You are on page 1of 5

MEDIASI DALAM PERADILAN PERDATA

NI PUTU SRI DEWI ARDI SARTIKA


(070 300 5187)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS UDAYANA
2009
MEDIASI DALAM PERADILAN PERDATA

1. Pengertian Mediasi
Mediasi merupakan proses penyelesaian sengketa melalui perundingan yang melibatkan
pihak ketiga yang bersifat netral (mediator). Dimana mediasi ini, dapat memberikan akses
keadilan yang lebih besar kepada para pihak dalam menemukan penyelesaian senketa yang
memuaskan dan memenuhi rasa keadilan, pengintegrasian mediasi ke dalam proses beracara di
pengadilan dapat menjadi salah satu instrumen efektif mengatasi masalah penumpukan perkara
di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga non-pradilan untuk
penyelesaian sengketa di samping proses peradilan yang bersifat adjudikatif.

2. Prosedur Mediasi di Pengadilan


Sesuai dengan azas hukum acara perdata, hakim disini juga bersifat aktif. Aktif disini
dalam artian hakim berperan aktif dalam mengusahakan penyelesaian secara damai terhadap
oerkara yang diperiksanya (Pasal 130 HIR/Pasal 154 ayat (1) RBg). Dalam rangka untuk
mengefektifkan Pasal 130 HIR/154 ayait (1) RBg, MA mengeluarkan Surat Edaran No. 1/2002
tentang pemberdayaan pengadilan tingkat pertama menerapkan lembaga damai yang kemudian
diganti dengan PERMA No. 2/2003 tentang prosedur mediasi di pengadilan.
Berdasarkan ketentuan dalam PERMA No. 2/2003, semua perkara perdata yang diajukan
ke pengadilan negeri wajib untuk lebih dahulu diselesaikan melalui perdamaian dengan bantuan
mediator (Pasal 2 ayat (1)). Sehingga untuk itu, Hakim akan menunda proses persidangan pada
hari sidang pertama agar para pihak dapat menempuh proses mediasi dan wajib untuk
menjelaskan prosedur mediasi kepada para pihak yang berperkara. Dalam waktu 1 hari kerja
setelah sidang pertama, para pihak yang berperkara atau kuasa hukumnya wajib berunding guna
menetukan mediator dari daftar mediator yang dimiliki pengadilan atau mediator dari luar. Jika
para pihak yang berperkara tidak juga mencapai kesepakatan dalam memilih mediator, maka
hakim ketua majelis berwenang menunjuk seorang mediator dengan penetapan. Namun, hakim
yang memeriksa perkara tersebut dilarang untuk menjadi mediator. Tahap mediasi menurut
PERMA ini meliputi:
1. Dalam waktu paling lama 7 hari kerja setelah pemilihan atau penunjukan mediator, para
pihak wajib menyerahkan fotokopi dokumen yang memuat duduk perkara, fotokopi surat-
surat yang diperlukan, dan hal-hal yang terkait dengan sengketa kepada mediator dan para
pihak (Pasal 8).
2. Mediator yang bersangkutan wajib menentukan jadwal pertemuan untuk proses mediasi
(Pasal 9 ayat (1)), serta mendorong para pihak untuk menelusuri dan menggali kepentingan
mereka dan mencari berbagai pilihan penyelesaian yang terbaik bagi para pihak (Pasal 9
ayat (4)). Selain itu bila dianggap perlu mediator dapat melakukan kaukus. Proses mediasi
berlangsung paling lama 22 hari sejak penetapan mediator (Pasal 9 ayat (5)).
3. Jika mediasi menghasilkan kesepakatan, para pihak yang berperkara dengan bantuan
mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan yang dicapai dan
menandatanganinya serta memuat klausula pencabutan perkara. Sebelumnya mediator wajib
memeriksa materi kesepakatan apakah bertentangan dengan hukum atau tidak. Kemudian
para pihak yang berperkara wajib untuk menghadap kepada hakim pada hari sidang untuk
memberitahukan baha telah tercapainya kesepakatan sehingga hakim dapat
mengukuhkannya melalui suatu akta perdamaian (Pasal 11).
4. Jika mediasi gagal mencapai kesepakatan, mediator wajib menyatakan secara tertulis dan
memberitahukan kepada hakim (Pasal 12). Mediator juga wajib memusnahkan fotokpi
dokumen dan notulen. Pernyataan dan pengakuan para pihak tidak dapat digunakan sebagai
alat bukti dan mediator sendiri tidak dapat menjadi saksi dalam persidangan.
Proses mediasi sifatnya tidak terbuka untuk umum, kecuali sengketa publik atau
ditentukan lain oleh para pihak.
Dalam PERMA No. 2/2003 ternyata perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan. Untuk
itu pada tanggal 31 Juli 2008 MA menetapkan PERMA No. 1/2008. PERMA No. 1/2008 pada
intinya sama dengan PERMA No. 2/2003, namun ada perubahan dan tambahan meliputi:
1. Mengandung implikasi hukum jika tidak dijalani. Dalam Pasal 2 ayat (3) menyatakan,
“Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan
pelanggaran terhadap pasal 130 HIR yang mengakibatkan putusan batal demi hukum”.
Diarahkannya para pihak yang berperkara untuk menempuh proses perdamaian, juga
disertai pemberian sebuah konsekuensi bagi pelangaran terhadap prosedur yang dilakukan.
2. Mengenai batasan perkara apa saja yang bisa dimediasi (Pasal 4). Yakni semua sengketa
perdata kecuali perkara yang diselesaikan melalui pengadilan niaga, pengadilan hubungan
industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen, dan keberatan
atas putusan Komisi Pengawasan Persaingan Usaha.
3. Dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008, Peran mediator menurut pasal 5 menegaskan, ada
kewajiban bagi setiap orang yang menjalankan fungsi mediator untuk memiliki sertifikat,
yang diperoleh setelah mengikuti pelatihan yang diselenggarakan oleh lembaga yang telah
memperoleh akreditasi dari MA RI. Ini menunjukan keseriusan penyelesai sengketa
melalui mediasi secara professional. Mediator harus merupakan orang yang qualified dan
memiliki integritas tinggi, sehingga diharapkan mampu memberikan keadilan dalam proses
mediasi.
4. Jangka waktu yang ditetapkan, yakni:
- batas waktu berunding untuk memilih mediator yakni 2 hari kerja sejak sidang pertama
diadakan. Jangka waktu berunding dalam PERMA ini diperpanjang yang sebelumnya hanya 1
hari kerja.
- Batas waktu penyerahan resume perkara dipersingkat dari 7 hari kerja menjadi 5 hari kerja.
- Proses mediasi berlangsung paling lama 40 hari kerja setelah penetapan mediator dan dapat
diperpanjang paling lama 14 hari kerja atas kesepakatan para pihak.
5. Adanya kewenangan mediator menyatakan mediasi gagal (Pasal 14). Yakni karena:
- para pihak/salah satu pihak telah 2 kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi
- jika setelah proses mediasi berjalan, mediator memahami bahwa dalam sengketa yang
sedang dimediasi melibatkan aset atau harta kekayaan atau kepentingan yang nyata-nyata
berkaitan dengan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan sehingga pihak
lain yang berkepentingan tidak dapat menjadi salah satu pihak dalam proses mediasi,
mediator dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim pemeriksa bahwa perkara
yang bersangkutan tidak layak untuk dimediasi dengan alasan para pihak tidak lengkap.
6. Sifatnya lebih luas. Dimana memungkinkan para pihak menempuh mediasi tidak hanya
pada pengadilan tingkat pertama saja tapi juga pada tingkat banding, kasasi, serta
peninjauan kembali (Bab V, Pasal 21)

You might also like