You are on page 1of 22

PAPER BIOREMEDIASI

BM-4104

State of The Art pada Teknik Bioremediasi

Nama: Audra Ligafinza

NIM : 15307110

Dosen Pembimbing: Sri Harjati

PROGRAM STUDI MIKROBIOLOGI

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2009
PENDAHULUAN
Lingkungan adalah bagian dari alam yang mengelilingi dan dapat mempengaruhi sistem.
Sistem dan lingkungannya adalah alam semesta. Masalah lingkungan adalah masalah yang
penting untuk dibicarakan, karena menyangkut kesehatan dan kesejahteraan makhluk hidup yang
tinggal di dalamnya dan di sekitarnya.

Salah satu masalah lingkungan yang banyak terjadi adalah pencemaran. Berbagai
aktivitas manusia seperti perindustrian dan pertambangan kerap menghasilkan polutan yang
kemudian akan mencemari lingkungan di sekitarnya terutama tanah dan air. Polutan adalah suatu
senyawa yang ada dalam jumlah (konsentrasi) yang lebih besar daripada konsentrasi alamiah
akibat aktivitas manusia dan senyawa tersebut dapat merusak lingkungannya atau menurunkan
nilai lingkungannya (Diktat Kuliah Kimia Lingkungan TL-215). Untuk itu, diperlukan suatu
teknik yang dapat mengembalikan keadaan lingkungan seperti semula dan menghilangkan
polutan yang dikenal dengan Teknik Bioremediasi.

Teknik bioremediasi merupakan teknik yang menggunakan suatu proses biodegradatif


untuk menghilangkan atau mengurangi kadar polutan pada lingkungan yang tercemar, pada
kasus ini umumnya polutan mencemari tanah, air, atau sedimen. Bioremediasi bisa diaplikasikan
dalam banyak cara. Litchfield (1991) memberikan lima pendekatan yang dapat dilakukan pada
teknik bioremediasi, yaitu : bioreactor atas tanah (aboveground bioreactors), solid phase
treatment, composting, landfarming, dan in situ treatment.

Penggunaan bioremediasi dalam pengolahan limbah berbahaya adalah konsep yang


relatif baru, namun konsep ini cenderung berkembang dengan baik dalam bidang pengelolaan
lingkungan hidup. Hal ini menunjukkan konsistensi untuk menerapkan state of the art dari
teknologi bioremediasi. State of the art merupakan istilah yang menunjukkan pencapaian
tertinggi dari sebuah teknologi. State of the art pada teknik bioremediasi telah berkembang
dengan pesat seiring dengan peningkatan aktivitas manusia yang mencemari lingkungan.

Pada paper ini akan dibahas kajian literatur mengenai State of the art pada teknik
bioremediasi untuk berbagai polutan.
BAB I

Dasar – Dasar Bioremediasi

 Definisi Bioremediasi

Bioremediasi adalah Teknologi yang digunakan untuk mempercepat proses alami


degradasi limbah dan daur ulang

 Jenis – Jenis Kontaminan

Kontaminan yang paling sering memasuki tanah berasal dari kebocoran tangki
penyimpanan di bawah tanah (USTs) atau Underground Storage Tanks, landfill, dan
waste disposal ponds.

Tabel 1, Klasifikasi Kontaminan yang berasal dari tanah dan air tanah

Jenis senyawa Lokasi Mobilitas Efek Toksik


Agricultural Lahan pertanian, Umumnya lambat Kanker
Chemicals Chemical
Distributor
Gasoline dan Diesel Tempat penyulingan Lambat hingga Karsinogenik,
sedang mengandung bahan –
bahan pembentuk
molekul minyak
Cat Landfill di perkotaan Sedang hingga Racun dari logam
tinggi berat, kerusakan pada
sistem syaraf
Pelarut Peralatan elektronik Sedang hingga Karsinogen,
tinggi kerusakan syaraf
Polyaromatik Coal Gas Rendah hingga Sejumlah besar PAH
Hidrokarbons tinggi sudah terkenal
(PAHs) karsinogenik
PCBs Transfor elektrik Rendah Kanker
Dioksin Emisi alat Rendah Tumor
transportasi,
Pembakaran Sampah

 Sistem dan Proses Bioremediasi

 In Situ Treatment

a. Land Treatment

In Situ Land Treatment merupakan suatu teknik pengelolaan dan pembuangan


yang meliputi :

1. penyaluran limbah, lumpur, atau tanah yang tercemar ke


permukaan tanah tidak tercemar di sebuah situs dan kemudian
mengolah bahan-bahan yang diberikan ke permukaan tanah

2. tanah yang dikerjakan merpakan permukaan tanah yang


terkontaminasi

Land treatment bekerja dengan memanfaatkan perlakuan tanah


pada apasitas asimilatif alam tanah untuk membusuk dan berisi materi
yang terkontaminasi di permukaan lapisan tanah.

Kegiatan persiapan tempat bervariasi sesuai dengan karakteristik lokasi.


Pohon dan batu-batu mungkin harus dihapus, drainase selokan mungkin
diperlukan untuk mencegah limpasan, pH tanah mungkin memerlukan
penyesuaian, atau situs mungkin harus berkontur, atau bertingkat.

Konsentrasi total hidrokarbon minyak bumi dapat dikurangi 90-99%


dengan Land Treatment. Spesifik kontaminan organik juga terdegradasi.
Senyawa dengan kelarutan berair lebih tinggi relatif lebih pendek
dibandingkan waktu paruh senyawa kurang larut (kelarutan rendah).

a. Bioventing
Bioventing adalah penggunaan induksi gerakan udara melalui
tanah tak jenuh, dengan atau tanpa nutrient. Selain itu, untuk
merangsang mikroorganisme asli untuk mengkonversi organik
kontaminan, seperti hidrokarbon minyak bumi, menjadi zat yang
tidak terlalu berbahaya, terutama menjadi karbon dioksida dan air.

Bioventing memiliki potensi untuk menjadi metode perbaikan


biaya rendah karena dapat mengurangi kebutuhan untuk
perawatan.

b. Air Sparging in the Unsaturated Zone

Sparging udara adalah sarana untuk memperkenalkan udara ke


dalam zona jenuh untuk mentransfer senyawa volatil ke zona tak
jenuh, udara sparging melibatkan penggunaan injeksi udara tinggi
bunga dan / atau dekat dengan spasi sumur injeksi untuk
mentransfer senyawa volatil ke zona tak jenuh lebih cepat daripada
yang dapat terbiodegradasi dalam zona jenuh.

c. Liquid Delivery Systems

Liquid Delivery Systems digunakan untuk kontaminan yang


berada pada zona jenuh. Prosesnya hampir sama dengan treatmen
konvensional pada air buangan, yaiut adanya penambahan
inorganic nutrien untuk memperbanyak kontaminan yang
terdegradasi. Yang berbeda adalah pada pengolahan air limbah,
yang berlangsung dalam kondisi yang terkendali di bioreactor
bawah, in situ treatment dilakukan di bawah permukaan oleh
mikroorganisme yang secara alamiah terdapat di sana.

Teknik Liquid delivery ini banyak digunakan untuk lahan yang


terkontaminasi oleh hidrokarbon yang berasal dari minyak.

Sistem delivery (terdiri dari sumur atau parit) dirancang untuk


mengedarkan jumlah nutrisi dan oxgen yang memadai melalui
zona kontaminasi untuk memaksimalkan biodegradasi pencemar.
Injeksi sumur atau parit, di mana pada saat ini nutrisi dan oksigen
yang ditambahkan, ditempatkan di dalam atau dekat dengan daerah
yang terkontaminasi. Pengambilan air bawah tanah sumur atau
parit mungkin disertakan. Tanah yang dihasilkan diekstrak, dirawat
di permukaan jika perlu, dan kemudian dibuang atau diubah
dengan nutrisi dan resirkulasi. Sistem resirkulasi dirancang untuk
mengisolasi area target secara hidraulika dan meminimalkan
kontaminan migrasi keluar dari zona perawatan.

d. Air Sparging in the Saturated Zone 2

Air spraging di zona jenuh mempunyai dua tujuan: menyediakan


oksigen, yang bertindak sebagai akseptor elektron untuk
biodegradasi dalam akifer dan zona tak jenuh, dan secara fisik
mudah menguap zat transfer ke zona tak jenuh untuk ditangkap
oleh sebuah in situ sistem pemulihan uap. Oksigen terlarut
didistribusikan melalui aquifier oleh gerakan gelembung udara,
difusi, dan gerakan tanah.

 Ex Situ Treatment

Teknologi Bioremediasi ex situ merupakan sistem bioremediasi di mana limbah


yang telah dihapus dari titik asal diolah dalam bioreactor tertutup atau terbuka.
Cairan, padatan, dan uap dapat diolah dengan Ex situ treatment.

 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Proses Bioremediasi

a. Faktor Lingkungan : pH , suhu udara, keberadaan nutrient, oksigen dan


kelembaban
b. Faktor Fisis : Keberadaan kontaminan, ketersediaan air, supply akseptor
electron seperti oksigen

c. Faktor Kimia : Kelarutan, dan Derajat Kejenuhan Zat / Kontaminan

BAB II

State of The Art Teknologi Bioremediasi

 Bioremediasi pada Polutan yang Berasal dari Minyak Bumi

Selama ini permintaan terhadap minyak bumi sebagai sumber energi dan sebagai
bahan baku utama bagi industri kimia telah mengakibatkan peningkatan produksi dunia
untuk sekitar 3500 juta metrik ton per tahun (Energy Information Administration, 1992).
Telah diperkirakan bahwa sekitar 0,1%, 35 juta ton, memasuki laut per tahun (Dewan
Riset Nasional, 1985), (Ronald and Don L. Crawford, 1996:100). Meskipun tumpahan
minyak mentah besar berikut kecelakaan kapal tanker merupakan kecelakaan yang paling
umum, kecelakaan tersebut hanya mewakili sebagian kecil, sekitar satu juta ton, dari total
input kontaminan yang berasal dari minyak bumi. Sebagai perbandingan, minyak
masukan ke laut dari sumber-sumber alam, terutama minyak yang merembes, adalah
sekitar 0,5 juta ton per tahun. Sumber utama pencemaran minyak adalah industry,
runoffs, kebocoran pada pipa dan tangki penyimpanan, dan pembuangan pemberat dan
lambung kapal limbah.

Hal – hal di atas menyebabkan toksisitas hidrokarbon minyak bumi untuk


mikroorganisme, tanaman, hewan, dan manusia. Faktanya, banyak bioassays untuk
polutan minyak bumi yang telah dikembangkan tergantung pada konsentrasi rendah (5-
100mg / l) atau minyak mentah fraksi minyak membunuh atau menghambat pertumbuhan
remaja microalgae dan bentuk-bentuk binatang laut.

Fraksi dari minyak bumi berupa polycyclic hidrokarbon aromatik (PAH) beracun
dan menjadi prioritas pada daftar polutan oleh EPA (Environmental Protection Agency).
Pada intinya, pollutan dari minyak bumi di tanah ataupun laut dapat menyebabkan
gangguan kesehatan dan mengkontaminasi sumber air.

a. Prinsip Mikrobiologi Hidrokarbon

Penggunaan hidrokarbon sebagai substrat untuk pertumbuhan bakteri.

Tabel 2. Kriteria Biodegradasi Polutan Minyak Bumi

No Kriteria
1 Mikroorganisme mempunyai:
1. Enzim hydrocarbon-oksidasi
2. Kemampuan mengikat hydrocarbon
3. Mampu memproduksi emulsi
4. Mekanisme desorpsi dari hydrocarbon
2 Air
3 Oksigen
4 Phosphorus
5 Sumber nitrogen yang dapat dimanfaatkan

Distribusi hydrocarbon dan Mikoorganisme


Pengembangan bakteri hidrokarbon- oxidizing dalam lingkungan
alam telah dilakukan melihat adanya kemungkinan memanfaatkan potensi
biodegradasi bakteri tersebut untuk treatment tumpahan minyak. Karena
minyak mentah dan olahan yang diangkut dalam jarak jauh dan
dikonsumsi berada dalam jumlah besar, maka hidrokarbon kini telah
menjadi penting sebagai substrat yang potensial untuk oksidasi mikroba.
Rasio dari pemanfaatan hidrokarbon dan total bakteri heterotropik
merupakan indicator adanya kontaminasi dari gasoline. Berdasarkan
beberapa studi yang telah dilakukan di American Society for
Microbiology dapat disimpulkan keberadaan hidrokarbon di lingkungan
dapat memperkaya in situ untuk mikroorganisme yang menggunakan
hidrokarbon.

Degradasi Hidrokarbon: Spesifisitas Metabolis

Kemampuan untuk mendegradasi hidrokarbon dimiliki oleh


berbagai varietas bakteri dan jamur (fungi). Spesifikasi dari proses
pendegradasian tersebut dapat ditingkatkan, tergantung kepada potensi
generic dari mikroorganisme tersebut untuk mengenalkan molekul oksigen
pada hidrokarbon, dan dengan sedikit reaksi, menghasilkan intermediate
produk yang akan memasuki proses katabolisme mikroorganisme tersebut.
Kapasitas genetik spesifik terlihat dari spesifikasi substrat hidrokarbon
yaitu sumber karbonnya untuk mempengaruhi berbagai aktivitas enzim
yang diperlukan untuk biodegradasi.

• Alkana :

Mengoksidasi n-paraffins melalui oksidasi terminal


alkohol, aldehid dan asam lemak (Ronald and Don L. Crawford,
1996:103).

• Aromatics :
Baik mikroorganisme prokariotik maupun eukariotik
mempunya enzim yang dapay mengoksidasi hidrokarbon aromatic
dari single ring (benzenm toluene, dan xylene) menjadi polycyclic
aromatic (PCAs) seperti naphtalane, anthracene, phenanthrene, dan
lain – lain.

Bakteri cenderung mengoksidasi senyawa aromatic dengan


memisahkan kedua atom dari molekul oksigen menjadi substrat
aromatic membentuk cis-dihydrodiol. Fungi dan mikroorganisme
eukariotik lainnya mengoksidasi hidrokarbon aromatic dengan
sitokrom P-450 sistem monooksigen, menjadi trans-dihydrodiols.
Produk intermediate yang terbentuk adalah arene oxide yang
beracun, mutagenic, dan karsinogenik.

Aromatik substitusi seperti toluene,bisa dioksidasi oleh


bakteri dengan gugus metal membentuk asam benzoate, atau cincin
aromatic yang kemuadian akan berubah menjadi dihydrodiol
tersubstitusi. Asam benzoate diubah menjadi catechol dan diol
tersubstitusi diubah menjadi 3-methylcatechol.

b. Genetik

Interaksi fisik antara Mikroorganisme dengan Hydrokarbon:

Kadar hydrocarbon yang rendah dalam air , dihubungkan dengan


fakta langkah pertama pendegradasian hidrokarbon adalah oksigenasi
ikatan membrane, akan membuat bakteri berkontak langsung dengan
substrat hidrokarbon. Ada 2 reaksi yang dapat memperbesar kontak antara
bakteri dan hidrokarbon tak larut dalam air, yaitu adhesi/desorpsi dan
emulsifikasi hidrokarbon.

Adhesi merupakan langkah pertama dari siklus pertumbuhan


mikroorganisme pada hidrokarbon tidak larut di air. Adhesi terjadi karena
reaksi hidrofobik. Deskripsi dari hydrokarbon adalah bagian penting dari
pertumbuhan bakteri pendegradasi minyak. Minyak adalah campuran
ribuan molekul hidrokarbon. Bakteri tertentu hanya mampu mendegradasi
sebagian dari molekul minyak tersebut. Seiring dengan pembelahan
bakteri yang akna menambah jumlah bakteri tesebut, jumlah nonutizable
hidrokarbon meningkat sampai sel bakeri tumbuh maksimum.

Emulsifier. Pada sistem yang heterogen, diperlukan adanya batasan


untuk menjaga sistem secara utuh. Tidak mengherankan apabila pada
sistem yang heterogen mikroorganisme memproduksi beragam surface-
active agents. Perolehan surfaktan akibat dari aktivitas mikroba dapat
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu untuk produk dengan berat molekul
rendah dan produk dengan berat molekul tinggi.

Tabel 3. Mikroba Surfaktan

Emulsifier Contoh Spesies yang Memproduksi


Berat Molekul
Rendah:
Glikolipid Trehalose mycolate Rhodococcus
Sophorolipid Torulopsis
Rhamnolipid Pseudomonas
Asam Lemak 2-hydroxy-octadecanoicacid Tersebar (Banyak)
Corynomycolic acid Corynebacterium
Phospholipid ethanolalamine Tersebar (Banyak)
Lipopeptida Surfactin B.subtilis
Arthrofactin Arthrobacer
Surfaktan BL-86 B.litchenformis
Berat Molekul
Tinggi
Lipid-Polisakarida Emulsan A.calcoacetius RAG-1
Lipomannaan C. tropicalis
Protein-Polisakarida Emulsan BD4 A.calcoacetiusBD4
Liposan C.lypolytica
Emulcyan Phormidium
Protein Protein PA P.aeroginesa
Protein-lipid Emulsifier PG-1 Pseudomonas PG-1
AP-6 P-fluorescens
Emulsi dilakukan dengan dua mekanisme, yaitu :

(1) Menigkatkan area permukaan hidrokarbon

(2) Memakai bakteri yang berasal dari tetesan minyak yang telah
digunakan

Pertumbuhan mikroorganisme pada hydrocarbon atau water-


interface terjadi karena oksigenasi hidrokarbon selalu terjadi pada
membran-terikat, tidak pernah ekstraselular. Setelah bakteri menempel
pada permukaan hidrokarbon, mereka mulai berkembang biak di
permukaan. Dalam waktu yang singkat, permukaan menjadi jenuh dengan
bakteri, dan pertumbuhan dibatasi oleh permukaan yang tersedia. Jika
bakteri dapat membelah tetesan minyak (emulsification), permukaan
tumbuh yang baru dapat tersedia kembali untuk pertumbuhan bakteri.

Hal yang sangat penting adalah desorpsi (pengambilan kembali)


emulsifier untuk memproduksi mikroorganisme dari tetesan minyak yang
telah digunakan. A. calcoalcetious RAG-1 tumbuh di permukaan minyak
mentah di air laut. Selama fase pertumbuhan, bakteri berkembang biak
dengan mengorbankan n-alkana, emulsan terakumulasi dalam bentuk yang
minicapsule (sangat kecil) .Setelah alkana dalam tetesan minyak
dikonsumsi, RAG-1 menjadi kelaparan, walaupun masih melekat pada
hidrokarbon yang kaya akan aromatik dan siklus paraffins. Kekurangan
RAG-1 menyebabkan pelepasan minicapsule dari emulsan. Kemudian
terbentuklah polimer emulsans film di n-alkana-tetesan minyak habis,
sehingga terjadi desorbing(penyerapan kembali) sel yang kelaparan.
Akibatnya,terjadi pembebasan emulsifier sel untuk menemukan substrat
segar. Pada saat yang sama, tetesan minyak yang telah habis 'ditandai'
dengan penggunaan permukaan luar hidrofilik di mana RAG-1 tidak dapat
melekat. Mikroorganisme lain yang dapat menempel pada permukaan
hidrofilik dan menurunkan hidrokarbon siklik aromatic-lah yang akan
melanjutkan proses biodegradasi minyak bumi.
Sebuah agen emulsifying atau dispersing tidak hanya
menyebabkan penurunan rata-rata ukuran partikel, tetapi juga mengubah
sifat permukaan partikel dalam cara mendasar. Sebagai contoh, tetesan
minyak mengikat uranium dalam jumlah besar. Biasanya, 0,1-1,0% dari
polimer bioemulsifier atau biodispersant cukup untuk membasahkan
permukaan bahan tterdispersi. Dengan demikian, jumlah kecil dari suatu
dispersant dapat mengubah secara dramatis sifat permukaan material
seperti biaya permukaannya, hydrophobicity dan, yang paling menarik,
pola atau strukturnya, didasarkan pada struktur tiga-dimensi dari pemeluk
polimer.

c. Contoh Kasus Bioremediasi pada Daerah yang Tercemar oleh


Minyak

Dalam sebuah lokasi penyulingan minyak yang dilaporkan oleh Balba,


Ying, dan McNeice (1991), eksperimen dilakukan di laboratorium
sebelum dilakukan penanganan pada lapangan. Hasilnya adalah:

1. Komposisi hydrocarbon dari tanah yang terkontaminasi adalah 62,5%


jenuh (rata – rata berupa C14-C25), 25% aromatic, dan 12.5%resins dan
asphaltines.

2. Tanah mengandung mikroba pendegradasi hydrocarbon, yaitu


Pseudomonas, Rhodococci, Acinetobacter, Mycobacterium, dan
Arthrobacter. Namun hanya Mycobacterium yang diisolasi yang dapat
mendegradasi fraksi asphaltines.

3. Setelah menyeleksi kurang lebih 50 senyawa, Cyanamer P70


(Cyanamid) terpilih sebagai surfaktan yang akna digunakan pada
percobaan, karena dapat menghilangkan lebih banyak polutan di tanah
(47%) dibandingkan senyawa lainnya dan tidak beracun bagi mikroba
yang diisolasi

4. Lebih dari 95% hydrocarbon terdegradasi selama 23 minggu

Berdasarkan hasil laboratorium di atas, tanah tercemar banyak


terdapat pada lapisan tanah dengan kedalaman 2 m dan diperlakukan
secara ex situ. Tanah ditempatkan di rectangular bed dimana
kelembabannya dijaga sebesar 15% (w/w). Tanahnya diaerasi dengan
mesin/alat yang biasa digunakan untuk keperluan pertanian, seperti sekop.

Awalnya, tanah yang tergali memiliki rata-rata 13 g TPH (Total


Petroleum Hydrocarbon) per kg tanah. Setelah 34 minggu treatment
dilakukan, TPH berkurang sekitar 90% untuk 1.27g per kg.
Chomatography gas menunjukkan pengurangan besar dalam pecahan
alkana. Residu yang tersisa dalam tanah setelah perawatan tak bergerak,
sebagaimana ditentukan oleh hasil dari pengujian untuk hidrokarbon.

 Bioremediasi PAH (Polycyclic Aromatic Hydrocarbons)

a. Sumber PAH di Lingkungan

PAHs berasal dari 3 sumber : biosynthetic (biogenic), geochemical, dan


anthropogenic. Sumber anthropogenic terbagi menjadi dua tipe. Pertama adalah hasil
dari tumpahan dan pembuangan bahan-bahan seperti kreosot, tar batubara, dan
produk-produk minyak bumi. Kedua, berasal dari pembakaran yang tidak sempurna
seperti pembakaran kayu, incinerator perkotaan, emisi mobil, dan limbah industri.

b. Proses Biodegradasi PAH


Banyak bakteri, jamur, dan ganggang strain telah terbukti dapat menurunkan
berbagai PAHs berisi dari dua cincin aromatik. Secara umum, HMW PAHs secara
perlahan terdegradasi oleh mikroorganisme asli (yang ada di tanah) dan dapat
bertahan dalam tanah dan sedimen.

Tabel 4. Representasi dari Polycyclic Aromatic yang Dimetabolisme oleh Berbagai


Jenis Bakteri, Fungi, dan Algae

Senyawa Organisme Metabolisme


Naphtalene Acinetobacter calcoaceticus, Naphtalene cis-1,2-
Alcaligenes denitrificans, dihydrodiol, 1,2-
Mycobacterium sp., Pseudomonas dihydroxynaphtalene, 2-
sp., Bacillus cereus hydroxychromene-2-
carboxylix acid, trans-o-
hydroxybenzylidenepyruvic
acid, salicyladldehyde,
salicyclic acid, catechol,
gentistic acid, naphthalene
trans-1,2-dihydrodiol
Acenaphthene Beijerinckia sp., Pseudomonas 1-Acenaphthenol, 1-
putida, Pseudomonas fluorescens, acenaphthenone,
Pseudomonas cepacia, acenaphthenone-cis-
Pseudomonas sp. 1,2-dihydrodiol, 1,2-
acenaphthenedione
Fluoranthrene Cunninghamella elegants Fluoranthene trans-2,3-
dihydrodiol, glucoside
conjugats
Pyrene Cunninghamella elegant, 1-Hydroxypyrene, glucoside
Crinipellis stsipitaria conjugats
Phenanthrene Oscillatoria sp., Agmenellum Phenanthrene trans-9,10-
quadruplicatum dihydrodiol, 1-
methoxyphenanthrene
Benzo[a]pyrene Selenastrum capricornutum Benzo[a]pyrene cis-4,5-
dihydrodiol,
Benzo[a]pyrene cis-7,8-
dihydrodiol,
Benzo[a]pyrene cis-9,10-
dihydrodiol,
Benzo[a]pyrene cis-11,12-
dihydrodiol
c. Strategi Bioremediasi PAH

Pada dasarnya ada 3 pendekatan strategis untuk memulihkan keadaan tanah dan air
tanah yang terkontaminasi oleh PAH, yaitu solid-phase, in situ, dan operasi bioreaktor
(Ronald and Don L. Crawford, 1996:151).

Tabel 5. Strategi Bioremediasi untuk PAH

Teknologi Contoh Keuntungan Kelemahan Faktor yang Mempengaruhi


Solid-phase 1. Landfarming - Murah - Keterbatasan - Adanya reaksi katabolis
2. Composting - Treatment yang Tempat oleh microflora
3. Engineered Soil efektif untuk HMW - Waktu lebih lama - Ada kehadiran logam
Cell dan PAHs - Diperlukan dan senyawa inorganic
4. Soil Treatment - Dapat dilakukan on- pengontrolan lainnya
site kehilangan - pH, temperature,
koponen abiotik kelembaban
- Ada mass transfer - Biodegradibility
- Keterbatasan
Bioavailibility

Bioreactors - Aqueous reactor - Laju reaksi - Biaya mahal - (Sama dengan yang di
- Soil Slurry Reactor degradasi yang cepat - Biaya operasional atas)
- Optimisasi mahal - Adanya konsentrasi
parameter kontaminan yang toksik
physicochemical
- Penggunaan
inoculan dan
surfaktan yang
efektif
- Memperbesar mass
transfer
In situ - Biosparging - Harga terjangkau - Waktu pengolahan - (Sama dengan yang di
- Bioventing - Relatif pasif yang lebih lama atas)
- Groundwater - Mengolah tanah dan - Susah untuk - Adanya senyawa kimia
Circulation (UVB) air secara simultan dimonitor terlarut
- In situ bioreaktor - Faktor geologis
Bioremediasi Solid-Phase

Bioremediasi fase padat-menggambarkan treatment pada tanah yang


terkontaminasi atau bahan padat lain di permukaan tanah konvensional
menggunakan praktik manajemen untuk meningkatkan degradasi kontaminan
oleh mikroba organik . Treatment tersebut dapat dirancang untuk mengurangi
kehilangan abiotik dari kontaminan yang ditargetkan melalui proses seperti
pencucian dan penguapan.

a. Landfarming

b. Composting

c. Engineered Soil Cell

Rekayasa sel tanah adalah perpaduan dari landfarming dan proses kompos.
Rekayasa sel tanah dibangun, pada dasarnya, seperti tumpukan kompos yang
bercampur dengan udara. faktor-faktor yang penting untuk dipertimbangkan di
antaranya adalah kemampuan untuk menggali dan memproses bahan, total
volume material yang akan diperlakukan, waktu perawatan, dan tingkat
pembersihan yang diinginkan. Ada beberapa keterbatasan teknis untuk solid-
phasae PAH Bioremediasi. Dibandingkan dengan operasi bioreactor,
perpanjangan masa waktu perawatan diperkirakan akan dibutuhkan dengan fasa
padat-Bioremediasi PAH operasi. Dalam banyak kasus, hal ini cukup dapat
diterima, terutama ketika sistem fasa padat dirancang untuk memberikan
kontaminan dan meminimalkan eksposur. Ketika teknologi landfarming yang
konvensional bekerja, terdapat kebutuhan untuk ruang yang cukup untuk
mengakomodasi penanganan dan pengelolaan tanah yang terkontaminasi.

Bioreactor Operations

Secara umum, tingkat biodegradasi PAH oleh bioreactor lebih baik ripada
in situ atau siolid-phase karena lingkungannya dibuat sedemikian mungkin agar
lebih mudah dikelola dan karenanya lebih terkendali dan dapat diprediksi. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adlaah mixing dan kontrak intim
mikroorganisme dengan polutan yang ditargetkan, dan pemeliharaan
physiochemical pada kondisi optimal (pH, DO, Nutrien, substrat bioavailibility)
untuk proses biodegradasi PAH.

In Situ Bioremediasi

Ada beberapa variasi teknik dalam strategi in situ bioremediasi yang


berlaku untuk tanah atau air bawah tanah yang terkontaminasi oleh PAHs, di
antaranya adalah Bioventing, biosparging, Vacuum-vaporized well (Jerman:
Unterdruck-Verdampfer-Brunnen;abbreviation UVB). Pada UVB ini prinsip
kerjanya adalah permukaan air naik karena tekanan berkurang yang dihasilkan
oleh blower, dan udara segar ditarik ke dalam sistem melalui pipa udara yang
menuju ke diffuser / stripping reaktor dan mutiara melalui kolom air yang
terangkat. UVB-IWS menyediakan teknologi untuk mempercepat dan agresif in-
situ remediation air tanah dan tanah. UVB-IWS menawarkan beberapa variasi
untuk pengobatan terserap, dan terlarut untuk hidrokarbon organik yang mudah
menguap (VOC) dan semi-volatile hidrokarbon organik (SVOC). Selain itu dapat
mengobati diklorinasi pelarut melalui kombinasi dari kedua proses fisik dan
biologis. Selama operasi, tingkat air tanah meningkat di bagian atas sumur
berkurang karena tekanan atmosfer dan dukungan pompa, sedikit meningkatkan
total hidrolik kepala di dalam sumur. Tekanan hidrolik yang signifikan dihasilkan,
memaksa tanah secara horizontal ke dalam akifer. Udara atmosfer masuk melalui
udara segar inlet terhubung ke dipatenkan pada labirin yang melucuti reaktor. Hal
ini menciptakan keseimbangan tekanan. Gelembung udara segar seperti jet masuk
melalui lubang pin pelat pengupas dan bercampur dengan air tanah. Kontaminan
massa air dipindahkan dari fase cairke fase udara dan memperluas permukaan
secara adiabatik sebagai gelembung, yang kemudian meledak melepaskan
volatilized kontaminan. Kontaminan kemudian dibawa oleh aliran udara kering
yang telah dipatenkan dengan efisiensi tinggi, IEG Granular Activated Carbon
(GAC IEG) unit atau lain yang sesuai dari sistem pengolahan gas seperti paket
konvensional sistem oksidasi katalitik.
Gambar 1. UVB Satandard Circulation (Sumber : http://www.lddtech.com)

Pada intinya, secara umum, semakin rendah berat molekul, semakin besar kelarutannya dalam air
seperti naphtalene maka kontaminan akan semakin dibiodegradasi dibandingkan dengan
molekul PAHs dengan berat molekul yang tinggi seperti benzo [a] pyrene.
KESIMPULAN
Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan
merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair
atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial; penggunaan pestisida; masuknya air
permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan; kecelakaan kendaraan pengangkut
minyak, zat kimia, atau limbah; air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri
yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat.
Ada beberapa cara untuk mengurangi dampak dari pencemaran tanah, diantaranya bioremidiasi.
Bioremediasi merupakan cara proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan
mikroorganisme (jamur, bakteri).

Bioremediasi telah digunakan untuk mengolah PAHs di kreosot limbah, ladang minyak
dan kilang lumpur, dan produk-produk minyak bumi. Sistem pengolahan yang digunakan pada
Teknik Bioremediasi adalah in situ treatment dan ex situ treatment.

State of The Art dari Teknologi Bioremediasi ini sudah berkembang cukup pesat apabila
melihat dan menilik banyak kasus pencemaran yang terjadi dan dipulihkan kembali dengan
teknologi Bioremediasi.

DAFTAR PUSTAKA
Don, L. & Ronald, L. 1996. Bioremediation : Principles and Applications. Great Britain :
Cambridge University Press.

Chang, Ergas, Eweis, Schroeder. 1990. Bioremediation Principles. McGraw-Hill International


Editions. Singapore : Mc Graw-Hill Book Co.

Anderson, William C. 1995. Innovative Site Remediation Technology. One of an Eight – Volume
Series. United States of America : American Academy of Environmental Engineers.

http://www.lddtech.com diakses tanggal 5 November 2009

You might also like