Professional Documents
Culture Documents
POWERED BY:
\=YNSUPPORTED BY:
Humanika
S
Consulting
ementara itu, pagi-pagi sekali
pada hari yang telah dijanjikan Primasi
itu, Pangeran Muda Jaira Semua Orang
memerintahkan pasukannya untuk Bisa Hebat
bersiap menuju Gua Pintu Suargi.
Palelu
Yang mereka tahu hanya ancar-
ancarnya saja. Belum pernah ada Gerakan Peduli
orang yang berani menginjakkan Aturan
kakinya disana selain kakek Bulesak My Power Mall
dan, tetu saja, Anak Langit.
Bosan Jadi Orang
Setelah segalanya siap, mereka Indonesia?
segera memacu kuda mereka menuju Together We Can
Padepokan Kalbusih, yang jaraknya Change The
hampir setengah hari berkuda dari World
markas mereka di Kawedanan
Buntung. Kawedanan adalah satuan Paradigma Baru
wilayah setingkat kecamatan pada Sinergi
jaman sekarang. Adapun Kelurahan The Best Affiliate
Brangin berada dibawah wilayah Program
Kawedanan Buntung.
… Siapa
Menyusul?
satu jam mereka beristirahat, dalam tidur-tidur ayamnya itu, Jiara melihat
dari balik kabut di arah menuju gua tiba-tiba muncul seorang santri muda
yang mengenakan kain serba putih berjalan menuju dirinya. Tersentak, ia
segera bangun berdiri. Dilihatnya semua anak buahnya tertidur pulas dan
dia bergerak hendak membangunkan mereka. Tetapi santri muda itu
menggelengkan kepalanya sambil meletakkan jari telunjuknya melintang
dibibirnya. Jaira berhenti, mengurungkan niatnya membangunkan para
prajuritnya.
“Anda sudah ditunggu kakek guru di gua Pintu Suargi. Harap segera
kesana seorang diri,” katanya.
“Tidak! Aku tidak mau ditipu lagi oleh kakek tua itu!” kata Jaira
keras-keras, sengaja membangunkan para prajurit dari mimpi mereka.
Tergagap para prajuritnya segera berdiri sambil bersiap memegang
senjata. Melihat itu hati Jaira mengembang.
“Disana ada Anak Langit atau tidak!!?” tanyanya kasar.
“Entahlah. Saya tidak melihatnya,” jawab santri muda itu.
“Prajurit, tangkap anak ini. Sandera dia! Kalau sampai Anak Langit
tidak ada disana kita bunuh dia!” perintah Jaira.
Para prajurit segera meringkus santri muda tanpa perlawanan.
“Kemana arah menuju gua!?” tanya Jaira.
Santri muda itu menunjuk kearah dimana dia datang sebelumnya.
“Empat orang menjaga anak ini, yang lain ikut saya!”
Bergegas pasukan itu mengambil kuda mereka dan menaikinya lalu
melaju menuju gua. Tak lama kemudian kabut segera menyelimuti
mereka, membuat mereka harus berhati-hati berjalan di jalur bebatuan.
Di sebelah kiri jalur bebatuan itu menganga jurang yang dalam, namun
tertutup oleh awan. Ini membantu membuat mereka dan kuda-kudanya
menjadi tidak ketakutan.
Lebih dari setengah jam mereka berjalan ketika mereka tiba pada
sebidang pelataran yang cukup luas . Dihadapan mereka berdiri dinding
terjal. Dibagian tengah dinding itu terdapat anak tangga berlapis-lapis
dan lumayan curam. Tampaknya sengaja dibuat demikian agar kuda tak
“Crassstt!!
“Mampus kau kakek!” teriaknya ketika mata pedang itu
dirasakannya menyentuh leher si kakek dan melesak memisahkan tulang-
tulang yang menyangga kepalanya.
Seketika itu juga terpisahlah kepala berambut putih itu dari
tubuhnya, mengelinding jatuh disamping kaki Jaira. Tetapi ada yang
aneh...! Dan itu sempat membuatnya terhenyak manakala ia melihat
darah yang muncrat dari batang leher yang terpotong itu ternyata
berwarna putih seperti susu. Tetapi, sebagai seorang pimpinan pasukan,
segera pula dia menguasai diri dan tidak ambil pusing. Dijejaknya tubuh
tak berkepala itu hingga roboh menggelosor ke depan.
“Dasar orang tua tolol! Sampai setua ini rupanya masih perjaka,
sampai-sampai darahnya pun menjadi putih seperti air kelelakiannya!”
serunya untuk meredam rasa terkejut anak buahnya, yang turut
menyaksikan darah yang aneh itu.
“Cepat periksa seluruh ruangan ini dan tangkap Anak Langit!”
perintahnya.
Pasukan itu segera memeriksa setiap sudut ruangan itu tetapi tidak
terlihat batang hidung orang yang dicari.
“Mungkin dia sudah kembali ke asalnya melalui lubang ini
pangeran,” lapor Tangka, tangan kanannya.
“Coba periksa ke dalamnya!”
“Tidak bisa pangeran, lubangnya curam dan licin.”
Ada hawa seram yang menggelitik bulu kuduknya di dalam ruangan
itu, apalagi dengan darah putih kakek Bulesak berceceran di lantai. Jaira
tak ingin berlama-lama berada disitu. Hal yang sama dirasakan pula oleh
para anak buahnya.
“Ya sudah! Ayo kita cabut!” perintahnya.
Mereka segera keluar menuju tempat parkir kuda, dan berusaha
sesegera mungkin berlalu dari tempat angker ini. Dikejar oleh rasa
seram, Dulatah yang kebetulan berada di posisi kedua terdepan
menggeblas kudanya dengan cepat di jalur berbatuan mengikuti
(…….BERSAMBUNG……)
______________________________________
…..ANDA MENYUSUL?
Anda ingin didaftar sebagai SUPPORTED BY? Tempat terbatas untuk
20 saja!
Klik saja ini: - Gemahira atau Paradigma atau abjoi
Selain terpampang disini, anda juga terpampang pada MyTopSpots di
masing-masing situs/link diatas.
___________________________________________
VIDEO INSPIRASIONAL
Sambil menanti lanjutan kisah ALDNP silakan cari inspirasi disini. Duduk
santai, dan biarkan hati dan pikiran anda mengembara melintas batas
yang selama ini mengungkung cakrawala anda.
Selamat Menikmati!
_________________________________________
T H I S W O R K I S L I C E N S E D U N D E R A C R E AT I V E C O M M O N S AT T R I B U T I O N -
N O N C O M M E R C I A L - N O D E R I VAT I V E W O R K S 3 . 0 U N P O R T E D L I C E N S E