You are on page 1of 70

LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Semester: .......................

Percobaan I : PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN

TEGANGAN TINGGI BOLAK BALIK

Tanggal Praktikum : ...................................................

Nama Praktikan : ...................................................

Nama Asisten Pembimbing : ...................................................

Tanda Tangan Asisten Pembimbing ........................................

Mengetahui,
Koordinator Asisten

...............................
NIM.
PERCOBAAN 1
PEMBANGKITAN DAN PENGUKURAN TEGANGAN TINGGI
BOLAK-BALIK

1.1 TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Mampu memahami dan menguasai cara pembangkitan tegangan tinggi bolak-
balik.
2. Dapat mengetahui dan menguasai metode-metode pengukuran tegangan tinggi
bolak-balik dengan sela bola, rangkaian penyearah, dan rasio belitan.

1.2 DASAR TEORI


Tegangan tinggi bolak-balik banyak dipergunakan untuk pengujian peralatan listrik
yang memiliki kapasitansi besar seperti kabel tegangan tinggi dan isolator, untuk
penelitian, dan sebagai sumber untuk pembangkitan tegangan tinggi searah dan impuls,
utamanya pada percobaan di laboratorium.

1.2.1 Pembangkitan Tegangan Tinggi Bolak-Balik


Untuk membangkitan tegangan tinggi bolak-balik di laboratorium, maka digunakan
transformator uji tegangan tinggi tiga belitan (dapat digunakan untuk rangkaian bertingkat
kaskade). Jenis transformator ini memiliki perbandingan belitan yang sangat besar antara
belitan tegangan tinggi H dan belitan tegangan rendah atau eksitasi E.
Transformator uji tegangan tinggi tersebut mampu menghasilkan tegangan yang
sangat tinggi namun menyerap daya yang lebih rendah dibanding dengan trafo daya.
Keuntungan lainnya ialah dapat membangkitkan tegangan tinggi hingga di atas ratus kV
dengan menyusun beberapa trafo uji tersebut secara seri atau susunan kaskade.

1.2.2 Pengukuran Tegangan Tinggi Bolak-Balik


Pada percobaan ini, pengukuran tegangan tinggi bolak-balik dapat dilakukan dengan
menggunakan tiga buah metode yaitu:
1. Sela bola.
2. Rangkaian penyearah.
3. Rasio belitan.

Percobaan 1 I–1
1.2.2.1 Pengukuran Tegangan Puncak dengan Sela Bola
Apabila besar tegangan uji yang diterapkan pada suatu sela bola di dalam udara
melampaui nilai tegangan tembus statisnya, maka dalam selang waktu beberapa μs terjadi
tembus elektrik pada sela bola tersebut. Selama selang waktu itu, nilai puncak tegangan
tinggi bolak-balik pada trafo dianggap konstan. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa tembus elektrik pada gas atau udara dengan menerapkan tegangan tinggi bolak-
balik frekuensi rendah, selalu terjadi pada saat nilai puncak tegangannya.
Menurut standard IEC dan VDE, tegangan tembus elektrik suatu sela bola pada
kondisi atmosfer standar (p0 = 760 torr = 1013 mbar dan t 0 = 200C = 2930K) untuk berbagai
diameter bola D ialah sebagai fungsi dari besar jarak sela s.
Ûd0 = f(D,s)
Karena kondisi atmosfer atau besar kerapatan udara yang sangat bervariasi menurut
waktu dan tempat, maka menyebabkan karakteristik tembus juga terpengaruh perubahan
kondisi atmosfer. Menurut Kuffel dan Zaengl, besar tegangan tembus elektrik (U d = Ûd)
pada berbagai kondisi atmosfer dirumuskan sebagai berikut:
Ud = δÛd0 (1.1)
p 293 p
  0,386
δ = 760 273  t 273  t (p dalam torr) (1.2)
p 293 p
  0,289
δ = 1013 273  t 273  t (p dalam mbar) (1.3)
dengan substitusi persamaan 1.3 ke dalam persamaan 1.1, didapatkan:
p
0,289
Ud = 273  t Ûd0 (1.4)
keterangan:
Ûd0 = tegangan tembus untuk sela bola menurut Schwaiger pada kondisi kerapatan
udara standar (kV)
Ud = tegangan tembus yang terjadi pada sela bola (kV)
δ = faktor koreksi atau disebut sebagai kerapatan udara relatif
p = tekanan udara pada ruangan (mbar)
t = temperatur udara pada ruangan (0C)
s = jarak sela bola (cm)
D = diameter bola (cm)

1.2.2.2 Pengukuran Tegangan Rata-rata dengan Rangkaian Penyearah

Percobaan 1 I–2
Pada metode ini, trafo uji diseri dengan dioda tegangan tinggi sebagai penyearah
setengah gelombang. Tegangan pada terminal keluaran dioda ialah tegangan tinggi searah

yang mengandung ripel tegangan sebesar  U karena adanya kapasitor perata. Besar
tegangan rata-rata akan terbaca pada alat ukur yaitu DGM yang terhubung dengan resistor
tegangan tinggi sebagai pembagi tegangan resistif (untuk lebih jelasnya, lihat gambar 1.2).
Tegangan yang terukur pada DGM ialah Udc, dan dengan menggunakan nilai tersebut
didapatkan besar tegangan tembus bolak-balik pada sela bola sebagai berikut:
U dc
Uac = 2 kV (1.5)
1.2.2.3 Pengukuran Tegangan Puncak dengan Rasio Belitan
Rasio belitan pada trafo uji tegangan tinggi merupakan perbandingan antara jumlah
lilitan tegangan tinggi atau sekunder dengan lilitan tegangan rendah atau primer.

N H U H nom
N E  U E nom (1.6)
keterangan:
UE nom = tegangan nominal primer trafo (V)
UH nom = tegangan nominal sekunder trafo (kV)
Besar tegangan di atas dapat dilihat pada name plate trafo uji.
Pada Gambar 1.1.b ditunjukkan rangkaian ekivalen dari trafo uji tegangan tinggi.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa rangkaian ekivalen trafo uji tersebut tidak sama
dengan rangkaian ekivalen trafo pada umumnya. Hal ini akibat adanya kapasitansi sendiri
Ci dari belitan tegangan tinggi yang paralel dengan kapasitansi objek uji Ca. Dengan
demikian total kapasitansi pada sisi sekunder trafo uji ialah C = C i + Ca dan besar
impedansi hubung singkatnya adalah Rk + jLk.
Dari diagram fasor pada Gambar 1.1.c, dapat disimpulkan bahwa besar tegangan
sekunder trafo uji Us tidak sama dengan Up’.
U H nom
U E nom
Up’ = Up (1.7)
1 1
= Up’ 1   Lk C = Up’ 1  U k
2
Us (1.8)
keterangan:
Up = tegangan primer trafo (V)
Up’ = tegangan pada sisi sekunder trafo dengan sisi primer sebagai referensi (kV)
Us = tegangan sekunder trafo (kV)

Percobaan 1 I–3
Uk = persentase tegangan hubung singkat trafo uji (%)
Nilai Uk dapat dilihat pada name plate trafo uji. Karena nilai 1-Uk yang selalu lebih
kecil dari 1, maka akan diperoleh peningkatan tegangan sekunder trafo uji atau Us  Up’,
sehingga penentuan nilai Us tidak dapat dihitung langsung berdasarkan perbandingan rasio
belitan trafo uji melainkan harus memperhitungkan juga besar Uk trafo tersebut.
NH
NE

Up’ Ci Us Ca
~ Up

(a)
Rk Ī

jwLk Ī

Rk w Lk
Ī
US

Up’
Up’ C US

Ī
(b) (c)
Gambar 1.1 Rangkaian dasar trafo uji tegangan tinggi
(a) Diagram rangkaian
(b) Rangkaian ekivalen
(c) Diagram fasor

1.3 PELAKSANAAN PERCOBAAN


1.3.1 Rangkaian Percobaan

Percobaan 1 I–4
D1 D2

TU RL

CM
RM
SB
~
DGM

Gambar 1.2 Rangkaian percobaan pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi bolak-balik

1.3.2 Komponen-komponen Pada Rangkaian Percobaan


 TU : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RL : ............................................................................................................
............................................................................................................
 SB : ............................................................................................................
............................................................................................................
 D1, D2 : ............................................................................................................
............................................................................................................
 CM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DGM : ............................................................................................................
............................................................................................................

1.3.3 Deskripsi Rangkaian Percobaan

Percobaan 1 I–5
1.3.4 Prosedur Percobaan
Berikut ini langkah-langkah untuk melaksanakan percobaan:
a. Susun komponen-komponen rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar 1.2.
b. Catat nilai temperatur dan tekanan udara di dalam ruangan laboratorium pada saat
dilakukan percobaan. Catat pula besar Uk, UE nom , dan UH nom yang tertera pada
name plate trafo uji.
c. Pada percobaan, besar diameter elektroda bola yang dipakai ialah d = 5 cm dan
jarak sela s diubah-ubah mulai dari 5, 10, 15, dan 20 mm.
d. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk.
e. Naikkan tegangan primer TU hingga terjadi tembus listrik pada SB. Catat besar
tegangan tembus Udc yang terbaca pada alat ukur DGM dan tegangan primer trafo
Up.
f. Lakukan langkah e sebanyak tiga kali untuk setiap perubahan jarak sela, kemudian
semua data hasil percobaan ditulis pada Tabel 1.1.
g. Selesai percobaan, matikan control desk sesuai prosedur penggunaan control desk
dan kembalikan komponen percobaan pada tempatnya.

1.4 TAHAP ANALISIS DATA PERCOBAAN


Tata cara menganalisis data hasil percobaan adalah sebagai berikut:
a. Hitung besar Ud untuk setiap perubahan jarak sela menggunakan persamaan 1.4.
Catat nilai-nilai Ud tersebut pada Tabel 1.2.

Percobaan 1 I–6
b. Hitung besar Uac untuk setiap perubahan jarak sela menggunakan persamaan 1.5,
kemudian hitung nilai rata-rata Ūac. Catat nilai-nilai Uac dan Ūac tersebut pada
Tabel 1.3.
c. Hitung besar Up’ dan Us untuk setiap perubahan jarak sela berturut-turut
menggunakan persamaan 1.7 dan 1.8, kemudian hitung nilai rata-rata Ū s. Catat
nilai-nilai Up’, Us, dan Ūs tersebut pada Tabel 1.4.
d. Dari hasil percobaan dengan metode sela bola, buat kurva Ud fungsi s (Grafik 1.1).

1.5 DATA HASIL PERCOBAAN


Tabel 1.1 Hasil percobaan pembangkitan dan pengukuran tegangan tinggi bolak-balik

Jarak sela s (mm) Data ke- Udc (kV) Up (V)

5 2

10 2

15 2

20 2

pudara = ………mbar, t = ……...0C


Uk = ………%, UE nom = ………V, UH nom = ………kV

1.6 ANALISIS DATA PERCOBAAN


1.6.1 Perhitungan Data Percobaan

Percobaan 1 I–7
a. Metode Sela Bola
Tabel 1.2 Perhitungan Ud pada pengukuran dengan metode sela bola

Jarak sela s (mm) Ûd0 (kV) Ud (kV)

5 17,4

10 32

15 46,2

20 59,5

b. Metode Rangkaian Penyearah


Tabel 1.3 Perhitungan Uac dan Ūac pada pengukuran dengan metode rangkaian penyearah

Jarak sela s Uac (kV)


Ūac (kV)
(mm) Data ke-1 Data ke-2 Data ke-3
5

10

15

20

c. Metode Rasio Belitan


Tabel 1.4 Perhitungan Up’, Us, dan Ūs pada pengukuran dengan metode rasio belitan
Jarak sela Data
Up’ (kV) Us (kV) Ūs (kV)
s (mm) ke-

5 2

10 2

Percobaan 1 I–8
1

15 2

20 2

1.6.2 Grafik Hasil Percobaan


 Grafik 1.1 Ud fungsi s

Ud (kV)

60

55

50

45

40

35

30

25

20

15

10

s (mm)
0
5 10 15 20 25

1.6.3 Penjelasan Grafik

Percobaan 1 I–9
1.7 KESIMPULAN

Percobaan 1 I – 10
1.8 TUGAS
1. Dari analisis data hasil percobaan, menurut anda metode apakah yang
lebih teliti untuk melakukan pengukuran tegangan tinggi bolak-balik?jelaskan
mengapa demikian!
2. Jelaskan mengenai prinsip dasar rangkaian penyearah sebagai salah satu
metode pengukuran tegangan tinggi bolak-balik!
3. Jelaskan secara singkat disertai gambar, efek Ferranti pada trafo uji
tegangan tinggi!turunkan rumus perhitungan Us pada persamaan 1.8!

Percobaan 1 I – 11
LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Semester: .......................

Percobaan II : FAKTOR EFISIENSI MEDAN LISTRIK PADA

BEBERAPA BENTUK GEOMETRIS ELEKTRODA

Tanggal Praktikum : ...................................................

Nama Praktikan : ...................................................

Nama Asisten Pembimbing : ...................................................

Tanda Tangan Asisten Pembimbing ........................................

Mengetahui,
Koordinator Asisten

...............................
NIM.
PERCOBAAN 2
FAKTOR EFISIENSI MEDAN LISTRIK PADA BEBERAPA
BENTUK GEOMETRIS ELEKTRODA

2.1 TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Mampu menentukan besar efisiensi medan listrik pada bermacam-macam
konfigurasi susunan elektroda dengan bentuk geometris yang berbeda.
2. Dapat mengetahui pengaruh dari bentuk geometris elektroda terhadap kuat medan
listrik dan tegangan tembusnya.

2.2 DASAR TEORI


Besar faktor efisiensi medan listrik ( η ) pada berbagai konfigurasi susunan
elektroda dengan bentuk geometris tertentu dapat didefinisikan menurut Schwaiger sebagai
berikut:
E rata rata
η = E maksimum (2.1)
atau

=   E maksimum
E rata rata
(2.2)
Ud
E maksimum = s   m (2.3)
keterangan:
η = efisiensi medan listrik pada susunan elektroda
E rata rata = kuat medan listrik rata-rata (kV/cm)
E maksimum = kuat medan listrik lokal tertinggi (kV/cm)
Ud = tegangan tembus pada susunan elektroda (kV)
s = jarak sela antar elektroda (cm)
m = 1 kV/cm
Pada susunan elektroda keping sejajar, distribusi medan listriknya homogen sehingga

besar E maksimum sama dengan E rata rata . Sebaliknya pada distribusi medan listrik non
homogen akan terdapat kuat medan listrik lokal pada daerah tertentu yang nilainya lebih
besar dari kuat medan listrik rata-ratanya. Dengan demikian maka batas nilai faktor

Percobaan 2 II – 1
efisiensi medan listrik untuk berbagai susunan elektroda dengan bentuk geometris tertentu
memenuhi syarat:
η ≤1
Besar faktor efisiensi medan listrik bergantung pada bentuk geometris dari susunan
elektroda, yaitu untuk susunan elektroda yang memberikan distribusi medan listrik
homogen semisal susunan pelat datar sejajar maka η = 1, sedangkan pada susunan
elektroda yang menghasilkan distribusi medan listrik non homogen seperti jarum-piring,
batang-bola, maka nilai η < 1.
Selain mengacu pada persamaan 1, faktor efisiensi medan listrik dapat pula
ditentukan secara empiris dengan menyatakan η sebagai fungsi dari satu atau dua
besaran karakteristik geometris susunan elektroda p dan q. Berdasarkan pada buku faktor
efisiensi geometri elektroda menurut Schwaiger halaman pertama, maka:
sr
p= r (2.4)
R
q= r (2.5)
keterangan:
s = jarak sela (cm)
r, R = jari-jari elektroda (cm) dengan r < R

Nilai dari η fungsi p dan q tersebut untuk bermacam-macam susunan elektroda


nantinya dapat dilihat pada buku faktor efisiensi geometri elektroda menurut Schwaiger.
Apabila besar efisiensi medan η diketahui, maka kuat medan listrik yang menyebabkan
terjadi tembus pada dielektrik dalam sela elektroda dapat ditentukan yaitu:

= Ed  s 
Ud

Ud
Ed s 
= (2.6)
keterangan:
Ud
= tegangan tembus pada susunan elektroda (kV)
Ed
= kuat medan listrik yang menyebabkan terjadi tembus (kV/cm)

Percobaan 2 II – 2
2.3 PELAKSANAAN PERCOBAAN
2.3.1 Rangkaian Percobaan

D1 D2

RL
TU

CM
RM
SE
~

DGM

Gambar 2.1 Rangkaian percobaan dengan berbagai macam sela elektroda (SE)

1 2 3 4 5 6 7
Gambar 2.2 Susunan elektroda SE dengan variasi bentuk geometris sebagai
objek uji pada percobaan

1. elektroda piring-piring
2. elektroda bola-bola
3. elektroda batang-batang
4. elektroda jarum-jarum
5. elektroda jarum-piring
6. elektroda batang-piring

Percobaan 2 II – 3
7. elektroda bola-piring

2.3.2 Komponen-komponen Pada Rangkaian Percobaan


 TU : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RL : ............................................................................................................
............................................................................................................
 SE : ............................................................................................................
............................................................................................................
 D1, D2 : ............................................................................................................
............................................................................................................
 CM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DGM : ............................................................................................................
............................................................................................................

Deskripsi Rangkaian Percobaan

Percobaan 2 II – 4
Prosedur Percobaan
Berikut ini langkah-langkah untuk melaksanakan percobaan:
a. Susun komponen-komponen rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar 2.1.
b. Urutan penggunaan objek uji SE dimulai dari elektroda piring-piring kemudian
diikuti sesuai urutan pada Gambar 2.2.
c. Pada percobaan, besar diameter elektroda bola yang dipakai ialah d = 5 cm dan
jarak sela s dibuat sama sebesar 15 mm.
d. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk.
e. Naikkan tegangan primer TU hingga terjadi tembus listrik pada SE. Catat besar
tegangan tembus Ud yang terbaca pada alat ukur DGM.
f. Lakukan langkah e sebanyak tiga kali, kemudian semua data hasil percobaan ditulis
pada Tabel 2.1.
g. Selesai percobaan, matikan control desk sesuai prosedur penggunaan control desk
dan kembalikan komponen percobaan pada tempatnya.

TAHAP ANALISIS DATA PERCOBAAN


Tata cara menganalisis data hasil percobaan adalah sebagai berikut:
U dc
a. Hitung nilai rata-rata U dc diikuti perhitungan U ac sebesar 2 (Tabel 2.1).

b. Untuk mendapatkan nilai efisiensi medan listrik η tiap-tiap susunan elektroda,

maka terlebih dahulu menghitung E d udara selama percobaan. Hitung besar p dan
q sesuai persamaan 2.4 dan 2.5 dengan cara mendapatkan nilai R dan r pada

susunan elektroda yang memiliki U ac tertinggi.


c. Dari nilai p dan q, maka besar efisiensi η pada susunan elektroda tersebut dapat
dicari melalui grafik η = f (p) pada buku faktor efisiensi geometri elektroda
menurut Schwaiger halaman kedua.

Percobaan 2 II – 5
d. Nilai E d dapat dihitung dengan memasukkan nilai η di atas ke dalam persamaan

2.6 ( U ac = U d ).
e. Hitung η tiap susunan elektroda sesuai dengan persamaan 2.6.

f. Kemudian hitung nilai E maksimum dan E rata rata berdasarkan persamaan 2.2 dan 2.3.

Catat semua nilai , E maksimum dan E rata rata pada Tabel 2.2.
DATA HASIL PERCOBAAN
Tabel 2.1 Hasil percobaan faktor efisiensi medan listrik pada beberapa bentuk geometris
elektroda

No. Susunan Elektroda (s = 15 mm) Udc (kV) U dc (kV) U ac (kV)

1. piring – piring

2. bola – bola

3. batang – batang

4. jarum – jarum

5. jarum – piring

6. batang – piring

Percobaan 2 II – 6
No. Susunan Elektroda (s = 15 mm) Udc (kV) U dc U ac
(kV) (kV)

7. bola – piring

pudara = ………mbar, t = ……...0C


2.6 ANALISIS DATA

Pada Tabel 2.1, nilai Ud ( U ac ) rata-rata tertinggi diperoleh pada susunan ………………….
didapatkan nilai efisiensi medan listrik pada susunan tersebut adalah:
 p = ,q =

 η
=
sehingga Ed =

 Perhitungan η , Emaksimum, Erata-rata pada setiap susunan


No.elektroda η Emaksimum Erata-rata

Tabel 2.2 Kuat medan maksimum dan rata-rata untuk masing-masing susunan elektroda

No. Susunan Elektroda η Emaksimum (kV/cm) Erata-rata (kV/cm)

1.

Percobaan 2 II – 7
No. Susunan Elektroda η Emaksimum (kV/cm) Erata-rata (kV/cm)

2.

3.

4.

5.

6.

7.
2.7 KESIMPULAN

2.8 TUGAS

Percobaan 2 II – 8
1. Berapa besar kuat medan listrik tembus udara standar dari hasil percobaan? berikan
alasannya!
2. Bagaimana pengaruh bentuk geometris elektroda terhadap efisiensi medan η
pada percobaan?mengapa demikian?
3. Jelaskan tentang distribusi medan listrik homogen dan non homogeny!
4. Hitunglah efisiensi medan η dengan menggunakan persamaan 2.1, (gunakan
software FEMM untuk mencari Emaks) ! Bandingkan dengan perhitungan
sebelumnya!

Percobaan 2 II – 9
LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Semester: .......................

Percobaan III : TEMBUS PADA GAS

Tanggal Praktikum : ...................................................

Nama Praktikan : ...................................................

Nama Asisten Pembimbing : ...................................................

Tanda Tangan Asisten Pembimbing ........................................

Mengetahui,
Koordinator Asisten

...............................
NIM.
PERCOBAAN 3
TEMBUS PADA GAS

3.1 TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Mempelajari karakteristik tembus gas untuk berbagai tekanan.
2. Mempelajari kurva Paschen gas (kurva Ud fungsi ps).
3. Memahami pengaruh tekanan gas (udara) terhadap tingkat tegangan tembus pada
gas dengan tegangan tinggi bolak-balik dan tegangan tinggi searah.

3.2 DASAR TEORI


Berdasarkan teori yang terdapat pada hukum Paschen disimpulkan bahwa besar
tegangan tembus akan semakin meningkat ketika tekanan gas dinaikkan. Hal ini
disebabkan karena tekanan gas yang semakin tinggi mengakibatkan semakin rapatnya
molekul udara sehingga elektron untuk bergerak membutuhkan energi yang lebih besar.
Pada percobaan, besarnya nilai tekanan gas (p) pada tabung uji dapat dihitung dengan
menjumlahkan antara tekanan gas dalam ruangan dengan penambahan atau pengurangan
tekanan gas dalam tabung uji. Maka perhitungannya sebagai berikut:
p = pa + p b (3.1)
keterangan:
p = tekanan gas dalam tabung uji (mbar)
pa = tekanan gas pada ruangan saat percobaan (mbar)
pb = tekanan gas yang terbaca pada tabung uji (mbar)

Untuk menentukan nilai tekanan gas dan jarak sela (ps) yaitu pada percobaan ini
jarak sela elektroda dibuat tetap untuk perubahan pb, maka dapat digunakan persamaan
sebagai berikut:

p×s
ps = 1000 (3.2)
keterangan:
ps = perkalian tekanan gas dan jarak sela (barmm)
p = tekanan gas dalam tabung uji (mbar)
s = jarak sela (mm)

Percobaan 3 III –1
3.2.1 Mekanisme Townsend

Sinar ultra
violet
KATODA ANODA
-
-
-
d Resistor
R pembatas
Sumber arus
tegangan
Uvar
A

Gambar 3.1 Rangkaian percobaan tembus Townsend

Mekanisme Townsend menjelaskan tentang fenomena tembus hanya pada tekanan


rendah dan jarak sela yang kecil (ps ≤ 10 barmm) dengan medan homogen. Mekanisme
Townsend menyatakan dua hal penting yang menjadi dasar teorinya yaitu proses primer
(memungkinkan terjadinya banjiran elektron) dan proses sekunder (memungkinkan
terjadinya peningkatan banjiran elektron).
3.2.1.1 Proses Primer
Proses primer merupakan proses ionisasi. Karena radiasi eksternal (sinar ultra violet)
elektron akan dibebaskan dari katoda. Elektron ini akan dipercepat oleh medan listrik
menuju anoda dengan suatu gaya sebesar eE, dan energi (W) yang diberikan adalah
sebagai berikut:
1
W = e E x = m v2
2 (3.3)
keterangan:
W = energi (Joule)
e = muatan elektron (1,6 ¿ 10-19 C)
E = intensitas medan (kV/m)
m = massa elektron (gram)
v = kecepatan elektron (m/s)
x = jarak pengarah elektron (m)

Dalam pergerakannya menuju anode, elektron tersebut akan menumbuk molekul gas
dan menghasilkan ion-ion positif serta elektron-elektron bebas baru. Elektron bebas baru
ini akan membentuk banjiran elektron primer yang bergerak ke anode sebagai arus listrik.

Percobaan 3 III –2
3.2.1.2 Proses Sekunder
Bila elektron awal telah berhasil mencapai anode maka proses avalance tunggal telah
selesai. Ion positif yang terbentuk pada proses primer akan bergerak menuju katode dan
dipercepat oleh medan listrik. Ketika ion positif menumbuk katode maka elektron akan
dibebaskan ke luar permukaan katode dan terjadi penambahan elektron yang akan
membentuk banjiran muatan ruang yang lama-kelamaan menjembatani terjadinya kanal
peluahan antara anoda-katode pada sela elektroda, sehingga terjadi tembus total.

3.2.2 Kurva Paschen

Ud (kV)

Daerah I
Daerah II
Daerah III

1000

900

(ps min, Ud min)

800
ps (barmm)

700 Gambar 3.2 Kurva Paschen untuk gas (Ud fungsi ps)

Pada Gambar 3.2 diperlihatkan kurva Paschen untuk udara dengan konstanta A =
1,125370188 mm-1 mbar-1, konstanta B = 27,3840079 V mm-1 mbar-1, dan  = 0,02. Kurva
600
Paschen dibagi menjadi 3 daerah tembus yaitu daerah I yang merupakan karakteristik
tembus gas pada keadaan vakum. Pada kondisi awal diberikan tegangan tembus yang
cukup tinggi untuk memicu terbentuknya elektron bebas sebagai pemicu terjadinya
500
tegangan tembus pada gas.
Berikutnya daerah II merupakan daerah terjadinya tembus Townsend pada tekanan
rendah dan jarak sela yang kecil (ps ≤ 10 barmm) dengan medan homogen. Untuk daerah
400
III merupakan daerah terjadinya tembus Streamer pada tekanan tinggi dan jarak sela yang
lebih besar dari daerah II. Pada kondisi ini (daerah III) molekul-molekul udara semakin

300
Percobaan 3 III –3
padat dan menekan ke segala arah sehingga elektron bebas untuk dapat bergerak
membutuhkan energi yang lebih tinggi. Hal ini menyebabkan nilai tegangan tembus U d
semakin besar.

3.3 PELAKSANAAN PERCOBAAN


3.3.1 Rangkaian Percobaan

D1 D2

RL
TU

CM RM
SB

~
DGM

(a)

D1 D2
TU

CM RM SB

~
DGM

(b)
Gambar 3.3 Rangkaian percobaan untuk tembus pada gas
(b) Tegangan tinggi bolak-balik
(c) Tegangan tinggi searah

Percobaan 3 III –4
3.3.2 Komponen-komponen Pada Rangkaian Percobaan
 TU : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RL : ............................................................................................................
............................................................................................................
 SB : ............................................................................................................
............................................................................................................
 D1, D2 : ............................................................................................................
............................................................................................................
 CM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DGM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 PV : ............................................................................................................
............................................................................................................
 PK : ............................................................................................................
............................................................................................................

3.3.3 Deskripsi Rangkaian Percobaan

Percobaan 3 III –5
3.3.4 Prosedur Percobaan
Berikut ini langkah-langkah untuk melaksanakan percobaan:
a. Susun komponen-komponen rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar
3.3.
b. Urutan percobaan dimulai dari tembus gas pada tegangan tinggi bolak-balik,
kemudian dilanjutkan untuk tembus gas pada tegangan tinggi searah.
c. Catat nilai temperatur dan tekanan udara di dalam ruangan laboratorium
pada saat dilakukan percobaan.
d. Pada percobaan, besar diameter elektroda bola yang dipakai ialah d = 5 cm
dan jarak sela s dibuat sama sebesar 5 mm untuk setiap perubahan pb.
e. Kurangi tekanan udara dalam tabung objek uji dengan mengatur besar pb
(bernilai negatif) menggunakan pompa vakum.
f. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk.
g. Naikkan tegangan primer TU hingga terjadi tembus listrik pada SB. Catat
besar tegangan tembus Ud yang terbaca pada alat ukur DGM.
h. Lakukan langkah g sebanyak tiga kali untuk setiap p b negatif (jangan lupa
untuk mematikan control desk pada saat akan mengurangi tekanan pb), kemudian
semua data hasil percobaan ditulis pada Tabel 3.1 untuk percobaan tembus gas
bolak-balik dan Tabel 3.2 untuk percobaan tembus gas searah.
i. Matikan control desk sesuai prosedur penggunaan control desk.
j. Tambahkan tekanan udara dalam tabung objek uji dengan mengatur besar pb
(bernilai positif) menggunakan pompa kompresor dengan terlebih dahulu
menyamakan tekanan udara dalam tabung objek uji dengan tekanan pa.
k. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk.
l. Naikkan tegangan primer TU hingga terjadi tembus listrik pada SB. Catat
besar tegangan tembus Udc yang terbaca pada alat ukur DGM.
m. Lakukan langkah l sebanyak tiga kali untuk setiap pb positif (jangan lupa
untuk mematikan control desk pada saat akan menambah tekanan pb), kemudian
semua data hasil percobaan ditulis pada Tabel 3.1 untuk percobaan tembus gas
bolak-balik dan Tabel 3.2 untuk percobaan tembus gas searah.
n. Selesai percobaan, matikan control desk sesuai prosedur penggunaan
control desk dan kembalikan komponen percobaan pada tempatnya.

Percobaan 3 III –6
3.4 TAHAP ANALISIS DATA PERCOBAAN
Tata cara menganalisis data hasil percobaan adalah sebagai berikut:

a. Hitung nilai tegangan tembus rata-rata


U dc (≈ Ud). Catat semua
nilai-nilai tersebut pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2.
b. Untuk mendapatkan besarnya nilai tekanan gas (udara) dalam tabung
objek uji (p) dapat dihitung berdasarkan persamaan 3.1. Catat nilai tersebut pada
Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
c. Setelah didapatkan besarnya nilai tekanan gas p, tentukan besarnya
nilai tekanan gas dan jarak sela (ps) berdasarkan persamaan 3.2. Catat semua
nilai-nilai tersebut pada Tabel 3.3 dan Tabel 3.4.
d. Gambar kurva Paschen untuk gas yaitu kurva Ud fungsi p (Grafik 3.1)
dan kurva Ud fungsi ps (Grafik 3.2).

Percobaan 3 III –7
3.5 DATA HASIL PERCOBAAN
 Jarak sela =
 Tekanan (pa) =
 Temperatur =

Tabel 3.1 Data hasil percobaan tembus pada gas dengan tegangan tinggi bolak-balik

Udc (kV) U dc (kV)


No. pb (mbar)
Data ke-1 Data ke-2 Data ke-3
1. - 800
2. - 600
3. - 400
4. - 200
5. 0
6. 2000
7. 3000

Tabel 3.2 Data hasil percobaan tembus pada gas dengan tegangan tinggi searah

Udc (kV)
No. pb (mbar) Ûdc (kV)
Data ke-1 Data ke-2 Data ke-3
1. - 800
2. - 600
3. - 400
4. - 200
5. 0
6. 2000
7. 3000

3.6 ANALISIS DATA


3.6.1 Perhitungan Data Percobaan
 Perhitungan tekanan gas dalam tabung objek uji pada tegangan tinggi bolak-balik

Percobaan 3 III –8
No. pa (mbar) pb (mbar) p (mbar)

 Perhitungan tekanan gas dan jarak sela pada tegangan tinggi bolak-balik

No. p (mbar) s (mm) ps (barmm)

Tabel 3.3 Data hasil perhitungan hubungan tekanan gas p dan ps dengan tegangan tembus
pada tegangan tinggi bolak-balik
No. p (mbar) ps (barmm) Ud (kV)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
 Perhitungan tekanan gas dalam tabung objek uji pada tegangan tinggi searah

No. pa (mbar) pb (mbar) p (mbar)

Percobaan 3 III –9
 Perhitungan tekanan gas dan jarak sela pada tegangan tinggi searah

No. p (mbar) s (mm) ps (barmm)

Tabel 3.4 Data hasil perhitungan hubungan tekanan udara p dan ps dengan tegangan
tembus pada tegangan tinggi searah
No. p (mbar) ps (barmm) Ud (kV)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

3.6.2 Grafik Hasil Percobaan


 Grafik 3.1 Ud fungsi p

Percobaan 3 III –10


Ud (kV)

80

70

60

50

40

30

20

10

p (mbar)
0
400 800 1200 1600 2000 2400 2800 3200 3600 4000 4400 4800 5200

 Grafik 3.2 Ud fungsi ps

Ud (kV)

80

70

60

50

40

30

20

10

ps (barmm)
0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26

3.6.3 Penjelasan Grafik

Percobaan 3 III –11


3.7 KESIMPULAN

3.8 TUGAS
1. Jelaskan mengenai proses ionisasi!
2. Jelaskan tentang proses pelepasan bertahan sendiri dengan pelepasan tidak
bertahan sendiri pada kurva pertumbuhan arus Townsend!
3. Jelaskan secara singkat disertai gambar, mekanisme tembus pada gas dan
Kurva Paschen!

Percobaan 3 III –12


LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Semester: .......................

Percobaan IV : DISTRIBUSI TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK

PADA ISOLATOR RANTAI

Tanggal Praktikum : ...................................................

Nama Praktikan : ...................................................

Nama Asisten Pembimbing : ...................................................

Tanda Tangan Asisten Pembimbing ........................................

Mengetahui,
Koordinator Asisten

...............................
NIM.
PERCOBAAN 4
DISTRIBUSI TEGANGAN TINGGI BOLAK-BALIK
PADA ISOLATOR RANTAI

4.1 TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Mampu mengukur dan menentukan besar distribusi tegangan tinggi bolak-balik
pada isolator rantai.

4.2 DASAR TEORI


Pada saluran transmisi SUTT, kawat penghantar yang bertegangan tinggi
digantungkan pada isolator rantai. Untuk isolator rantai yang panjang, distribusi tegangan
tinggi bolak-balik pada tiap-tiap isolator penyusunnya tidak merata. Hal ini disebabkan
oleh adanya pengaruh dari:
1. Kapasitansi antara penghubung tiap-tiap isolator (C).
2. Kapasitansi antara penghubung isolator dengan tanah atau menara penghantar
(Ce).
3. Kapasitansi antara penghubung isolator dengan kawat penghantar bertegangan
tinggi (Ch).

Isolator rantai yang dibebani dengan tegangan tinggi bolak-balik dapat dinyatakan
dengan rangkaian pengganti seperti pada Gambar 4.1. Pada gambar tersebut, jumlah
isolator yang digunakan ialah 5 buah isolator piring (suspension insulator), sehingga akan
diperoleh 5 buah kapasitansi C, dan 4 buah kapasitansi masing-masing Ce dan Ch .

Percobaan 4 IV – 1
n=0

C X
Ce Ch

n=1

C
Ce Ch

n=2

C L
Ce Ch

n=3

C
Ce Ch

n=4

n=5

Tanah atau menara penghantar


Kawat penghantar bertegangan tinggi

Gambar 4.1 Rangkaian pengganti isolator rantai dengan 5 buah isolator penyusun

Dengan analisis rangkaian listrik dapat diperoleh distribusi tegangan pada isolator
rantai:
1  sinh Ka  sinh K (1  a ) 
C e sinh K  C h 1  sinh K 
Ui(n) = C e  C h    (4.1)
Besar Ui(n) dapat pula dicari secara praktek atau berdasarkan hasil percobaan, melalui
persamaan pendekatan yaitu:
U
Ui(n) = Un ¿ 100% (4.2)
dengan syarat batas, yaitu pada:
n = 0, (X = 0), Ui(n) = 0 atau Un = ~
n = 5, (X = L), Ui(n) = 1 atau Un = U

Percobaan 4 IV – 2
X
a = L (4.3)
C e +C h
K = √ C (4.4)
Besar distribusi tegangan tinggi bolak-balik pada tiap-tiap isolator piring ialah:
ΔUn = Ui(n) – Ui(n-1) (4.5)
keterangan:
Un = tegangan pada jepitan ke-n isolator rantai (kV)
Ui(n) = tegangan pada jepitan ke-n isolator rantai (%)
U = tegangan pembebanan pada isolator rantai atau tegangan antara
kawat penghantar tegangan tinggi dengan tanah (kV)
ΔUn = distribusi tegangan tinggi bolak-balik pada isolator ke-n (%)
Kurva Ui(n) fungsi a pada isolator rantai untuk nilai kapasitansi C e dan Ch yang
berbeda-beda ditunjukkan pada gambar 4.2.

Ui(n)

a
0 1
Ce > Ch
Ce = Ch
Ce = Ch = 0
Ce < Ch

Gambar 4.2 Kurva Uin fungsi a pada isolator rantai

Percobaan 4 IV – 3
4.3 PELAKSANAAN PERCOBAAN
4.3.1 Rangkaian Percobaan

RL

n=0 B
D1 D2 n=1
TU

n=2
SB
INS
n=3
CM RM

~ n=4

n=5
A
DGM

Gambar 4.3 Rangkaian percobaan menggunakan isolator rantai dengan


5 buah isolator penyusun

4.3.2 Komponen-komponen Pada Rangkaian Percobaan


 TU : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RL : ............................................................................................................
............................................................................................................
 SB : ............................................................................................................
............................................................................................................
 D1, D2 : ............................................................................................................
............................................................................................................
 CM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 INS : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DGM : ............................................................................................................
............................................................................................................

4.3.3 Deskripsi Rangkaian Percobaan

Percobaan 4 IV – 4
4.3.4 Prosedur Percobaan
Berikut ini langkah-langkah untuk melaksanakan percobaan:
a. Susun komponen-komponen rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar 4.3.
b. Pada percobaan, posisi ujung-ujung sela bola dihubungkan pada n = 5 dan n = 0
(ke sistem pembumian atau tanah) untuk setiap perubahan posisi jepitan A. Jarak
sela bola s dibuat tetap sebesar 5 mm.
c. Untuk kondisi pertama, hubungkan jepitan A pada posisi n = 5. Untuk setiap
perubahan posisi jepitan A, posisi jepitan B (ke sistem pembumian) tetap
terhubung pada posisi n = 0 dari isolator rantai.
d. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk.
e. Naikkan tegangan primer TU hingga terjadi tembus listrik pada SB. Catat besar
tegangan tembus Ud yang terbaca pada alat ukur DGM.
f.Lakukan langkah e sebanyak tiga kali untuk setiap perubahan posisi jepitan A (n =
5, n = 4, n = 3, n = 2, dan n = 1), kemudian semua data hasil percobaan ditulis
pada Tabel 4.1 (jangan lupa untuk mematikan control desk pada saat akan
memindahkan posisi jepitan A).
g. Selesai percobaan, matikan control desk sesuai prosedur penggunaan control desk
dan kembalikan komponen percobaan pada tempatnya.

Percobaan 4 IV – 5
4.4 TAHAP ANALISIS DATA PERCOBAAN
Tata cara menganalisis data hasil percobaan adalah sebagai berikut:

a. Hitung nilai tegangan tembus rata-rata


Ud (≈ Un). Catat semua nilai-nilai
tersebut pada Tabel 4.1.
b. Hitung besar Ui(n) untuk setiap posisi jepitan A dengan menggunakan persamaan

4.2. Nilai U ialah tegangan tembus sela bola


U d saat jepitan A terhubung pada
posisi n = 5. Kemudian hitung pula besar ΔUn tiap isolator piring menggunakan
persamaan 4.5. Catat nilai-nilai ΔUn dan Ui(n) tersebut pada Tabel 4.2.
c. Gambar kurva Ui(n) fungsi n (Grafik 4.1).

Percobaan 4 IV – 6
4.5 DATA HASIL PERCOBAAN
Tabel 4.1 Hasil percobaan distribusi tegangan tinggi bolak-balik pada isolator rantai
dengan 5 buah isolator penyusun

No Jepitan A pada Ud (kV) U d (kV)


. n ke- Data ke-1 Data ke-2 Data ke-3
1. 5

2. 4

3. 3

4. 2

5. 1

4.6 ANALISIS DATA


4.6.1 Perhitungan Data Percobaan
 Perhitungan Ui(n) tiap posisi jepitan A
Jepitan A
No. Ui(n) (%)
pada n ke-

Berdasarkan perhitungan Ui(n) di atas, maka dapat dicari besar distribusi tegangan
ΔUn yaitu:

Percobaan 4 IV – 7
ΔU5 =
ΔU4 =
ΔU3 =
ΔU2 =
ΔU1 =

Tabel 4.2 Data hasil perhitungan ΔUn pada isolator ke-n dan Uin tiap posisi jepitan A
Jepitan A pada
No. isolator ke- ΔUn (%) Ui(n) (%)
n ke-

1.

2.

3.

4.

5.

Percobaan 4 IV – 8
4.6.2 Grafik Hasil Percobaan
 Grafik 4.1 Ui(n) fungsi n (jepitan A ke-n)

Ui(n) (%)

100

90

80

70

60

50

40

30

20

10

n
0
1 2 3 4 5

4.6.3 Penjelasan Grafik

Percobaan 4 IV – 9
4.7 KESIMPULAN

4.8 TUGAS
1. Mengapa distribusi tegangan pada isolator rantai perlu diketahui?pada isolator
piring ke berapakah yang mendapat distribusi tegangan terbesar?jelaskan!
2. Dari percobaan, apabila diameter D ataupun jarak sela s bola diubah-ubah yang
berarti tegangan pembebanan isolator rantai dibuat variabel, apakah besar Ui(n) dan
distribusi tegangan tinggi bolak-balik pada tiap-tiap isolator piring ΔUn akan ikut
berubah?jelaskan jawaban anda!
3. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis karakteristik tegangan yang terjadi pada isolator
rantai selama dibebani tegangan tinggi bolak-balik!
4. Bagaimana sebaiknya harga Ce dan Ch untuk suatu isolator rantai?mengapa
demikian!
5. Usulkan cara-cara untuk mengatasi ketidakrataan distribusi tegangan pada isolator
rantai!

Percobaan 4 IV – 10
LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Semester: .......................

Percobaan V : PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI SEARAH

DAN EFEK POLARITAS

Tanggal Praktikum : ...................................................

Nama Praktikan : ...................................................

Nama Asisten Pembimbing : ...................................................

Tanda Tangan Asisten Pembimbing ........................................

Mengetahui,
Koordinator Asisten

...............................
NIM.
PERCOBAAN 5
PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI SEARAH DAN EFEK POLARITAS

5.1 TUJUAN
Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Mampu memahami dan menguasai cara pembangkitan tegangan tinggi searah.
2. Dapat mengetahui pengaruh dari efek polaritas pada susunan elektroda jarum-
piring.

5.2 DASAR TEORI


Untuk membangkitkan tegangan tinggi searah dalam laboratorium umumnya
menggunakan komponen penyearah yang terdiri atas sejumlah dioda semikonduktor yang
terpasang seri. Prinsip dasar pembangkitan tegangan tinggi searah yaitu membangkitkan
tegangan tinggi bolak-balik yang keluarannya dihubungkan dengan rangkaian penyearah
setengah gelombang (menggunakan dioda tegangan tinggi).
5.2.1 Pembangkitan Tegangan Tinggi Searah
Pembangkitan tegangan tinggi searah yang paling sederhana diperlihatkan pada
Gambar 5.1.a. Sebuah transformator uji tegangan tinggi dihubungkan dengan beban R
melalui sebuah dioda penyearah ideal V. Tegangan sekunder trafo yang berbentuk
sinusoida dengan nilai puncak Û akan disearahkan terlebih dahulu oleh dioda tegangan
tinggi yang memiliki resistansi maju dan arus reverse sama dengan nol (karakteristik
ideal).
Bentuk keluaran gelombang tegangan yang telah disearahkan dapat dilihat pada
Gambar 5.1.b dan 5.1.c. Terlihat pada Gambar 5.1.c, dengan memasang paralel kapasitor C
dengan beban akan didapatkan gelombang tegangan yang rata dalam keadaan mantap
dibanding tanpa kapasitor. Jadi fungsi kapasitor C ialah sebagai filter atau perata bentuk
gelombang tegangan keluaran dari dioda. Untuk Gambar 5.1.c, tegangan searah pada
beban u(t) akan mengandung tegangan cacat atau ripel tegangan, sehingga berlaku
persamaan:
Ū≈Û- δ U (5.1)
Semakin rata gelombang tegangan beban, maka besar ripel tegangan akan semakin
kecil dan periode konduksi dioda tv akan menjadi lebih singkat. Besar tegangan balik yang
harus ditahan oleh dioda ialah:

Percobaan 5 V–1
ÛV ≈ 2ÛT
Dengan melihat kembali Gambar 5.1.c, maka besar ripel tegangan dapat dicari yaitu:
1
untuk tv << T = f dan δ U<<Ū, perubahan muatan pada kapasitor perata selama
periode padam:
T

∫ ig dt
2 δ UC ≈ 0 = T Īg
1
δ U = Īg 2 fC
(5.2)

uv

V ig

uT C u(t) = ig R

(a)

u(t) u(t)
2 U

Û Û Ū Umin

Ûv

Û
tv tv

uT uT
T T

(b) (c)
Gambar 5.1 Rangkaian pembangkitan tegangan tinggi searah dengan metode
penyearah setengah gelombang
(a) Rangkaian pengganti
(b) Bentuk gelombang tegangan beban tanpa kapasitor perata C

Percobaan 5 V–2
(c) Bentuk gelombang tegangan beban dengan kapasitor perata C

5.2.2 Pengukuran Tegangan Tinggi Searah


Untuk melakukan pengukuran tegangan tinggi searah, salah satu metode yang
digunakan ialah dengan bantuan tahanan atau resistor tegangan tinggi yang mempunyai
harga tahanan sangat besar seperti yang terlihat pada Gambar 5.2.

R1

u(t)

R2 DGM

Gambar 5.2 Pengukuran tegangan tinggi searah dengan suatu resistor seri atau
pembagi resistif
Tahanan R2 ialah resistor yang berfungsi sebagai pembagi tegangan resistif yang
diseri dengan R1 dan diparalel dengan alat ukur tegangan tinggi searah DGM. Besar
tegangan yang diukur DGM ialah nilai rata-rata tegangan searah Ū. Cara lain untuk
pengukuran tegangan tinggi searah adalah dengan menggunakan meter-volt elektrostatik
dan sela bola.

5.2.3 Korona Listrik


Korona merupakan suatu gejala tembus parsial atau sebagian yang diakibatkan oleh
adanya kuat medan listrik yang sangat tinggi di dalam daerah sela elektroda. Pada kondisi
distribusi medan listrik yang tidak seragam seperti pada susunan elektroda jarum-piring,
batang-piring, maka akan terjadi pelepasan muatan listrik dari permukaan ujung elektroda
yang memiliki radius kecil akibat medan listrik yang sangat besar di daerah sekitar ujung
elektroda tersebut.
Dengan adanya kuat medan listrik lokal yang tinggi tersebut, maka proses ionisasi di
udara akan terjadi akibat tumbukan elektron-elektron bebas yang dipercepat oleh medan

Percobaan 5 V–3
listrik tersebut dan otomatis menambah jumlah muatan ruang di dalam sela elektroda.
Proses ini dinamakan avalance, yang terjadi berulang kali sehingga timbul elektron-
elektron dan ion positif dalam jumlah besar disekitar daerah ujung elektroda tersebut yang
akhirnya menyebabkan terjadinya tembus parsial atau korona.
Penampilan visual korona dapat diamati berupa penampakan sinar korona yang
tergantung pada polaritas elektroda koronanya dan timbulnya suara desisan. Korona positif
biasanya menampakkan cahaya yang seragam pada permukaan elektrodanya, sedangkan
korona negatif tampak seperti noda-noda terang pada tempat tertentu. Korona dipengaruhi
oleh beberapa kondisi yaitu tekanan udara, bahan elektroda, adanya uap air di udara,
fotoionisasi dan tipe tegangan tinggi yang diterapkan.

5.2.4 Efek Polaritas


Pada medan listrik sangat tidak homogen seperti pada susunan elektroda jarum-
piring, di depan elektroda tajam terjadi ionisasi tumbukan di udara setelah tegangan
anjaknya (inception voltage) terlewati. Elektron-elektron karena mobilitasnya yang tinggi
akan secara cepat meninggalkan daerah ionisasi, sedang ion-ion positif yang bergerak
lamban akan membentuk muatan ruang positif di depan elektroda tajam, sehingga
distribusi medan listriknya berubah. Dengan demikian maka tergantung pada jarak sela,
tegangan tembus listrik pada elektroda jarum positif akan lebih rendah dibanding dengan
jarum negatif.

Percobaan 5 V–4
Ēmedan utama Ēmedan utama

- U kV + U kV

Ē1 Ē1
Ē2 Ē3 Ē2

-E +E

0 x s 0 x s
(a) (b)
Distribusi medan listrik sebelum adanya muatan ruang
Distribusi medan listrik setelah adanya muatan ruang
E1, E2, E3 Kuat medan listrik yang dibangkitkan oleh muatan ruang
Gambar
Pada jarum 5.3 Efek
negatif, polaritas padabergerak
elektron-elektron susunan elektroda jarum-piring
menuju elektroda piring atau pelat.
(a) Jarum
Ion-ion positif yang tertinggal akannegatif, (b) Jarum
menyebabkan positif kuat medan listrik sangat
penaikan
tinggi tepat pada ujung jarum, sedangkan pada daerah ruang medan listrik lainnya hanya
memiliki kuat medan listrik yang lebih kecil. Dengan demikian pengembangan kanal
peluahan muatan listrik ke arah elektroda pelat akan semakin lama.
Pada jarum positif, elektron-elektron bergerak menuju elektroda jarum. Ion-ion
positif yang tertinggal akan memperkecil besar kuat medan listrik di ujung jarum. Dengan
demikian maka kuat medan listrik ke arah elektroda pelat akan meninggi sehingga
memudahkan dan mempercepat pengembangan kanal peluahan muatan listrik. Untuk
selengkapnya, efek polaritas dapat dilihat pada Gambar 5.3.

5.3 PELAKSANAAN PERCOBAAN


5.3.1 Rangkaian Percobaan

Percobaan 5 V–5
D1 D2
TU

RM elektroda jarum
CM
~ elektroda piring

DGM

(a)

D1 D2
TU

RM elektroda jarum
CM
~ elektroda piring

DGM

(b)
Gambar 5.4 Rangkaian percobaan untuk efek polaritas
(a) Polaritas positif
(b) Polaritas negatif
5.3.2 Komponen-komponen Pada Rangkaian Percobaan
 TU : ............................................................................................................
............................................................................................................
 SE : ............................................................................................................
............................................................................................................
 D1, D2 : ............................................................................................................
............................................................................................................
 CM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DGM : ............................................................................................................
............................................................................................................

5.3.3 Deskripsi Rangkaian Percobaan

Percobaan 5 V–6
5.3.4 Prosedur Percobaan
Berikut ini langkah-langkah untuk melaksanakan percobaan:
a. Susun komponen-komponen rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar 5.4.
b. Urutan percobaan dimulai dari polaritas positif, kemudian dilanjutkan untuk
polaritas negatif.
c.Pada percobaan, besar jarak sela s ditentukan sebesar 10, 15, dan 20 mm.
d. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk.
e.Naikkan tegangan primer TU hingga terjadi korona listrik pada ujung elektroda
jarum. Catat besar tegangan korona Uc yang terbaca pada alat ukur DGM.
f. Naikkan kembali tegangan primer TU hingga terjadi tembus listrik pada sela
elektroda. Catat besar tegangan tembus Ud yang terbaca pada alat ukur DGM.

Percobaan 5 V–7
g. Lakukan langkah e dan f sebanyak tiga kali untuk setiap perubahan jarak sela,
kemudian semua data hasil percobaan ditulis pada Tabel 5.1 untuk percobaan
polaritas positif dan Tabel 5.2 untuk percobaan polaritas negatif.
h. Selesai percobaan, matikan control desk sesuai prosedur penggunaan control
desk dan kembalikan komponen percobaan pada tempatnya.

5.4 TAHAP ANALISIS DATA PERCOBAAN


Tata cara menganalisis data hasil percobaan adalah sebagai berikut:

a. Hitung nilai rata-rata


U c dan U d pada tiap polaritas. Catat nilai-nilai
tersebut pada Tabel 5.1 dan Tabel 5.2.
b. Dari nilai rata-rata tersebut, buat grafik tegangan korona dan tembus sebagai
fungsi jarak sela (Grafik 1.1) untuk setiap polaritas.

5.5 DATA HASIL PERCOBAAN


Tabel 5.1 Hasil percobaan pada polaritas positif

No U c (kV) U d (kV)
s (mm) Uc (kV) Ud (kV)
.

1. 10

2. 15

Percobaan 5 V–8
3. 20

Tabel 5.2 Hasil percobaan pada polaritas negatif

No U c (kV) U d (kV)
s (mm) Uc (kV) Ud (kV)
.

1. 10

2. 15

3. 20

5.6 ANALISIS DATA


5.6.1 Grafik Hasil Percobaan

 Grafik 1.1 Ud (nilai


U d ) dan U (nilai U c ) fungsi s
c

Percobaan 5 V–9
U (kV)

25

20

15

10

s (mm)
0
5 10 15 20 25
-5

-10

-15

-20

-25

-30

-35

5.6.2 Penjelasan Grafik

5.7 KESIMPULAN

Percobaan 5 V – 10
5.8 TUGAS
1. Sebutkan dan jelaskan rangkaian pengganda tegangan tinggi searah beserta gambar
tegangan outputnya!
2. Jelaskan secara singkat terjadinya korona positif (korona anoda) dan korona
negatif (korona katoda) pada susunan elektroda jarum-piring!sertakan juga
gambarnya!

Percobaan 5 V – 11
LABORATORIUM TEGANGAN TINGGI
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

Semester: .......................

Percobaan VI : PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI IMPULS

Tanggal Praktikum : ...................................................

Nama Praktikan : ...................................................

Nama Asisten Pembimbing : ...................................................

Tanda Tangan Asisten Pembimbing ........................................

Mengetahui,
Koordinator Asisten

...............................
NIM.
PERCOBAAN 6
PEMBANGKITAN TEGANGAN TINGGI IMPULS

6.1 TUJUAN PERCOBAAN


Setelah melakukan percobaan ini, diharapkan mahasiswa:
1. Mampu memahami dan menguasai cara pembangkitan tegangan tinggi impuls dan
pengukurannya.
2. Dapat mengetahui dan menentukan besar karakteristik waktu muka dan waktu
paruh punggung tegangan tinggi impuls petir 1,2/50 μs.

6.2 DASAR TEORI


Dalam keadaan kerja, peralatan-peralatan elektrik selain mampu dibebani tegangan
kerjanya, juga harus memiliki ketahanan terhadap pembebanan tegangan tinggi impuls
akibat sambaran petir maupun akibat proses pengoperasian saklar daya. Penguasaan cara
pembangkitan tegangan tinggi impuls diperlukan agar dapat dihasilkan bentuk gelombang
tegangan yang mendekati kejadian pembebanan transien yang terjadi di jaringan dan agar
dapat dilakukan penelitian dasar tentang tembus elektrik.
6.2.1 Definisi Tegangan Tinggi Impuls
Di dalam teknik tegangan tinggi, pengertian tegangan tinggi impuls adalah tegangan
impuls dengan suatu polaritas tertentu dan bentuk serta lamanya ditentukan oleh cara
pembangkitannya. Tegangan impuls diperlukan dalam pengujian tegangan tinggi untuk
mensimulasi terpaan akibat tegangan lebih dalam dan luar serta untuk meneliti mekanisme
tembus.
Umumnya tegangan tinggi impuls dibangkitkan dengan meluahkan muatan kapasitor
tegangan tinggi (melalui sela percik bola) pada suatu rangkaian resistor dan kapasitor.
Nilai puncak dari tegangan tinggi impuls dapat ditentukan dengan bantuan sela ukur atau
dengan rangkaian elektronik yang dikombinasikan dengan pembagi tegangan. Alat ukur
tegangan impuls yang terpenting adalah osiloskop sinar katoda yang memungkinkan
penentuan nilai-nilai sesaat melalui pembagi tegangan.

6.2.2 Bentuk Tegangan Tinggi Impuls


Bentuk umum tegangan tinggi impuls yang dipakai pada laboratorium adalah
tegangan yang naik dengan waktu yang sangat singkat sekali disusul dengan penurunan
tegangan yang sangat lambat menuju ke nol, yaitu dapat dinyatakan dengan persamaan:

Percobaan 6 VI – 1
−at −bt
V =V 0 (e −e ) (6.1)
Bentuk tegangan semacam ini mudah dibuat, yaitu dengan menetapkan konstanta a dan b,
sedangkan nilai maksimumnya disebut sebagai nilai puncak tegangan impuls.
Contoh-contoh berbagai bentuk tegangan impuls ialah seperti gambar di bawah ini:
puncak

0,9 Û punggung

dahi
Td Û
Û Û

t t t
Td
(a) (b) (c)
Gambar 6.1 Bentuk gelombang tegangan tinggi impuls
(a) Tegangan impuls persegi
(b) Tegangan impuls terpotong (taji)
(c) Tegangan impuls eksponensial ganda

Tegangan impuls persegi mengalami waktu muka yang sangat singkat dan menjadi
konstan setelah mencapai puncak sesaat sebelum terjadi tembus. Sedangkan tegangan
impuls terpotong adalah tegangan impuls yang tiba-tiba menjadi nol pada saat mencapai
puncak atau sewaktu di dahi atau di punggung. Tegangan impuls eksponensial ganda
digunakan untuk peniruan tegangan surja petir dan tegangan surja hubung. Perbedaannya
ditentukan pada lama waktu dahi dan waktu punggung.

6.2.3 Parameter Tegangan Tinggi Impuls Petir


Untuk keperluan pengujian di laboratorium, maka tegangan tinggi impuls yang
dipilih ialah tegangan impuls eksponensial ganda jenis impuls petir dengan karakteristik
1,2/50 μs yang berarti besar waktu dahi Ts = 1,2 μs dan waktu paruh punggung Tr = 50 μs
seperti ditunjukkan pada Gambar 6.2. Muka gelombang impuls petir didefinisikan sebagai
bagian dari gelombang yang dimulai dari titik nol hingga mencapai titik puncak,
sedangkan sisanya adalah ekor gelombang. Setengah puncak gelombang adalah titik-titik
pada muka dan ekor yaitu besar tegangannya adalah setengah dari nilai puncak (0,5Û).
Parameter-parameter tegangan tinggi impuls petir untuk standar pengujian dapat
dilihat pada Gambar 6.2 berikut ini.

Percobaan 6 VI – 2
S
punggung
0,9 Û
B
u(t)
dahi

Û C
0,5 Û

0,3 Û A

t
0
Ts
Tr

Gambar 6.2 Parameter tegangan tinggi impuls petir standar untuk


pengujian di laboratorium

Waktu muka (Ts) ialah waktu yang terjadi pada muka gelombang dimulai dari titik
perpotongan sumbu waktu t dengan garis lurus yang dibentuk dari titik 0,3Û (A), 0,9Û (B)
dan S hingga mencapai titik potong sumbu waktu t dengan garis vertikal dari titik S.
Sedangkan waktu paruh punggung (Tr) adalah waktu yang dibutuhkan mulai dari titik nol
hingga mencapai setengah dari nilai puncak tegangan 0,5Û (titik C) pada ekor gelombang.

6.2.4 Pembangkitan Tegangan Tinggi Impuls


Rangkaian dasar pembangkitan tegangan impuls petir dan impuls hubung untuk
pengujian adalah sama, hanya berbeda besar elemen-elemen rangkaiannya. Rangkaian
dasar yang biasa digunakan ialah rangkaian kapasitif yaitu rangkaian a dan rangkaian b
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 6.3.
Rd Rd
F F

Ie Ie
U0 Cb U0 Cb
Cs Re u(t) Cs Re u(t)
(t=0) (t=0)

(a) (b)
Gambar 6.3 Diagram rangkaian dasar pembangkit tegangan tinggi impuls
(a) Rangkaian a, (b) Rangkaian b

Percobaan 6 VI – 3
Prinsip kerja rangkaian di atas yaitu kapasitor pemuatan Cs dimuati dengan tegangan
tinggi searah U0. Dengan penyalaan sela percik bola F, terjadi peluahan muatan untuk
mengisi kapasitor beban Cb dan tahanan peluahan Re. Tegangan tinggi impuls u(t)
diperoleh pada terminal kapasitor beban Cb. Jika diinginkan waktu dahi Ts yang singkat,
maka peluahan muatan yang mengisi kapasitor beban Cb harus secepat mungkin untuk
mencapai tegangan puncak Û, sedangkan waktu punggung T r yang lama ditentukan oleh
tahanan peluahan Re yang jauh lebih besar dibandingkan tahanan peredam Rd.

6.2.5 Pengukuran Tegangan Tinggi Impuls


Pengukuran tegangan tinggi impuls dapat dilakukan dengan dengan sela percik bola,
karena kejadian tembus elektrik sela udara terjadi beberapa mikrodetik setelah dicapai
tegangan tembus statis. Dengan demikian sela percik bola dapat digunakan untuk
pengukuran tegangan puncak impuls yang tidak terlalu cepat dan untuk konstanta waktu
muka T2 ≥ 50 μs.
Hal ini berlaku, dengan anggapan bahwa di dalam ruang antara sela bola tersedia
pembawa muatan yang cukup, yaitu tembus elektrik akan langsung terjadi jika telah
dicapai tinggi kuat medan tertentu. Alat ukur voltmeter tipe DSTM digunakan untuk
menampilkan nilai puncak tegangan impuls pada pengukuran.

6.2.6 Penentuan Ts dan Tr untuk Tegangan Impuls Petir secara teori


Pada percobaan ini, rangkaian dasar yang digunakan ialah rangkaian b. Lama waktu
muka dan waktu paruh punggung ditentukan oleh besar kecilnya resistor peluahan Re dan
resistor redaman Rd. Dengan pendekatan ReCs >> RdCb, dihasilkan persamaan untuk
rangkaian b yaitu:

T1 ¿ Re (C s +C b ) (6.2)
Cs Cb
¿ Rd
T2 C s +C b (6.3)
Ts = k2T2 (6.4)
Tr = k1T1 (6.5)
dengan k1 = 0,73 dan k2 = 2,96
CS
η≈
C S +C b (6.6)
Dari persamaan-persamaan diatas, waktu muka Ts berbanding lurus dengan Rd. Jadi
semakin kecil Rd, maka waktu muka akan semakin singkat dan begitu pula sebaliknya.

Percobaan 6 VI – 4
Sedangkan waktu paruh punggung Tr berbanding lurus dengan Re. Semakin besar Re,
waktu paruh punggung akan semakin lama dan begitu pula sebaliknya.
Besar  medan pada rangkaian b berdasarkan hasil percobaan ialah didekati dengan
rumus pendekatan sebagai berikut:
U DSTM
η≈
U DGM (6.7)
keterangan:
UDSTM = Nilai puncak tegangan impuls yang terbaca pada alat ukur DSTM (kV)
UDGM = Nilai tegangan searah pada alat ukur DGM (kV)

6.3 PELAKSANAAN PERCOBAAN


6.3.1 Rangkaian Percobaan

RL D1 D2 EZK Rd
TU

RM
CS Re Cb

PLOTTER
~ NTZ
OSC

DGM ZAG MF control desk DSTM

Gambar 6.4 Rangkaian percobaan pembangkitan dan pengukuran


tegangan tinggi impuls (rangkaian b)

6.3.2 Komponen-komponen Pada Rangkaian Percobaan


 TU : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RL : ............................................................................................................
............................................................................................................
 D1, D2 : ............................................................................................................
............................................................................................................
 EZK : ............................................................................................................
............................................................................................................
 CS : ............................................................................................................
............................................................................................................
 Cb : ............................................................................................................
............................................................................................................
 RM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 Rd : ............................................................................................................
............................................................................................................
 Re : ............................................................................................................

Percobaan 6 VI – 5
............................................................................................................
 ZAG : ............................................................................................................
............................................................................................................
 OSC : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DGM : ............................................................................................................
............................................................................................................
 DSTM : ............................................................................................................
............................................................................................................

6.3.3 Deskripsi Rangkaian Percobaan

6.3.4 Prosedur Percobaan


Berikut ini langkah-langkah untuk melaksanakan percobaan:
a. Susun komponen-komponen rangkaian seperti ditunjukkan pada Gambar 6.4.
b. Nyalakan control desk untuk memulai percobaan sesuai dengan prosedur
penggunaan control desk. ON-kan pula OSC dan setting besar time/div dan
volt/div-nya.
c. Atur jarak sela s pada EZK sebesar 10 mm dengan memutar tombol MF pada
control desk.

Percobaan 6 VI – 6
d. Naikkan tegangan primer TU hingga mencapai nilai tegangan UDGM yang diberikan
asisten. Catat besar UDGM yang terbaca oleh DGM pada Tabel 6.1.
e. Aktifkan EZK dengan men-trigger-nya menggunakan ZAG, lalu catat besar
tegangan UDSTM yang terukur oleh DSTM pada Tabel 6.1.
f. Siapkan sebuah kertas milimeter pada plotter, kemudian aktifkan plotter untuk
menggambar gelombang tegangan impuls yang terlihat pada OSC.
g. Selesai percobaan, matikan control desk sesuai prosedur penggunaan control desk
dan kembalikan komponen percobaan pada tempatnya.

6.4 TAHAP ANALISIS DATA PERCOBAAN


Tata cara menganalisis data hasil percobaan adalah sebagai berikut:
a. Hitung nilai waktu muka (Ts) dan waktu paruh punggung (Tr) secara teori berturut-
turut menggunakan persamaan 6.4 dan 6.5 dengan terlebih dahulu menghitung
besar T1 (persamaan 6.2) dan T2 (persamaan 6.3).
b. Hitung pula nilai efisiensi medan η secara teori menggunakan persamaan 6.6.
c. Hitung nilai waktu muka (Ts) dan waktu paruh punggung (Tr) secara praktek
berdasarkan gambar 6.2 menggunakan hasil gambar gelombang tegangan impuls
dari plotter.
d. Hitung pula nilai efisiensi medan η secara praktek menggunakan persamaan 6.7.
e. Catat semua nilai-nilai Ts, Tr, dan η tersebut pada Tabel 6.2.

Percobaan 6 VI – 7
6.5 DATA HASIL PERCOBAAN
Tabel 6.1 Hasil percobaan tegangan tinggi impuls petir
s (mm) UDGM (kV) UDSTM (kV)

6.6 ANALISIS DATA


6.6.1 Perhitungan Data Percobaan
 Perhitungan Ts, Tr, dan η secara teori

T1 =

T2 =

Ts =

Tr =

η =

 Perhitungan Ts, Tr, dan η secara praktek

Ts =

Tr =

η =

Tabel 6.2 Perbandingan perhitungan Ts, Tr, dan η secara teori dan praktek

Ts (μs) Tr (μs) η (%)

TEORI

PRAKTEK

Percobaan 6 VI – 8
6.6.2 Grafik Hasil Percobaan
 Grafik 6.1 Tegangan impuls petir fungsi waktu untuk penentuan Ts

time/div =
volt/div =

 Grafik 6.2 Tegangan impuls petir fungsi waktu untuk penentuan Tr

time/div =
volt/div =
6.7 KESIMPULAN

Percobaan 6 VI – 9
6.8 TUGAS
1. Jelaskan secara singkat prinsip kerja pembangkitan gelombang tegangan impuls
petir! Bagaimana cara mengubah nilai Ts dan Tr pada rangkaian impuls b?
2. Jelaskan dengan disertai gambar, rangkaian pengali Marx 3 tingkat pada perluasan
rangkaian b!

Percobaan 6 VI – 10

You might also like