Professional Documents
Culture Documents
SISTEM RESPIRASI
Modul I
“BATUK”
OLEH :
SYUKRI LA RANTI
C111 07 180
A-5
Dosen Tutor :
DR. dr. NURDIN MAPPEWALI, Sp.BK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2008
Skenario 1
Seorang laki – laki 25 tahun, mahasiswa kedokteran, datang ke dokter pembimbingnya untuk
menyampaikan kalau ia tidak dapat mengikuti kegiatan di RS karena sakit sekaligus untuk
konsultasi tentang penyakitnya. Ia mengeluh batuk berdahak yang hebat warna mukoid,
kadang kuning, pilek dan disertai demam yang hilang timbul dialaminya sudah 10 hari.
Selain itu ia juga mengeluh sakit kepala terutama pagi hari, myalgia, anoreksia, dan kadang –
kadang diare. Suhunya mencapai 38, 5˚C, denyut nadi 100X/menit, tensi 115/70 mmHg, dan
pernapasannya 20X/menit. Sebelumnya ia juga pernah menderita batuk dan beringus tapi
sudah agak baikan setelah minum obat antitusif dan antibiotic. Ini dialaminya 1 bulan
sebelum sakit yang sekarang dideritanya.
Kata Sulit
1. Mukoid
Kata Kunci
Pertanyaan
Jawaban
1. Patofisiologi dari:
a. Batuk berdahak
Infeksi ataupun iritasi pada saluran nafas akan menyebabkan hipersekresi mukus
pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki.
Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan
bronkiole, menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi
sputum yang berlebihan. Kondisi ini kemudian mengaktifkan rangsang batuk dengan
tujuan untuk mengeluarkan benda asing yang telah mengiritasi saluran nafas. Jadi batuk
berdahak terjadi reaksi pertahanan tubuh.
b. Demam
Substansi penyebab demam disebut pirogen. Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh,
baik dari produk proses infeksi maupun non infeksi. Lipopolysaccharyde (LPS) pada
dinding bakteri gram negatif atau peptidoglikan dan teichoic acid pada bakteri gram
positif, merupakan pirogen eksogen. Substansi ini merangsang makrofag, monosit,
limfosit, dan endotel untuk melepaskan IL1, IL6, TNF-α, dan IFN-α, yang bertindak
sebagai pirogen endogen.8,12,14 Sitokinsitokin proinflamasi ini akan berikatan dengan
reseptornya di hipotalamus dan fofsolipase-A2. Peristiwa ini akan menyebabkan
pelepasan asam arakidonat dari membran fosfolipid atas pengaruh enzim siklooksigenase-
2 (COX-2). Asam arakidonat selanjutnya diubah menjadi prostaglandin E2 (PGE2).
PGE2 baik secara langsung maupun melalui adenosin monofosfat siklik (c-AMP), akan
mengubah setting termostat (pengatur suhu tubuh) di hipotalamus pada nilai yang lebih
tinggi. Selanjutnya terjadi peningkatan produksi dan konservasi panas sesuai setting suhu
tubuh yang baru tersebut. Hal ini dapat dicapai melalui refleks vasokonstriksi pembuluh
darah kulit dan pelepasan epinefrin dari saraf simpatis, yang menyebabkan peningkatan
metabolisme tubuh dan tonus otot. Suhu inti tubuh dipertahankan pada kisaran suhu
normal, sehingga penderita akan merasakan dingin lalu menggigil dan menghasilkan
panas.
c. Sakit kepala pagi hari
Pasien pada kasus tersebut mengalami sakit kepala pada pagi hari karena vasodilatasi
pembuluh darah otak. Vasodilatasi ini sendiri terjadi akibat adanya obstruksi saluran napas
oleh dahak yang terakumulasi selama malam hari. Obstruksi ini mengakibatkan tubuh
kekurangan O2. Karena tubuh terutama otak sangat membutuhkan O 2, sebagai
kompensasinya pembuluh darah otak mengalami vasodilatasi untuk meningkatkan
dsitribusi O2. Namun hal ini berakibat pada penekanan reseptor nyeri sehingga timbul sakit
kepala.
d. Anorexia dan diare
Pada sejumlah kasus tertentu, tertelannya bakteri yang menginfeksi saluran nafas
dapat ikut mempengaruhi organ gastrointestinal. Sehingga gejala diare dan pengurangan
berat badan biasanya menjadi salah satu manifestasi klinik penyakit saluran nafas.
Pada infeksi saluran nafas, sekresi mucus meningkat dengan tujuan untuk
mengeluarkan agen penginfeksi. Terkadang, dahak yang harusnya dikeluarkan ternyata
masuk di saluran pencernaan. Bakteri yang masuk ini kemudian mengeluarkan sejumlah
enzim yang merusak mucosa dan vili-vili usus yang berakibat pada menurunnya absorpsi
sari makanan. Proses ini memicu timbulnya diare sebagai salah satu mekanisme tubuh
untuk mengeluarkan agen penginfeksi.
e. Myalgia
Myalgia pada pada pasien merupakan akibat dari rangkaian kompensasi tubuh atas
kurangnya O2 pada jaringan tubuh. Pada saat tubuh kekurangan O 2 secara otomatis,
proses oksidasi jaringan tubuh mengalami perubahan dari proses aerob menjadi anaerob.
Hal ini bertujuan untuk menghasilkan energy yang sngat dibutuhkan untuk proses
metabolisme. Namun energy yang dihasilkan melalui proses ini menghasilkan produk
sampingan berupa asam laktat. Produksi asam laktat yang berlebihan dalam jaringan
tubuh menimbulkan rasa nyeri pada otot.
2. Hubungan riwayat penyakit terdahulu dan sekarang
Berdasarkan skenario, ada 2 kemungkinan yang dapat menjelaskan hubungan
penyakit terdahulu dengan yang sekarang.
Kemungkinan pertama. Penyakit yang sekarang merupakan perjalanan dari penyakit
terdahulu yang semakin memburuk akibat tidak mendapatkan terapi yang adekuat.
Kemungkinan kedua. Penyakit yang sekarang tidak ada hubungannya dengan penyakit
terdahulu. Namun penyakit terdahulu merupakan factor predisposisi timbulnya
penyakit yang sekarang.
Definisi.
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan
histologis terdapat pneumonitis atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan
eksudat yang dapat ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka
waktu yang bervariasi.
Pneumonia di bagi menjadi dua jenis berdasarkan asal penyakit itu didapat. Apabila
penyakit itu didapat di masyarakat, maka dikenal dengan istilah pneumonia komunitas atau
community acquired pneumonia dan pneumonia nosokomial atau hospitality acquired
pneumonia yang berarti penyakit itu didapat saat pasien berada di rumah sakit atau tempat
pelayanan kesehatan. Pneumonia yang didapat di rumah sakit cenderung bersifat lebih serius
karena pada saat menjalani perawatan di rumah sakit, sistem pertahanan tubuh penderita
untuk melawan infeksi seringkali terganggu. Selain itu, kemungkinan terjadinya infeksi oleh
bakteri yang resisten terhadap antibiotik lebih besar.
Faktor-faktor resiko pneumonia antara lain : Usia yang ekstrem (sangat muda atau
sangat tua), infeksi virus saluran nafas atas, merokok, penyalahgunaan etanol, kanker
(khususnya kanker paru), penyakit kronis (misalnya diabetes militus, uremia), bedah
abdomen atau toraks, dirawat di tempat tidur terlalu lama, Pipa endotrakeal atau trakostomi,
fraktur tulang iga, terapi imunoupresif dan AIDS, malnutrisi, COPD dan aspirasi secret
orofaringeal dll.
Etiologi.
Bakteri
Virus
Fungi
Selain disebabkan oleh infeksi, pneumonia juga bisa di sebabkan oleh bahan-bahan
lain/noninfeksi :
Pneumonia komunitas banyak disebabkan oleh bakteri gram positif (pneumonia tipik)
dan dapat disebabkan juga oleh bakteri atipik (pneumonia atipik).seperti : Klebsiella
pneumoniae, Streptococcus pneumoniae, Streptococcus viridans, Staphylococcus aureus,
Pseudomonas aeruginosa, Streptococcus haemoliticus, Enterobacter, dan Pseudomonas spp.
Bakteri adalah penyebab yang tersering dari PNO. Jenis kuman penyebab ditentukan
oleh berbagai faktor antara lain berdasarkan imunitas pasien, tempat dan cara pasien
terinfeksi. Kuman penyebab PNO sering berbeda jenisnya antara di ruangan biasa dengan
ruangan perawatan intensif (ICU): infeksi melalui slang infus sering berupa Staphylococcus
aureus sedangkan melalui ventilator Ps. aeruginosa dan Enterobacter. PNO bakteril dapat
dibagi atas PNI onset awal dalam waktu kurang dari 3 hari yang sering pula didapat di luar
RS, biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia (510%). M. catarr-halis (< 5%) dan
H. influenza. PNO onset lanjut bila lebih dari 3 hari, Sering disebabkan oleh kuman Gr()
aerob (60%) berupa K. Pneumonia. Entcrobacter spp, Serratia spp. P. aeruginosa: atau S.
aureus ( 2025%). Kelompok kedua ini biasanya merupakan kuman yang resisten terhadap
antibiotika. Kuman anaerob dapat ditemukan pada kedua kelompok (35%)(2) Akhir-akhir ini
sejumlah kuman baru/oportunis telah menimbulkaninfeksi pada pasien dengan kekebalan
tubuh yang rendah, misalnya Legionella, Chlamydia, Trachomatis, TB, M atypical, berbagai
jenis jamur ( C. Albicans,Aspergillus fumigitus) dan virus.
Manifestasi klinis
3. Sakit dada terutama saat batuk atau saat menarik nafas yang dalam
4. Bernafas dengan cepat dan pendek, hilang selera makan/ perut meragam
5. Berpeluh dan muka kelihatan merah dan batuk.
Penatalaksanaan
b. Konsentrasi makrolide di jaringan dan paru lebih tinggi dari plasma hingga
kadarnya dapat mencapi level yang cukup untuk mikroplasma, Hemophilus dan
Staphylococcus. AB yang dipilih harus mencakup kedua tipe kuman, karena itu pada PK
yang berobat jalan dapat digunakan makrolid.
b. Bronkhitis
Definisi
Bronkitis adalah suatu peradangan pada saluran bronkial atau bronki. Peradangan
tersebut, disebabkan oleh virus, bakteri, merokok, atau polusi udara.
Bronkitis pada anak dapat merupakan akibat dari beberapa keadaan lain saluran
pernafasan atas dan bawah, dan trakhea biasanya terlibat. Namun bronkitis dapat juga
merupakan penyakit tersendiri.
Etiologi
Virus merupakan penyebab tersering, misalnya Rhinovirus, Respiratory Sincytial
Virus (RSV), Virus Influenza, Virus Para-influenza, Adenovirus dan Coxsackie virus.
Bronkitis akut juga berhubungan dengan morbili, pertusis dan infeksi Mycoplasma
pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri lain merupakan penyebab
primer bronkitis akut pada anak. Di lingkungan sosial ekonomi yang baik, jarang terdapat
infeksi sekunder oleh bakteri.
Faktor Predisposisi
Alergi, cuaca, polusi udara dan infeksi saluran nafas atas kronik dapat memudahkan
terjadinya bronkitis akut.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, menurut National Center for Health Statistics, kira-kira ada 14
juta orang menderita bronkitis. Lebih dari 12 juta orang menderita bronkitis akut pada tahun
1994, sama dengan 5% populasi Amerika Serikat. Di dunia bronkitis merupakan masalah
dunia. Frekuensi bronkitis lebih banyak pada populasi dengan status ekonomi rendah dan
pada kawasan industri. Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita. Data
epidemiologis di Indonesia sangat minim.
Patogenesis
Dua faktor utama yang menyebabkan bronkitis yaitu adanya zat-zat asing yang ada di
dalam saluran napas dan infeksi mikrobiologi. Bronkitis kronik ditandai dengan hipersekresi
mukus pada saluran napas besar, hipertropi kelenjar submukosa pada trakea dan bronki.
Ditandai juga dengan peningkatan sekresi sel goblet di saluran napas kecil, bronki dan
bronkiole, menyebabkan produksi mukus berlebihan, sehingga akan memproduksi sputum
yang berlebihan.
Patofisiologi
Pada bronkitis terjadi penyempitan saluran pernapasan. Penyempitan ini dapat
menyebabkan obstruksi jalan napas dan menimbulkan sesak. Pada bronkitis kronik,
disebabkan karena perubahan pada saluran pernapasan kecil, yang diameternya kurang dari 2
mm, menjadi lebih sempit, berkelok-kelok dan kadang-kadang terjadi obliterasi. Penyempitan
lumen terjadi juga oleh metaplasia sel goblet. Saluran pernapasan besar juga menyempit
karena hipertrofi dan hiperplasia kelenjar mukus. Pada penderita bronkitis saat terjadi
ekspirasi maksimal, saluran pernapasan bagian bawah paru akan lebih cepat dan lebih banyak
yang tertutup. Hal ini akan mengakibatkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang,
sehingga penyebaran udara pernapasan maupun aliran darah ke alveoli tidak merata. Timbul
hipoksia dan sesak napas. Lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi
pembuluh darah paru dan polisitemia. Terjadi hipertensi pulmonal yang dalam jangka lama
dapat menimbulkan kor pulmonal.
Manifestasi Klinik
Pada umumnya manifestasi klinis dapat dibagi dalam beberapa stadium:
a. Stadium prodormal: 1-2 hari demam dan gejala saluran pernafasan bagian atas, gejala
ini sering tak nyata
b. Stadium trakeobronkial: 4-6 hari, dengan demam, batuk mula-mula non produktif dan
kemudian timbul ekspektorasi, demam biasanya tidak tinggi
c. Stadium rekonvalesen: panas turun, batuk berkurang, kemudian sembuh. Stadium ini
dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri.
Penatalaksanaan
Berhubung penyebab terutama virus maka belum ada obat yang kausal. Antibiotika
tidak ada gunanya. Obat panas, banyak minum terutam air dan buah-buahan sudah sangat
memadai. Obat penekan batuk tidak boleh diberikan pada yang banyak lendir. Mukolitik
tidak lebih baik daripada banyak minum.
Bila batuk tetap ada dan tidak ada tanda-tanda perbaikan setelah 2 minggu maka
kemungkinan infeksi bakteri sekunder boleh dicurigai dan dapat diberikan antibiotika, asal
sudah disingkirkan kemungkinan asma dan pertusis. Antibiotika yang dianjurkan adalah yang
serasi untuk S. Pneumoniae dan H. Influenza sebagai bakateri penyerang sekunder misalnya
amoxicilin, kotrimoksazol dan golongan makrolide. Berikan antibiotika tujuh sampai sepuluh
hari dan bila tidak berhasil perlu dilakukan foto roentgen thorax untuk menyingkirkan
kemungkinan kolaps paru segmental dan lober, benda asing dalam saluran nafas dan
tuberkulosis.
Bila bronkitis akut terjadi berulang kali perlu diselidiki kemungkinan adanya kelainan
saluran nafas, benda asing, bronkiektasis, definisiensi imunologis, hiperaktivitas bronkus dan
ISNA atas yang belum teratasi.
c. TBC
Sebagaimana juga halnya di negara-negara berkembang lain, tuberkulosis (TB) di
Indonesia masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. WHO memperkirakan
adanya 20 juta kasus di seluruh dunia, dengan angka kematian sebesar 3 juta pertahun, 80%
diantaranya meninggal di negara berkembang. Dilaporkan bahwa insidensi penyakit ini pada
masa kini meningkat di negara tertentu berhubung dengan tingkat infeksi yang tinggi dan
terjadinya penurunan daya tahan tubuh akibat kemiskinan atau penyakit AIDS. Di samping
itu diakibatkan pula oleh insidensi kasus TB resisten yang semakin tinggi. Tuberkulosis
merupakan penyakit sistemik yang dapat mengenai hampir semua organ tubuh, yaitu organ
pernafasan (TBparu-TBP) ataupun di organ di luar paru (TB Ekstraparu- TBE).
Kuman TB dapat hidup lama tanpa aktifitas dalam jaringan tubuh (dormant) hingga
sampai saatnya ia aktif kembali. Lesi TB dapat sembuh tetapi dapat juga berkembang
progresif atau mengalami proses kronik atau serius. Lesi ini dapat dijumpai secara bersama di
organ paru dan ekstraparu ataupun secara sendiri-sendiri. Karena itu dalam penatalaksanaan
TB pada umumnya, TB paru pada khususnya, haruslah tercakup usaha yang gigih untuk
mencari bukti adanya kejadian TB di organ ekstraparu.
Beberapa negara maju melaporkan penurunan angka kejadian TBP disertai
peningkatan prosentase kejadian TBE. Hal ini berhubungan dengan hal di atas dan adanya
metoda diagnosis yang lebih maju terhadap TBE hingga lebih sering bisa ditemukan.
Penelitian di Jawa Barat menunjukkan kejadian TBE yang tinggi yang menyertai TBP
4. Anamnesis tambahan dan pemeriksaan penunjang.
Untuk mendukung diagnosis penyakit pada kasus skenario, dibutuhkan sejumlah
anamnesis tambahan seperti:
a. Riwayat penyakit yang sama pada anggota keluarga
b. Riwayat frekuensi penggunaan obat, apakah diminum secara teratur?
c. Riwayat kontak dengan pasien penyakit infeksi
d. Ada tidaknya bunyi ronkhi untuk mengetahui infiltrasi dalam paru
e. Ada tidaknya keringat pada malam hari untuk mengetahui tanda – tanda TB
f. Riwayat merokok
Informasi tambahan:
1. Penegakkan diagnostic pada:
a. Pneumonia
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis
kuman penyebab infeksi. Diagnosis didasarkan pada riwayat penyakit yang lengkap,
pemeriksaan fisis yang teliti dan pemeriksaan penunjang.
Diagnosis pneumonia komunitas didapatkan dari anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan fisik,
foto toraks dan laboratorium.
Anamnesis
d. Awitan : cepat, akut dengan rusty coloured sputum;perlahan dengan batuk, dahak
sedikit.
Pemeriksaan Fisik
c. Tanda-tanda fisis pada tipe pneumonia klasik bisa didapatkan berupa demam, sesak
nafas, tanda-tanda konsolidasi paru
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis pasti pneumonia komunitas ditegakkan jika pada foto toraks terdapat infiltrat
baru, atau infiltrat progresif ditambah dengan dua atau lebih gejala seperti batuk-batuk
bertambah, perubahan karakteristik dahak atau purulen, suhu tubuh lebih dari 38oC (aksila)
atau riwayat demam, pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda-tanda konsolidasi, suara napas
bronkhial, ronkhi, dan leukosit >10.000 atau <4500 /uL. Pada pasien usia lanjut atau dengan
respon imun rendah, gejala pneumonia tidak khas dan dapat berupa gejala non-pernafasan
seperti pusing, gagal tumbuh (failure to thrive), perburukan dari penyakit yang sudah ada
sebelumnya, dan pingsan. Biasanya ditemukan frekuensi nafas bertambah cepat (takipnea)
tetapi demam sering tidak ada. Penilaian derajat keparahan penyakit pneumonia komunitas
dapat dilakukan dengan menggunakan sistem skor menurut hasil penelitian pneumonia
Patient Outcome Research Team (PORT).
2. Gambaran radiologik berupa infiltrat baru atau yang pogresif, kosolidasi, kavitasi,
atau efusi pleura :
b. Titer antibodi tunggal yang diagnostik (IgM) atau peningkatan 4 kali titer IgG dari
kuman
4. Pasien 12 tahun yang menunjukkan infiltrat baru atau progresif, kavitasi, konsolidasi,
efusi pleura pada foto torak.
b. TBC Paru