You are on page 1of 14

Tinitus

Alan H. Lockwood, M.D., Richard J. Salvi, Ph.D., and Robert F. Burkard, Ph.D.

Tinitus kelaianan yang kurang dipahami. Data dari Pusat Nasional untuk
Statistik Kesehatan menunjukkan bahwa tinnitus umumnya diderita oleh lelaki daripada
perempuan dan akan meningkat seiring bertambahnya umur (Gambar 1). Titinus
biasanya dikaitkan dengan masalah lemahnya/rusaknya pendengaran. Hampir 12 persen
lelaki yang berusia 65-74 tahun menderita titinus. Orang berkulit putih lebih sering
terserang penyakit ini daripada orang berkulit hitam, dan lazimya daerah Selatan lebih
rentan 2 kali daripada daerah Timur Laut. Tinitus mungkin dialami anak-anak ,
walaupun gejala-gejalanya jarang terlihat. Banyak pasien penderita tinnitus percaya
bahwa mereda mempunyai masalah medis yang serius. Ini merupakan kasus yang jarang
terjadi. Kebanyakan pengobatannya tidak berhasil, dan usaha-usaha untuk
mengembangkan terapi berdasarkan bukti-bukti dihambat oleh minimnya pengetahuan
tentang patofisiologi tinnitus. Selain tentang keterbatasan-keterbatasan yang ada,

Nilainya berdasarkan
atas jawaban dari
pertanyaan “Apakah
kamu menderita tinnitus
atau bunyi dering
dikuping (atau) tuli
(atau) masalah
pendengaran yang
lain?” termasuk survey
dari Pusat Nasional
untuk Statistik
Kesehatan yang bukan
merupakan lembaga
resmi Amerika.
banyak juga kasus yang menunjukkan bahwa tinnitus dapat diatasi dengan sangat baik.

Gambar 1. Prevalensi Tinitus (grafik A) dan Lemahnya Pendengaran (grafik B)

Pendekatan yang berhasil terhadap pasien penderita tinnitus dimulai dengan


membedakan obyektif tinnitus dengan subyektif tinitus (Tabel 1). Kegagalan dalam
membuat pembedaan ini dapat menyebabkan keselahan diagnosis dan managemen.
Pasien dengan obyektif tinnitus dapat mendengar suara sesungguhnya. Bunyi
dengungan dilaporkan sekitar 4 persen dari pasien tinnitus yang tidak diseleksi
sebelumnya dan biasaya disebabkan oleh getaran dari turbulensi aliran darah yang
sampai pada rumah siput. Pengamat yang teliti akan menghubungkan ritme bunyi
dengungan, yang mungkin terdengar dengan stetoskop, terhadap perputaran darah
dalam jantung. Beberapa penyebab dengungan tinnitus telah didaftar pada table 1.
Pengambilan riwayat dan tes fisik, yang diikuti oleh penggambaran neurodiologi,
mungkin mengidentifikasi suatu penyebab yang dapat diatasi. Bunyi klik atau
dengungan bernada rendah mungkin mengindikasikan miklonus palatal atau kontraksi
tensor tympani atau otot sanggurdi. Adakalanya dengungan yang spontan dari sel
rambut luar dari rumah siput dapat menghasilkan bunyi yang dikenal dengan
pembuangan bunyi otomatis spontan. Bunyi tersebut sering terjadi tetapi jarang dirasa.
Pendeteksian dari bunyi pembuangan bunyi otomatis spontan membutuhkan alat khusus
dan tidak termasuk tes audilogi yang biasa.

Lihatlah tabel ini:


Tabel 1. Penyebab subyektif tinitus dan obyektif tinnitus.

Subyektif tinnitus yang kita pandang sebagai tinnitus, merupakan persepsi yang
salah terhadap suara dalam ketiadaan rangsangan bunyi. Penyebab umumnya telah
terdaftar dalam tabel 1. Banyak orang mengalami beberapa episode tinnitus dalam
beberapa detik atau menit atau transient dan diasosiasikan dengan paparansuara keras
atau obat-obatan seperti aspirin. Orang-orang ini jarang berobat. Secara seri lebih dari
500 pasien, rata-rata (-+SD) dari 5,4 -+ 8,6 tahun telah melalui serangan gejala tinnitus
dan membutuhkan pengobatan medis. Pada keadaan ini, 60 persen mereka berpikir
bahwa mereka mempunyai masalah serius dan 55 persen mereka berpikir akan menjadi
tuli.

Pada kelompok yang sama, 22 persen orang melaporkan bahwa bunyinya sama
pada kedua telinga, 34 persen orang melaporkan bahwa mereka mendengar bunyi
unilateral, dan yang lain banyak melaporkan mendengar lateral yang dominan. Tinitus
lateral merupakan hal yang umum dan jarang digunakan sebagai tanda tumor. Bunyi
tersebut sering dideskripsikan sebagai bunyi dering (sebanyak 37,5 persen pasien),
mendengung (sebanyak 11,2 persen), seperti suara jangkrik (8,5 persen), desis kuda
(sebanyak 7,8 persen), seperti suara peluit (6,6 persen), dan menggumam (5,3 persen).
Kebanyakan para pasien melaporkan bahwa suaranya tinggi, dan 34 persen berkata
bahwa bunyi tinnitus mereka rata-rata 8 sampai 10 dalam skala kenyaringan, dimana
angka 10 merupakan bunyi yang sangat keras. Tingkat keterpercayaan, pengukuran
yang objektif pada kenyaringan dan bunyi tinnitus adalah hal yang sulit didapatkan.
Disamping persepsi pasien bahwa bunyi tersebut nyaring, tes pendengaran
menunjukkan bahwa suara tersebut terjadi pada intensitas suara audio yang lebih kuat
bukan yang lebih lemah pada frquensi tersebut. Penelitian pencocokan bunyi umumnya
menunjukkan bahwa bunyi tinnitus berhubungan dengan frequensi dimana pendengaran
yang hilang menjadi penting secara klinis (khususnya diatas 3000Hz)

Pendekatan Klinis

Pengguanaan dari pendekatan yang sistematik terhadap pasien, tergambar pada


Gambar 2.Seharusnya membantu dokter untuk menhindari kesalahan yang
mengakibatkan kesalahan untuk membedakan obyektif tinnitus atas subyektif tinnitus,
mengidentifikasi kelainan yang dapat diatasi (seperti yang terdaftar an, Tabel 1 ),
melindungi pendengaran, dan mengobati masalah yang berhubungan seperti depresi,
kekhawatiran, dan insomnia.
Gambar 2. Sebuah algoritma bagi evaluasi pasien tinnitus

Pendekatan ini berdasarkan pada pembedaan obyektif tinnitus dengan subyektif


tinnitus; yang direncanakan dan di fokuskan pada tes laboratorium, termasuk
audiometer untuk membedakan lesi koklear dari lesi retrokoklear; pendidikan untuk
mencegah kerusakan pendengaran pasien; dan penilaian akibat-akibat dari tinnitus pada
kualitas hidup sehari-hari sebagai petunjuk bagi intervensi yang labih lanjut. Pasien
penderita lesi retrokoklear atau objektif tinnitus mungkin membutuhkan penganan dari
spesialis, tes audiometer tambahan, atau keduanya.

Karena tinnitus biasanya merupakan fenomena subyektif, riwayat pasien dan


penumuan dari tes fisik merupakan hal khusus yang penting untuk membedakan
obyektif tinnitus dari subyektif tinnitus. Desktipsi yang jelas tentang bunyi yang pasien
dengar merupakan hal penting dan dapat didapat dengan membuat pasien tersebut
menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut: apakah bunyinya tetap atau berkala,
unilateral ataukah bilateral? Apakah serangannya secara terus menerus atau episodik?
Berapa lama bunyi tersebut terdengar? Bagaimana tinggi suara dan kenyaringannya?
Apakah berhubungan dengan hilangnya poendengaran, vertigo, atau nyeri? Apakah ada
bukti dari kondisi lain (terdaftar pada Tabel 1) yang berhubungan dengan tinnitus? (Ada
korelasi yang kuat antara tinnitus dan kelainan sendi temporomandibular dan penyakit
kraniomandibular lainnya). Apa akibat tinnitus lainnya – latar belakang, alcohol, stress,
atau susah tidur? Apakah ada riwayat yang menunjukkan kebisingan, infeksi telinga,
bedah otology, luka kepala, dan penggunaan ototoksit? Apakah ada efek samping dari
tinnitus? Bagaimana tinitus mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan kemampuan?

Tes fisik seharusnya focus pada kepala dan leher termasuk pemeriksaan yang
teliti pada rongga mulut, bagian telinga luar, gendang telinga, saraf kranial (khususnya
kelima, ketujuh, dan kedelapan), dan sendi temporomandibular dan pendengaran
(dengan stetoskop) pada jantung, arteri karotid, dan daerah periaural. Dokter harus
berusaha untuk menghubungkan bunyi berkala periodic dengan nadi pasien atau
pergerakan palatal. Setelah beberapa pertanyaan khusus dan manipulasi, lebih dari 75%
pasien penderita tinitus mengindikasikan bahwa berbagai macam pergerakan
mengatupkan geraham, tekanan kranial, pergerakan mata yang berefek pada
kenyaringan tinitus.

Seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 1 , tinitus seringkali merupakan sebuah


gejala yang berhubungan dengan proses suatu penyakit. Walaupun pengobatan penyakit
mungkin tidak menyembuhkan tinitus, diagnosis yang akurat dan penyembuhan
merupakan hal yang penting untuk mencegah kelainan tambahan. Kondisi umum yang
berhubungan dengan subyektif tinitus yang mungkin membutuhkan pengobatan
termasuk serumen yang keras, otitis media dan kondisi radang dan infeksiyang bisa
berdampak pada pendengaran., penyakit Meniere (berhubungan dengan tinitus berbunyi
rendah), dan otoklerosis. Penggunaan obat yang menimbulkan tinitus mungkin akan
hilang setelah obat dihentikan.

Sebagaimana kondisi medis yang lain, pesan tes laboratorium tergantung pada
hasil anamnesa pasien dan penemuan pada tes fisik. Pasien dengan tinitus yang
berdenyut seharusnya dievaluasi untuk penyakit-penyakit yang menyebabkan cardiac
output yang tinggi ( contohnya anemia dan hipertiroidisme), penyakit katup jantung
(khususnya penyakit katup aorta), penyakit serebrovaskular oklusif (khususnya diantara
pasien dengan faktor-faktor resiko untuk aterosklerosis)

Evaluasi audiologi yang menyeluruh adalah hal yang penting. Untuk


menghitung berapa pendengaran yang hilang dan mengidentifikasikan komponen
penghantar pengobatan dari hilangnya pendengaran yang bisa diobati, rangkaian
terbaik harus mengaitkan awalan bunyi asli (udara dan konduksi tulang), mengukur
impedans akustik (timpanometer, pembukaan reflek akustik), audiometer ucapan, dan
tes masking. Hilangnya pendengaran yang berfrequensi tinggi unilaterl yang
dikombinasikan dengan pembedaan pengucapan yang lemah menunjukkan
kemungkinan adanya tumor, biasanya schwannoma vestibular (biasanya disebut
neuroma akustik) atau meningioma. Pasien dengan penemuan-penemuan ini harus
menjalani tes tambahan untuk menetapkan mana yang luka/sakit, seperti tes untuk
respon yang ditimbulkan oleh otak cabang auditory, kerusakan kesehatan, kerusakan
reflek, dan pengukuran fungsi vestibular. Schwannomas bilateral mungkin terjadi pada
pasien penderita neurofibromatosis tipe 2 . Ketika diindikasikan oleh tes audiometer,
resonansi magnetis yang menggambarkan peningkatan gadolinium semestinya
diperoleh. Pasien dengan bukti audiologi kerusakan cochlea jarang membutuhkan
evaluasi radiologi, karena hasilnya jarang mempengaruhi pendekatan penanganan.

Prevalensi yang pasti atas hilangnya pendengaran diantara pasien penderita


tinitus mempunyai nilai yang tinggi tapi sulit untuk menentukannya.
Hilangnya pendengaran nantinya harus dihindari. Sejak timbulnya bunyi yang
merupakan penyebab yang umum atas hilangnya pendengaran, semuua sumber
timbulnya bunyi harus diperhatikan. Walaupun aturan-aturan dari Keamanan Kerja dan
Administrasi Kesehatan membatasi tingkat timbulnya bunyi pada yang paling umum
di tempat kerja, aturan-aturan tidak diterapkan pada semua wilayah kerja, tambahan
perlindungan telinga disarankan. Alat pendengaran personal, alat-alat, peralatan power
merupakan sumber suara yang dapat menyebabkan atau malah memperburuk hilangnya
pendengaran. Telah ada berbagai macam perlindung pendengaran. Pilihan harus
berdasarakan intesnsitas bunyi sekitar dan pekerjaan atau permintaan lain. Sebagai
contoh, petani (yang tempat kerjanya tidak mencakup aturan-aturan Keamaan Kerja dan
Administrasi Kesehatan) mungkin butuh semacam alat penutup telinga ketika
mengoperasikan mesin, padahal seorang musisi orkestra harus dipersiapkan dengan alat-
alat yang harus dibiasakan yang cocok terhadap saluran pendengaran eksternal dan
didesaian untuk melemahkan bunyi yang pada akhirnya melalui jangkauan luas
frequensi. Pasien penderita tinitus seharusnya diperintahkan untuk menanyakan semua
tentang efek samping otologi pada obat baru yang diresepkan.

Merupakan hal yang penting untuk menilai efek-efek dari tinitus pada kehidupan
sehari-hari. Secara mengejutkan, perasaan tentang hebatnya tinitus merupaakn hal yang
tidak nerhubungan dengan pengukuran kerasnya atau bunyinya. Oleh karena itu, metode
lain dibutiuhkan untuk menilai efek-efek dari tinitus, dan kuisionair telah dikembangkan
dalam rangka tujuan ini. Efek tinitus bisa menjadi hal besar pada pasien yang dilaporkan
fisiknya jarang bergerak, susah tidur, dan nyeri dan pada mereka yang depresi atau yang
lekas marah, yang terisolasi secara sosial , atau yang mempunyai gejala penyakit jiwa.
Penanganan masalah-masalah tersebut mungkin mengurangi efek-efek tinitus, walaupun
persepsinya tidak berubah.

Patofisiologi

Tingkat tinggi timbulnya kerusakan rumah siput menyebabkan banyaknya


pendapat bahwa tinitus meningkat pada organ ini. Bagaimanapun juga, asal dari sistem
saraf pusat diimplikasikan dengan pengamatan pada pasien tinitus dengan transeksi
lengkap saraf auditory.
Tomografi emisi positron menunjukkan fokus aktifitas saraf pada tempat selaput
auditori pada cuping temporal dari kelompok pasien tinitus yang merasa di telinga
sebelah kanan. Tempat Unilateral menunjukkan pusat asli tinitus, semenjak suara asli
diperdengarkan pada kuping kanan yang diaktifkan tempat selaput auditory bilateral.
Pada lajur A dan B, tempat aktifasi proyeksi pada bidang koronal dan sagital. Anak
panah pada proyeksi sagital pada Lajur A mengidentifikasi lokasi bidang koronal yang
ditunjukkan pada Lajur C. Pada bidang koronal, fokus berwarna dari aktivasi sangat
ditentukan pada yang rata-rata secara spasial gambar resonansi magnetis. Nilainya
melambangkan jarak pada setiap tempat dari bidang pada komisura anterior. Data
diambil dari Lockwood. Detail metodologi tambahan telah diterbitkan pada tempat lain.

Hilangnya pendengaran berdampak pada pengorganisasian kembali pada jalan


sistem auditory sentral. Perubahan ini mungkin terjadi secara cepat dan berakibat pada
interaksi yang tidak normal antara auditory dan jalan sentral lainnya. Perubahan analog
dalam sistem somatosensori yang terhubung kepada nyeri membawa kita untuk
berpikir bahwa ada persamaan antara nyeri neurofatik dan tinitus.

Hipotesis Levine mngatakan bahawa pengurangan input pada saraf auditory


mengakibatkan disinhibisi nucleus cochlear dorsal dan peningkatanaktivitas spontan di
sentral auditori system, yang dikenal sebagai tinnitus. Mekanisme ini dapat menjelaskan
sensasi berdering temporari yang mungkin mengikuti timbulnya suara, efek-efek dari
beberapa obat seperti furosemida, dan tinitus spontan pada orang-orang yang
mempunyai pendengaran normal yang di ditempatkan pada keadaan dimana mereka
harus diam. Obat-oabbat yang lain seperti aspirin, meninngkatkan laju dari saraf
auditori. Kompleksitas perubahan dalam sistem saraf yang berhubungan dengan tinitus
dapat menjelaskan mengapa hal ini sangat sulit diobati.

Terapi

Banyak obat-obatan menyebabkan tinitus (daftarnya dapat dilihat pada


http://www.hearusa.com), tapi disamping banyaknya percobaan, tidak ada obat yang
disetujui oleh Departemen Makanan dan Obat-Obatan untuk penanganan tinitus.
Banyak percobaan telah dikritisi karena berbagai macam desain, termasuk kurangnya
yang kontrol yang cocok, tidak cocoknya prosedur randomisasi, pilihan yang jelek pada
poin akhir. Pada reviewnya ada 69 percobaan klinis random, Dobie berkesimpulan
bahwa “tidak ada pengobatan yang dapat dipertimbangkan yang bagus untuk
pengurangan jangka panjang untuk dampak tinitus, pada kelebihan efek plasebo.” Pada
percobaan klinis yang random , efek plasebo adalah kuat dan disifatkan menjadi
perhatian penerimaan pasien. Penelitian orientasi patofisiologi lebih lanjut lagi mungkin
memberi kriteria yang dapat mengidentifikasi bagian dari kelompok pasien yang
merespon terhadap terapi khusus.

Laporan bahwa lidocaine menghpus tinitus akan meningkatkan harapan bahwa


obat antiaritmik lainnya akan bisa efektif. Lidocaine harus diberikan melalui urat nadi
pada dosis yang tinggi, mempunyai jangka waktu aksi yang singkat, perburukan tinitus
pada beberapa orang, dan berhubungan dengan tanda-tanda efek samping. Dalam
analisis tujuh percobaan klinis random, yang memasukkan kurang dari 1200 mg setiap
hari, sementara percobaan yang menggunakan dosis yang tinggi adalah cacat atau
menunjukkan tidak ada keuntungan. Percobaan klinis random dari flekainida dan
meksilatina ditandai dengan efek obat yang berlaawanan sampai 70 % dari peserta atau
atau rata-rata dropout sekitar 50%.

Benzodiazepina tidak efektif dalam pengontrolan tinitus atau digunakan dalam


percobaan yang hasilnya tidak dapat diinterpretasikan. Pada percobaan klinis random 40
orang, tinitus meningkat pada 76% dari mereka yang menerima alprozolam, setelah
dibandingkan dengan 5% dari mereka yang menerima plasebo. Bagaimanapun juga,
penelitian ini telah dikritisi karena ketiadaan desain silang dan kemungkinan sifat yang
tidak bercampur dalam sedasi (pemberian obat penenang). Penggunaan benzodiazepina
seharusnya dilakukan dengan laporan bahwa tinitus mungkin berulang setelah
pengobatan berakhir dan menyebabkan lebih besarnya tingkat stres. Empat percobaan
klinis random dari karbamazepina dan percobaan antikonvulsan (anti kejang) lain yang
gagal menunjukkan keuntungan.

Ada berbagai alasan untuk mengetes antidepresi, khususnya trisiklik, sebagai


pengobatan bagi tinitus. Depresi umumnya cenderung mnenyerang pasien penderita
tinitus, dan tinitus mungkin serupa dengan gejala nyeri yang seringkali berhasil
disembuhkan dengan antidepresi trisiklik. Yang paling berarti pada percobaan klinis
random duble blind dari nortiptilin yang memasukkan 92 pasien dengan tinitus, 38
cocok dengan kriteria standar depresi. Selama penyembuhan dengan obat, 43 %
mengatakan adanya penurunan tinitus mereka , setelah dibandingkan dengan 30%
diantara mereka yang menerima plasebo (P tidak penting ). Kecuali jika, 67% pasien
pada kelompok nortriptilin (dosis, 50 sampai 150 mg setiap hari) mengindikasikan
bahwa obat membantu mereka dalam beberapa hal, setelah dibandingkan 40 % dari
mereka yang secara random ditetapkan menerima plasebo (P=0,008). Faktor-faktor
yang mendukung peningkatan meliputi adanya depresi, adanya insomnia, berjenis
kelamin perempuan, ketiadaan dari gejala muskuloskeletal /rangka otot.

Banyak pasien mencoba penyempurnaan atau terapi medis alternatif: sari


Ginkgo biloba dan akupuntur merupakan yang paling populer. Penelitian terbaru
menyebutkan bahwa tidak ada hasil pada sekitar 500 pasang subyek yang secara random
diputuskan menerima G.biloba atau palsebo. Sebauh analisis terdahulu ini dari satu
yang tidak terpublikasi dan empat percobaan klinis random yang terpiblikasi mengenai
G. Bilabo berkesimpulan bahwa hasil percobannya tidaklah bagus, tetapi itu merupakan
kesimpulan yang kaku mengenai kemujaraban yang tidak mungkin (dilaporkan).
Perbedaan-perbedaan hasil/produk dan poin akhir mungkin menjelaskan hasil variabel
ini. Sebuah analisis mengenai enam percobaan klinis random pada akupuntur untuk
titnitus telah gagal untuk menunjukkan kemanjuran/kemujaraban.

Terapi pelatihan ulang tinitus telah menjadi populer, dengan beberapa praktisi
yang melaporkan adanya peningkatan 75% pada pasien mereka. Pada pusat pelatihan ini
ditangani oleh tim yang terdiri dari dokter,audiologist, dan psikiatri dalam suatu
program yang mengkombinasikan konseling dan penggunaan generator kebisingan level
rendah. Terapi ini butuh waktu 1,5 tahun.goal dari terapi ini adalah membiasakan
penderita terhadap suara tersebut, bukan menghilangkan suara tersebut.Yang
berhuungan dengan pilihan pengawasan kelompok, ukuran hasil orientasi secara
psikologi, proses penyeleksian orang, dan ketidak mampuan untuk membedakan antara
efek-efek penghasil bunyi dengan komponen lain dari pengobatan. Bentuk lain dari
terapi berdasarkan psikologi, termasuk hipnosis, terapi relaksasi, telah memberi hasil
campuran bahwa, secara umum gagal untuk mendukung penggunaannya.

Alat penutup menutupi suara yang tidak diinginkan dan menyebabkan rasa puas
bagi beberapa pasien yang mempunyai respon untuk menutupi selama tes audioligi.
Variasi pada sifat-sifat tinitus bukan merupakan indikator yang terpercaya seperti pada
berhasilnya alat penutup. Alat bantu pendengaran dan pencangkokan cochlea dapat
juga membuat rasa puas, tetapi biasanya mereka diberiresep untuk pengobatan
hilangnya pendengaran, bukan untuk tinitus.

Walaupun ada beberapa laporan atas meningkatnya tinitus setelah dekompresi


mikrovaskular dari saraf auditory, penggunaan pengobatan bedah, termasuk transeksi
saraf. Asosiasi Tinitus Amerika (http//:www.ata.org), menyediakan informasi yang
berguna dan mendukung beberapa pasien.

Ada ratusan Web site mengenai tinitus, dan banyak pasien yang datang untuk
mendapat pengobatan khusus. Tekanan melakukan hal ini mungkin cukup kuat. Karena
tidak ada pengobatan yang benar-benar manjur, hubungan dokter dan pasien yang
harmonis merupakan hal yang sangat penting. Pendidikan dan penentraman hati
merupakan cara efektif. Karena isu yang berhubungan dengan kwalitas hidupberperan
sentral dan sulit untuk menentukan atau mengukur dengan ketelitian, percobaan empiris
dari anti depresi, ansiolitik, atau penyempurnaan/ terapi medis alternatif yang mungkin
dilakukan setelah diskusi resiko dan keuntungan dan identifikasi obyek yang sudah
dikenal. Banyak pasien yang telah diobati secara puas dengan menggunakan pendekatan
ini.

JURNAL

TINITIUS
R

Disusun oleh

I Gusti Ngurah Agung Manik Rucika

( 04700035)

Dokter Pembimbing

Dr H. Bambang Indra ,Sp.THT

Dr Maria. K ,Sp.THT

Disusun untuk melaksanakan tugas kepaniteraan klinik madya

SMF TELINGA HIDUNG TENGGOROKAN di RSD Soebandi Jember

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2010

You might also like