Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Saat ini bisnis sapi di Indonesia mengalami penurunan karena pemeliharaan sapi
yang lebih sulit & tergolong lama untuk dapat berproduksi sehingga bisnis sapi baik sapi
potong maupun sapi perah kurang diminati oleh peternak. Akibatnya populasi sapi pun
semakin sedikit dan untuk mencukupi kebutuhan daging sapi di Indonesia, pemerintah
harus mengimpor sapi dalam jumlah yang cukup signifikan.
Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhan akan daging sapi serta mengurangi
impor sapi dimana dalam hal ini yang dibahas adalah sapi potong, terdapat beberapa
teknologi yang dapat digunakan untuk meningkatkan populasi sapi potong dengan cara
meningkatkan jumlah kelahiran pedet dan calon induk sapi dalam jumlah besar. Salah
satu teknologi yang digunakan adalah dengan Inseminasi Buatan (IB). Dengan pola IB
dapat mempermudah terjadinya perkawinan tanpa mendatangkan pejantan serta dapat
memperoleh pedet yang secara genetis maupun performance mempunyai sifat-sifat
unggul.
Sayangnya dalam usaha ternak potong masih sering muncul beberapa
permasalahan dalam penerapan IB seperti pola perkawinan yang kurang benar,
pengamatan birahi waktu kawin tidak tepat, kurang terampilnya beberapa petugas serta
rendahnya pengetahuan peternak tentang kawin suntik/IB. Hal ini tentu saja dapat
merugikan peternak karena jarak beranak menjadi lebih panjang serta resiko kegagalan
IB menyebabkan rendahya kebuntingan sapi potong.
Untuk itu perlu diketahui cara-cara melakukan teknik kawin suntik baik dengan
IB cair maupun IB beku. Dengan melakukan teknik IB secara tepat, kegagalan IB pun
dapat diminimalisir sehingga dapat meningkatkan produksi sapi potong di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
• Bagaimana prosedur IB secara tepat?
• Bagaimana teknik kawin IB dengan semen beku?
• Bagaimana teknik kawin IB dengan semen cair?
1.3 Tujuan
• Untuk mengetahui prosedur IB secara tepat
• Untuk mengetahui teknik kawin IB dengan semen beku
• Untuk mengetahui teknik kawin IB dengan semen cair
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teknik reproduksi sapi potong terdiri atas Inseminasi Buatan (IB) dan perkawinan
alami. Di daerah-daerah pertanian intensif, IB makin populer karena terbatasnya sapi
pejantan dan adanya pelayanan IB dari Dinas Peternakan setempat. Ummnya bangsa sapi
yang digunakan adalah peranakan ongole (PO) baik induk maupun semennya.di samping
itu, akhir-akhir ini juga terjdi peningkatan permintaan terhadap sapi bakalan peranakan
bangsa sapi berproduktivitas tinggi seperti Simmental dan Charolise, yang
perkawinannya hanya dapat dilakukan melalui IB. Namun untuk perkawinan pertama
sebagian peternak masih menerapkan IB dengan sapi sebangsanya, yaitu sapi PO. Hal ini
karena sapi induk PO yang masih dara akan mengalami kesulitan dalam malahirkan anak
pertama jika menggunakan semen Simmental atau Charolise karena ukuran anaknya lebih
besar. Akibatnya, induk atau anaknya bisa mati atau terjadi perusakan peranakan
(prolapsus uteri) yang mengganggu proses kelahiran berikutnya. Setelah kelahiran
pertama,IB dengan semen Simmental atau Charolise dapat dilakukan.( )
Di daerah-daerah pertanian ekstensif, perkawinan alami lebih dominan daripada
IB karena pejantan cukup tersedia dan terbatasnya pelayanan IB. Jenis sapi yang
dikembangkan adalah sapi Bali di Nusa Tenggara Barat dan Sulawesi Selatan serta
Sumba Ongole (SO) di Nusa Tenggara Timur ()
Inseminasi Buatan adalah pemasukan atau penyampaian semen ke dalam saluran
kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alam.
Dalam praktek prosedur IB tidak hanya meliputi deposisi atau penyam paian semen ke
dalam saluran kelamin betina, tetapi juga tak lain mencakup seleksi dan pemeliharaan
pejantan, penampungan, penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengangkutan semen,
Inseminasi, pencatatan dan juga penentuan hasil inseminasi pada hewan betina,
bimbingan dan penyuluhan pada ternak.
Menurut Ihsan (1993), keuntungan IB sangat dikenal dan jauh melampaui
kerugian-kerugiannya jika tidak demikian tentu perkembangan IB sudah lama terhenti
dan keuntungan yang diperoleh dari IB yaitu :
1) Daya guna seekor pejantan yang genetik unggul dapat dimanfaatkan
semaksimal mungkin.
2) Terutama bagi peternak-peternak kecil seperti umumnya ditemukan di
Indonesia program IB sangat menghemat biaya di samping dapat menghindari
bahaya dan juga menghemat tenaga pemeliharaan pejantan yang belum tentu
merupakan pejantan terbaik untuk diternakkan.
3) Pejantan-pejantan yang dipakai dalam IB telah diseleksi secara teliti dan ilmiah
dari hasil perkawinan betina-betina unggul dengan pejantan unggul pula.
4) Dapat mencegah penyakit menular
5) Calving Interval dapat diperpendek dan terjadi penurunan jumlah betina yang
kawin berulang.
Saat yang baik melakukan IB adalah saat sapi betina menunjukkan tanda-tanda
birahi, petani ternak pada umumnya mengetahui tingkah laku ternak yang sedang birahi
yang dikenal dengan istilah : 4A, 2B, 1C, 4A, yang dimasud adalah abang, abu, anget,
dan arep artinya alat kelamin yang berwarna merah membengkak kalau diraba terasa
anget dan mau dinaiki, 2B yang dimaksud adalah bengak-bengok dan berlendir, artinya
sapi betina sering mengeluh dan pada alat kelaminnya terlihat adanya lendir transparan
atau jernih, 1C yang dimaksud adalah cingkrak-cingkrik artinya sapi betina yang birahi
akan menaiki atau diam jika dinaiki sapi lain.
Waktu yang paling tepat untuk mengawinkan ternak adalah 9 jam sesudah birahi
berlangsung dan 6 jam sesudah birahi berakhir. Faktor yang paling penting adalah
pengamatan birahi. Jika gejala birahi telah terlihat maka saat perkawinan atau Inseminasi
mudah ditentukan. Jika sapi birahi pada pagi hari maka perkawinan atau Inseminasi harus
dilakukan pada hari itu juga. Namun kalau sapi birahi pada sore hari, perkawinan
dilakukan esok harinya sebelum jam 15.00 WIB sore.
Sinkronisasi Birahi
Pada beberapa proyek pemerintah, seringkali inseminasi buatan dilaksanakan
secara crash-program dimana pada suatu saat yang sama harus dilaksanakan Inseminasi
padahal tidak semua betina birahi pada waktu yang bersamaan. Oleh karena itu harus
dilaksanakan apa yang disebut dengan sinkronisasi birahi. Pada dasarnya, sinkronisasi
birahi adalah upaya untuk menginduksi terjadinya birahi dengan menggunakan hormon
Progesteron. Preparatnya biasanya adalah hormon sintetik dari jenis Prostaglandin F2a.
Nama dagang yang paling sering ditemui di Indonesia adalah Enzaprost F. Sinkronisasi
birahi ini mahal biayanya karena harga hormon yang tinggi dan biaya transportasi serta
biaya lain untuk petugas lapang.
Cara aplikasi hormon untuk penyerentakkan birahi adalah sebagai berikut :
• Laksanakan penyuntikan hormon pertama, pastikan bahwa :
• Sapi betina resipien harus dalam keadaan sehat dan tidak kurus (kaheksia);
• Sapi tidak dalam keadaan bunting, bila sapi sedang bunting dan penyerentakkan birahi
dilakukan maka keguguran akan terjadi.
• Laksanakan penyuntikan hormon kedua dengan selang 11 hari setelah
penyuntikan pertama;
• Birahi akan terjadi 2 sampai 4 hari setelah penyuntikan kedua.
Ada empat hal yang berkaitan dengan inseminasi buatan (IB), yaitu
Teknologi alternatif yang dapat digunakan untuk prosesing semen sapi potong
dalam membantu pengembangan program IB secara cepat dan mudah dikerjakan di
lapang, secara industri maupun kelompok (cooperate farming) dapat menggunakan
teknologi semen cair (chilled semen). Teknolgi semen cair dapat dibuat dengan bahan
pengencer dan peralatan yang sederhana serta mudah diperoleh. Bahan pengencer dapat
berasal dari air kelapa muda atau tris-sitrat dengan kuning telur ayam dan dapat disimpan
di dalam cooler/kulkas dengan suhu 5ºC selama 7-10 hari. Hasil penelitian uji semen cair
di lapang oleh staf peneliti Lolit Sapi Potong menunjukkan nilai post thawing motility
(PTM) > 40 % dengan service/conception (S/C) < 1,5 dan tingkat kebuntingan
(conception rate/CR) >70 %. Semen cair (chilled semen) pada sapi potong merupakan
campuran antara cairan semen dengan spermatozoa dalam bentuk segar yang ditampung
menggunakan vagina buatan ; selanjutnya ditambahkan larutan pengencer tertentu (air
kelapa dan kuning telur) sebagai bahan energi/daya hidup spermatozoa. Semen cair ini
dapat disimpan atau dapat langsung digunakan pada sapi potong atau jenis sapi lainnya
melalui kawin suntik (inseminasi buatan/IB).
Teknologi semen cair ini diharapkan mampu memberikan alternatif pengemba-
ngan wilayah akseptor IB yang belum terjangkau oleh IB semen beku atau IB semen
bekunya belum maju. Di samping itu, biaya pembuatan semen cair lebih murah dan dapat
dikerjakan oleh Balai Inseminasi Buatan Daerah (BIBD) maupun kelompok peternak
yang sudah maju (mainded). Hasil uji coba pada peternak di daerah kabupaten Pasuruan
(kecamatan Wonorejo dan Nguling) mencapai angka kebuntingan hingga di atas 70 %
dan jumlah kawin sampai bunting (service per conception) sebesar 1-2 kali dengan biaya
pembuatan semen cair dalam straw sebesar Rp 200.000,- per 100 straw (Rp
2.000,-/straw). Selama ini pelaksanaan teknologi IB di lapangan masih mengalami
hambatan, S/C, angka kebuntingan dan mahalnya biaya operasional, sehingga teknologi
alternatif ini diperlukan guna meningkatkan populasi dan mutu sapi potong serta
merupakan terobosan baru untuk memanfaatkan keberadaan sapi jantan unggul di setiap
wilayah perbibitan sapi potong yang akhirnya akan memperluas penyebaran bakalan sapi
potong.
Dalam rangka penyebaran informasi bidang reproduksi ternak khususnya sapi
potong, maka teknologi semen cair ini perlu diinformasikan kepada pengguna antara lain
petani peternak, inseminator dan kelompok peternak melalui magang atau kursus guna
menambah pengetahuan atau informasi teknologi tepat gunadalam bidang peternakan.()
BAB III
PEMBAHASAN
Salah satu keberhasilan kebuntingan sapi induk yang diinseminasi (kawin suntik)
selain kualitas semen adalah faktor thawing dan waktu IB. Cara dan pelaksanaan thawing
dan waktu IB yang tepat untuk semen beku yang kemungkinan besar dapat berhasil
dengan baik adalah sebagai berikut:
Merendam straw yang berisi semen beku ke dalam air hangat suhu 37,5 ºC dalam
waktu 25-30 detik atau dapat pula menggunakan air sumur atau air ledeng pada suhu 25-
30 ºC selama kurang dari satu menit memperoleh nilai PTM > 40 % .
3) Pelaksanaan IB di lapang
• S/C, angka kebuntingan yang tinggi serta mahalnya biaya operasional membuat
teknologi alternatif seperti teknik kawin IB dengan semen cair menjadi terobosan
baru untuk memanfaatkan keberadaan sapi jantan unggul dengan harga yang lebih
murah yaitu Rp 200.000,- per 100 straw (Rp 2.000,-/straw).