You are on page 1of 22

Mkalah Perkembangan sosial

A. LATAR BELAKANG MASALAH


Perkembangan yang terjadi pada anak meliputi segala aspek kehidupan yang mereka
jalani baik bersifat fisik maupun non fisik. Perkembanmgan berarti serangkaian p
erubahan progresif yang terjadi sebagai akibat dari proses kematangan dan pengal
aman. Menurut keyakinan tradisional sebagian manusia dilahirkan dengan sifat sos
ial dan sebagian lagi tidak. Orang yang lebih banyak merenungi diri dan lebih su
ka menyendiri daripada bersama-sama dengan orang lain atau introvert, secara ala
miah memang sudah bersifat demikian. Mereka yang bersifat sosial dan pikirannya
lebih banyak tertuju pada pada hal-hal diluar dirinya atau ekstrovert, juga suda
h bersikap seperti itu karena alamiah yaitu faktor keturunan. Sedangkan orang ya
ng menentang masyarakat yaitu orang yang antisosial, dan orang yang biasanya men
jadi penjahat, diyakini oleh masyarakat tradisional sebagai warisan dari pada sa
lah satu sifat buruk yang dimiliki oleh orang tuanya.
Hanya sedikit bukti yang menenjukan bahwa orang dilahirkan dalam keadaan sudah b
ersifat sosial, tidak sosial dan antisosial, dan banyak bukti sebaliknya yang me
nunjukan bahwa mereka bersifat demikian karena hasil belajar. Akan tetapi, belaj
ar menjadi pribadi yang sosial tidak dapat dicapai dalam waktu singkat. Anak-ana
k akan belajar searah dengan daur (siklus), dengan periode kemajuan yang pesat d
iikuti oleh garis mendatar (plateau). Pada garis mendatar ini hanya terdapat sed
ikit kemajuan dalam diri anak. Periode kemajuan yang pesat bahkan kadang-kadang
diikuti oleh tahap kemunduran ketingkat perilaku sosial yang rendah. Seberapa ce
pat anak dapat meningkat kembali dari garis mendatar itu sebagian besar bergantu
ng pada kuat lemahnya motivasi mereka untuk bermasyarakat.
Ketika berakhirnya masa kanak-kanak, sebagian besar anak masih sangat kurang mer
asa puas dengan kemajuan yang mereka peroleh dalam segi perkembangan sosial. Hal
ini benar sekalipun perkembangan mereka normal. Sejumlah studi tentang sumber k
etidak bahagiaan yang dilaporkan oleh para remaja, banyak memberikan perhatian t
erhadap masalah sosial. Seperti dalam hal kemampuan bergaul, cara memperlakukan
teman agar terhindar dari pertengkaran dan putusnya persahabatan, cara bersikap
yang luwes dalam situasi sosial, dan cara mengembangkan kemampuan memimpin. Dan
para remaja menganggap bahwa mereka belum menguasai dan memiliki kemampuan yang
cukup dalam hal-hal tersebut.
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun pembahasan yang akan dibahas dalam makalah perkembangan sosial ini dianta
ranya adalah sebagai berikut:
1. Apakah esensi (definisi) perkembangan sosial?
2. Bagaimana karakteristik teori yang terdapat pada perkembangan sosial?
3. Bagaimana bentuk bentuk tingkah laku sosial pada anak ?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial seorang anak?
5. Adakah hazard dalam proses perkembangan sosial anak!
6. Bagaimana pengaruh perkembangan sosial terhadap tingkah laku anak?
7. Bagaimana cara mengoptimalkan kemampuan perkembangan sosial seorang anak?
C. BATASAN MASALAH
Dalam makalah ini, permasalahan yang dibahas hanya seputar perkembangan anak dal
am aspek sosial. Adapun pembahasannya dibatasi pada perkembangan sosial dan peny
esuaian sosial yang terjadi pada masa anak-anak.
D. TUJUAN PENULISAN
Makalah ini disusun guna memenuhi salah satu tugas matakuliah Psikologi Perkemba
ngan. Selain itu tujuan penulisan makalah ini juga sebagai bahan belajar bagi ki
ta untuk lebih mengenal tentang perkembangan sosial pada masa anak-anak, seperti
:
1. Memahami hakikat dari perkembangan sosial anak.
2. Mengetahui tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan sosial ana
k.
3. Menemukan hazard-hazard yang terjadi dalam proses perkembangan sosial.
4. Dan dapat memahami tentan cara pengoptimalan kemampuan perkembangan sosial
seorang anak.
E. PENDEKATAN PENULISAN
Adapun pendekatan yang dilakukan dalam penulisan makalah perkembangan sosial ini
yaitu dengan cara pengumpulan data dari berbagai sumber buku dan dari beberapa
sumber yang diambil dari hasil searching melaui internet. Makalah ini terdiri da
ri empat bagian, yitu pendahuluan yang meliputi; latar belakang, rumusan masalah
, batasan masalah, tujuan penulisan, dan pendekatan penlisan. Isi yang meliputi,
definisi, karakteristik teori, esensi sosialisasi, bentuk tingkah lahu sosial,
faktor yang mempengaruhu perkembangan, hazard, pola perilaku serta pengoptimalan
perkembangan sosial anak. Pada bagian selanjutnya akan berisi tentang analisis
kasus. Dan pada bagian terakhir akan dibahas tentang kesimpulan dan saran serta
daftar pustaka.
BAB II
PERKEMBANGAN SOSIAL
A. DEFINISI PERKEMBANGAN SOSIAL
Menurut Hurlock perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosia
l, memenuhi tuntutan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yan
g positif terhadap kelompok sosialnya.
Syamsu Yusuf (2007) menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan pencapaian ke
matangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula diartikan sebagao
proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral dan
tradisi ; meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan ke
rja sama.
B. KARAKTERISTIK TEORI
Menurut Erik H. Erikson (1963), perkembangan sosial terbagi menjadi beberapa tah
apan yaitu :
a. Infancy (0-1 tahun) ? Trust VS Mistrust
b. Early childhood (1-3 tahun) ? Autonomy VS Shame, doubt
c. Preschool age (3-6 tahun) ? Inisiative VS Guilt
d. School age (6-12 tahun) ? Industry VS Inveriority
e. Adolescence (12-20 tahun) ? Identity VS Identity confusion
f. Young adulthood (20-30 tahun) ? Intimacy VS Isolation
g. adulthood (30-65 tahun ) ? Generativy VS Stagnation
h. Senescence (>65 tahun)? Ego integrity VS Despair
C. ESENSI SOSIALISASI
Sikap anak-anak terhadap orang lain dalam bergaul sebagian besar akan sangat ter
gantung pada pengalaman belajarnya selama tahun-tahun awal kehidupan, yang merup
akan masa pembentukan dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Maka
ada empat faktor yang mempengaruhinya :
Pertama, kesempatan yang penuh untuk bersosialisasi adalah penting bagi anak-ana
k, karena ia tidak dapat belajar hidup bersosialisasi jika kesempatan tidak diop
timalkan. Tahun demi tahun mereka semakin membutuhkan ksempatan untuk bergaul de
ngan banyak orang, jadi tidak hanya dengan anak yang umur dan tingkat perkembang
annya sama, tetapi juga dengan orang dewasa yang umur dan lingkungannya yang ber
beda.
Kedua, dalam keadaan bersama, anak tidak hanya harus mampu berkomunikasi dalam k
ata-kata yang dapat dimengerti orang lain, tetapi juga harus mampu berbicara ten
tang topik yang dapat dipahami dan dapat menceritakannya secara menarik kepada o
rang lain. Perkembangan bicara merupakan hal yang terpenting bagi perkembangan s
osialisasi anak.
Ketiga, anak akan belajar bersosialisasi jika mereka mempunyai motivasi untuk me
lakukannya. Motivasi ini sangat bergantung pada tingkat kepuasaan yang diberikan
kelompok sosialnya kepada anak. Jika mereka memperoleh kesenangan melalui hubun
gan dengan orang lain, mereka akan mengulangi hubungan tersebut.
Keempat, metode belajar yang efektif dengan bimbingan yang tepat adalah penting.
Dengan metode coba ralat, anak akan mempelajari beberapa perilaku yang penting
bagi perilaku sosialnya.
D. BENTUK-BENTUK TINGKAH LAKU SOSIAL
Dalam perkembangan menuju kematangan sosial, anak mewujudkan dalam bentuk-bentuk
interkasi sosial diantarannya :
1. Pembangkangan (Negativisme)
Bentuk tingkah laku melawan. Tingkah laku ini terjadi sebagai reaksi terhadap pe
nerapan disiplin atau tuntutan orang tua atau lingkungan yang tidak sesuai denga
n kehendak anak. Tingkah laku ini mulai muncul pada usia 18 bulan dan mencapai p
uncaknya pada usia tiga tahun dan mulai menurun pada usia empat hingga enam tahu
n.
Sikap orang tua terhadap anak seyogyanya tidak memandang pertanda mereka anak ya
ng nakal, keras kepala, tolol atau sebutan negatif lainnya, sebaiknya orang tua
mau memahami sebagai proses perkembangan anak dari sikap dependent menuju kearah
independent.
2. Agresi (Agression)
Yaitu perilaku menyerang balik secara fisik (nonverbal) maupun kata-kata (verbal
). Agresi merupakan salah bentuk reaksi terhadap rasa frustasi ( rasa kecewa kar
ena tidak terpenuhi kebutuhan atau keinginannya). Biasanya bentuk ini diwujudkan
dengan menyerang seperti ; mencubut, menggigit, menendang dan lain sebagainya.
Sebaiknya orang tua berusaha mereduksi, mengurangi agresifitas anak dengan cara
mengalihkan perhatian atau keinginan anak. Jika orang tua menghukum anak yang ag
resif maka egretifitas anak akan semakin memingkat.
3. Berselisih (Bertengkar)
Sikap ini terjadi jika anak merasa tersinggung atau terganggu oleh sikap atau pe
rilaku anak lain.
4. Menggoda (Teasing)
Menggoda merupakan bentuk lain dari sikap agresif, menggoda merupakan serangan m
ental terhadap orang lain dalam bentuk verbal (kata-kata ejekan atau cemoohan) y
ang menimbulkan marah pada orang yang digodanya.
5. Persaingan (Rivaly)
Yaitu keinginan untuk melebihi orang lain dan selalu didorong oleh orang lain. S
ikap ini mulai terlihat pada usia empat tahun, yaitu persaingan prestice dan pad
a usia enam tahun semangat bersaing ini akan semakin baik.
6. Kerja sama (Cooperation)
Yaitu sikap mau bekerja sama dengan orang lain. Sikap ini mulai nampak pada usia
tiga tahun atau awal empat tahun, pada usia enam hingga tujuh tahun sikap ini s
emakin berkembang dengan baik.
7. Tingkah laku berkuasa (Ascendant behavior)
Yaitu tingkah laku untuk menguasai situasi sosial, mendominasi atau bersikap bos
siness. Wujud dari sikap ini adalah ; memaksa, meminta, menyuruh, mengancam dan
sebagainya.
8. Mementingkan diri sendiri (selffishness)
Yaitu sikap egosentris dalam memenuhi interest atau keinginannya
9. Simpati (Sympaty)
Yaitu sikap emosional yang mendorong individu untuk menaruh perhatian terhadap o
rang lain mau mendekati atau bekerjasama dengan dirinya.
E. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN SOSIAL
Perkembangan sosial anak dipengaruhi beberapa faktor yaitu :
1. Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai
aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara
kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Pr
oses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak diten
tukan oleh keluarga, pola pergaulan, etika berinteraksi dengan orang lain banyak
ditentukan oleh keluarga.
2. Kematangan
Untuk dapat bersosilisasi dengan baik diperlukan kematangan fisik dan psikis seh
ingga mampu mempertimbangkan proses sosial, memberi dan menerima nasehat orang l
ain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional, disamping itu kematangan d
alam berbahasa juga sangat menentukan.
3. Status Sosial Ekonomi
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi keluarga dalam m
asyarakat. Perilaku anak akan banyak memperhatikan kondisi normatif yang telah d
itanamkan oleh keluarganya.
4. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan se
bagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, anak memberikan warna kehidupan s
osial anak didalam masyarakat dan kehidupan mereka dimasa yang akan datang.
5. Kapasitas Mental : Emosi dan Intelegensi
Kemampuan berfikir dapat banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan belaj
ar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Perkembangan emosi perpengaruh sekali ter
hadap perkembangan sosial anak. Anak yang berkemampuan intelek tinggi akan berke
mampuan berbahasa dengan baik. Oleh karena itu jika perkembangan ketiganya seimb
ang maka akan sangat menentukan keberhasilan perkembangan sosial anak.
F. HAZARD PADA PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
1. Periode Perkembangan dalam Kandungan (Pra-Natal)
Pada masa periode ini, beberapa problem sosial dialami secara tidak langsung yai
tu melalui perantara ibu yang hamil. Problem sosial yang dialami oleh ibu hamil
juga dirasakan secara tidak langsung oleh anak pada masa pra natal. Salah satu p
roblem sosial ini adalah: keadaan emosi seorang ibu.
Maksudnya adalah keadaan emosi yang dialami juga dirasakan oleh ibu, entah karen
a disebabkan terjadi masalah dengan suami, ataupun masalah sosial mengenai keham
ilan ibu (hamil diluar nikah). Perubahan emosi pada ibu hamil menurut penelitian
menyebabkan susunan saraf otonom akan melepaskan beberapa zat kimiawi ke dalam
aliran darah, sehingga metabolisme dalam tubuh akan mengalami perubahan. Dengan
begitu, akan terjadi perubahan sistem sirkulasi pada janin, dan akan mengganggu
perkembangan janin. Apabila hal ini terjadi dapat mempengaruhi emosi janin, kare
na emosi janin sangat dipengaruhi oleh kondisi ibu saat mengandung.
2. Periode Perkembangan Masa bayi
Periode masa bayi berlangsung saat bayi berusia 2 minggu hingga usia 2 tahun. Pa
da masa ini, bayi banyak melakukan eksplorasi terhadap banyak hal. Dimana terdap
at berbagai resiko, untuk itu dalam masa ini bayi masih sangat ketergantungan te
rhadap orang lain. Untuk itu, dalam masa ini juga bayi sangat mudah dipengaruhi
oleh lingkungan yang diterimanya. Dan juga masa ini juga menjadi dasar dalam mas
a mendatang, untuk itu pengaruh sosial yang diterima bayi haruslah memberikan co
ntoh yang baik.
3. Periode Perkembangan Masa Kanak-kanak
Pada masa ini berlangsung pada usia 2 tahun sampai 11 tahun, dimana perkembangan
daya pengamatan dan masa keindahan sedang berkembang. Masa ini anak suka mengam
ati dunia luarnya, serta suka mendengar cerita yang sesuai dengan fantasinya.
Dalam masa ini, merupakan masa dimana anak belajar atau menyukai bergabung dalam
sebuah kelompok. Diawali dengan keinginan kontak sosial dengan anak lain dan be
rmain. Masa ini juga sering disebut sebagai masa bermain, karena anak lebih sena
ng untuk bermain-main dengan anak-anak lain. Pola perilaku sosial yang sering di
munculkan pada anak adalah negativisme, agresif, berkuasa, memikirkan diri sendi
ri, mementingkan diri sendiri, merusak, pertentangan seks dan prasangka. Perilak
u sosial pada anak muncul disebabkan dengan meniru perilaku orang lain, belajar
model, reinforcement dari teman.
G. PENGARUH PERKEMBANGAN SOSIAL TERHADAP TINGKAH LAKU
Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan orang lain.
Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah kepenilaian dir
i dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran dirinya
tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang menyembunyikannya a
tau merahasiakannya.
Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang menyebabkan s
ikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang tuanya. Kemam
puan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan mempersalahkan kenyataan dan pe
ristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang semstinya menurut alam pikiranny
a.
Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :
1. Cita-cita dan idealism yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, t
anpa memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis ya
ng mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lai
n daalm penilaiannya.
Melalui banyak pengalaman dan penghayatan kenyataan serta dalam menghadapi penda
pat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir masa remaja sudah s
angat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan baik.
H. CARA MENGOPTIMALKAN PERKEMBANGAN SOSIAL ANAK
Senam bayi adalah suatu kegiatan yang bisa juga dikatakan sebagai bentuk permain
an gerakan pada bayi. Tujuannya untuk merangsang pertumbuhan dan perkembangan, s
erta kemampuan pergerakan bayi secara optimal.
Kemampuan sosialnya, dengan memberikan dukungan untuk bersosialisasi dan melatih
anak agar terampil melakukan interaksi dan komunikasi. Anak diberi kesempatan u
ntuk dapat bergaul dengan orang lain dan tidak terlalu memberikan perlindungan y
ang berlebihan.
BAB III
KASUS
A. Permasalahan yang Mungkin Muncul
Terdapat berbagai kemungkinan permasalahan yang mungkin muncul pada aspek perkem
bangan sosial ini diantaranya adalah:
* Kurangnya kerjasama dari pihak keluarga untuk mengembangkan aspek sosial sang
anak (no cooperative)
* Adanya faktor genetik yang menghambat atau bahkan tidak mampu untuk bersosiali
sasi, seperti, diskriminasi karena cacat atau kurangnya komunikasi karena tuna w
icara.
* Pola asuh yang salah dari orang tua, pola asuh dapat berdampak besar dalam asp
ek sosial anak di masa depannya, seperti contoh, jika seorang anak diasuh dengan
pola ringan tangan atau sedikit kesalahan langsung memakai fisik akan menjadikan
anak tersebut ringan tangan juga dan kurang mendapat respon dalam sosialnya
B. Deskripsi Kasus
Pada tahun 2007 di Cekoslavia terjadi sebuah peristiwa yang menggemparkan seluru
h negri tersebut. Ondra, seorang anak laki-laki berumur 8 tahun dikurung di ruan
g sempit tak berjendela, tanpa pakaian sehelai pun, dan dengan keadaan tangan da
n kaki terikat, kekurangan makanan dan dehidrasi serta terpaksa harus memakan mu
ntahannya sendiri. Diatas semua itu, dia bukan diculik, ataupun disiksa oleh ora
ng asing, namun oleh ibunya sendiri. Ibunya yang mempunyai 2 anak lain, dan berk
erja dalam penelitian psikologi anak yang sering menangani anak-anak autis. Ondr
a sendiri mempunyai masalah dengan pendengarannya, hal itu membuat ibunya mudah
untuk mengajukan permohonan Homeschooling ke sekolah lamanya. Tidak ada yang mer
indukan Ondra di sekolah lamanya, atau dimanapun, karena dari awal, ibunya sudah
melarang Ondra untuk bergaul dengan siapapun. Keberadaannya dalam penahanan ibu
nya sendiri berlangsung cukup lama, sampai suatu saat, tetangganya membeli sebua
h alat komunikasi radio, dan menangkap frekuensi aneh yang bersuarakan seseorang
meminta tolong. Suara itu berasal dari merk radio yang sama yang digunakan Ibu
tersebut untuk berkomunikasi dengan Ondra di basement. Dehidrasi dan shock, anak
berumur 8 tahun itu langsung dilarikan ke rumah sakit. Kedua saudaranya dibawa
ke panti asuhan. Tak berapa lama, Ondra juga bergabung dengan mereka. Tapi seora
ng psikologis anak, Dita Pokorna, menjelaskan bahwa ketiga anak itu mengalami tr
auma yang sangat hebat.
Kau bisa melihat Ondra sangat ketakutan akan segala hal, dan dia benar-benar nger
i pada tempat gelap. Dan pada saat ia akan mulai bergaul lagi dengan teman-teman
nya, pasti akan banyak reaksi-reaksi abnormal berkenaan dengan masa lalunya yang
buruk
Belum jelas apa motif dari Natasha, Ibu Ondra mengenai kenapa ia menyiksa anakny
a berkenaan karena Natasha tidak bisa diinterogasi dan memilih untuk menutup mul
utnya. Sedangkan ketiga anak itu juga tidak dapat ditanyai banyak hal. Begitu be
rhadapan dengan orang dewasa yang mereka tidak kenal, mereka akan mulai gemetar
hebat, dan menunjukkan ketakutan yang tidak biasa. Hal yang sama juga terjadi de
ngan dua anak lainnya, walau tidak separah apa yang dialami Ondra. Ketiga anak t
ersebut mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan menyampaikan pendapatnya kep
ada orang lain. Gangguan psikis, serta trauma yang besar seperti yang mereka ala
mi akan menjadi gangguan untuk mereka bersosialisasi pada masa depan nantinya.
Sekarang, Ondra dan satu saudara angkatnya, Kamishca masih dalam tahap perawatan
di rumah sakit kejiwaan di Ceko, sedangkan satu saudara laki-laki lainnya, mula
i dapat bersekolah walaupun harus masuk ke sekolah luar biasa.
The accused Klara Mauerova with the now-escaped adopted daughter Anna, photo: CT
K
Ondra pasca penyiksaan
C. Analisis Kasus
Dari kasus diatas, Ondra, sang anak mengalami taruma yang berat terhadap dunia l
uar dikarenakan dikurung selama beberapa tahun di tempat yang gelap oleh ibunya
sendiri. Sebelumnya juga dia tidak diizinkan untuk bergaul dengan teman-temannya
di sekolah lamanya oleh ibunya yang membuatnya kurang dlam berkomunikasi. Karen
a apa yang dilakukan oleh ibunya tersebut Ondra mengalami shock dan trauma yang
berat dan kesulitan untuk berkomunikasi karena kurang stimulus/pelatihan, dikare
nakan perlakuan itu juga dia kurang mendapatkan basic trust dari orang tuanya ya
ng menyebabkan dia tidak percaya dengan orang lain. Perilaku-perilaku abnormal i
ni terjadi karena pola asuh anak yang salah dilakukan oleh orangtuanya yang meng
akibatkan anaknya mengalami kemunduran dan kesulitan untuk bersosialisasi.
BAB IV
KESIMPULAN
Perkembangan sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tu
ntutan sosial dengan berprilaku yang dapat diterima secara sosial, memenuhi tunt
utan yang diberikan oleh kelompok sosial, dan memiliki sikap yang positif terhad
ap kelompok sosialnya. Sikap anak-anak terhadap orang lain dalam bergaul sebagia
n besar akan sangat tergantung pada pengalaman belajarnya selama tahun-tahun awa
l kehidupan, yang merupakan masa pembentukan dalam menyesuaikan diri dengan ling
kungan sosialnya. Perkembangan sosial anak dimulai dimulai sejak dini pada masa
kanak-kanak dengan munculnya senyuman sosial. reaksi sosial pertama terjadi pada
bayi yang ditujukan pada orang dewasa, kemudian pada bayi lain kemudian pada an
ak-anak. Pola perilaku sosial yang dibina pada masa tersebut merupakan landasan
bagi perkembngan sosial kemudian.
Perkembangan sosial akhir masa kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke kela
s satu SD. Pada masa ini biasanya orang tua akan memberikan hanya sedikit waktun
ya untuk berinteraksi dengan anak, sosialisasi di sekolah pada umumnya terjadi a
tas dasar interest dan aktvitas bersama, lebih banyak meluangkan waktu untuk tem
an sebaya dan mulai membentuk hub. peer group (geng) yaitu usaha yang pada saat
itu kesadaran sosial berkembang pesat dan telah menjadi pribadi sosial yang meru
pakan salah salah satu tugas perkembangan yang utama dalam periode ini dan akan
lebih cenderung membentuk hubungan dengan teman perempuan. Gang pada masa kanak-
kanak merupakan suatu kelompok yang spontan dan tidak mempunyai tujuan yang dite
rima secara sosial. Gang merupakan usaha anak untuk menciptakan suatu masyarakat
yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhan mereka. Gang memberikan pembebasan dari pe
ngawasan orang dewasa. Namun gang juga merupakan modal bagi konsep diri yang bai
k. Bahkan anak yang tidak menjadi anggota gang akan terlantar dalam segi pengaru
h sosialisasi ini dan kemungkinan besar akan mengembangkan konsep diri yang kura
ng baik.
SARAN
Saat ini banya bahaya dalam proses menuju perkembangan sosial yang umumnya dapat
dikendalikan jika diketahui pada saat yang tepat dan jika dilakukan langkah per
baikan untuk menguranginya sebelum menjadi kebiasaan dan menimbulkan reputasi ya
ng kurang baik. Karena itu sebaiknya orang tua benar-benar memperhatikan perkemb
angan anak sampai ia mampu untuk membedakan dan memilih mana yang baik dan buruk
untuk dirinya (dewasa). Tetapi tidak dengan bersikap otoriter terhadap anak, su
paya anak merasa lebih nyaman dan tidak takut untuk menceritakan konflik-konflik
yang terjadi selama masa perkembangannya.
DAFTAR PUSTAKA
Hurlock B Elizabeth, Developmental Psychology; Mc Grow Hill, Inc, 1980, Alih Bah
asa, Istiwidayanti dan suedjarwo, Psikologi Perkembangan suatu pendekatan sepanj
ang Rentang Kehidupan, Jakarta, Erlangga, tt.
Hurlock B Elizabeth, Child Developmental; Mc Grow Hill, Inc, 1978, Alih Bahasa,
dr. Med. Meitasari Tjandrasa dan Dra. Muslichah Zarkasih, Perkembangan Anak, Jak
arta, Erlangga, tt.
Santrock, John W, Life-Span Development, WM, C Brown Comunication, Inc, 1995, Al
ih bahasa Achmad Chusairi, S.PSI, Perkembangan Masa Hidup Jilid I, Jakarta, Erla
ngga, 2002.
http://h4md4ni.wordpress.com/perkembang-anak/
Diposkan oleh Pitiful Kuro di 21.21 0 komentar
Rabu, 06 Mei 2009
UTS Kepribadian, haha
Jung
Dalam bersosialisasi dan berinteraksi dengan berbagai macam orang di kehidupan s
ehari-hari sering sekali kita menilai sifat dan sikap orang-orang tersebut dan k
ita melakukan pengamatan terhadap kepribadian orang tersebut. Dimana biasanya pe
nilaian dan pengamatan tersebut hanyalah berdasarkan pada sebagian dari tingkah
laku dan hasil analisa yang sangat dangkal. Namun, apakah kepribadian itu sendir
i?

Kepribadian merupakan sesuatu yang sangat rumit dan kompleks, sehingga tidak mud
ah dalam mendefinisikannya. Menurut Pervin (2000) :
Personality represent those characteristic of the person that account for consist
ent pattern of feeling, thinking and behaving.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan penentu karak
teristik dari seseorang yang menentukan bagaimana ia merasa berfikir dan berting
kah laku.
Sedangkan Menurut Allport (dalam Chaplin, 2001), kepribadian adalah organisasi d
inamis didalam individu yang terdiri dari system-sistem psikofisik yang menentuk
an tingkah laku dan pikirannya secara karakteristik. Psikologi sebagai ilmu yang
mempelajari tingkah laku manusia, membahas kepribadian manusia melalui berbagai
macam pendekatan, yang salah satunya adalah pendekatan Psikodinamik. Dalam pend
ekatan ini, Carl Gustav Jung menjelaskan kepribadian manusia berdasarkan tujuann
ya dalam kehidupan yang dipengaruhi oleh masa lalu dan masa depan manusia. Jung
menjelaskan berbagai macam struktur dari Psyche, tipologi kepribadian manusia be
rdasarkan sikap dan fungsi dominan yang dimiliki oleh manusia itu, mekanisme per
gerakan energi psikis dan tahap perkembangan kepribadiannya.

Struktur Psyche Menurut Jung

Menurut Jung, psyche adalah kesatuan yang di dalamnya terdapat semua pikiran, pe
rasaan dan tingkah laku baik yang disadari maupun tidak disadari yang saling ber
interaksi satu sama lainnya. Struktur psyche menurut Jung terdiri dari :

1. Ego
Ego merupakan jiwa sadar yang terdiri dari persepsi, ingatan, pikiran dan perasa
an-perasaan sadar. Ego bekerja pada tingkat conscious Dari ego lahir perasaan id
entitas dan kontinyuitas seseorang. Ego seseorang adalah gugusan tingkah laku ya
ng umumnya dimiliki dan ditampilkan secara sadar oleh orang-orang dalam suatu ma
syarakat. Ego merupakan bagian manusia yang membuat ia sadar pada dirinya.

2. Personal Unconscious
Struktur psyche ini merupakan wilayah yang berdekatan dengan ego. Terdiri dari p
engalaman-pengalaman yang pernah disadari tetapi dilupakan dan diabaikan dengan
cara repression atau suppression. Pengalaman-pengalaman yang kesannya lemah juga
disimpan kedalam personal unconscious. Penekanan kenangan pahit kedalam persona
l unconscious dapat dilakukan oleh diri sendiri secara mekanik namun bisa juga k
arena desakan dari pihak luar yang kuat dan lebih berkuasa. Kompleks adalah kelo
mpok yang terorganisir dari perasaan, pikiran dan ingatan-ingatan yang ada dalam
personal unconscious. Setiap kompleks memilki inti yang menarik atau mengumpulk
an berbagai pengalaman yang memiliki kesamaan tematik, semakin kuat daya tarik i
nti semakin besar pula pengaruhnya terhadap tingkah laku manusia. Kepribadian de
ngan kompleks tertentu akan didominasi oleh ide, perasaan dan persepsi yang dika
ndung oleh kompleks itu.

3. Collective Unconscious
Merupakan gudang bekas ingatan yang diwariskan dari masa lampau leluhur seseoran
g yang tidak hanya meliputi sejarah ras manusia sebagai sebuah spesies tersendir
i tetapi juga leluhur pramanusiawi atau nenek moyang binatangnya. Collective unc
onscious terdiri dari beberapa Archetype, yang merupakan ingatan ras akan suatu
bentuk pikiran universal yang diturunkan dari generasi ke generasi. Bentuk pikir
an ini menciptakan gambaran-gambaran yang berkaitan dengan aspek-aspek kehidupan
, yang dianut oleh generasi terentu secara hampir menyeluruh dan kemudian ditamp
ilkan berulang-ulang pada beberapa generasi berikutnya. Beberapa archetype yang
dominan seakan terpisah dari kumpulan archetype lainnya dan membentuk satu siste
m sendiri. Empat archetype yang penting dalam membentuk kepribadian seseorang ad
alah :
1. Persona yang merupakan topeng yang dipakai manusia sebagai respon terhadap
tuntutan-tuntutan kebiasaan dan tradisi masyarakat serta terhadap kebutuhan arc
hetypal sendiri.
2. Anima & Animus merupakan elemen kepribadian yang secara psikologis berpeng
aruh terhadap sifat bisexual manusia. Anima adalah archetype sifat kewanitaan /
feminine pada laki-laki, sedangkan Animus adalah archetype sifat kelelakian / ma
skulin pada perempuan.
3. Shadow adalah archetype yang terdiri dari insting-insting binatang yang di
warisi manusia dalam evolusinya dari bentuk-bentuk kehidupan yang lebih rendah k
ebentuk yang lebih tinggi.
4. Self, yang secara bertahap menjadi titik pusat dari kepribadian yang secar
a psikologis didefinisikan sebagai totalitas psikis individual dimana semua elem
en kepribadian terkonstelasi disekitarnya. Self membimbing manusia kearah self-a
ctualization, merupakan tujuan hidup yang terus-menerus diperjuangkan manusia te
tapi jarang tercapai.
Tipologi Jung
Menurut teori psikoanalisa dari Jung ada dua aspek penting dalam kepribadian yai
tu sikap dan fungsi. Sikap terdiri dari introvert dan ekstrovert, sedangkan fung
si terdiri dari thinking, feeling, sensing dan intuiting. Dari kedelapan hal ini
maka diperoleh tipologi Jung, yaitu :
1. Introversion-Thinking
Orang dengan sikap yang introvert dan fungsi thinking yang dominan biasanya tida
k memiliki emosi dan tidak ramah serta kurang bisa bergaul. Hal ini terjadi kare
na mereka memiliki kecenderungan untuk memperhatikan nilai abstrak dibandingkan
orang-orang dan lingkungan sekitarnya. Mereka lebih mengejar dan memperhatikan p
emikirannya tanpa memperdulikan apakah ide mereka diterima oleh orang lain atau
tidak. Mereka biasanya keras kepala, sombong dan berpendirian. Contoh dari orang
dengan kepribadian seperti ini adalah philosophers.
2. Extraversion-Thinking
Contoh orang dengan sikap extrovert dan fungsi thinking yang dominan adalah ilmu
wan dan peneliti. Mereka memiliki kecenderungan untuk muncul seorang diri, dingi
n dan sombong. Seperti pada tipe pertama, mereka juga me-repress fungsi feeling.
Kenyataan yang obyektif merupakan aturan untuk mereka dan mereka menginginkan o
rang lain juga berpikir hal yang sama.
3. Introversion-Feeling
Orang dengan introversion-feeling berpengalaman dalam emosi yang kuat, tapi mere
ka menutupinya. Contoh orang dengan sikap introvert dan fungsi feeling yang domi
nan adalah seniman dan penulis, dimana mereka mengekspresikan perasaannya hanya
dalam bentuk seni. Mereka mungkin menampilkan keselarasan didalam dirinya dan se
lf-efficacy, namun perasaan mereka dapat meledak dengan tiba-tiba.
4. Extraversion-Feeling
Pada orang dengan sikap extraversion dan fungsi feeling yang dominan perasaan da
pat berubah sebanyak situasi yang berubah. Kebanyakan dari mereka adalah aktor.
Mereka cenderung untuk emosional dan moody tapi terkadang sikap sosialnya dapat
muncul.
5. Introversion-Sensation
Orang ini cenderung tenggelam dalam sensasi fisik mereka dan untuk mencari hal y
ang tidak menarik dari dunia sebagai perbandingan. Biasanya mereka adalah orang-
orang yang tenang, kalem, self-controlled, tapi mereka juga membosankan dan kura
ng bisa berkomunikasi.
6. Extraversion-Sensation
Orang dengan tipe ini biasanya adalah businessman. Mereka biasanya realistik, pr
aktis, dan pekerja keras. Mereka menikmati apa yang dapat mereka indrai dari dun
ia ini, menikmati cinta dan mencari kegairahan. Mereka mudah dipengaruhi oleh pe
raturan dan mudah ketagihan pada berbagai hal.
7. Introversion-Intiuting
Pemimipi, peramal, dan orang aneh biasanya adalah orang dengan sikap introvert d
an fungsi intuitif yang dominan. Mereka terisolasi dalam gambaran-gambaran primi
tif yang artinya tidak selalu mereka ketahui namun selalu muncul dalam pikiran m
ereka. Mereka memiliki kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, tidak pr
aktis namun memiliki intuisi yang sangat tajam dibandingkan orang lain.
8. Extraversion-Intuiting
Penemu dan pengusaha biasanya memiliki sikap extravert dan fungsi intuitif yang
dominan, mereka adalah orang-orang yang selalu mencari sesuatu yang baru. Mereka
sangat baik dalam mempromosikan hal-hal yang baru. Namun mereka tidak dapat ber
tahan pada satu ide, pekerjaan maupun lingkungan karena sesuatu yang baru merupa
kan tujuan hidup mereka.

Aktivitas Energi Psikis, Individuation, dan Transcendent Function


Energi psikis muncul dari pengalaman individual dan merupakan energi untuk berpi
kir, berkeinginan, memelihara, dan berjuang. Energi psikis mengikuti hukum equiv
alence dan entropy dari hukum thermodinamika. Dimana jumlah energi tidak akan be
rubah dan saling berinteraksi agar mencapai keseimbangan. Energi psikis melakuka
n dua tujuan hidup yaitu mempertahankan diri dan mengembangkan budaya dan aktivi
tas spiritual dengan melakukan progression, sublimation (energi bergerak maju) ,
regression dan repression (yang menekan ke ketidak sadaran).
Progression adalah keadaan dimana kesadaran/ ego dapat menyesuaikan diri secara
memuaskan baik terhadap tuntutan dunia luar maupun kebutuhan ketidak sadaran, ya
ng menyebabkan perkembangan bergerak maju. Apabila gerak maju ini terganggu oleh
suatu rintangan, dan karenanya libido tercegah untuk digunakan secara maju maka
libido akan melakukan regresi, yaitu kembali ketahap sebelumnya atau masuk ke k
etidak sadaran atau dikenal dengan repression. Sedangkan sublimation adalah tran
sfer energi dari proses yang lebih primitif, instinktif dan rendah diferensiasin
ya ke proses yang lebih bersifat kultural, spiritual dan tinggi diferensiasinya.

Individuation adalah proses untuk mencapai kepribadian yang integral serta sehat
, dimana semua sistem atau aspek kepribadian harus mencapai taraf diferensiasi d
an perkembangan yang sepenuh-penuhnya, disebut juga proses pembentukan diri, ata
u penemuan diri.

Transcendent function adalah kemampuan untuk mempersatukan segala kecenderungan


yang saling berlawanan dan mengolahnya menjadi satu kesatuan yang sempurna dan i
deal. Tujuan dari fungsi ini adalah menjelmakan manusia sempurna, realisasi sert
a aktualisasi segala aspek-aspek yang tersembunyi dalam ketidak sadaran. Fungsi
inilah yang mendorong manusia mengejar kesempurnaan kepribadian.

Tipologi Kepribadian berdasarkan temperamen


Tipe Kepribadian
Perbedaan kepribadian atau tipe-tipe kepribadian yang melekat pada setiap orang
telah menarik perhatian para ahli sejak dahulu kala. Sebenarnya penjelasan Alkit
ab mengenai tipe-tipe kepribadian ini telah ada jauh sebelum penelitian ilmiah.
Alkitab menjelaskan tentang perbedaan antara pria dan wanita yang merupakan perb
edaan tipe kepribadian yang sangat jelas. Perkembangan selanjutnya memberikan ke
pada kita suatu penguraian yang lebih terperinci mengenai tipe-tipe kepribadian
orang.
Di dalam bidang kedokteran pada zaman Yunani kuno, Hippocrates telah melakukan s
uatu usaha penelitian di dalam tipologi kepribadian. Ia menyimpulkan bahwa tempe
ramen (darah, flegma, empedu hitam, empedu kuning) berhubungan dengan kepribadia
n yang mudah terserang berbagai macam penyakit. Ia menyatakan bahwa mereka yang
pendek dan gempal mudah terserang apoplexy dan mereka yang tinggi dan kerempeng
mudah terserang penyakit tuberclosis. Kecuali Galen (130-200 AD) membagi tipe ke
pribadian itu berdasarkan temperamen tersebut menjadi:
1. Sanguine - tipe yang meluap-luap.
2. Flegmatik - tipe lamban.
3. Kolerik - tipe gerak cepat.
4. Melankolik - tipe patah hati.
Sekali pun pembagian tipe kepribadian ini dinilai tidak ilmiah, namun istilah-is
tilah tersebut masih dipakai sampai dengan saat ini. Kemudian Ernst Kretschmer (
1888-1964) dalam bukunya "Physique and Character" membagi kepribadian atau tempr
amen atas 4 tipe:
1. Tipe astenik.
Tipe ini mempunyai ciri kurus, lurus, tubuh lemah, sulit bertumbuh, dan ce
nderung kepada schizophrenia.
2. Tipe atletis.
Ciri-ciri tipe ini, orangnya tinggi, besar, dadanya bidang, kekar, dan pos
tur tubuh yang meruncing ke bawah. Secara kejiwaan, orang ini mempunyai potensi
schizothymic.
3. Tipe piknik.
Tubuhnya cenderung melebar, lembut, gemuk bulat dan berlemak. Kretschmer m
engidentifikasikan tipe dengan cycloid atau manic- depressive, suatu temperamen
yang berubah-ubah, kadang senang, kadang murung.
4. Tipe displastik. Tipe yang lain dari ketiga tipe di atas.
William Sheldon yang menulis buku "The Varieties of Temperament" (1942), j
uga memberi perhatian kepada bentuk tubuh. Ia memusatkan perhatian pada peneliti
annya tentang meticulous yang disebutnya sebagai somatotyping. Sikap dan tingkah
lakunya diduga menyesuaikan diri dengan bentuk tubuhnya. Ia membagi tipe keprib
adian menjadi tiga bagian:
1. Endomorphy.
Dari segi fisik, pencernaannya baik, namun otot-ototnya lemah. Karen
a itu tubuhnya cenderung gemuk. Tipe ini lamban, senang memanjakan tubuhnya, suk
a makan (apalagi kalau bersama kawan- kawan), orangnya mudah dan sangat bersahab
at, dan merasa puas selalu.
2. Mesontorphy.
Orang tipe ini memiliki tubuh yang kekar, langkahnya tegap, senang m
enguasai karena memang dia punya kekuatan, suka terhadap hal-hal yang beresiko b
erbahaya. Ia mempunyai arah yang tegas dan jelas, punya keberanian untuk bertemp
ur. Sifat ekstrovertnya sangat menonjol.
3. Ectomorphy.
Tipe ini ditandai dengan ketenangan. Postur tubuh dan gerak yang kak
u. Perasaannya sangat peka. Sifatnya sangat tertutup.
Pada tahun 1971, C.G. Jung menulis sebuah buku yang berjudul "Psychological Type
s". Ia membagi kepribadian itu atas introvert dan extrovert. Kedua tipe itu dita
ndai dengan sikap seseorang terhadap obyek. Seorang yang introvert pada dasarnya
selalu ingin melarikan diri dari obyek, seakan-akan obyek itu harus dicegah aga
r tidak menguasainya. Sebaliknya, orang yang ekstrovert mempunyai sikap yang pos
itif terhadap obyek. Dialah yang menguasai obyek itu. Kelihatannya pembagian Jun
g itu terlalu sederhana. Tetapi sebetulnya Jung mengklasifikasikan kedua tipe it
u ke dalam delapan subtipe, sehingga terkesan rumit.
1. Tipe pemikir ekstrovert.
Setiap aktivitas orang tipe ini tidak lepas dari kesimpulan- kesimpulan ya
ng bersifat intelektual yang didasarkan pada data obyektif.
2. Tipe perasa ekstrovert.
Orang ini sebelum bertindak, perasaannya itu harus pas dulu. Jung memasukk
an kaum wanita ke dalam tipe ini.
3. Tipe sensasi ekstrovert.
Bagi dia, segala sesuatu harus benar dan berorientasi pada kesenangan yang
konkrit, tidak berlebihan, hukum itu harus dipatuhi. Orang tipe ini tidak memen
tingkan diri sendiri, dan rela berkorban demi kepentingan orang lain.
4. Tipe intuitif ekstrovert.
Orang ini tidak akan ditemukan dalam dunia yang memiliki nilai realitas ya
ng dapat diterima. Ia tidak puas dengan apa yang ada. Ia selalu menyelidiki sesu
atu dan berbuat sesuatu yang baru.
5. Tipe pemikir introvert.
Orang ini terlalu membatasi diri dengan pikiran dan pendapatnya sendiri. I
a bisa berpikir kritis, tetapi sering subyektif.
6. Tipe perasa introvert.
Orangnya tenang, sulit didekati, sukar mengerti dan kurang tanggap terhada
p perasaan orang lain.
7. Tipe sensasi introvert.
Dia selalu berorientasi pada peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan bukan p
ada penilaian yang masuk akal.
8. Tipe intuitif introvert.
Tipe ini sangat senang dengan hal-hal yang berbau mistik, bahkan ia bisa m
enjadi peramal atau seniman yang aneh.
Pembagian Jung ini disempurnakan lebih lanjut oleh Isabel Briggs Myers dalam buk
unya "Gifts Differing". Dia membagi ke delapan tipe Jung menjadi dua sub tipe ya
ng menyangkut penilaian dan pemahaman. Dialah yang menemukan tipe Myers-Briggs y
ang merupakan indikator terhadap pengukuran preferensi kepribadian, kapasitas da
n keterbatasannya. Ia yakin bahwa setiap subtipe itu mempunyai kekuatan. Hal ini
sangat menolong kita sebagai pelayan. Suatu pendekatan yang baru terhadap anali
sa tingkah laku dari tipe kepribadian ini terdapat dalam "The Diagnostic and Sta
tistical Manual III", yang menguraikan 11 gangguan kepribadian yang di kelompokk
an dalam tiga bagian:
Kelompok A: Orang-orang aneh dan eksentrik.
1. Paranoid:
Suatu gangguan kepribadian yang ditandai dengan ciri-ciri khas hipersensit
ivitas, kecurigaan, dan kecenderungan untuk menyalahkan orang lain.
2. Schzoid:
Selalu menjauhkan diri dari orang lain serta memiliki pemikiran yang eksen
trik.
3. Schizotypal: Ciri kepribadian yang terganggu yang ditandai dengan pengucil
an diri dari orang lain serta pikiran-pikiran yang eksentrik (aneh, sinting, keg
ila-gilaan). Mirip schizophrenia, tetapi tidak begitu parah.
Kelompok B: Orang-orang dramatis, emosional dan tak menentu.
1. Anti-sosial:
Ketidakmauan untuk berasosiasi dengan individu-individu lain atau kelompok
-kelompok lain. Sikapnya selalu melawan standar sosial, dan karenanya berbahaya
bagi masyarakat.
2. Borderline:
Orangnya tidak stabil dalam tingkah laku, suasana hati, hubungan dengan or
ang lain, dan konsep diri.
3. Histronie:
Gangguan kepribadian yang ditandai dengan kehebohan, dramatisasi diri, pem
bujukan dan usaha untuk mencari perhatian.
4. Narcisstic:
Ditandai dengan cinta diri yang sering dikaitkan dengan kepuasan erotis. I
a sangat menyayangi tubuhnya, perbuatan dan kemampuannya.
Kelompok C: Ditandai dengan kecemasan, ketakutan dan suka bertingkah.
1. Avoidant:
Cirinya adalah kepekaan yang berlebihan terhadap penolakan orang lain, seh
ingga ia tidak mau berhubungan dengan orang lain, takut kalau ditolak.
2. Dependent:
Sangat kurang percaya diri, sehingga ia cepat menyerahkan diri kepada oran
g lain. Karenanya mereka tidak bisa mengambil keputusan di dalam hidup mereka ta
npa orang lain.
3. Obsessive-compulsive:
Adanya ide (obsesi) yang tegar melekat dan sering tidak dikehendaki diirin
gi dengan perbuatan yang tidak masuk akal. Seseorang akan mencuci tangannya seti
ap lima menit karena takut akan bakteri yang akan membinasakannya. Atau, seorang
yang sebentar-sebentar memeriksa kunci pintu apakah terkunci atau tidak, jangan
-jangan ada maling yang sedang mondar-mandir di halaman rumahnya. Usaha-usaha se
perti itu adalah usaha untuk menghilangkan perasan bersalah.
4. Passive-aggressive:
Ditandai dengan pemberontakan melalui ketidakaktifan dan sikap keras kepal
a.
Erik Erikson
Delapan tahap/fase perkembangan kepribadian menurut Erikson memiliki ciri utama
setiap tahapnya adalah di satu pihak bersifat biologis dan di lain pihak bersifa
t sosial, yang berjalan melalui krisis diantara dua polaritas. Adapun tingkatan
dalam delapan tahap perkembangan yang dilalui oleh setiap manusia menurut Erikso
n adalah sebagai berikut :

Trust vs Mistrust (Kepercayaan vs Kecurigaan)


Tahap ini berlangsung pada masa oral, kira-kira terjadi pada umur 0-1 atau 1 ½ tah
un. Tugas yang harus dijalani pada tahap ini adalah menumbuhkan dan mengembangka
n kepercayaan tanpa harus menekan kemampuan untuk hadirnya suatu ketidakpercayaa
n. Kepercayaan ini akan terbina dengan baik apabila dorongan oralis pada bayi te
rpuaskan, misalnya untuk tidur dengan tenang, menyantap makanan dengan nyaman da
n tepat waktu, serta dapat membuang kotoron (eliminsi) dengan sepuasnya. Oleh se
bab itu, pada tahap ini ibu memiliki peranan yang secara kwalitatif sangat menen
tukan perkembangan kepribadian anaknya yang masih kecil. Apabila seorang ibu bis
a memberikan rasa hangat dan dekat, konsistensi dan kontinuitas kepada bayi mere
ka, maka bayi itu akan mengembangkan perasaan dengan menganggap dunia khususnya
dunia sosial sebagai suatu tempat yang aman untuk didiami, bahwa orang-orang yan
g ada didalamnya dapat dipercaya dan saling menyayangi. Kepuasaan yang dirasakan
oleh seorang bayi terhadap sikap yang diberikan oleh ibunya akan menimbulkan ra
sa aman, dicintai, dan terlindungi. Melalui pengalaman dengan orang dewasa terse
but bayi belajar untuk mengantungkan diri dan percaya kepada mereka. Hasil dari
adanya kepercayaan berupa kemampuan mempercayai lingkungan dan dirinya serta jug
a mempercayai kapasitas tubuhnya dalam berespon secara tepat terhadap lingkungan
nya.

Sebaliknya, jika seorang ibu tidak dapat memberikan kepuasan kepada bayinya, dan
tidak dapat memberikan rasa hangat dan nyaman atau jika ada hal-hal lain yang m
embuat ibunya berpaling dari kebutuhan-kebutuhannya demi memenuhi keinginan mere
ka sendiri, maka bayi akan lebih mengembangkan rasa tidak percaya, dan dia akan
selalu curiga kepada orang lain.
Hal ini jangan dipahami bahwa peran sebagai orangtua harus serba sempurna tanpa
ada kesalahan/cacat. Karena orangtua yang terlalu melindungi anaknya pun akan me
nyebabkan anak punya kecenderungan maladaptif. Erikson menyebut hal ini dengan s
ebutan salah penyesuaian indrawi. Orang yang selalu percaya tidak akan pernah me
mpunyai pemikiran maupun anggapan bahwa orang lain akan berbuat jahat padanya, d
an akan memgunakan seluruh upayanya dalam mempertahankan cara pandang seperti in
i. Dengan kata lain,mereka akan mudah tertipu atau dibohongi. Sebaliknya, hal te
rburuk dapat terjadi apabila pada masa kecilnya sudah merasakan ketidakpuasan ya
ng dapat mengarah pada ketidakpercayaan. Mereka akan berkembang pada arah kecuri
gaan dan merasa terancam terus menerus. Hal ini ditandai dengan munculnya frusta
si, marah, sinis, maupun depresi.

Pada dasarnya setiap manusia pada tahap ini tidak dapat menghindari rasa kepuasa
n namun juga rasa ketidakpuasan yang dapat menumbuhkan kepercayaan dan ketidakpe
rcayaan. Akan tetapi, hal inilah yang akan menjadi dasar kemampuan seseorang pad
a akhirnya untuk dapat menyesuaikan diri dengan baik. Di mana setiap individu pe
rlu mengetahui dan membedakan kapan harus percaya dan kapan harus tidak percaya
dalam menghadapi berbagai tantangan maupun rintangan yang menghadang pada perput
aran roda kehidupan manusia tiap saat.
Adanya perbandingan yang tepat atau apabila keseimbangan antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan terjadi pada tahap ini dapat mengakibatkan tumbuhnya pengharapa
n. Nilai lebih yang akan berkembang di dalam diri anak tersebut yaitu harapan da
n keyakinan yang sangat kuat bahwa kalau segala sesuatu itu tidak berjalan sebag
aimana mestinya, tetapi mereka masih dapat mengolahnya menjadi baik.

Pada aspek lain dalam setiap tahap perkembangan manusia senantiasa berinteraksi
atau saling berhubungan dengan pola-pola tertentu (ritualisasi). Oleh sebab itu,
pada tahap ini bayi pun mengalami ritualisasi di mana hubungan yang terjalin de
ngan ibunya dianggap sebagai sesuatu yang keramat (numinous). Jika hubungan ters
ebut terjalin dengan baik, maka bayi akan mengalami kepuasan dan kesenangan ters
endiri. Selain itu, Alwisol berpendapat bahwa numinous ini pada akhirnya akan me
njadi dasar bagaimana orang menghadapi/berkomunikasi dengan orang lain, dengan p
enuh penerimaan, penghargaan, tanpa ada ancaman dan perasaan takut. Sebaliknya,
apabila dalam hubungan tersebut bayi tidak mendapatkan kasih sayang dari seorang
ibu akan merasa terasing dan terbuang, sehingga dapat terjadi suatu pola kehidu
pan yang lain di mana bayi merasa berinteraksi secara interpersonal atau sendiri
dan dapat menyebabkan adanya idolism (pemujaan). Pemujaan ini dapat diartikan d
alam dua arah yaitu anak akan memuja dirinya sendiri, atau sebaliknya anak akan
memuja orang lain.

Otonomi vs Perasaan Malu dan Ragu-ragu

Pada tahap kedua adalah tahap anus-otot (anal-mascular stages), masa ini biasany
a disebut masa balita yang berlangsung mulai dari usia 18 bulan sampai 3 atau 4
tahun. Tugas yang harus diselesaikan pada masa ini adalah kemandirian (otonomi)
sekaligus dapat memperkecil perasaan malu dan ragu-ragu. Apabila dalam menjalin
suatu relasi antara anak dan orangtuanya terdapat suatu sikap/tindakan yang baik
, maka dapat menghasilkan suatu kemandirian. Namun, sebaliknya jika orang tua da
lam mengasuh anaknya bersikap salah, maka anak dalam perkembangannya akan mengal
ami sikap malu dan ragu-ragu. Dengan kata lain, ketika orang tua dalam mengasuh
anaknya sangat memperhatikan anaknya dalam aspek-aspek tertentu misalnya mengizi
nkan seorang anak yang menginjak usia balita untuk dapat mengeksplorasikan dan m
engubah lingkungannya, anak tersebut akan bisa mengembangkan rasa mandiri atau k
etidaktergantungan. Pada usia ini menurut Erikson bayi mulai belajar untuk mengo
ntrol tubuhnya, sehingga melalui masa ini akan nampak suatu usaha atau perjuanga
n anak terhadap pengalaman-pengalaman baru yang berorientasi pada suatu tindakan
/kegiatan yang dapat menyebabkan adanya sikap untuk mengontrol diri sendiri dan
juga untuk menerima control dari orang lain. Misalnya, saat anak belajar berjala
n, memegang tangan orang lain, memeluk, maupun untuk menyentuh benda-benda lain.

Di lain pihak, anak dalam perkembangannya pun dapat menjadi pemalu dan ragu-ragu
. Jikalau orang tua terlalu membatasi ruang gerak/eksplorasi lingkungan dan kema
ndirian, sehingga anak akan mudah menyerah karena menganggap dirinya tidak mampu
atau tidak seharusnya bertindak sendirian.

Orang tua dalam mengasuh anak pada usia ini tidak perlu mengobarkan keberanian a
nak dan tidak pula harus mematikannya. Dengan kata lain, keseimbanganlah yang di
perlukan di sini. Ada sebuah kalimat yang seringkali menjadi teguran maupun nasi
hat bagi orang tua dalam mengasuh anaknya yakni tegas namun toleran . Makna dalam k
alimat tersebut ternyata benar adanya, karena dengan cara ini anak akan bisa men
gembangkan sikap kontrol diri dan harga diri. Sedikit rasa malu dan ragu-ragu, s
angat diperlukan bahkan memiliki fungsi atau kegunaan tersendiri bagi anak, kare
na tanpa adanya perasaan ini, anak akan berkembang ke arah sikap maladaptif yang
disebut Erikson sebagai impulsiveness (terlalu menuruti kata hati), sebaliknya
apabila seorang anak selalu memiliki perasaan malu dan ragu-ragu juga tidak baik
, karena akan membawa anak pada sikap malignansi yang disebut Erikson compulsive
ness. Sifat inilah yang akan membawa anak selalu menganggap bahwa keberadaan mer
eka selalu bergantung pada apa yang mereka lakukan, karena itu segala sesuatunya
harus dilakukan secara sempurna. Apabila tidak dilakukan dengan sempurna maka m
ereka tidak dapat menghindari suatu kesalahan yang dapat menimbulkan adanya rasa
malu dan ragu-ragu.

Jikalau dapat mengatasi krisis antara kemandirian dengan rasa malu dan ragu-ragu
dapat diatasi atau jika diantara keduanya terdapat keseimbangan, maka nilai pos
itif yang dapat dicapai yaitu adanya suatu kemauan atau kebulatan tekad. Meminja
m kata-kata dari Supratiknya yang menyatakan bahwa kemauan menyebabkan anak secar
a bertahap mampu menerima peraturan hukum dan kewajiban .

Ritualisasi yang dialami oleh anak pada tahap ini yaitu dengan adanya sifat bija
ksana dan legalisme. Melalui tahap ini anak sudah dapat mengembangkan pemahamann
ya untuk dapat menilai mana yang salah dan mana yang benar dari setiap gerak ata
u perilaku orang lain yang disebut sebagai sifat bijaksana. Sedangkan, apabila d
alam pola pengasuhan terdapat penyimpangan maka anak akan memiliki sikap legalis
me yakni merasa puas apabila orang lain dapat dikalahkan dan dirinya berada pada
pihak yang menang sehingga anak akan merasa tidak malu dan ragu-ragu walaupun p
ada penerapannya menurut Alwisol mengarah pada suatu sifat yang negatif yaitu ta
npa ampun, dan tanpa rasa belas kasih.

Inisiatif vs Kesalahan

Tahap ketiga adalah tahap kelamin-lokomotor (genital-locomotor stage) atau yang


biasa disebut tahap bermain. Tahap ini pada suatu periode tertentu saat anak men
ginjak usia 3 sampai 5 atau 6 tahun, dan tugas yang harus diemban seorang anak p
ada masa ini ialah untuk belajar punya gagasan (inisiatif) tanpa banyak terlalu
melakukan kesalahan. Masa-masa bermain merupakan masa di mana seorang anak ingin
belajar dan mampu belajar terhadap tantangan dunia luar, serta mempelajari kema
mpuan-kemampuan baru juga merasa memiliki tujuan. Dikarenakan sikap inisiatif me
rupakan usaha untuk menjadikan sesuatu yang belum nyata menjadi nyata, sehingga
pada usia ini orang tua dapat mengasuh anaknya dengan cara mendorong anak untuk
mewujudkan gagasan dan ide-idenya. Akan tetapi, semuanya akan terbalik apabila t
ujuan dari anak pada masa genital ini mengalami hambatan karena dapat mengembang
kan suatu sifat yang berdampak kurang baik bagi dirinya yaitu merasa berdosa dan
pada klimaksnya mereka seringkali akan merasa bersalah atau malah akan mengemba
ngkan sikap menyalahkan diri sendiri atas apa yang mereka rasakan dan lakukan.

Ketidakpedulian (ruthlessness) merupakan hasil dari maladaptif yang keliru, hal


ini terjadi saat anak memiliki sikap inisiatif yang berlebihan namun juga terlal
u minim. Orang yang memiliki sikap inisiatif sangat pandai mengelolanya, yaitu a
pabila mereka mempunyai suatu rencana baik itu mengenai sekolah, cinta, atau kar
ir mereka tidak peduli terhadap pendapat orang lain dan jika ada yang menghalang
i rencananya apa dan siapa pun yang harus dilewati dan disingkirkan demi mencapa
i tujuannya itu. Akan tetapi bila anak saat berada pada periode mengalami pola a
suh yang salah yang menyebabkan anak selalu merasa bersalah akan mengalami malig
nansi yaitu akan sering berdiam diri (inhibition). Berdiam diri merupakan suatu
sifat yang tidak memperlihatkan suatu usaha untuk mencoba melakukan apa-apa, seh
ingga dengan berbuat seperti itu mereka akan merasa terhindar dari suatu kesalah
an.
Kecenderungan atau krisis antara keduanya dapat diseimbangkan, maka akan lahir s
uatu kemampuan psikososial adalah tujuan (purpose). Selain itu, ritualisasi yang
terjadi pada masa ini adalah masa dramatik dan impersonasi. Dramatik dalam peng
ertiannya dipahami sebagai suatu interaksi yang terjadi pada seorang anak dengan
memakai fantasinya sendiri untuk berperan menjadi seseorang yang berani. Sedang
kan impersonasi dalam pengertiannya adalah suatu fantasi yang dilakukan oleh seo
rang anak namun tidak berdasarkan kepribadiannya. Oleh karena itu, rangakain kat
a yang tepat untuk menggambarkan masa ini pada akhirnya bahwa keberanian, kemamp
uan untuk bertindak tidak terlepas dari kesadaran dan pemahaman mengenai keterba
tasan dan kesalahan yang pernah dilakukan sebelumnya.

Kerajinan vs Inferioritas

Tahap keempat adalah tahap laten yang terjadi pada usia sekolah dasar antara umu
r 6 sampai 12 tahun. Salah satu tugas yang diperlukan dalam tahap ini ialah adal
ah dengan mengembangkan kemampuan bekerja keras dan menghindari perasaan rasa re
ndah diri. Saat anak-anak berada tingkatan ini area sosialnya bertambah luas dar
i lingkungan keluarga merambah sampai ke sekolah, sehingga semua aspek memiliki
peran, misalnya orang tua harus selalu mendorong, guru harus memberi perhatian,
teman harus menerima kehadirannya, dan lain sebagainya.

Tingkatan ini menunjukkan adanya pengembangan anak terhadap rencana yang pada aw
alnya hanya sebuah fantasi semata, namun berkembang seiring bertambahnya usia ba
hwa rencana yang ada harus dapat diwujudkan yaitu untuk dapat berhasil dalam bel
ajar. Anak pada usia ini dituntut untuk dapat merasakan bagaimana rasanya berhas
il, apakah itu di sekolah atau ditempat bermain. Melalui tuntutan tersebut anak
dapat mengembangkan suatu sikap rajin. Berbeda kalau anak tidak dapat meraih suk
ses karena mereka merasa tidak mampu (inferioritas), sehingga anak juga dapat me
ngembangkan sikap rendah diri. Oleh sebab itu, peranan orang tua maupun guru san
gatlah penting untuk memperhatikan apa yang menjadi kebutuhan anak pada usia sep
erti ini. Kegagalan di bangku sekolah yang dialami oleh anak-anak pada umumnya m
enimpa anak-anak yang cenderung lebih banyak bermain bersama teman-teman dari pa
da belajar, dan hal ini tentunya tidak terlepas dari peranan orang tua maupun gu
ru dalam mengontrol mereka. Kecenderungan maladaptif akan tercermin apabila anak
memiliki rasa giat dan rajin terlalu besar yang mana peristiwa ini menurut Erik
son disebut sebagai keahlian sempit. Di sisi lain jika anak kurang memiliki rasa
giat dan rajin maka akan tercermin malignansi yang disebut dengan kelembaman. M
ereka yang mengidap sifat ini oleh Alfred Adler disebut dengan masalah-masalah in
ferioritas . Maksud dari pengertian tersebut yaitu jika seseorang tidak berhasil p
ada usaha pertama, maka jangan mencoba lagi. Usaha yang sangat baik dalam tahap
ini sama seperti tahap-tahap sebelumnya adalah dengan menyeimbangkan kedua karat
eristik yang ada, dengan begitu ada nilai positif yang dapat dipetik dan dikemba
ngkan dalam diri setiap pribadi yakni kompetensi.

Dalam lingkungan yang ada pola perilaku yang dipelajari pun berbeda dari tahap s
ebelumnya, anak diharapkan mampu untuk mengerjakan segala sesuatu dengan memperg
unakan cara maupun metode yang standar, sehingga anak tidak terpaku pada aturan
yang berlaku dan bersifat kaku. Peristiwa tersebut biasanya dikenal dengan istil
ah formal. Sedangkan pada pihak lain jikalau anak mampu mengerjakan segala sesua
tu dengan mempergunakan cara atau metode yang sesuai dengan aturan yang ditentuk
an untuk memperoleh hasil yang sempurna, maka anak akan memiliki sikap kaku dan
hidupnya sangat terpaku pada aturan yang berlaku. Hal inilah yang dapat menyebab
kan relasi dengan orang lain menjadi terhambat. Peristiwa ini biasanya dikenal d
engan istilah formalism.
Identitas vs Kekacauan Identitas

Tahap kelima merupakan tahap adolesen (remaja), yang dimulai pada saat masa pube
r dan berakhir pada usia 18 atau 20 tahun. Pencapaian identitas pribadi dan meng
hindari peran ganda merupakan bagian dari tugas yang harus dilakukan dalam tahap
ini. Menurut Erikson masa ini merupakan masa yang mempunyai peranan penting, ka
rena melalui tahap ini orang harus mencapai tingkat identitas ego, dalam pengert
iannya identitas pribadi berarti mengetahui siapa dirinya dan bagaimana cara ses
eorang terjun ke tengah masyarakat. Lingkungan dalam tahap ini semakin luas tida
k hanya berada dalam area keluarga, sekolah namun dengan masyarakat yang ada dal
am lingkungannya. Masa pubertas terjadi pada tahap ini, kalau pada tahap sebelum
nya seseorang dapat menapakinya dengan baik maka segenap identifikasi di masa ka
nak-kanak diintrogasikan dengan peranan sosial secara aku, sehingga pada tahap i
ni mereka sudah dapat melihat dan mengembangkan suatu sikap yang baik dalam segi
kecocokan antara isi dan dirinya bagi orang lain, selain itu juga anak pada jen
jang ini dapat merasakan bahwa mereka sudah menjadi bagian dalam kehidupan orang
lain. Semuanya itu terjadi karena mereka sudah dapat menemukan siapakah dirinya
. Identitas ego merupakan kulminasi nilai-nilai ego sebelumnya yang merupakan eg
o sintesis. Dalam arti kata yang lain pencarian identitas ego telah dijalani sej
ak berada dalam tahap pertama/bayi sampai seseorang berada pada tahap terakhir/t
ua. Oleh karena itu, salah satu point yang perlu diperhatikan yaitu apabila taha
p-tahap sebelumnya berjalan kurang lancar atau tidak berlangsung secara baik, di
sebabkan anak tidak mengetahui dan memahami siapa dirinya yang sebenarnya diteng
ah-tengah pergaulan dan struktur sosialnya, inilah yang disebut dengan identity
confusion atau kekacauan identitas.

Akan tetapi di sisi lain jika kecenderungan identitas ego lebih kuat dibandingka
n dengan kekacauan identitas, maka mereka tidak menyisakan sedikit ruang toleran
si terhadap masyarakat yang bersama hidup dalam lingkungannya. Erikson menyebut
maladaptif ini dengan sebutan fanatisisme. Orang yang berada dalam sifat fanatis
isme ini menganggap bahwa pemikiran, cara maupun jalannyalah yang terbaik. Sebal
iknya, jika kekacauan identitas lebih kuat dibandingkan dengan identitas ego mak
a Erikson menyebut malignansi ini dengan sebutan pengingkaran. Orang yang memili
ki sifat ini mengingkari keanggotaannya di dunia orang dewasa atau masyarakat ak
ibatnya mereka akan mencari identitas di tempat lain yang merupakan bagian dari
kelompok yang menyingkir dari tuntutan sosial yang mengikat serta mau menerima d
an mengakui mereka sebagai bagian dalam kelompoknya.

Kesetiaan akan diperoleh sebagi nilai positif yang dapat dipetik dalam tahap ini
, jikalau antara identitas ego dan kekacauan identitas dapat berlangsung secara
seimbang, yang mana kesetiaan memiliki makna tersendiri yaitu kemampuan hidup be
rdasarkan standar yang berlaku di tengah masyarakat terlepas dari segala kekuran
gan, kelemahan, dan ketidakkonsistennya. Ritualisasi yang nampak dalam tahap ado
lesen ini dapat menumbuhkan ediologi dan totalisme.

Keintiman vs Isolasi

Tahap pertama hingga tahap kelima sudah dilalui, maka setiap individu akan memas
uki jenjang berikutnya yaitu pada masa dewasa awal yang berusia sekitar 20-30 ta
hun. Jenjang ini menurut Erikson adalah ingin mencapai kedekatan dengan orang la
in dan berusaha menghindar dari sikap menyendiri. Periode diperlihatkan dengan a
danya hubungan spesial dengan orang lain yang biasanya disebut dengan istilah pa
caran guna memperlihatkan dan mencapai kelekatan dan kedekatan dengan orang lain
. Di mana muatan pemahaman dalam kedekatan dengan orang lain mengandung arti ada
nya kerja sama yang terjalin dengan orang lain. Akan tetapi, peristiwa ini akan
memiliki pengaruh yang berbeda apabila seseorang dalam tahap ini tidak mempunyai
kemampuan untuk menjalin relasi dengan orang lain secara baik sehingga akan tum
buh sifat merasa terisolasi. Erikson menyebut adanya kecenderungan maladaptif ya
ng muncul dalam periode ini ialah rasa cuek, di mana seseorang sudah merasa terl
alu bebas, sehingga mereka dapat berbuat sesuka hati tanpa memperdulikan dan mer
asa tergantung pada segala bentuk hubungan misalnya dalam hubungan dengan sahaba
t, tetangga, bahkan dengan orang yang kita cintai/kekasih sekalipun. Sementara d
ari segi lain/malignansi Erikson menyebutnya dengan keterkucilan, yaitu kecender
ungan orang untuk mengisolasi/menutup diri sendiri dari cinta, persahabatan dan
masyarakat, selain itu dapat juga muncul rasa benci dan dendam sebagai bentuk da
ri kesendirian dan kesepian yang dirasakan.

Oleh sebab itu, kecenderungan antara keintiman dan isoalasi harus berjalan denga
n seimbang guna memperoleh nilai yang positif yaitu cinta. Dalam konteks teoriny
a, cinta berarti kemampuan untuk mengenyampingkan segala bentuk perbedaan dan ke
angkuhan lewat rasa saling membutuhkan. Wilayah cinta yang dimaksudkan di sini t
idak hanya mencakup hubungan dengan kekasih namun juga hubungan dengan orang tua
, tetangga, sahabat, dan lain-lain.

Ritualisasi yang terjadi pada tahan ini yaitu adanya afiliasi dan elitisme. Afil
isiasi menunjukkan suatu sikap yang baik dengan mencerminkan sikap untuk mempert
ahankan cinta yang dibangun dengan sahabat, kekasih, dan lain-lain. Sedangkan el
itisme menunjukkan sikap yang kurang terbuka dan selalu menaruh curiga terhadap
orang lain.

Generativitas vs Stagnasi

Masa dewasa (dewasa tengah) berada pada posisi ke tujuh, dan ditempati oleh oran
g-orang yang berusia sekitar 30 sampai 60 tahun. Apabila pada tahap pertama samp
ai dengan tahap ke enam terdapat tugas untuk dicapai, demikian pula pada masa in
i dan salah satu tugas untuk dicapai ialah dapat mengabdikan diri guna keseimban
gan antara sifat melahirkan sesuatu (generativitas) dengan tidak berbuat apa-apa
(stagnasi). Generativitas adalah perluasan cinta ke masa depan. Sifat ini adala
h kepedulian terhadap generasi yang akan datang. Melalui generativitas akan dapa
t dicerminkan sikap memperdulikan orang lain. Pemahaman ini sangat jauh berbeda
dengan arti kata stagnasi yaitu pemujaan terhadap diri sendiri dan sikap yang da
pat digambarkan dalam stagnasi ini adalah tidak perduli terhadap siapapun.

Maladaptif yang kuat akan menimbulkan sikap terlalu peduli, sehingga mereka tida
k punya waktu untuk mengurus diri sendiri. Selain itu malignansi yang ada adalah
penolakan, di mana seseorang tidak dapat berperan secara baik dalam lingkungan
kehidupannya akibat dari semua itu kehadirannya ditengah-tengah area kehiduannya
kurang mendapat sambutan yang baik.

Harapan yang ingin dicapai pada masa ini yaitu terjadinya keseimbangan antara ge
nerativitas dan stagnansi guna mendapatkan nilai positif yang dapat dipetik yait
u kepedulian. Ritualisasi dalam tahap ini meliputi generasional dan otoritisme.
Generasional ialah suatu interaksi/hubungan yang terjalin secara baik dan menyen
angkan antara orang-orang yang berada pada usia dewasa dengan para penerusnya. S
edangkan otoritisme yaitu apabila orang dewasa merasa memiliki kemampuan yang le
bih berdasarkan pengalaman yang mereka alami serta memberikan segala peraturan y
ang ada untuk dilaksanakan secara memaksa, sehingga hubungan diantara orang dewa
sa dan penerusnya tidak akan berlangsung dengan baik dan menyenangkan.
Integritas vs Keputusasaan
Tahap terakhir dalam teorinya Erikson disebut tahap usia senja yang diduduki ole
h orang-orang yang berusia sekitar 60 atau 65 ke atas. Dalam teori Erikson, oran
g yang sampai pada tahap ini berarti sudah cukup berhasil melewati tahap-tahap s
ebelumnya dan yang menjadi tugas pada usia senja ini adalah integritas dan berup
aya menghilangkan putus asa dan kekecewaan. Tahap ini merupakan tahap yang sulit
dilewati menurut pemandangan sebagian orang dikarenakan mereka sudah merasa ter
asing dari lingkungan kehidupannya, karena orang pada usia senja dianggap tidak
dapat berbuat apa-apa lagi atau tidak berguna. Kesulitan tersebut dapat diatasi
jika di dalam diri orang yang berada pada tahap paling tinggi dalam teori Erikso
n terdapat integritas yang memiliki arti tersendiri yakni menerima hidup dan ole
h karena itu juga berarti menerima akhir dari hidup itu sendiri. Namun, sikap in
i akan bertolak belakang jika didalam diri mereka tidak terdapat integritas yang
mana sikap terhadap datangnya kecemasan akan terlihat. Kecenderungan terjadinya
integritas lebih kuat dibandingkan dengan kecemasan dapat menyebabkan maladapti
f yang biasa disebut Erikson berandai-andai, sementara mereka tidak mau menghada
pi kesulitan dan kenyataan di masa tua. Sebaliknya, jika kecenderungan kecemasan
lebih kuat dibandingkan dengan integritas maupun secara malignansi yang disebut
dengan sikap menggerutu, yang diartikan Erikson sebagai sikap sumaph serapah da
n menyesali kehidupan sendiri.

Oleh karena itu, keseimbangan antara integritas dan kecemasan itulah yang ingin
dicapai dalam masa usia senja guna memperoleh suatu sikap kebijaksanaan.

PENUTUP
Pada dasarnya pusat dari perumusan konsep Erikson meliputi beberapa bagian yang
dianggap memiliki aspek penting seiring berjalannya roda dalam kehidupan manusia
yaitu :
1. Identitas ego yang menurut Erikson berarti bahwa perkembangan setiap indiv
idu adalah di dalam kerangka lingkungan dan budaya di mana setiap individu dapat
menemukan dirinya yang sebenarnya.
2. Langkah-langkah guna mengembangkan psikososial yang epigenetik. Pada awaln
ya teori Erikson bermula dari teori Freud mengenai psikoseksual namun kemudian d
ikembangkan oleh Erikson ke luar dari pendapat tersebut dengan mempertimbangkan
perkembangan ego dalam konteks psikososial.
3. Perkembangan hidup manusia pada dasarnya berawal atau beredar dari masa ba
yi sampai masa usia senja/tua sesuai dengan delapan tahap perkembangan yang dike
mukakan oleh Erikson.
4. Kekuatan ego, yang menandai masing-masing delapan langkah-langkah perkemba
ngan manusia adalah kebaikan seperti harapan, akan tujuan dan kebijaksanaan (Chr
istopher F.Monte, Beneath The Mask an Introduction of Theories of Personality).
Sigmund Freud
B. Teori Kepribadian
Dalam mencoba memahami sistem kepribadian manusia, Frued membangun model kepriba
dian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik
dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu.
Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan.
Tiga sistem tersebut adalah id, ego dan superego. Meskipun memiliki ciri-ciri, p
rinsip kerja, fungsi dan sifat yang berbeda, ketiga sistem ini merupakan satu ti
m yang saling bekerja sama dalam memengaruhi prilaku manusia.
Id adalah komponen kepribadian yang berisi impuls agresif dan libinal, dimana si
stem kerjanya dengan prinsip kesenangan pleasure principle , mencari pemuasan seger
a impuls biologi..
Ego adalah bagian kepribadian yang bertugas sebagai pelaksana, dimana sistem ker
janya pada dunia luar untuk menilai realita, menunda pemuasan sampai bisa dicapa
i dengan cara diterima masyarakat dan berhubungan dengan dunia dalam untuk menga
tur dorongan-dorongan id agar tidak melanggar nilai-nilai superego.
Superego adalah bagian moral dari kepribadian manusia, karena ia merupakan filte
r dari sensor baik- buruk, salah- benar, boleh- tidak (hati nurani;suara hati) s
esuatu yang dilakukan oleh dorongan ego. Jadi, jelas bahwa dalam dalam teori psi
koanalisis Frued, ego ini harus menghadapi konflik antara id ( yang berisi nalur
i, seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan).
Menurut S. Hall dan Lindzey, dalam Sumadi Suryabarata, cara kerja masing-masing
struktur dalam pembentukan kepribadian adalah: (1) apabila rasa id-nya menguasai
sebahagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bertindak primitif, im
plusif dan agresif dan ia akan mengubar impuls-impuls primitifnya, (2) apabila r
asa ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya bertinda
k dengan cara-cara yang realistik, logis, dan rasional, dan (3) apabila rasa sup
er ego-nya menguasai sebagian besar energi psikis itu, maka pribadinya akan bert
indak pada hal-hal yang bersifat moralitas, mengejar hal-hal yang sempurna yang
kadang-kadang irrasional. Jadi untuk lebih jelasnya sistem kerja ketiga struktur
kepribadian manusia tersebut adalah:
Pertama, Id merupakan sistem kepribadian yang orisinil, dimana ketika manusia it
u dilahirkan ia hanya memiliki Id saja, karena ia merupakan sumber utama dari en
ergi psikis dan tempat timbulnya instink. Id tidak memiliki organisasi, buta, da
n banyak tuntutan dengan selalu memaksakan kehendaknya. Seperti yang ditegaskan
oleh A. Supratika, bahwa aktivitas Id dikendalikan oleh prinsip kenikmatan dan p
roses primer.
Kedua, Ego mengadakan kontak dengan dunia realitas yang ada di luar dirinya. Di
sini ego berperan sebagai eksekutif yang memerintah, mengatur dan mengendalikan ke
pribadian, sehingga prosesnya persis seperti polisi lalulintas yang selalu mengont
rol jalannya id, super- ego dan dunia luar. Ia bertindak sebagai penengah antara
instink dengan dunia di sekelilingnya. Ego ini muncul disebabkan oleh kebutuhan
-kebutuhan dari suatu organisme, seperti manusia lapar butuh makan. Jadi lapar a
dalah kerja Id dan yang memutuskan untuk mencari dan mendapatkan serta melaksana
kan itu adalah kerja ego.
Sedangkan yang ketiga, superego adalah yang memegang keadilan atau sebagai filte
r dari kedua sistem kepribadian, sehingga tahu benar-salah, baik-buruk, boleh-ti
dak dan sebagainya. Di sini superego bertindak sebagai sesuatu yang ideal, yang
sesuai dengan norma-norma moral masyarakat.

You might also like