat Produksi (Mining rates)
- Pendapatan (Revenues)
- Biaya-biaya (Cost)
- Keuntungan (Expected returns)
- Resiko terkait (Associated risks)

Mine Valuation/ Penelitian Tambang


Kegiatan untuk memperkirakan nilai dari suatu proyek tambang.

II. INVESTASI DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

Konsep Dasar Analisis Investasi

Evaluasi ekonomi terhadap alternatif-alternatif investasi (penanaman modal) adalah


evaluasi secara sistematis potensi keuntungan relatif dari alternatif-alternatif tersebut.
Dilakukan scr sistematis karena alternatif-alternatif yg dibandingkan sgt mungkin
memiliki perbedaan dalam :
- biaya, keuntungan maupun pendapatan, serta waktu terjadinya biaya, keuntungan dan
pendptan.
- umur proyek, pertimbangan pajak, dampak eskalasi dan inflasi terhadap biaya dan
pendapatan proyek.

Evaluasi atas beberepe alternatif investasi utk memilih alternatif yg akan


memaksimalkan keuntungan dr setiap dollar/rupiah yg ditanam merupakan sasaran
kunci dr setiap manager perusahaan/investor.

Keberhasilan utk mencapai sasaran tsb manager/investor hrs menguasai:


- Dasar-dasar evaluasi ekonomi.
- Metoda pengambilan keputusan investasi.

Study kelayakan :
Proses pemeriksaan utk menilai kelayakan teknik dan ekonomi suatu proyek Tambang.
Berdasarkan kuantitas dan kualitas data yg digunakan study kelayakan dikelompokan
sbg:
A. Study Kelayakan Awal
1. Diskripsi proyek : letak geografi, jalan msk, iklim, sejarah proyek, bentuk kontrak,
jadwal pengembangan tambang dan fasilitas pengolahan.
2. Geologi : Geo Regional, Diskripsi rinci wilayah proyek, perhitungan awal cadangan,
rencana utk melakukan evaluasi rinci.
3. Tambang : geometri endapan bahan galian, usulan rencana penambangan
4. Pengolahan : Diskripsi secara teknik utk fasilitas penambangan.
5. Kebutuhan Operasi lainnya : energi yg tersedia, air, suku cadang dll.
6.Transportasi : diskripsi fasilitas pengangkutan tambahan yg diperlukan. (jalan,
lapangan terbang, jembatan, rel)
7. Kota dan Fasilitas terkait : perumahan, sekolah, rumah sakit, kantor.
8. Kebutuhan Tenaga Kerja : perkiraan jumlah tenaga kerja yg diperlukan berdsrkan
kualifikasinya (skill) dan kemungkinan tersedianya pekerja setempat.
9. Perlindungan Ling : rencana untuk mengurangi/ meminimalkan kerusakan
lingkungan, deskripsi mengenai peraturan ttg lingkungan yg terkait.
10. Aspek Hukum : Undang-undang pertambangan, perpajakan, peraturan penanaman
modal, resiko polotik.
11. Analisis Ekonomi : estimasi utk peralatan dan pabrik, tenaga kerja, infrastruktur, bhn
baku, analisis psr termsk produksi, konsumsi dan formasi harga utk min terkait,
perkiraanpendapatan berdasar produksi yg diharapkan dan harga minimal, analisis arus
uang tunai ( cash flow) dan nilai sekarang, analisis kepekaan.

Pelaku : studi kelayakan awal dpt dibuat oleh seorang ahli teknik (economic geologist /
mining engineer).

Kualifikasi Pelaku :
- Rasional, yakni mampu menimbang scr cermat semua komponen dan menarik
kesimpulan logis dgn tetap menunjukan akurasi dr fakta yg ditangani.
- Jujur, memiliki integritas dan terus terang.
- Memahami prinsip-prinsip geologi dan mampu menerapkan pd kondisi local.
- Menguasai teori dan praktek sampling
- Memiliki pengetahuan ttg metoda pertambangan dan biaya yg ditimbulkannya.
- Memahami proses pengolahan
- Mampu utk menghitung biaya produksi dan memperkirakan keuntungan yg
diharapkan.
- Memahami prinsip-prinsip ekonomi dan kondisi perdagangan berikut dampaknya dlm
industri pertambangan
- Memahami prinsip nilai uang berdasarkan waktu.

B. Studi Kelayakan lanjut :


Pelaku : melibatkan ahli dr berbagai bidang disiplin ilmu (teknik, ekenomi, hukum)
Faktor yang perlu dibahas:
1. Informasi Tentang Bahan Galian :
Geologi, Geometri, Geografi, Eksplorasi.
2. Informasi ttg Ekonomi Proyek :
Pasar, Transportasi, Utilities, Tanah-air-dan Hak Atas Mineral, Naker, Kebjkn
Pemerintah, Pembiayaan.
3. Pemilihan Metode Tambang
Physical Controls, Selectivity, Persyaratan praproduksi, Persyaratan produksi.
4. Metode Pengolahan
Mineralogi, Proses-proses Alternatif, Kualitas Produksi dan spesifikasi, Recoveries dan
kualitas produk, Tata letak Pabrik.
5. Estimasi Biaya Modal dan Operasi:
Biaya modal, Biaya Operasi.

Laporan akhir studi kelayakan mencantumkan hal-hal :


1. Menyajikan kerangka lengkap ttg fakta yg berkaitan dgn proyek mineral.
2. Memuat skema ttg eksploitasi lengkap disertai rencana, desain, daftar peralatan dsb
scr rinci utk keperluan estimasi biaya dan akibat ekonominya.
3. Menunjukan kemungkinan keuntungan penanaman modal dlm proyek, bila proyek
dilengkapi dan beroperasi sesuai dgn laporan.
4. Menyajikan perkiraan factor hukum, alternatif pembiayaan, aturan fiscal, aturan
lingkungan, resiko dan analisis kepekaan yg berpengaruh thd variabel2 teknik,
ekonomi, politik, dan keuangan proyek.
5. Memuat semua informasi yg berguna sbg masukan bg pemilik modal atau sbg bhn
presentasi utk calon partner / pihak-pihak yg akan membiayai proyek.

Engineering Economy

Dalam kaitannya seorang ahli teknik dihadapkan pd 2 lingkungan :


- Link Eksata
- Link Ekonomi.
Utk menghslkan produk/jasa perlu pengetahuan ttg hukum-hukum fisika. Ttp nilai dr
produk/jasa tsb terletak pd manfaatnya yg diukur scr ekonomi.
Usulan teknik perlu ditinjau dlm batasan nilai dan biaya sebelum usulan tsb
dilaksanakan.
Syarat mutlak keberhasilan suatu penerapan teknim adalah kelayakan ekonomi.

Making Decisions / Pengambilan Keputusan


- Merumuskan masalah
- Menganalis masalah
- Mengembangkan alternatif-alternatif pemecah masalah yg mungkin
- Memilih alternatif terbaik.
- Melaksanakan keputusan yg diambil scr efektif.

Proyek investasi dikelompokan dlm :


-Investasi Penghasil Pendapatan
-Investasi Penghasil Jasa.

Investment Analysis/ Analisis Penanaman Modal


Mencakup :
1. Analisis Ekonomi : analisis mendasarkan tinjauan pd keuntungan dan biaya dr
proyek.
2. Analisis keuangan : analisis mendasar tinjauan pd dr mana dana proyek akan
diperoleh.
3. Analisis Intagible : analisis mendasar tinjauan pd faktor2 yg berpengaruh pd pnnmn
modal ttp faktor2 tsb tdk dpt diraba misal : UU, pertimbangan keselamatan, pendapat
umum, goodwill, pertimbangan politis, peraturan perpjkn.

Penggunaan Metode Evaluasi Proyek :


1. Investor
- Dpt berupa sponsor proyek / pelaksana
- Bersedia mengambil risiko utk memperoleh imbalan yg diinginkan.
2. Pemberian Pinjaman
- Bank komersial dan organisasi keuangan
- Hanya bersedia menerima risiko yg < drpd risiko yg dihadapi oleh investor.
3. Pemerintah
- Scr nasional/local dpt berperan sbg pemberi pinjaman, pemilik endapan ataupun bdn
pembuat peraturan pertambangan dan perpajakan
- lebih tertarik pd manfaat proyek dibanding biaya yg timbul
- harus memperhatikan pula misal sosial selain misal untung dan rugi.

Pola Penambangan Dengan Biaya Efektif


1. Sifat Biaya Operasi
- Biaya operasi rendah mrpkn tuj yg diinginkan
- Biaya operasi rendah sgt penting utk TA berorientasi ekspor.
2. Konsistensi dgn pengetahuan dan falsafah pemilik.
- Sederhanakan operasi dan kurangi kerumitan.
- Metoda penambangan mencerminkan falsafah perusahaan.

You might also like