You are on page 1of 44

BAB II

KERANGKA TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Deskriptif Teori umum

a. Definisi pemerintahan

Menurut Suradinata, (2002:14 “ Pemerintah adalah organisasi

yang mempunyai kekuatan besar dalam dalam satu Negara yang

mencakup urusan masyarakat, territorial dan urusan kekuasaan

dalam rangka mencapaian tujuan Negara”.

Menurut Ndraha (2003:74), Melalui pendekatan kelembagaan

pemerintahan, Pemerintahan dapat di definisikan sebagai berikut:

a. Badan publik, yaitu semua badan yang bertanggung jawab

dalam bagian atau seluruh reute providing sesuatu jasa atau

layanan melalui otoritas atau prifatisasi.

b. Pemerintah dalam arti luas, adalah semua lemebaga Negara

seperti di atur di dalam UUD (konstitusi) suatau Negara.


c. Pemerintah dalam arti luas, adalah semua lembaga Negara

yang oleh konstitusi Negara yang bersangkutan di sebut sebagai

pemegang kekuasaan pemerintahan

09

10

d. Pemerintah dalam arti sempit, adalah lembaga Negara yang

memegang kekuasaan eksekutif.

e. Pemerintah dalam arti sempit, adalah lembaga Negara yang

berfungsi birokrasi. Birokrasi adalah aparat pemerintahan yang

di angkat atau di tunjuk dan bukan di pilih atau terpilih melalui

pemilihan oleh lembaga perwakilan.

f. Pemerintah dalam arti pelayanan, di ambil dari konsep civil

(thoko)” dan pemerintah adalah pelayanan yang melayani

pelanggan (pembeli).

g. Pemerintah dalam konsep pemerintah pusat, yaitu pengguna

kekuasaan Negara pada tingkat pusat (tertinggi), pada umumnya

di hadapkan pada konsep pemerintahan daerah.


h. Pemerintah dalam konsep pemerintahan daerah. Berbeda

dengan pemerintah pusat yang di anggap mewakili Negara,

pemerintah daerah di anggap mewakili masyarakat karena

daerah adalah masyarakat hokum yang tertentu batas-batasnya.

Sedangkan menurut Rasyid (19996:58) “pemerintahan dalam

maknanya di tinjau dari segi etika dan kepemimpinan memiliki tiga fungsi

11

hakiki pemerintahan, yaitu pelayanan (sevice), pemberdayaan

(empowerment), dan pembangunan (development)”.

b. Pemerintahan Dalam Arti Luas Dan Arti Sempit

Syafi,ie (2001) memnguraikan pemerintahan sebagai berikut:

Apabila dalam suatu Negara kekuasaan pemrintahan di bagi atau di

pisahkan, maka terdapat perbedaan antara pemerintahan pemerintah dalam

arti luas dengan pemerintah dalam arti sempit. Pemerintahan dalam arti

sempit hanya meliputi lembaga yang mengurus pelaksanaan roda

pemerintahan (disebut eksekutif), sedangkan pemerintah dalam arti luas


selain eksekutif termasuk juga lembaga yang membuat peraturan perundang-

undangan (desebut legislative ) dan yang melaksanakan peradilan ( disebut

yudikatif).

Sedangkan Suradinata (1996:18) merumuskan pemerintah dalam dua

arti, yaitu: Dalam arti sempit, pemerintahan adalah pelaksanaan Pengurusan

Negara oleh eksekutif untuk memberikan pelayanan kesejahteraan dan

keamanan. Sedangakan dalam arti luas adalah seluruh kegiatan pengurusan

Negara oleh semua lembaga pemegang kekuasaan Negara, tujuan akhirnya

(output) memberikan kesejahteraan dan rasa aman pada masyarakat.

12

c. Pemerintah Sebagai Ilmu dan Seni

Menurut syafi’ie (2001:20) pemerintah adalah suatu ilmu dan seni.

Yang di jelaskan sebagai berikut. Dikatakan sebagai seni karena beberapa

banyak pemimpin pemerintahan, Yang tanpa pendidikan pemerintahan,

maupun berkiat serta dengan Karismatik menjalankan roda pemerintahan.

Sedangkan di katakana sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan, adalah

karena memenuhi syarat-syaratnya, yaitu dapat di pelajari dan di ajarkan

memiliki objek, baik objek material maupun formal, Universal sifatnya,

sistematis serta apesifik (khas)


Sedangkan perkembangan ilmu pemerintahan menurut Suradinata

(1999;25) adalah sebagai berikut : Pemerintahan sebagai ilmu pengetahuan

mulai berkembang sejak abad XIX. Pemerintahan sebagai ilmu pengetahuan

berkembang dari dinamika proses kegiatan sistematisasi pengetahuan-

pengetahuan pra ilmiah yang di mulai dengan klasifikasi berdasarkan

karakteristik yang bersifat umum dan spesifik.

Suradinata (2002; 17-18) juga menegaskan bahwa : Penerapan ilmu

pemerintahan bagi pembangunan, khusunya di Indonesia merupakan suatu

fungsi social dari ilmu pemerintahan itu sendiri yang akan membantu

pengembangan ilmu melalui penelitian dan pengembangan yang di kaitkan

13

dengan kebutuhan masyarakat. Adapaun hubungannya dengan seni dalam

penerapan ilmu pemerintahan adalah agar mampu memahami gejala-

gejala pemerintahan secara aktual, faktual, dan rasional.

2. Pemerintah Kecamatan

a. Pengertian Kecamatan

Berdasarkan pasal 1 ayat 5 PP No. 19 Tahun 2008 tentang

kecamatan, maka pengertian kecamatan di definisikan sebagai berikut :


(1) .Kecamatan merupakan perangkat daerah kabupaten/kota

sebagai pelaksana teknis kewilayahan yang mempunyai wilaya

kerja tertentu dan di pimpin oleh Camat.

(2) Camat kedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada

bupati/wali kota melalui sekretaris daerah.

Sedangkan pengertian Camat berdasarkan pasal 1 ayat 9 PP No.

19 Tahun 2008 tentang kecamatan adalah sebagai berikut :

“Camat atau sebutan lain adalah pimpinan dan kordinator

penyelenggaraan pemerintahan di wilayah kerja kecamatan dan dalam

paelaksanaan tugasnya memperoleh pelimpahan kewenangan

14

pemerintahan dari Bupati/Walikota untuk menangani sebagian urusan

otonomi daerah, dan menyelenggarakan tugsas umum pemerintahan”

Sedangangkan tugas dan wewenang Camat berdasarkan PP No. 19

Tahun 2008 antara lain adalah sebagai berikut :

Pasal 15

(1) Camat menyelenggarakan tugas umum pemerintah meliputi :


a. Mengoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat ;

b. Mengoordinasikan upaya penyelenggaraan ketenteraman

dan ketertiban umum;

c. Mengoordinasi penerapan dan penegakan peraturan

perundan-undangan ;

d. Mengoordinasi pemeliharaan prasarana dan fasilitas

pelayanan umum;

e. Mengoordinasi penyelenggaraan kegiatan pemerintahan di

tingkat kecamatan ;

f. Membina penyelenggaraan pemerintahan desa

dan/kelurahan; dan

g. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi runang

lingkup tugasnya dan/yang belum dapat di laksanakan

pemerintahan desa atau kelurahan

15

(2) selain tugas sebagaimana di maksud pada ayat (1) Camat

melaksanakan kewenangan pemerintahan yang di hadapkan

oleh bupati atau walikota untuk menangani sebagian urusan

otonomi daerah, yang meliputi aspek :


a. Perizinan

b. Rekomendasi

c. Koordinasi

d. Pembinaan

e. Pengawasan

f. Fasilitas

g. Penetapan

h. Penyelenggaraan; dan

i. Kewenangan lain yang di limpahkan

(3) .pelaksanaan kewenangan camat sebagaimana di maksud pada

ayat (2) mencakup penyelenggaraan urusan pemerintahan pada

lingkungan kecamatan sesuai peraturan perundang-undangan.

(4) .pelimpahan sebagian wewenang bupati/walikota kepada Camat

sebagai mana di maksud pada ayat (2) di lakukan berdasarkan

kriteria eksternalitas dan efisiensi.

16
b. Susunan Organisasi Kecamatan

Sebagai suatu organisasi, Kecamatan memiliki susunan

organisasi yang di atur dalam peraturan perundangan-undangan

yang di tetapkan oleh Pemerintah pusat.

Susunan organisasi Pemerintah Kecamatan berdasarkan PP

No. 19 tahun 2008 tentang kecamatan adalah sebagai brikut :

(1) Organisasi Kecamatan terdiri dari 1 (satu) sekertaris, paling banyak 5

(lima) seksi, sekertariat membawahkan paling banyak 3 (tiga) sub

bagian.

(2) Seksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi:

a. Seksi tata Pemerintahan,

b. Seksi pemberdayaan masyarakat dan desa; dan

c. Seksi ketenteraman dan ketertiban umum

Untuk lebih jelasnya, bangan struktur organisasi pemerintahan

kecamatan sebagai berikut:


17

Gambar 1.1

Struktur orgnisasi pemerintahan kecamatan

Camat

Wakil
camat

sekretar
is

Kasi tata Ketentraman Kasi Kasi Kasi


pemerint dan penberdayaan parasaran pelayanan
ahan ketertipan masyarakat a umum umum
umum desa
Sumber : buku profil kecamatan mampang prapatan tahun 2010

3. Pengertian Kualitas Pelayanan

a. Kualitas pelayanan

Dewasa ini konsep kualitas telah menjadi faktor yang sangat dominan

terhadap keberhasilan suatu organisasi. Kualitas menjadi pedoman utama

dalam pengembangan dan keberhasilan implementasi program-program

18

manajerial dan kerekayasaan untuk mewujudkan tujuan-tujuan bisnis yang

utama. Secara etimologi tidak mudah mendefinisikan atau memberikan

pengertian mengenai kualitas. Namun demikian ada beberapa definisi umum

yang diberikan oleh beberapa pakar kualitas. Dikemukakan oleh Josep M

Juran (Tjiptono, 2004 : 11) bahwa kualitas adalah kecocokan untuk

pemakaian (fitness for use). Definisi ini menekankan orientasi pada

pemenuhan harapan pelanggan.

Dikemukakan pula oleh Taguchi (Tjiptono, 2004 : 12) bahwa kualitas

adalah kerugian yang ditimbulkan oleh suatu produk bagi masyarakat setelah

produk tersebut dikirim, selain kerugian-kerugian yang disebabkan fungsi

intrinsik produk. Secara sederhana pengertian kualitas pelayanan dapat

dinyatakan sebagai perbandingan antara pelayanan yang diharapkan


konsumen dengan pelayanan yang diterimanya (Parasuraman, Zeithami, dan

Berry, 1995 : 240) menurut Zethami, Berry dan Parasuraman (dalam

Tjiptono, 2004 : 12) kualitas yang dirasakan didefinisikan sebagai penilaian

konsumen terhadap keseluruhan keunggulan produk, sedangkan kualitas

pelayanan yang dirasakan merupakan pertimbangan global yang

berhubungan dengan superioritas dari pelayanan.

19

Menurut The European Organization for Quality Control and The

American Society for Quality Control (Y. Warella, 1997 : 16) “Kualitas adalah

bentuk-bentuk istimewa dari suatu produk atau pelayanan yang memuaskan

kebutuhan”. Dikemukakan oleh Logothetis (Y. Warella, 1997 : 17) “Kualitas

adalah pemenuhan terhadap kebutuhan dan harapan pelanggan atau klien

serta kemudahan memperbaikinya secara berkesinambungan”

. William E Doming (Tjiptono, 1995 : 48) menjelaskan “Kualitas

merupakan suatu tingkat yang dapat diprediksi dari keseragaman dan

ketergantungan pada biaya yang rendah dan sesuai dengan pasar”. Dalam

perspektif TQM (Total Quality Management), kualitas dipandang secara lebih

luas, tidak hanya aspek hasil saja yang ditekankan tetapi juga proses,
lingkungan dan manusia. Hal tersebut tampak dalam definisi yang

dirumuskan oleh Goetsh dan Davis (Tjiptono, 2004 : 51), yaitu bahwa kualitas

merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa,

manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.

Kualitas adalah penilaian subyektif pelanggan. Penilaian ini ditentukan oleh

persepsi pelanggan terhadap jasa, persepsi tersebut dapat berubah karena

pengaruh. Misalnya iklan yang efektif, reputasi suatu jasa tertentu,

pengalaman, teman dan sebagainya. jadi yang penting bagi kita adalah

20

bagaimana jasa kita dipersepsikan oleh pelanggan dan kapan persepsi

pelanggan berubah. Untuk menentukan kualitas pelayanan, menurut Garvin

(dalam Tjiptono, 2004 : 51), ada lima macam persepektif kualitas yang

berkembang. Kelima macam perspektif inilah yang bisa menjelaskan

mengapa kualitas bisa diartikan secara beraneka ragam oleh orang yang

berbeda dalam situasi yang berlainan.

Kelima macam perspektif kualitas tersebut meliputi (Tjiptono, 2004 : 52) :

1. Transcendental approach

Dalam pendekatan ini kualitas dipandang sebagai inuate exellence,

dimana kualitas dapat dirasakan atau diketahui, tetapi sulit untuk

didefinisikan dan dioperasionalisasikan.

2. Product-based approach
Pendekatan ini menganggap bahwa kualitas merupakan karakteristik

atau atribut yang dikuantitatifkan dan dapat diukur. Perbedaan dalam

kualitas mencerminkan perbedaan dalam jumlah beberapa unsur atau

atribut yang dimiliki produk.

3. User-based approach

Pendekatan ini didasarkan pada pemikiran bahwa kualitas tergantung

pada orang yang memandangnya, sehingga produk yang paling

21

memuaskan preferensi seseorang (misalnya perceived quality)

merupakan produk yang berkualitas paling tinggi.

4. Manufacturing-based approach

Perspektif ini bersifat supply-based dan terutama memperhatikan

praktikpraktik perekayasaan dan pemanufakturan, serta

mendefinisikan kualitas sebagai kesesuaian/sama dengan

persyaratan (conformance to requirements).

5. Value-based approach

Pendekatan ini memandang kualitas dari segi nilai dan harga. Dengan

mempertimbangkan trade off antara kinerja dan harga, kualitas

didefinisikan sebagai “affordable excellence”.


Berkaitan dengan masalah kualitas pelayanan, pada dasarnya

kualitas pelayanan merupakan suatu konsep yang abstrak dan sukar

dipahami (Tjiptono, 2004 : 51). Hal ini dikarenakan adanya empat

karakteristik jasa/layanan yang unik yang membedakannya dari

barang, yaitu tidak berwujud, tidak terpisah antara produksi dan

konsumsi, outputnya tidak terstandar dan tidak dapat disimpan

(Kotler, 1997 : 115). Ada 2 (dua) faktor utama yang mempengaruhi

kualitas layanan, yaitu layanan yang diharapkan (expected service)

dan layanan yang diterima (perceived service). Apabila layanan yang

22

diterima atau dirasakan sesuai dengan yang diharapkan konsumen,

maka kualitas layanan dipersepsikan sebagai kualitas ideal, tetapi

sebaliknya jika layanan yang diterima atau dirasakan lebih rendah

dari pada yang diharapkan, maka kualitas layanan dipersepsikan

buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas layanan bukanlah

berdasarkan sudut pandang atau persepsi penyedia jasa/layanan

melainkan berdasarkan pada

persepsi konsumen.

Seperti yang dikemukakan Kotler (1997 : 116) bahwa kualitas harus

dimulai dari kebutuhan konsumen dan berakhir pada persepsi konsumen.


Persepsi konsumen terhadap kualitas layanan itu sendiri merupakan

penilaian menyeluruh konsumen atas keunggulan suatu layanan.

Terdapat 5 (lima) determinan kualitas jasa yang dapat dirincikan sebagai

berikut :

1. Keandalan (reliability), yaitu kemampuan untuk melaksanakan jasa

yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya.

2. Ketanggapan (responsiveness), yaitu kemampuan untuk membantu

pelanggan dan memberikan jasa dengan cepat.

23

3. Keyakinan (confidence), yaitu pengetahuan dan kesopanan pegawai

serta kemampuan mereka untuk menimbulkan kepercayaan dan

keyakinan atau“assurance”

4. Empati (emphaty), yaitu syarat untuk peduli, memberi perhatian pribadi

bagi pelanggan.

5. Berwujud (tangible), yaitu penampilan fasilitas fisik, peralatan,

personel, dan media komunikasi.

Model yang dipergunakan untuk menganalisis kualitas pelayanan

dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithami dan Berry (dalam Tjiptono, 2004 :

80-81) dengan mengidentifikasi lima gap yang menyebabkan kegagalan


penyampaian jasa. Kelima gap tersebut, yaitu :

1. Gap antara harapan konsumen dan persepsi manajemen

Pada kenyataannya pihak manajemen suatu perusahaan tidak selalu

merasakan dan memahami keinginan pelanggan secara tepat.

Akibatnya manajemen tidak mengetahui desain jasa, jasa-jasa

pendukung yang diinginkan pelanggan.

2. Gap antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dan

spesifikasi kualitas pelayanan Kemungkinan manajemen mampu

memahami secara tepat apa yang diinginkan pelanggan, tetapi

24

manajemen tidak menyusun suatu standar kinerja yang jelas. Hal ini

disebabkan tidak adanya komitmen total manajemen terhadap kualitas

pelayanan, kekurangan sumber daya.

3. Gap antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian jasa Ada

beberapa penyebab terjadinya gap ini, misalnya karyawan kurang

terlatih, beban kerja melampui batas, tidak dapat memenuhi standar

kinerja.

4. Gap antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal Seringkali

harapan pelanggan dipengaruhi oleh iklan dan janji yang dibuatn

perusahaan, sehingga menimbulkan risiko bagi perusahaan.


5. Gap antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan Gap ini

terjadi bila pelanggan mengukur kinerja perusahaan dengan cara

yangberlainan

Mengukur kualitas pelayanan berarti membandingkan kinerja suatu

jasa dengan seperangkat standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu.

Parasuraman, Zeithami dan Berry (Tjiptono, 2004 : 99) menggunakan skala

multi item yang diberi nama servqual (service quality). Alat ini dimaksudkan

untuk mengukur harapan dan persepsi pelanggan dan kesenjangan (gap)

yang ada di model kualitas jasa. Dikemukakan oleh Lehtinen dan Lehtinen

(dalam Tjiptono, 2004 : 97) bahwa ada dua dimensi kualitas jasa, yaitu

25

process quality (yang dievaluasi pelanggan selama jasa diberikan) dan

output quality (yang dievaluasi setelah jasa diberikan).

Menurut Gummeson (dalam Tjiptono, 2004 : 98) yang memfokuskan

pada sumber-sumber kualitas saja, ada empat sumber kualitas yang

menentukan kualitas jasa, yaitu :

1. Design quality

Menjelaskan bahwa kualitas jasa ditentukan pada waktu pertama jasa

didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan.

2. Product quality
Menjelaskan bahwa kualitas jasa dapat ditentukan oleh kerjasama

departemen manufaktur dan departemen pemasaran.

3. Delivery quality

menjelaskan bahwa kualitas jasa dapat ditentukan oleh janji

perusahaan kepada pelanggan.

4. Relationship quality

menjelaskan bahwa kualitas jasa ditentukan oleh hubungan

profesional dan sosial antara perusahaan dengan stakeholder

(pelanggan, pemasok, agen dan pemerintah, serta karyawan

perusahaan)

26

Berdasarkan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Parasuraman,

Zeithami dan Berry diidentifikasikan 10 (sepuluh) faktor utama yang

menentukan kualitas jasa, yaitu (Tjiptono, 2004 : 69) :

1. Reliability, mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja

(performance) dan kemampuan untuk dipercaya (dependability).

2. Responsiveness, yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk

memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan.


3. Competence, artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki

keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat

memberikan jasa tertentu.

4. Access, meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui.

5. Courtesy, meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan

keramahan yang dimiliki para contact person.

6. Communication, artinya memberikan informasi kepada pelanggan

dalam bahasa yang mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran

dan keluhan pelanggan.

7. Credibility, yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.

8. Security, yaitu aman dari bahaya, risiko, keragu-raguan.

9. Understanding/knowing the customer, yaitu usaha untuk memahami

kebutuhan pelanggan

27

10. Tangibles, yaitu bukti fisik dari jasa, bisa berupa fasilitas fisik,

peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.

Untuk menciptakan suatu gaya manajemen dan lingkungan yang kondusif

bagi perusahaan jasa dalam memperbaiki kualitas, ada enam prinsip yang

harus dipenuhi oleh perusahaan, yaitu meliputi (Tjiptono, 2004 : 75-76) :

1. Kepemimpinan
Strategi kualitas perusahaan harus merupakan inisiatif dan

komitmen dari manajemen puncak. Manajemen puncak harus

memimpin perusahaan untuk meningkatkan kinerja kualitasnya. Tanpa

adanya kepemimpinan dari manajemen puncak, maka usaha untuk

meningkatkan kualitas hanya berdampak kecil terhadap perusahaan.

2. Pendidikan

Semua personel perusahaan dari manaajer puncak hingga

karyawan operasional harus memperoleh pendidikan mengenai

kualitas. Aspek-aspek yang perlu mendapatkan penekanan dalam

pendidikan tersebut meliputi konsep kualitas sebagai strategi bisnis,

alat dan teknik implementasi strategi kualitas dan peranan eksekutif

dalam implementasi strategi kualitas.

28

3. Perencanaan

Proses perencanaan strategik harus mencakup pengukuran dan

tujuan kualitas yang dipergunakan dalam mengarahkan perusahaan

untuk mencapai visinya.

4. Review Proses review merupakan satu-satunya alat yang paling efektif bagi

manajemen untuk mengubah perilaku organisasional. Proses ini merupakan


suatu mekanisme yang menjamin adanya perhatian yang konstan dan terus

menerus untuk mencapai tujuan kualitas.

5. Komunikasi

Implementasi strategi kualitas dalam organisasi dipengaruhi oleh

proses komunikasi dalam perusahaan. komunikasi harus dilakukan

dengan karyawan, pelanggan dan stakeholder perusahaan lainnya,

seperti pemasok, pemegang saham, pemerintah, masyarakat umum

dan lain-lain.

6. Penghargaan dan pengakuan (total human reward)

Penghargaan dan pengakuan merupakan aspek yang penting dalam

implementasi strategi kualitas. Setiap karyawan yang berprestasi baik

perlu diberi penghargaan dan prestasinya tersebut diakui. Dengan

demikian dapat meningkatkan motivasi, moral kerja rasa bangga dan

29

rasa kepemilikan setiap orang dalam organisasi yang pada gilirannya

dapat memberikan kontribusi besar perusahaan dan bagi pelanggan

yang dilayani.

b. Pengertian Disiplin
Disiplin adalah sikap ketaatan seseorang terhadap suatu peraturan yang

berlaku dalam organisasi yang menggabungkan diri dalam organisasi itu atas

dasar adanya kesadaran dan keinsafan, bukan karena paksaan. (Wursanto

1992:67). Sedangkan menurut Alex S Nitisemito, (1992:144) disiplin kerja

adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan yang sesuai dengan

peraturan dari perusahaan baik yang tertulis maupun tidak.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam penetapan disiplin

kerja ditekankan pada unsur kesadaran dan penyesuaian diri secara sukarela

bukan paksaan. Tingkat kedisiplinan kerja karyawan dapat diukur melalui :

1) Kepatuhan karyawan pada jam kerja.

2) Kepatuhan karyawan pada instruksi yang dating dari atasan.

3) Ketaatan pada peraturan dan tata tertib yang ada.

30

4) Menggunakan pakaian seragam sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

5) Menggunakan dan memelihara peralatan kerja dan perlengkapan kerja

dengan baik dan penuh hati-hati.

6) Mengerjakan tugas sesuai dengan prosedur dan cara kerja yang telah

ditentukan (Nitisemito 1992:261).


1. Kerja Sama

Kerja sama adalah sikap-sikap dari individu maupun kelompok terhadap

kesadaran untuk bekerja sama agar dapat mencurahkan kemampuannya

secara menyeluruh. Untuk mengukur ada tidaknya kerja sama dapat

digunakan kriteria berikut :

1) Kesediaan karyawan untuk bekerja sama dengan teman sejawatnya,

atasan maupun bawahannya berdasarkan pada kesadarannya untuk

mencapai tujuan.

2) Adanya kemampuan untuk memberi dan menerima saran maupun

kritik sehingga diperoleh adany a cara kerja yang terbaik.

3) Adanya kemauan untuk membantu temannya yang mengalami kesulitan.

31

4) Bagaimana tindakan seseorang apabila mengalami kesulitan

dalammelaksanakan pekerjaannya (Siswanto 1989:193)

2. Tanggung jawab
Menurut Pariata Westra, Tanggung jawab adalah keharusan pada seseorang

untuk melakukan secara selayaknya apa yang telah diwajibkan kepadanya

serta dapat dituntut apabila terjadi sesuatu hal yang tidak selayaknya dari

tugas tersebut. Untuk mengetahui adanya tanggung jawab yang dimiliki

pegawai dapat dilihat dari :

1) Kemampuan untuk menyelesaikan pekerjaan dengan benar.

2) Melaksanakan pekerjaan yang telah diberikan.

3) Kesanggupan dalam melaksanakan pekerjaan yang dibebankan

4) Mempunyai rasa bahwa pekerjaan adalah untuk kepentingan bersama

(Siswanto 1989:195). 1.2.3. Faktor – faktor yang mempengaruhi

semangat kerja. Faktor - faktor yang mempengaruhi semangat kerja,

yaitu :

32

a. Hubungan yang harmonis antara pimpinan dan bawahan.

Hubungan yang baik akan memberikan keuntungan yang nyata yaitu

membantu menyelesaikan masalah mereka sendiri dan tergantung

pada pimpinan, membantu bawahan untuk bersifat terbuka dalam


menyelesaikan masalah mereka. Sikap baik yang saling berbalas akan

lebih mengembangkan hubungan yang harmonis dengan bawahan.

b. Kepuasan para karyawan terhadap tugas dan pekerjaannya.

Perhatian pimpinan terhadap tugas / pekerjaan karyawan akan

memberikan dorongan dan semangat bagi karyawan dalam

menyelesaikan pekerjaannya, sehingga hasil kerja yang diperoleh akan

memberikan kepuasan tersendiri bagi karyawan

c. Terdapat suatu suasana dan iklim kerja yang bersahabat

dengan anggota lain dalam organisasi. Semangat kerja merupakan

iklim/ suasana tersebut adalah sikap mental individual/kelompok

didalam organisasi yang menunjukkan rasa bergairah didalam

melaksanakan tugas/pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja

secara lebih baik dan produktif.

d. Adanya tingkat kepuasan ekonomi dan kepuasan materiil

lainnya sebagai imbalan jerih payahnya. Pada dasarnya manusia tidak

pernah

33

merasa puas dengan apa yang telah dicapai. Kalau kebutuhan satu

sudah terpenuhi dia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan yang


lain. Rasa puas terhadap imbalan yang diterima itu sesuai dengan

kemampuan dan semangat kerja.

e. Adanya rasa kemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi

yang juga merupakan tujuan bersama. Hasil dari pada tujuan

organisasi baik secara langsung atau tidak langsung harus kelihatan

nyata bagi karyawan. Hal ini akan menjadikan mereka merasa bahwa

apa yang telah dikerjakan selama ini tidak sia-sia. Karyawan yang

merasa memiliki tidak akan tanggung-tanggung dalam menyelesaikan

pekerjaan karena karyawan itu sudah bisa menyatu dengan tempat

dimana ia bekerja.

5) Adanya ketenangan jiwa jamiman kepastian serta

perlindungan dari organisasi.

Jaminan hari tua dan perlindungan terhadap kesehatan dan keselamatan

kerja karyawan merupakan suatu perangsang atau daya tarik yang

sengaja diberikan kepada karyawan dengan tujuan ikut membangun,

memelihara dan memperkuat harapan-harapan karyawan agar dalam diri

34
mereka timbul semangat yang lebih besar untuk berprestasi bagi

organisasi (Zainun,Bukhari 1984:62) Pengertian Kepuasan Masyarakat

Menurut Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2004 : 146) disebutkan bahwa

kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap

evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan

kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan

merupakan fungsi dari harapan dan kinerja. Oliver (dalam Tjiptono, 2004 :

146) memberikan pendapat bahwa kepuasan keseluruhan ditentukan oleh

ketidaksesuaian

harapan yang merupakan perbandingan antara kinerja yang dirasakan

dengan harapan. Kepuasan merupakan fungsi positif dari harapan pelanggan

dan keyakinan diskonfirmasi. Dengan demikian kepuasan atau ketidak

puasan mayarakat merupakan respon dari perbandingan antara harapan dan

kenyataan. Lebih lanjut dijelaskan oleh Linder Pelz dalam Gotleb, Grewal dan

Brown (Tjiptono, 2004 : 147) bahwa kepuasan merupakan respon afektif

terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik. Sementara Engel

(dalam Tjiptono, 2004 : 146) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai

35
evaluasi purna beli terhadap alternatif myang dipilih yang memberikan hasil

sama atau melampaui harapan pelanggan.

Kotler (dalam Tjiptono, 2004 : 147) memberikan definisi kepuasan

pelanggan sebagai perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal

dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (atau hasil) suatu

produk dan harapan-harapannya.

Definisi tersebut di atas dapat dijabarkan bahwa kepuasan merupakan

fungsi dari kesan kinerja dan harapan. Apabila kinerja berada di bawah

harapan, pelanggan tidak puas, sebaliknya apabila kinerja memenuhi

harapan, pelanggan puas dan apabila kinerja melebihi harapan, pelanggan

amat puas atau senang. Penilaian kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan

mengambil salah satu dari

tiga bentuk yang berbeda (Engel, Blackwell dan Miniard dalam Tjiptono, 2004

: 112), yaitu :

1.Diskonfirmasi positif, yaitu apabila kinerja lebih baik dari yang

diharapkan.

2. Konfirmasi sederhana, apabila kinerja sama dengan yang diharapkan.

36
3. Diskonfirmasi negatif, apabila kinerja lebih buruk dari yang diharapkan.

Diskonfiormasi positif menghasilkan respon kepuasan dan yang

berlawanan terjadi ketika diskonfirmasi negatif. Konfirmasi sederhana

menyiratkan respon yang lebih netral yang tidak positif atau negatif.

Kepuasan pelanggan keseluruhan pada akhirnya berpengaruh negatif pada

complain pelanggan dan berpengaruh positif pada kesetiaan pelanggan.

Dikaitkan dengan kepuasan masyarakat, maka kepuasan pelanggan dapat

dianalogikan sebagai kepuasan masyarakat yang membutuhkan pelayanan

instansi.

Dalam penelitian ini penulis mencoba mengaplikasikan dan

menggunakan cara riset mengenai kepuasan masyarakat, sehingga nantinya

secara riil dapat diketahui atribut yang memiliki hubungan kuat dengan

kepuasan masyarakat.Indikator yang dipergunakan untuk mengetahui

kepuasan masyarakat antara lain adalah :

1) Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat

harapan dari kualitas pelayanan

2) Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat

harapan dari semangat kerja pegawai

37
4. Pimpinan Pada Kualitas Pelayanan

a. Pengaruh Pimpina PadaKualitas Pelayanan

Bagaimanakah sebenarnya wajah kepemimpinan di negara

Indonesia saat ini. Harus kita akui bahwa krisis kepemimpinan di

negara kita merupakan salah satu jenis krisis dari krisis yang

berkepanjangan yang kita alami saat ini. Kepemimpinan akhirnya

menjadi suatu pekerjaan rumah tersendiri bagi segenap warga negara

yang harus diselesaikan agar kita dapat melampaui krisis dengan

selamat. Negara merupakan salah satu organisasi besar yang

mempunyai tujuan tertentu, di antaranya adalah menjadikan rakyatnya

sejahtera.

Demikian pula dengan bentuk organisasi lain, baik formal maupun

informal, semuanya mempunyai tujuan-tujuan yang disepakati

bersama oleh semua anggota organisasi. Tujuan-tujuan tersebut

berbeda antara organisasi yang satu dengan yang lainnya. Sebuah

organisasi formal adalah organisasi yang mempunyai struktur dan

fungsi organisasi serta aturan-aturan yang jelas bagi anggotanya yang

semuanya terdokumentasi dengan baik (tertulis). Contoh organisasi

38
formal adalah perusahaan, organisasi massa, partai dan

sebagainya. Organisasi informal adalah organisasi yang tidak

mempunyai struktur dan aturan formal tertulis, namun anggotanya

telah menyepakati aturan-aturan organisasi, yang biasanya berupa

norma-norma atau etika tak tertulis lainnya. Contoh organisai informal

adalah keluarga dan masyarakat pada umumnya. Dalam masyarakat

sebenarnya ada pemimpin formal, misalnya kepala desa, ketua RT,

dan sebagainya. Namun, biasanya masyarakat juga mempunyai

pemimpin yang dituakan atau dihormati bersama secara informal oleh

anggota masyarakat, misalnya kiai, atau tokoh masyarakat.lainnya

Fokus bahasan dalam tulisan ini adalah organisasi formal, yang

mempunyai struktur dan aturan organisasi secara formal (tertulis).

Tidak dapat dipungkiri, aturan-aturan dalam organisasi yang

ditetapkan oleh

pemimpin bersama-sama anggota organisasi akan mempengaruhi

sikap para anggota secara keseluruhan. Dalam kasus yang banyak terjadi

di Indonesia, dengan belum berjalannya sistem dalam sebuah organisasi

secara baik, pengaruh pemimpin ternyata masih begitu besar dalam


39

menentukan arah berjalannya organisasi. Pemimpin masih diberi

kewenangan yang lebih besar, hampir-hampir tanpa kontrol dari dewan

pengawas misalnya, atau dewan perwakilan rakyat (contohnya adalah

kepemimpinan dalam sebuah negara). Kalaupun ada pengawasan, masih

kecil dampaknya terhadap perubahan kepemimpinan yang dijalankan.

Penulis sangat tertarik untuk mengulas pengaruh kepemimpinan di

sebuah perusahaan, sebuah hotel BUMN di Surabaya. Salah satu alasan

penulis adalah kinerja manajemen hotel yang selama ini dipantau dan

dinilai secara ketat oleh dewan perusahaan dan penilaiannya benar-benar

dapat terukur dengan adanya laporan keuangan yang dikeluarkannya tiap

setahun sekali. Perusahaan pada umumnya mempunyai semacam

komisaris yang akan memberikan pertimbangan atas kinerja perusahaan

tiap tahun sekali. Lebih-lebih jika perusahaan itu sebuah perusahaan go

public, perusahaan akan mengadakan rapat umum pemegang saham

(RUPS) yang akan dijadikan ajang penilaian secara transparan atas

prestasi perusahaan dalam tahun yang bersangkutan. Proses ini agak

berbeda dengan bentuk organisasi formal lainnya, yang belum mempunyai

sistem penilaian kinerja organisasi yang terukur secara jelas.

Sebelum menyimak lebih jauh ada baiknya penulis memberikan

batasan atas istilah yang akan sering digunakan dalam topik ini. Pemimpin
40

adalah sebuah istilah untuk seorang individu yang memimpin sebuah

organisasi, baik formal maupun informal. Kepemimpinan dapat diartikan

sebagai upaya seorang pemimpin untuk mempengaruhi orang lain untuk

mencapai tujuan yang telah disepakati bersama. Dengan demikian, secara

umum dapat diartikan bahwa seorang pemimpin yang baik adalah pemimpin

yang melakukan kepemimpinan dengan baik.

Dalam sebuah perusahaan, kepemimpinan akan berpengaruh pula

pada kinerja para karyawannya. Selain sistem organisasi yang telah

terbentuk, kepemimpinan memegang peranan penting, antara lain dalam

pengambilan keputusan. Beberapa hal yang juga dipengaruhi oleh peran

kepemimpinan adalah semangat kerja karyawan. Semangat kerja karyawan

ini antara lain tercermin dalam kerja sama antarkaryawan, tingkat absensi

yang rendah, kepuasan kerja di perusahaan, dan tingginya disiplin

dikalangan karyawan.

Dalam penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Saptanto (1997 ; 75)

pada perusahaan tertentu, ditunjukkan bahwa semangat kerja yang

tercermin dalam perilaku sehari-hari karyawan memang mempunyai korelasi

yang positif dengan peran kepemimpinan yang dijalankan dalam organisasi


yang bersangkutan, namun pengaruhnya kecil sekali. Semangat kerja yang

dipengaruhi oleh motivasi, komunikasi, lingkungan kerja, termasuk

41

kepemimpinan mempunyai dimensi yang lebih luas karena menyangkut

penilaian intern dalam individu karyawan itu sendiri. Namun, dalam

penelitian tersebut,

kepemimpinan yang dapat mempengaruhi semangat kerja tidak

merujuk pada teori kepemimpinan tertentu.

Dalam penelitian ini peran-peran dalam sebuah kepemimpinan akan

diuji pengaruhnya terhadap semangat kerja karyawan yang dalam hal

ini dimiliki oleh karyawan setingkat manajerial. Dengan demikian,

dapat dilihat apakah ada pengaruh yang signifikan antara peran

seorang pemimpin dengan tingat absensi, kepuasan, kerja sama, dan

disiplin karyawannya.

Faktor-faktor lain di luar kepemimpinan yang dapat mempengaruhi

semangat kerja karyawan, antara lain motivasi diri, partisipasi, dan

komunikasi, tidak menjadi bahasan dalam penelitian ini karena penulis

menilai bahwa faktor-faktor tersebut biasanya telah melekat dalam diri

seseorang. Faktor-faktor tersebut hanya membutuhkan sedikit


stimulan agar dapat berpengaruh pada perilaku seseorang. Faktor

kepemimpinan, menurut penulis, akan lebih menunjukkan dimensi

42

sosial dalam sebuah organisasi. Banyak individu akan saling

berinteraksi di dalamnya sehingga lebih menarik untuk diteliti.

5. Pengertian Kepuasan Masyarakat

Menurut Tse dan Wilton (dalam Tjiptono, 2004 : 146) disebutkan bahwa

kepuasan atau ketidakpuasan pelanggan adalah respon pelanggan terhadap

evaluasi ketidaksesuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan

kinerja aktual produk setelah pemakaiannya. Kepuasan pelanggan

merupakan fungsi dari harapan dan kinerja. Oliver (dalam Tjiptono, 2004 :

146) memberikan pendapat bahwa kepuasan keseluruhan ditentukan oleh

ketidaksesuaian harapan yang merupakan perbandingan antara kinerja yang

dirasakan dengan harapan. Kepuasan merupakan fungsi positif dari harapan

pelanggan dan keyakinan diskonfirmasi.


Dengan demikian kepuasan atau ketidak puasan mayarakat

merupakan respon dari perbandingan antara harapan dan kenyataan. Lebih

lanjut dijelaskan oleh Linder Pelz dalam Gotleb, Grewal dan

Brown (Tjiptono, 2004 : 147) bahwa kepuasan merupakan respon afektif

terhadap pengalaman melakukan konsumsi yang spesifik. Sementara Engel

(dalamTjiptono, 2004 : 146) mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai

evaluasi purna beli terhadap alternatif yang dipilih yang memberikan hasil

43

sama atau melampaui harapan pelanggan. Kotler (dalam Tjiptono, 2004 :

147) memberikan definisi kepuasan pelanggan sebagai perasaan senang

atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya

terhadap sehingga nantinya secara riil dapat diketahui atribut yang memiliki

hubungan kuat dengan kepuasan masyarakat. Indikator yang dipergunakan

untuk mengetahui kepuasan masyarakat antara lain adalah :

1. Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat

harapan darikualitas pelayanan

2. Tanggapan masyarakat yang meliputi tingkat kinerja dan tingkat

harapan dari semangat kerja pegawai


Mentri Pemberdayaan aparatur Negara Nomor : KEP/25/M.PAN/2/2004

pedoman umum penyusunan indeks kepuasan masyarakat unit pelayan

instansi pemerintah

a. bahwa pelayanan kepada masyarakat oleh aparatur

pemerintah perlu terus ditingkatkan, sehingga mencapai

kualitas yang diharapkan;

b. bahwa untuk mengetahui kinerja pelayanan aparatur

pemerintah kepada masyarakat, perlu dilakukan penilaian

44

atas pendapat masyarakat terhadap pelayanan, melalui

penyusunan indeks kepuasan masyarakat;

f. Unsur Indeks Kepuasan Masyarakat

Berdasarkan prinsip pelayanan sebagaimana telah ditetapkan dalam

Keputusan

Men.PAN Nomor: 63/KEP/M.PAN/7/2003, yang kemudian dikembangkan


menjadi 14 unsur yang “relevan, valid” dan “reliabel”, sebagai unsur minimal

yang harus ada untuk dasar pengukuran indeks kepuasan masyarakat

adalah sebagai berikut:

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang

diberikan kepada masyarakat dilihat dari sisi kesederhanaan alur

pelayanan;

2. Persyaratan Pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif

yang diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis

pelayanannya

45

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian

petugas yang memberikan pelayanan (nama, jabatan serta

kewenangan dan tanggung jawabnya);

4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja

sesuai ketentuan yang berlaku;

52
5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan

tanggung jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyelesaian

pelayanan;

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan

ketrampilan yang dimiliki petugas dalam memberikan/ menyelesaikan

pelayanan kepada masyarakat;7.

7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat

diselesaikan dalam waktu yang telah ditentukan oleh unit

penyelenggara pelayanan;

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan

dengan tidak

membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani;

46

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan

ramah serta saling menghargai dan menghormati;

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat

terhadap besarnya biaya yang ditetapkan oleh unit pelayanan;


11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang

dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan;

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan,

sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana

pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur sehingga dapat memberikan

rasa nyaman kepada penerima pelayanan;

14. Keamanan Pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan

lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang

digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan

pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan

pelayanan.

47

B. Kerangka Berpikir
Variabel kualitas pelayanan yang diberikan oleh pegawai akan

mempengaruhi sikap dari masyarakat yang dilayaninya. Sikap tersebut

terwujud dalam bentuk puas atau ketidakpuasan masyarakat terhadap

pelayanan pegawai. Apabila kualitas pelayanan yang diberikan sangat buruk,

maka masyarakat akan merasa sangat tidak puas, sebaliknya jika kualitas

pelayanan yang diberikan sangat baik, maka masyarakat akan merasa

sangat puas. Variabel lain yang dapat mempengaruhi kepuasan masyarakat

adalah semangat kerja pegawai. Pegawai yang memiliki semangat kerja

tinggi akan mempengaruhi kepuasan masyarakat dalam pelayanan

umum.Untuk mengukur secara operasional pengaruh antara kualitas

pelayanan dan semangat kerja pegawai terhadap kepuasan masyarakat

dapat dipergunakan indikator-indikator sebagai berikut :

Kepuasan Masyarakat
Diukur dari indikator :
Kualitas pelayanan
- Tanggapan masyarakat
diukur dari indikator : terhadap tingkat kinerja dan
tingkat harapan kualitas
- Tingkat kedisiplinan
pelayanan
- Kerjasama
- Tanggapan terhadap
tingkat kinerja dan tingkat
harapan semangat kerja

48

E. Gambar 2.1
Teori: Alex Nitisemito Teori:Kotler(dlm Tjiptono,

(1991:161) 2004:147

Berdasarkan gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa

keandalan, ketanggapan, keyakinan, empati dan berwujud yang merupakan

dimensi dari kualitas pelayanan akan mempengaruhi tanggapan masyarakat.

Masyarakat akan membandingkan antara tingkat kinerja yang dirasakan

dengan tingkat harapan yang diinginkan. Apabila tingkat kinerja yang

dirasakan melebihi tingkat harapan yang diinginkan, maka masyarakat

cenderung merasa puas. Demikian pula halnya dengan tingkat kedisiplinan,

kerja sama, kepatuhan dan kecekatan

pegawai yang merupakan dimensi dari semangat kerja pegawai dapat

mempengaruhi tanggapan masyarakat. Dengan demikian antara kualitas

pelayanan dan semangat kerja pegawai pada Kantor Kecamatan Rembang

dapat berpengaruh terhadap kepuasan masyarakat yang dilayaninya.

49

a. Hipotesis
Dalam penelitian ini perlu diberikan hipotesis di mana hipotesis ini merupakan

dugaan yang mungkin benar atau salah. Hipotesis menurut Arikunto (1998 :

183) adalah pernyataan mengenai suatu hal yang harus diteliti

kebenarannya. Dengan demikian hipotesis merupakan anggapan sementara

yang bersifat sebagai pedoman untuk mempermudah jalannya penelitian.

Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha1 : Diduga ada pengaruh yang positif dan signifikan antara kualitas

pelayanan terhadap kepuasan masyarakat yang dilayani.

masyarakat yang dilayani Manusia sebagai tenaga kerja atau pegawai agar

tambah tumbuh dan berkembang dengan baik secara bersemangat dalam

melakukan aktivitas kerjanya maka sangat penting perusahaan atau

organisasi

memberikan perhatiannya kepada pegawai dengan perhatian yang

baik.Pegawai akan dapat menjalankan fungsinya dengan baik sehingga

prestasi kerja pegawai dapat meningkat dan mendorong pencapaian tujuan

organisasi. Salah satufaktor yang mempengaruhi semangat kerja pegawai

adalah komunikasinya.

You might also like