Professional Documents
Culture Documents
I. PENDAHULUAN
Terdapat hubungan antara kemampuan, motivasi, dan kejelasan peran, dengan kinerja
tenaga pendidik dan kependidikan. Demikian kesimpulan Prof. H. A. Sonhadji, MA., Ph.
D. dosen Manajemen Sumber Daya Pendidikan dalam kumpulan Materi Perkuliahan
Manajemen Sumber Daya Pendidikan yang berjudul Dasar-dasar Manajemen Sumber
Daya Manusia. Sedangkan Prof. Dr. J. Winardi, SE. Dalam buku ”Teori Organisasi dan
Pengorganisasian” menulis bahwa organisasi-organisasi dibentuk untuk mencapai
sejumlah tujuan, dan perilaku para anggota organisasi dapat diterangkan sehubungan
dengan upaya rasional untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.
Dua pendapat tersebut jika dihubungkan bahwa di lingkungan lembaga
pendidikan yang di dalamnya tergabung Tenaga Pendidik (Guru & Konselor) dan
Tenaga Kependidikan (Kepala Sekolah, Tenaga Administrasi / Tata Usaha, Laboran,
Pustakawan, dan Tenaga Kebersihan, yang memang mempunyai tujuan untuk
mewujudkan ketercapaian tujuan pendidikan nasional jelas memerlukan upaya untuk
memotivasi kerja mereka, agar bisa mencapai tujuan secara efektif.
Saat ini, walaupun sering kita dengar keluhan masyarakat tentang adanya
Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang dianggap bermasalah (terutama
melalui SMS di koran lokal), seperti mangkir, terlambat masuk kerja, kerja seadanya,
bahkan sampai pada masalah perselingkuhan, penyelewengan, dll. Namun
pengembangan Tenaga Pendidik dan tenaga Kependidikan sudah diarahkan untuk
menjadi tenaga profesional. Terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang didalamnya tercantum tentang Standar
Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan secara tegas menghendaki agar memiliki
kualifikasi, kompetensi, dan sertifikasi yang sesuai dengan bidangnya. Ditambah lagi
dengan berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,
semakin jelaslah bahwa Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan bukan zamannya
lagi diperlakukan dengan cara instruksi, perintah, dan suruhan-suruhan yang sifatnya
cenderung memaksa. Tidak zamannya lagi dilakukan inspeksi dengan pendekatan
memarahi, menyalahkan, bahkan menghardik bak penjajah terhadap orang yang dijajah
seperti masa lalu. Saat ini diperlukan pembinaan dengan pendekatan personal,
profesional, sosio-kultural, dan intelektual, yang disertai upaya strategis untuk
mewujudkan Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan yang semakin profesional.
A. Pengertian
Istilah ”motivasi” berasal dari bahasa Latin “movere” yang berarti “menggerakkan”.
Pengertian motivasi berkembang dengan beragam tinjauan para ahli. Wlodkowski
(1985) yang cenderung beraliran behaviorisme menjelaskan motivasi sebagai suatu
kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu, dan yang memberi
arah dan ketahanan (persistence) pada tingkah laku tersebut.
Ames dan Ames (1984) menjelaskan motivasi dari pandangan kognitif. Menurut
pandangan ini motivasi didefinisikan sebagai perspektif yang dimiliki seseorang
mengenai dirinya sendiri dan lingkungannya. Misalnya seorang guru percaya bahwa
dirinya memiliki kemampuan untuk memberikan pelajaran kepada siswanya hingga
berhasil. Konsep diri yang positif ini akan menjadi motor penggerak bagi kemauannya.
Motivasi juga dijelaskan sebagai ”tujuan yang ingin dicapai melalui perilaku tertentu”
(Cropley, 1985). Begitu pula William G. Scott, mengemukakan bahwa motivasi secara
tradisional diartikan yaitu proses yang mendorong orang-orang untuk berbuat mencapai
tujuan yang diinginkan.
Jelas bahwa motivasi merupakan pendorong, pengarah, dan penggerak seseorang
untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan agar apa yang dijadikan tujuan dapat
dicapai. Dikaitkan dengan topik makalah ini maka motivasi dalam pembahasan ini
dimaksudkan sebagai upaya yang dijadikan strategi untuk mendorong para tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan sehingga mereka melaksanakan tugas dengan baik
guna mencapau tujuan pendidikan sebagaimana yang diinginkan.
Menurut sifatnya motivasi dibagi menjadi dua yaitu Motivasi Positif dan Motivasi
Negatif. Motivasi Positif adalah suatu dorongan yang mampu dan mengakibatkan
timbulnya harapan pada seseorang yang dapat memuaskan dirinya baik secara material
maupun psikologis. Sedangkan motivasi negatif merupakan suatu dorongan untuk
bekerja yang didasarkan adanya rasa takut dan adanya tekanan dari luar. Sehingga
motivasi negatif tumbuh akibat ancaman dan paksaan. Motivasi negatif tidak akan
menjamin dapat meningkatkan prestasi kerja. Motivasi negatif sebenarnya mempunyai
tujuan yang sama dengan motivasi positif yakni usaha-usaha untuk mempengaruhi
seseorang atau sekelompok pekerja agar melakukan pekerjaan sesuai dengan
kehendak atasan dengan menggunakan cara-cara kekerasan, ancaman dan tekanan.
Pada zaman penjajahan sering ditumbuhkan motivasi negatif oleh kaum
penjajah. Sedangkan di negara-negara yang sudah merdeka atau sudah maju motivasi
negatif tidak ditumbuhkan, karena bertentangan dengan prinsip hak azasi manusia dan
adanya pandangan bahwa motivasi negatif tidak akan pernah dapat membangkitkan
dorongan kerja dan tidak menguntungkan organisasi atau lembaga itu sendiri.
Motivasi dapat timbul dari dalam diri manusia karena :Adanya kepuasan terhadap
prestasi kerja, Adanya rasa tanggung jawab yang besar, Adanya keinginan untuk
berkembang, Pekerjaan itu sendiri menyenangkan, Motivasi positif dapat juga timbul dari
luar diri manusia. Lingkungan kerja dapat menumbuhkan motivasi positif dengan adanya
ketentuan yang jelas berkaitan seperti : kenaikan gaji berkala, kenaikan pangkat, dan
lain-lain.
Kajian Teoritis tentang motivasi sebenarnya banyak dilakukan para ahli. Salah
satunya adalah oleh Abraham Maslow, seorang pencetus teori motivasi yang terkenal
menguraikan bahwa pada dasarnya manusia dimotivasi untuk memuaskan 5 kategori
kebutuhan yakni (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs); (2) kebutuhan
keselamatan (safety needs); (3) kebutuhan sosial (social needs); (4) kebutuhan
penghormatan (esteem needs) (5) kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs).
Kelima kebutuhan tersebut diupayakan untuk dipenuhi secara berjenjang, artinya orang
mula-mula akan memikirkan kebutuhan fisiologis lebih dahulu. Jika telah terpenuhi
terpenuhi maka akan meningkat untuk memenuhi kebutuhan keselamatan, dan
seterusnya. Kelima kebutuhan tersebut menjadi kebutuhan dasar setiap manusia.
C. Karakteristik Sifat Tenaga Pendidik & Tenaga Kependidikan
Sifat-sifat manusia hanyalah merupakan suatu gejala yang tampak dari luar,
sehingga relatif sulit untuk menyatakan bahwa apa yang dilakukan seseorang
menggambarkan sifat murni dari orang tersebut. Oleh karena itu seolah-olah manusia ini
dianggap sebagai makhluk yang misteri, karena sukar diduga secara pasti apa yang ada
dalam hatinya. Tetapi suatu yang disepakati para ahli adalah bahwa sifat-sifat manusia
ditentukan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Bigot dan kawan-kawan (1954)
mengutip pendapat Heymans ( 1875-1930 ) menggambarkan 8 tipe sifat-sifat manusia
yang dipengaruhi oleh faktor internal yakni oleh susunan organ tubuh berupa darah,
kelenjar lendir, kelenjar getah bening, dan empedu.
Jika merujuk pada Teori Dua Faktor yang dikemukakan Herzberg, maka faktor
eksternal yang menentukan antara lain :Kebijaksanaan perusahaan, Supervisi Teknik,
Hubungan Interpersonal, dan Sistem Upah dan Gaji.
Begitu pula jika kita merujuk pada teori kebutuhan menurut Maslow berupa lima
kategori yang akan dipenuhi oleh setiap manusia, maka mobilitas motivasi seseorang
sebagai Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan akan ditentukan oleh upaya untuk
meningkatkannya. Dengan demikian harus ada upaya yang bersifat strategik dari
seorang pimpinan agar tugas para Pendidik dan Tenaga Kependidikan dapat didorong,
diarahkan, dan digerakkan untuk mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.