You are on page 1of 254

SERUAN APOSTOLIK PASCA-SINODE

SUKACITA KASIH
OLEH BAPA SUCI
FRANSISKUS
KEPADA PARA WALIGEREJA
IMAM DAN DIAKON
KAUM RELIGIUS
PASANGAN KRISTIANI YANG TELAH
MENIKAH
SERTA SEMUA UMAT BERIMAN
TENTANG KASIH DI DALAM KELUARGA
2
1.
S ukacita Kasih yang dialami oleh keluarga-
keluarga merupakan sukacita Gereja juga.
Sebagaimana diamati oleh Bapa-bapa Sinode,
walaupun banyak tanda-tanda krisis lembaga
perkawinan, “keinginan untuk menikah dan
membangun keluarga tetap tinggi, khususnya di
antara orang-orang muda, dan ini merupakan
inspirasi bagi Gereja.”¹ Sebagai tanggapan atas
keinginan ini, “Pewartaan Kristiani mengenai
keluarga sungguh merupakan suatu kabar baik”.²

2. Proses dalam Sinode memungkinkan suatu


penyelidikan atas situasi keluarga-keluarga di
dunia sekarang ini, dan dengan demikian
mendapatkan visi yang lebih luas dan
kesadaran yang baru terhadap pentingnya
perkawinan dan keluarga. Kerumitan
permasalahan yang muncul mengungkapkan
perlunya suatu diskusi terbuka secara terus-
menerus terhadap sejumlah pertanyaan
mengenai doktrin, moral, spiritual, dan
pastoral. Pemikiran para pastor, teolog, bila
setia pada Gereja, jujur, realistik dan kreatif,
akan membantu kita untuk memperoleh
kejelasan yang lebih lagi. Perdebatan yang
terjadi di media, dalam publikasi tertentu dan
bahkan di antara para pelayan Gereja, berasal
dari sebuah keinginan yang melewati batas
untuk perubahan total tanpa pemikiran atau
landasan yang cukup, terhadap sikap yang
akan menyelesaikan segala sesuatu
_______________
1 Sidang Umum Luar Biasa Ke-3 Sinode Para Uskup, Relatio
Sinodi, (18 Oktober 2014), 2.
2 Sidang Umum Biasa Ke-14 Sinode Para Uskup, Relatio
Finalis (24 Oktober 2014), 3.

3
mendapatkan kesimpulan yang tidak semestinya
dari pertimbangan teologis tertentu.

3. Karena “waktu lebih luas daripada ruang”, saya


akan menegaskan bahwa tidak semua diskusi
persoalan doktrinal, moral atau pastoral perlu
diselesaikan oleh campur tangan magisterium.
Kesatuan dalam pengajaran dan praktek tentunya
diperlukan dalam Gereja, namun ini tidak berarti
menutup kemungkinan berbagai macam cara dalam
menginterpretasikan sejumlah aspek dari suatu
pengajaran atau menarik konsekuensi tertentu dari
pengajaran tersebut. Hal ini akan selalu menjadi
permasalahan sebagaimana Roh Kudus
membimbing kita menuju kebenaran yang
menyeluruh (bdk. Yoh 16:13), sampai Ia
memimpin kita sepenuhnya memasuki misteri
Kristus dan memampukan kita melihat segala
sesuatu sebagaimana yang Ia lakukan. Setiap
negara atau wilayah, lebih jauh lagi, dapat mencari
penyelesaian yang lebih sesuai dengan budaya dan
kepekaannya terhadap tradisi-tradisi dan kebutuhan
setempatnya. Karena budaya-budaya pada
kenyataannya beragam dan setiap prinsip
umum…perlu diinkulturisasikan, jika ingin
dihormati dan diterapkan”.³

_______________
3
Pidato Penutupan Sidang Umum Biasa Ke-14 Sinode
Para Uskup (24 Oktober 2015): L’Osservatore Romano, (26-
27 Oktober 2015, hal. 13; bdk. Komisi Biblika Kepausan,
Fede e cultura alla luce della Bibbia. Atti della sessione plenaria
1979 della Pontificia Commissione Biblica, Turin, 1981;
Konsili Ekumenis Vatikan II, Konstitusi Pastoral Gereja
Dalam Dunia Moderen Gaudium at Spes, 44; Yohanes
Paulus II, Surat Ensiklik Redemtoris Missio (7 Desember
1990), 52; AAS 83 (1991); Seruan Apostolik Evangelii
Gaudium (24 November 2013), 69, 117: ASS 105 (2013),
1049, 1068-69 .

4
4. Saya juga harus katakan bahwa proses Sinode
ini adalah mengesankan dan mencerahkan. Saya
bersyukur bagi banyaknya kontribusi yang telah
membantu saya untuk memahami secara lebih
menyeluruh mengenai berbagai masalah yang
dihadapi keluarga-keluarga di seluruh dunia.
Beragam campur tangan dari para Bapa Sinode,
yang mana saya perhatikan dengan seksama, telah
dibuat, sebagaimana adanya, sebuah permata
bersegi banyak yang memantulkan banyak masalah
penting dan berbagai pertanyaan yang jujur. Untuk
alasan ini, saya pikir sangat tepat untuk
mempersiapkan suatu Seruan Apostolik pasca-
sinode untuk mengumpulkan berbagai kontribusi
dari dua Sinode terakhir mengenai keluarga ini,
sambil menambahkan pertimbangan-pertimbangan
lainnya sebagai bantuan untuk pertimbangan,
dialog dan praktek pastoral, dan sebagai suatu
bantuan serta dorongan bagi keluarga-keluarga di
dalam komitmen dan tantangan mereka sehari-hari.

5. Seruan Apostolik ini bertepatan masanya di


Tahun Yubileum Kerahiman Ilahi. Pertama, karena
mewakili suatu undangan bagi keluarga-keluarga
Kristiani untuk menghargai karunia-karunia
perkawinan dan keluarga, dan untuk bertekun di
dalam sebuah cinta yang diperkuat dengan nilai-
nilai kemurahan hati, komitmen, kesetiaan dan
kesabaran. Kedua, karena hendak mendorong
setiap orang untuk menjadi tanda kerahiman dan
kedekatan manakala kehidupan keluarga berada
dalam ketidaksempurnaan atau kekurangan damai
dan sukacita.

6. Saya akan mulai dengan sebuah bab pembuka


yang diilhami Kitab Suci, untuk menetapkan
suasana yang sebagaimana mestinya. Kemudian
saya akan membahas situasi sesungguhnya dari

5
keluarga-keluarga, supaya tetap berlandaskan pada
kenyataan. Saya akan melanjutkan dengan
mengangkat kembali sejumlah aspek mendasar dari
ajaran Gereja tentang perkawinan dan keluarga,
yang akan menghantar kita menuju dua bab utama
yang dipersembahkan untuk cinta. Selanjutnya
saya akan menyoroti sejumlah pendekatan pastoral
yang dapat membimbing kita dalam membangun
keluarga yang baik dan berbuah sesuai dengan
rencana Allah, dengan sebuah bab yang
dipersembahkan untuk pengasuhan anak-anak.
Akhirnya, saya akan mengajak untuk berbelaskasih
dan kepekaan pastoral dari berbagai situasi yang
tidak sesuai dengan apa yang dikehendaki Tuhan
dari kita, dan menyimpulkannya dengan suatu
diskusi singkat mengenai spiritualitas keluarga.

7. Dengan berbekal buah-buah yang melimpah


dari proses Sinode selama dua tahun, Seruan
Apostolik ini akan membahas, dalam berbagai cara,
beragam jumlah pertanyaan. Hal ini menjelaskan
panjangnya Seruan ini. Oleh karena itu, saya tidak
merekomendasikan untuk membaca teks ini
dengan terburu-buru. Manfaat terbesar akan
muncul bila setiap bagian dibaca dengan sabar dan
seksama, atau bila menempatkan perhatian
terhadap bagian-bagian yang berkaitan dengan
kebutuhan dari keluarga itu sendiri dan bagi
mereka yang terlibat dalam kerasulan keluarga.
Ada kemungkinan, sebagai contoh, pasangan yang
telah menikah akan lebih menaruh perhatian pada
Bab Empat dan Lima, dan pelayan pastoral pada
Bab Enam, sementara semua orang akan merasa
tertantang oleh Bab Delapan. Harapan saya, dengan
membaca teks ini, semua pihak akan merasa
terpanggil untuk mencintai dan menikmati
kehidupan berkeluarga, karena “keluarga bukanlah

6
suatu masalah; mereka pada mulanya adalah
sebuah kesempatan”. 4

_______________
4 Pidato pada Pertemuan Keluarga di Santiago de Cuba (22
September 2015): L’Osservatore Romano, 24 September
2015, hal. 7.

7
BAB SATU

DALAM TERANG SANG SABDA

8. Injil penuh dengan kisah tentang keluarga,


kelahiran, cinta, dan krisis keluarga. Hal ini telihat
dari halaman pertama, dengan munculnya keluarga
Adam dan Hawa dengan segala beban kekerasan
tetapi juga kekuatan yang selalu mereka miliki
(bdk. Kej 4) sampai halaman terakhir, di mana kita
melihat pesta perkawinan antara Mempelai wanita
dan Anak Domba (Why 21:2, 9). Gambaran Yesus
tentang dua rumah, yang satu dibangun di atas
bebatuan dan yang lainnya di atas pasir (bdk. Mat
7:24-27), melambangkan sejumlah situasi keluarga
yang terbentuk dari bagaimana setiap anggota
melaksanakan kebebasannya, sebagaimana
pepatah mengatakan “setiap rumah adalah kaki
dian”5. Mari kita masuki salah satu rumah itu,
dipimpin oleh Pemazmur dengan sebuah lagu yang
hingga kini dinyanyikan dalam liturgi perkawinan
Yahudi dan Kristiani:

“ Berbahagialah setiap orang yang takut akan


TUHAN,
yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!
Apabila engkau memakan hasil jerih payah
tanganmu, berbahagialah engkau dan baiklah
keadaanmu!

_______________
5 Jorge Luis Borges, “Calle Desconocida” dalam Fervor de
Buenos Aires, 2011, 23.
Isterimu akan menjadi seperti pohon anggur yang
subur di dalam rumahmu;
anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun
sekeliling mejamu!

8
Sesungguhnya demikianlah akan diberkati orang
laki-laki yang takut akan TUHAN.
Kiranya TUHAN memberkati engkau dari Sion,
supaya engkau melihat kebahagiaan Yerusalem
seumur hidupmu, dan melihat anak-anak dari
anak-anakmu! Damai sejahtera atas Israel!” (Mz
128:1-6)

ENGKAU DAN ISTRIMU

9. Marilah kita memasuki rumah yang tenteram ini,


dengan para anggota keluarganya yang duduk
mengelilingi meja perjamuan. Di bagian tengah
kita melihat ayah dan ibu, sebuah pasangan dengan
kisah cinta mereka. Mereka mewujudkan rencana
awal Allah yang secara jelas dikatakan oleh Yesus
sendiri: “Tidakkah kamu baca, bahwa Ia yang
menciptakan manusia sejak semula menjadikan
mereka laki-laki dan perempuan?” (Mat 19:4). Kita
mendengar sebuah gema dari perintah yang
ditemukan di Kitab Kejadian: “Sebab itu seorang
laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya
menjadi satu daging.” (Kej 2:24)

10. Bab-bab awal yang agung dari Kitab Kejadian


menghadirkan pasangan manusia dalam kenyataan
yang sesungguhnya. Halaman-halaman awal dari
Kitab Suci menyajikan pernyataan-pernyataan
yang sangat jelas. Pertama, yang diucapkan
kembali oleh Yesus bahwa “Maka Allah
menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya,
menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-
laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.”
(1:27). Sungguh mengejutkan bahwa “gambaran
Allah” disini merujuk pada pasangan “pria dan
wanita”. Apakah ini berarti bahwa seks adalah hak

9
milik Allah sendiri, ataukah ini berarti bahwa Allah
memiliki teman wanita yang abadi, seperti yang
ada pada agama-agama kuno? Tentu saja
jawabannya adalah tidak. Kita mengetahui
bagaimana Kitab Suci dengan jelas menolak
pemujaan terhadap kepercayaan seperti itu, yang
ditemukan diantara orang Kanaan di Tanah Suci.
Keistimewaan Allah terjaga, sebagaimana Ia juga
adalah Sang Pencipta, kesuburan dari pasangan
manusia merupakan “gambaran” yang hidup dan
efektif, yakni sebuah tanda nyata dari penciptaan-
Nya.

11. Pasangan yang mencintai dan melahirkan


kehidupan adalah tanda nyata yang hidup – bukan
sekedar berhala seperti bebatuan atau emas yang
dilarang dalam sepuluh perintah Allah – yang
mampu menyingkapkan Allah Sang Pencipta dan
Penyelamat. Atas alasan ini, cinta yang tumbuh
subur menjadi simbol dari kehidupan sejati Allah
(bdk Kej 1:28; 9:7; 17:2-5, 16; 28:3; 35:11; 48:3-
4). Inilah sebabnya catatan Kitab Kejadian,
mengikuti “tradisi imamat”, terjalin dengan
beragam catatan silsilah (bdk 4:17-22, 25-26; 5; 10;
11:10-32; 25:1-4, 12-17, 19-26; 36). Kemampuan
dari pasangan manusia untuk melahirkan
kehidupan merupakan jalan di mana sejarah
keselamatan berkembang.

Dengan demikian, hubungan pasangan yang


tumbuh subur menjadi gambaran untuk memahami
dan menggambarkan misteri Allah sendiri, karena
dalam pandangan Kristiani terhadap Trinitas, Allah
dikontemplasikan sebagai Bapa, Putra dan Roh
kasih. Allah Tritunggal adalah persatuan cinta, dan
keluarga adalah cerminan kehidupannya. Santo
Yohanes Paulus II menekankan hal ini ketika ia
berkata, “Allah kita dalam misteri-Nya yang

10
terdalam tidaklah sendiri, tetapi merupakan suatu
keluarga, karena di dalam diri-Nya sendiri terdapat
sifat kebapakan, anak dan inti dari keluarga, yaitu
cinta. Cinta itu, di dalam keluarga ilahi, adalah Roh
Kudus”.6 Oleh karena itu keluarga bukannya tidak
terhubung dengan keberadaan Allah.7 Dimensi
Trinitas ini menemukan perwujudannya dalam
teologi St. Paulus yang menghubungkan pasangan
dengan “misteri” persatuan Kristus dan Gereja
(bdk. Ef 5:21-33)

12. Berbicara tentang perkawinan, Yesus


mengarahkan kita pada halaman lain dari Kitab
Kejadian, di dalam bab kedua yang melukiskan
sebuah pasangan dengan indah dan terperinci.
Pertama, kita melihat laki-laki, yang sangat ingin
mencari “penolong yang sepadan baginya” (vv 18,
20), mampu menghapuskan kesendiriannya di
tengah binatang-binatang dan dunia sekitarnya.
Orang-orang Yahudi menyarankan pertemuan
langsung, bertatapan muka, saling memandang,
dalam dialog yang sunyi, karena di mana ada
kaitannya dengan cinta, kesunyian berbicara lebih
banyak daripada kata-kata. Pada pertemuan dengan
wajah seseorang, seorang “kamu”, yang

_______________
6 Homili pada Perayaan Ekaristi di Puebla de los Angeles
(28 Januari 1979), 2; AAS 71 (1979), 184.
7 Bdk. ibid
mencerminkan cinta milik Tuhan sendiri dan
adalah “milik terbaik, seorang penolong yang
sesuai untuknya dan pilar penyangga” bagi seorang
laki-laki, dalam perkataan orang bijak dalam Kitab
Suci (Sir 36:24). Atau, sebagai wanita dalam
kidung Salomo akan menyanyi dalam menyatakan
cinta yang mengagumkan dan saling memberikan

11
dirinya: “Kekasihku adalah kepunyaanku, dan aku
kepunyaan dia.” (2:16; 6:3).

13. Pertemuan ini, yang membebaskan manusia


dari kesendiriannya, memunculkan kelahiran baru
dan keluarga. Secara signifikan, Adam, yang
merupakan sang pria segala waktu dan tempat,
bersama dengan istrinya, memulai sebuah keluarga
yang baru. Yesus mengatakan hal ini dengan
mengutip bacaan dari Kitab Kejadian: “Sebab itu
laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan
bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya itu
menjadi satu daging.” (Mat 19:5; bdk. Kej 2:24).
Kata “bersatu” atau “setia”, dalam bahasa Ibrani
memperlihatkan keserasian yang mendalam,
kedekatan fisik dan batin, sampai pada taraf di
mana kata itu dipakai untuk menggambarkan
kesatuan kita dengan Allah: “Jiwaku melekat
kepada-Mu” (Mz 63:8). Jadi persatuan pernikahan
tidak hanya membangkitkan dimensi seksual
ataupun badaniah, tapi juga dalam kerelaannya
memberikan diri dalam cinta. Akibat dari kesatuan
ini adalah bahwa mereka berdua “menjadi satu
daging”, secara fisik dan dalam kesatuan hati dan
hidup mereka, dan akhirnya, dalam diri seorang
anak, yang akan mewarisi dari kedua orang tuanya
bukan hanya secara genetik tapi juga secara
spiritual.

ANAK-ANAKMU SEPERTI TUNAS POHON ZAITUN

14. Mari kita bahas kidung pemazmur sekali lagi.


Di dalam rumah di mana suami dan istri duduk di
sekeliling meja, anak-anak muncul di samping
mereka “seperti tunas pohon zaitun” (Mzm 128:3),
yakni penuh dengan energi dan vitalitas. Jika orang
tua adalah landasan rumah, anak-anak adalah “batu
yang hidup” dari keluarga tersebut. Secara

12
signifikan, kata yang paling sering muncul di
Perjanjian Lama setelah nama Allah (YHWH,
“Tuhan”), adalah “anak” (ben, “anak laki-laki”)
yang di dalamnya berhubungan dengan kata kerja
“membangun” (banah). Oleh karena itu, Mazmur
128, dalam pembicaraan mengenai karunia anak,
menggunakan perumpamaan yang digambarkan
dengan bangunan rumah dan kehidupan sosial kota:
“Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah,
sia-sialah usaha orang yang membangunnya;
jikalau bukan TUHAN yang mengawal kota, sia-
sialah pengawal berjaga-jaga. Sesungguhnya,
anak-anak lelaki adalah milik pusaka dari pada
TUHAN, dan buah kandungan adalah suatu upah.
Seperti anak-anak panah di tangan pahlawan,
demikianlah anak-anak pada masa muda.
Berbahagialah orang yang telah membuat penuh
tabung panahnya dengan semuanya itu. Ia tidak
akan mendapat malu, apabila ia berbicara dengan
musuh-musuh di pintu gerbang.” Mzm 127:1, 3-5).
Gambaran ini mencerminkan budaya masyarakat
kuno, namun kehadiran anak-anak merupakan
tanda kelangsungan keluarga melalui sejarah
keselamatan, dari generasi ke generasi.

15. Di sini juga, kita bisa melihat aspek lain dari


keluarga. Kita tahu bahwa Perjanjian Baru
berbicara tentang “gereja yang ditemukan di dalam
rumah” (bdk. 1 Kor 16:19; Rm 16:15; Kol 4:15; Fil
2). Ruang hidup keluarga bisa berubah menjadi
gereja rumah tangga, sebuah tata cara untuk
Ekaristi, kehadiran Kristus yang duduk di
sekeliling meja. Kita tidak pernah bisa lupa
gambaran yang ada di Kitab Wahyu, di mana
Tuhan berkata: “Lihat, Aku berdiri di muka pintu
dan mengetok; jikalau ada orang yang mendengar
suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk
mendapatkannya dan Aku makan bersama-sama

13
dengan dia, dan ia bersama-sama dengan Aku.”
(Why 3:20). Di sini kita melihat rumah yang di
dipenuhi kehadiran Tuhan, doa dan berkat. Ini
adalah arti dari kesimpulan dari Mazmur 128, yang
kita kutip di atas: “Sesungguhnya demikianlah
akan diberkati orang laki-laki yang takut akan
TUHAN. Kiranya TUHAN memberkati engkau
dari Sion!” (Mzm 128:4-5)

16. Alkitab juga menghadirkan keluarga sebagai


tempat di mana anak-anak dibesarkan dalam iman.
Ini jelas disampaikan dari gambaran perayaan
Paskah (bdk. Kel 12:26-27; Ul 6:20-25) dan
kemudian muncul secara eksplisit dalam haggadah
Yahudi, percakapan yang mengiringi upacara
makan Paskah. Salah satu Mazmur yang
merayakan pernyataan iman di dalam keluarga:
“Yang telah kami dengar dan kami ketahui, dan
yang diceritakan kepada kami oleh nenek moyang
kami, kami tidak hendak sembunyikan kepada
anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan
kepada angkatan yang kemudian puji-pujian
kepada TUHAN dan kekuatan-Nya dan perbuatan-
perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Telah
ditetapkan-Nya peringatan di Yakub dan hukum
Taurat diberi-Nya di Israel; nenek moyang kita
diperintahkan-Nya untuk memperkenalkannya
kepada anak-anak mereka, supaya dikenal oleh
angkatan yang kemudian, supaya anak-anak, yang
akan lahir kelak, bangun dan menceritakannya
kepada anak-anak mereka.” (Mzm 78: 3-6). Maka
keluarga merupakan tempat di mana orang tua
menjadi guru pertama tentang iman bagi anak-anak
mereka. Mereka mempelajari “cara hidup” ini,
menurunkannya dari satu generasi ke generasi
selanjutnya: “Dan apabila anakmu akan bertanya
kepadamu di kemudian hari … maka haruslah
engkau berkata kepadanya …. (Kel 13:14). Dengan

14
demikian generasi selanjutnya dapat menaikkan
lagu mereka kepada Tuhan : “Hai teruna dan anak-
anak dara, orang tua dan orang muda!” (Mzm 148:
12)

17. Orangtua memiliki tanggung jawab yang serius


terhadap karya pendidikan ini, sebagaimana kisah-
kisah dalam Alkitab mengingatkan kita (bdk.
Amsal 3:11-12; 6:20-22; 13:1; 22:15; 23:13-14;
29:17) Anak-anak dipanggil untuk menerima dan
melaksanakan perintah “Hormatilah Bapa dan
ibumu” (Kel 20:12). Di sini kata “menghormati”
berkaitan dengan pemenuhan komitmen keluarga
dan sosial; hal ini tidak dapat diabaikan sebagai
bagian dari tujuan religious (bdk. Mrk 7:11-13).
“Siapa yang menghormati bapaknya menebus
dosanya, dan barangsiapa memuliakan ibunya
seperti seorang yang menimbuh harta benda” (Sir
3:3-4).
18. Injil terus-menerus mengingatkan kita bahwa
anak-anak bukanlah hak milik keluarga, tetapi
mereka punya tujuan hidup sendiri. Yesus
merupakan seorang teladan dalam hal ketaatan
terhadap orangtua-Nya di dunia, menempatkan
diri-Nya di bawah pengawasan mereka (bdk. Luk
2:51) tetapi dia juga menunjukkan bahwa
keputusan hidup anak-anak dan panggilan Kristiani
mereka dapat menuntut perpisahan demi
kepentingan Kerajaan Allah (bdk Mat 10:34-37;
Luk 9:59-62). Yesus sendiri, pada saat usia 12
tahun, memberitahu Yosef dan Maria bahwa dia
mempunyai misi yang lebih besar yang harus
dicapai selain keluarga-Nya di dunia (bdk. Luk
2:48-50) Melalui cara ini, dia menunjukkan
pentingnya sebuah ikatan yang lain, yang lebih
mendalam di dalam keluarga. “Tetapi Ia menjawab
mereka: "Ibu- Ku dan saudara-saudara-Ku ialah

15
mereka, yang mendengarkan firman Allah dan
melakukannya." (Luk 8:21). Semuanya sama,
berkaitan dengan perhatiannya terhadap anak-anak
– yang oleh masyarakat Timur Dekat kuno anak-
anak dianggap tidak mempunyai hak khusus
bahkan dalam harta keluarga – Yesus mengatakan
demikian dengan maksud menghadirkan mereka
sebagai guru, dalam hal keyakinan dan spontanitas
nereka yang sederhana terhadap orang lain. “Aku
berkata kepadamu, sesungguhnya jika kamu tidak
bertobat dan menjadi seperti anak kecil ini, kamu
tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
Sedangkan barangsiapa merendahkan diri dan
menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar
dalam Kerajaan Sorga.” Mat 18:3-4).

SEBUAH JALAN PENDERITAAN DAN DARAH.

19. Gambaran ideal yang dihadirkan dalam Mzm


128 tidak bertentangan dengan kebenaran pahit
yang ditemukan dalam Sabda Suci, yaitu, hadirnya
penderitaan, setan dan kekerasan yang
menghancurkan keluarga dan kesatuan mereka
dalam hidup dan cinta. Karena alasan yang baik
ajaran Kristus tentang perkawinan (bdk Mat 19:39)
disisipkan dalam perdebatan mengenai perceraian.
Sabda Allah secara konsisten membuktikan pada
sisi gelap yang sudah dihadirkan sejak awal mula,
ketika, melalui dosa, hubungan cinta dan kesucian
antara laki-laki dan perempuan berubah menjadi
penguasaan: “Engkau akan berahi kepada suamimu
dan ia akan berkuasa atasmu." (Kej 3:16).

20. Rangkaian penderitaan dan pertumpahan darah


ini ada diberbagai halaman Kitab Suci, diawali
dengan pembunuhan oleh Kain terhadap
saudaranya Habel. Kita membaca perselisihan
antara anak-anak dan istri-istri keturunan Abraham,

16
Ishak dan Yakub, tragedi dan kekerasan menandai
keluarga Daud, masalah keluarga tercermin dalam
sejarah keluarga Tobias dan keluhan pahit Yakub
“Saudara-saudaraku dijauhkan-Nya dari padaku,
dan kenalan-kenalanku tidak lagi mengenal aku.
Kaum kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku
melupakan aku. Nafasku menimbulkan rasa jijik
kepada isteriku, dan bauku memualkan saudara-
saudara sekandungku.” (Ayub 19:13-14, 17)

21. Yesus sendiri lahir dalam keluarga sederhana


yang kemudian segera mengungsi ke daerah asing.
Dia mengunjungi rumah Petrus, yang mertuanya
sedang sakit (bdk Mrk 1:30-31) dan memberi
simpati saat mendengar kematian di rumah Yairus
dan Lazarus (bdk Mrk 5:22-24, 35-43; Yoh 11:1-
44). Dia mendengar ratapan putus asa janda-janda
di Naim atas kematian putranya (bdk Luk 7:11-15)
dan memperhatikan ratapan ayah seorang anak
yang sakit epilepsi di kota kecil (bdk Mrk 9:17-27).
Dia pergi ke rumah pemungut cukai seperti Mateus
dan Zakeus (bdk Mat 9:9-13; Lek 19:1-10), dan
berbicara kepada pendosa seperti wanita di rumah
Simon orang Farisi (bdk Luk 7:36-50). Yesus
mengerti kecemasan dan tekanan yang dialami oleh
para keluarga dan menggambarkan-nya dengan
perumpamaan: anak-anak yang meninggalkan
rumah mencari petualangan (bdk Luk 15:11-32),
atau yang membuktikan suatu kesusahan, (Mat
21:28-31) umpan untuk kekerasan (Mrk 12:1-9).
Dia juga peka dengan hal memalukan akibat
kekurangan anggur dalam pesta perkawinan (Yoh
2:1-10), ketidakhadiran tamu pada pesta (Mat 22:1-
10) dan kekuatiran suatu keluarga miskin karena
kehilangan sebuah dirham (Luk 15:8-10).

22. Dalam tinjauan singkat ini, kita dapat melihat


bahwa sabda Allah bukan serentetan gagasan

17
abstrak tapi lebih merupakan sumber dari
kenyamanan dan persahabatan untuk setiap
keluarga yang mengalami berbagai kesulitan atau
penderitaan. Karena hal itu menunjukkan pada
mereka tujuan dari perjalanan mereka, ketika Allah
“akan menghapus segala air mata dari mata
mereka, dan maut tidak akan ada lagi; tidak akan
ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau
dukacita” (Why 21:4)

HASIL KARYA ANDA

23. Pada bagian awal Mazmur 128, Bapa


digambarkan sebagai pekerja yang karna hasil
kerjanya menopang kesejahteraan dan ketenangaan
keluarganya ”Apabila engkau memakan hasil jerih
payah tanganmu, berbahagialah engkau dan
baiklah keadaanmu!” (Maz 128:2). Jelas sekali
sejak awal dari Kitab Suci bahwa pekerjaan
merupakan bagian penting dari martabat manusia;
seperti dapat kita baca “TUHAN Allah mengambil
manusia itu dan menempatkannya dalam taman
Eden untuk mengusahakan dan memelihara taman
itu.” (Kej 2:15). Manusia ditampilkan sebagai
pekerja yang mengusahakan bumi, memanfaatkan
hasil alam dan menghasilkan “roti yang diperoleh
dengan susah payah” (Mzm 127:2) disamping
mengolah bakat dan talentanya.

24. Bekerja juga memungkinkan pembangunan


masyarakat dan menjaga kelangsungan, stabilitas
dan kesejahteraan sebuah keluarga: ”Supaya
engkau melihat kebahagiaan Yerusalem seumur
hidupmu, dan melihat anak-anak dari anak-
anakmu! Damai sejahtera atas Israel!” (Mzm
128:5-6). Kitab Amsal juga menghadirkan
pekerjaan ibu dalam keluarga; pekerjaan sehari-
hari mereka dilukiskan secara rinci sebagai

18
memenangkan pujian suami dan anak-anaknya.
(Ams 31:10-31). Rasul Paulus bangga hidup tidak
menjadi beban orang lain, karena dia bekerja
dengan tangannya dan menjamin hidupnya sendiri
(bdk Kis 18:3; 1 Kor 4:12; 9:12) Paulus begitu
yakin akan pentingnya pekerjaan hingga dia
menetapkan aturan yang tegas untuk komunitasnya
“Jika seorang tidak mau bekerja, janganlah ia
makan” (2 Tes 3:10b; 1 Tes 4:11b)

25. Telah diakatakan bahwa kita dapat


mengapresiasi kelaparan akibat dari pengangguran
dan kurangnya lapangan kerja yg baik,
sebagaimana digambarkan dalam Kitab Ruth,
perumpamaan Yesus tentang pekerja dalam yang
dipaksa untuk berpangku tangan di alun alun kota
(Mat 20:1-16), dan pengalaman pribadinya
bertemu dengan orang-orang menderita
kemiskinan dan lapar. Menyedihkan, kenyataan ini
masih ada diberbagai negara saat ini, dimana
kurangnya kesempatan pekerja untuk mendapatkan
penghasilan memakan korban dalam ketenangan
hidup keluarga.

26. Kita pun tidak dapat mengabaikan kemerosotan


sosial akibat dosa, seperti, jika manusia merusak
alam, secara egopis bahkan brutal merusaknya. Ini
mengakibatkan kekerdilan bumi (bdk. Kej 3:17-19)
dan ketidakseimbangan sosial dan ekonomi ini
telah diserukan oleh nabi-nabi, dimulai oleh nabi
Elia (bdk 1 Raj 21) dan memuncak pada perkataan
Yesus melawan ketidak adilan (bdk Luk 12:13;
16:1-13).

KELEMBUTAN DARI PELUKAN

27. Kristus menawarkan sebagai tanda pembeda


muridnya hukum cinta kasih dan pemberian diri

19
pada orang lain (bdk. Mat 22:39; Yoh 13:34). Dia
menegaskan itu sebagai dasar bahwa para ayah dan
ibu harus menjalankan itu dalam hidup mereka:
“Tidak ada kasih yang lebih besar dari pada kasih
seorang yang memberikan nyawanya untuk
sahabat-sahabatnya.” (Yoh 15:13). Cinta juga
menghasilkan buah belaskasihan dan
pengampunan. Kita melihat ini secara khusus pada
wanita yang tertangkap berbuat cabul; di depan
Bait Allah, wanita itu dikelilingi musuhnya, tetapi
kemudian, tinggal sendiri dengan Yesus, dia tidak
mendapatkan hukuman tetapi peringatan untuk
hidup lebih baik (Yoh 8:1-11)

28. (RELASI Allah-Manusia sbg Orangtua


Anak) Bertentangan dengan latar belakang cinta
yang begitu pokok dalam pengalaman perkawinan
dan keluarga kristiani, ada keutamaan lainnya yang
menonjol, yang sering dilupakan orang dalam
hubungan yang hingar bingar dan dangkal ini.
Itulah kelemah lembutan. Mari kita
mempertimbangkan kata-kata yang menyentuh
dalam Maz 131. Seperti di teks lain (Kel 4:22; Yes
49:15; Mzm 27:10), kesatuan antara Tuhan dan
pengikutnya diungkapkan dalam hubungan cinta
orang tua. Di sini kita lihat keakraban yang manis
dan lembut antara ibu dan anak: gambarannya
adalah anak tidur di tangan ibunya setelah
menyusui. Sebagaimana bahasa Ibrani kata gamul
mengartikan, bayi diberi makan dan tergantung ke
ibunya, yang memeluknya ke dadanya. Ada
kedekatan yang disadari bukan sekedar kedekatan
biologis. Melalui gambaran ini, Pemazmur
menyanyikan: “Sesungguhnya, aku telah
menenangkan dan mendiamkan jiwaku; seperti
anak yang disapih berbaring dekat ibunya” (Mzm
131:2). Kita juga dapat memikirkan tentang kata-
kata yang menyentuh seperti dikenakan nabi Hosea

20
pada bibir Allah “Ketika Israel masih muda,
Kukasihi dia, mengangkat mereka di tangan-
Ku…..Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan,
dengan ikatan kasih. Bagi mereka Aku seperti
orang yang mengangkat kuk dari tulang rahang
mereka; Aku membungkuk kepada mereka untuk
memberi mereka makan.” (Hos 11: 1, 3-4).

29. Dengan sudut pandang iman dan cinta, rahmat


dan kesetiaan, kita harus merenungkan hubungan
antara keluarga manusia dengan Trinitas ilahi.
Sabda Allah mengatakan pada kita bahwa keluarga
dipercayakan pada seorang laki-laki, seorang
perempuan dan anak-anak mereka sehingga
mereka bisa menjadi persekutuan pribadi-pribadi
dalam gambaran kesatuan antara Bapa, Putera dan
Roh Kudus. Melahirkan dan membesarkan anak-
anak, pada bagiannya, mencerminkan pekerjaan
mencipta Allah. Keluarga dipanggil untuk
bersekutu dalam doa harian, membaca sabda Allah,
dan berbagi dalam persekutuan ekaristis, sehingga
bertumbuh dalam cinta dan menjadi kenisah
dimana Roh Kudus tinggal.

30. (KELUARGA KUDUS) Setiap keluarga harus


memandang pada ikon keluarga kudus Nazaret.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka berbagi
penderitaan, bahkan mimpi buruk, seperti ketika
mereka bertemu dengan kekejaman Herodes. Yang
terakhir ini adalah sebuah pengalaman, yang cukup
menyedihkan, yang terus menimpa keluarga
pengungsi yang merasa ditolak dan tak berdaya.
Seperti orang-orang Majus, keluarga kita diundang
untuk merenungkan Anak dan Ibunya, bersujud
dan menyembahnya (bdk. Mat 2:11). Seperti
Maria, mereka dituntut menghadapi tantangan
keluarga mereka dengan keberanian dan
ketenangan, dalam suka dan duka, dan menyimpan

21
dalam hati mereka hal-hal besar yang telah
dikerjakan Allah (bdk Luk 2:19, 51). Kekayaan hati
Maria juga mengandung pengalaman semua
keluarga yang dia hargai. Dengan alasan ini, dia
dapat menolong kita mengeri arti dari pengalaman-
pengalaman ini dan mendengarkan pesan yang
hendak Tuhan komunikasikan lewat kehidupan
keluarga kita.

BAB 2

PENGALAMAN DAN TANTANGAN


DALAM KELUARGA

31. Kesejahteraan keluarga menentukan masa


depan dunia dan Gereja. Berbagai studi telah
dilakukan terhadap perkawinan dan keluarga,
tentang permasalahan dan tantangan mereka saat
ini. Kita melakukan yang terbaik untuk berfokus
pada kenyataan yang konkrit, karena “panggilan
dan tuntutan Roh Kudus dikumandangkan dalam
perayaan-perayaan sepanjang sejarah”, dan melalui
hal-hal ini “Gereja juga bisa terarah pada
pengertian yang dalam tentang misteri perkawinan
dan keluarga yang tidak pernah habis.”8 Di sini
saya tidak akan berusaha untuk menyajikan semua
yang dikatakan tentang keluarga saat ini. Namun
demikian, karena sinode Para Bapa Gereja
memeriksa situasi keluarga-keluarga di seluruh

22
dunia, saya mempertimbangkan hal ini untuk
mengangkat beberapa wawasan pastoral mereka,
bersamaan dengan beberapa hal penting yang saya
dapatkan dari pengalaman saya sendiri.

REALITAS KELUARGA SAAT INI

32. “Kita melihat kesetiaan pada ajaran Kristus


dalam keluarga saat ini dengan berbagai komplek-
_______________
8 Yohanes Paulus II, Seruan Apostolik Familiaris
Consortio/Peranan Keluarga Kristiani Dalam Dunia
Modern (22 November 1981), 4: AAS 74 (1982), 84.
-sitasnya, dalam terang dan gelap... Perubahan
secara antropologis dan budaya dalam masa kita
mempengaruhi semua aspek dalam kehidupan dan
panggilan untuk sebuah pendekatan yang analitis
dan bervariasi.”9 Beberapa dekade yang lalu, Para
Uskup Spanyol mencatat bahwa keluarga-keluarga
menikmati kebebasan yang lebih besar “melalui
distribusi tugas yang merata dan adil, tanggung
jawab dan tugas;” sesungguhnya, “tekanan yang
lebih besar tentang komunikasi personal antar
pasangan membantu membuat kehidupan keluarga
lebih manusiawi,” sementara “baik masyarakat
sosial saat ini maupun yang akan datang
mengijinkan “perjuangan hidup dengan bentuk dan
model yang tidak kritis.”10 Ini juga merupakan
bukti bahwa “tendensi perubahan athopologi-
kebudayaan yang prinsip” mengarah kepada
“individualisme, dalam kehidupan pribadi dan
keluarga, menerima semakin sedikit dukungan
dari struktur sosial dibandingkan masa lalu.”11

33. (TEGANGAN IDEAL DAN REALITA) Di


sisi lain, “pertimbangan yang setara perlu diberikan
kepada bahaya yang berkembang yang dihadirkan
dengan individualistis yang ekstrim yang

23
melemahkan ikatan keluarga dan berakhir pada
pertimbangan setiap anggota keluarga sebagai unit
yang terisolasi, yang pada beberapa kasus
mengarah pada ide bahwa kepribadian seseorang
dibentuk oleh keinginannya yang dianggap
absolut.”12 Ketegangan ini diciptakan oleh sebuah
budaya individualistis yang berlebihan, dilengkapi
dengan keinginan memiliki
_______________
9 Relatio Synodi 2014, 5.
10 Konferensi Uskup Spanyol, Matrimonio y
Familia/Perkawinan dan Keluarga (6 Juli 1979), 3, 16, 23.
11 Relatio Finalis 2015, 5.
12 Relatio Synodi 2014, 5.
dan kesenangan, mengarah pada tidak adanya
toleransi dan permusuhan dalam keluarga.”13 Di
sini saya juga ingin menyertakan langkah
kehidupan dunia masa kini yang bergerak cepat,
stress, dan organisasi sosial dan budaya, karena
semua ini adalah faktor budaya yang melawan
keputusan yang permanen. Kita juga menghadapi
ketidakpastian dan keadaan mendua yang sekarang
meluas. Contohnya, kita menilai kepribadian
sebagai suatu kenyaman yang benar. Hal ini
menawarkan spontanitas dan mempergunakan
talenta seseorang dengan lebih baik, namun bila
salah diarahkan, hal ini bisa membantu
berkembangnya sikap yang selalu curiga, takut
berkomitmen, berpusat pada diri sendiri, dan
arogansi. Kebebasan memilih membuat adanya
kemungkinan untuk merencanakan hidup kita dan
mengutamakan diri kita terus. Bila dalam
kebebasan ini kekurangan tujuan yang luhur dan
disiplin diri, ini akan merosot menjadi
ketidakmampuan untuk memberikan diri secara
murah hati kepada orang lain. Kenyataannya, di
banyak negara di mana angka perkawinan
menurun, makin banyak orang memilih hidup

24
sendiri atau menghabiskan waktu bersama tanpa
tinggal bersama sebagai suami istri. Kita juga bisa
melihat keprihatinan yang sangat mendalam
tentang keadilan, namun bila disalahartikan, ini
bisa merubah warga menjadi kepentingan klien
semata dalam pelayanan yang sementara.

34. Ketika faktor-faktor ini mempengaruhi


pengertian kita tentang keluarga, hal ini bisa dilihat
sebagai sebuah jalan yang berguna bila
_______________
13 Relatio Finalis 2015, 8
nyaman, atau sebuah pengaturan di mana hak bisa
dinyatakan sementara relasi digantungkan pada
kenginan dan kondisi yang selalu berubah. Pada
akhirnya saat ini sulit dibedakan antara kebebasan
yang asli dengan ide bahwa tiap individu bisa
bertindak sewenang-wenang seperti tidak ada
kebenaran, nilai, dan prinsip yang menyediakan
arahan, dan semuanya mungkin dan boleh.
Idealisme perkawinan, ditandai dengan sebuah
komitmen yang eksklusif dan stabil,
dikesampingkan bila terbukti menimbulkan
ketidaknyamanan atau keletihan. Ketakutan hidup
sendiri dan keinginan akan kestabilan dan kesetiaan
muncul berdampingin dengan ketakutan yang
berkembang tentang keterperangkapan dalam relasi
yang bisa menghambat tercapainya tujuan pribadi
seseorang.

35. (JANGAN OTORITER) Sebagai seorang


Kristiani, kita tidak bisa menghentikan terjadinya
perkawinan untuk menghindari perasaan saat kini
yang harus dihadapi, atau lepas dari keinginan
modern atau pengertian tentang ketidakberdayaan
menghadapi kemanusiaan dan moralitas yang
menurun. Kita akan mencabut nilai-nilai dunia
yang harus dan dapat kita tawarkan. Sungguh benar

25
bahwa tidak masuk akal untuk meremehkan
kejahatan masa kini, seolah-olah hal tsb bisa
membawa perubahan. Juga tidak bermanfaat bila
kita berusaha menentukan peraturan dengan
otoritas berlaku. Hal yang kita butuhkan adalah
usaha yang lebih bertanggungjawab dan murah hati
untuk memberikan alasan dan motivasi untuk
memilih perkawinan dan keluarga, dan dengan cara
ini menolong pria dan wanita untuk memberikan
respon yang lebih baik terhadap kemurahan hati
yang Tuhan tawarkan kepada mereka.

36. (CARA BERSIKAP) Kita juga perlu rendah


hati dan realistis, mengakui bahwa pada waktunya,
cara kita memperlihatkan kepercayaan Kristiani
kita dan cara kita memperlakukan orang lain telah
membantu terjadinya situasi saat ini. Kita perlu
kritikan terhadap diri kita yang sehat takarannya.
Lalu kita juga sering menunjukkan perkawinan
dengan kesatuannya, panggilan untuk bertumbuh
dalam kasih dan idealismenya tentang saling tolong
menolong secara menguntungkan, tertutup
bayangan desakan eksklusif tentang tugas
prokreasi. Kita juga tidak selalu menyediakan
tuntunan yang kuat kepada pasangan muda agar
mereka mengerti tentang waktu mereka, cara
berpikir mereka, dan masalah konkrit mereka.
Beberapa waktu kita juga mengajukan ide teologi
yang terlalu abstrak tentang perkawinan, jauh dari
situasi konkrit dan kemungkinan praktis dari
keluarga yang sesungguhnya. Idealisme yang
berlebihan ini, khususnya ketika kita gagal untuk
mempercayai kemurahan Tuhan, tidak membantu
perkawinan menjadi semakin diinginkan dan
menarik, namun sebaliknya.

37. (SUARA HATI MORAL) Kita mempunyai


pemikiran yang panjang yang menekankan doktrin,

26
bioetis, dan isu moral, tanpa menekankan
keterbukaan terhadap kemurahan, kita
menyediakan dukungan yang cukup untuk
keluarga, memperkuat ikatan perkawinan dan
memberikan arti kepada kehidupan perkawinan.
Kita menemukan kesulitan untuk menyatakan
perkawinan lebih dari sebuah jalur dinamis untuk
pengembangan pribadi dan pemenuhan daripada
sebagai sebuah beban seumur hidup. Kita juga
menemukan kesulitan untuk mempercayai suara
hati. Kita yang sangat sering merespon sebaik
mungkin terhadap Injil menyadari keterbatasan
mereka, dan mampu melaksanakan pembedaan
dalam diri mereka sendiri dalam situasi yang
kompleks. Kita dipanggil untuk membentuk suara
hati, bukan untuk menggantikan mereka.

38. (KONSELING KELUARGA) Kita harus


bersyukur bahwa banyak orang menghargai
hubungan keluarga dan ditandai dengan saling
menghormati. Mereka menghargai usaha Gereja
yang menawarkan bimbingan dan konseling di
beberapa area yang berhubungan dengan
perkembangan kasih, cara mengatasi masalah dan
membesarkan anak-anak. Banyak yang tersentuh
oleh kuasa kemurahan Tuhan yang dialami dalam
Sakramen Tobat dan Ekaristi, kemurahan tersebut
membantu mereka dalam menghadapi tantangan-
tantangan dalam perkawinan dan keluarga. Di
beberapa negara, khususnya di berbagai bagian di
Afrika, sekularisme tidak melemahkan beberapa
nilai tradisional, dan perkawinan membentuk
sebuah ikatan yang kuat antara 2 keluarga yang
lebih luas, dengan struktur yang jelas untuk
menangani problem dan konflik. Saat ini kita
bersyukur juga untuk kesaksian dalam perkawinan
yang tidak hanya terbukti bisa bertahan, namun
juga berbuah dan saling mengasihi. Semua faktor

27
ini dapat menginspirasikan sebuah pendekatan
pastoral yang positif yang mampu menolong
pasangan untuk bertumbuh dalam apresiasi yang
diharapkan dalam Injil. Namun seringkali kita
bersikap defensif, membuang tenaga pastoral yang
menunjukkan kemerosotan dunia yang tidak
menjadi proaktif dalam cara yang seharusnya untuk
menemukan kebahagiaan yang sebenarnya.
Banyak orang merasa bahwa pesan Gereja tentang
perkawinan dan keluarga tidak dengan jelas
merefleksikan sikap dan cara mengajar dari Yesus,
yang selalu mengajarkan belas kasih dan kedekatan
kepada kelemahan tiap individu seperi wanita
Samaria atau orang yang tertangkap berbuat zinah.

39. (KASIH&PEMBERIAN DIRI) Sangat sulit


untuk mengusulkan bahwa kita melawan
kemerosotan budaya yang menyebabkan
merosotnya kasih atau pemberian diri. Konsultasi
yang terjadi dalam 2 Sinode terakhir mengarah
pada beberapa gejala “budaya yang berlangsung
sebentar saja.” Sebagai contoh, saya berpikir
tentang berapa cepatnya orang berpindah dari satu
relasi ke relasi lainnya. Mereka percaya bahwa
sejalan dengan jaringan sosial, kasih bisa
berhubungan atau tidak berhubungan dengan
tingkah konsumen, dan relasi tersebut dengan cepat
“terblok”. Saya juga berpikir tentang kekuatiran
yang berhubungan dengan komitmen permanen,
obsesi dengan waktu luang, dan relasi yang
menimbang biaya dan keuntungan untuk
mengobati kesendirian, menyediakan
perlindungan, atau menawarkan beberapa
pelayanan. Kita memperlakukan relasi seperti kita
memperlakukan materi dan lingkungan: semuanya
bisa dibuang, setiap orang memakai lalu
membuang, mengambil dan merusak,
memanfaatkan dan memeras sampai tetes terakhir.

28
Lalu, selamat tinggal. Narsisme membuat orang
tidak mampu melihat diri sendiri, kemauan, dan
keinginan sendiri. Cepat atau lambat, mereka yang
menggunakan orang lain berakhir dengan diperalat
diri sendiri, termanipulasi dan terbuang dengan
cara pikir yang sama. Perlu dicatat juga bahwa
perceraian sering terjadi di antara orang dewasa
yang mencari “kebebasan” dan menolak idealisme
untuk menjadi tua bersama, saling menjaga dan
mendukung satu sama lain.

40. (ORANG MUDA&PERKAWINAN)


“Dengan resiko terlalu menggampangkan, kita bisa
mengatakan bahwa kita hidup dalam budaya yang
menekan orang muda agar tidak memulai sebuah
keluarga, karena mereka kurang bertanggungjawab
untuk masa depan. Budaya yang sama ini membuat
banyak pilihan untuk orang-orang sehingga mereka
juga menjadi pasif untuk memulai sebuah
keluarga.”14 Di berbagai negara, banyak orang
muda “menunda perkawinan karena alasan
ekonomi, pekerjaan, atau studi : beberapa
melakukan hal ini karena alasan yang lain, seperti
pengaruh ideologi yang tidak menghargai
perkawinan dan keluarga, keinginan untuk
menghindari kesalahan dari pasangan, kekuatiran
akan sesuatu yang menurut mereka terlalu penting
dan kudus, peluang sosial dan ekonomi yang
menguntungkan sehubungan dengan hidup
bersama, konsep emosi dan romantisme kasih yang
murni, kekuatiran kehilangan kebebasan, dan
penolakan terhadap insititusi dan birokrasi.”15 Kita
perlu menemukan bahasa yang tepat, argumentasi,
dan kesaksian yang bisa membantu kita menyentuh
hati orang muda, menarik kapasitas mereka tentang
kemurahan hati, komitmen, kasih, bahkan
kepahlawan, dengan cara demikian bisa mengajak

29
mereka untuk menerima tantangan perkawinan
dengan antusias dan keberanian.

_______________
14 Pidato Kongres Amerika Serikat (24 September 2015):
L’Osservartore Romano, 26 September 2015, p.7.
15 Relatio Finalis 2015, 29.

41. (EKSPLOITASI TUBUH-PORNGRAFI


INTERNET) Sinode Para Bapa Gereja mencatat
bahwa “tendensi kebudayaan dalam dunia dewasa
ini sepertinya tidak menentukan adanya batasan
tentang perasaan seorang,” sungguh, “sebuah
kecintaan pada diri sendiri, perasaan yang tidak
stabil atau bisa berubah tidak selalu membuat
seseorang bertumbuh menjadi dewasa.” Mereka
juga mengekspresikan keprihatinan tentang
“penyebaran pornografi dan komersialisasi tubuh,
berkembangnya juga penyalahgunaan internet, dan
situasi yang patut dicela di mana orang dipaksa
melakukan prostitusi.” Dalam konteks ini, para
pasangan sering merasa tidak yakin, ragu-ragu, dan
berjuang untuk menemukan cara untuk bertumbuh.
Banyak kecenderungan di tahap awal tentang
perasaan dan kehidupan seksual mereka. Krisis
dalam relasi pasangan membuat keluarga menjadi
tidak stabil, dan melalui perpisahan dan perceraian,
bisa mengarah pada akibat serius bagi orang
dewasa, anak-anak, dan lingkungan masyarakat
secara keseluruhan, melemahkan ikatan individu
dan sosial.”16 Masalah perkawinan “sering
dihadapi secara terburu-buru dan tanpa keberanian
untuk memiliki kesabaran dan kesempatan
berefleksi, untuk membuat pengorbanan dan
memaafkan satu sama lain. Kegagalan meningkat
pada relasi yang baru, pasangan yang baru,
kesatuan sipil yang baru, dan perkawinan yang

30
baru, menciptakan situasi keluarga yang kompleks
dan bermasalah dalam kehidupan Kristiani.”17

42. (JUMLAH PENDUDUK) Terlebih lagi,


“menurunnya jumlah penduduk

_______________
16 Relation Synodi 2014, 10.
17 Sidang Umum Luar Biasa Ke-3 Sinode Para Uskup,
Relatio Sinodi, (18 Oktober 2014), 2.
karena adanya sebuah mentalitas yang melawan
kehadiran anak dan dipromosikan oleh para
politikus dunia tentang kesehatan reproduksi, tidak
hanya menciptakan situasi di mana relasi antara
generasi ke generasi tidak terjamin, ada bahaya
juga, bahwa dengan berlalunya waktu, penurunan
ini bisa mengarah pada memburuknya
perekonomian dan kehilangan harapan masa depan.
Perkembangan bioteknologi juga mempunyai
dampak yang besar terhadap angka kelahiran.”18
Sebagai tambahan, ada faktor lain seperti
“industrialisasi, revolusi seksual, kekuatiran
jumlah penduduk yang terlalu banyak dan masalah
ekonomi... Konsumerisme juga bisa menghalangi
seseorang dari mempunyai anak sehingga mereka
bisa menjaga kebebasan dan gaya hidup mereka.”19
Kesadaran yang benar dari pasangan yang murah
hati dalam memancarkan kehidupan bisa
mengarahkan mereka pada alasan yang serius,
untuk membatasi jumlah anak mereka, tepatnya
“demi martabat kemurnian suara hati, Gereja
dengan keras menolak intervensi negara tentang
kontrasepsi, sterilisasi, bahkan aborsi.”20 Hal-hal
ini tidak bisa diterima bahkan di tempat-tempat
yang tingkat kelahirannya tinggi, kita juga bisa
melihat para politisi bahkan menganjurkan hal
tersebut di negara-negara yang tingkat
kelahirannya rendah. Seperti yang dikatakan para

31
Uskup Korea, ini adalah “bersikap dengan cara
yang kontradiktif terhadap diri sendiri dan
mengabaikan tugas seseorang.”21
_______________
18 Relatio Synodi 2014, 10.
19 Relatio Finalis 2915, 7.
20 Ibid, 63.
21 Konferensi Para Uskup Katolik di Korea, Towards A
Culture of Life!/Menuju Budaya Kehidupan! (15 Maret 2007),
2.

43. (IMAN DALAM KELUARGA LEMAH)


Melemahnya iman dan praktek religius di beberapa
masyarakat mempunyai pengaruh terhadap
keluarga, membuat mereka semakin terisolasi di
tengah-tengah kesulitan mereka. Sinode Para Bapa
Gereja mencatat bahwa “satu gejala kemiskinan
yang hebat dari budaya kontemporer adalah
kesepian, muncul dari tidak adanya Tuhan dalam
kehidupan seseorang dan rapuhnya relasi. Ada juga
perasaan umum tentang tidak adanya kekuatan
dalam realita sosial budaya yang seringkali
berakhir dengan kehancuran keluarga... Keluarga
sering merasa diterlantarkan karena kurangnya
ketertarikan dan perhatian dari institusi. Akibat
negatif dari masyarakat sosial sudah jelas, seperti
bisa dilihat dalam krisis demografi, dalam kesulitan
untuk membesarkan anak-anak, dalam keraguan
untuk menerima kehidupan baru, dalam
kecenderungan untuk melihat orang tua sebagai
beban, dan dalam meningkatnya masalah
emosional dan kekerasan. Negara mempunyai
tanggungjawab untuk membuat hukum dan
pekerjaan untuk memastikan masa depan kaum
muda dan membantu mereka mewujudkan rencana
mereka dalam membentuk sebuah keluarga.22

44. (RUMAH LAYAK) Kurangnya perumahan


yang layak sering mengarah pada tertundanya

32
relasi yang resmi. Harus diingat bahwa “keluarga
mempunyai hak mendapatkan perumahan yang
layak, cocok untuk kehidupan keluarga dan
sepadan dengan jumlah anggota, dalam lingkungan
yang menyediakan pelayanan dasar untuk
kehidupan keluarga dan komunitas.”23 Keluarga
dan rumah berjalan
_______________
22 Relatio Synodi 2014, 6.
23 Konsili Kepausan Untuk Keluarga, Piagam Hak-hak
Keluarga (22 Oktober 1983), art. 11.
bersamaan. Ini membuat kita melihat betapa
pentingnya menuntut hak keluarga dan tidak hanya
yang individu saja. Keluarga adalah hal yang harus
dimiliki masyarakat, dan harus dilindungi.24 Gereja
selalu mengambil bagian dari misinya untuk
mempromosikan perkawinan dan keluarga dan
untuk melindungi mereka dari apa yang menyerang
mereka,”25 khususnya sekarang, ketika mereka
jarang diperhatikan dalam agenda politik. Keluarga
mempunyai hak untuk “mampu diandalkan dalam
bagian otoritas umum dalam pengadilan, ekonomi,
sosial dan bidang keuangan.”26 Terkadang keluarga
menderita bila dihadapkan dengan penyakit dari
orang yang dikasihi, mereka kekurangan akses
untuk penanganan kesehatan yang memadai, atau
berjuang untuk mencari karyawan yang bisa
dihargai. “Halangan ekonomi mencegah akses
keluarga terhadap pendidikan, aktivitas
kebudayaan, dan keterlibatan dalam kehidupan
sosial. Dengan banyak cara, situasi ekonomi saat
ini menjauhkan orang dari berpartisipasi dalam
masyarakat. Keluarga, secara khusus, menderita
karena masalah yang berhubungan dengan
pekerjaan, di mana orang muda mempunyai
kemungkinan yang kecil dan tawaran pekerjaan
yang sangat selektif dan tidak aman. Hari kerja
menjadi panjang dan sering diperburuk dengan

33
waktu tempuh yang jauh dari rumah. Situasi ini
tidak membantu anggota keluarga untuk
berkumpul bersama dengan anak mereka sebagai
sarana untuk memupuk relasi mereka setiap hari.27
_______________
24 Bdk. Relatio Synodi 2015, 11-12.
25 Konsili Kepausan Untuk Keluarga, Piagam Hak-hak
Keluarga (22 Oktober 1983), Pendahuluan.
26 Ibid., 9
27 Relatio Finalis 2015, 14.

45. (ANAK DI LUAR PERNIKAHAN) “Banyak


anak yang lahir di luar pernikahan, banyak yang
bertumbuh hanya dengan 1 dari orang tua mereka
atau dalam keluarga campuran atau keluarga baru.
Eksploitasi seksual terhadap anak-anak adalah
realitas di masyarakat masa kini. Masyarakat
mengalami kekerasan selama masa peperangan,
terorisme, atau kehadiran kriminalitas yang
terorganisir, memperlihatkan kemerosotan
keluarga, terutama di kota besar, di mana di daerah
pinggiran mereka, fenomena yang disebut 'anak
jalanan' meningkat.”28 Kekerasan seksual terhadap
anak-anak adalah hal yang sangat memalukan
ketika terjadi di tempat di mana mereka harusnya
paling aman, khususnya di keluarga, sekolah,
komunitas, dan institusi Kristiani.29

46. (KELUARGA MIGRAN) “Migrasi adalah


tanda lain yang harus dihadapi dan dimengerti
dalam efek negatifnya terhadap kehidupan
keluarga.”30 Sinode baru-baru ini mengamati isu
ini, mencatat bahwa “dengan berbagai cara, migrasi
mempengaruhi seluruh populasi dari berbagai
bagian di dunia. Gereja juga mengambil peran yang
besar dalam hal ini. Memelihara dan memperluas
kesaksian tentang Injil (bdk. Mat 25:35) sangat
diperlukan saat ini lebih dari sebelumnya...

34
Pergerakan manusia, yang berhubungan dengan
pergerakan sejarah secara alami terhadap manusia,
terbukti menjadi pengayaan terhadap keluarga
yang bermigrasi dan
_______________
28 Relatio Synodi 2014, 8.
29 Bdk. Relatio Finalis 2015, 78
30 Relatio Synodi 2014, 8.

negara yang menerima mereka. Terlebih lagi,


migrasi keluarga yang dipaksakan, sebagai akibat
dari situasi perang, penganiayaan, kemiskinan, dan
ketidakadilan, ditandai dengan perubahan yang
sering mempertaruhkan nyawa, orang yang trauma
dan keluarga yang tidak stabil. Dalam diri orang
yang didampingi waktu bermigrasi, Gereja
memerlukan program pastoral yang spesifik yang
diperuntukkan bukan hanya untuk keluarga orang
yang bermigrasi tapi juga untuk anggota keluarga
yang tertinggal. Aktivitas pastoral ini harus
diimplementasikan dengan menghormati budaya
mereka, untuk manusia dan formasi religius di
mana mereka hadir dan untuk kekayaan spiritual
dari kepercayaan dan tradisi mereka, bahkan
sebuah perhatian pastoral yang khusus... Migrasi
sangat dramatis dan menghancurkan keluarga dan
individu ketika hal tersebut dijalankan secara ilegal
dan didukung oleh jaringan internasional tentang
perbudakan manusia. Hal ini benar ketika
melibatkan wanita dan anak yang ditinggal
sendirian yang dipaksa mengalaminya dalam
waktu yang lama dalam fasilitas sementara dan
tenda pemberontak, di mana tidak mungkin
memulai proses integrasi. Kemiskinan yang
ekstrim dan berbagai situasi keretakan keluarga
kadang-kadang mengarahkan keluarga untuk
menjual anak mereka untuk prostitusi atau untuk
penjualan organ.”31 Penganiayaan terhadap orang

35
Kristiani dan suku dan agama minoritas di banyak
bagian dari dunia ini, terutama di Timur Tengah,
adalah percobaan yang besar dan tidak hanya untuk
Gereja tapi juga untuk seluruh komunitas
_______________
31 Relatio Finalis 2015, 23; bdk. Pesan untuk Hari Migran dan
Pengungsi Sedunia pada 17 Januari 2016 (12 September
2015), L’Osservatore Romano, 2 Oktober 2015, hal 8.
internasional. Setiap usaha perlu dilakukan,
walaupun dalam hal praktis, untuk membantu
keluarga dan komunitas Kristiani untuk tetap
bertahan di tempat asal mereka.”32

47. (BERKEBUTUHAN KHUSUS) Para Bapa


Gereja juga menyebut perhatian khusus kepada
“orang-orang dalam keluarga yang berkebutuhan
khusus, di mana ada tantangan yang tidak diduga
yang berhubungan dengan ketidakmampuan dapat
merusak keseimbangan keluarga, keinginan, dan
harapan... Keluarga yang menerima kesulitan
seorang anak dengan kebutuhan khusus perlu
dihargai. Mereka menyumbang kepada Gereja dan
masyarakat sebuah kesaksian tak ternilai tentang
kesetiaan terhadap anugerah kehidupan. Dalam
situasi ini, keluarga dapat menemukan, bersama
dengan komunitas Kristiani, pendekatan baru, cara
bertindak yang baru, cara yang berbeda untuk
mengerti dan mengenal satu sama lain, dengan
menyambut dan memberikan perhatian terhadap
misteri kelemahan kehidupan manusia. Orang yang
cacat adalah anugerah bagi keluarga dan sebuah
kesempatan untuk bertumbuh dalam kasih,
hubungan yang saling menguntungkan, dan
kesatuan... Bila keluarga, dalam terang iman,
menerima keberadaan orang-orang yang
berkebutuhan khusus, mereka akan mampu
mengetahui dan memastikan kualitas dan nilai
kehidupan manusia, dengan kebutuhan yang layak,

36
hal, dan peluangnya. Pendekatan ini akan
mempromosikan perhatian dan pelayanan untuk
orang-orang yang kurang beruntung ini dan akan
mengajak orang lain untuk mendekat pada mereka
dan menyediakan perhatian kepada tiap tahap
_______________
31 Relatio Finalis 2015, 24
kehidupan mereka.”33 Di sini saya ingin
menekankan dedikasi dan perhatian yang
ditunjukkan kepada pekerja migran dan orang-
orang berkebutuhan khusus selayaknya ini
merupakan tanda dari Roh Kudus. Kedua situasi ini
adalah paradigma : mereka melayani sebagai
sebuah ujian terhadap komitmen kita untuk
menenujukkan belas kasih dengan menerima orang
lain dan untuk membantu orang yang rapuh untuk
sepenuhnya menjadi bagian dari komunitas kita.

48. (LANJUT USIA)“Sebagian besar keluarga


mempunyai rasa hormat yang besar kepada orang-
orang lanjut usia, memenuhi mereka dengan
perhatian dan menganggap mereka sebagai sebuah
berkat. Sebuah penghargaan istimewa adalah
karena asosiasi dan gerakan keluarga berkomitmen
melayani orang-orang lanjut usia, baik secara
spiritual maupun sosial... Dalam masyarakat
industri, di mana jumlah orang-orang lanjut usia
meningkat walaupun jumlah kelahiran menurun,
mereka bisa dianggap sebagai beban. Di pihak lain,
perhatian yang mereka butuhkan sering
menyebabkan ketegangan kepada orang yang
mencintai mereka.”34 “Perhatian pada tahap akhir
kehidupan makin dibutuhkan sekarang, ketika
masyarakat kontemporer berusaha menyingkirkan
setiap jejak kematian dan keadaan sekarat. Orang-
orang lanjut usia yang rapuh dan tergantung pada
orang lain terkadang tereksploitasi secara tidak adil
hanya karena keuntungan ekonomi. Banyak

37
keluarga menunjukkan kepada kita bahwa adalah
mungkin untuk mendekati tahap akhir kehidupan
_______________
33 Ibid., 21
34 Ibid., 17
dengan menekankan pentingnya pemenuhan
kehadiran seseorang dan partisipasinya dalam
misteri kebangkitan Yesus. Sejumlah besar sesepuh
diperhatikan dalam institusi Gereja, di mana, secara
material dan spiritual, mereka hidup dalam
lingkungan yang damai dan penuh kekeluargaan.
Kasus Euthanasia dan bunuh diri adalah ancaman
serius terhadap keluarga karena di berbagai negara,
hal tersebut sudah dilegalkan. Gereja, yang secara
resmi menolak praktek ini, merasakan perlunya
membantu keluarga yang memperhatikan orang-
orang lanjut usia dan anggota keluarga yang
lemah.”35

49. (KEMISKINAN) Di sini saya juga ingin


menyinggung tentang situasi keluarga yang hidup
dalam kemiskinan yang hebat dan keterbatasan
yang luar biasa. Masalah yang dihadapi rumah
tangga yang miskin seringkali semakin bertambah
sewaktu mereka mencoba mengatasinya.36
Contohnya, jika seorang orang tua tunggal
(misalnya ibu) harus membesarkan anaknya sendiri
di rumah sementara dia pergi bekerja, sang anak
akan terpapar dengan aneka resiko dan hambatan
bagi pertumbuhan pribadinya. Dalam situasi yang
sulit ini, Gereja harus perduli dan menawarkan
pengertian, kenyamanan, dan penerimaan, daripada
secara langsung membuat serangkaian aturan yang
hanya akan mengarahkan orang untuk merasa
dihakimi dan diabaikan oleh Sang Ibu yang
seharusnya menunjukkan kemurahan Tuhan.
Bukannya menawarkan kuasa penyembuhan dari

38
kasih karunia dan terang pesan Injil, sebagian orang
lebih suka “mengindoktrinasi” pesan tersebut,
_______________
35 Ibid., 20
36 Bdk. Ibid., 15
mengubahnya menjadi “batu kematian yang
dilemparkan kepada orang lain.”37

BEBERAPA TANTANGAN

50. Respon yang diberikan kepada dua pre-sinode


membicarakan tentang banyaknya variasi terhadap
situasi dan tantangan baru yang dihadapi. Sebagai
tambahan dari apa yang sudah disebutkan, banyak
dari para pemberi respon menunjuk kepada
masalah yang dihadapi keluarga dalam
membesarkan anak-anak. Dalam banyak kasus,
orang tua sudah kelelahan waktu sampai di rumah,
tidak ingin berbicara, dan bahkan banyak keluarga
yang tidak makan bersama. Banyak gangguan,
termasuk kecanduan televisi. Ini semua membuat
orang tua semakin sulit untuk membicarakan
tentang iman kepada anak mereka. Respon lain
menunjuk kepada efek dari stress hebat yang
dialami keluarga, yang sering terlihat
mengamankan masa depan mereka daripada
menikmati masa sekarang. Ini adalah masalah
budaya yang lebih luas, ketakutan tentang
pekerjaan yang mapan, keuangan dan masa depan
anak-anak.

51. (NARKOBA) Narkoba juga disebutkan


sebagai salah satu “momok” di masa kita,
menyebabkan penderitaan yang besar dan bahkan
perpecahan untuk banyak keluarga. Hal yang sama
juga untuk kecanduan alkohol, perjudian, dan
beberapa kecanduan yang lain. Keluarga bisa
menjadi tempat di mana hal ini bisa dicegah dan

39
diatasi, namun masyarakat dan politik tidak melihat
keluarga berada dalam resiko
_______________
37 Pidato Penutupan Sidang Umum Biasa Ke-14 Sinode Para
Uskup (24 Oktober 2015): L’Osservatore Romano, (26-27 Oktober
2015, hal. 13
“kehilangan kemampuan beraksi untuk membantu
anggota mereka... Kita melihat akibat serius dari
perpecahan dalam keluarga, yang muda dibuang
dan yang lanjut usia diabaikan, anak-anak yang
menjadi yatim piatu walaupun orang tuanya masih
hidup, anak remaja dan dewasa muda kebingungan
dan tidak didukung.”38 Seperti yang disebutkan
Uskup Mexico, kekerasan dalam keluarga
melahirkan agresi sosial dalam bentuk baru, karena
“relasi dalam keluarga juga bisa menjelaskan
adanya kecenderungan tentang kepribadian yang
keras.” Inilah kasus yang sering terjadi pada
keluarga yang kurang berkomunikasi, sikap
defensif mendominasi, anggota tidak saling
mendukung satu sama lain, tidak ada aktivitas
keluarga yang partisipatif, hubungan orang tua-
anak sering diwarnai dengan konflik, kekerasan,
dan permusuhan. Kekerasan dalam keluarga adalah
dasar dari kebencian yang ada dalam hubungan
antar manusia.”39

52. (PERKAWINAN SEJENIS) Tidak ada yang


dapat berpikir bahwa melemahnya keluarga, di
mana masyarakat secara alamai dibangun di atas
perkawinan, akan bermanfaat bagi masyarakat
secara keseluruhan. Sebaliknya, ini merupakan
ancaman kepada perkembangan kedewasaan dari
tiap individu, perkembangan nilai komunitas dan
kemajuan moral dari kota dan negara. Ada
kegagalan untuk menyadari bahwa hanya kesatuan
eksklusif dan tak terpisahkan antara seorang pria
dan seorang wanita yang mempunyai peran yang

40
lengkap dalam masyarakat sebagai kestabilan
komitmen
_______________
38 Konferensi Uskup Argentina, Navega mar adentro (31 Mei
2003), 42
39 Konferensi Uskup Meksiko, Que en Cristo Nuestra Paz
Mexico tenga vida digma (15 Februari 2009), 67.
yang menghasilkan buah dalam kehidupan yang
baru. Kita perlu mengakui besarnya variasi dalam
situasi keluarga yang dapat menawarkan suatu
kestablian, namun faktanya, misalnya perkawinan
sesama jenis, tidak bisa disamakan dengan
perkawinan. Tidak ada persatuan yang sementara
atau dekat dengan perubahan hidup yang dapat
menjamin masa depan masyarakat. Saat ini siapa
yang berusaha untuk memperkuat perkawinan,
membantu pasangan yang menikah untuk
mengatasi masalah mereka, membantu dalam
pekerjaan untuk membesarkan anak-anak, dan
secara umum, mendorong kestabilan dalam ikatan
perkawinan?

53. (POLIGAMI) “Beberapa masyarakat masih


mempertahankan praktek poligami, di tempat lain,
pengaturan perkawinan, adalah praktek yang
abadi... Di banyak tempat, tidak hanya di Barat,
praktek hidup bersama sebelum menikah sudah
tersebar luas, sebagai alasan tidak adanya kenginan
untuk menikah.”40 Di berbagai negara lain,
pembuatan undang-undang memfasilitasi
perkembangan variasi atau alternatif untuk
menikah, sebagai akibatnya, pernikahan, dengan
sifat eksklusifnya, tidak terpisahkan, dan terbuka
untuk kehidupan, menjadi pilihan yang ketinggalan
jaman. Banyak negara menyaksikan pembangunan
kembali keluarga, kecenderungan mengadopsi
model yang mengarah pada otonomi keinginan
individu. Tentu saja adalah sah dan benar untuk

41
menolak bentuk lama dari keluarga tradisional
yang ditandai dengan otorisasi bahkan kekerasan,
namun hal ini juga tidak boleh mengarah
pada peremehan nilai perkawinan sendiri,
_______________
40 Relatio Finalis 2015, 25.

melainkan harus menemukan kembali arti aslinya


dan pembaharuannya. Kekuatan keluarga “terdapat
pada kapasitasnya untuk mengasihi dan
mengajarkan bagaimana harus mengasihi.” Dalam
semua masalah, keluarga selalu dapat bertumbuh,
dimulai dengan kasih.

54. (PERAN WANITA) Dalam uraian singkat ini,


saya ingin menekankan tentang fakta bahwa
walaupun pengakuan akan hak dan partisipasi
wanita dalam kehidupan umum sudah ada, di
beberapa negara masih banyak yang harus
dilakukan untuk mempromosikan hak ini.
Perlakuan khusus yang tidak dapat diterima harus
dihilangkan. Saya pikir sebagian perlakuan yang
memalukan terhadap wanita, kekerasan, berbagai
macam perbudakan, bukan karena ingin
menunjukkan kekuatan maskulin, adalah aksi
pengecut. Kekerasan melalui kata-kaya, fisik, dan
seksual yang dialami wanita di beberapa
perkawinan merupakan kontradiksi terhadap
persatuan alami antara suami dan isteri. Saya pikir
mutilasi alat kemaluan wanita yang sangat kejam
dipraktekkan di beberapa kebudayaan, karena
kurangnya kesetaraan terhadap pekerjaan dan
fungsi pengambilan keputusan. Sejarah dibebankan
dengan budaya yang menganggap wanita sebagai
orang bawahan, walaupun dengan cara kita, kita
tidak bisa melupakan pemakaian ibu pengganti dan
“eksploitasi dan komersialisasi tubuh wanita dalam
budaya media saat ini.” Ada orang yang percaya

42
bahwa banyak masalah saat ini muncul karena
emansipasi wanita. Argumentasi ini tidak benar,
“ini salah, tidak benar, sebuah tindakan dari pria
yang berlebihan.” Martabat setara antara pria dan
wanita membuat kita bersukacita melihat bentuk
lama dari diskriminasi menghilang, dan dalam
keluarga ada timbal balik yang berkembang. Bila
beberapa bentuk feminimsme sudah berkembang
dirasa tidak cukup, kita harus melihat dalam
pergerakan wanita ada pekerjaan Roh Kudus untuk
memperjelas pengakuan tentang martabat dan hak
wanita.

55. (PERAN PRIA) Pria “memainkan peran yang


setara di kehidupan keluarga, khususnya dalam hal
perlindungan dan dukungan terhadap istri dan
anak-anak mereka... Banyak pria sadar akan
pentingnya peran mereka dalam keluarga dan
menghidupi hal ini dengan benar. Tidak adanya
seorang ayah akan berpengaruh buruk terhadap
kehidupan keluarga dan integrasi anak-anak ke
dalam masyarakat. Ketidakadaan ini bisa secara
fisik, emosi, psikologi, dan spiritual,
menghilangkan figur seorang ayah bagi anak-
anak.”

56. (GENDER) Tantangan lain yang muncul


akibat bervariasinya ideologi gender yang
“menolak perbedaan dan timbal balik alami antara
pria dan wanita dan mempertimbangkan sebuah
masyarakat tanpa perbedaan seksual, sehingga
menghapus dasar anthropologi keluarga. Ideologi
ini mengarah pada program pendidikan dan
lembaga perundangan yang mempromosikan
identitas pribadi dan keintiman emosi yang secara
radikal memisahkan perbedaan biologi antara pria
dan wanita. Akibatnya, identitas manusia menjadi
pilihan individu, yang bisa berubah dengan

43
berjalannya waktu.” Menjadi perhatian kita bila
beberapa ideologi semacam ini, yang mencari
respon terhadap aspirasi yang bisa dimengerti,
menyatakan bahwa diri mereka absolut dan tidak
dapat dipertanyakan, bahkan mendikte tentang
bagaimana anak-anak harus dibesarkan. Harus
ditekankan bahwa “seks secara biologi dan aturan
gender secara sosial budaya dapat dibedakan tapi
tidak dapat dipisahkan.” Di sisi lain, “revolusi
teknologi dalam era penciptaan manusia
memperkenalkan kemampuan memanipulasi
tindakan reproduksi, membuat hal tersebut menjadi
bebas dari hubungan seksual antara pria dan
wanita. Dengan cara ini, kehidupan manusia dan
pendidikan anak menjadi modular dan kenyataan
yang terpisah, tergantung keinginan individu atau
pasangan.” Adalah satu hal untuk mengerti
kelemahan manusia dan kompleksitas hidup, di sisi
lain kita haris menerima ideologi yang berusaha
memisahkan aspek realita yang tidak bisa
dipisahkan. Janganlah kita jatuh dalam dosa ketika
berusaha menggantikan Sang Pencipta. Kita adalah
ciptaan, bukan yang maha kuasa. Kita telah
diciptakan lebih dulu dan ini harus diterima sebagai
karunia. Di waktu yang sama, kita dipanggil untuk
melindungi kemanusiaan, dan hal ini berarti,
pertama-tama, menerima hal tersebut dan
menghormatinya karena hal itu telah diciptakan.

57. Saya bersyukur kepada Tuhan bahwa


banyak keluarga, yang jauh dari menganggap
diri mereka sempurna, hidup dalam kasih,
memenuhi panggilan mereka dan terus
melangkah maju, walaupun mereka jatuh
berkali-kali sepanjang jalan mereka. Refleksi
dari Sinode menunjukkan kepada kita bahwa tidak
ada klise tentang keluarga yang ideal, yang ada
adalah tantangan yang muncul karena berbagai

44
realita, dengan segala sukacita, harapan, dan
masalahnya. Situasi yang perlu kita perhatikan
adalah tantangannya. Kita tidak boleh terperangkap
dengan menghabiskan tenaga kita dengan meratap,
namun kita perlu mencari bentuk baru dari
kreativitas misionaris. Dalam setiap situasi yang
ada, “Gereja sadar tentang pentingnya menawarkan
kebenaran dan harapan... Nilai yang agung dari
perkawinan dan keluarga Kristiani yang sesuai
dengan cita-cita adalah bagian dari eksistensi
manusia.” Jika kita melihat sejumlah masalah,
seharusnya, seperti yang dikatakan Uskup
Kolombia, adalah panggilan untuk “menghidupkan
kembali harapan kita dan membuat hal tersebut
menjadi sumber dari penghilatan para nabi (visi
profetik), tindakan yang transformatif, dan bentuk
kreatif dari amal kasih.”

BAB TIGA

PANDANGLAH YESUS:
PANGGILAN BAGI KELUARGA

58. (PEWARTAAN KELUARGA) Di dalam dan


di antara keluarga, pesan Injil harus selalu
bergema; inti dari pesan ini yaitu kerygma
(pewartaan penting tentang Yesus untuk
menumbuhkan iman), adalah hal yang "paling
indah, paling baik, paling menarik dan pada saat
yang sama paling diperlukan".50 Pesan ini "harus
menempati pusat segala aktivitas penginjilan".51 Ini
adalah pesan yang pertama dan paling penting,
"yang harus kita dengar lagi dan lagi dengan cara
yang berbeda, dan yang selalu harus kita wartakan
dalam berbagai cara ".52 Memang, "tidak ada yang

45
lebih tepat, mendalam, aman, bermakna dan
bijaksana daripada pesan Injil". Dengan demikian
maka, "semua pengajaran Kristiani mencakup
masuk lebih dalam ke dalam kerygma".53

59. Pengajaran kami tentang perkawinan dan


keluarga tidak akan gagal karena diilhami dan
dikuatkan oleh pesan ini yaitu cinta dan
kelembutan; jika tidak, pengajaran itu tidak lebih
dari sekedar pembelaan doktrin yang kering dan
mati. Misteri keluarga Kristen dapat
sepenuhnya dipahami hanya dalam terang
kasih Bapa yang tak terbatas yang terwujud
dalam diri Kristus yang telah menyerahkan diri
untuk kepentingan kita dan yang terus tinggal
di tengah-tengah kita. Sekarang
__________
50 dari Ajakan Apostolik Evangelii Gaudium (24 November
2013), 35: AAS 105 (2013), 1034.
51 Ibid, 164:. AAS 105 (2013), 1088.
52 Ibid.
53 Ibid, 165:. AAS 105 (2013), 1089.

saya ingin mengarahkan pandangan saya kepada


Kristus yang hidup, yang berada di jantung dari
begitu banyak cerita cinta untuk memohon api Roh
Allah bagi semua keluarga di dunia.

60. Bab singkat ini, akan meringkas ajaran Gereja


tentang pernikahan dan keluarga. Di sini juga saya
akan menyebutkan apa yang dikatakan oleh para
Bapa Sinode tentang cahaya yang ditawarkan oleh
iman kita. Mereka mulai dengan tatapan Yesus dan
mereka berbicara tentang bagaimana Ia "tampak
pada perempuan dan laki-laki yang Ia temui dengan
cinta dan kelembutan, menyertai langkah mereka
dalam kebenaran, kesabaran dan belas kasihan
karena Ia mengajarkan tuntutan Kerajaan Allah".54

46
Tuhan juga bersama kita hari ini, kita berusaha
untuk berlatih dan meneruskan Injil keluarga.

YESUS MEMULIHKAN DAN MEMENUHI


RENCANA ALLAH

61. Berbeda dengan mereka yang menganggap


perkawinan sebagai sesuatu yang jahat, Perjanjian
Baru mengajarkan bahwa "segala sesuatu yang
diciptakan Allah itu baik dan tidak ada yang harus
ditolak" (1 Tim 4: 4). Pernikahan adalah "hadiah"
dari Tuhan (1 Kor 7:7). Pada saat yang sama, justru
karena pemahaman positif ini, Perjanjian Baru
sangat menekankan perlunya menjaga karunia
Allah: "pernikahan diadakan untuk saling
menghormati di antara semua, dan janganlah kamu
mencemarkan tempat tidur" (Ibr 13:4). Karunia
ilahi ini termasuk seksualitas: "Jangan menolak
satu sama lain" (1 Korintus 7:5).
__________
54 Relatio Synodi 2014, 12.
62. Para bapa Sinode mencatat bahwa Yesus,
"ketika berbicara tentang rencana asli dari Allah
untuk pria dan wanita, menegaskan kembali
keutuhan tak terpisahkan antara mereka, bahkan
menyatakan bahwa 'karena ketegaran hati-mu
maka Musa mengizinkan kamu menceraikan
isterimu, tetapi sejak semula tidaklah demikian
(Mat 19:8). Pernikahan itu tidak terceraikan - 'apa
yang dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan
manusia’ (Mat 19:6) - tidak boleh dipandang
sebagai 'beban' bagi umat manusia, tetapi sebagai
'hadiah' yang diberikan kepada orang-orang yang
bergabung dalam pernikahan ... kasih Allah yang
mengampuni selalu menyertai perjalanan hidup
manusia; melalui kasih karunia, menyembuhkan
dan mengubah hati yang mengeras, memimpin
mereka kembali ke awal melalui jalan salib. Injil

47
jelas menyajikan teladan Yesus yang ...
menyatakan makna pernikahan sebagai kepenuhan
wahyu yang mengembalikan rencana awal Allah
(bdk. Mat 19:3). "55

63. "Yesus, yang mendamaikan segala sesuatu


dalam diri-Nya, memulihkan pernikahan dan
keluarga ke bentuk aslinya (bdk. Mat 10: 1-12).
Perkawinan dan keluarga telah ditebus oleh Kristus
(bdk. Ef 5: 21-32) dan dikembalikan pada
gambaran Tritunggal Mahakudus, misteri dari
mana semua cinta sejati mengalir. Perjanjian
suami-istri, yang berasal dari penciptaan dan
terungkap dalam sejarah keselamatan, mengambil
makna penuh dalam Kristus dan Gereja-Nya.
Melalui Gereja-Nya, Kristus menganugerahkan
pernikahan dan keluarga rahmat yang diperlukan
untuk menjadi pewarta kasih Allah dan menjalani
__________
55 Ibid., 14.
kehidupan persekutuan. Injil dari keluarga meliputi
sejarah dunia, dari penciptaan pria dan wanita
sesuai gambar dan rupa Allah (bdk. Kej 1: 26-
27),hingga pemenuhan misteri perjanjian di dalam
Kristus di akhir jaman dengan perkawinan Anak
Domba (bdk. Why 19:9)." 56

64. (PERKAWINAN KANA) "Contoh karya


Yesus menjadi cara pandang Gereja ... Dia
memulai pelayanan di muka umum dengan mujijat
air menjadi anggur dalam pesta nikah di Kana (Yoh
2: 1-11). Ia membagikan rasa persahabatan yang
menjadi perilaku-Nya setiap hari kepada keluarga
Lazarus dan saudara-saudara perempuannya (lih
Luk 10:38) dan dengan keluarga Petrus (lih Mrk
08:14). Dia bersimpati kepada orang tua yang
berduka dengan menghidupkan kembali anak
mereka yang mati (lih Mrk 5:41; Luk 7: 14-15).

48
Dengan cara ini Ia menunjukkan arti sebenarnya
dari belas kasihan, yang memerlukan pemulihan
perjanjian (lih Yohanes Paulus II, Dives di
Misericordia, 4). Hal ini jelas dari percakapan
dengan wanita Samaria (Yoh 1: 4-30) dan dengan
wanita yang tertangkap berbuat zinah (Yoh 8: 1-
11), ketika kesadaran akan dosa berhadapan
dengan 'cinta tanpa syarat" dari Yesus. 57

65. (KELUARGA KUDUS) Penjelmaan Firman


menjadi manusia dalam kehidupan keluarga di
Nazareth, dalam pengertiannya yang terbaru telah
mengubah sejarah dunia. Kita perlu masuk ke
dalam misteri kelahiran Yesus, ke dalam jawaban
"ya" yang diberikan oleh Maria terhadap pesan dari
malaikat, saat Firman dikandung dalam rahimnya,
__________
56 Ibid., 16.
57 Relatio Finalis 2015, 41. 51
serta jawaban "ya" Yosef, yang memberi nama
kepada Yesus dan menjaga Maria. Kita perlu
merenungkan sukacita para gembala di depan
palungan, persembahan orang Majus dan
pengungsian ke Mesir, sehingga Yesus berbagi
pengalaman pengasingan umat-Nya, penganiayaan
dan penghinaan. Kita perlu merenungkan harapan
hati Zakharia dan kegembiraannya pada saat
kelahiran Yohanes Pembaptis, pemenuhan janji
diketahui oleh Simeon dan Anna di Bait Allah dan
keajaiban dari guru-guru agama yang
mendengarkan kebijaksanaan Yesus yang masih
kanak-kanak. Kami kemudian harus memandang
ke perjalanan tiga puluh tahun ketika Yesus
memperoleh hasil karya tangannya; ketika Ia
membaca doa-doa tradisional dan menunjukkan
ekspresi iman umat-Nya, dan datang untuk
mengetahui iman leluhur-Nya sampai Ia membuat
iman itu menghasilkan buah melalui misteri

49
Kerajaan Allah. Ini adalah misteri Natal dan rahasia
Nazareth yang memancarkan keindahan kehidupan
keluarga! Inilah yang membuat Fransiskus dari
Assisi, Theresa dari Kanak-kanak Yesus dan
Charles de Foucauld begitu terpesona, dan terus
mengisi keluarga Kristiani dengan harapan dan
sukacita.

66. (KELUARGA KUDUS) "Perjanjian dan


kesetiaan cinta yang hidup dari Keluarga Kudus
Nazareth menerangi asas yang memberi bentuk
pada setiap keluarga, dan memampukannya untuk
lebih siap menghadapi perubahan-perubahan
kehidupan dan sejarah. Atas dasar ini, setiap
keluarga, meskipun lemah, bisa menjadi cahaya di
tengah kegelapan dunia. 'Keluarga Nazareth
mengajarkan kita arti kehidupan keluarga,
persekutuan yang penuh kasih, keindahan yang
sederhana, karakter yang sakral dan yang teguh.
Semoga ia dapat mengajarkan betapa manisnya dan
tak tergantikan pelatihannya, betapa mendasar dan
tak terbandingkan perannya dalam tatanan sosial
(Paus Paulus VI, Sambutan di Nazareth, 5 Januari
1964) ". 58

Keluarga dalam Dokumen Gereja

67. Konsili Vatikan Kedua, dalam Konstitusi


Pastoral Gaudium et Spes, melihat adanya
keprihatinan "untuk meningkatkan martabat
perkawinan dan keluarga (bdk. Nos. 47-52)".
Konstitusi ini mendefinisikan pernikahan sebagai
sebuah komunitas kehidupan dan cinta (bdk. 48),
menempatkan cinta pada poros keluarga ... 'Cinta
sejati antara suami dan istri' (49) melibatkan saling
memberi diri, mencakup dan menyatukan dimensi
seksual dan afeksi, sesuai dengan rencana Allah
(bdk. 48-49) ". Dokumen konsili juga menekankan

50
tentang "landasan pasangan di dalam Kristus.
Tuhan Yesus Kristus 'membuat diri-Nya hadir
untuk pasangan Kristiani dalam sakramen
perkawinan' (48) dan tetap berada bersama mereka.
Dalam penjelmaan-Nya, Ia menerima cinta
manusia, memurnikannya dan membawanya
kepada pemenuhan. Oleh Roh-Nya, ia memberikan
kepada suami-istri kemampuan untuk
menghidupkan cinta itu, menembus setiap bagian
dari kehidupan iman, harapan dan kasih mereka.
Dengan cara ini, pasangan itu disucikan, dan
melalui rahmat khusus membangun Tubuh Kristus
dan membentuk gereja rumah tangga (lih. Lumen
Gentium, 11), sehingga Gereja, agar memahami
misterinya secara penuh, memperhatikan keluarga
__________
58 Ibid., 38.

Kristiani, yang menjadi wujud nyata diri Gereja".59

68. "Beato Paulus VI, dalam Konsili Vatikan


Kedua, selanjutnya mengembangkan lebih lanjut
ajaran Gereja tentang pernikahan dan keluarga.
Dengan cara tertentu, dengan Ensiklik Humanae
Vitae ia menunjukkan ikatan hakiki antara cinta
suami-istri dan kelanjutan kehidupan: 'cinta dalam
perkawinan mensyaratkan suami dan istri memiliki
kesadaran penuh akan kewajiban mereka sebagai
orang tua yang bertanggung jawab, yang sekarang,
sudah sepatutnya, yang banyak dituntut, namun
pada saat yang sama harus dimengerti secara
benar... Pelatihan tanggung jawab orang tua
mensyaratkan bahwa suami dan istri, menjaga
urutan prioritas yang benar, mengenal tugas
mereka sendiri kepada Allah, diri sendiri, keluarga
dan masyarakat manusia '(No. 10). Dalam anjuran
Apostolik Evangelii Nuntiandi, Paulus VI

51
menyoroti hubungan antara keluarga dan Gereja
".60

69. "Santo Yohanes Paulus Paul II memberikan


perhatian istimewanya kepada keluarga di dalam
katekese tentang kasih manusia, dalam suratnya
kepada Keluarga Gratissimam Sane dan khususnya
dalam Ajakan Apostolik Familiaris Consortio.
Dalam dokumen-dokumen ini, Santo Yohanes
Paulus II mendefinisikan keluarga sebagai 'cara
hidup Gereja'. Dia juga menawarkan visi umum
dari panggilan laki-laki dan perempuan untuk
mencintai, dan mengusulkan pedoman dasar
__________
59 Relatio Synodi 2014, 17.
60 Relatio Finalis 2015, 43.
untuk pendampingan pastoral bagi keluarga serta
peran keluarga dalam masyarakat. Secara khusus,
dengan memperlakukan kasih suami isteri (bdk.
No.13), ia menggambarkan bagaimana pasangan,
dengan saling mencintai mereka menerima karunia
Roh Kristus dan menghidupi panggilan mereka
menuju kesucian ".61

70. "Paus Benediktus XVI, dalam Ensiklik Deus


Caritas Est, kembali ke topik tentang kebenaran
cinta pria dan wanita, yang sepenuhnya diterangi
hanya dalam kasih Kristus yang disalibkan (bdk.
No 2). Dia menekankan bahwa 'pernikahan
berdasarkan cinta yang eksklusif dan definitif itu
pasti menjadi lambang hubungan Allah dan umat-
Nya, begitu pula sebaliknya. Cara Allah mencintai
menjadi ukuran bagaimana manusia mencintai
(11). Selain itu, dalam Ensiklik Caritas in Veritate
menyoroti pentingnya cinta sebagai prinsip
kehidupan dalam masyarakat (bdk. 44), tempat di

52
mana kita belajar pengalaman melakukan kebaikan
bersama ".62

Sakramen Perkawinan
71. "Kitab Suci dan Tradisi memberi kita akses
memperoleh pengetahuan tentang Tritunggal, yang
terungkap melalui Pengalaman hidup keluarga.
Keluarga adalah gambar Allah, yang merupakan
persekutuan antar pribadi. Ketika Yesus dibaptis,
suara Bapa terdengar, menyebut Yesus adalah
Anak-Nya yang terkasih, dan dalam kasih-Nya itu
kita dapat mengenali Roh Kudus (bdk. Mrk 1: 10-
11). Yesus, yang mendamaikan
__________
61 Relatio Synodi 2014, 18.
62 Ibid., 19.
segala sesuatu dalam diriNya sendiri dan menebus
kita dari dosa, bukan hanya mengembalikan status
perkawinan dan keluarga kepada bentuknya yang
asli, tetapi mengangkat pernikahan menjadi
sakramen cinta-Nya bagi Gereja (bdk. Mat 19: 1-
12; Mk 10: 1- 12; Ef 5: 21-32). Dalam keluarga
umat manusia yang dikumpulkan oleh Kristus,
'gambar dan rupa' Tritunggal Mahakudus (bdk. Kej
1:26) itu telah dipulihkan, suatu misteri yang
menjadi sumber semua arus cinta sejati. Melalui
Gereja perkawinan dan keluarga menerima rahmat
Roh Kudus dari Kristus, dengan maksud untuk
menjadi saksi Injil kasih Allah".63

72. Sakramen perkawinan bukan sekedar


kesepakatan sosial, ritual kosong atau hanya tanda
lahiriah dari suatu perjanjian. Sakramen adalah
hadiah yang diberikan untuk pengudusan dan
keselamatan pasangan, karena "kebersamaan
mereka adalah wujud nyata dari tanda sakramen,
menggambarkan hubungan yang sama antara
Kristus dan Gereja. Oleh karena itu pasangan yang

53
menikah adalah pengingat tetap bagi Gereja
tentang apa yang terjadi di salib; mereka untuk satu
sama lain dan kesaksian bagi anak-anak mereka
akan keselamatan yang mereka bagikan melalui
sakramen".64 Pernikahan adalah suatu panggilan,
sebab itu adalah tanggapan terhadap panggilan
khusus untuk mengalami kasih suami-isteri sebagai
tanda belum sempurnanya cinta antara Kristus dan
Gereja. Dengan demikian maka keputusan untuk
menikah dan memiliki keluarga harus menjadi
buah dari suatu proses panggilan.
___________
63 Relatio Finalis 2015, 38.
64 John Paul II, Apostolik Familiaris Consortio (22 November
1981), 13: AAS 74 (1982), 94. 65 Relatio Synodi 2014, 21.
73. "Saling memberi diri dalam sakramen
perkawinan didasarkan pada rahmat sakramen
baptis, sakramen yang menetapkan perjanjian yang
mendasar dari setiap orang dengan Kristus di dalam
Gereja. Dengan menerima satu sama lain, dan
dalam rahmat Kristus, pasangan berjanji satu
sama lain untuk memberi diri secara total,
terlibat dalam kesetiaan dan keterbukaan
untuk kehidupan baru. Pasangan ini mengenal
unsur-unsur ini sebagai pokok pernikahan, sebagai
hadiah yang ditawartakan oleh Allah kepada
mereka, dan memandang serius janji bersama
mereka dalam nama Tuhan dan di hadapan Gereja.
Iman memungkinkan mereka untuk mengambil
kebaikan-kebaikan pernikahan sebagai komitmen
yang dapat disimpan dengan lebih baik melalui
bantuan rahmat sakramen ... Akibatnya, Gereja
memandang pasangan yang sudah menikah sebagai
jantung dari seluruh keluarga, yang pada
gilirannya, memandang kepada Yesus".65
Sakramen bukanlah"hal" atau "kuasa", karena di
dalamnya Kristus sendiri" sekarang menjumpai
pasangan Kristiani ... Dia berdiam dengan mereka,

54
memberi mereka kekuatan untuk memikul salib
mereka dan mengikuti-Nya, mereka bangkit lagi
setelah jatuh, untuk memaafkan satu sama lain,
untuk menanggung beban satu sama lain."66
Perkawinan Kristiani adalah tanda betapa Kristus
telah mengasihi Gereja-nya dalam perjanjian yang
dimeteraikan di kayu salib, namun juga membuat
cinta hadir di dalam persekutuan dengan pasangan.
Dengan menjadi satu daging, mereka mewadahi
penerimaan sifat manusiawi oleh Anak Allah. Oleh
karena itu "dalam kegembiraan cinta dan
kehidupan keluarga, Ia memberikan kepada
__________
66 Katekismus Gereja Katolik, 1642.
mereka di bumi ini suatu awal dari pesta
perkawinan Anak Domba" 67. Meskipun gambaran
hubungan suami istri itu ibarat hubungan Kristus
dan Gereja-nya yang "belum sempurna",68
hubungan itu memberikan inspirasi bagi kita untuk
memohon kepada Tuhan agar mencurahkan kasih
ilahi-Nya kepada setiap pasangan yang menikah.

74. (HUBUNGAN SEKSUAL) Kesatuan seksual,


dialami penuh cinta dan dikuduskan oleh
sakramen, pada gilirannya menjadi jalur
pertumbuhan dalam kehidupan rahmat bagi
pasangan. Ini adalah "misteri perkawinan"69.
Makna dan nilai dari kesatuan fisik mereka
dinyatakan dalam kata-kata persetujuan, ketika
mereka diterima dan menawarkan diri masing-
masing kepada yang lain, untuk berbagi kehidupan
mereka sepenuhnya. Kata-kata itu memberi makna
pada hubungan seksual dan dibebaskan dari rasa
bingung. Lebih umum, kehidupan bersama suami
dan istri, seluruh jaringan hubungan yang mereka
bangun dengan anak-anak dan dunia di sekitar
mereka, akan didalami dan diperkuat oleh kasih
karunia dari sakramen itu. Sakramen perkawinan

55
itu datang dari misteri inkarnasi dan Paskah, ketika
Allah menunjukkan kepenuhan cintanya kepada
umat manusia dengan menjadi satu dengan kita.
Tak satu pun dari pasangan akan menjadi sendiri
dalam menghadapi tantangan apa pun yang
mungkin datang dalam hidup mereka. Keduanya
__________
67 Ibid.
68 Katekese (6 Mei 2015): L'Osservatore Romano, 7 Mei 2015,
p. 8.
69 Leo Agung, Epistula Rustico Narbonensi Episcopo, Inquis.
IV: PL 54, 1205A; lih Hincmar dari Rheims, Epist. 22: PL 126,
142.
dipanggil untuk menanggapi karunia Allah dengan
komitmen, kreativitas, ketekunan dan usaha sehari-
hari. Mereka selalu dapat meminta bantuan
dari Roh Kudus yang menyucikan hubungan
mereka, sehingga kasih karunia-Nya dapat
dirasakan dalam setiap situasi baru yang mereka
hadapi.

75. Dalam tradisi Gereja Latin, para pelayan


sakramen perkawinan adalah pria dan wanita yang
menikah;70 dengan mewujudkan persetujuan
mereka dan mengekspresikan hubungannya secara
fisik, mereka menerima hadiah yang besar.
Persetujuan dan kesatuan tubuh mereka adalah
sarana ilahi yang menunjukkan mereka menjadi
"satu tubuh". Dengan kesucian baptisan, mereka
diaktifkan untuk bergabung dalam pernikahan
sebagai pelayan Tuhan dan dengan demikian
mereka menanggapi panggilan Allah. Oleh karena
itu, ketika dua pasangan non-Kristiani menerima
baptisan, mereka tidak perlu memperbarui janji
pernikahan mereka; mereka hanya butuh
menerimanya, karena dengan penerimaan baptisan
persatuan mereka secara otomatis telah menjadi
sakramen. Hukum Kanonik mengakui keabsahan
hubungan tertentu yang dirayakan tanpa kehadiran

56
pelayan tertahbis.71 Sebenarnya hukum telah
sedemikian dijiwai oleh kasih karunia penebusan
Yesus yaitu bahwa: "suatu janji pernikahan yang
sah tidak bisa ada tanpa baptisan karena itulah yang
menjadi fakta sakramen"72. Gereja dapat
__________
70 Cf. Pius XII, Ensiklik Surat Mystici Corporis Christi (29 Juni
1943): AAS 35 (1943), 202: "Matrimonio enim quo coniuges
Sibi invicem sunt ministri gratiae ..."
71 bdk.. Kitab Hukum Kanonik, cc. 1116; 1161-1165; Kitab
Hukum Kanonik Gereja-gereja Timur, 832; 848-852.
72 Ibid., C. 1055 § 2.
mengharuskan pernikahan dirayakan secara
terbuka, dengan kehadiran saksi dan kondisi lain
yang bervariasi sepanjang waktu, tetapi ini tidak
mengurangi fakta bahwa pasangan yang menikah
disebut sebagai pelayan sakramen. Juga tidak
mempengaruhi sentralitas perjanjian yang
diberikan oleh pria dan wanita, yang dengan
sendirinya membentuk ikatan sakramental. Ini
telah dijelaskan, bahwa ada kebutuhan untuk
refleksi lebih lanjut tentang tindakan Allah dalam
ritus perkawinan; hal ini jelas dilaksanakan dalam
Gereja Timur melalui pentingnya berkat yang
diterima oleh pasangan sebagai tanda pemberian
karunia Roh.

Benih Firman dan Situasi yang Belum Sempurna

76. "Injil di dalam keluarga menyuburkan benih-


benih yang diharapkan untuk bertumbuh, dan
berfungsi sebagai dasar untuk merawat tanaman
yang layu dan yang tidak boleh diabaikan."73
Dengan demikian, membangun di atas dasar
karunia Kristus melalui sakramen, pasangan yang
menikah "dapat dibimbing secara sabar untuk
mencapai pemahaman yang lebih mendalam dan

57
kesatuan lebih penuh dari misteri ini dalam hidup
mereka".74

77. Menarik tentang pengajaran Kitab Suci bahwa


semuanya diciptakan melalui Kristus dan untuk
Kristus (bdk. Kol 1:16), maka para Bapa Sinode
mencatat bahwa “ penebusan menerangi dan
__________
73 Relatio Synodi 2014, 23.
74 John Paul II, Apostolik Familiaris Consortio (22 November
1981) , 9: AAS 74 (1982), 90.

memenuhi ciptaan. Oleh karena itu perkawinan


yang wajar, sepenuhnya dipahami dalam terang
kepenuhan sakramen Perkawinan: hanya dalam
merenungkan tentang Kristus seseorang datang
untuk mengetahui kebenaran terdalam tentang
hubungan manusia. 'Hanya dalam misteri inkarnasi
Sabda membuat misteri manusia menjadi jelas...
Kristus, Adam baru, melalui wahyu dari misteri
Bapa dan kasih-Nya, sepenuhnya menyingkapkan
manusia pada dirinya sendiri dan membuat
panggilan tertingginya menjadi jelas' (Gaudium et
Spes, 22). Akan sangat membantu untuk
memahaminya dalam pandangan yang terpusat
pada Kristus... kesejahteraan pasangan (bonum
coniugum)"75 yang meliputi kesatuan, keterbukaan
untuk hidup, kesetiaan, tak terceraikan dan, dalam
pernikahan kristiani, saling mendukung di jalan
menuju persahabatan lengkap dengan Tuhan.
"Penegasan kehadiran 'benih-benih Sabda' dalam
budaya lain (bdk. Ad Gentes 11) juga bisa berlaku
untuk realitas perkawinan dan keluarga. Selain
perkawinan yang benar, ada pula unsur positif
perkawinan yang ditemukan pada agama-agama
lain",76 walau masih sering samar-samar. Kita siap
mengatakan bahwa "di dunia ini setiap orang ingin
membentuk sebuah keluarga yang mengajarkan

58
anak-anak agar senang dengan setiap gerakan yang
bertujuan untuk mengatasi kejahatan - sebuah
keluarga yang menunjukkan bahwa Roh itu hidup
dan ketika bekerja - akan menjumpai rasa syukur
dan penghargaan kita. Apapun orangnya,
agamanya atau asal-usulnya."77
__________
75 Relatio Finalis 2015, 47.
76 Ibid.
77 Homili untuk Misa Penutup dari Kedelapan Dunia
Pertemuan Keluarga di Philadelphia (September 2015 27):
L'Osservatore Romano, 28-29 September 2015, p. 7.
78. "Terang Kristus menerangi setiap orang (bdk.
Yoh 1: 9; Gaudium et Spes, 22). Memahami suatu
hal dengan mata Kristus mengilhami pelayanan
pastoral Gereja bagi umat beriman yang hidup
bersama, yang hanya menikah secara sipil, atau
yang bercerai dan menikah lagi.
Mengikuti pedagogi ilahi ini, Gereja menaruh kasih
pada orang-orang yang berpartisipasi dalam
hidupnya dengan cara yang belum sempurna: ia
mencari rahmat untuk mengubah mereka; ia
mendorong mereka untuk berbuat baik, untuk
membagikan kasih sayang satu sama lain dan untuk
melayani masyarakat di mana mereka tinggal dan
bekerja ... Ketika pasangan berada dalam
perkawinan yang belum sah namun mencapai
cukup stabil dalam ikatan publik - dan ditandai oleh
kasih sayang yang mendalam, tanggung jawab
terhadap anak-anak dan kemampuan untuk
mengatasi cobaan - ini dapat dilihat sebagai suatu
kesempatan, untuk memimpin mereka kepada
merayakan sakramen Perkawinan."78

79. "Ketika dihadapkan pada situasi yang sulit dan


keluarga terlukai, itu selalu penting untuk
mengingat prinsip umum ini: 'Para Pastor harus
tahu bahwa, demi kebenaran, mereka diwajibkan

59
untuk berlatih memahami situasi ini dengan jelas”
(Familiaris Consortio, 84). Tingkat tanggung
jawab tidak sama dalam semua kasus dan mungkin
ada faktor yang membatasi kemampuan untuk
membuat keputusan.
Oleh karena itu, ketika menyatakan pengajaran
Gereja secara jelas, para pastor harus menghindari
__________
78 Relatio Finalis 2015, 53-54 .
penilaian tanpa memperhitungkan rumitnya situasi,
mereka harus memperhatikan, bagaimana orang
mengalami dan bertahan dalam kesusahan karena
kondisi mereka".79

PERUBAHAN HIDUP DAN MENGASUH


ANAK-ANAK

80. Pernikahan adalah pertama sebuah


"kemitraan intim dari hidup dan cinta"80, yang
baik untuk pasangan itu sendiri81. sedangkan
seksualitas "diatur bagi cinta pasangan pria dan
wanita"82.
Selanjutnya bahwa "pasangan yang kepadanya
Allah tidak mengaruniakan anak dapat memiliki
kehidupan suami-istri yang penuh makna, baik
sebagai manusia maupun sebagai orang
kristiani"83. Meskipun demikian, persatuan suami
isteri dihimbau agar tetap berperan prokreasi"
sesuai dengan sifat manusia"84. Anak yang lahir"
tidak datang dari luar sebagai sesuatu yang
ditambahkan pada cinta pasangan, namun
memancar dari jantung pemberian cinta timbal
balik, sebagai buah dan pemenuhannya".85 Anak
baik laki-laki maupun perempuan tidak muncul di
akhir proses, tetapi hadir dari awal cinta sebagai

__________
79 Ibid., 51.

60
80 Konsili Vatikan Kedua, Konstitusi Pastoral tentang Gereja
di Dunia Modern Gaudium et Spes, 48.
81 Cf. Kitab Hukum Kanonik, c. 1055 § 1: "ad bonum
coniugum atque ad prolis generationem et educationem
ordinatum".
82 Katekismus Gereja Katolik, 2360.
83 Ibid., 1654.
84 Konsili Vatikan Kedua, Konstitusi Pastoral tentang Gereja
di Dunia modern Gaudium et Spes, 48.
85 Katekismus Gereja Katolik, 2366.

unsur yang penting, satu yang tidak dapat


dipungkiri tanpa menodai cinta itu sendiri. Dari
luar, cinta menolak setiap dorongan untuk menutup
ke dalam dirinya sendiri; terbuka untuk berbuah
yang mendorong melampaui dirinya. Oleh karena
itu tidak ada hubungan genital suami-istri yang bisa
menolak makna itu,86 meskipun ketika karena
berbagai alasan tidak selalu harus melahirkan
kehidupan baru.

81. Seorang anak berhak untuk lahir dari cinta itu,


dan tidak dengan cara lain, bahwa "anak bukanlah
suatu hak milik, tetapi adalah hadiah",87 yang
merupakan "buah dari tindakan suami-istri yaitu
cinta orang tua"88. Ini adalah kasus karena,
“menurut hukum penciptaan, kasih suami isteri
antara seorang pria dan seorang wanita, dan bahwa
pemberian hidup itu diatur dari satu kepada yang
lain (bdk. Kej 1: 27-28). Jadi Pencipta membuat
pria dan wanita berbagi dalam karya penciptaan-
Nya dan pada saat yang sama, membuat mereka
menjadi alat cinta-Nya, mempercayakan kepada
mereka tanggung jawab untuk masa depan umat
manusia, melalui pemberian kehidupan
89
manusia".

82. Bapa Sinode menegaskan bahwa "pertumbuhan


mental tertentu dapat menurunkan generasi
kehidupan menjadi satu jenis manusia yang

61
terbukti sudah direncanakan oleh individu atau
pasangan".90
__________
86 Cf. Paul VI, Ensiklik Humanae Vitae (25 Juli 1968), 11-12:
AAS 60 (1968), 488-489.
87 Katekismus Gereja Katolik, 2378.
88 Kongregasi untuk Ajaran Iman, Instruksi Donum Vitae (22
Februari 1987), II, 8: AAS 80 (1988), 97.
89 Relatio Finalis 2015, 63.
90 Relatio Synodi 2014, 57.
Ajaran Gereja dimaksudkan untuk "membantu
pasangan agar mengalami selengkapnya, hubungan
suami-istri yang harmonis dan sadar, bersama
dengan tanggung jawab mereka untuk menciptakan
kehidupan. Kita perlu kembali ke pesan dari
Ensiklik Humanae Vitae Beato Paulus VI, yang
menyoroti pentingnya menghormati martabat
manusia yang secara moral menaati metode
pengaturan kehamilan... Pilihan adopsi atau
orangtua asuh juga dapat mengungkapkan
keberhasilan yang merupakan karakteristik dari
kehidupan pernikahan".91 Dengan rasa syukur yang
khusus dari Gereja "mendukung keluarga yang
menerima, mengangkat dan melindungi dengan
kasih sayang anak-anak yang cacat"92.

83. Di sini saya merasa mendesak untuk


menyatakan bahwa, jika keluarga adalah tempat
yang kudus bagi kehidupan, tempat kehidupan
dikandung dan dirawat, itu adalah kontradiksi yang
menghebohkan ketika menjadi tempat kehidupan
ditolak dan dihancurkan. Begitu besar nilai dari
kehidupan umat manusia, dan begitu tidak dapat
dicabut hak hidup anak yang tidak bersalah yang
tumbuh dalam rahim ibu, bahwa tidak ada hak pada
tubuhnya sendiri yang dapat membenarkan
keputusan untuk mengakhiri kehidupannya, yang
merupakan akhir pada dirinya dan yang tidak
pernah dapat dianggap sebagai "milik" manusia.

62
Keluarga melindungi kehidupan manusia dalam
semua tahapan, termasuk yang terakhir. Dengan
demikian maka, "orang-orang yang bekerja di
bidang kesehatan agar diingatkan kewajiban moral
keberatan hati nurani mereka.
___________
91 Ibid., 58.
92 Ibid., 57.
Demikian pula, Gereja tidak hanya memandang
penting untuk menegaskan hak orang mati secara
alami, tanpa tindakan medis yang berlebihan dan
euthanasia (mati atas permintaan sendiri)", tetapi
juga" tegas menolak hukuman mati ".93

84. Para Bapa Sinode juga ingin menekankan


bahwa "salah satu tantangan mendasar yang
dihadapi keluarga saat ini tidak diragukan lagi
adalah membesarkan anak, membuat semua
tantangan itu menjadi lebih sulit dan kompleks
dengan realitas budaya saat ini dan pengaruh kuat
media bagi anak-anak".94 "Gereja mengasumsikan
peran berharga dalam mendukung keluarga,
dimulai dari inisiasi kristiani dengan menyambut
komunitas keluarga".95 Pada saat yang sama saya
merasa penting untuk mengulangi bahwa
pendidikan secara keseluruhan bagi anak-anak
adalah "tugas yang paling serius" dan pada saat
yang sama merupakan "hak utama" dari orangtua.96
Ini bukan hanya tugas atau beban, tapi hak penting
yang tidak dapat dicabut bahwa orangtua dipanggil
untuk membela dan darinya tidak seorang pun
dapat merebut atau menjauhkan mereka dari
orangtua. Negara menawarkan program pendidikan
anak dengan cara subsider, mendukung orangtua
dalam perannya yang tidak dapat diubah; orangtua
sendiri menikmati hak untuk memilih secara bebas
jenis pendidikan – hak akses dan hak mutu yang
baik - yang mereka inginkan diberikan kepada

63
anak-anak mereka sesuai dengan keyakinan orang
tua. Sekolah tidak
__________
93 Relatio Finalis 2015, 64.
94 Relatio Synodi 2014, 60.
95 Ibid., 61
96 Kitab Hukum Kanonik, c. 1136; lih Kitab Hukum
Kanonik Gereja-gereja Timur, 627.
menggantikan peran orang tua, tetapi
melengkapinya. Ini adalah prinsip dasar: "semua
pihak lain dalam proses pendidikan hanya mampu
melaksanakan tanggung jawab mereka atas nama
orangtua, dengan persetujuan mereka dan, pada
tingkat tertentu, dengan otorisasi orangtua".97
Namun, "suatu jarak mungkin terjadi antara
keluarga dan masyarakat, antara keluarga dan
sekolah; janji pendidikan saat ini telah dirusak
sehingga terjadi krisis hubungan kesatuan
pendidikan antara masyarakat dan keluarga"98

85. Gereja dipanggil untuk bekerja sama dengan


orang tua melalui tindakan pastoral yang cocok,
membantu dalam pemenuhan misi pendidikan
mereka. Gereja harus selalu melakukan hal ini
dengan membantu mereka untuk menghargai peran
yang tepat dan menyadari bahwa dengan menerima
mereka dalam sakramen perkawinan mereka
menjadi pelayan pendidikan anak-anak mereka.
Dalam mendidik anak-anak, orangtua membangun
Gereja,99 dan dengan demikian, mereka menerima
panggilan pemberian Allah.100

Keluarga dan Gereja

86. "Dengan sukacita batin dan kenyamanan


mendalam, Gereja memperhatikan keluarga yang
tetap setia dengan ajaran Injil, mendorong
__________

64
97 Dewan Kepausan untuk Keluarga, Kebenaran dan
Makna Seksualitas Manusia (8 Desember 1995), 23.
98 Katekese (20 Mei 2015): L'Osservatore Romano, 21 Mei
2015, p . 8. 67
99 Yohanes Paulus II, Apostolik Familiaris Consortio (28
November 1981) 38: AAS 74 (1982), 129.
100 bdk. Sambutan kepada Konferensi Keuskupan Roma (14
Juni 2015): L'Osservatore Romano, 15-16 Juni 2015, p. 8.

keluarga dan berterima kasih kepada mereka


karena kesaksian yang mereka berikan. Karena
mereka bersaksi, dengan cara yang dapat
dipercaya, tentang keindahan pernikahan sebagai
yang tak terpisahkan dan setia terus-menerus.
Dalam keluarga 'yang bisa disebut sebagai sebuah
gereja rumah tangga (Lumen Gentium, 11), setiap
orang masuk dalam pengalaman gereja yaitu
persekutuan antar pribadi, yang mencerminkan
melalui anugerah yaitu misteri Tritunggal Maha
Kudus. "Di sini kita belajar daya tahan dan sukacita
kerja, cinta persaudaraan, murah hati - bahkan
sekali lagi - pengampunan, dan di atas semuanya
itu adalah penyembahan ilahi dalam doa dan
pengorbanan hidup seseorang '(Katekismus Gereja
Katolik, 1657) ".101

87. Gereja adalah keluarga dari banyak


keluarga, terus-menerus diperkaya oleh kehidupan
semua gereja rumah tangga. "Kebenaran sakramen
perkawinan bahwa setiap keluarga pada dasarnya
menjadi milik Gereja. Dari sudut pandang ini,
merefleksikan interaksi antara keluarga dan Gereja
membuktikan bahwa keluarga adalah hadiah yang
berharga bagi Gereja di zaman kita. Gereja itu
hadiah bagi keluarga, dan keluarga menjadi hadiah
bagi Gereja. Pengamanan pemberian Tuhan dalam
sakramen perkawinan adalah kepedulian tidak
hanya pada individu keluarga tetapi pada seluruh
komunitas Kristiani"102

65
__________
101 Relatio Synodi 2014, 23.
102 Relatio Finalis 2015, 52.

88. Pengalaman cinta dalam keluarga-keluarga


adalah sumber kekuatan abadi bagi kehidupan
Gereja. "Keutuhan perkawinan adalah panggilan
tetap untuk membuat cinta itu bertumbuh dan
semakin mendalam. Melalui kesatuan cinta
mereka, pasangan memperoleh pengalaman indah
menjadi ayah dan ibu, untuk berbagi rencana,
pengalaman, harapan dan kekhawatiran; dan
mereka belajar menjaga satu sama lain serta saling
memaafkan. Dalam cinta ini, mereka merayakan
saat-saat bahagia untuk saling mendukung dalam
mengatasi kesulitan hidup bersama-sama ...
Indahnya kebersamaan ini, hadiah yang tidak
terduga, sukacita yang berasal dari lahirnya
kehidupan dan kasih sayang dari semua anggota
keluarga - dari balita terhadap yang lebih tua -
hanya merupakan buah-buah dalam keluarga yang
menjadi jawaban terhadap panggilan keluarga yang
unik dan tak tergantikan",103 baik bagi Gereja
maupun bagi masyarakat secara keseluruhan.

__________
103 Ibid., 49-50. 71

BAB EMPAT

CINTA DALAM PERKAWINAN

89. Apa yang telah dikatakan sejauh ini akan


menjadi tidak memadai menggambarkan Injil

66
tentang perkawinan dan keluarga, seandainya kita
tidak juga membicarakan kasih. Sebab kita tidak
dapat mendorong suatu jalan kesetiaan dan
pemberian diri timbal-balik tanpa mendorong
pertumbuhan, penguatan dan pendalaman dari
kasih suami-istri dan keluarga. Sesungguhnya,
rahmat sakramen perkawinan terlebih dahulu
bertujuan untuk "menyempurnakan cinta
104
pasutri" Di sini pun kita dapat berkata,
"sekalipun aku memiliki iman yang sempurna
untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak
mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna"
(1 Kor 13:2-3). Namun demikian, kata "kasih",
sudah umum digunakan dan sering
disalahgunakan.105

KASIH KITA SEHARI-HARI

90. Dalam bacaan yang indah dari Santo Paulus,


kita melihat beberapa sifat dari kasih sejati:

__________
104 Catechism of the Catholic Church, 1641.
105 Cf. BENEDICT XVI, Encyclical Letter Deus Caritas Est (25
December 2005), 2: AAS 98 (2006), 218.

"Kasih itu sabar,


kasih itu murah hati;
ia tidak cemburu.
Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong.
Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak
mencari keuntungan diri sendiri.
Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan
orang lain.
Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan,
tetapi karena kebenaran.
Ia menutupi segala sesuatu,

67
percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu,
sabar menanggung segala sesuatu" (1Kor 13:4-7).

Kasih dialami dan dipelihara dalam keseharian para


pasangan dan anak-anak mereka. Ada baiknya kita
merenungkan lebih dalam makna dari teks Paulus
ini dan relevansinya bagi situasi konkrit setiap
keluarga.

Kasih itu sabar

91. Kata pertama yang digunakan ialah


makrothyméi. Ini bukan sekedar berarti "sabar
menanggung segala sesuatu", sebab kita
menemukan frase ini dinyatakan pada akhir ayat ke
tujuh. Maknanya dijelaskan lewat terjemahan
Yunani Perjanjian Lama, di mana kita membaca
bahwa Allah itu "panjang sabar" (Kel 34:6; Bil
14:18). Ini menunjukkan akan kualitas seseorang
yang tidak bertindak impulsif dan menghindari
suatu serangan. Kita menemukan kualitas ini
dalam Allah Perjanjian, yang memanggil kita untuk
meneladani sifat-Nya juga di dalam kehidupan
berkeluarga. Teks Santo Paulus menggunakan kata
ini perlu dibaca dalam terang Kitab Kebijaksanaan
(bdk. 11:23; 12:2, 15-18), yang memuliakan Allah
yang menahan diri, dengan memberi kesempatan
untuk bertobat, namun tegas atas kuasa-Nya, yang
dinyatakan dalam tindakan belas kasih-Nya.
"Kesabaran" Allah, yang dinyatakan dalam
kerahiman-Nya kepada para pendosa, adalah
tanda dari kuasa Allah yang sejati.

92. Sabar bukan berarti menjadikan diri kita


teraniaya terus-menerus, mengijinkan agresi
fisik atau mengijinkan orang lain

68
memanfaatkan kita. Kita menemui masalah jika
berpikir bahwa relasi atau orang-orang harus
sempurna, atau ketika kita menempatkan diri kita
sebagai pusat dan berharap semua berjalan sesuai
dengan cara kita. Bila demikian ini segala sesuatu
akan membuat kita tidak sabar, membuat kita
bereaksi secara agresif. Terkecuali jika kita
menumbuhkan kesabaran, kita akan selalu
menemukan alasan untuk marah. Kita akhirnya
tidak sanggup untuk hidup bersama, bersikap
antisosial, tidak dapat mengontrol impuls kita, dan
keluarga kita akan menjadi medan pertempuran.
Oleh sebab itu Sabda Allah mengingatkan kita:
"Segala kepahitan, kegeraman, kemarahan,
pertikaian dan fitnah hendaklah dibuang dari antara
kamu, demikian pula segala kejahatan" (Ef 4:31).
Kesabaran mengakar ketika saya mengakui bahwa
orang lain juga memiliki hak hidup di dunia ini,
sebagaimana adanya mereka. Tidak peduli apakah
mereka menghambat saya, melemahkan rencana
saya, atau mengganggu saya dengan cara tindakan
atau berpikirnya, atau mereka tidak seperti yang
saya inginkan. Kasih selalu memiliki sifat belas
kasih mendalam yang dapat menerima orang lain
sebagai bagian dari dunia ini, meskipun ia
berperilaku tidak sesuai dengan keinginan saya.

Kasih ada dalam melayani sesama

93. Kata berikutnya yang digunakan Paulus ialah


chrestéuetai. Kata itu hanya digunakan di sini
dalam keseluruhan Kitab Suci. Ia berasal dari kata
chrestós: seorang yang baik, yang menunjukkan
kebaikannya lewat perbuatannya. Di sini, dalam
kesejajaran ketat dengan kata kerja sebelumnya, ia
menjadi suatu pujian. Paulus ingin memperjelas
bahwa "kesabaran" bukanlah suatu sikap pasif

69
total, namun sikap yang disertai kegiatan, oleh
interaksi dinamis dan kreatif dengan yang lain.
Kata ini menunjukkan bahwa kasih itu
menguntungkan dan menolong orang lain. Oleh
sebab itu diterjemahkan sebagai "murah hati";
kasih itu senantiasa siap menjadi penolong.

94. Sepanjang teks tersebut, jelas Paulus ingin


menekankan bahwa kasih lebih dari sekedar
perasaan. Melainkan, mestinya dipahami sesuai
dengan kata kerja Ibrani "mengasihi"; yaitu
"melakukan perbuatan baik". Seperti yang
dikatakan Santo Ignatius Loyola, "Kasih
ditunjukkan terlebih lewat perbuatan daripada
lewat perkataan".106 Oleh karenanya ia
menunjukkan keberbuahannya dan mengijinkan
kita mengalami kebahagiaan memberi, keagungan
dan kemegahan memberikan diri kita dengan
murah hati, tanpa meminta balasan, murni demi
kesenangan memberi dan melayani.
__________
106 Spiritual Exercises, Contemplation to Attain Love (230).

Kasih tidak cemburu

95. Santo Paulus selanjutnya menolak hal yang


berlawanan dengan kasih, sikap yang diekspresikan
dalam kata kerja zelói - menjadi cemburu atau iri
hati. Ini berarti kasih tidak memberi ruang pada
rasa cemburu atas keberuntungan orang lain
(bdk. Kis 7:9; 17:5). Iri hati adalah suatu bentuk
kesedihan yang diprovokasi lewat kemakmuran
orang lain; ini menunjukkan bahwa kita tidak
peduli pada kebahagiaan orang lain namun hanya
pada kesejahteraan kita saja. Sementara kasih
mengangkat kita melampaui diri kita, cemburu
membuat kita terkungkung pada diri sendiri. Kasih
sejati menghargai prestasi orang lain. Ia tidak

70
melihat mereka sebagai musuh. Ia membebaskan
kita dari rasa asam kecemburuan. Ia mengenali
bahwa setiap orang memiliki karunia berbeda dan
jalur hidup yang unik. Maka ia akan berusaha
mencari jalan kebahagiaannya sendiri, sambil
membiarkan orang lain menemukan jalannya juga.

96. Dengan kata lain, kasih berarti memenuhi dua


perintah terakhir dari Sepuluh Perintah Allah:
"Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan
mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki,
atau hambanya perempuan, atau lembunya atau
keledainya, atau apapun yang dipunyai
sesamamu." (Kel 20:17). Kasih mengilhami
penghargaan sejati pada setiap manusia dan
pengakuan atas hak mereka untuk bahagia. Saya
mengasihi orang ini, dan saya melihatnya dengan
mata Tuhan, yang memberikan semua bagi kita
"untuk dinikmati" (1Tim 6:17). Karenanya, saya
merasakan kebahagiaan dan damai yang
mendalam. Kasih yang mendalam seperti ini juga
membawa saya untuk menolak ketidakadilan di
mana sejumlah orang memiliki terlalu banyak dan
yang lainnya terlalu sedikit. Ia menggerakkan saya
untuk menemukan cara membantu masyarakat
terlantar menemukan sedikit sukacita. Ini bukan
kecemburuan, tetapi hasrat untuk kesetaraan.

Kasih tidak memegahkan diri

97. Kata berikut, perpereúetai, memiliki arti


kesombongan, ingin kelihatan lebih unggul,
berlebihan dan agak ambisius. Orang yang
mengasihi bukan hanya menahan diri untuk
berbicara banyak mengenai diri sendiri, melainkan
berfokus pada orang lain; mereka tidak butuh
menjadi pusat perhatian. Kata yang datang

71
berikutnya - physioútai – juga serupa,
menunjukkan bahwa kasih itu tidaklah sombong.
Secara harfiah, kita tidak menjadi "besar kepala" di
hadapan orang lain. Ia juga menunjukkan pada
sesuatu yang lebih tersamar: obsesi untuk
menyombongkan diri dan kehilangan rasa realitas.
Orang demikian berpikir bahwa, karena mereka
lebih "spiritual" atau "bijak", mereka menjadi lebih
penting daripada kondisi mereka yang
sesungguhnya. Paulus menggunakan kata kerja ini
dalam peristiwa lain ketika dia berkata bahwa
"pengetahuan menjadikan sombong", sedangkan
"kasih membangun" (1Kor 8:1). Sejumlah orang
berpikir bahwa mereka penting sebab mereka lebih
berpengetahuan daripada yang lain; mereka ingin
menjadi tuan atas orang lain. Namun yang
sesungguhnya membuat kita penting adalah kasih
yang memahami, menunjukkan kepedulian, dan
merangkul yang lemah. Di tempat lainnya kata ini
digunakan untuk mengkritik orang yang
"menggembung" karena merasa diri mereka
penting (bdk. 1Kor 4:18) namun sesungguhnya
hanya penuh dengan perkataan kosong daripada
dengan "kuasa" yang sesungguhnya dari Roh
Kudus (bdk. 1Kor 4:19).

98. Penting bagi umat Kristiani untuk


menunjukkan kasih mereka lewat cara mereka
memperlakukan anggota keluarganya yang kurang
pengetahuan imannya, lemah atau kurang yakin
dengan pertobatannya. Kadang yang sebaliknya
terjadi: yang mestinya beriman dewasa dalam
keluarga menjadi begitu angkuhnya. Kasih, di sisi
lain, ditandai dengan kerendahan hati; jika kita
hendak memahami, mengampuni dan melayani
yang lain dari hati, kesombongan kita mesti
disembuhkan dan kerendahan hati kita mesti
ditingkatkan. Yesus memberitahukan para murid

72
bahwa di dalam dunia di mana kekuasaan
merajalela, masing-masing pihak berusaha
mendominasi pihak lain, namun "tidaklah
demikian di antara kamu" (Mat 20:26). Logika
kasih Kristiani bukanlah mengenai kepentingan
dan kekuasaan; melainkan, "barangsiapa ingin
menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia
menjadi hambamu" (Mat 20:27). Dalam kehidupan
keluarga, logika dominasi dan kompetisi tentang
siapa yang paling pintar dan berkuasa
menghancurkan kasih. Peringatan Santo Petrus
berlaku juga untuk keluarga: "Dan kamu semua,
rendahkanlah dirimu seorang terhadap yang lain,
sebab: 'Allah menentang orang yang congkak,
tetapi mengasihani orang yang rendah hati.'" (1Ptr
5:5)

Kasih tidak melakukan yang tidak sopan

99. Mengasihi adalah juga menjadi lemah lembut


dan penuh perhatian, dan ini diungkapkan dengan
kata berikutnya, aschemonéi. Kata itu
menunjukkan bahwa kasih tidak kasar atau tidak
sopan; ia tidak kejam. Tindakan, kata-kata dan
gerak-geriknya menyenangkan dan tidak melukai
atau kaku. Kasih menolak membuat orang lain
menderita. Keramah-tamahan "adalah sekolah
kepekaan dan tidak memihak" yang
membutuhkan seseorang "membangun pikiran
dan perasaannya, belajar mendengarkan,
berbicara, dan pada saat-saat tertentu, bersikap
diam".107 Ini bukan sesuatu yang orang Kristiani
bisa terima atau tolak. Sebagai persyaratan yang
paling mendasarkan dari kasih, "setiap manusia
terikat untuk hidup selaras dengan orang-orang di
sekitarnya".108 Setiap hari, "manakala memasuki
kehidupan orang lain, meskipun ketika orang

73
tersebut telah memiliki hubungan dengan
kehidupan kita, dibutuhkan kepekaan dan
pengekangan diri yang dapat memperbarui
kepercayaan dan rasa hormat. Sesungguhnya,
semakin makin dalam kasih itu, semakin terpanggil
untuk menghormati kemerdekaan orang lain dan
kemampuan menunggu sampai orang lain
membuka pintu hatinya".109

100. Untuk terbuka pada perjumpaan yang sejati


dengan orang lain, “cara pandang yang baik”
__________
107 OCTAVIO PAZ, La llama doble, Barcelona, 1993, 35.
108 THOMAS AQUINAS, Summa Theologiae II-II, q. 114, art.
2, ad 1.
109 Catechesis (13 May 2005): L’Osservatore Romano, 14 May
2015, p.8
adalah penting. Ini tidak selaras dengan sikap
negatif yang siap menunjuk pada kekurangan orang
lain sambil mengabaikan kekurangan pada diri
sendiri. Cara pandang yang baik membantu kita
melihat melampaui keterbatasan kita, menjadi
sabar dan bekerjasama dengan orang lain,
mengesampingkan perbedaan yang ada. Kebaikan
penuh cinta membangun ikatan, menumbuhkan
relasi, menciptakan jejaring baru integrasi dan
menyulam tenunan sosial yang kuat. Dengan cara
ini, ikatan bertumbuh lebih kuat, sebab tanpa rasa
memiliki kita tidak dapat mempertahankan
komitmen pada yang lain; akhirnya kita akan
mencari kenyamanan diri sendiri dan hidup
bersama orang lain menjadi tidak mungkin. Orang
yang antisosial berpikir bahwa orang lain ada demi
kepuasan kebutuhan mereka. Akibatnya, tidak ada
ruang untuk kelembutan kasih dan
pengungkapannya. Orang yang mengasihi mampu
untuk mengucapkan kata-kata nyaman,
menguatkan, menghibur, dan menyemangati.

74
Inilah perkataan yang diucapkan Yesus sendiri:
"Percayalah, hai anak-Ku" (Mat 9:2); "Hai ibu,
besar imanmu" (Mat 15:28); "Bangunlah" (Mrk
5:41); "Pergilah dengan selamat" (Luk 7:50);
"Jangan takut" (Mat 14:27). Semua ini bukanlah
kata-kata yang merendahkan, membuat sedih,
marah atau menghina. Dalam keluarga, kita mesti
belajar untuk meneladani kelemah-lembutan Yesus
dalam cara berbicara kita satu sama lain.

Kasih itu murah hati

101. Kita berulangkali mengatakan bahwa untuk


mengasihi orang lain kita harus pertama-tama
mengasihi diri kita sendiri. Bagaimanapun, Hymne
Paulus akan kasih menyatakan bahwa kasih "tidak
mencari keuntungan diri sendiri", juga tidak
"mencari keinginannya sendiri". Ide yang sama ini
diungkapkan dalam teks lainnya: "Janganlah tiap-
tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga" (Fil
2:4). Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa
melayani orang lain dengan murah hati jauh lebih
mulia daripada mengasihi diri sendiri. Mengasihi
diri sendiri hanya penting sebagai syarat psikologis
agar mampu mengasihi orang lain: "Seseorang
yang keras terhadap dirinya sendiri, terhadap
siapakah ia baik hati? Tidak ada seorangpun yang
lebih buruk daripada yang iri kepada dirinya" (Sir
14:5-6).

102. Santo Thomas Aquinas menjelaskan bahwa


"lebih pantas bagi amal kasih, hasrat untuk
mengasihi daripada hasrat untuk dikasihi";110
sesungguhnya, "para ibu, orang-orang yang paling
mengasihi, berupaya untuk mengasihi lebih
daripada dikasihi".111 Karenanya, kasih dapat

75
melampaui dan melebihi tuntutan keadilan,
"dengan tidak mengharapkan balasan" (Luk
6:35), dan kasih yang terbesar dapat menyebabkan
"seseorang memberikan nyawanya" bagi orang lain
(bdk. Yoh 15:13). Dapatkah kemurahan hati
demikian, yang memampukan kita memberi secara
bebas dan penuh, benar-benar dapat terjadi? Ya,
karena hal itu dituntut oleh Injil: "Kamu telah
memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu
berikanlah pula dengan cuma-cuma" (Mat 10:8)
__________
110 THOMAS AQUINAS, Summa Theologiae, II-II, q. 27, art.
1, ad 2.
111 Ibid., q. 27, art. 1.
Kasih tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain

103. Bila dalam kata pertama dari Hymne Paulus


berbicara akan perlunya kesabaran yang tidak
segera bereaksi kasar terhadap kelemahan dan
kesalahan orang lain, kata yang digunakan
kemudian - paroxýnetai - lebih terkait pada
kemarahan di dalam atas ketidakadilan yang
ditimbulkan oleh suatu hal dari luar. Ia merujuk
pada reaksi keras di dalam, gangguan tersembunyi
yang membuat kita gelisah manakala melibatkan
orang lain, seakan-akan mereka adalah pembuat
masalah atau ancaman sehingga perlu dihindari.
Memelihara sikap permusuhan seperti itu tidak
menolong siapapun. Ia hanya akan mengakibatkan
rasa sakit dan keterasingan. Rasa marah di dalam
hati hanya baik ketika ia membuat kita bereaksi
atas ketidakadilan yang luar biasa; ketika hal
itu mempengaruhi sikap kita terhadap sesama,
ia menjadi berbahaya.

104. Injil memberitahukan kita untuk melihat pada


balok di dalam mata kita (bdk. Mat 7:5). Orang

76
Kristiani tidak dapat mengabaikan peringatan
terus-menerus dari Sabda Allah untuk tidak
memelihara kemarahan: "Janganlah kamu kalah
terhadap kejahatan" (Rom 12:21). "Janganlah kita
jemu-jemu berbuat baik" (Gal 6:9). Adalah hal
yang berbeda antara merasakan dorongan seketika
untuk marah dibandingkan dengan larut dalam
kemarahan, membiarkannya berakar dalam hati
kita: "Apabila kamu menjadi marah, janganlah
kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam,
sebelum padam amarahmu" (Ef 4:26). Saran saya
jangan membiarkan hari berakhir tanpa berdamai
dalam keluarga. "Dan bagaimana saya berdamai?
Dengan berlutut? Tidak. Cukup dengan tindakan
kecil, sesuatu yang sederhana, maka keharmonisan
di dalam keluarga anda akan dipulihkan. Hanya
dengan sedikit belaian, tidak perlu kata-kata.
Namun jangan biarkan hari berlalu tanpa
menciptakan damai di dalam keluarga anda".112
Reaksi pertama kita ketika kita kesal seharusnya
memberkati dengan tulus, meminta Allah untuk
memberkati, membebaskan dan menyembuhkan
orang itu. "Tetapi sebaliknya, hendaklah kamu
memberkati, karena untuk itulah kamu dipanggil,
yaitu untuk memperoleh berkat" (1Ptr 3:9). Jika
kita harus memerangi kejahatan, lakukanlah; tetapi
kita harus mengatakan "tidak" terhadap kekerasan
dalam rumahtangga.

Kasih Mengampuni

105. Sekali kita mengijinkan keinginan buruk


berakar di dalam hati kita, ia akan membawa ke
pada kepahitan mendalam. Ungkapan “ou
logízetai to kakón berarti kasih “tidak tunduk pada
kejahatan”; “ia tidak menyimpan kepahitan”.
Lawan dari kepahitan adalah pengampunan,

77
yang berakar pada sikap positif yang mencari
pemahaman kelemahan orang lain dan
memaafkan mereka. Sebagaimana Yesus katakan,
Bapa, ampunilah mereka; karena mereka tidak tahu
apa yang mereka lakukan” (Luk 23:3 4). Namun
demikian kita tetap saja mencari lebih banyak
kesalahan lagi, membayangkan kejahatan yang
lebih besar, beranggapan ada aneka macam niat
buruk, dan dengan demikian kepahitan bertumbuh
dan menjadi semakin mendalam. Jadi, setiap
kesalahan atau kekhilafan dari pihak pasangan
dapat melukai ikatan kasih dan stabilitas keluarga.
Ada yang salah bila kita melihat setiap persoalan
itu sama seriusnya; dalam hal ini, kita beresiko
menjadi kasar berlebihan terhadap kegagalan orang
lain. Keinginan wajar untuk melihat hak-hak kita
dihormati berubah menjadi suatu kehausan
membalas dendam dan bukan suatu pembelaan
martabat yang beralasan.

106. Ketika kita diserang atau dikecewakan,


pengampunan itu adalah mungkin dan diinginkan,
namun tidak ada yang dapat berkata bahwa hal itu
mudah. Yang benar adalah bahwa “komuni
keluarga hanya dapat dipertahankan dan
disempurnakan melalui semangat pengorbanan
yang besar. Ia pada kenyataannya membutuhkan
suatu keterbukaan yang tersedia dan melimpah dari
masing-masing dan dari semua pihak, untuk
memahami, menanggung, memafkan, dan
memulihkan kembali hubungan. Tidak ada
keluarga yang tidak mengenal bagaimana egoisme,
pertengkaran, ketegangan dan konflik dengan
ganas menyerang dan terkadang membuat luka
parah komuninya sendiri: karenanya muncullah
banyak dan beraneka bentuk perceraian di dalam
kehidupan keluarga”.113

78
107. Sekarang kita mengenali bahwa kemampuan
memafkan orang lain melibatkan pembebasan
pengalaman memahami dan memaafkan diri kita
sendiri. Seringkali kesalahan-kesalahan kita, atau
kritik yang kita terima dari orang-orang yang kita
kasihi, dapat mengakibatkan hilangnya citra diri.
Kita menjadi jauh dari orang lain, menghindari
afeksi dan lalu menjadi takut dalam hubungan
_________
113 JOHN PAUL II, Apostolic Exhortation Familiaris
Consortio (22 November 1981), 21: AAS 74 (1982), 106.
interpersonal. Menyalahkan orang lain menjadi
cara memulihkan kepercayaan diri yang salah. Kita
perlu belajar untuk mendoakan masa lalu kita,
menerima diri kita sendiri, belajar bagaimana
hidup dengan keterbatasan kita, dan bahkan
memafkan diri kita sendiri, supaya kita dapat
memiliki sikap yang sama terhadap orang lain.

108. Semua ini dengan asumsi bahwa kita sendiri


telah memiliki pengalaman diampuni oleh Allah,
dibenarkan oleh kasih karuniaNya dan bukan oleh
perbuatan baik kita sendiri. Kita telah mengenal
suatu kasih yang mendahului segala upaya kita
sendiri, suatu kasih yang terus menerus membuka
pintu-pintu, memperkenalkan dan mendorong. Bila
kita menerima bahwa kasih Allah itu tidak
bersyarat, bahwa kasih Bapa tidak dapat dibeli atau
dijual, maka kita akan menjadi mampu
menunjukkan kasih tak terbatas dan mengampuni
orang lain bahkan bila mereka memperlakukan kita
dengan buruk. Bila tidak demikian, kehidupan
keluarga kita tidak lagi menjadi tempat bagi
pemahaman, dukungan dan dorongan, namun
menjadi suatu tempat ketegangan dan saling
mengkritik.

79
Kasih bersukacita bersama orang lain

109. Ungkapan chaírei epì te adikía berhubungan


dengan suatu sikap negatif yang bersembunyi jauh
di dalam hati manusia. Ia merupakan suatu sikap
toksik dari orang-orang yang senang melihat
ketidakadilan terjadi atas diri orang lain. Ungkapan
berikut ini menyatakan kebalikannya: sygchaírei te
aletheía: “ia bersukacita di dalam kebenaran”.
Dengan kata lain, kita bersukacita atas kebaikan
orang lain ketika kita melihat martabat mereka dan
menghargai kemampuan dan perbuatan baik
mereka. Hal ini mustahil bagi mereka yang harus
selalu membandingkan dan bersaing, bahkan
dengan pasangannya sendiri, sehingga mereka
secara tersembunyi merasa senang atas kegagalan
pasangannya.

110. Ketika seorang yang mengasihi dapat berbuat


baik bagi orang lain, atau melihat orang lain
berbahagia, mereka sendiri hidup dengan bahagia
dan dengan cara ini memuliakan Allah, karena
“Allah mengasihi orang-orang yang memberi
dengan sukacita” (2 Kor 9:7). Tuhan kita secara
khusus menghargai mereka yang mendapatkan
sukacita di dalam kebahagiaan orang lain. Bila kita
gagal mempelajari bagaimana bergembira di dalam
kesejahteraan orang lain, dan terutama hanya fokus
pada kebutuhan kita sendiri, kita mengutuki diri
kita sendiri dengan keadaan tanpa sukacita, karena,
seperti yang dikatakan Yesus, “lebih baik memberi
daripada menerima” (Kisah 20:35). Keluarga
harus selalu menjadi tempat di mana, ketika terjadi
sesuatu yang baik terjadi kepada salah satu anggota
keluarga, mereka mengetahui bahwa anggota
keluarga lain aka nada di sana untuk merayakannya
bersama mereka.

80
Kasih menanggung segala sesuatu

111. Daftar Paulus berakhir dengan empat frase


yang mengandung kata “segala sesuatu”. Kasih
menanggung segala sesuatu, percaya segala
sesuatu, berharap akan segala sesuatu, dan
menanggung segala sesuatu. Di sini kita melihat
dengan jelas kekuatan kasih yang kontra-budaya
yang mampu menghadapi hal apapun yang
mungkin datang mengancam.

112. Pertama, Paulus mengatakan bahwa kasih


“menanggung segala sesuatu” (panta stégei). Hal
ini lebih dari sekedar bertahan menghadapi
kejahatan; ia ada kaitan dengan penggunaan lidah.
Kata kerja ini dapat berarti “mempertahankan
kedamaian seseorang” akan sesuatu hal yang
mungkin menjadi tidak beres terhadap seorang lain.
Ia mencakup membatasi sikap menghakimi,
menahan dorongan untuk mengeluarkan suatu
perkataan yang tegas dan kasar: “Jangan kamu
menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi”
(Luk 6:37). Walaupun ia berlawanan sifatnya
dengan cara normal kita menggunakan lidah kita,
Sabda Allah mengatakan kepada kita: “Saudara-
saudaraku, janganlah kamu saling memfitnah”
(Yak 4:11). Berkehendak untuk bicara buruk
tentang orang lain merupakan suatu cara membuat
diri kita diterima, mengungkapkan kepahitan dan
rasa iri kita tanpa mempedulikan bahaya yang bisa
kita timbulkan. Kita sering lupa bahwa fitnah dapat
cukup berdosa; ia merupakan serangan berat
terhadap Allah manakala ia dengan serius
mencederai nama baik orang lain dan
menyebabkan kerusakan yang sulit diperbaiki.
Karena itu Sabda Allah dengan tegas menyatakan
bahwa lidah “adalah suatu dunia kejahatan” yang

81
“menodai seluruh tubuh” (Yak 3:6); ia adalah
“sesuatu yang buas, yang tak terkuasai dan penuh
racun yang mematikan” (3:8). Sementara lidah
dapat digunakan untuk “mengutuk manusia yang
diciptakan menurut rupa Allah” (3:9), kasih
bersukacita atas nama baik orang lain, bahkan
musuhnya. Dalam upaya menegakkan hukum
Allah kita jangan pernah melupakan persyaratan
khusus akan kasih ini.

113. Pasangan menikah yang disatukan oleh cinta


akan bicara dengan baik satu sama lainnya; mereka
mencoba menunjukkan sisi baik pasangan mereka,
bukan kelemahan dan kesalahan mereka. Di suatu
kesempatan, mereka berdiam diri dan bukan bicara
buruk tentang mereka. Hal ini bukan semata-mata
suatu cara berakting di depan satu sama lain; ia
muncul dari sikap dari dalam. Jauh dari
ingenuously claiming tidak melihat masalah dan
kelemahan orang lain, ia melihat kelemahan dan
kesalahan itu dalam konteks yang lebih luas. Ia
mengenali bahwa kegagalan ini merupakan bagian
dari suatu gambar yang lebih besar. Kita perlu
menyadari bahwa kita semua merupakan campuran
dari cahaya dan bayang-bayang yang kompleks.
Orang lain itu jauh lebih banyak daripada
penjumlahan hal-hal kecil yang mengganggu saya.
Kasih itu tidak harus sempurna untuk dapat kita
hargai. Orang lain tadi mengasihi saya sebaik yang
mereka bisa lakukan, dengan segala keterbatasan
mereka, namun kenyataan bahwa kasih itu tidak
sempurna tidak berarti kasih itu tidak benar atau
tidak sejati. Ia adalah sejati, walaupun ia terbatas
dan bersifat duniawi. Bila saya berharap terlalu
banyak, orang lain ini akan memberitahu saya,
karena ia tidak dapat berperan sebagai Allah dan
tidak juga harus melayani semua kebutuhan saya.
Kasih hadir bersama dengan ketidaksempurnaan. Ia

82
“menanggung segala sesuatu” dan dapat
mempertahankan kedamaiannya di hadapan
berbagai keterbatasan orang yang dikasihinya.

Kasih percaya segala sesuatu

114. Panta pisteúei. Kasih percaya segala sesuatu.


Di sini “percaya” jangan dimaknai dalam arti
teologis sempit, namun lebih sebagai
“mempercayakan”. Pemahaman ini melampaui
sekedar anggapan bahwa pihak lain tidak
berbohong atau menipu. Kepercayaan sedemikian
mengenali cahaya Allah yang bersinar melampaui
kegelapan, seperti suatu bara yang menyala di
bawah tumpukan abu.

115. Kepercayaan ini memampukan suatu


hubungan menjadi bebas. Hal itu berarti kita tidak
harus mengontrol pihak lain, mengikuti setiap
lengkah mereka, kalau tidak maka mereka akan
lepas dari genggaman kita. Kasih itu percaya, ia
membebaskan, ia tidak mencoba untuk
mengontrol, memiliki dan mendominasi segala
sesuatu. Kebebasan ini, yang melahirkan
kemandirian, suatu keterbukaan terhadap dunia di
sekeliling kita dan terhadap pengalaman-
pengalaman baru, hanya dapat memperkaya dan
memperluas relasi kita. Para pasangan ini
selanjutnya berbagi satu sama lain sukacita dari
segala yang telah mereka terima dan pelajari di luar
lingkaran keluarga. Pada waktu bersamaan,
kebebasan ini menghasilkan ketulusan dan
transparansi, kepada orang-orang yang mengetahui
bahwa mereka dipercaya dan dihargai, dapat
terbuka dan tidak menyembunyikan apapun.
Orang-orang yang mengetahui bahwa pasangannya
selalu curiga, menghakimi dan tidak memiliki

83
kasih tak bersyarat, akan cenderung menyimpan
rahasia, menutupi kegagalan dan kelemahan
mereka, dan berpura-pura menjadi seseorang yang
bukan diri mereka. Di pihak lain, keluarga yang
ditandai dengan kepercayaan penuh kasih, apapun
yang terjadi, akan menolong anggota keluarganya
menjadi diri mereka sendiri dan secara spontan
menolak penipuan, kepalsuan, dan kebohongan.

Kasih mengharapkan segala sesuatu

116. Panta elpízei. Kasih tidak putus berharap


akan masa depan. Melanjutkan apa yang baru saja
dikatakan, frase ini berbicara tentang harapan
seorang yang mengetahui bahwa orang lain dapat
berubah, menjadi dewasa dan memancarkan
keindahan yang tidak terbayangkan dan potensi
yang tidak pernah disebut. Hal ini bukan berarti
bahwa segala sesuatu akan berubah dalam hidup
ini. Ia juga mencakup kesadaran bahwa, walaupun
berbagai hal tidak selalu terjadi seperti yang kita
harapkan, Allah kemungkinan besar akan
meluruskan garis yang bengkok dan menghasilkan
sesuatu yang baik dari hal jahat yang kita alami di
dunia ini.

117. Di sini harapan mencapai kepenuhan


tertingginya, karena ia merangkul kepastian hidup
sesudah mati. Setiap orang, dengan segala
kegagalannya, terpanggil kepada kepenuhan hidup
di Surga. Di sana, diubahkan sepenuhnya oleh
kebangkitan Kristus, setiap kelemahan, kegelapan
dan kelemahan akan berlalu. Di sana pribadi
manusia sejati akan bersinar dengan segala
kebaikan dan keindahannya. Kesadaran ini
membantu kita, di tengah-tangah aneka kesulitan
hidup saat ini, untuk melihat tiap orang dari

84
perspektif supranatural, dengan cahaya
pngharapan, dan menunggu kepenuhan yang ia
akan terima di dalam kerajaan surga, walaupun hal
itu belumlah tampak.

Kasih sabar menanggung segala sesuatu

118. Panta hypoménei. Hal ini berarti kasih


menanggung setiap pencobaan dengan sikap
positif. Ia berdiri teguh di tengah lingkungan yang
kejam. “Ketahanan” ini melibatkan bukan hanya
kemampuan menerima kesulitan tertentu, tapi suatu
hal yang lebih besar: suatu kesiapan terus menerus
untuk menghadapi tantangan apapun. Ia merupakan
kasih yang tidak pernah menyerah, bahkan di saat-
saat yang paling gelap. Ia menunjukkan suatu
heroisme yang gigih, kuasa untuk menahan setiap
arus negatif, komitmen untuk kebaikan yang tidak
dapat ditekan. Di sini saya terpikir akan perkataan
Martin Luther King, yang menjumpai setiap jenis
pencobaan dan kesusahan dengan kasih
persaudaraan: “Orang yang paling membencimu
memiliki sejumlah kebaikan di dalam dirinya;
bahkan bangsa yang paling membencimu memiliki
sejumlah kebaikan di dalamnya; bahkan ras yang
paling membencimu memiliki sejumlah kebaikan
di dalamnya. Dan manakala anda sampai pada titik
anda melihat ke dalam wajah setiap orang dan
melihat jauh ke dalamnya apa yang agama sebut
sebagai ‘gambar Allah’, anda mulai mengasihinya
tidak peduli lagi akan [segala sesuatu]. Tidak
peduli apa yang ia lakukan, anda melihat gambar
Allah di sana. Ada unsur kebaikan yang tidak akan
pernah dapat ia hilangkan.. Suatu cara lain anda
mengasihi musuh anda adalah: manakala muncul
kesempatan untuk mengalahkan lawanmu, itulah
waktunya anda untuk tidak melakukannya…

85
Manakala anda naik ke tingkat kasih, dari
keindahan dan kekuatannya yang besar, anda hanya
akan mencari bagaimana mengalahkan berbagai
sistem kejahatan. Orang-orang yang terperangkap
dalam sistem tersebut, anda kasihi, namun anda
berniat mengalahkan sistem jahat tersebut… Benci
lawan benci hanya meningkatkan kehadiran
kebencian dan kejahatan di alam ini. Bila saya
memukul anda dan anda memukul saya dan saya
membalas memukul anda dan anda membalas
memukul saya dan seterusnya, anda lihat, hal ini
akan berlangsung tak terbatas. Ia tidak akan pernah
berakhir. Di suatu tempat seseorang harus memiliki
sedikit kesadaran, dan itulah dia orang yang kuat.
Orang yang kuat adalah orang yang dapat
memotong rantai kebencian, rantai kejahatan..
Seseorang harus memiliki agama yang cukup dan
moralitas yang cukup untuk memotongnya dan
menyuntikkan ke dalam struktur alam yang tiada
tara yaitu unsur kasih yang kuat dan berkuasa”.114

119. Di dalam kehidupan keluarga, kita perlu


memupuk kekuatan kasih seperti itu yang dapat
menolong kita melawan setiap kejahatan yang
mengancamnya. Kasih tidak menghasilkan
kemarahan, atau ketidaksenangan kepada orang
lain atau hasrat untuk melukai atau mendapatkan
sejumlah keuntungan. Idealnya Kristiani,
khususnya di dalam keluarga, berupa suatu kasih
yang tidak pernah menyerah. Saya terkadang
terkagum-kagum melihat pria atau wanita yang
terpaksa harus berpisah dari pasangannya demi
__________
114 MARTIN LUTHER KING Jr., Sermon delivered at Dexter
Avenue Baptist Church, Montgomery, Alabama, 17
November 1957.

86
perlindungan diri mereka sendiri, namun, karena
kasih perkawinan mereka yang tahan uji, masih
berusaha meolong mereka, bahkan dengan
memohonkan bantuan dari orang lain lagi, di masa-
masa sakit, menderita atau pencobaan. Di sini juga
kita melihat suatu kasih yang tidak pernah
menyerah.

BERTUMBUH DALAM KASIH


PERKAWINAN

120. Renungan kita atas hymne Santo Paulus


tentang kasih telah mempersiapkan kita untuk
mendiskusikan kasih perkawinan. Ini adalah kasih
antara suami dan istri,115 kasih yang disucikan,
diperkaya dan diterangi oleh rahmat sakramen
perkawinan. Ini adalah "kesatuan afektif",116
rohaniah dan pengorbanan, yang menggabungkan
kehangatan persahabatan dan gairah erotis, dan
bertahan terus setelah perasaan dan gairah
berkurang. Paus Pius XI mengajarkan bahwa kasih
ini menyerap ke dalam kewajiban hidup
perkawinan dan menikmati tempat utamanya.117
Diresapi oleh Roh Kudus, kasih yang penuh kuasa
ini merupakan cerminan dari janji yang tak
terpatahkan antara Kristus dan manusia yang
memuncak pada pengorbanan Diri-Nya di atas
kayu salib. "Roh yang Tuhan curahkan
memberikan hati yang baru dan membuat pria dan
__________
115 Thomas Aquinas calls love a vis unitiva (Summa
Theologiae I, q. 20, art. 1, ad 3), echoing a phrase of
Pseudo-Dionysius the Areopagite (De Divinis
Nominibus, IV, 12: PG 3, 709).
116 Thomas Aquinas, Summa Theologiae II-II, q. 27, art. 2.
117 Encyclical Letter Casti Connubii (31 December 1930):
AAS 22 (1930), 547-548.

87
wanita mampu mengasihi satu sama lain seperti
Kristus mengasihi kita. Kasih perkawinan
mencapai kepenuhan tersebut di mana ia
ditahbiskan secara batiniah: amal kasih
perkawinan."118

121. Perkawinan adalah tanda berharga, sebab


"ketika pria dan wanita merayakan sakramen
perkawinan, Allah, seolah-olah, ’tercermin’ dalam
diri mereka; Ia mencetak di dalam mereka sifat dan
watak kasih-Nya yang tak terhapuskan.
Perkawinan merupakan simbol kasih Allah kepada
kita. Sesungguhnya, Allah juga merupakan komuni
(kesatuan): ketiga Pribadi dari Bapa, Putra dan Roh
Kudus hidup selamanya dalam kesatuan yang
sempurna. Dan inilah sesungguhnya misteri
perkawinan: Allah menjadikan dua pasangan satu
keberadaan".119 Ini memiliki konsekuensi konkrit
sehari-hari, sebab para pasangan, "dalam
keutamaan sakramen, ditanamkan dengan misi
sejati dan benar, sehingga, dimulai dengan hal-hal
biasa dalam hidup, mereka dapat menampakkan
kasih Kristus yang mengasihi Gereja-Nya dan
terus-menerus memberikan hidup-Nya baginya".120

122. Bagaimanapun, kita sebaiknya tidak


membingungkan tingkatan yang berbeda-beda:
tidak perlu meletakkan atas dua orang terbatas,
beban yang luar biasa keharusan untuk
menghasilkan dengan sempurna kesatuan yang

__________
118 JOHN PAUL II, Apostolic Exhortation Familiaris
Consortio (22 November 1981) 13: AAS 74 (1982), 94.
119 Catechesis (2 April 2014): L’Osservatore Romano, 3 April
2014, p. 8.
120 Ibid.

88
ada di antara Kristus dan Gereja-Nya, sebab
perkawinan sebagai tanda mencakup "suatu proses
yang dinamis..., sesuatu yang maju secara perlahan
dengan integrasi progresif karunia-karunia
Allah".121

Berbagi sepanjang hayat

123. Sesudah kasih yang menyatukan kita dengan


Allah, kasih perkawinan adalah "bentuk
persahabatan tertinggi".122 Ia merupakan persatuan
yang memiliki seluruh sifat-sifat persahabatan
yang baik: kepedulian terhadap kebaikan orang
lain, sifat timbal-balik, keintiman, kehangatan,
stabilitas dan kemiripan yang lahir dari kehidupan
bersama. Perkawinan menggabungkan semua hal
di atas dengan eksklusivitas tak terpisahkan yang
diungkapkan dalam komitmen kokoh untuk
berbagi dan membentuk bersama keseluruhan
hidup. Mari kita jujur dan mengakui tanda-tanda
bahwa hal inilah yang terjadi. Orang-orang yang
terlibat cinta tidak melihat relasi mereka hanya
bersifat sementara. Yang menikah tidak
mengharapkan kegembiraannya memudar. Yang
hadir menyaksikan perayaan penyatuan kasih,
bagaimanapun rapuhnya, percaya bahwa
perkawinan ini akan lulus dalam ujian waktu.
Anak-anak bukan hanya ingin orangtuanya saling
mengasihi, tetapi juga setia dan tetap bersama. Ini
dan tanda-tanda serupa lainnya menunjukkan
bahwa sudah menjadi hakekat dari kasih
__________
121 John pauL II, Apostolic Exhortation Familiaris Consortio
(22 November 1981), 9: AAS 75 (1982), 90.
122 THOMAS AQUINAS, Summa Contra Gentiles III, 123; cf.
ARISTOTLE, Nicomachean Ethics, 8, 12 (ed. Bywater,
Oxford, 1984, 174).

89
perkawinan untuk menjadi definitif. Persatuan
seumur hidup yang diungkapkan dalam janji
perkawinan itu lebih dari sekedar formalitas atau
rumusan tradisional; ia berakar dalam
kecenderungan alami dari pribadi manusia. Bagi
kaum beriman, juga merupakan janji di hadapan
Allah yang menuntut kesetiaan: "TUHAN telah
menjadi saksi antara engkau dan isteri masa
mudamu yang kepadanya engkau telah tidak setia,
padahal dialah teman sekutumu dan isteri
seperjanjianmu ... Dan janganlah orang tidak setia
terhadap isteri dari masa mudanya. Sebab Aku
membenci perceraian, firman TUHAN" (Mal 2:14-
16).

124. Kasih yang lemah atau tidak berdaya, yang


tidak mampu menerima perkawinan sebagai
tantangan untuk diterima dan diperjuangkan,
dilahirkan kembali, diperbaharui dan diciptakan
kembali sampai pada kematian, tidak dapat
mempertahankan komitmen besar. Ia akan
menyerah pada budaya sepintas yang menghalangi
proses pertumbuhan yang menetap. Namun
demikian "menjanjikan kasih selamanya adalah
mungkin jika kita melihat suatu rencana yang lebih
besar daripada ide dan janji-janji kita sendiri,
rencana yang mempertahankan kita dan
memampukan kita untuk menyerahkan seluruh
masa depan kita kepada orang yang kita cintai".123
Jika kasih ini harus mengatasi seluruh pencobaan
dan tetap setia dalam segala situasi, ia
membutuhkan karunia rahmat untuk menguatkan
dan mengangkatnya. Dalam kata-kata Santo Robert
Bellarminus, "fakta bahwa seorang pria

__________
123 Encyclical Letter Lumen Fidei (29 June 2013), 52: AAS 105
(2013), 590.

90
disatukan dengan seorang wanita dalam ikatan
yang tak terceraikan, dan mereka tetap bersatu
meskipun menghadapi banyak kesulitan, meskipun
saat tidak ada harapan lagi mendapatkan anak-
anak, hanya dapat merupakan tanda suatu misteri
agung".124

125. Perkawinan seperti persahabatan ditandai oleh


hasrat, namun hasrat yang selalu diarahkan kepada
persatuan yang semakin kokoh dan intensif. Sebab
"perkawinan bukan hanya dibentuk untuk prokreasi
anak-anak" namun juga kasih timbal-balik "yang
dapat diungkapkan secara pantas, sehingga ia
bertumbuh dan menjadi dewasa".125 Persahabatan
khas antara pria dan wanita ini mengambil karakter
menyeluruhnya hanya dalam persatuan
perkawinan. Tepatnya secara menyeluruh,
persatuan ini juga ekslusif, setia dan terbuka bagi
keturunan. Ia berbagi segala sesuatu dalam sikap
saling menghormati terus-menerus. Konsili
Vatican Kedua menggemakan hal ini dengan
menyatakan bahwa "kasih seperti ini, membawa
bersama perihal manusiawi dan perihal ilahi,
membawa pasangan pada pemberian diri yang
bebas dan timbal-balik, dialami dalam kelembutan
dan tindakan, dan meresapi keseluruhan hidup
mereka".126

124 De sacramento matrimonii, I, 2; in Id., Disputationes, III,


5, 3 (ed. Giuliano, Naples, 1858), 778.
125 SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL,
Pastoral Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 50.
126 Ibid., 49.

Sukacita dan keindahan

91
126. Dalam perkawinan, sukacita kasih perlu
ditumbuhkan. Ketika pencarian kenikmatan
menjadi bersifat obsesif, ia memperhamba kita dan
menghalangi kita mengalami kepuasan yang lain.
Sukacita, di sisi lain, meningkatkan kesenangan
kita dan membantu kita mengalami kepenuhan
dalam banyak hal, bahkan pada masa-masa
kehidupan ketika kenikmatan fisik sudah surut.
Santo Thomas Aquinas mengatakan bahwa kata
"sukacita" mengacu pada perluasan hati.127
Sukacita perkawinan dapat dialami meski
ditengah-tengah kesedihan; ia melibatkan
penerimaan akan perkawinan sebagai perpaduan
tak terelakkan dari kenikmatan dan pergumulan,
ketegangan dan istirahat, kesakitan dan kelegaan,
kepuasan dan kerinduan, gangguan dan
kesenangan, tetapi selalu dalam jalur persahabatan,
yang mengilhami pasangan suami-istri untuk
peduli satu sama lain: "mereka menolong dan
melayani satu sama lain".128

127. Kasih persahabatan disebut "amal kasih"


ketika ia melihat dan menghargai "nilai agung" dari
orang lain.129 Keindahan - "nilai agung" yang
bukan daya tarik fisik atau psikologis itu -
memampukan kita untuk menghargai kesakralan
seorang pribadi, tanpa merasakan perlu untuk
memilikinya. Dalam masyarakat konsumeris, rasa
keindahan dimiskinkan sehingga sukacita
memudar. Semua tersedia untuk dibeli, dimiliki
atau dikonsumsi, termasuk orang-orang.
Kelemahlembutan, pada sisi lain, merupakan tanda
kasih yang bebas dari rasa posesif yang egois. Ia
membuat kita mendekati seseorang dengan hormat
yang besar dan rasa takut menyakiti mereka atau
merebut kemerdekaan mereka. Mengasihi orang
lain melibatkan sukacita yang mengagumi dan
menghargai keindahan batin dan kesakralan

92
mereka, yang lebih besar dari kebutuhan saya. Ini
memampukan saya untuk mencari kebaikan
mereka meskipun mereka tidak dapat menjadi
kepunyaanku, atau ketika mereka sudah tidak
menarik secara fisik melainkan mengganggu dan
menjengkelkan. Sebab "kasih dengan mana
seseorang menyenangkan orang lain bergantung
pada pemberiannya secara bebas".130

128. Pengalaman estetika kasih diungkapkan dalam


"tatapan" yang merenungkan orang-orang lain
semata-mata sebagai diri mereka, meskipun
mereka tak berdaya, tua atau tidak menarik secara
fisik. Pandangan menghargai sangatlah penting,
dan pandangan meremehkan biasanya
menyakitkan. Berapa banyak hal yang terkadang
dilakukan pasangan dan anak-anak supaya
diperhatikan! Banyak luka dan banyak masalah
terjadi ketika kita berhenti memandang satu sama
lain. Hal ini tersembunyi di balik keluhan dan rasa
tidak senang yang sering kita dengar dalam
keluarga: "Suamiku tidak memandang saya; dia
bertindak seakan-akan saya tidak tampak". "Tolong
pandang saya ketika saya berbicara denganmu!".
"Istriku tidak lagi memandang saya, matanya hanya
tertuju bagi anak-anak kami". "Dalam rumahku
sendiri tidak ada yang peduli kepada saya; mereka
bahkan tidak melihat saya; seakan saya tidak ada".
Kasih membuka mata kita dan memampukan kita
melihat, melampaui segalanya, nilai agung dari
manusia.

__________
130 Ibid., q. 110, art. 1.

129. Sukacita dari kasih kontemplatif perlu


ditumbuhkan. Karena kita dibentuk untuk kasih,

93
kita tahu bahwa tidak ada sukacita yang lebih besar
daripada berbagi hal yang baik: "Beri, terima dan
bersenang-senang" (Sir 14:16). Sukacita yang
paling kuat dalam hidup timbul ketika kita mampu
memunculkan sukacita di dalam sesama, sebagai
awal citarasa surga. Kita dapat memikirkan suatu
adegan indah dalam film Babette’s Feast, ketika
koki yang murah hati menerima pelukan terima
kasih dan pujian: "Ah, betapa engkau akan
menyenangkan para malaikat!" Suatu sukacita dan
penghiburan besar yang membawa kegembiraan
bagi orang lain, melihat mereka menikmati diri
mereka. Sukacita ini, buah dari kasih persaudaraan,
bukan sesuatu yang sia-sia dan egois, namun dari
para kekasih yang merasa senang karena kebaikan
yang dialami oleh orang yang mereka kasihi, yang
memberikan secara cuma-cuma kepada mereka dan
dengan demikian menghasilkan buah yang baik.

130. Di sisi lain, sukacita juga bertumbuh melalui


rasa sakit dan kesedihan. Santo Agustinus berkata,
"semakin besar bahaya dalam pertempuran,
semakin besar sukacita kemenangan".131 Setelah
menderita dan bergumul bersama, pasangan
mampu untuk mengalami bahwa perkara itu
setimpal, sebab mereka mendapatkan beberapa
kebaikan, belajar sesuatu sebagai pasangan, atau
mereka jadi menghargai apa yang mereka miliki.
Hanya sedikit sukacita manusia sedalam dan
sehebat yang dialami oleh dua orang yang saling
mengasihi dan telah mencapai sesuatu sebagai hasil
dari upaya besar bersama-sama.
__________
131 AUGUSTINE, Confessions, VIII, III, 7: PL 32, 752.
Menikah demi kasih

131. Saya ingin berkata kepada orang muda bahwa


tidak ada yang dibahayakan ketika kasih mereka

94
diungkapkan dalam perkawinan. Pertemuan
penyatuan mereka dalam institusi ini sarana untuk
memastikan bahwa kasih mereka akan sungguh
bertahan dan bertumbuh. Secara alami, kasih lebih
dari sekedar persetujuan luar atau kontrak, namun
bagaimanapun benarlah bahwa memilih untuk
memberi perkawinan suatu bentuk yang tampak
dalam masyarakat dengan mengambil komitmen
tertentu menunjukkan betapa pentingnya perkara
itu. Ia memanifestasikan keseriusan identifikasi
masing-masing pribadi dengan pribadi lainnya dan
keputusan teguh mereka untuk meninggalkan
individualisme remaja di belakang dan menjadi
sikap saling memiliki. Perkawinan adalah cara kita
menunjukkan bahwa kita sungguh telah
meninggalkan rasa aman di rumah tempat kita
dibesarkan agar kita bisa membangun suatu ikatan
kuat lainnya dan mengambil tanggungjawab baru
terhadap orang lain. Ini jauh lebih bermakna
daripada sekedar persekutuan spontan demi
kebahagiaan bersama, yang akan menjadikan
perkawinan hanya murni urusan pribadi saja.
Sebagai institusi sosial, perkawinan melindungi
dan membentuk komitmen bersama untuk
pertumbuhan kasih lebih dalam dan komitmen satu
sama lain, demi kebaikan masyarakat menyeluruh.
Itulah sebabnya perkawinan itu lebih dari gaya
(fashion) yang cepat berlalu; ia memiliki nilai
penting yang berdaya tahan. Esensinya berasal
dari sifat manusia dan karakter sosial. Melibatkan
serentetan tanggungjawab yang lahir dari kasih itu
sendiri, kasih yang begitu serius dan murah hati
yang siap menghadapi setiap resiko.

132. Memilih perkawinan dengan cara ini


mengungkapkan keputusan tulus dan teguh untuk
menyatukan jalan, apapun yang terjadi terjadilah.
Dengan keseriusan ini, pernyataan kasih secara

95
publik tidak berasal dari keputusan terburu-buru,
tapi bukan pula keputusan yang tertunda tanpa
batas. Memberikan diri secara eksklusif dan pasti
kepada orang lain selalu melibatkan resiko dan
taruhan yang berani. Keengganan membuat
komitmen seperti ini adalah suatu hal yang egois,
hitung-menghitung dan picik. Ia gagal mengenali
hak-hak orang lain dan mempersembahkan dia
kepada masyarakat sebagai seseorang yang layak
menerima kasih tak bersyarat. Jika dua orang
sungguh jatuh cinta, mereka secara alami akan
menunjukkannya kepada orang lain. Ketika kasih
diungkapkan di hadapan orang lain dalam kontrak
perkawinan, dengan seluruh komitmen publiknya,
hal itu jelas menunjukkan dan melindungi kata "ya"
yang diucapkan oleh mereka secara bebas dan
tanpa syarat satu sama lain. Kata "ya" ini
memberitahukan mereka bahwa mereka bisa saling
mempercayai, dan bahwa mereka tidak akan
ditinggalkan ketika kesulitan muncul atau
ketertarikan baru atau kesenangan diri muncul.

Kasih yang menampakkan dirinya dan meningkat

133. Kasih persahabatan menyatukan seluruh aspek


hidup perkawinan dan membantu anggota keluarga
untuk bertumbuh terus-menerus. Kasih ini haruslah
diungkapkan dengan bebas dan murah hati dalam
kata-kata dan tindakan. Dalam keluarga, tiga kata
perlu digunakan. Saya ingin mengulangi ini! Tiga
kata: 'Tolong', 'Terimakasih', 'Maaf'. Tiga kata
penting!132 "Di dalam keluarga kita ketika kita
tidak mendominasi penuh kesombongan dan
bertanya: 'Bolehkah?'; dalam keluarga kita ketika
kita tidak terlalu egois dan dapat berkata:
'Terimakasih!'; dan dalam keluarga kita ketika
seseorang menyadari bahwa dia melakukan

96
kesalahan dan mampu berkata: 'Maaf!', maka
keluarga kita akan mengalami damai dan
sukacita".133 Janganlah kita pelit dalam
menggunakan kata-kata ini, namun terus
mengulang-ulanginya, setiap hari. Sebab "berdiam
diri tertentu itu membebani, bahkan walau hanya
kadang kala saja terjadi di dalam keluarga, antara
suami dan isteri, antara orangtua dan anak-anak, di
antara saudara kandung".134 Kata-kata yang tepat,
diucapkan pada waktu yang tepat, melindungi dan
merawat kasih setiap hari.

134. Semua ini terjadi melalui proses pertumbuhan


terus-menerus. Bentuk yang sangat spesial dari
kasih yaitu perkawinan dimaksudkan untuk
mewadahi apa yang Santo Aquinas sebut tentang
amal kasih secara umum. "Amal kasih", ia katakan,
"dalam kodratnya, tidak memiliki batas bagi
pertumbuhannya, sebab ia merupakan partisipasi di
dalam amal kasih tak terbatas yang mana adalah
Roh Kudus.. Tidak juga suatu subyek

__________
132 Address to the Pilgrimage of Families during the Year of
Faith (26 October 2013): AAS 105 (2013), 980.
133 Angelus Message (29 December 2013): L’Osservatore
Romano, 30-31 December 2013, p. 7.
134 Address to the Pilgrimage of Families during the Year of
Faith (26 October 2013): AAS 105 (2013), 978.

dapat menetapkan batasannya, sebab ketika amal


kasih bertumbuh, kapasitasnya juga akan
bertumbuh lebih besar lagi".135 Santo Paulus juga
berdoa: "Dan kiranya Tuhan menjadikan kamu
bertambah-tambah dan berkelimpahan dalam kasih
seorang terhadap yang lain" (1Tes 3:12), dan lagi,
"tentang kasih persaudaraan... kami menasihati
kamu, saudara-saudara, supaya kamu lebih
bersungguh-sungguh lagi melakukannya" (1Tes

97
4:9-10). Lebih bersungguh-sungguh lagi! Kasih
perkawinan tidak dipertahankan terutama dengan
menyajikan hal tak terceraikan sebagai kewajiban,
atau dengan mengulang-ulang doktrin, tetapi
dengan menolongnya senantiasa bertumbuh
semakin kuat di bawah dorongan rahmat. Kasih
yang gagal bertumbuh itu beresiko. Pertumbuhan
hanya terjadi jika kita menanggapi rahmat Allah
melalui tindakan kasih terus-menerus, tindakan
kebaikan yang menjadi semakin sering, intens,
murah hati, lembut dan gembira. Suami dan isteri
"menjadi sadar akan kesatuannya dan
mengalaminya semakin mendalam dari hari ke
hari".136 Karunia kasih Allah ditumpahkan bagi
pasangan adalah juga panggilan untuk
pertumbuhan terus-menerus dalam rahmat.

135. Tidaklah membantu untuk bermimpi akan


kasih yang sempurna yang tidak perlu dirangsang
pertumbuhannya. Gagasan surgawi tentang kasih
duniawi lupa bahwa yang terbaik masih akan
datang, bahwa anggur yang bagus semakin tua
semakin baik. Sebagaimana telah ditunjukkan oleh
__________
135 Summa Theologiae II-II, q. 24, art. 7.
136 SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL,
Pastoral Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 48.
Uskup Chile, "keluarga sempurna yang
dimunculkan oleh propaganda konsumeris yang
menyesatkan itu tidaklah ada. Dalam keluarga
demikian, tidak ada yang bertambah tua, tidak ada
sakit, kesedihan dan kematian... Propaganda
konsumeris menyajikan fantasi yang tidak
berurusan dengan realitas yang setiap hari perlu
dihadapi oleh para kepala keluarga".137 Jauh lebih
sehat untuk bersikap realistis terhadap keterbatasan
kita, kekurangan dan ketidaksempurnaan, dan

98
menjawab panggilan untuk tumbuh bersama,
membawa kasih kepada kedewasaan dan
menguatkan persatuan, apapun yang terjadi
terjadilah.

Dialog

136. Dialog itu penting untuk mengalami,


mengungkapkan dan membangun kasih dalam
perkawinan dan hidup berkeluarga. Namun ia
hanya dapat berbuah dari pembelajaran yang
panjang dan penuh tuntutan. Pria dan wanita, orang
muda dan dewasa, berkomunikasi secara berbeda.
Mereka mengucapkan bahasa yang berbeda dan
bertindak dengan cara berbeda. Cara kita
menanyakan dan menjawab pertanyaan, nada yang
kita gunakan, pilihan waktu dan beberapa faktor
lainnya mengkondisikan baik tidaknya kita
berkomunikasi. Kita perlu membangun sikap hati
tertentu yang mengungkapkan kasih dan
mendorong dialog sejati.

__________
137 CHILEAN BISHOPS’ CONFERENCE, La vida y la
familia: regalos de Dios para cada uno de nosotros (21
July 2014).
137. Ambil waktu, waktu yang berkualitas. Ini
berarti bersiap diri mendengarkan dengan sabar dan
penuh perhatian terhadap semua yang ingin
dikatakan orang lain. Hal demikian membutuhkan
disiplin diri untuk tidak berbicara sampai waktu
yang tepat. Daripada menawarkan pendapat dan
nasihat, kita perlu memastikan bahwa kita telah
mendengarkan segala sesuatu yang harus dikatakan
oleh lawan bicara. Ini berarti menumbuhkan
keheningan batin yang memungkinkan untuk
mendengar orang lain tanpa distraksi/pengalihan
mental atau emosional. Jangan terburu-buru,

99
singkirkan semua kebutuhan dan kekhawatiranmu,
dan sediakanlah ruang. Seringkali pasangan tidak
membutuhkan solusi bagi permasalahannya,
namun cukup didengarkan, untuk merasakan
bahwa seseorang menyadari kesakitannya,
kekecewaannya, ketakutannya, kemarahannya,
harapannya dan impian-impiannya. Berapa sering
kita mendengar keluhan seperti: "Ia tidak
mendengarkan saya." "Meskipun kamu tampaknya
melakukan hal itu, sesungguhnya kamu sedang
melakukan hal yang lain." "Saya berbicara
kepadanya dan saya merasa sepertinya dia tidak
sabar menunggu saya selesai." "Ketika saya
berbicara kepadanya, dia berusaha merubah topik,
atau dia memberikan kepadaku tanggapan singkat
yang tidak menyenangkan untuk mengakhiri
percakapan".

138. Bangunlah kebiasaan memberikan rasa berarti


yang sesungguhnya kepada orang lain. Ini berarti
menghargai mereka dan mengenali hak mereka
untuk berada, untuk berpikir sebagaimana adanya
mereka dan menjadi bahagia. Jangan meremehkan
apa yang mereka katakan atau pikirkan, meskipun
anda butuh mengekspresikan pandanganmu
sendiri. Setiap orang punya sesuatu untuk
disumbangkan, sebab mereka memiliki
pengalaman hidupnya, mereka melihat dari sudut
pandang yang berbeda dan mereka memiliki
keprihatinan, kemampuan dan pandangannya
sendiri. Kita seharusnya mampu untuk mengakui
kebenaran dari orang lain, nilai dari keprihatinan
terdalam mereka, dan apa yang sedang mereka
coba komunikasikan, se-agresif apapun cara
mereka menyampaikannya. Kita harus
menempatkan diri kita dalam posisi mereka dan
coba masuk ke dalam hati mereka, untuk melihat

100
keprihatinannya yang terdalam dan mengambilnya
sebagai titik tolak untuk dialog selanjutnya.

139. Tetaplah berpikiran terbuka. Jangan


tenggelam dalam ide dan pendapatmu yang
terbatas; namun bersiaplah untuk mengubah dan
mengembangkannya. Gabungan dari dua cara
berpikir yang berbeda dapat menghasilkan sintesa
yang memperkaya keduanya. Kesatuan yang kita
cari bukanlah keseragaman, namun "kesatuan
dalam keragaman", atau "keragaman yang
diperdamaikan". Komuni persaudaraan diperkaya
dengan rasa hormat dan penghargaan atas berbagai
perbedaan di dalam keseluruhan perspektif yang
akan memajukan kebaikan bersama. Kita harus
membebaskan diri kita dari perasaan bahwa kita
semua harus serupa. Ketajaman pemikiran tertentu
juga diperlukan untuk menghalangi kemunculan
"statis" yang dapat mengganggu proses dialog.
Misalnya, jika sakit hati mulai timbul, hal itu harus
diperlakukan dengan sensitif, bila tidak, ia akan
mengganggu dinamika dialog. Kemampuan
menyampaikan pikiran sendiri tanpa menyerang
orang lain adalah penting. Kata-kata harus dipilih
secara hati-hati agar tidak melukai, khususnya
ketika mendiskusikan persoalan-persoalan yang
sulit. Mengutarakan pendapat tidak boleh disertai
dengan menyalurkan kemarahan dan membuat
sakit hati. Nada menggurui hanya akan menyakiti,
menghina, menuduh dan menyerang orang lain.
Banyak perselisihan antara pasangan bukanlah
mengenai persoalan penting. Umumnya hanya
mengenai hal-hal remeh. Namun demikian, apa
yang mengubah perasaan, ternyata berupa cara
permasalahan itu diucapkan atau sikap sewaktu
mengucapkannya.

101
140. Tunjukkanlah afeksi dan perhatian terhadap
orang lain. Kasih mengatasi penghalang terburuk
sekalipun. Ketika kita mengasihi seseorang, atau
ketika kita merasa dikasihi mereka, kita lebih
mudah memahami apa yang sedang mereka coba
komunikasikan. Takut terhadap orang lain seperti
terhadap seorang "lawan" menunjukkan suatu
kelemahan dan perlu diatasi. Sangat penting untuk
mendasari posisi seseorang pada pilihan-pilihan,
kepercayaan atau nilai-nilai yang teguh, dan bukan
pada kebutuhan untuk memenangkan suatu
argumentasi atau membuktikan diri benar.

141. Akhirnya, mari kita mengakui bahwa untuk


mendapatkan dialog yang bermanfaat kita harus
memiliki sesuatu untuk dikatakan. Ini hanya dapat
dihasilkan dari kekayaan batiniah yang dibekali
dengan membaca, renungan pribadi, doa dan
keterbukaan pada dunia sekitar kita. Bila tidak
demikian, percakapan menjadi perkara yang
menjemukan dan tidak banyak bermakna. Ketika
tidak ada dari pasangan berupaya untuk hal ini, dan
tidak memiliki kontak sejati dengan orang lain,
kehidupan keluarga menjadi tercekik dan dialog
menjadi merosot.

KASIH YANG BERGAIRAH

142. Konsili Vatikan Kedua mengajarkan bahwa


kasih perkawinan "merangkul kebaikan
keseluruhan pribadi; kasih itu memperkaya
sentimen roh dan ekspresi fisik mereka dengan
martabat yang unik sekaligus memuliakan mereka
sebagai makluk istiewa dan perwujudan
persahabatan yang sesuai bagi perkawinan.” 138
Untuk alasan ini, kasih yang kekurangan
kesenangan atau gairah tidaklah cukup untuk

102
melambangkan persatuan hati manusia dengan
Allah: "Semua mistikus telah menegaskan bahwa
kasih ilahi dan kasih surgawi menemukan
perlambangnya di dalam kasih perkawinan, bukan
di dalam persahabatan, devosi kepada anak atau
devosi kepada suatu keyakinan lainnya. Alasannya
ditemukan secara persis di dalam sifat
totalitasnya”.139 Oleh karena itu mengapa kita tidak
berhenti untuk berbicara tentang perasaan dan
seksualitas dalam perkawinan?

Dunia emosi

143. Hasrat, perasaan, emosi, apa yang orang


jaman dulu menyebutnya sebagai "gairah", semua
itu memiliki tempat yang penting dalam
__________
138 Pastoral Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 49.
139 A. SERTILLANGES, L’Amour chrétien, Paris, 1920, 174.
kehidupan perkawinan. Semua itu dibangkitkan
setiap kali "seorang lain" hadir sebagai bagian dari
kehidupan seseorang. Ini adalah karakteristik dari
semua mahluk hidup untuk menjangkau mahluk
lain, dan kecenderungan ini selalu memiliki tanda-
tanda afeksi dasar: kesenangan atau rasa sakit,
sukacita atau kesedihan, kelembutan atau rasa
takut. Semua itu adalah landasan aktivitas
psikologis yang paling mendasar. Manusia hidup di
bumi ini, dan semua yang mereka lakukan dan
mereka cari itu dipenuhi dengan gairah.

144. Sebagai manusia sejati, Yesus menunjukkan


emosiNya. Dia terluka oleh penolakan di
Yerusalem (bdk. Mat 23:27) dan ini
mengakibatkan Dia meneteskan air mata (bdk. Luk
19:41). Dia juga sangat tersentuh oleh penderitaan

103
orang lain (bdk. Mrk 06:34). Dia sangat merasakan
kesedihan mereka (bdk. Yoh 11:33), dan Ia
menangis atas kematian seorang sahabat (bdk. Yoh
11:35). Contoh-contoh kepekaan-Nya ini
menunjukkan betapa besar hati manusiawi-Nya
yang terbuka bagi orang lain.

145. Mengalami suatu perasaan tidak dapat, dalam


kodratnya sendiri, dinilai secara moral baik atau
buruk.140 Munculnya rasa menginginkan ataupun
rasa menjijikkan bukanlah suatu dosa atau celaan.
Apa yang secara moral baik atau jahat adalah apa
yang kita lakukan atas dasar, atau di bawah
pengaruh nafsu tertentu. Tetapi ketika nafsu itu
dibangkitkan atau dicari, dan sebagai akibatnya
kita melakukan tindakan kejahatan, maka kejahatan
itu terletak pada keputusan untuk mengobarkan
nafsu tadi dan pada tindak kejahatan yang
ditimbulkannya. Sama halnya juga, ketertarikan
saya kepada seseorang tidak secara otomatis
disebut baik. Jika ketertarikan saya kepada orang
tersebut membuat saya mencoba untuk
mendominasi dia, maka perasaan saya hanya
melayani egoisme saya. Mempercayai bahwa kita
orang baik hanya karena "kita merasa baik"
merupakan ilusi yang luar biasa. Ada orang yang
merasa dirinya mempunyai cinta yang besar hanya
karena mereka memiliki kebutuhan besar untuk
mencintai, namun mereka terbukti tidak mampu
melakukan upaya yang diperlukan untuk
mendatangkan kebahagiaan bagi orang lain.
Mereka masih terjebak dalam kebutuhan dan
keinginan mereka sendiri. Dalam kasus-kasus
demikian, emosi mengalihkan perhatian dari nilai-
nilai luhur dan menyembunyikan egoisme yang
membuatnya tidak mungkin untuk
mengembangkan kehidupan keluarga yang sehat
dan bahagia.

104
146. Ini berarti, jika gairah diikuti tindakan bebas,
gairah itu dapat mewujudkan kedalaman tindakan.
Cinta perkawinan berusaha untuk memastikan
keseluruhan kehidupan emosi kita bermanfaat bagi
keluarga secara juga berguna untuk melayani
kepentingan umum. Sebuah keluarga disebut
dewasa ketika kehidupan emosi anggotanya
menjadi suatu bentuk kepekaan yang tidak
menghambat atau mengaburkan keputusan maupun
nilai-nilai besar, melainkan mengikuti kebebasan
masing-masing,141 darimana ia memperkaya,
menyempurnakan dan mengharmoniskannya
dalam pelayanan bagi semua.

__________
141 Cf. ibid., q. 59, art. 5.

Allah mengasihi sukacita anak-anak-Nya

147. Hal ini menyuarakan proses pedagogis yang


melibatkan penolakan. Keyakinan ini di pihak
Gereja seringkali ditolak karena bertentangan
dengan kebahagiaan manusia. Benediktus XVI
menyimpulkan hal ini dengan sangat jelas:
"Tidakkah Gereja, dengan segala perintah dan
larangan-nya, membuat menjadi pahit hal yang
paling berharga di dalam kehidupan? Tidakkah
Gereja meniup peluitnya tepat ketika sukacita,
yang adalah karunia Sang Pencipta, menawarkan
kita kebahagiaan, hal mana merupakan awal kita
merasakan Sang Ilahi?"142 Beliau menanggapi
bahwa, meskipun terdapat bentuk asketisme
Kristiani yang berlebihan dan menyimpang, ajaran
resmi Gereja, dalam kesetiaannya kepada Kitab
Suci, tidak menolak "eros seperti itu, melainkan
menyatakan perang terhadap bentuk yang
menyesatkan dan merusak, karena pengilahian

105
palsu tentang eros … sesungguhnya melucuti
martabat ilahi dan merendahkan martabat
manusia”. 143

148. Pelatihan di bidang emosi dan naluri itu perlu,


dan kadang kala membutuhkan penetapan batasan.
Berlebihan, kurangnya kontrol atau obsesi terhadap
satu bentuk kenkmatan dapat berakhir dengan
pelemahan dan pencemaran kesenangan itu
sendiri144 dan merusak kehidupan keluarga.

__________
142 Encyclical Letter Deus Caritas Est (25 December 2005), 3:
AAS 98 (2006), 219-220.
143 Ibid., 4: AAS 98 (2006), 220.
144 Cf. THOMAS AQUINAS, Summa Theologiae I-II, q. 32,
art.7.
Seseorang pasti bisa menyalurkan gairahnya
dengan cara yang indah dan sehat, semakin banyak
mengarahkannya pada altruisme dan pemenuhan
diri terpadu yang hanya akan memperkaya
hubungan antar pribadi dalam jantung keluarga. Ini
tidak berarti menahan diri dari saat-saat sukacita
yang mendalam,145 melainkan menyatukannya
dengan saat-saat lain dari komitmen yang
melimpah, harapan penuh kesabaran, kelelahan
yang tak terelakkan dan perjuangan untuk
mencapai yang ideal. Kehidupan keluarga adalah
semua ini, dan ini membuatnya layak untuk
dihidupi sepenuh-penuhnya.

149. Beberapa pandangan spiritualitas


mengajarkan bahwa keinginan harus dihilangkan
sebagai jalan menuju pembebasan dari rasa sakit.
Namun kita percaya bahwa Allah mengasihi
kenikmatan yang dirasakan oleh manusia: Ia
menciptakan kita dan "dalam kekayaanNya
memberikan kepada kita segala sesuatu untuk
dinikmati" (1 Tim 6:17). Marilah kita bersukacita

106
ketika dengan cinta yang besar Ia mengatakan:
"Anakku, hendaklah baik memelihara dirimu..
Jangan melewatkan bagian kebahagiaan yang
diinginkan" (Sir 14:11-14). Pasangan yang
menikah juga menanggapi kehendak Allah ketika
mereka menerima perintah Kitab Suci: "Pada hari
mujur bergembiralah" (Peng 7:14). Yang penting
adalah memiliki kebebasan untuk menyadari
bahwa kenikmatan dapat diekspresikan secara
berbeda-beda pada waktu yang berbeda dalam
kehidupan, sesuai dengan kebutuhan untuk saling
__________
145 Cf. id., Summa Theologiae II-II, q. 153, art. 2, ad 2:
“Abundantia delectationis quae est in actu venereo
secundum rationem ordinato, non contrariatur medio
virtutis”.
mencintai. Dalam hal ini, kita menghargai ajaran
beberapa ahli dari Timur yang mendesak kita untuk
memperluas kesadaran kita, jangan sampai kita
dipenjarakan oleh salah satu pengalaman yang
terbatas yang dapat membuat kita seperti
mengenakan kaca mata kuda. Perluasan kesadaran
ini bukanlah penyangkalan atau pemusnahan
keinginan melainkan pelebaran dan
penyempurnaannya.

Dimensi erotis dari cinta

150. Semua ini membawa kita menuju dimensi


seksual perkawinan. Allah sendiri menciptakan
seksualitas, yang merupakan hadiah luar biasa
untuk makhluk ciptaan-Nya. Jika hadiah ini perlu
ditumbuhkan dan diarahkan, hal itu adalah untuk
mencegah "pemiskinan nilai yang otentik"146 Santo
Yohanes Paulus II menolak tuntutan bahwa ajaran
Gereja adalah "penolakan atas nilai seksualitas
manusia", atau bahwa Gereja hanya mentolerir

107
seksualitas "karena itu perlu untuk keturunan".147
Keinginan seksual bukanlah sesuatu yang harus
dipandang rendah, "dan tidak dapat dimunculkan
upaya apapun untuk mempertanyakan pentingnya
hal itu”. 148

151. Untuk mereka yang takut bahwa melatih


gairah dan seksualitas mengurangi spontanitas
cinta seksual, Santo Yohanes Paulus II menjawab
bahwa manusia "dipanggil untuk spontanitas
__________
146 JOHN PAUL II, Catechesis (22 October 1980), 5:
Insegnamenti III/2 (1980), 951.
147 Ibid., 3.
148 ID., Catechesis, (24 September 1980), 4: Insegnamenti III/2
(1980), 719.
penuh dan dewasa dalam berhubungan", suatu
kedewasaan yang "adalah buah bertahap dalam
discernment berbagai dorongan hati seseorang”.149
Hal ini menuntut disiplin dan penguasaan diri,
karena setiap pribadi manusia "harus belajar,
dengan tekun dan konsistensi tentang makna
tubuhnya”.150 Seksualitas itu bukan alat pemuasan
atau hiburan; seksualitas adalah bahasa
interpersonal (hubungan antar pribadi) di mana
pihak lain ditanggapi dengan serius, dalam
martabatnya yang suci dan mulia. Dengan
demikian, "hati manusia hadir berpartisipasi, dapat
dikatakan, dalam suatu jenis spontanitas lain”.151
Dalam konteks ini, erotis muncul sebagai
perwujudan khusus seksualitas manusia. Hal ini
memungkinkan kita untuk menemukan "makna
perkawinan dari tubuh dan martabat otentik dari
karunia”.152 Dalam katekese tentang teologi tubuh,
Santo Yohanes Paulus II mengajarkan bahwa
perbedaan jenis kelamin tidak hanya penting
sebagai "sumber kesuburan dan keturunan ", tetapi
juga memiliki "kapasitas mengekspresikan cinta:

108
cinta di dalam mana pribadi manusia dengan tepat
merupakan suatu pemberian”.153 Suatu hasrat
seksual yang sehat, meskipun erat hubungannya
dengan mengejar kesenangan, selalu melibatkan
rasa kagum, dan karena alasan itulah dapat
memanusiawikan berbagai dorongan tersebut.

__________
149 Catechesis (12 November 1980), 2: Insegnamenti III/2
(1980), 1133.
150 Ibid., 4.
151 Ibid., 5.
152 Ibid., 1: 1132.
153 Catechesis (16 January 1980), 1: Insegnamenti III/1 (1980),
151.

152. Dengan demikian, tidak ada cara kita dapat


mempertimbangkan dimensi erotis dari cinta
hanyalah sekedar hal jahat yang diperbolehkan atau
beban yang harus diijinkan demi kebaikan
keluarga. Sebaliknya, itu harus dilihat sebagai
karunia dari Allah yang memperkaya hubungan
suami istri. Hasrat yang diresapi oleh cinta yang
menghormati martabat pasangan kita,
menjadikannya "murni, penegasan total" yang
mengungkapkan keajaiban yang dimiliki oleh hati
manusia. Dengan cara ini, walaupun sesaat, kita
dapat merasakan bahwa "kehidupan telah berubah
menjadi baik dan bahagia.154

Kekerasan dan Manipulasi

153. Atas dasar pandangan positif tentang


seksualitas, kita bisa mendekati semua pokok
pembicaraan dengan realisme yang sehat. Sampai
sekarang fakta menunjukkan bahwa seks sering
menjadi kehilangan kepribadian (depersonalisasi)
dan menjadi tidak sehat; akibatnya, "seks menjadi

109
kesempatan khusus dan alat bagi penonjolan-diri
dan kepuasan egoistis berbagai nafsu dan naluri
pribadi”.155 Dalam situasi sekarang ini, seksualitas
berisiko diracuni oleh mentalitas "pakai dan
buang". Tubuh pihak lain sering dipandang sebagai
obyek yang akan dipakai sejauh tubuh itu
menawarkan kepuasan, dan dibuang setelah tidak
lagi menarik. Bisakah kita benar-benar tidak peduli
atau mengabaikan bentuk-bentuk dominasi,
arogansi, pelecehan, penyimpangan seksual dan

__________
154 JOSEF PIEPER, Über die Liebe, Munich, 2014, 174.
English: On Love, in Faith, Hope, Love, San Francisco,
1997, p. 256.
kekerasan yang terus berlangsung hal mana
merupakan produk dari pemahaman seksualitas
yang sesat? Atau kenyataan bahwa martabat orang
lain dan panggilan manusia untuk mengasihi akan
berakhir sebagai hal yang kurang penting
dibandingkan kebutuhan yang tidak jelas untuk
"menemukan diri sendiri"?

154. Kita juga tahu bahwa, di dalam perkawinan itu


sendiri, seks bisa menjadi sumber penderitaan dan
manipulasi. Oleh karena itu harus ditegaskan
kembali bahwa "tindakan perkawinan yang
diterapkan kepada pasangannya tanpa
mempertimbangkan kondisi pasangan, atau
keinginan pribadi dan beralasan atas hal ini,
bukanlah tindakan cinta sejati, dan karenanya
melukai tatanan moral dalam penerapan tertentu
terhadap relasi intim suami istri”.156 Tindakan yang
benar bagi penyatuan seksual suami dan istri
sejalan dengan sifat seksualitas seperti yang
dikehendaki Tuhan yaitu ketika berlangsung
"dengan cara yang benar-benar manusiawi.”157
Santo Paulus menegaskan: "Jangan ada yang

110
menyalahgunakan saudaranya dengan tidak baik
atau memperdayakannya" (1 Tes 4:6). Meskipun
Paulus menulis dalam konteks budaya patriarkat
yang menganggap perempuan sebagai bawahan
laki-laki, ia tetap mengajarkan bahwa seks harus
melibatkan komunikasi antar pasangan: itu
membawa kemungkinan pada penundaan
hubungan seksual untuk sementara waktu, tetapi
"atas persetujuan bersama" (1 Kor 7: 5).

__________
157 SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL,
Pastoral Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 49.
155. Santo Yohanes Paulus II dengan sangat halus
memperingatkan bahwa pasangan dapat "terancam
oleh sifat tidak-terpuaskan"158. Dengan kata lain,
sementara terpanggil untuk semakin bersatu
dengan kuat, mereka dapat beresiko memudarkan
perbedaan-perbedaan mereka dan jarak yang
semestinya ada di antara keduanya. Karena
masing-masing memiliki martabatnya dengan tepat
dan tidak dapat diambil darinya. Manakala rasa
memiliki timbal balik berubah menjadi dominasi,
"struktur komuni dalam relasi interpersonal (antar
pribadi) pada dasarnya berubah".159 Ini adalah
bagian dari mentalitas dominasi di mana mereka
yang mendominasi akhirnya menghilangkan
martabat mereka sendiri.160 Pada akhirnya, mereka
tidak lagi "mengenal tubuh mereka sendiri secara
subyektif",161 karena mereka menghilangkan
makna terdalamnya. Mereka berakhir dengan
menggunakan seks sebagai bentuk pelarian dan
menolak indahnya kesatuan perkawinan.

156. Setiap bentuk penundukan seksual harus


dengan jelas ditolak. Ini termasuk semua
interpretasi yang tidak tepat dari penggalan Surat

111
Paulus kepada umat di Efesus di mana Paulus
mengatakan bahwa perempuan "tunduklah kepada
suamimu" (Ef 5:22). Bagian ini mencerminkan
kondisi budaya pada waktu itu, tapi perhatian kita
tidaklah pada titik pandang budaya tetapi pada

__________
158 Catechesis (18 June 1980), 5: Insegnamenti III/1 (1980),
1778.
159 Ibid., 6.
160 Cf. Catechesis (30 July 1980), 1: Insegnamenti III/2 (1980),
311.
161 Catechesis (8 April 1981), 3: Insegnamenti IV/1 (1981),
904.
ajaran atau pesan yang disampaikannya. Santo
Yohanes Paulus II dengan bijaksana menyatakan:
"Cinta menyingkirkan setiap jenis penundukan di
mana istri dapat menjadi hamba atau budak dari
suami... Masyarakat atau kesatuan yang harus
mereka bangun melalui pernikahan didasari oleh
sumbangan diri timbal balik, yang juga saling
tunduk satu terhadap yang lain."162 Oleh karena itu
Paulus melanjutkan dengan mengatakan bahwa
"suami harus mengasihi isterinya sama seperti
tubuhnya sendiri" (Ef 5:28). Teks Kitab Suci
sebenarnya peduli dengan mendorong semua orang
untuk mengatasi rasa puas diri dan terus-menerus
memperhatikan pasangannya: "Rendahkanlah
dirimu seorang kepada yang lain di dalam takut
akan Kristus" (Ef 5:21). Dalam pernikahan, "saling
tunduk" secara timbal balik mengambil makna
khusus, dan dipandang sebagai rasa saling
memiliki yang dipilih dengan bebas yang ditandai
dengan kesetiaan, rasa hormat dan perhatian.
Seksualitas tak terpisahkan dalam pelayanan
persahabatan suami-istri ini, karena ia
dimaksudkan untuk menambah pemenuhan
terhadap pasangannya.

112
157. Demikian pula, penolakan terhadap
penyimpangan seksualitas dan erotisisme jangan
pernah membawa kita pada penistaan atau
penolakan seksualitas dan eros itu sendiri.
Idealisme perkawinan tidak dapat dilihat sebagai
donasi dan pengorbanan diri yang melimpah, di
mana masing-masing pasangan menyangkal semua
kebutuhan pribadinya dan hanya mencari

__________
162 Catechesis (11 August 1982), 4: Insegnamenti V/3 (1982),
205-206.
kebaikan pasangannya tanpa memperhatikan
kepuasan pribadi. Kita perlu ingat bahwa cinta
sejati juga perlu untuk dapat menerima
pasangannya, menerima kerapuhan dan kebutuhan
sendiri, dan untuk menyambut dengan rasa syukur
yang tulus dan penuh sukacita ekspresi fisik dari
cinta yang ditemukan dalam belaian, pelukan,
ciuman dan hubungan seksual. Benediktus XVI
menyatakan hal ini dengan sangat jelas: "Haruskah
manusia bercita-cita memiliki roh yang murni dan
menolak daging karena berkaitan dengan sifat
hewani semata, bila demikian maka baik roh
maupun tubuh keduanya kehilangan
163
martabatnya. Untuk alasan ini, "manusia tidak
bisa hidup dengan kasih persembahan yang bersifat
ke bawah saja. Ia tidak bisa selalu memberi, ia juga
harus menerima. Siapa saja yang ingin memberikan
cinta juga harus menerima cinta sebagai suatu
hadiah.164 Namun, kita tidak boleh lupa bahwa
keseimbangan manusia masih rapuh; ada bagian
dari diri kita yang menolak pertumbuhan manusia
sejati, dan setiap saat ia dapat melepaskan
kecenderungan yang paling primitif dan egois.

Perkawinan dan keperawanan

113
158. "Banyak orang yang tidak menikah bukan
hanya mempersembahkan diri bagi keluarga
mereka sendiri tetapi juga sering memberikan
pelayanan besar di dalam kelompok teman-teman
mereka, dalam komunitas Gereja dan dalam
__________
163 Encyclical Letter Deus Caritas Est (25 December 2005), 5:
AAS 98 (2006), 221.
164 Ibid., 7.
kehidupan profesional mereka. Kadang-kadang
kehadiran dan perhatian mereka terabaikan,
mengakibatkan mereka seperti terisolasi. Banyak di
antara mereka yang menyumbangkan bakat untuk
melayani komunitas Kristen melalui kegiatan amal
dan kerja sukarela. Lainnya tetap tidak menikah
karena mereka ingin mempersembahkan hidup
mereka kepada kasih Kristus dan sesama. Dedikasi
mereka ini sangat memperkaya keluarga, Gereja
dan masyarakat”.165

159. Keperawanan adalah suatu bentuk cinta.


Sebagai tanda, keperawanan itu berbicara tentang
kedatangan Kerajaan Allah dan kebutuhan untuk
mengabdi sepenuhnya demi Injil (bdk. 1 Kor 7: 32).
Ini juga merupakan refleksi tentang kepenuhan
surgawi, di mana "mereka tidak kawin dan tidak
dikawinkan" (Mat 22:30). Santo Paulus
menganjurkan keperawanan karena ia
mengharapkan kedatangan Yesus segera dan ia
ingin semua orang berkonsentrasi hanya pada
penyebaran Injil: "waktu telah singkat" (1 Kor
7:29). Meskipun demikian, Santo Paulus
menjelaskan bahwa ini adalah pendapat pribadi dan
suatu pilihan (bdk 1 Kor 7:6-9), bukan sesuatu yang
dituntut oleh Kristus: "Aku tidak mendapat
perintah dari Tuhan" (1 Kor 7:25). Demikianlah, ia
mengakui nilai panggilan yang berbeda: "Setiap

114
orang menerima dari Allah karunianya yang khas,
yang seorang karunia ini, yang lain karunia itu" (1
Korintus 7:7). Merefleksikan hal ini, Santo
Yohanes Paulus Paul II mencatat bahwa teks Kitab
Suci "tidak memberikan alasan untuk menegaskan
'inferioritas' perkawinan, ataupun 'superioritas'
keperawanan atau selibat"166 berdasarkan pantang
seksual. Daripada berbicara secara absolut tentang
keunggulan keperawanan, cukuplah untuk
menunjukkan bahwa kondisi kehidupan yang
berbeda-beda melengkapi satu sama lain, dan
dengan sendirinya sebagian dapat lebih sempurna
dalam satu cara dan sebagian lain lebih sempurna
dalam cara lainnya. Alexander dari Hales,
misalnya, menyatakan bahwa dalam arti tertentu
perkawinan dapat dianggap lebih unggul di antara
sakramen-sakramen gerejani lainnya, karena
sakramen perkawinan itu melambangkan realitas
besar "persatuan Kristus dengan Gereja, atau
penyatuan sifat ilahi Kristus dan kodrati
manusia”.167

160. Akibatnya, "itu bukan soal mengurangi nilai


perkawinan dan mengunggulkan hidup selibat".168
"Tidak ada dasar untuk bermain membela yang satu
atau melawan yang lain ... Jika, mengikuti tradisi
teologis tertentu, seseorang berbicara tentang
'status sempurna '(status perfeksionis), hal ini tidak
ada hubungannya dengan hidup selibat itu sendiri,
tetapi dengan keseluruhan hidup yang berdasarkan
nasihat-nasihat injil".169 Seseorang yang sudah
menikah dapat mengalami tingkat tertinggi dari
amal baik dan dengan demikian "mencapai
kesempurnaan yang mengalir dari amal baik itu,
melalui kesetiaan menuju semangat nasihat Injil
tersebut. Kesempurnaan seperti itu mungkin dan
dapat dicapai oleh setiap pria dan wanita".170

115
161. Nilai keperawanan terletak pada lambang
cinta yang tidak perlu untuk memiliki orang lain;
dengan cara ini ia mencerminkan kebebasan
Kerajaan Surga. Keperawanan mendorong
pasangan menikah untuk menghidupi kasih
perkawinan mereka sendiri dengan latar belakang
kasih definitif Kristus, melakukan perjalanan
bersama menuju kepenuhan Kerajaan Allah.
Menurut bagiannya, kasih perkawinan
melambangkan nilai-nilai lainnya. Di satu sisi, ia
adalah refleksi tertentu tentang kesatuan penuh
dalam perbedaan yang ditemukan di dalam Allah
Tritunggal. Keluarga adalah juga tanda Kristus.
Keluarga mewujudkan kedekatan Allah yang
merupakan bagian dari setiap kehidupan manusia,
karena Ia menjadi satu dengan kita melalui
inkarnasi, kematian dan kebangkitanNya. Setiap
pasangan menjadi "satu daging" dengan
pasangannya sebagai tanda kesediaan untuk
berbagi segala sesuatu dengan pasangannya sampai
mati. Sementara keperawanan adalah tanda
"eskatologis" Kristus yang bangkit, perkawinan
adalah tanda "historis" bagi kita yang hidup di
dunia ini, tanda Kristus duniawi yang memilih
untuk menjadi satu dengan kita dan menyerahkan
diriNya bagi kita bahkan sampai mencurahkan
darahNya. Keperawanan dan pernikahan adalah,
dan sudah seharusnya, cara-cara yang berbeda
dalam mencintai. Karena "manusia tidak bisa hidup
tanpa cinta. Dia tetap merupakan makhluk yang
tidak bisa dimengerti bagi dirinya sendiri, hidupnya
menjadi tidak masuk akal, jika cinta tidak
diungkapkan kepadanya.”171

162. Selibat bisa beresiko menjadi hidup lajang


yang nyaman yang memberikan kebebasan untuk
mandiri, untuk berpindah-pindah tempat tinggal,
untuk bekerja atau memilih pilihan lainnya,

116
membelanjakan uang untuk apa yang disukainya,
menghabiskan waktu bersama orang-orang lain
sesuai keinginannya sendiri. Di dalam hal seperti
itu, kesaksian orang-orang yang menikah menjadi
sangat mengesan. Mereka yang terpanggil untuk
tetap perawan dapat menemukan pada sejumlah
perkawinan tanda yang jelas kesetiaan Allah yang
murah hati dan tahan uji terhadap perjanjianNya,
dan hal ini dapat menggerakkan mereka kepada
ketersediaan yang konkret dan murah hati terhadap
orang lain. Banyak pasangan yang sudah menikah
tetap setia ketika salah satu dari mereka telah
menjadi tidak menarik secara fisik, atau gagal
untuk memenuhi kebutuhan pasangannya,
meskipun suara dalam masyarakat kita yang
mungkin mendorong mereka untuk menjadi tidak
setia atau meninggalkan yang lain. Seorang istri
dapat merawat suaminya yang sakit dan dengan
demikian, dengan mendekatkan diri pada Salib, ia
memperbaharui janjinya untuk mencintai sampai
mati. Dengan cinta seperti itu, martabat kekasih
sejati semakin terpancar, sehingga lebih tepat untuk
karya amal yaitu untuk mencintai daripada
dicintai.172 Kita juga bisa menunjuk pada kehadiran
di banyak keluarga suatu kapasitas melayani tanpa
pamrih dan penuh kasih manakala anak-anak
menjadi bermasalah dan bahkan tidak tahu
berterima-kasih. Hal ini membuat orang tua seperti
itu menjadi tanda kasih Yesus yang bebas dan tanpa
pamrih. Kasus-kasus seperti ini mendorong orang-
orang yang hidup selibat untuk menghidupi janji
mereka bagi Kerajaan Allah dengan lebih bermurah
hati dan lebih terbuka. Sekarang ini, sekularisasi
telah mengaburkan nilai penyatuan seumur hidup
dan keindahan panggilan untuk menikah. Untuk
alasan ini, "perlulah memperdalam pemahaman
tentang aspek-aspek positif tentang kasih
perkawinan".173

117
TRANSFORMASI KASIH

163. Masa hidup yang lebih panjang berarti bahwa


relasi yang dekat dan eksklusif harus berlangsung
selama empat, lima atau bahkan enam puluh tahun;
konsekuensinya keputusan awal harus sering
diperbaharui. Sementara salah satu pasangan
mungkin tidak lagi mengalami hasrat seksual yang
mendalam terhadap pasangannya, ia mungkin
masih mengalami rasa senang karena merasa saling
memiliki dan mengetahui bahwa tak satu pun dari
mereka hidup sendirian melainkan memiliki
"pasangan" yang dengannya segala sesuatu dalam
hidup dibagikan . Dia adalah teman dalam
perjalanan hidup, seseorang yang dengannya
bersama-sama menghadapi kesulitan hidup dan
menikmati kesenangan hidup. Kepuasan ini adalah
bagian dari perasaan yang benar suatu kasih
perkawinan. Tidak ada jaminan bahwa kita akan
merasakan hal yang sama seumur hidup. Namun
jika satu pasangan bisa memunculkan proyek
hidup bersama dan abadi, maka mereka dapat
saling mencintai dan hidup sebagai satu
kesatuan sampai maut memisahkan mereka,
sambil terus menikmati keintiman yang
memperkaya mereka. Kasih yang mereka
ikrarkan lebih besar daripada emosi manapun,
perasaan atau kondisi pikiran, walaupun kasih
mencakup semuanya itu. Ini adalah kasih yang
lebih dalam, keputusan seumur hidup yang timbul
dari hati. Bahkan di tengah konflik yang belum
terselesaikan dan situasi emosional yang
membingungkan, mereka sehari-hari menegaskan
kembali keputusan mereka untuk mencintai, saling
memiliki, untuk berbagi kehidupan mereka dan
untuk terus mencintai dan memaafkan. Masing-
masing bergerak maju di sepanjang jalur

118
pertumbuhan dan pengembangan pribadi. Dalam
perjalanan hidup ini, kasih bersukacita di setiap
langkah dan di setiap tingkatan yang baru.

164. Dalam perjalanan setiap perkawinan


penampilan fisik berubah, tapi ini tidak berarti
bahwa cinta dan daya tarik harus memudar. Kita
mencintai pasangan kita apa adanya, bukan hanya
tubuh mereka. Meskipun tubuh bertambah tua, ia
masih menyatakan identitas pribadi yang dahulu
memenangkan hati kita. Bahkan walaupun orang
lain tidak lagi bisa melihat keindahan identitas itu,
pasangan masih terus melihatnya dengan mata
cinta dan dengan demikian kasih sayangnya tidak
memudar. Ia menegaskan kembali keputusan
mereka untuk menjadi milik dari pasangan dan
menyatakan pilihannya dalam kedekatan yang
penuh kesetiaan dan cinta. Mulianya keputusan ini,
dengan intensitas dan kedalaman cinta, melahirkan
jenis emosi baru sementara mereka memenuhi misi
perkawinan mereka. Karena "emosi, yang
ditimbulkan oleh manusia lain sebagai pribadi ...
tidak dengan sendirinya (per se) mengarah kepada
tindakan perkawinan".174 Ia akan menemukan
bentuk ekspresi yang masuk akal. Sesungguhnya
kasih "adalah satu realitas tunggal, namun dengan
dimensi yang berbeda-beda; pada waktu yang
berbeda, satu atau dimensi lainnya, dapat muncul
lebih jelas."175 Ikatan perkawinan terus
menemukan bentuk-bentuk ekspresi yang baru dan
masih tetap mencari cara-cara baru untuk
bertumbuh di dalam kekuatan. Hal ini melestarikan
dan memperkuat ikatan tersebut. Semua itu
memerlukan upaya sehari-hari. Tak satu pun dari
perkara ini mungkin terjadi tanpa berdoa kepada
Roh Kudus agar mencurahkan kasih karunia-Nya,
kekuatan ilahiNya dan api RohNya, untuk
meneguhkan, mengarahkan dan

119
mentransformasikan kasih kita di dalam setiap
situasi yang baru.

__________
174 JOHN PAUL II, Catechesis (31 October 1984), 6:
Insegnamenti VII/2 (1984), 1072.
175 BENEDIT XVI, Encyclical Letter Deus Caritas Est (25
December 2005), 8: AAS 98 (2006), 224.

120
BAB LIMA

MEMBUAT CINTA ITU BERBUAH

165. Kasih itu selalu membawa kehidupan. Kasih


dalam perkawinan “tidak berhenti hanya pada
pasangan… Pasangan, dalam pemberian diri satu
sama lain, tidak hanya memberikan dirinya tetapi
juga realitas anak-anak, yang merupakan refleksi
kasih mereka yang hidup, suatu tanda permanen
kesatuan perkawinan mereka dan suatu sintesis
yang hidup serta tak terpisahkan dari keberadaan
seorang ayah dan seorang ibu”.176

MENYAMBUT SEBUAH KEHIDUPAN BARU

166. Keluarga adalah tatanan di mana sebuah


kehidupan baru bukan hanya dilahirkan, tetapi juga
disambut sebagai suatu karunia dari Allah. Setiap
kehidupan baru “memungkinkan kita untuk
menghargai dimensi kasih yang paling tidak
diperhatikan, namun tidak pernah berhenti
menakjubkan kita. Inilah keindahan dikasihi lebih
dahulu: Anak-anak telah dikasihi bahkan sebelum
mereka hadir”.177 Di sini kita dapat melihat refleksi
keagungan kasih Allah, yang selalu mengambil
inisiatif, karena anak-anak itu “telah dikasihi
sebelum mereka dapat melakukan apa-apa yang
membuat mereka pantas menerimanya”178. Akan
tetapi “sejak saat pertama
__________
176 JOHN PAUL II, Apostolic Exhortation Familiaris
Consortio, (22 November 1981), 14: AAS 74 (1982), 96.
177 Catechesis (11 February 2015): L’Osservatore Romano, 12
February 2015, p. 8.
178 Ibid.

121
dari kehidupan mereka, banyak anak-anak yang
ditolak, ditinggalkan dan dirampas masa kanak-
kanak dan hari depannya”. Ada juga orang-orang
yang berani berkata, sepertinya membenarkan
dirinya sendiri, bahwa merupakan suatu kesalahan
untuk membawa anak-anak ini ke dalam dunia.
Sungguh memalukan!...Bagaimana kita bisa
mengeluarkan deklarasi tentang hak azasi manusia
dan hak perlindungan bagi anak-anak, jika kita
kemudian menhukum anak-anak itu atas kesalahan
daripada kaum dewasa? Jika seorang anak lahir ke
dunia dalam situasi yang tidak diinginkan, para
orang tua dan seluruh anggota keluarganya harus
melakukan segala upaya untuk menerima anak
tersebut sebagai karunia dari Allah dan mengambil
tanggung jawab untuk menerima anak-anak ini
dengan keterbukaan dan kasih sayang. Sebab
“ketika berbicara tentang anak yang lahir ke dunia,
tidak ada pengorbanan yang dilakukan orang
dewasa yang akan dianggap terlalu besar atau
terlalu mahal, jika ini dimaksudkan agar sang anak
tidak pernah harus merasakan bahwa ia adalah
suatu kesalahan atau tidak berharga atau
ditinggalkan kepada empat penjuru angin dan
kepada keangkuhan manusia”.180 Karunia seorang
anak, yang dipercayakan Tuhan kepada seorang
bapak dan ibu, dimulai dengan penerimaan,
dilanjutkan dengan perlindungan seumur hidup dan
memiliki tujuan akhirnya berupa sukacita
kehidupan abadi.
Dengan teduh merenungkan pemenuhan akhir
hidup manusia, orang tua akan lebih menyadari
akan karunia berharga yang dipercayakan kepada
_________
179 Catechesis (8 April 2015): L’Osservatore Romano, 9 April
2015, p. 8.
180 Ibid.

122
mereka. Sebab Tuhan memperbolehkan para orang
tua memilihkan nama yang dengan nama itu Dia
sendiri akan memanggil anak-anak mereka masuk
ke dalam keabadian.181

167. Keluarga besar merupakan kegembiraan bagi


Gereja. Mereka merupakan ekspresi dari
kesuburan kasih. Pada saat yang sama , Paus
Yohanes Paulus II menjelaskan dengan tegas
bahwa orang tua yang bertanggung jawab tidak
berarti ”melahirkan anak sebanyak-banyaknya atau
tidak adanya kesadaran akan hal-hal yang berkaitan
dengan pemeliharaan anak-anak itu, tetapi
sebaliknya harus ada pemberdayaan pasangan-
pasangan untuk mempergunakan kebebasan
pribadinya secara bijaksana dan bertanggung
jawab, dengan mempertimbangkan realitas sosial
dan demografik, selain juga situasi mereka sendiri
dan berbagai harapan yang semestinya”.182

Kasih dan kehamilan

168. Kehamilan merupakan suatu masa yang sulit


namun menakjubkan.Seorang ibu bersama dengan
Tuhan membawakan mujizat kelahiran baru.
__________
181 Cf. SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL,
Pastoral Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 51: “Let us all be convinced that human
life and its transmission are realities whose meaning is
not limited by the horizons of this life only: their true
evaluation and full meaning can only be understood in
reference to our eternal destiny”.
182 Letter to the Secretary General of the United Nations
Organization on Population and Development (18 March
1994): Insegnamenti XVII/1 (1994), 750-751.

123
Keibuan adalah buah dari “Potensi kreatif khusus
dari tubuh seorang wanita, yang ditujukan untuk
pembuahan dan kelahiran seorang manusia
baru”.183 Setiap wanita berpartisipasi dalam
“misteri penciptaan, yang selalu diperbaharui
dengan tiap kelahiran”.184 Pemazmur mengatakan:
”Engkau merangkai aku di dalam rahim
ibuku.(Mzm 139 : 13). Setiap anak yang tumbuh di
dalam rahim ibunya adalah bagian dari rencana
kasih abadi dari Allah Bapa: “Sebelum Aku
membentukmu di dalam rahim ibumu, Aku telah
mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari
kandungan, Aku telah menguduskan engkau”. (Yer
1:5). Setiap anak mempunyai tempat di hati Tuhan
dari segala keabadian; sekali ia dikandung, impian
kekal sang Pencipta menjadi kenyataan. Marilah
kita berhenti sejenak dan merenungkan betapa
luhur nilai sang janin dari saat pembuahannya. Kita
perlu melihatnya dari sudut pandang Allah, yang
selalu melihat lebih dari sekedar penampilan.

169. Seorang wanita hamil dapat berpartisipasi


dalam rencana Allah dengan memimpikan
anaknya. “Selama sembilan bulan semua ibu dan
bapak memimpikan anak mereka…. Anda tidak
dapat memiliki keluarga tanpa impian. Sekali
sebuah keluarga kehilangan kemampuannya untuk
bermimpi, anak-anaknya tidak bertumbuh, kasih
tidak tumbuh, kehidupan akan mengkerut dan
mati.” Untuk pasangan menikah Kristiani, baptisan
perlu muncul sebagai bagian dari impian
__________
183 JOHN PAUL II, Catechesis (12 March 1980), 3:
Insegnamenti III/1 (1980), 543.
184 Ibid.

124
tersebut. Dengan doa-doa mereka, orangtua
mempersiapkan baptisan, mempercayakan bayi
mereka kepada Yesus bahkan sebelum ia
dilahirkan.

170. Kemajuan ilmiah saat ini memungkinkan kita


untuk mengetahui sebelumnya warna apa kelak
rambut sang anak atau penyakit apa yang mereka
akan alami suatu hari nanti, karena semua sifat
somatik seseorang sudah tertulis di dalam kode
genetik di tingkat embrionik. Namun demikian
hanya Bapa, sang Pencipta, yang sepenuhnya
mengetahui anak tersebut; hanya Dia sendiri yang
mengetahui identitas dan nilai terdalam sang anak.
Ibu-ibu yang sedang hamil perlu meminta kepada
Allah hikmat sepenuhnya untuk mengetahui anak-
anak mereka dan menerima mereka sebagaimana
adanya mereka. Sejumlah orangtua merasa bahwa
anak mereka tidak datang pada saat yang terbaik.
Mereka harus memohon kepada Tuhan untuk
menyembuhkan dan menguatkan mereka
menerima anak mereka sepenuhnya dan dengan
dengan segenap hati. Penting adanya bagi sang
anak untuk merasa ia dikehendaki. Ia bukanlah
sebuah aksesori atau solusi bagi sejumlah
kebutuhan pribadi. Anak adalah manusia dengan
nilai yang sangat besar dan tidak pernah boleh
dipergunakan untuk keuntungan sendiri. Jadi hanya
merupakan masalah kecil apakah kehidupan baru
ini nyaman bagi anda, apakah ia memiliki sifat-
karakter yang menyenangkan anda, atau apakah ia
sesuai untuk rencana dan aspirasi anda. Karena
“anak-anak adalah karunia. Setiap anak adalah unik
dan tidak tergantikan… Kita mengasihi anak-
anak kita karena mereka anak-anak, bukan
karena mereka indah, atau mereka berparas
atau berpikir sama seperti kita, atau mereka
mewakili mimpi-mimpi kita. Kita mengasihi

125
mereka karena mereka adalah anak-anak. Seorang
anak adalah seorang anak”.186 Kasih orangtua
merupakan sarana yang dengannya Allah Bapa kita
menunjukkan kasihNya sendiri. Ia menanti-natikan
kelahiran setiap anak, menerima anak tersebut
tanpa syarat, dan menyambut mereka dengan
bebas.

171. Dengan rasa sayang yang besar, saya


menekankan kepada semua ibu masa depan:
tetaplah berbahagia dan jangan ada hal apapun
yang merampas sukacita di dalam masa keibuan.
Jangan biarkan rasa takut, kecemasan, aneka
komentar orang lain atau berbagai masalah
mengurangi sukacita menjadi sarana Allah
membawa kehidupan baru ke dalam dunia.
Siapkanlah diri anda untuk kelahiran anak anda,
namun tanpa berobsesi, dan bergabunglah dengan
kidung sukacita Maria: “Jiwaku …(Luk 1:46-48).
Cobalah untuk mengalami kegembiraan penuh
kedamaian di tengah-tengah seluruh keprihatinan
anda yang begitu banyak dan mintalah Tuhan untuk
mempertahankan sukacita anda, sehingga anda
dapat meneruskannya kepada anak anda.

Kasih ibu dan bapak

172. “Anak-anak, begitu dilahirkan, mulai


menerima, bersama dengan makanan dan
perhatian, hadiah spiritual untuk mengetahui
__________
185 Address at the Meeting with Families in Manila (16
January 2015): AAS 107 (2015), 176.
186 Catechesis (11 February 2015): L’Osservatore Romano, 12
February 2015, p. 8.

dengan pasti bahwa mereka dikasihi. Kasih ini


ditunjukkan kepada mereka melalui pemberian

126
nama pribadi, berbagi bahasa, tatapan kasih dan
cerahnya senyuman. Dengan cara ini, mereka
belajar bahwa keindahan relasi manusia menyentuh
jiwa, mengupayakan kebebasan kita,, menerima
perbedaan orang lain, mengenali dan menghormati
mereka sebagai rekan dialog… Seperti itulah kasih,
dan ia mengandung sepercik kasih Allah!”187
Setiap anak berhak menerima kasih dari seorang
ibu dan seorang bapak; keduanya perlu bagi
perkembangan anak yang integral dan harmonis.
Sebagaimana diamati Uskup Australia, masing-
masing pasangan “berkontribusi dengan cara yang
berbeda untuk membesarkan seorang anak. Dengan
menghormati martabat seorang anak berarti
meneguhkan kebutuhannya dan hak alaminya
untuk memiliki seorang ibu dan seorang bapak”.188
Kita sedang membicarakan bukan semata-mata
tentang kasih bapak dan ibu sebagai pribadi, namun
juga kasih timbal balik antar mereka, yang diamati
sebagai sumber kehidupan seseorang dan dasar
yang kokoh bagi keluarga. Tanpa hal ini, seorang
anak dapat hanya menjadi mainan. Suami dan
isteri, bapak dan ibu, keduanya “bekerjasama
dengan kasih Allah sang Pencipta, dan merupakan,
dalam arti tertentu, penterjemahNya”.189 Mereka
menunjukkan kepada anak - anak mereka wajah
__________
187 Catechesis (14 October 2015): L’Osservatore Romano, 15
October 2015, p. 8.
188 AUSTRALIAN CATHOLIC BISHOPS’ CONFERENCE,
Pastoral Letter Don’t Mess with Marriage (24 November
2015), 13.
189 SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL,
Pastoral Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 50.
keibuan dan kebapakan dari Tuhan. Bersama-sama
mereka mengajarkan nilai timbal-balik, rasa
hormat atas perbedaan dan menjadi mampu untuk
memberi dan menerima. Bila karena suatu sebab

127
yang tidak dapat dihindarkan tidak tersedia salah
satu orang tua, penting untuk mengkompensasikan
kehilangan ini, demi perkembangan yang sehat
menuju kedewasaan anak tersebut.

173. Rasa menjadi seorang anak yatim-piatu yang


mempengaruhi banyak anak-anak dan anak muda
saat ini jauh lebih dalam daripada yang kita
pikirkan. Di masa sekarang ini kita mengenal
sebagai suatu hal yang wajar dan didambakan
seorang wanita untuk menuntut ilmu, bekerja,
mengembangkan ketrampilan mereka dan memiliki
tujuan pribadi. Di saat yang sama, kita tidak dapat
mengabaikan kebutuhan yang dimiliki anak-anak
atas kehadiran ibunya, khususnya di bulan-bulan
pertama kehidupan. Sesungguhnya, “wanita berdiri
di hadapan pria sebagai seorang ibu, subyek dari
kehidupan manusia baru yang ia kandung dan
berkembang di dalamnya, dan darinya dilahirkan
ke dalam dunia”.190 Melemahnya kehadiran ibu
dengan kualitas kewanitaannya menimbulkan
resiko yang besar bagi dunia kita. Saya tentu saja
menghargai feminism, namun yang tidak menuntut
keseragaman atau menghilangkan keibuan. Karena
kebesaran para wanita mencakup seluruh hak-
haknya yang diturunkan dari martabat manusiawi
yang tak terpisahkan dan juga dari kejeniusan
kewanitaannya, yang sangat penting bagi
masyarakat. Kemampuan spesifik kewanitaan
__________
190 JOHN PAUL II, Catechesis (12 March 1980), 2:
Insegnamenti III/1 (1980), 542.
mereka –khususnya keibuan- juga merupakan
tugas yang besar, karena kewanitaan mencakup
pula misi spesifik di dalam dunia ini, sebuah misi
yang perlu dilindungi dan dipertahankan
masyarakat demi kebaikan semua orang.191

128
174. “Ibu-ibu adalah antidotum terkuat terhadap
penyebaran individualism yang mementingkan diri
sendiri… Merekalah yang bersaksi akan keindahan
hidup”.192 Sudah pasti, “masyarakat tanpa ibu akan
mengalami dehumanisasi, karena ibu-ibu
senantiasa, bahkan di masa-masa yang paling sulit,
memberi kesaksian akan kelembutan, dedikasi dan
kekuatan moral. Kaum ibu sering menjelaskan arti
yang mendalam dari praktek keagamaan dalam
doa-doa perdana dan kegiatan devosi yang
dipelajari anak-anak mereka... Tanpa kaum ibu,
bukan saja tidak akan ada kaum beriman yang baru,
tetapi juga iman itu sendiri akan kehilangan
sebagian besar kehangatannya yang sederhana dan
terasa dengan kuat… Para ibu: terima kasih!
Terima kasih untuk apa yang anda perankan di
dalam keluarga dan apa yang telah anda berikan
kepada Gereja dan dunia”.193

175. Seorang ibu yang menjaga anaknya dengan


lemah lembut dan penuh kasih sayang
menolongnya untuk bertumbuh dalam kepercayaan
diri dan untuk mengalami bahwa dunia ini adalah
tempat yang baik dan menyambut mereka. Hal ini
menolong sang anak untuk mengembangkan rasa
percaya diri dan sebaliknya
__________
191 Cf. ID., Apostolic Letter Mulieris Dignitatem (15 August
1988), 30-31: AAS 80 (1988), 1726-1729.
192 Catechesis (7 January 2015): L’Osservatore Romano, 7-8
January 2015, p. 8
193 Ibid.
membangun kapasitas untuk keakraban dan empati.
Seorang ayah, pada bagiannya, menolong sang
anak untuk mengerti batas-batas kehidupan,
terbuka pada tantangan dunia yang lebih luas, dan
menyadari perlunya kerja keras dan usaha yang
gigih. Ayah memiliki ciri-ciri identitas maskulin
yang jelas, yang menunjukkan kasih sayang dan

129
perhatian kepada isterinya seperti halnya seorang
ibu yang penuh perhatian. Memang ada
kelonggaran tertentu dari peran dan tanggung
jawab ayah dan ibu dalam keluarga tergantung dari
keadaan nyata dari masing-masing keluarga. Tetapi
kehadiran serta fungsi yang jelas dan telah
ditetapkan bagi kedua tokoh itu, pria dan wanita,
akan menciptakan suasana yng terbaik bagi
pertumbuhan sang anak.

176. Kita sering mendangar bahwa masyarakat kita


adalah “masyarakat tanpa ayah”. Di dunia Barat,
tokoh ayah dikatakan secara simbolis absen, hilang
atau lenyap. Kepriaan itu sendiri agaknya juga
dipertanyakan. Dan hasilnya dapat dipahami
berupa suatu kebingungan. “Pada mulanya, ini
disangka sebagai suatu kebebasan; kebebasan dari
para ayah sebagai tuan, dari ayah sebagai
perwakilan hukum yang dipaksakan dari luar, dari
ayah sebagai hakim bagi kegembiraan anak-
anaknya dan sebagai penghalang bagi emansipasi
dan otonomi kaum muda. Di dalam beberapa
rumah tangga sikap otoriter pernah berkuasa dan,
kadang-kadang bahkan muncul penindasan”.194
Namun, “seperti sering terjadi, sesuatu bergerak
dari satu ekstrim ke ekstrim lainnya. Di masa
sekarang ini, masalah tampaknya tidak lagi berupa
dominansi kehadiran ayah dibandingkan absennya,
ketidakhadirannya. Para ayah sering terjebak dalam
dirinya sendiri dan dalam pekerjaannya dan
kadang-kadang dalam pemenuhan dirinya sendiri
sehingga mereka mengabaikan keluarganya.
Mereka meninggalkan anak-anak dan kaum muda
mengurus diri sendiri”.195 Kehadiran sang ayah,
dan karenanya hadir pula otoritasnya, juga
dipengaruhi oleh jumlah waktu yang diberikan
untuk media komunikasi dan hiburan. Sekarang ini,
otoritas sering dicurigai dan orang dewasa

130
diperlakukan dengan kasar. Mereka sendiri
menjadi tidak pasti dan karenanya gagal
memberikan bimbingan yang mantap kepada anak-
anaknya. Pembalikan peran antara orang tua dan
anak-anak adalah tidak sehat sebab hal itu
menghalangi proses perkembangan semestinya
yang perlu dialami anak-anak dan ini mengingkari
mereka akan kasih dan bimbingan yang dibutuhkan
untuk menjadi dewasa.196

177. Allah menempatkan seorang ayah didalam


keluarga sehingga dengan karunia kelaki-lakiannya
dia dapat dapat “dekat dengan isterinya dan berbagi
segalanya, kegembiraan dan kesedihan, harapan
dan kesulitan. Dan juga dekat dengan anak-
anaknya dalam pertumbuhan mereka – ketika
mereka bermain dan ketika mereka bekerja, ketika
mereka tenang atau sedang susah, ketika mereka
sedang banyak bicara dan sedang berdiam diri,
ketika mereka sedang berani atau sedang
ketakutan, ketika mereka sedang tersesat dan ketika
mereka kembali ke jalan yang benar. Menjadi
seorang ayah yang selalu hadir. Bila saya
mengatakan ‘hadir’, saya tidak maksudkan sebagai
‘mengontrol’. Ayah yang terlalu mengontrol akan
membayang-bayangi berlebihan
__________
196 Cf. Relatio Finalis 2015, 28.

anak-anaknya, mereka tidak mengijinkannya


berkembang”197. Sebagian ayah merasa mereka
tidak berguna atau kurang diperlukan, tetapi
kenyataannya adalah “anak-anak perlu
mendapatkan seorang ayah yang menantikan
mereka pada saat mereka pulang ke rumah dengan
persoalan-persoalan mereka. Mereka mungkin
berusaha untuk tidak mengakui hal itu, untuk tidak
memperlihatkannya, tetapi mereka memerlukan

131
itu”.198 Adalah kurang baik bagi anak-anak untuk
kehilangan ayahnya dan bertumbuh sebelum
mereka siap.

KEBERBUAHAN YANG MELUAS

178. (TANPA ANAK) Sejumlah pasangan tidak


bisa memperoleh anak-anak. Kita tahu bahwa hal
ini dapat menyebabkan penderitaan besar bagi
mereka. Sementara itu, kita juga tahu bahwa
“perkawinan tidak diselenggarakan semata-mata
untuk prokreasi anak-anak.... Bahkan dalam kasus
di mana, walau pun pasangan sangat
menginginkannya, tidak ada anak-anak,
perkawinan tetap memiliki karakter sebagai
kondisi menyeluruh dan komuni kehidupan,
mempertahankan nilai-nilainya dan sifat tidak-
terceraikan”.199 Demikian pula, keibuan bukanlah
hanya sebagai realitas biologis saja, tetapi juga
dinyatakan dengan berbagai cara.”200

__________
199 SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL, Pastoral
Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 50.
200 FIFTH GENERAL CONFERENCE OF THE LATIN
AMERICAN AND CARIBBEAN BISHOPS, Aparecida
Document (29 June 2007), No. 457.

179. Adopsi adalah suatu cara yang paling murah


hati untuk menjadi orang tua. Saya mendorong
mereka yang tidak mempunyai anak untuk
memperluas kasih perkawinan mereka dengan
merangkul mereka yang kehilangan situasi
keluarga yang semestinya. Mereka tidak akan
pernah menyesal telah menjadi bermurah hati.
Mengadopsi seorang anak adalah suatu tindakan
kasih, menawarkan karunia sebuah keluarga
kepada seseorang yang tidak memiliki keluarga.

132
Penting untuk mendesak agar legislasi membantu
memfasilitasi proses adopsi ini, terutama dalam
kasus anak yang tidak dikehendaki, guna mencegah
tindakan aborsi atau meninggalkan anak. Mereka
yang menerima tantangan untuk mengadopsi dan
menerima seseorang tanpa syarat dan dengan
murah hati menjadi saluran kasih Allah. Karena
Dia bersabda: ”sekalipun ibumu melupakanmu,
Aku tidak akan melupakan engkau“ (Yes 49:15).

180. (ADOPSI ANAK)“Pilihan mengadopsi dan


mengasuh anak mengekspresikan suatu cara
khusus keberbuahan dalam pengalaman
perkawinan, bukan hanya dalam kasus-kasus
kemandulan. Dari cahaya situasi demikian di mana
seorang anak didambakan seberapa sulitpun,
sebagai hak pemenuhan diri seseorang, adopsi dan
pengasuhan anak dapat dimengerti dengan benar,
menunjukkan suatu aspek penting dari menjadi
orang tua dan membesarkan anak-anak. Mereka
membuat orang sadar bahwa anak-anak, apakah
anak kandung, adopsi atau anak asuh, adalah
pribadi-pribadi dengan haknya sendiri yang perlu
diterima, dikasihi dan diasuh, dan bukan sekedar
dilahirkan ke dunia. Kepentingan utama dari anak
itu harus selalu menjadi dasar keputusan untuk
adopsi dan pengasuhan anak.”201 Di lain pihak,
“penjualan anak-anak antar negara dan antar benua
perlu dicegah lewat tindakan legislatif serta kontrol
negara yang benar”.202

181. Kita juga mengingat dengan baik bahwa


prokreasi dan adopsi bukanlah satu-satunya cara
untuk mengalami keberbuahan kasih. Bahkan
keluarga-keluarga besarpun terpanggil untuk
menyatakan keberadaannya didalam masyarakat,
menemu bebagai pengungkapan lain keberbuahan
yang dengan cara tertentu memperpanjang kasih

133
yang menopang mereka. Keluarga-keluarga
Kristiani tidak boleh lupa bahwa iman tidak
memindahkan kita dari dunia, tetapi mendekatkan
kita lebih dalam kepadanya… Masing-masing dari
kita, pada kenyataannya, mempunyai peran khusus
dalam menyiapkan kedatangan Kerajaan Allah di
dunia kita”.203 Keluarga-keluarga tidak boleh
memandang dirinya sebagai tempat
pengungsian dari masyarakat, sebaliknya
keluarlah dari rumah-rumah mereka dengan
semangat solidaritas bersama dengan orang-
orang lainnya. Dengan cara ini, mereka menjadi
pusat untuk mengintegrasikan orang-orang ke
dalam masyarakat dan menjadi titik temu antara
area public dan area privat. Pasangan yang
menikah

201 Relatio Finalis 2015, 65.


202 Ibid.
203 Address at the Meeting with Families in Manila (16
January 2015): AAS 107 (2015), 178.
204 Mario Benedetti, “Te Quiero”, in Poemas de otros, Buenos
Aires 1993, 316: ““Tus manos son mi caricia / mis acordes
cotidianos / te quiero porque tus manos / trabajan por la
justicia. // Si te quiero es porque sos / mi amor mi cómplice
y todo / y en la calle codo a codo / somos mucho más que
dos.

harus memiliki kesadaran yang jelas akan tanggung


jawab sosial mereka. Dengan demikian, kasih
sayang mereka tidak berkurang melainkan akan
berlimpah dengan terang yang baru.
Sebagaimana syair ini mengatakan :

“Tanganmu adalah belaianku,


Harmoni yang mengisi hari-hariku,
Aku mengasihimu karena tanganmu
Bekerja demi keadilan.

134
Jika aku mengasihimu, itu karena engkau adalah
Kasihku, pendampingku dan segalanya bagiku,
Dan di jalan, berjalan berdampingan,
Kita lebih dari sekedar dua orang”.204

182. Tidak ada keluarga yang dapat berbuah jika


ia memandang dirinya sebagai jauh berbeda atau
“terpisahkan”. Untuk menghindari resiko ini, kita
harus mengingat bahwa keluarga Yesus sendiri,
yang penuh rahmat dan hikmat, tidak tampil luar
biasa atau berbeda dari keluarga lain. Itu sebabnya
orang-orang sukar menerima hikmat Yesus: “Dari
mana diperolehNya semuanya ini? Bukankah Ia ini
tukang kayu, anak Maria?” (Mrk 6:2-3).
“Bukankah Ia ini anak tukang kayu?” (Mat 13:5 ).
Pertanyaan-pertanyaan ini menjelaskan bahwa
mereka adalah keluarga biasa, dekat dengan
keluarga-keluarga lain, bagian dari komunitas.
Yesus tidak dibesarkan dalam hubungan yang
sempit dan kaku bersama Maria dan Yoseph, tetapi
siap berinteraksi dengan keluarga-keluarga yang
lebih luas, dengan saudara-saudara dari orangtua
dan teman-teman mereka. Hal ini yang
menjelaskan mengapa, ketika kembali dari
Yerusalem, Maria dan Yoseph dapat sepanjang hari
membayangkan bahwa Yesus yang berumur 12
tahun itu sedang berada di karavan, mendengarkan
cerita-cerita orang lain dan keprihatinan mereka:
“Menyangka bahwa Ia ada di antara orang-orang
seperjalanan mereka, berjalanlah mereka sehari
perjalanan jauhnya” (Luk 2:44). Namun demikian,
ada sejumlah keluarga Kristiani, entah karena
perbedaan bahasa yang mereka gunakan, cara
mereka bertindak atau memperlakukan orang lain,
atau karena mereka terus menerus membicarakan
dua atau tiga topik yang sama, akhirnya mereka
dijauhkan dan tidak benar-benar menjadi bagian
komunitas. Bahkan saudara-saudara mereka juga

135
merasa dipandang rendah atau dihakimi oleh
mereka.

183. Pasangan suami isteri yang mengalami


kekuatan kasih mengetahui bahwa kasih itu
terpanggil untuk membalut luka-luka dari orang
yang tersingkir, memelihara kebudayaan
perjumpaan dan berjuang demi keadilan. Allah
telah memberikan kepada keluarga tugas untuk
”mendidik” dunia205 dan menolong semua orang
untuk memandang sesamanya sebagai saudara.
Dengan memperhatikan kehidupan sehari-hari
kaum pria dan wanita jaman ini, dengan segera
tampak kebutuhan yang selalu ada untuk
mendapatkan suntikan semangat keluarga yang
sehat... Bukan hanya organisasi kehidupan biasa
semakin dicegah oleh birokrasi yang sama sekali
disingkirkan dari ikatan manusiawi fundamental,
namun bahkan sikap moral sosial dan politis
__________
205 Cf. Catechesis (16 September 2015): L’Osservatore
Romano, 17 September 2015, p. 8. 206 Catechesis (7
October 2015): L’Osservatore Romano, 9 October 2015, p.
8.

menunjukkan tanda-tanda degradasi”.206 Untuk


bagian mereka, keluarga2 yang terbuka dan penuh
perhatian menemukan tempat bagi kaum miskin
dan membangun persahabatan dengan orang-orang
yang kurang beruntung dibandingkan mereka.
Dalam usahanya untuk hidup sesuai dengan ajaran
Injil, mereka ingat akan sabda Yesus :”Apa yang
kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-
saudaraKu yang paling hina ini. engkau telah
melakukannya untuk Aku (Mat 25:40)”. Dengan
cara yang sangat nyata, hidup mereka
menunjukkan apa yang diminta dari kita semua :
“Apabila engkau mengadakan perjamuan siang

136
atau perjamuan malam, janganlah engkau
mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-
saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-
tetanggamu yang kaya, karena mereka akan
membalasnya dengan mengundang engkau pula
dan dengan demikian engkau mendapat balasnya.
Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan,
undanglah orang-orang miskin, orang-orang cacat,
orang-orang lumpuh dan orang-orang buta, dan
engkau akan bahagia” (Luk 14:12-14). Engkau
akan diberkati! Inilah rahasia dari keluarga
bahagia.

184. Melalui kesaksian mereka dan juga melalui


kata-katanya, keluarga-keluarga berbicara kepada
keluarga-keluarga lain tentang Yesus. Mereka
meneruskan iman, mereka membangkitkan
kerinduan akan Allah dan mereka memantulkan
keindahan Injil dan jalan hidupnya. Perkawinan
kristiani dengan demikian menghidupkan
masyarakat lewat kesaksian mereka tentang
persaudaraan, keprihatinan sosial mereka, keterus-
terangan mereka mewakili orang-orang yang
kurang beruntung, iman mereka yang bersinar dan
harapan mereka yang hidup. Kesuburan mereka
menyebar melalui berbagai jalan sehingga kasih
Allah benar-benar hadir di dalam masyarakat.

Membeda-bedakan tubuh

185. Sejalan dengan itu, kita juga berbuat baik


dengan menganggap serius ayat Injil yang biasanya
diinterpretasikan di luar konteksnya atau menurut
anggapan umum, dengan resiko mengabaikan
makna langsung dan segera yang nyata-nyata
bersifat sosial. Saya berbicara tentang 1 Kor 11:17-
34, di mana Santo Paulus menghadapi situasi yang
memalukan di dalam komunitasnya. Anggota yang

137
lebih kaya cenderung mendiskriminasikan anggota
yang lebih miskin, dan terbawa bahkan dalam
jamuan agape yang mengikuti perayaan Ekaristi.
Sementara yang kaya menikmati makanannya,
yang miskin hanya melihat dan pergi dengan lapar.
“Hingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.
Apakah kamu tidak mempunyai rumah sendiri
untuk makan dan minum? Atau maukah kamu
menghinakan Jemaat Allah atau memalukan orang-
orang yang tidak mempunyai apa-apa? (bdk ayat
21-22).

186. Ekaristi menuntut kita agar menjadi anggota


dari satu tubuh Gereja. Mereka yang menyambut
Tubuh dan Darah Kristus tidak boleh melukai
sesama tubuh dengan menciptakan perbedaan yang
memalukan dan pembagian diantara anggota-
anggotanya. Ini yang dimaksudkan dengan
“membeda-bedakan” (discern) tubuh Tuhan, untuk
mengakuinya dengan iman dan amal baik dalam
peristiwa sakramental maupun di dalam komunitas;
mereka yang gagal melakukan itu, yaitu makan dan
minum tanpa mengakui tubuh Tuhan,
mendatangkan hukuman atas dirinya sendiri. (bdk
ayat 29). Jadi perayaan Ekaristi itu selalu
merupakan undangan bagi semua orang “untuk
menguji dirinya sendiri (ayat 28), dan untuk
membuka pintu-pintu para keluarga bagi
persaudaraan yang lebih luas dengan mereka yang
kurang beruntung, dan dengan demikian menerima
sakramen kasih Ekaristi yang membuat kita
menjadi satu tubuh. Kita tidak boleh lupa bahwa
“sifat ‘mistis’ dari sakramen ini mempunyai ciri
sosial”. 207 Jika mereka yang menerimanya dan
kemudian menutup matanya terhadap yang miskin
dan menderita, atau menyetujui macam-macam
bentuk pemecah-belahan, penghinaan dan ketidak-
setaraan, maka Ekaristi yang diterimanya menjadi

138
tidak berarti. Sebaliknya, keluarga-keluarga yang
menempatkan dan menerima ekaristi ini dengan
pantas dan teratur, akan menguatkan keinginannya
akan persaudaraan, kesadaran sosial dan
komitmennya terhadap mereka yang
membutuhkan.

KEHIDUPAN DI DALAM KELUARGA YANG


LEBIH LUAS

187. Keluarga inti perlu berinteraksi dengan


keluarga yang lebih besar yang terdiri dari orang
tua, paman dan bibi, saudara sepupu, bahkan para
tetangga. Keluarga besar ini mungkin mempunyai
anggota yang memerlukan pertolongan, atau
sekurang-kurangnya persahabatan dan kasih
sayang, atau hiburan dalam kesusahan.208
__________
207 BENEDICT XVI, Encyclical Letter Deus Caritas Est (25
December 2005), 14: AAS 98 (2006), 228.
208 Cf. Relatio Finalis 2015, 11.
Individualisme yang begtu menonjol dewasa ini
dapat membawa pada pembentukan sarang-sarang
keamanan yang sempit, di mana orang lain dilihat
sebagai gangguan atau ancaman. Tetapi,
pemisahan yang demikian, tidak dapat memberikan
kedamaian ataupun kegembiraan yang lebih besar,
malahan, membatasi hati dari sebuah keluarga dan
membuat kehidupannya menjadi lebih sempit.

Menjadi anak laki-laki dan perempuan

188. Pertama-tama mari kita pikirkan tentang


orang tua kita. Yesus mengatakan kepada kaum
Farisi bahwa mengabaikan orang tua masing-
masing adalah bertentangan dengan hukum Allah
(bdk Mrk 7:8-13). Kita ingat bahwa masing-masing
dari kita adalah anak laki-laki atau perempuan. Jika

139
seseorang telah menjadi dewasa, atau orang yang
dianggap tua, bahkan jika seseorang telah menjadi
orang tua, atau jika seseorang menduduki posisi
yang penting, di bawah semua itu masih ada
identitas sebagai seorang anak. Kita semua adalah
anak-anak laki-laki dan perempuan. Dan hal ini
selalu membawa kita kembali pada kenyataan
bahwa kita tidak menciptakan hidup kita sendiri,
tetapi kita menerimanya. Karunia kehidupan yang
begitu besar ini adalah karunia yang pertama kita
terima.

189. Karena itu, “perintah ke empat meminta anak-


anak … untuk menghormati ayah dan ibu mereka
(bdk Kel 20:12). Perintah ini muncul segera setelah
perintah lain yang berhubungan dengan Allah
sendiri. Tentunya, ini berhubungan dengan sesuatu
yang kudus, sesuatu yang bersifat ilahi, sesuatu
yang merupakan dasar dari semua cara menghargai
orang. Pesan Injil tentang perintah keempat ini
dilanjutkan dengan mengatakan `supaya lanjut
umurmu di tanah yang diberi kan Tuhan, Allahmu,
kepadamu`.

Hubungan yang baik antar generasi merupakan


jaminan untuk masa depan dan juga merupakan
jaminan bagi suatu masyarakat yang betul-betul
manusiawi. Suatu masyarakat dengan anak-anak
yang tidak menghormati orang tuanya adalah
masyarakat tanpa kehormatan... Ini adalah
masyarakat yang ditentukan untuk diisi dengan
orang-orang yang sombong dan serakah”.210

190. Bagaimanapun, ada sisi lain dari koin.


Sebagaimana Sabda Allah mengatakan kepada kita,
“seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan
ibunya” (Kej 2:24). Hal ini tidak selalu terjadi, dan
sebuah perkawinan menjadi terhambat karena

140
kegagalan melakukan ini sebagai suatu
pengorbanan dan penyerahan diri yang diperlukan.
Orangtua tidak boleh ditinggalkan atau diabaikan,
namun perkawinan itu sendiri menuntut kalau
mereka “ditinggalkan”, supaya keluarga baru itu
dapat menjadi perapian keluarga sejati, suatu
tempat keamanan, harapan dan rencana masa
depan, dan pasangan itu dapat benar-benar menjadi
“satu daging” (ibid). Di dalam sejumlah
perkawinan, satu pasangan menjaga rahasia
terhadap pasangannya, mempercayakan rahasia
tersebut hanya kepada orangtuanya. Akibatnya,
pendapat dari orangtuanya menjadi lebih penting
daripada perasaan dan pendapat pasangannya.
Situasi
__________
210 Catechesis (11 February 2015): L’Osservatore Romano, 12
February 2015, p. 8.
seperti ini tidak dapat belangsung terus, dan
walaupun memerlukan waktu, kedua pasangan
perlu berusaha untuk tumbuh dalam kepercayaan
dan komunikasi. Perkawinan menantang suami dan
isteri menemukan cara-cara baru menjadi putera
dan puteri.

Kaum Lanjut Usia

191. “Janganlah membuang aku pada masa tuaku,


janganlah meninggalkan aku apabila kekuatanku
habis” (Mzm 71:9). Ini adalah permohonan kaum
lanjut usia, yang takut dilupakan dan ditolak. Sama
seperti Allah meminta kita menjadi alatNya
mendengarkan jeritan kaum miskin, demikian pula
Ia mau kita mendengarkan jeritan kaum lanjut
usia.211 Hal ini mewakili tantangan bagi keluarga
dan komunitas, karena “Gereja tidak dapat dan
tidak mau menuruti mentalitas tidak sabar,
semacam ketidak-pedulian dan penghinaan,

141
terhadap usia lanjut. Kita harus membangkitkan
kembali kesadaran kolektif rasa syukur, apresiasi,
keramah-tamahan, yang membuat kaum lanjut usia
merasa seperti menjadi bagian hidup komunitas.
Para lanjut usia kita adalah pria dan wanita, ayah
dan ibu, yang telah hadir sebelum kita di jalan kita
sendiri, di dalam rumah kita, di dalam pertempuran
sehari-hari memperjuangkan hidup yang
berharga”. 212
Sesungguhnya, “betapa saya
menghendaki sebuah Gereja yang menantang
budaya membuang dengan suatu sukacita yang
mengalir dari rangkulan baru antara orang muda
dan orang tua!” 213

192. Santo Yohanes Paulus II meminta kita untuk


bersikap peduli terhadap peran kaum lanjut usia di
dalam keluarga kita, karena terdapat budaya
dimana, “khususnya di dalam bangkitnya
perkembangan industri dan perkotaan yang tidak
benar, di masa lalu dan sekarang yang telah
menyingkirkan kaum lanjut usia dengan cara-cara
yang tidak dapat diterima”.214 Kaum lanjut usia
menolong kita mengapresiasi “kesinambungan
generasi”, lewat “karisma menjembatani jurang
pemisah” mereka.215 Sangat sering terjadi para
kakek-nenek yang memastikan bahwa nilai yang
paling penting diteruskan ke cucu-cucu mereka,
dan “banyak orang dapat bersaksi bahwa mereka
berhutang inisiasi mereka masuk dalam kehidupan
Kristiani kepada kakek-nenek mereka”.216
Perkataan, kasih sayang atau kehadiran mereka
semata menolong anak-anak menyadari bahwa
sejarah tidak bermula dari diri mereka, bahwa
mereka sekarang adalah bagian dari peziarahan
yang sudah tua dan bahwa mereka perlu
menghormati semua yang telah hadir sebelum
mereka. Orang yang ingin memutuskan semua
ikatan dengan masa lalu tentu akan sulit untuk

142
membangun relasi yang stabil dan untuk menyadari
bahwa realitas itu lebih besar daripada diri mereka
sendiri. “Perhatian kepada kaum lanjut usia
membuat perbedaan dalam masyarakat. Apakah
masyarakat menunjukkan kepedulian bagi para
lanjut usia? Tersediakah ruang bagi kaum lanjut
usia? Masyarakat seperti itu akan bergerak maju
bila ia menghormati kaum lanjut usia”.217
__________
214 Apostolic Exhortation Familiaris Consortio, 27 (22
November 1981): AAS 74 (1982), 113.
215 Id., Address to Participants in the “International Forum
on Active Aging” (5 September 1980), 5: Insegnamenti
III/2 (1980), 539.
216 Relatio Finalis 2015, 18.
217 Catechesis (4 March 2015): L’Osservatore Romano, 5
March 2015, p. 8.
193. Hilangnya ingatan sejarah merupakan suatu
kelemahan serius dalam masyarakat kita. Suatu
mentalitas yang hanya dapat berkata, “Dulu ya
dulu, sekarang ya sekarang”, pada dasarnya bersifat
tidak matang. Mengetahui dan menilai peristiwa
masa lalu merupakan satu-satunya cara untuk
membangun masa depan yang bermakna. Ingatan
itu penting bagi pertumbuhan: “Ingatlah akan masa
yang lalu” (Ibr 10:32). Dengan mendengarkan para
lanjut usia menceritakan kisah mereka adalah baik
bagi anak-anak dan orang-orang muda; hal itu
membuat mereka merasa tersambungkan kepada
sejarah hidup keluarga mereka, para tetangga
mereka dan negara mereka. Keluarga yang gagal
menghormati dan memelihara kakek-neneknya,
yang merupakan ingatan hidup mereka, sudah
mengalami kemerosotan, sementara keluarga yang
mengingat mereka memiliki masa depan. “Suatu
masyarakat yang tidak memiliki ruang bagi para
lanjut usia atau membuang mereka karena mereka
membuat masalah, mempunyai suatu virus yang
mematikan”.218 “Hal itu merupakan suatu robekan

143
dari akarnya”.219 Pengalaman kontemporer kita
menjadi yatim-piatu sebagai akibat diskontinuitas
budaya, tercabutnya dan runtuhnya kepastian-
kepastian yang membentuk kehidupan kita,
menantang kita untuk membuat keluarga kita
menjadi tempat di mana anak-anak dapat
membenamkan akarnya di tanah yang kaya akan
sejarah kolektif.

218 Ibid.
219 Address at the Meeting with the Elderly (28 September
2014): L’Osservatore Romano, 29-30 September 2014, p. 7.

Menjadi Saudara dan Saudari

194. Hubungan antara saudara dan saudari


diperdalam dengan berjalannya waktu, dan "ikatan
persaudaraan yang terbentuk antar anak di dalam
keluarga, jika digabungkan dengan suasana
pendidikan keterbukaan bagi orang lain, adalah
sekolah yang hebat di bidang kebebasan dan
perdamaian. Dalam keluarga, kita belajar
bagaimana hidup bersatu. Mungkin kita tidak
selalu berpikir tentang hal ini, namun keluarga itu
sendiri memperkenalkan persaudaraan kepada
dunia. Dari pengalaman awal tentang persaudaraan
ini, dipupuk lagi dengan kasih sayang dan
pendidikan di rumah, gaya persaudaraan ini
memancar seperti suatu janji kepada seluruh
masyarakat."220

195. Bertumbuh bersama saudara dan saudari


menjadikan pengalaman yang indah tentang
memperhatikan dan membantu satu sama lain.
Karena "persaudaraan dalam keluarga sangat
terpancar ketika kita melihat perawatan, kesabaran,
kasih sayang yang melingkupi adik kecil yang

144
lemah, sakit atau cacat"221. Harus diakui bahwa
"memiliki saudara atau saudari yang mencintai
Anda adalah pengalaman yang mendalam,
berharga dan unik "222. Anak-anak perlu sabar
diajarkan untuk memperlakukan satu sama lain
sebagai saudara dan saudari. Pelatihan yang cukup
menuntut ini, adalah sekolah yang

__________
220 Catechesis (18 February 2015): L’Osservatore Romano, 19
February 2015, p. 8.
221 Ibid.
222 Ibid.

benar untuk bersosialisasi. Di sejumlah negara, di


mana sudah lazim untuk memiliki hanya satu anak,
pengalaman menjadi seorang saudara atau saudari
ini lebih sedikit dan lebih jarang. Bilamana
mungkin terjadi hanya memiliki satu anak, harus
ditemukan cara untuk memastikan anak itu tidak
tumbuh sendiri atau terisolasi.

Sebuah Hati yang Besar

196. (KELUARGA BESAR) Selain lingkaran


kecil pasangan dan anak-anaknya, ada lagi
keluarga besar, yang tidak dapat diabaikan.
Benarlah, “kasih antara suami dan isteri dan, dalam
penjabaran yang lebih luas, kasih antara anggota
dari keluarga yang sama – antara orangtua dan
anak, saudara laki-laki dan saudara perempuan dan
semua sanak famili dan anggota rumahtangga –
diberi kehidupan dan penopang kehidupan dengan
dinamisme di dalam yang tak pernah berhenti yang
membawa keluarga ke dalam komuni yang lebih
dalam dan lebih intens lagi, yang menjadi dasar dan
jiwa komunitas perkawinan dan keluarga”.223
Teman-teman dan keluarga-keluarga lain adalah

145
bagian dari keluarga besar ini, begitu juga
komunitas keluarga-keluarga yang menyokong
satu sama lain di dalam kesulitan mereka,
komitmen sosial dan iman mereka.

197. Keluarga yang lebih besar ini haruslah


menyediakan kasih dan dukungan bagi ibu-ibu
muda, anak-anak tanpa orangtua, ibu-ibu tunggal
yang ditinggalkan mengurus anak-anaknya, orang-
orang dengan kecacadan yang memerlukan rasa
sayang dan kedekatan khusus, orang-orang muda
yang bergumul dengan adiksi, mereka yang tidak
menikah, orang-orang yang berpisah atau janda-
janda yang hidup sendiri, dan para lanjut usia dan
mereka yang lemah yang tidak mendapatkan
sokongan dari anak-anaknya. Keluarga juga harus
merangkul “bahkan mereka yang telah membuat
kehancuran hidup mereka”.224 Keluarga yang lebih
luas ini dapat membantu memperbaiki kekurangan-
kekurangan orangtua, mendeteksi dan melaporkan
situasi-situasi yang mungkin terjadi di mana anak-
anak mengalami kekerasan dan bahkan pelecehan,
dan menyediakan stabilitas kasih dan keluarga
menyeluruh di dalam kasus-kasus ketika orangtua
terbukti tidak mampu melakukannya.

198. Akhirnya, kita tidak dapat melupakan bahwa


keluarga yang lebih besar ini mencakup ayah
mertua, ibu mertua dan semua sanak famili dari
pasangan. Satu aspek kasih yang sangat halus
adalah belajar untuk tidak melihat sanak famili ini
sebagai pesaing, ancaman atau penyusup. Kesatuan
perkawinan menuntut rasa hormat bagi tradisi dan
kebiasaan-kebiasaan mereka, suatu usaha untuk
memahami bahasa mereka dan menahan diri dari
sifat mengkritik, memperhatikan mereka dan
menyayangi mereka sambil mempertahankan
privasi dan kemandirian yang sepatutnya dimiliki

146
pasangan. Kesediaan melakukan hal tersebut
merupakan juga suatu ekspresi yang baik sekali
akan kasih yang murah hati kepada pasangannya.

BAB ENAM
BEBERAPA PANDANGAN PASTORAL

199. Dialog yang berlangsung selama Sinode


mengangkat perlunya metode-metode pastoral
yang baru. Saya akan coba menyebutkan beberapa
dengan cara yang sangat umum. Setiap komunitas
perlu mengelaborasi inisiatif yang lebih praktis dan
efektif dengan menghormati baik ajaran Gereja
maupun masalah dan kebutuhan lokal. Tanpa
meng-klaim telah menyajikan rencana pastoral
keluarga, saya ingin merefleksikan beberapa
tantangan pastoral yang lebih penting.

MEWARTAKAN INJIL KELUARGA MASA


KINI

200. Para Bapa Sinode menekankan bahwa


keluarga kristiani, oleh kasih karunia sakramen
perkawinan, merupakan agen utama kerasulan
keluarga, terutama melalui "kesaksian mereka yang
penuh sukacita sebagai gereja domestik"225.
Konsekuensinya: "penting bahwa orang
mengalami Injil keluarga sebagai sukacita yang
'mengisi hati dan kehidupan', karena di dalam
Kristus kita telah 'dibebaskan dari dosa, kesedihan,

147
kekosongan batin dan kesepian' (Evangelii
Gaudium, 1). Seperti dalam perumpamaan tentang
penabur (lih. Mat 13: 3-9), kita dipanggil untuk
membantu menabur benih; selanjutnya adalah
pekerjaan Allah. Kita tidak boleh lupa juga bahwa,
dalam pengajaran Gereja tentang keluarga, Gereja
adalah suatu tanda kontradiksi"226. Pasangan
menikah bersyukur
______________
225 Relatio Synodi 2014, 30.
226 Ibid., 31.
bahwa pastor mereka menjunjung idealism tinggi
tentang cinta yang kuat, padat, berdaya-tahan dan
mampu mempertahankan mereka melewati
pencobaan apapun yang harus mereka menghadapi.
Gereja berkeinginan, dengan rendah hati dan kasih
sayang, menjangkau keluarga-keluarga dan
"menolong setiap keluarga untuk menemukan cara
terbaik mengatasi hambatan apapun yang ia
temukan"227. Tidaklah cukup untuk menunjukkan
kepedulian umum bagi keluarga dalam
perencanaan pastoral. Memampukan keluarga
untuk mengambil peran mereka sebagai agen aktif
kerasulan keluarga untuk melakukan "suatu upaya
evangelisasi dan katekese di dalam keluarga"228.

201. "Upaya ini memanggil untuk perubahan


misionaris oleh siapa saja di dalam Gereja, yaitu,
mereka yang tidak puas untuk mewartakan pesan
yang teoritis melulu tanpa adanya hubungan
dengan masalah nyata umat manusia".229.
Pendampingan pastoral bagi keluarga "perlu
membuatnya menjadi jelas bahwa Injil keluarga
berespon terhadap harapan terdalam pribadi
manusia: suatu respon terhadap martabat setiap
orang dan pemenuhan timbal balik, persekutuan
dan keberbuahan. Hal ini bukan hanya terdiri dari
penyajian seperangkat aturan, tetapi mengusulkan

148
nilai-nilai yang jelas diperlukan saat ini, bahkan di
negara-negara yang paling sekuler sekalipun.230.
Para Bapa Sinode juga "menyoroti kenyataan
bahwa penginjilan perlu mengecam tanpa ragu

__________
227 Relatio Finalis 2015, 56.
228 Ibid., 89.
229 Relatio Synodi 2014, 32.
230 Ibid., 33

faktor-faktor budaya, sosial, politik dan ekonomi –


seperti penekanan kepentingan berlebihan yang
diberikan kepada logika pasar - yang mencegah
kehidupan keluarga otentik dan membawa kepada
diskriminasi, kemiskinan, pengucilan, dan
kekerasan. Oleh karena itu dialog dan kerjasama
perlu dipupuk dengan struktur sosial yang ada dan
dorongan yang diberikan pemerintah kepada kaum
awam yang terlibat, sebagai orang Kristiani, di
bidang budaya dan sosial-politik "231

202. "Sumbangan utama untuk pendampingan


pastoral keluarga ditawarkan oleh paroki, yang
merupakan keluarga dari banyak keluarga, di mana
komunitas-komunitas kecil, gerakan-gerakan
gerejani dan asosiasi-asosiasi hidup berdampingan
secara harmonis"232 Bersama dengan penjangkauan
pastoral yang ditujukan khusus bagi keluarga, hal
ini menunjukkan perlunya "suatu formasi yang
lebih memadai ... dari para imam, diakon,
rohaniwan dan rohaniwati, para katekis dan pekerja
pastoral lainnya"233. Dalam jawaban yang
diberikan pada konsultasi internasional, menjadi
jelas bahwa pelayanan yang tertahbis sering kurang
dibekali dengan pelatihan yang dibutuhkan untuk
menangani masalah-masalah kompleks saat ini

149
yang dihadapi oleh keluarga. Kita juga boleh
belajar dari pengalaman para imam-imam Gereja
Timur yang hidup berkeluarga.

__________
231 Relatio Synodi 2014. 3238.
232 Relatio Finalis 2015, 77.
233 Ibid., 61. 154
203. Para seminaris harus menerima interdisiplin
ilmu yang lebih luas, dan bukan hanya doktrin,
formasi di bidang pertunangan dan pernikahan.
Pelatihan bagi mereka ini tidak selalu
memungkinkan mereka untuk mengeksplorasi latar
belakang psikologis dan afektif mereka sendiri.
Sebagian dari mereka berasal dari keluarga yang
bermasalah, ketiadaan orang tua dan kurangnya
stabilitas emosi. Perlu untuk memastikan bahwa
proses formasi dapat memungkinkan mereka untuk
mencapai kematangan dan keseimbangan
psikologis yang dibutuhkan untuk pelayanan
mereka di masa depan. Ikatan keluarga sangat
penting untuk memperkuat harga diri yang sehat.
Adalah penting bagi keluarga untuk menjadi bagian
dari proses seminari dan kehidupan imamat, karena
keluarga membantu untuk mengukuhkan kembali
hal-hal ini dan menjaga mereka berpijak dengan
kokoh dalam dunia nyata. Sangat perlu bagi para
seminaris untuk mengkombinasikan waktu mereka
di seminari dengan waktu mereka di paroki-paroki.
Di paroki mereka akan memiliki kontak yang lebih
besar dengan realitas konkrit kehidupan keluarga,
karena dalam pelayanan di masa depan, mereka
akan banyak berurusan dengan keluarga.
"Kehadiran orang awam, keluarga dan terutama
kehadiran wanita dalam formasi imam,
mempromosikan suatu apresiasi terhadap
perbedaan dan saling melengkapi dalam panggilan
Gereja yang berbeda-beda".234

150
204. Respon atas konsultasi juga mendesak
perlunya pelatihan bagi para pemimpin awam yang
dapat membantu dalam pelayanan pastoral
keluarga, dengan bantuan para guru dan konselor,
dokter keluarga dan dokter komunitas, pekerja
sosial, pendamping remaja dan keluarga, dan
menegaskan pada kontribusi psikologi, sosiologi,
terapi perkawinan serta konseling. Para
profesional, khususnya mereka yang memiliki
pengalaman praktis, membantu menjaga inisiatif
pastoral yang berdasar pada situasi nyata dan
keprihatinan nyata keluarga-keluarga. "Kursus-
kursus dan program-program, yang direncanakan
khusus untuk pekerja pastoral, dapat membantu
dengan mengintegrasikan program persiapan
perkawinan ke dalam dinamika kehidupan gerejani
yang lebih luas"235. Pelatihan pastoral yang baik
adalah penting "terutama mengingat situasi darurat
tertentu yang timbul dari kasus-kasus kekerasan
dan pelecehan seksual dalam rumah tangga”. 236.
Semua ini tidak mengurangi, melainkan
melengkapi nilai dasar pengarahan spiritual, harta
rohani Gereja yang kaya, dan Rekonsiliasi
sakramental.

MEMPERSIAPKAN PASANGAN YANG


BERTUNANGAN MENUJU PERKAWINAN

205. Para Bapa Sinode menyatakan dengan


beberapa cara bahwa kita perlu untuk membantu
orang muda menemukan martabat dan keindahan
perkawinan.237 Mereka harus dibantu untuk
memahami daya tarik dari penyatuan lengkap yang
mengangkat dan menyempurnakan dimensi sosial
dari eksistensi, memberikan makna terdalam
seksualitas, dan memberi manfaat bagi anak-anak

151
dengan cara memberikan konteks terbaik bagi
pertumbuhan dan perkembangan mereka.

__________
237 Cf. Relatio Synodi 2014, 26.
206. "Kompleksitas masyarakat saat ini dan
berbagai tantangan yang dihadapi keluarga
membutuhkan upaya yang lebih besar di pihak
seluruh komunitas Kristiani dalam mempersiapkan
mereka yang akan menikah. Pentingnya nilai-nilai
luhur perlu disertakan. Di antaranya, bertarak
terbukti sangat bernilai bagi pertumbuhan cinta
yang murni di antara dua pribadi. Dalam hal ini,
para para Bapa Sinode setuju bahwa adanya
kebutuhan untuk melibatkan seluruh masyarakat
lebih ekstensif lagi dengan menekankan kesaksian
dari keluarga itu sendiri dan dengan menempatkan
dasar persiapan perkawinan di dalam proses inisiasi
Kristiani dengan menampilkan hubungan antara
perkawinan, pembaptisan dan sakramen-sakramen
lainnya. Para Bapa Sinode juga berbicara tentang
perlunya program khusus tentang persiapan
perkawinan yang ditujukan untuk memberikan
kepada pasangan pengalaman berpartisipasi dalam
kehidupan gerejani dan pengenalan lengkap
tentang berbagai aspek kehidupan keluarga".238

207. Saya mendorong komunitas Kristiani untuk


mengenali manfaat besar yang mereka sendiri
terima lewat kegiatan mendukung pasangan yang
bertunangan ketika mereka tumbuh di dalam kasih.
Seperti yang diamati oleh uskup-uskup Italia,
pasangan demikian merupakan "sumber daya yang
berharga karena, ketika mereka dengan tulus
berkomitmen untuk bertumbuh dalam kasih dan
pemberian-diri, mereka dapat membantu
memperbaharui seluruh jalinan tubuh Gereja.
Bentuk persahabatan mereka yang istimewa itu

152
dapat menular dan mendorong pertumbuhan
persahabatan serta persaudaraan di dalam
komunitas Kristiani di mana mereka adalah bagian
daripadanya".239 Ada sejumlah cara yang absah
untuk menyusun program persiapan perkawinan,
dan masing-masing Gereja lokal akan
membanding-bandingkan bagaimana (discern) cara
terbaik untuk menyediakan formasi yang cocok
tanpa menjauhkan generasi muda dari sakramen
tersebut. Mereka tidak perlu diajari dengan seluruh
materi Katekismus atau ditimbuni dengan terlalu
banyak informasi. Di sini juga, "tentu bukan
pengetahuan yang besar, melainkan kemampuan
untuk merasakan dan menikmati hal-hal batin yang
mencukupkan dan memuaskan bagi jiwa".240
Kualitas lebih penting daripada kuantitas, dan
prioritas harus diberikan - bersamaan dengan
pewartaan kerygma yang diperbaharui – menuju
penyampaian informasi yang menarik dan
bermanfaat yang dapat membantu pasangan untuk
menjalani sisa hidup mereka bersama-sama
"dengan keberanian besar dan kemurahan hati"241.
Persiapan Perkawinan harus menjadi semacam
"inisiasi" menuju ke sakramen perkawinan,
menyediakan bagi pasangan bantuan yang mereka
butuhkan untuk menerima sakramen dengan layak
dan untuk membuat awal hidup yang solid sebagai
sebuah keluarga.

__________
238 Ibid., 39.
239 ITALIAN BISHOPS’ CONFERENCE, Episcopal
Commission on Family and Life, Orientamenti pastorali
sulla preparazione al matrimonio e alla famiglia (22
October 2012), 1.
240 IGNATIUS OF LOYOLA, Spiritual Exercises, Annotation
2.
241 Ibid., Annotation 5.

153
208. Dengan bantuan keluarga-keluarga
misionaris, keluarga pasangan itu sendiri dengan
berbagai sumber daya pastoral, berbagai cara
234 Ibid.
235 Ibid.
236 Ibid.
234 Ibid.
235 Ibid.
236 Ibid.

harus ditemukan untuk menawarkan persiapan


jarak jauh yang, atas contoh dan nasihat yang baik,
dapat membantu cinta mereka untuk tumbuh
menjadi matang. Kelompok-kelompok diskusi dan
seminar-seminar pilihan dengan berbagai topik
yang benar-benar diminati orang-orang muda juga
terbukti dapat membantu. Demikian pula, sejumlah
pertemuan individual tetap penting, karena tujuan
utama adalah untuk membantu masing-masing
belajar bagaimana mencintai orang yang benar-
benar nyata ini yang dengannya ia berencana untuk
berbagi seluruh hidupnya. Belajar untuk mencintai
seseorang tidak terjadi secara otomatis, juga tidak
bisa diajarkan dalam lokakarya sebelum upacara
perkawinan. Untuk setiap pasangan, persiapan
perkawinan sudah dimulai sejak lahir. Apa yang
mereka terima dari keluarga seharusnya
mempersiapkan mereka untuk mengetahui diri
sendiri sekaligus membuat komitmen penuh dan
pasti. Mereka yang paling disiapkan untuk menikah
mungkin sekali mereka yang belajar apakah
pernikahan Kristiani itu dari orang tua mereka
sendiri, yang memilih satu sama lain tanpa syarat
dan setiap hari memperbaharui keputusan itu.
Dalam hal ini, inisiatif pastoral ditujukan untuk
membantu pasangan suami istri bertumbuh dalam
kasih dan dalam Injil keluarga juga membantu
anak-anak mereka, dengan mempersiapkan mereka

154
bagi kehidupan perkawinan mereka di kemudian
hari. Kita tidak boleh meremehkan nilai pastoral
praktek keagamaan tradisional. Sebagai contoh:
Saya berpikir tentang Hari Valentin; di beberapa
negara, kepentingan komersial lebih cepat melihat
potensi dari perayaan ini daripada kita di dalam
Gereja.

209. Persiapan yang tepat waktu bagi pasangan


yang bertunangan oleh komunitas paroki harus pula
membantu mereka untuk mengenali berbagai
masalah serta risiko yang akan muncul. Dengan
cara ini, mereka dapat menyadari hikmatnya
putusnya suatu hubungan yang kegagalan dan
keadaan menyakitkan sesudahnya sudah dapat
diramalkan. Dalam ketertarikan awal mereka satu
sama lain, pasangan dapat mencoba
menyembunyikan atau membuat relatif hal-hal
tertentu dan menghindari perbedaan pendapat; baru
kemudian masalah-masalah muncul ke permukaan.
Dengan alasan itu maka mereka harus didorong
dengan kuat untuk membicarakan apa yang mereka
harapkan dari perkawinan, apa yang mereka
pahami tentang cinta dan komitmen, apa yang
masing-masing inginkan dari yang lain dan
kehidupan seperti apa yang mereka ingin bangun
bersama-sama. Diskusi seperti itu akan membantu
mereka untuk melihat apakah mereka sebenarnya
hanya memiliki sedikit kesamaan dan menyadari
bahwa rasa saling tertarik saja tidak akan cukup
untuk menjaga mereka bersama-sama. Tidak ada
yang lebih mudah menguap, tidak pasti dan tak
terduga daripada hasrat. Keputusan untuk menikah
tidak boleh dipaksakan kecuali jika pasangan itu
telah mempertimbangkan alasan-alasan lebih
dalam yang akan memastikan komitmen yang sejati
dan stabil.

155
210. Dalam hal apapun, jika salah satu orang
dengan jelas mengenali titik-titik lemah
pasangannya, ia perlu memiliki kepercayaan
realistis dalam kemungkinannya menolong
mengembangkan hal-hal baik guna
mengimbanginya, dan dengan cara ini memupuk
pertumbuhan manusiawi mereka. Hal ini
memerlukan kesediaan untuk menghadapi
pengorbanan, masalah dan situasi konflik yang
akan datang; ia menuntut suatu keputusan kuat
untuk siap menghadapi hal tersebut. Pasangan
harus mampu mendeteksi tanda-tanda bahaya
dalam hubungan mereka dan menemukan, sebelum
hari pernikahan, cara-cara efektif menyikapinya.
Sayangnya, banyak pasangan menikah tanpa benar-
benar mengenal satu sama lain. Mereka telah
menikmati pertemanan satu sama lain dan
melakukan banyak hal bersama-sama, tapi belum
pernah menghadapi tantangan yang
mengungkapkan diri mereka sendiri dan berupaya
untuk mengetahui siapa sesungguhnya orang lain
itu.

211. Persiapan perkawinan baik jangka pendek


maupun jangka panjang harus memastikan bahwa
pasangan tidak melihat upacara perkawinan
sebagai ujung perjalanan, tapi sebaliknya memulai
perjalanan perkawinan sebagai panggilan seumur
hidup yang berdasarkan keputusan yang kokoh dan
realistis untuk menghadapi semua cobaan dalam
saat-saat yang sulit bersama-sama. Pendampingan
pastoral bagi pasangan yang bertunangan dan yang
menikah harus berpusat pada ikatan perkawinan,
membantu pasangan tidak hanya untuk
memperdalam cinta mereka, tetapi juga untuk
mengatasi masalah dan kesulitan. Hal ini bukan
hanya membantu mereka menerima ajaran Gereja
dan mendapatkan jalan menuju sumber dayanya

156
yang berharga, tetapi juga menawarkan program-
program praktis, nasihat yang baik, strategi yang
telah terbukti dan bimbingan psikologis. Semua ini
adalah panggilan bagi pedagogi kasih yang
diselaraskan dengan perasaan dan kebutuhan
orang-orang muda dan mampu membantu mereka
untuk bertumbuh di dalam. Persiapan perkawinan
juga harus menyediakan bagi pasangan nama-nama
tempat, orang-orang dan jasa yang dapat mereka
hubungi ketika timbul masalah. Penting pula untuk
mengingatkan mereka tentang tersedianya
Sakramen Rekonsiliasi yang memungkinkan
mereka untuk membawa d0sa-dosa mereka dan
kesalahan-kesalahan masa lalu, serta hubungan
antar mereka sendiri, di hadapan Allah, dan
sebaliknya mereka akan menerima
pengampunanNya yang maharahim serta kekuatan
penyembuhan.

Persiapan Perayaan

212. Persiapan jangka pendek untuk menikah


cenderung terpusat pada undangan, pakaian, pesta
dan sejumlah hal terperinci lainnya yang cenderung
menguras tidak hanya anggaran tetapi juga tenaga
dan sukacita. Pasangan datang ke upacara
perkawinan dengan rasa lelah dan kehabisan daya,
dan bukannya memiliki fokus serta siap untuk
langkah besar yang akan mereka ambil. Preokupasi
serupa terhadap perayaan besar juga
mempengaruhi penyatuan de facto; karena banyak
biaya terlibat, pasangan, bukannya mementingkan
kasih mereka di atas segalanya dan
mempertunjukkannya di hadapan banyak orang
lain, menjadi tidak pernah menikah. Ijinkan saya
menyampaikan pesan kepada orang-orang yang
bertunangan. Milikilah keberanian untuk menjadi
berbeda. Jangan biarkan dirimu ditelan oleh

157
masyarakat konsumtif dan penampilan yang
kosong. Yang penting adalah kasih yang anda
bagikan, diperkuat dan dikuduskan oleh kasih
karunia Allah. Anda sanggup untuk memilih
perayaan yang lebih ekonomis dan sederhana di
mana cinta lebih dipentingkan di atas segala
sesuatu lainnya. Pekerja pastoral dan seluruh
masyarakat dapat membantu membuat prioritas ini
menjadi norma dan bukan sesuatu yang dianggap
tidak lazim.

213. Dalam persiapan mereka untuk menikah,


pasangan harus didorong untuk membuat perayaan
liturgi menjadi pengalaman pribadi yang
mendalam serta untuk menghargai arti dari setiap
tanda di dalamnya. Dalam kasus dua orang yang
dibaptis, komitmen yang dinyatakan dengan kata-
kata persetujuan dan penyatuan tubuh yang
menyempurnakan perkawinan hanya dapat dilihat
sebagai tanda perjanjian cinta dan kesatuan antara
Putera Allah yang berinkarnasi dan Gereja-Nya. Di
dalam diri orang-orang yang dibaptis, kata-kata dan
tanda-tanda menjadi bahasa iman yang fasih.
Tubuh, yang diciptakan dengan arti yang diberikan
Allah, “menjadi bahasa para pelayanan sakramen,
sambil menyadari bahwa di dalam perjanjian
perkawinan terdapat misteri yang dinyatakan dan
disadari yang mempunyai asal mula dari Allah
sendiri".242

__________
242 JOHN PAUL II, Catechesis (27 June 1984), 4:
Insegnamenti VII/1 (1984), 1941.

214. Kadang-kadang, pasangan tidak memahami


arti teologis dan spiritual kata-kata persetujuan,
yang menerangi arti dari semua tanda-tanda yang
mengikutinya. Perlu ditekankan bahwa kata-kata

158
ini tidak dapat dikurangi hingga saat ini; kata-kata
itu melibatkan totalitas yang meliputi masa depan:
"sampai kematian memisahkan kita". Isi kata-kata
persetujuan menjelaskan bahwa "kebebasan dan
kesetiaan tidak berlawanan satu sama lain; mereka
saling mendukung, baik dalam hubungan
interpersonal maupun sosial. Oleh karena itu
marilah kita memperhatikan kerusakan yang
timbul, di dalam budaya komunikasi global kita,
dengan makin meningkatnya janji yang tidak
ditepati…Dengan menghormati perkataan
seseorang, kesetiaan kepada janjinya: hal-hal ini
adalah perkara yang tidak bisa dibeli dan dijual.
Mereka tidak dapat dipaksakan dengan kekuatan
atau dipertahankan tanpa pengorbanan”. 243

215. Uskup dari Kenya pernah mengamati bahwa


"banyak [orang-orang muda] berkonsentrasi pada
hari pernikahan mereka dan lupa akan komitmen
seumur hidup yang akan segera mereka masuki
".244 Mereka perlu didorong untuk memahami
bahwa sakramen bukan sebagai suatu kejadian
tunggal yang kemudian menjadi bagian dari masa
lalu beserta kenangannya, tetapi lebih sebagai
realitas yang secara permanen mempengaruhi
seluruh kehidupan rumah tangga245. Makna
prokreasi dari seksualitas, bahasa tubuh, dan
__________
243 Catechesis (21 October 2015): L’Osservatore Romano, 22
October 2015, p. 12.
244 KENYA CONFERENCE OF CATHOLIC BISHOPS,
Lenten Message (18 February 2015).
245 Cf. PIUS XI, Encyclical Letter Casti Connubii (31
December 1930): AAS 22 (1930), 583.
tanda-tanda cinta yang ditunjukkan sepanjang
hidup perkawinan, semua itu menjadi sebuah
"kesinambungan bahasa liturgis yang tak terputus-
putus" dan "kehidupan perkawinan dalam arti
tertentu menjadi bersifat liturgis" 246.

159
216. Pasangan juga dapat merenungkan bacaan
Alkitab dan makna cincin yang akan mereka
pertukarkan dan tanda-tanda lain yang menjadi
bagian dari ritual. Adalah tidak baik bagi mereka
bila tiba di tempat upacara pernikahan tanpa berdoa
bersama-sama, yang satu mendoakan yang lainnya,
untuk mencari pertolongan Allah agar tetap setia
dan murah hati, untuk bersama-sama bertanya
kepada Tuhan apa yang Dia inginkan dari mereka,
dan untuk menguduskan cinta mereka di hadapan
simbol Bunda Maria. Mereka yang membantu
mempersiapkan perkawinan mereka harus
membantu pasangan mengalami saat-saat doa yang
mana dapat membuktikan bahwa doa itu sangat
menguntungkan. "Liturgi perkawinan adalah
peristiwa unik, merupakan sebuah perayaan
keluarga dan juga perayaan komunitas. Mujizat
pertama dibuat Yesus dalam pesta perkawinan di
Kana. Anggur yang baik, yang dihasilkan dari
mujizat Yesus itu yang membawa sukacita kepada
permulaan sebuah keluarga baru, adalah anggur
baru dari perjanjian Kristus dengan pria dan wanita
semua usia.. Sering Pastor selebran sering
berbicara tentang mujizat Kana ini kepada jemaat
termasuk kepada orang-orang yang jarang
berpartisipasi dalam kehidupan Gereja, atau yang
berasal dari

__________
246 JOHN PAUL II, Catechesis (4 July 1984), 3, 6:
Insegnamenti VII/2 (1984), pp. 9, 10.
denominasi Kristen lainnya atau komunitas
religious lainnya. Dengan demikian kesempatan
tersebut memberikan peluang berharga untuk
mewartakan Injil Yesus Kristus"247

160
MENDAMPINGI TAHUN-TAHUN AWAL
HIDUP PERKAWINAN

217. Adalahal penting bahwa perkawinan dilihat


sebagai urusan kasih, di mana hanya mereka yang
bebas memilih dan mencintai satu sama lain yang
boleh menikah. Ketika cinta hanya sekedar daya
tarik fisik atau rasa sayang yang tidak jelas,
pasangan menjadi sangat mudah terlukai begitu
rasa sayang tadi berkurang atau daya tarik fisik
memudar. Mengingat hal ini sering terjadi,
sangatlah penting bila para pasangan dibantu
selama tahun-tahun awal hidup perkawinan mereka
guna memperkaya dan memperdalam keputusan
sadar dan bebas mereka untuk saling memiliki,
mempertahankan dan mencintai satu sama lain
seumur hidup. Seringkali masa pertunangan tidak
cukup lama, keputusan dipercepat karena berbagai
alasan, atau bahkan yang lebih bermasalah lagi,
pasangan itu sendiri tidak cukup matang. Oleh
karena itu, pasangan yang baru menikah tadi harus
menyelesaikan suatu proses yang semestinya
terjadi selama masa pertunangan mereka.

218. Tantangan besar lainnya persiapan


perkawinan adalah untuk membantu pasangan
menyadari bahwa perkawinan bukanlah sesuatu

__________
247 Relatio Finalis 2015, 59.

yang terjadi sekali lalu semua beres. Penyatuan


mereka adalah nyata dan tidak dapat diubah,
diteguhkan dan ditahbiskan oleh sakramen
perkawinan. Namun dalam mempersatukan
kehidupan mereka, pasangan diharapkan berperan
aktif dan kreatif di dalam suatu proyek seumur
hidup. Pandangan mereka sekarang harus

161
diarahkan ke masa depan yang, dengan bantuan
kasih karunia Allah, mereka setiap hari dipanggil
untuk membangun. Untuk alasan penting ini, satu
pasangan tidak boleh mengharapkan yang lainnya
untuk menjadi sempurna. Masing-masing harus
menepikan semua ilusi pribadi dan menerima
pasangannya apa adanya: sebagai suatu produk
yang belum selesai, yang perlu bertumbuh, suatu
pekerjaan yang sedang berjalan. Sikap kritis terus
menerus terhadap pasangan merupakan tanda
bahwa pernikahan tidak dimasukkan sebagai
proyek untuk dikerjakan bersama-sama, dengan
kesabaran, pengertian, toleransi dan kemurahan
hati. Perlahan tapi pasti, cinta itu akan tergantikan
dengan sikap terus menerus mempertanyakan dan
mengkritik, berkisar pada hal-hal baik dan buruk,
mengeluarkan ultimatum dan terlibat dalam
kompetisi serta pembelaan diri. Pasangan ini
kemudian terbukti tidak mampu membantu satu
sama lain untuk membangun penyatuan yang
matang. Fakta ini perlu disampaikan secara realistis
kepada pasangan yang baru menikah sejak
awalnya, sehingga mereka dapat menangkap
bahwa pernikahan itu "barulah awalnya saja".
Dengan mengatakan "saya mau", mereka baru
memulai suatu perjalanan yang mengharuskan
mereka untuk mengatasi semua rintangan yang
muncul di perjalanan mereka mencapai tujuan.
Berkat perkawinan yang mereka terima merupakan
anugerah dan insentif bagi perjalanan ini. Mereka
hanya bisa mendapatkan manfaat lewat duduk
bersama dan berbicara satu sama lain tentang
bagaimana, secara konkret, mereka berencana
untuk mencapai tujuan mereka.

219. Saya ingat pepatah lama: air tenang akan


menjadi tergenang dan tidak bermanfaat apa-apa.
Jika, pada tahun-tahun pertama pernikahan,

162
pengalaman cinta pasangan tersebut menjadi
stagnan, ia akan kehilangan rasa kegembiraan yang
seharusnya menjadi kekuatan pendorongnya. Cinta
orang muda butuh terus menari menuju masa depan
dengan harapan besar. Harapan adalah ragi yang,
pada tahun-tahun pertama pertunangan dan
pernikahan, memungkinkan untuk melihat
melampaui berbagai argumentasi, konflik dan
masalah serta untuk melihat hal-hal dalam
perspektif yang lebih luas. Ia mengekang
ketidakpastian dan keprihatinan kita sehingga
pertumbuhan dapat terjadi. Harapan juga meminta
kita hidup sepenuhnya di masa sekarang, memberi
semua untuk kehidupan keluarga, karena cara
terbaik untuk mempersiapkan masa depan yang
solid adalah dengan hidup baik di masa sekarang.

220. Proses ini terjadi dalam berbagai tahap yang


memerlukan kemurahan hati dan pengorbanan.
Rasa ketertarikan pertama yang kuat memberi jalan
kepada kesadaran bahwa pasanganku sekarang
menjadi bagian dari hidup saya. Kesenangan
menjadi milik satu sama lain ini membawa mereka
untuk melihat kehidupan sebagai proyek bersama,
menempatkan kebahagiaan pihak lain di depan
kebahagiaan saya sendiri, dan menyadari dengan
sukacita bahwa perkawinan ini memperkaya
masyarakat. Sementara cinta menjadi matang, ia
juga belajar untuk “berunding". Jauh dari rasa egois
atau hitung-hitungan, perundingan seperti itu
merupakan latihan kasih timbal balik, saling
memberi dan menerima, demi kebaikan keluarga.
Pada setiap tahap baru hidup perkawinan, perlu
untuk duduk bersama dan merundingkan lagi
berbagai persetujuan, sehingga tidak akan ada
pemenang dan pecundang, melainkan kedua-
duanya adalah pemenang. Di dalam keluarga,
keputusan tidak dapat dibuat secara sepihak, karena

163
masing-masing pasangan berbagi tanggung jawab
atas keluarga; namun masing-masing keluarga itu
unik dan setiap perkawinan akan menemukan cara
yang paling sesuai bagi mereka.

221. Di antara aneka penyebab retaknya


perkawinan adalah karena harapan yang terlampau
tinggi atas hidup perkawinan. Setelah menjadi jelas
bahwa realitas itu terbatas dan lebih sulit dari yang
dibayangan, solusinya bukanlah tergesa-gesa dan
tanpa tanggungjawab berpikir untuk berpisah,
melainkan sadarilah dengan tenang bahwa hidup
perkawinan adalah sebuah proses pertumbuhan, di
mana setiap pasangan menjadi alat Allah
membantu yang lainnya menjadi dewasa.
Perubahan, perbaikan, menumbuhkan kebaikan-
kebaikan yang hadir dalam setiap orang - semua ini
adalah mungkin. Setiap perkawinan adalah
semacam "sejarah keselamatan", berangkat dari
awal yang rapuh – terima kasih atas karunia Allah
dan respon kreatif dan murah hati dari pihak kita -
bertumbuh dari waktu ke waktu menjadi sesuatu
yang berharga dan bertahan lama. Bolehkah kita
mengatakan bahwa misi terbesar dari dua orang
yang bercinta adalah untuk menolong satu sama
lain semakin menjadi seorang pria dan seorang
wanita? Mendorong pertumbuhan berarti
membantu seseorang untuk membentuk
identitasnya. Cinta dengan demikian menjadi
semacam ahli seni. Sewaktu kita membaca dalam
Alkitab tentang penciptaan pria dan wanita, kita
melihat bahwa Allah pertama membentuk Adam
(lih Kej 2: 7); Ia menyadari bahwa masih kurang
satu hal yang penting sehingga Ia membentuk
Hawa dan kemudian mendengar pria itu berseru
dengan takjub, "Ya, yang satu ini tepat bagi saya!"
Kita bisa mendengar dialog menakjubkan itu ketika
seorang pria dan wanita untuk pertama kali

164
bertemu satu sama lain. Dalam kehidupan
pasangan yang menikah, bahkan pada saat-saat
yang sulit sekalipun, satu orang dapat selalu
mengejutkan yang lainnya, dan pintu baru dapat
terbuka bagi hubungan mereka, seolah-olah mereka
baru bertemu untuk pertama kalinya. Pada setiap
tahap baru, mereka tetap "membentuk" satu sama
lain. Cinta membuat seorang menunggu yang lain
dengan kesabaran seorang pengrajin, kesabaran
yang berasal dari Allah sendiri.

222. Pendampingan pastoral bagi pasangan yang


baru menikah harus mencakup juga mendorong
mereka untuk bermurah hati dalam
menganugerahkan hidup. "Sesuai dengan karakter
manusia pribadi dan sepenuhnya dalam kasih
perkawinan, keluarga berencana pantas terjadi
sebagai hasil dialog kesepakatan antara pasangan,
dengan menghormati waktu-waktu tertentu dan
pertimbangan martabat pasangannya.
Dalam hal ini, ajaran Ensiklik Humanae Vitae (bdk
1014) dan seruan Apostolik Familiaris Consortio
(bdk 14; 2835) seharusnya dipelajari ulang, untuk
melawan mentalitas yang seringkali bermusuhan
terhadap kehidupan. .. Keputusan yang melibatkan
tanggung jawab sebagai orangtua mengandaikan
pembentukan hati nurani, yang merupakan 'inti
paling rahasia dan tempat sakral seseorang. Di sana
setiap orang sendirian bersama Allah, yang suara-
Nya menggema di kedalaman hati' (Gaudium et
Spes, 16). Semakin pasangan mencoba untuk
mendengarkan Allah di dalam hati nuraninya dan
perintah-Nya (bdk Roma 2:15), dan disertai
pertimbangan rohani, maka keputusan mereka akan
semakin nyata bebas dari perubahan subyektif dan
dari penerimaan kebiasaan sosial jaman ini".248
Ajaran yang jelas dari Konsili Vatikan II masih
mempertahankan: "[pasangan] akan membuat

165
keputusan lewat nasihat dan usaha pada umumnya.
Biarkan mereka dengan penuh pertimbangan
memperhitungkan kesejahteraan mereka sendiri
dan anak-anak mereka, yang sudah lahir dan yang
mungkin dibawa oleh masa depan. Untuk
permasalahan ini mereka perlu memperhitungkan
baik kondisi material dan spiritual zaman sekarang
maupun keadaan mereka dalam kehidupan.
Akhirnya, mereka harus mencari tahu tentang
kepentingan kelompok keluarga, kepentingan
masyarakat saat itu dan kepentingan Gereja sendiri.
Orang tua sendiri, dan bukan orang lain, pada
akhirnya harus membuat keputusan ini di hadapan
Allah "249 Lebih lagi,"penggunaan metode
berdasarkan pada 'metode alamiah dan saat
kesuburan’ (Humanae Vitae, 11) perlu
dipromosikan, karena ‘metode ini menghormati
tubuh pasangan, mendorong kelembutan di antara
mereka serta memberikan
__________
248 Ibid., 63.
249 SECOND VATICAN ECUMENICAL CONCIL, Pastoral
Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 50.

pendidikan tentang kebebasan otentik' (Katekismus


Gereja Katolik, 2370). Penekanan yang lebih besar
harus diletakkan pada kenyataan bahwa anak-anak
adalah hadiah yang indah dari Tuhan dan sukacita
bagi orang tua maupun Gereja. Melalui mereka,
Tuhan memperbaharui dunia".250

223. Para Bapa Sinode mengamati bahwa "tahun-


tahun awal pernikahan adalah periode penting dan
sensitif di mana pasangan menjadi lebih sadar akan
tantangan dan makna dari kehidupan perkawinan.
Akibatnya, pendampingan pastoral perlu berjalan
lebih jauh melampaui perayaan Sakramen

166
Perkawinan (Familiaris Consortio, Bagian III).
Dalam hal ini, pasangan yang berpengalaman
memiliki peran penting untuk dijalankan. Paroki
adalah tempat di mana pasangan yang
berpengalaman seperti itu dapat membantu
pasangan lebih muda, melalui kerjasama dari
berbagai asosiasi, gerakan gerejani maupun
komunitas-komunitas yang baru. Pasangan muda
perlu didorong agar pada dasarnya terbuka bagi
karunia besar mendapatkan anak-anak. Penekanan
juga diberikan pada pentingnya spiritualitas
keluarga, doa dan partisipasi dalam Ekaristi hari
Minggu, dan mereka dianjurkan agar bertemu
secara teratur untuk meningkatkan pertumbuhan
kehidupan rohani dan solidaritas dalam tuntutan
hidup yang konkret. Liturgi, praktek devosional
dan Ekaristi yang dirayakan bagi keluarga,
khususnya pada ulang tahun pernikahan, disebut
sebagai faktor penting dalam menumbuhkan
evangelisasi melalui keluarga".251
__________
250 Relatio Finalis 2015, 63.
251 Relatio Synodi 2014, 40.
224. Proses ini membutuhkan waktu. Cinta
membutuhkan waktu dan tempat; segala sesuatu
yang lain adalah nomor dua. Waktu dibutuhkan
untuk membicarakan berbagai hal, untuk
menyambut waktu santai, untuk berbagi rencana,
untuk mendengarkan satu sama lain dan menatap
mata satu sama lain, untuk menghargai satu sama
lain dan untuk membangun hubungan yang lebih
kuat. Kadang-kadang hingar-bingar masyarakat
kita dan tekanan dari tempat kerja menciptakan
masalah. Di waktu-waktu lainnya, masalahnya
adalah kurangnya kualitas waktu bersama-sama,
berbagi ruangan yang sama tanpa menyadari
kehadiran satu sama lain. Pekerja pastoral dan
kelompok orang menikah harus memikirkan cara-

167
cara untuk membantu pasangan muda atau
pasangan rentan untuk mengambil manfaat
sebesar-besarnya dari kesempatan tersebut, agar
mereka hadir satu sama lain, dan dapat berbagi
saat-saat hening yang bermakna.

225. Pasangan yang telah belajar bagaimana


melakukan ini dengan baik dapat berbagi sejumlah
saran praktis yang telah mereka buktikan
bermanfaat: Merencanakan waktu luang bersama-
sama, saat-saat rekreasi bersama anak-anak,
berbagai cara merayakan peristiwa-peristiwa
penting, peluang bersama untuk pertumbuhan
rohani. Mereka juga dapat menyediakan berbagai
sumber daya yang membantu pasangan muda yang
menikah untuk membuat saat-saat tersebut berarti
dan penuh kasih, dan dengan demikian dapat
meningkatkan komunikasi di antara mereka. Hal
ini sangat penting terutama bagi fase ketika gairah
cinta perkawinan yang masih baru ini mulai
memudar. Sekali pasangan mulai tidak tahu
bagaimana meluangkan waktu bersama-sama, satu
atau kedua-duanya akan berakhir pada tempat
pelarian berupa gadget (HP, internet dll), mencari
penerimaan dari yang lain atau sekedar mencari
cara-cara untuk melarikan diri dari apa yang telah
menjadi suatu kedekatan yang tidak nyaman.

226. Pasangan muda yang baru menikah harus


didorong untuk mengembangkan rutinitas yang
memberikan rasa kedekatan dan stabilitas yang
sehat melalui ritual sehari-hari bersama-sama. Ini
dapat mencakup ciuman pagi, berkat malam,
menunggu di pintu untuk menyambut satu sama
lain, melakukan perjalanan bersama-sama dan
berbagi pekerjaan rumah tangga. Namun perlu juga
untuk memutuskan rutinitas tersebut dengan
membuat pesta, dan menikmati perayaan ulang

168
tahun suatu peristiwa dan acara-acara-acara khusus
dalam keluarga. Kita perlu saat-saat untuk
menghidupi berbagai karunia Allah dan
memperbaharui semangat untuk hidup. Selama kita
bisa merayakan, kita mampu untuk menghidupkan
kembali cinta kita, membebaskannya dari rasa
monoton dan mewarnai rutinitas sehari-hari dengan
harapan.

227. Kami para pastor harus mendorong keluarga


untuk bertumbuh dalam iman. Ini berarti
mendorong agar sering membuat pengakuan,
mengikuti bimbingan rohani dan retret sesekali.
Hal ini juga berarti mendorong doa keluarga di
sepanjang minggu itu, karena "keluarga yang
berdoa bersama-sama akan tetap bersama-sama".
Ketika mengunjungi rumah umat, kami harus
mengumpulkan semua anggota keluarga dan
mendoakan dengan singkat satu per satu,
menempatkan keluarga di tangan Tuhan. Suatu hal
yang juga membantu untuk mendorong setiap
pasangan untuk mencari waktu berdoa sendirian
bersama Allah, karena setiap pasangan memiliki
salib-salib rahasia yang harus dipikulnya. Mengapa
kita tidak memberitahu Allah tentang kesulitan kita
dan meminta-Nya untuk memberikan kepada kita
penyembuhan dan bantuan yang kita butuhkan
untuk tetap setia percaya kepada-Nya? Para Bapa
Sinode mencatat bahwa "Sabda Allah adalah
sumber kehidupan dan spiritualitas bagi keluarga.
Semua karya pastoral bagi keluarga harus
memungkinkan orang untuk secara batiniah
diubahkan dan dibentuk sebagai anggota gereja
domestik melalui pembacaan dan Kitab Suci
disertai doa dari Gereja. Sabda Allah bukan hanya
kabar baik bagi kehidupan pribadi seseorang tetapi
juga sebagai pedoman untuk menilai, dan sebagai
terang untuk membedakan berbagai tantangan yang

169
ditemui oleh pasangan menikah dan keluarga-
keluarga”. 252

228. Dalam beberapa kasus, salah satu pasangan


tidak dibaptis atau tidak mau menjalankan
imannya. Hal ini dapat membuat keinginan
pasangan yang lain untuk hidup dan bertumbuh
dalam kehidupan Kristiani menjadi sulit dan
kadang-kadang menyakitkan. Walaupun demikian,
beberapa nilai yang sama dapat ditemukan dan ini
dapat dibagikan dan dinikmati. Dalam hal apapun,
menunjukkan bagi pasangan yang tidak seiman,
mendatangkan kebahagiaan, meredakan luka-luka
dan berbagi kehidupan bersama menampilkan jalan
pengudusan sejati. Kasih itu senantiasa merupakan
karunia Allah. Di mana saja kasih itu dituangkan,
ia membuat daya
__________
252 Ibid., 34.
pengubahannya terasa, sering dengan cara yang
misterius, bahkan sampai pada titik di mana "suami
yang tidak beriman itu dikuduskan melalui istrinya,
dan istri yang tidak beriman itu dikuduskan melalui
suaminya" (1 Kor 7:14).

229. Paroki-paroki, gerakan-gerakan, sekolah-


sekolah dan lembaga-lembaga Gereja lainnya dapat
membantu dalam berbagai cara untuk mendukung
keluarga dan membantu mereka bertumbuh. Ini
mungkin berupa: pertemuan dengan pasangan yang
tinggal di satu lingkungan yang sama, retret singkat
untuk pasangan; ceramah oleh ahli tentang isu-isu
konkret yang dihadapi keluarga, konseling
perkawinan, misionaris rumah tangga yang
membantu pasangan membahas kesulitan dan
keinginan mereka, pelayanan sosial yang berurusan
dengan masalah keluarga seperti kecanduan,
perselingkuhan dan kekerasan dalam rumah

170
tangga, program pertumbuhan rohani, lokakarya
untuk orang tua dengan anak yang bermasalah dan
berbagai pertemuan keluarga. Kantor paroki harus
siap untuk menangani dengan penuh pertolongan
dan kepekaan berbagai kebutuhan keluarga dan
dapat membuat rujukan, bila perlu, kepada orang-
yang dapat membantu. Ada juga kontribusi yang
dibuat oleh kelompok-kelompok pasangan
menikah menyediakan bantuan sebagai bagian dari
komitmen mereka bagi pelayananan, mendoakan,
mengajarkan dan saling mendukung. Kelompok
tersebut memampukan pasangan untuk bermurah
hati, untuk membantu keluarga lain dan
membagikan iman; pada saat yang sama pelayanan
itu memperkuat perkawinan mereka dan membantu
mereka untuk bertumbuh.

230. Benarlah bahwa banyak pasangan, setelah


menikah, berhenti dari komunitas Kristiani.
Namun, sering kali, kita sendiri tidak
memanfaatkan atas kesempatan yang baik pada
saat mereka kembali, untuk mengingatkan mereka
betapa indahnya perkawinan Kristiani dan adanya
dukungan dari paroki yang ditawarkan bagi
mereka. Saya memikirkan, sebagai contohnya,
tentang Baptisan dan Komuni Kudus pertama bagi
anak-anak mereka, atau pemakaman atau
pernikahan dari kerabat atau teman-teman mereka.
Hampir semua pasangan yang sudah menikah
muncul kembali pada kesempatan tersebut di atas,
dan kita harus memanfaatkan lebih banyak peluang
di kesempatan ini. Cara lain untuk bertumbuh lebih
dekat adalah melalui pemberkatan rumah atau
dengan membawa gambar Bunda Maria untuk
rumah di lingkungan; ini memberikan kesempatan
menciptakan percakapan pastoral tentang situasi
keluarga. Juga akan banyak membantu dengan
meminta meminta pasangan nikah yang lebih tua

171
untuk membantu pasangan muda di lingkungan
dengan mengunjungi mereka dan menawarkan
bimbingan pada tahun-tahun awal pernikahan.
Mengingat laju kehidupan saat ini, sebagian besar
pasangan tidak bisa menghadiri pertemuan rutin;
walaupun demikian, kita tidak bisa membatasi
jangkauan pastoral untuk kelompok-kelompok
kecil atau kelompok yang terpilih saja. Saat ini,
pelayanan pastoral bagi keluarga pada dasarnya
harus bersifat misionaris, pergi ke luar ke mana
umatnya berada. Kita tidak bisa lagi bekerja seperti
pabrik, menyelenggarakan kursus-kursus yang
sebagian besar tidak dihadiri.

MEMBERI TERANG PADA SAAT KRISIS,


KHAWATIR DAN KESULITAN

231. Sepatah kata juga harus dikatakan tentang


mereka yang cintanya, seperti anggur yang baik,
telah telah sampai pada masa emasnya. Sama
seperti anggur yang manis mulai "bernapas"
perlahan-lahan, begitu juga pengalaman kesetiaan
sehari-hari memberikan hidup perkawinan itu
kekayaan dan "tubuh". Kesetiaan berhubungan
dengan kesabaran dan pengharapan. Sukacita dan
pengorbanannya berbuah sejalan dengan
berlalunya tahun demi tahun dan pasangan
bersukacita melihat anak-anak dari anak-anak
mereka. Cinta yang hadir dari awal mulanya
menjadi semakin disadari, menetap dan menjadi
matang sewaktu pasangan itu menemukan diri satu
sama lain baru hari demi hari, tahun demi tahun.
Santo Yohanes dari Salib mengatakan bahwa "para
kekasih lama telah teruji dan benar". Mereka
"secara lahiriah tidak lagi terbakar dengan emosi
yang kuat dan dorongan-dorongan, tapi sekarang
mereka merasakan manisnya anggur cinta, usia

172
yang matang dan tersimpan jauh di dalam hati
mereka".253 Pasangan seperti itu telah berhasil
mengatasi krisis dan kesulitan tanpa melarikan diri
dari tantangan atau menyembunyikan masalah.

Tantangan Krisis

232. Kehidupan setiap keluarga ditandai dengan


segala macam krisis, namun ini juga merupakan
bagian dari keindahan yang dramatis. Pasangan
harus dibantu untuk menyadari bahwa mengatasi
__________
253 Cántico Espiritual B, XXV, 11.
krisis tidak perlu memperlemah hubungan mereka;
sebaliknya, hal itu dapat memperbaiki,
memantapkan dan mematangkan anggur
pernikahan mereka.
Hidup bersama tidak boleh mengurangi melainkan
meningkatkan kepuasan mereka; setiap langkah
baru di sepanjang jalan dapat membantu pasangan
menemukan cara baru menuju kebahagiaan. Setiap
krisis menjadi kesempatan magang untuk tumbuh
lebih dekat bersama-sama atau belajar lebih banyak
tentang apa artinya hidup menikah. Tidak perlu
bagi pasangan untuk mengundurkan diri karena
sebuah kondisi menurun yang tak terelakkan atau
yang dianggap di bawah rata-rata yang masih dapat
ditolerir. Sebaliknya, ketika perkawinan dipandang
sebagai suatu tantangan yang melibatkan
mengatasi rintangan, maka setiap krisis menjadi
kesempatan untuk membiarkan anggur hubungan
mereka bertambah tua dan semakin baik. Pasangan
akan mendapatkan manfaat dari menerima bantuan
pada saat menghadapi krisis, menemui tantangan
dan mengakuinya sebagai bagian dari kehidupan
keluarga. Pasangan yang berpengalaman dan
terlatih harus terbuka untuk menawarkan
bimbingan, sehingga pasangan muda tidak menjadi

173
ketakutan akibat krisis ini atau tergoda untuk
mengambil keputusan yang tergesa-gesa. Setiap
krisis mempunyai pelajaran untuk mendidik kita;
kita perlu belajar bagaimana mendengarkannya
dengan telinga hati.

233. Dihadapkan dengan suatu krisis, kita pertama-


tama cenderung bereaksi membela diri, karena kita
merasa bahwa kita sedang kehilangan kendali, atau
merasa bersalah, dan hal ini membuat kita tidak
nyaman. Kita menenangkan hati dengan
menyangkal masalah tersebut, menyembunyikan
atau mengecilkannya, dan berharap masalah itu
akan berlalu. Tapi ini tidak menolong; ini hanya
membuat masalah bertambah buruk, membuang
tenaga dan menunda jalan keluar. Pasangan
bertumbuh terpisah dan kehilangan kemampuan
mereka untuk berkomunikasi. Ketika masalah tidak
ditangani, komunikasi merupakan hal pertama
yang pergi. Sedikit demi sedikit, "orang yang saya
cintai" perlahan-lahan berubah menjadi "pasangan
saya", kemudian hanya menjadi "ayah atau ibu dari
anak-anak saya", dan akhirnya menjadi seorang
asing.

234. Krisis harus dihadapi bersama-sama. Ini


memang sulit, karena orang kadang-kadang
menarik diri guna menghindari mengatakan apa
yang mereka rasakan; mereka mundur memasuki
kesunyian yang menakutkan. Pada saat-saat inilah,
menjadi penting sekali untuk menciptakan peluang
berbicara dari hati ke hati. Kecuali pasangan belajar
untuk melakukan hal ini, mereka akan mengalami
hal ini semakin lama semakin sulit dengan
berlalunya waktu. Komunikasi adalah sebuah seni
yang dipelajari di saat-saat damai untuk
dipraktekkan di saat-saat sulit. Pasangan
memerlukan bantuan untuk menemukan pikiran

174
dan perasaan terdalam mereka dan
mengungkapkannya. Seperti proses melahirkan,
hal ini adalah proses yang menyakitkan yang
memunculkan suatu harta baru. Jawaban-jawaban
yang diberikan kepada konsultasi pra-sinode
menunjukkan bahwa kebanyakan orang dalam
situasi sulit atau kritis biasanya tidak mau mencari
bantuan pastoral, karena mereka tidak
mendapatkannya sebagai simpatik, realistis atau
prihatin terhadap kasus-kasus individual. Ini harus
memacu kita untuk berusaha mendekati krisis
pernikahan dengan kepekaan yang lebih besar
terhadap beban penderitaan dan kecemasan
mereka.

235. Beberapa krisis khas terjadi pada hampir


setiap perkawinan. Pasangan yang baru menikah
perlu belajar bagaimana menerima perbedaan antar
mereka dan melepaskan diri dari orang tua mereka.
Kedatangan seorang anak menyajikan tantangan
emosional yang baru. Membesarkan anak-anak
kecil membutuhkan perubahan gaya hidup,
sedangkan awal masa remaja menyebabkan
ketegangan, frustrasi dan bahkan ketegangan di
antara orangtua. Sebuah "sarang kosong"
mengharuskan pasangan untuk mendefinisikan
kembali hubungan mereka, sementara kebutuhan
untuk merawat orang tua mencakup pengambilan
keputusan sulit di pihak mereka. Semua ini
merupakan situasi-situasi menuntut yang dapat
menimbulkan rasa khawatir, rasa bersalah, depresi
dan kelelahan, dan berdampak serius pada
perkawinan.

236. Lalu ada pula krisis pribadi yang


mempengaruhi kehidupan pasangan, seringkali
melibatkan keuangan, masalah di tempat kerja,
masalah emosional, sosial dan kesulitan spiritual.

175
Situasi tak terduga bisa muncul, mengganggu
kehidupan keluarga dan membutuhkan proses
pengampunan dan rekonsiliasi. Dalam
menyelesaikan masalah dengan tulus memaafkan
yang lain, masing-masing harus bertanya dalam
ketenangan dan kerendahan hati kalau-kalau ia
dengan cara tertentu telah menciptakan kondisi
yang membawa kepada kesalahan yang dilakukan
pasangannya. Sejumlah keluarga hancur ketika
pasangan terlibat dalam saling menyalahkan, tapi
"pengalaman menunjukkan bahwa dengan bantuan
yang tepat dan tindakan rekonsiliasi, melalui kasih
karunia, kebanyakan perkawinan yang bermasalah
akhirnya menemukan solusi dengan cara yang
memuaskan. Mengetahui bagaimana mengampuni
dan merasa diampuni adalah pengalaman dasar
dalam kehidupan keluarga".254 “Sulitnya seni
rekonsiliasi, yang memerlukan dukungan dari kasih
karunia, memerlukan kerjasama yang murah hati
dari kerabat dan teman-teman, dan kadang-kadang
bantuan dari luar serta bantuan profesional".255

237. Semakin lama semakin biasa untuk berpikir


bahwa, ketika salah satu atau kedua pasangan tidak
lagi merasa terpenuhi, atau berbagai hal ternyata
berakhir tidak seperti yang mereka inginkan, maka
muncullah alasan yang cukup bagi mereka untuk
mengakhiri pernikahan. Jika ini terjadi, maka tidak
akan ada pernikahan yang langgeng. Kadang-
kadang, semua yang diperlukan untuk memutuskan
bahwa segala sesuatu telah berakhir hanya berupa
satu peristiwa ketidakpuasan, ketidakhadiran
pasangan ketika ia sangat dibutuhkan, harga diri
yang terluka, atau ketakutan yang tidak jelas. Tak
terhindarkan lagi, berbagai situasi akan muncuk
yang melibatkan kelemahan manusia dan ini dapat
menjadi masalah besar secara emosi. Salah satu
pasangan mungkin tidak merasa sepenuhnya

176
dihargai, atau mungkin tertarik kepada seorang
lainnya. Kecemburuan dan ketegangan mungkin
muncul, atau ketertarikan baru mulai menyita
banyak waktu dan perhatian.
_________
254 Relatio Synodi 2014, 44.
255 Relatio Finalis 2015, 81.
Perubahan fisik secara alami terjadi pada setiap
orang. Hal ini, dan begitu banyak hal lainnya,
bukannya mengancam cinta, dalam banyak
kesempatan justru menghidupkan dan
memperbaharui kembali cinta mereka.

238. Dalam situasi demikian, sebagian memiliki


kedewasaan yang diperlukan untuk menegaskan
kembali pilihan mereka atas pasangan mereka
sebagai rekan dalam perjalanan hidup, meskipun
terdapat berbagai keterbatasan relasi. Mereka
dengan realistis menerima bahwa pihak lain tidak
dapat memenuhi semua yang mereka impikan.
Orang seperti ini menghindari pemikiran bahwa
diri mereka adalah martir; mereka menghasilkan
yang terbaik dari apapun kemungkinan yang
diberikan kehidupan keluarga kepada mereka dan
mereka bekerja dengan sabar untuk memperkuat
ikatan perkawinan tersebut. Mereka pada akhirnya
menyadari bahwa setiap krisis dapat menjadi “ya”
yang baru, memampukan cinta diperbaharui,
diperdalam dan diperkuat secara batiniah. Ketika
krisis datang, mereka tidak takut untuk menggali
sampai ke akarnya, merundingkan kembali hal-hal
dasar, mencapai keseimbangan baru dan bergerak
maju bersama. Dengan keterbukaan terus menerus
seperti ini mereka mampu menghadapi
seberapapun situasi sulit. Dalam hal apapun, ketika
menyadari bahwa rekonsiliasi masih mungkin
terjadi, kita juga melihat bahwa "apa yang sangat
dibutuhkan saat ini adalah suatu pelayanan untuk

177
menangani mereka yang relasi perkawinannya
telah hancur". 256
__________
256 Ibid., 78.

Luka-luka Lama

239. Dapat dipahami, keluarga-keluarga sering


mengalami masalah ketika salah satu anggotanya
kurang matang emosinya karena ia masih
merasakan bekas luka dari pengalaman
sebelumnya. Masa kecil atau masa remaja yang
tidak bahagia dapat berkembang menjadi krisis
individu yang mempengaruhi perkawinannya. Bagi
mereka yang dewasa dan normal, krisis akan jarang
terjadi atau tidak begitu menyakitkan. Namun
demikian kenyataannya adalah baru pada usia
empat puluh tahunan sebagian orang mencapai
kematangan yang seharusnya sudah terjadi pada
akhir masa remaja. Sebagian orang mencintai
dengan cinta yang mementingkan diri sendiri,
mudah berubah-ubah dan cinta-diri seorang anak
yang egois: sebuah cinta yang tak terpuaskan yang
berteriak atau menangis ketika gagal mendapatkan
apa yang ia inginkan. Sebagian lain mencintai
dengan cinta remaja yang ditandai dengan
permusuhan, kritik pahit dan suka menyalahkan
orang lain; terjebak dalam emosi dan fantasi
mereka sendiri, orang-orang seperti itu
mengharapkan orang lain mengisi kekosongan
mereka dan memenuhi setiap keinginan mereka.

240. Banyak orang meninggalkan masa kanak-


kanak tanpa pernah merasakan cinta tak bersyarat.
Hal ini mempengaruhi kemampuan mereka untuk
percaya dan terbuka terhadap orang lain. Relasi
yang buruk dengan orang tua dan saudara kandung,

178
jika dibiarkan tak tersembuhkan, bisa muncul
kembali dan melukai perkawinan. Masalah yang
belum terselesaikan harus ditangani dan proses
pembebasan harus terjadi. Ketika aneka masalah
muncul dalam perkawinan, sebelum keputusan
penting dibuat pentinglah untuk memastikan
bahwa setiap pasangan telah datang untuk
mengatasi masa lalu masing-masing. Hal ini
melibatkan pengenalan akan kebutuhan
penyembuhan, doa yang terus-menerus agar
memperoleh rahmat untuk mengampuni dan
diampuni, kesediaan untuk menerima bantuan, dan
tekad untuk tidak menyerah tetapi untuk terus
mencoba. Sebuah uji diri yang tulus akan
memungkinkan untuk melihat bagaimana
kekurangan dan ketidak-dewasaannya sendiri
mempengaruhi hubungan mereka. Bahkan
walaupun sudah jelas bahwa orang lain itu
bersalah, krisis tidak akan pernah diatasi hanya
dengan mengharapkan orang lain berubah. Kita
juga harus bertanya, apa yang dalam hidup kita
sendiri perlu untuk ditumbuhkan atau disembuhkan
bila konflik mau diselesaikan.

Pendampingan Setelah Kehancuran dan Perceraian

241. Dalam beberapa kasus, menghormati martabat


sendiri dan kebaikan bagi anak-anak membutuhkan
sikap tidak menyerah pada tuntutan yang
berlebihan atau mencegah ketidakadilan yang
parah, kekerasan atau perlakuan buruk yang kronis.
Dalam kasus tersebut, "pemisahan menjadi tak
dapat dielakkan. Terkadang secara moral bahkan
perlu dilakukan, khususnya ketika
permasalahannya adalah memindahkan pasangan
yang lebih rapuh atau anak-anak kecil dari cedera
serius akibat pelecehan dan kekerasan, dari

179
penghinaan dan eksploitasi, dan dari pengabaian
dan ketidakpedulian".257 Meskipun demikian,
__________
257 Catechesis (24 June 2015): L’Osservatore Romano, 25 June
2015, p. 8.
"pemisahan harus dianggap sebagai upaya terakhir,
setelah semua upaya rekonsiliasi yang wajar
lainnya telah terbukti sia-sia".258

242. Para Bapa Sinode mencatat bahwa


"discernment khusus sangat diperlukan untuk
melakukan pelayanan pastoral bagi mereka yang
berpisah, bercerai atau ditinggalkan. Sikap hormat
perlu ditunjukkan terutama bagi pihak yang
menderita dari orang-orang yang telah dengan tidak
adil dipisahkan, diceraikan atau ditinggalkan, atau
mereka yang telah dipaksa dengan perlakuan buruk
dari suami atau istri untuk memutuskan kehidupan
bersama mereka. Memaafkan ketidakadilan seperti
yang telah diderita itu tidaklah mudah, tapi
anugerah Tuhan membuat perjalanan ini menjadi
mungkin. Pelayanan pastoral tentu harus mencakup
upaya-upaya rekonsiliasi dan mediasi, melalui
pembentukan pusat konseling khusus di
keuskupan"259 Pada saat yang sama, "orang yang
bercerai tetapi belum menikah lagi, dan sering
menjadi saksi kesetiaan perkawinan, harus
didorong untuk menemukan dalam Ekaristi
santapan yang mereka butuhkan untuk
mempertahankan keadaan mereka di status
kehidupan saat ini. Komunitas lokal maupun para
pastor harus mendampingi orang-orang ini dengan
penuh perhatian, terutama ketika anak-anak terlibat
atau ketika mereka berada dalam kesulitan
keuangan yang serius".260 Keruntuhan keluarga
bahkan menjadi lebih traumatis dan menyakitkan
__________

180
258 JOHN PAUL II, Apostolic Exhortation Familiaris
Consortio (22 November 1981), 83: AAS 74 (1982), 184.
259 Relatio Synodi 2014, 47.
260 Ibid., 50.

dalam kasus orang miskin, karena mereka memiliki


sumber daya tersedia yang lebih sedikit untuk
memulai kehidupan yang baru. Orang miskin,
sekali disingkirkan dari lingkungan keluarga yang
aman, dua kali lebih rentan merasakan pengabaian
dan kemungkinan bahaya.

243. Penting diingat bahwa orang bercerai yang


telah memasuki penyatuan baru harus dibuat
merasa menjadi bagian dari Gereja. "Mereka
bukanlah di eks-komunikasi" dan tidak boleh
diperlakukan seperti itu, karena mereka tetap
merupakan bagian dari komunitas gerejani.261
Situasi ini "membutuhkan discernment yang
cermat dan diiringi rasa hormat. Bahasa atau
perilaku yang mungkin menyebabkan mereka
merasa didiskriminasikan harus dihindari, dan
mereka harus didukung untuk berpartisipasi dalam
kehidupan komunitas. Pendampingan komunitas
kristiani untuk orang-orang demikian jangan
dianggap sebagai pelemahan iman atau pelemahan
kesaksian terhadap sifat tak terceraikan dari
perkawinan; sebaliknya, pendampingan tersebut
adalah wujud khusus perbuatan amal kasih."262

244. Sejumlah besar Bapa Sinode juga


"menekankan perlunya membuat prosedur dalam
kasus-kasus pembatalan perkawinan agar lebih
mudah diakses, lebih menghemat waktu, dan jika
mungkin, bebas biaya".263 Lambatnya proses
menyebabkan penderitaan dan ketegangan pada
kedua pihak. Dua dokumen saya baru-baru ini
__________

181
261 Catechesis (5 August 2015): L’Osservatore Romano, 6
August 2015, p. 7.
262 Relatio Synodi 2014, 51; cf. Relatio Finalis 2015, 84.
263 Ibid., 48.

yang menangani masalah ini264 telah


menyederhanakan prosedur untuk pernyataan
pembatalan perkawinan. Dengan ini, saya ingin
"membuat jelas bahwa uskup sendiri, di dalam
Gereja di mana ia telah ditunjuk menjadi gembala
dan kepala, dengan sangat nyata merupakan hakim
bagi semua kam beriman yang dipercayakan
kepadanya pengasuhannya"265 "Pelaksanaan
dokumen ini karenanya menjadi tanggung jawab
besar bagi Ordinari yang ada di tingkat keuskupan,
yang dipanggil untuk mengadili beberapa kasus
yang dipercayakan kepadanya dan, di dalam setiap
kasus, memastikan orang beriman mendapatkan
akses yang lebih mudah kepada keadilan. Ini
menyangkut mempersiapkan staf yang memadai,
terdiri dari kaum klerus dan awam yang terutama
diutus untuk melaksanakan pelayanan gerejani ini.
Layanan informasi, konseling dan mediasi yang
terkait dengan kerasulan keluarga harus dibuat
tersedia bagi individu yang berpisah atau pasangan
dalam krisis. Layanan ini juga dapat mencakup
pertemuan dengan individu-individu dalam kaitan
dengan penyelidikan awal proses (penyelesaian)
perkawinan (bdk Mitis Iudex, seni. 2-3)". 266

245. Para Bapa Sinode juga menunjuk pada


"konsekuensi dari pemisahan atau perceraian atas
__________
264 Motu Proprio Mitis Iudex Dominus Iesus (15 August
2015): L’Osservatore Romano, 9 September 2015, pp. 3-4;
cf. Motu Proprio Mitis et Misericors Iesus (15 August
2015): L’Osservatore Romano, 9 September 2015, pp. 5-6.
265 Motu Proprio Mitis Iudex Dominus Iesus (15 Agustus
2015), Pembukaan, III: L'Osservatore Romano, 9
September 2015, p. 3.

182
266 Relatio Finalis 2015, 82.

anak-anak, di dalam setiap kasus merupakan


korban tak bersalah dari situasi ini".267 Terlepas
dari setiap pertimbangan lain, anak-anak harus
menjadi perhatian utama, dan tidak diabaikan
karena dibayangi oleh kepentingan atau tujuan lain
yang tersembunyi. Saya membuat seruan ini untuk
orang tua yang bercerai: "Jangan pernah
memperlakukan anak anda sebagai sandera! Anda
berpisah karena banyak masalah dan alasan.
Kehidupan memberi anda ujian ini, tapi anak-anak
anda tidak harus menanggung beban perpisahan ini
atau dijadikan sandera melawan pasangan lainnya.
Mereka harus bertumbuh dengan mendengar ibu
mereka berbicara yang baik tentang ayah mereka,
meskipun mereka tidak bersama-sama, dan ayah
mereka berbicara yang baik tentang ibu mereka".268
Adalah tidak bertanggung-jawab jika menjelekkan
orang tua lainnya sebagai cara untuk merebut kasih
sayang anak, atau sebagai balas dendam atau
pembenaran diri sendiri. Melakukan hal ini akan
mempengaruhi ketenangan batin anak dan
menyebabkan luka batin yang sulit disembuhkan.

246. Gereja, ketika menghargai situasi konflik yang


menjadi bagian dari perkawinan, tidak boleh gagal
berbicara atas nama mereka yang paling rapuh:
anak-anak yang sering menderita dalam diam. Hari
ini, "walaupun kepekaan kita tampaknya
bertumbuh semakin baik dan semua analisis
psikologis kita sudah semakin tajam, saya bertanya
pada diri saya sendiri kalau-kalau kita sudah
menjadi mati rasa terhadap luka di dalam jiwa
anak-anak ... Apakah kita merasakan beban
__________
267 Relatio Synodi 2014, 47.
268 Catechesis (20 May 2015): L‘Osservatore Romano, 21 May
2015, p. 8.

183
psikologis yang sangat besar ditanggung oleh anak-
anak dalam keluarga di mana anggotanya
menganiaya dan menyakiti satu sama lain, sampai
memutuskan ikatan kesetiaan perkawinan?"269
Pengalaman berbahaya seperti itu tidak membantu
anak-anak bertumbuh menuju kedewasaan yang
dibutuhkan untuk membuat komitmen definitif.
Karena alasan ini, komunitas Kristiani tidak boleh
meninggalkan orangtua bercerai yang telah
memasuki penyatuan yang baru, melainkan harus
melibatkan dan mendukung mereka dalam upaya
membesarkan anak-anak mereka. "Bagaimana kita
bisa mendorong para orangtua untuk melakukan
segala sesuatu yang mungkin untuk membesarkan
anak-anak mereka di dalam kehidupan Kristiani,
untuk memberikan kepada mereka contoh iman
yang taat dan praktis, jika kita sendiri menjaga
jarak mereka dari kehidupan komunitas, seolah-
olah mereka dikucilkan? Kita harus menghindari
tindakan yang menambahkan lebih banyak lagi
beban yang sudah ditanggung anak-anak dalam
situasi ini!”270 Membantu menyembuhkan luka
batin orang tua dan mendukung mereka secara
rohani juga bermanfaat bagi anak-anak, yang
membutuhkan wajah kekeluargaan dari gereja
untuk membantu mereka melewati pengalaman
traumatis ini. Perceraian adalah suatu kejahatan
dan makin meningkatnya jumlah perceraian
sangatlah memprihatinkan. Oleh karena itu, tugas
pastoral yang paling penting bagi kita berkaitan
dengan keluarga adalah memperkuat cinta mereka,
membantu menyembuhkan luka dan bekerja untuk
mencegah penyebaran drama ini pada zaman kita.
__________
269 Catechesis (24 June 2015): L’Osservatore Romano, 25 June
2015, p. 8.
270 Catechesis (5 August 2015): L’Osservatore Romano, 6
August 2015, p. 7.

184
Situasi-situasi Kompleks Tertentu

247. "Masalah yang melibatkan perkawinan


campuran memerlukan perhatian khusus.
Perkawinan antara orang Katolik dan orang yang
dibaptis lainnya ‘memiliki sifat khususnya
tersendiri, tetapi mereka memiliki banyak elemen
yang dapat bermanfaat dan dikembangkan, baik
untuk nilai intrinsik mereka maupun untuk
kontribusi yang dapat mereka sumbangkan bagi
gerakan ekumenis'. Untuk tujuan ini, 'suatu upaya
harus dilakukan untuk menjalin kerjasama yang
baik antara para pelayan Katolik dan non-Katolik
dari saat memulai persiapan perkawinan sampai
upacara pernikahan' (Familiaris Consortio, 78).
Sehubungan dengan keterlibatan dalam Ekaristi,
‘keputusan apakah pihak non-Katolik dalam
perkawinan tersebut dapat menerima komuni
Ekaristi harus dibuat dengan memperhatikan
norma-norma umum tentang hal ini, baik bagi
orang Kristen Timur maupun Kristen lainnya,
dengan mempertimbangkan situasi tertentu dari
penerimaan sakramen perkawinan oleh dua pihak
yang telah dibaptis secara Kristiani. Meskipun
pasangan dalam perkawinan campur saling berbagi
sakramen baptis dan perkawinan, berbagi Ekaristi
hanya bisa menjadi pengecualian dan dalam setiap
kasus disesuaikan dengan norma-norma yang telah
digariskan ' (Dewan Kepausan untuk Persatuan
Umat Kristen, direktori untuk Penerapan Prinsip
dan Norma tentang Ekumenisme, 25 Maret 1993,
159-160) ". 271

248. "Perkawinan yang melibatkan disparitas


kultus (perbedaan ibadat) merupakan kesempatan
_________
271 Relatio Finalis 2015, 72.

185
istimewa untuk dialog antar agama dalam
kehidupan sehari-hari... Mereka melibatkan
kesulitan-kesulitan khusus menyangkut baik
identitas Kristiani keluarga maupun pendidikan
agama bagi anak-anak... Jumlah rumah tangga dari
pasangan menikah dengan disparitas kultus,
meningkat di wilayah misi, dan bahkan di negara-
negara dengan tradisi Kristiani yang sudah lama,
perlu segera mendapatkan pelayanan pastoral yang
dibedakan menurut berbagai konteks sosial dan
budaya. Di beberapa negara yang tidak memiliki
kebebasan beragama, pasangan Kristiani
diwajibkan untuk pindah ke agama lain agar dapat
menikah, karena itu mereka tidak bisa merayakan
pernikahan kanonik yang melibatkan disparitas
kultus atau membaptis anak-anak. Oleh karena itu
kita harus terus mengulang-ulang perlunya
kebebasan beragama dihormati".272 "Perhatian
perlu diberikan kepada orang-orang yang
memasuki perkawinan seperti itu, tidak hanya pada
periode sebelum pernikahan. Tantangan unik
adalah menghadang pasangan dan keluarga di
mana yang satunya katolik dan yang lainnya bukan
orang percaya. Dalam kasus seperti ini,
mewartakan kesaksian tentang kemampuan Injil
meresap masuk dalam situasi ini akan
memungkinkan untuk membesarkan anak-anak
mereka di dalam iman Kristiani".273

249. "Masalah khusus muncul ketika orang-orang


dengan situasi perkawinan yang kompleks ingin
dibaptis. Orang-orang ini yang menjalani kontrak
perkawinan yang stabil untuk suatu jangka waktu
di mana setidaknya salah satu dari mereka tidak
________
272 Ibid., 73.
273 Ibid., 74.

186
mengenal iman Kristiani. Dalam kasus tersebut,
uskup berperan untuk memberikan discernment
pastoral yang sepadan dengan kondisi spiritual
mereka"274

250. Gereja mengadopsi sikap Tuhan Yesus, yang


menawarkan cintaNya yang tak terbatas kepada
setiap orang tanpa kecuali.275 Selama Sinode, kami
membahas situasi keluarga yang anggotanya
mencakup mereka yang mengalami ketertarikan
sesama jenis, situasi yang tidak mudah baik bagi
orang tua maupun bagi anak-anak. Kami ingin
menegaskan kembali di hadapan semua yang lain
bahwa setiap orang, tanpa memandang orientasi
seksual, harus dihormati martabatnya dan
diperlakukan dengan penuh pertimbangan,
sementara 'setiap tanda diskriminasi yang tidak
adil' dihindarkan dengan hati-hati,276 khususnya
segala bentuk agresi dan kekerasan. Keluarga
tersebut harus diberikan bimbingan pastoral
dengan penuh hormat, sehingga mereka yang
memperlihatkan orientasi homoseksual dapat
menerima bantuan yang mereka butuhkan untuk
memahami dan sepenuhnya melaksanakan
kehendak Allah dalam hidup mereka. 277

251. Dalam membahas martabat dan misi keluarga,


para Bapa Sinode mengamati bahwa, "sebagai
usulan untuk menempatkan penyatuan antara
orang-orang homoseksual pada tingkat yang sama
dengan perkawinan, tidak ada dasar sama sekali
untuk mempertimbangkan penyatuan
________
274 Ibid., 75.
275 Cf. Bull Misericordiae Vultus, 12: AAS 107 (2015), 407.
276 Catechism of the Catholic Church, 2358; cf. Relatio Finalis
2015, 76.
277 Ibid.

187
homoseksual dengan cara apapun serupa atau
bahkan analog jauh terhadap rencana Allah bagi
perkawinan dan keluarga". Tidak dapat diterima
"bahwa Gereja-Gereja lokal menjadi subyek
tekanan dalam perkara ini dan bahwa badan-badan
internasional harus memberikan bantuan keuangan
kepada negara-negara miskin bergantung pada
penerbitan hukum untuk menetapkan 'perkawinan'
antara orang-orang dengan jenis kelamin yang
sama".278

252. Keluarga dengan orangtua tunggal seringkali


diakibatkan dari "keengganan ibu atau ayah
biologis untuk menjadi bagian dari keluarga; situasi
kekerasan, di mana salah satu orangtua terpaksa
melarikan diri bersama dengan anak-anak;
kematian salah satu orangtua; ditinggalkannya
keluarga oleh satu orangtua, dan situasi-situasi lain.
Apapun penyebabnya, orang tua tunggal harus
menerima dorongan dan dukungan dari keluarga
lain di dalam komunitas Kristiani, dan dari
penjangkauan pastoral paroki. Seringkali keluarga-
keluarga ini menanggung kesulitan lainnya, seperti
kesulitan ekonomi, prospek pekerjaan yang tidak
pasti, masalah dengan tunjangan anak dan
ketiadaan tempat tinggal".279

KETIKA KEMATIAN MEMBUAT KITA


MERASAKAN SENGATANNYA

253. Kadang-kadang kehidupan keluarga ditantang


dengan kematian orang yang dicintai.
__________
278 Relatio Finalis 2015, 76; cf. CONGREGATION FOR THE
DOCTRINE OF THE FAITH, Considerations Regarding
Proposals to Give Legal Recognition to Unions between
Homosexual Persons (3 June 2003), 4.
279 Ibid., 80.

188
Kita tidak boleh gagal menawarkan cahaya iman
sebagai bentuk dukungan bagi keluarga-keluarga
yang melewati pengalaman ini.280 Berpaling dari
keluarga yang berduka akan menunjukkan
kurangnya rahmat, berarti hilangnya kesempatan
pastoral, dan menutup pintu untuk upaya
evangelisasi lainnya.

254. Saya bisa memahami penderitaan hebat yang


dirasakan oleh mereka yang telah kehilangan orang
yang sangat dikasihi, pasangan yang dengan siapa
mereka telah berbagi begitu banyak. Yesus sendiri
sangat terharu dan mulai menangis atas kematian
seorang teman (Yoh 11:33, 35). Dan bagaimana
kita bahkan bisa mulai memahami kesedihan orang
tua yang kehilangan anak? "Seolah-olah waktu
berhenti sama sekali: sebuah jurang terbuka
menelan baik masa lalu maupun masa depan", dan
"kadang-kadang kita bahkan pergi begitu jauh
menyalahkan Allah. Berapa banyak orang - saya
bisa memahami mereka – menjadi marah kepada
Allah".281 "Kehilangan salah satu pasangan adalah
situasi yang sangat sulit.. Dari saat mengalami
kehilangan, sebagian orang dapat menunjukkan
kemampuannya untuk memusatkan tenaga mereka
pada dedikasi yang lebih besar untuk anak-anak
dan cucu-cucu mereka, menemukan dalam
pengalaman cinta ini suatu kesadaran yang
diperbaharui dari misi membesarkan anak-anak
mereka .... Mereka yang tidak memiliki sanak
keluarga untuk menghabiskan waktu dengannya
dan menerima kasih sayang dari mereka, harus
dibantu oleh
__________
280 Cf. ibid., 20.
281 Catechesis (17 June 2015): L’Osservatore Romano, 18 June
2015, p. 8.

189
ketersediaan khusus, terutama jika mereka
miskin".282

255. Biasanya, proses berduka berlangsung cukup


lama, dan ketika seorang pastor harus
mendampingi proses itu, ia harus menyesuaikan
diri dengan tuntutan dari masing-masing
tahapannya. Seluruh proses dipenuhi dengan
pertanyaan: tentang alasan mengapa orang yang
dicintai harus meninggal, tentang semua hal yang
mungkin telah dilakukan, tentang apa dialami pada
saat kematian. Dengan proses doa dan pembebasan
batin yang tulus dan sabar, kedamaian akan pulih
kembali. Pada saat tertentu, kita harus membantu
orang berduka itu untuk menyadari bahwa, setelah
kehilangan orang yang dicintai, kita masih
memiliki misi yang harus dilanjutkan, dan tidakl
baik untuk memperpanjang penderitaan, seolah-
olah hal itu merupakan suatu bentuk penghormatan
bagi yang sudah meninggal. Orang yang kita cintai
tidak membutuhkan penderitaan kita, tidak juga
dengan menyanjung mereka sehingga kita harus
merusak kehidupan kita. Juga ia bukanlah ekspresi
terbaik dari cinta dengan terus memikirkan dan
meninggikan nama mereka, karena ini berarti
bergantung pada masa lalu dan bukannya terus
mencintai mereka sekarang karena mereka sudah
berada di tempat lain. Mereka tidak bisa lagi hadir
secara fisik bersama kita, namun untuk semua daya
kematian, "cinta kuat seperti maut" (Kidung Agung
8:6). Cinta melibatkan intuisi yang dapat
memampukan kita untuk mendengar tanpa suara
dan melihat yang tak terlihat. Ini tidak berarti
membayangkan orang yang kita cintai seperti
dulu, tetapi bisa
__________
282 Relatio Finalis 2015, 19.

190
menerima mereka berubah sebagaimana adanya
sekarang. Yesus yang bangkit, ketika temanNya
Maria mencoba untuk memeluk-Nya, berkata
kepadanya untuk tidak memegangNya (bdk. Yoh
20:17), untuk membawa dia kepada perjumpaan
yang berbeda.

256. Ini menghibur kita untuk mengetahui bahwa


mereka yang meninggal tidak sepenuhnya berlalu,
dan iman meyakinkan kita bahwa Tuhan yang
bangkit tidak akan pernah meninggalkan kita.
Dengan demikian kita dapat "mencegah kematian
dari keracunan hidup, dari memberikan kesia-siaan
kepada cinta kita, dari mendorong ke jurang yang
paling gelap".283 Alkitab memberitahu kita bahwa
Allah menciptakan kita dari cinta dan membuat kita
sedemikian rupa sehingga hidup kita tidak berakhir
dengan kematian (bdk Kebijaksanaan Salomo 3:2-
3). Santo Paulus mengatakan tentang perjumpaan
dengan Kristus segera setelah kematian: "Aku
ingin pergi dan diam bersama-sama dengan
Kristus” (Fil 1:23). Dengan Kristus, setelah
kematian, ada yang menanti kita "semua itu
disediakan Allah untuk mereka yang mengasihi
Dia" (1 Kor 2:9). Pada kata pendahuluan dari
Liturgi Kematian menyebutkan dengan baik:
"Meskipun kepastian kematian menyedihkan kita,
kita terhibur oleh janji hidup abadi. Karena
kehidupan orang-orang yang percaya pada-Mu,
Tuhan, tidak diakhiri tapi diubahkan". Memang,
"orang yang kita cintai tidak hilang dalam baying-
bayang kehampaan; harapan meyakinkan kita
bahwa mereka berada dengan baik di tangan Allah
yang kuat".284
__________

283 Catechesis (17 June 2015): L’Osservatore Romano, 18 June


2015, p. 8.
284 Ibid.

191
257. Satu cara menjaga persekutuan dengan orang
yang kita cintai adalah berdoa untuk mereka.285
Alkitab mengatakan kepada kita bahwa "berdoa
untuk orang mati" adalah "kudus dan saleh" (2
Makabe 12: 44-45). "Doa kita bagi mereka tidak
hanya mampu membantu mereka, tetapi juga
membuat doa syafaat mereka bagi kita menjadi
efektif".286 Kitab Wahyu menggambarkan martir
menjadi perantara bagi mereka yang menderita
ketidakadilan di bumi (bdk Why 6:9-11), dalam
berbela rasa dengan dunia dan sejarahnya.
Beberapa orang kudus, sebelum meninggal,
menghibur orang yang mereka cintai dengan
menjanjikan mereka bahwa mereka akan dekat
untuk membantu. Santa Theresia dari Lisieux ingin
terus berbuat baik dari surga.287 Santo Dominikus
menyatakan bahwa "dia akan lebih berguna setelah
kematian .... lebih kuat dalam memperoleh
rahmat".288 Semua ini benar-benar "ikatan kasih",
289
karena "penyatuan peziarah di bumi dengan
saudara-saudara yang tidur dalam Tuhan sama
sekali tidak terhalangi ... [tetapi] diperkuat oleh
pertukaran harta rohani".290

__________
285 Cf. Catechism of the Catholic Church, 958.
286 Ibid.
287 Cf. Therese of Lisieux, Derniers Entretiens: Le “carnet
jaune” de Mère Agnès, 17 July 1897, in Oeuvres
Complètes, Paris, 1996, 1050. Her Carmelite sisters spoke
of a promise made by Saint Therese that her departure
from this world would be “like a shower of roses” (ibid.,
9 June 1897, 1013).
288 JORDAN OF SAXONY, Libellus de principiis Ordinis
Praedicatorum, 93: Monumenta Historica Sancti Patris
Nostri Dominici, XVI, Rome, 1935, p. 69.
289 Cf. Catechism of the Catholic Church, 957.
290 SECOND VATICAN ECUMENICAL COUNCIL,
Dogmatic Constitution on the Church Lumen Gentium,
49.

192
258. Jika kita menerima kematian, kita dapat
mempersiapkan diri kita untuk itu. Caranya adalah
dengan bertumbuh dalam kasih bagi mereka yang
berjalan di sisi kita, sampai pada saat "maut tidak
akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan"
(Wahyu 21: 4). Dengan demikian kita akan
mempersiapkan diri untuk bertemu sekali lagi
dengan orang yang kita cintai yang telah
meninggal. Sama seperti Yesus "menyerahkan
kembali anak yang telah meninggal itu kepada
ibunya" (bdk Luk 7:15), maka ia akan ada bersama
kita. Mari kita tidak membuang tenaga dengan
tinggal di masa lalu. Semakin baik kita hidup di
bumi ini, semakin besar kebahagiaan yang dapat
kita bagikan bersama dengan orang yang kita cintai
di surga. Semakin kita mampu menjadi dewasa dan
berkembang di dunia ini, semakin banyak hadiah
yang dapat kita bawa ke perjamuan surgawi.

BAB TUJUH

193
MENUJU PENDIDIKAN ANAK-ANAK
YANG LEBIH BAIK

259. Orang tua senantiasa mempengaruhi


perkembangan moral anak-anaknya, menjadi lebih
baik ataupun menjadi lebih buruk. Agaknya
mereka harus mengambil tanggungjawab peran
mendasar ini dan melakukannya dengan penuh
kesadaran, antusias, beralasan dan dengan tepat.
Karena peran pendidikan keluarga ini begitu
penting, dan semakin lama semakin kompleks, saya
akan membahasnya dengan rinci.

DI MANAKAH ANAK-ANAK KITA?

260.Keluarga tidak dapat menolong selain dengan


menjadi tempat pendukung, bimbingan dan
pengarahan, seberapa banyaknyapun mereka harus
memikirkan kembali metode-metode mereka dan
menemukan sumber-sumber pembelajaran yang
baru. Orangtua perlu mempertimbangkan paparan
apa yang mereka kehendaki dialami anak-anaknya,
dan hal ini berarti memperhatikan siapa yang
menyediakan hiburan bagi mereka, siapa yang
memasuki ruangan mereka melalui televisi dan
peralatan elektronik, dan dengan siapa mereka
melewatkan waktu senggang mereka. Hanya jika
kita mendevosikan (saran: meluangkan) waktu bagi
anak-anak kita, memperbincangkan hal-hal penting
dengan sederhana dan penuh perhatian, dan
menemukan cara-cara sehat bagi mereka untuk
melewatkan waktu, barulah kita bisa melindungi
mereka dari mara bahaya. Kita harus selalu
waspada dan tidak acuh tak acuh. Orangtua harus
membantu mempersiapkan anak-anak dan remaja
menghadapi resiko, misalnya terhadap agresi,
pelecehan atau ketergantungan obat.

194
261. Obsesi, di pihak lain, bukanlah pendidikan.
Kita tidak bisa mengontrol setiap situasi yang akan
dialami seorang anak. Dalam hal ini tetaplah benar
bahwa “waktu lebih luas daripada ruang”.291
Dengan kata lain, lebih penting memulai suatu
proses daripada mendominasi ruang. Bila orangtua
terobsesi dengan selalu ingin tahu di mana anak-
anaknya berada dan mengontrol semua pergerakan
mereka, maka mereka hanyalah mencari dominasi
akan ruang. Hal demikian sama sekali bukan cara
mendidik, menguatkan dan menyiapkan anak-anak
menghadapi berbagai tantangan. Apa yang lebih
penting adalah kemampuan penuh kasih membantu
anak-anak bertumbuh dalam kemerdekaan,
kematangan, disiplin secara menyeluruh dan
otonomi sesungguhnya. Hanya dengan cara inilah
anak-anak akan memiliki kecakapan yang
dibutuhkan untuk melindungi diri mereka sendiri
dan bertindak dengan cerdas dan bijaksana
manakala mereka menghadapi kesulitan.
Pertanyaan sesungguhnya, dengan demikian,
bukanlah di mana anak-anak berada secara fisik,
atau dengan siapa mereka berada di suatu waktu
tertentu, melainkan di mana mereka berada secara
eksistensinya, (saran: sesungguhnya berada) di
mana mereka berdiri dalam hal (saran: ketika
mereka menyatakan) keyakinan, tujuan, keinginan
dan impian mereka. Pertanyaan yang akan saya
ajukan kepada para orangtua adalah: “Apakah kita
mencoba mengerti ‘di mana’ anak-anak kita
sesungguhnya berada di dalam perjalanan mereka?
Apakah kita sungguh-sungguh mengetahui di mana
jiwa mereka berada? Dan di atas segalanya, apakah
kita mau tahu akan hal ini?”292

262. Seandainya kematangan itu semata-mata


merupakan perkembangan atas sesuatu yang sudah

195
ada dalam kode genetik kita, maka tidak banyak
yang harus dilakukan lagi. Namun demikian,
kebijaksanaan, pertimbangan baik dan akal sehat
bergantung bukan melulu pada faktor pertumbuhan
kuantitatif, namun lebih pada rangkaian
keseluruhan berbagai hal yang dialami jauh di
dalam diri tiap-tiap manusia, atau lebih tepat lagi,
di bagian paling inti kemerdekaan kita. Tidak dapat
disangkal, setiap anak akan mencengangkan kita
dengan ide-ide dan proyek-proyek yang lahir dari
kemerdekaan tersebut, hal mana menantang kita
untuk berpikir ulang akan ide-ide kita sendiri.
Keadaan ini merupakan hal yang baik. Pendidikan
itu mencakup mendorong penggunaan
kemerdekaan kita dengan bertanggung-jawab guna
menghadapi isu-isu tentang akal sehat dan
kepintaran.Ia melibatkan pembentukan orang-
orang yang siap memahami bahwa hidup mereka
sendiri, dan hidup komunitasnya berada di tangan
mereka, dan bahwa kemerdekaan itu sendiri
merupakan hadiah yang besar.

PEMBENTUKAN ETIKA PADA ANAK-ANAK

263. Orangtua mempercayakan pihak sekolah


untuk memastikan anak-anaknya mendapatkan
instruksi (saran: pendidikan) dasar, namun mereka
tidak dapat mendelegasikan pembentukan moral
__________
292 Catechesis (20 May 2015): L’Osservatore Romano, 21 May
2015, p. 8.
anak-anaknya sepenuhnya kepada orang lain.
Perkembangan afektif dan etis seseorang pada
akhirnya berdasarkan pada pengalaman tertentu, di
mana, kita sebut saja, orang tuanya dapat
dipercaya. Hal ini berarti orang tua, sebagai
edukator, bertanggungjawab, lewat afeksi dan
teladan, untuk memasukkan ke dalam anak-

196
anaknya kepercayaan dan rasa hormat penuh kasih.
Manakala anak-anak tidak lagi merasakan, lepas
dari aneka kesalahan mereka, bahwa mereka
bernilai penting bagi orangtuanya, atau merasa
bahwa orang tuanya benar-benar tulus
mempedulikan mereka, maka akan timbul suatu
luka mendalam dan banyak kesulitan di sepanjang
jalan hidup menuju kedewasaan. Ketidakhadiran
fisik atau emosional ini menciptakan luka yang
lebih besar lagi dibandingkan omelan yang
diterima sang anak sewaktu berbuat salah.

264. Orangtua juga bertanggungjawab untuk


pembentukan kemauan anak-anaknya, membangun
kebiasaan baik dan kecenderungan alamiah kepada
kebaikan. Hal ini mencakup menampilkan cara-
cara tertentu dalam berpikir dan berperilaku yang
disukai orang dan berharga, sebagai bagian dari
proses pertumbuhan bertahap. Keinginan untuk
dapat (saran: agar) cocok masuk ke dalam
masyarakat, atau kebiasaan untuk foregoing (saran:
mendahului) kenikmatan segera demi hidup yang
lebih teratur dan lebih baik pada umumnya,
merupakan suatu nilai yang dapat
menginspirasikan keterbukaan terhadap nilai-nilai
lain yang lebih besar. Pembentukan moral harus
selalu terjadi dengan metode aktif dan dialog yang
mengajarkan lewat kepekaan dan dengan
menggunakan bahasa yang dapat dimengerti anak.
Ia juga harus terjadi secara induktif, sehingga anak
dapat belajar bagi dirinya sendiri akan pentingnya
nilai-nilai, prinsip-prinsip dan norma-norma
tertentu, daripada memaksakan ini sebagai suatu
kebenaran absolut dan tidak terbantahkan.

265. Melakukan apa yang benar lebih berarti


daripada “menilai apa yang tampaknya terbaik”
atau mengetahui dengan jelas apa yang perlu

197
dilakukan, juga sama pentingnya dengan hal ini.
Seringkali kita menemukan inkonsistensi dalam
keyakinan kita, seberapa teguhpun keyakinan itu
dipegang; bahkan sewaktu suara hati kita
menentukan keputusan moral yang jelas, faktor-
faktor lain kadang-kadang terbukti lebih menarik
dan lebih kuat pengaruhnya.Kita harus sampai pada
titik di mana hal baik yang dapat digapai
intelektual, dapat berakar pada kecenderungan
afektif yang menonjol, seperti suatu rasa haus akan
kebaikan yang melebihi daya tarik lainnya dan
membantu kita menyadari bahwa apa yang kita
anggap baik secara obyektif adalah baik pula ‘bagi
kita’ di sini dan saat ini. Suatu pendidikan etika
yang baik mencakup menunjukkan kepada orang
tersebut bahwa bagi kepentingannya sendirilah
untuk melakukan apa yang benar. Sekarang ini,
makin kurang efektif menuntut sesuatu yang
membutuhkan usaha dan pengorbanan, tanpa
menunjukkan dengan jelas manfaat apa yang bisa
diperoleh darinya.

266. Kebiasaan baik perlu dikembangkan. Bahkan


kebiasaan anak-anak dapat membantu
menerjemahkan nilai-nilai penting yang
diinternalisasikan menjadi cara bertindak yang baik
dan menetap. Seseorang mungkin dapat bersikap
sosial dan terbuka kepada orang lain, namun bila
untuk waktu yang cukup lama ia tidak dilatih oleh
orangtuanya untuk mengucapkan “Tolong”,
“Terima kasih”, dan “Maaf”, maka sikap hatinya
yang baik tidak akan mudah dilihat orang.
Penguatan kemauan dan pengulangan perilaku
tertentu merupakan bahan bangunan perilaku
moral; tanpa pengulangan pola perilaku baik
tertentu secara sadar, bebas dan dihargai,
pendidikan moral tidak akan terjadi. Keinginan
semata, atau ketertarikan pada suatu nilai tertentu,

198
tidaklah cukup untuk memasukkan sifat baik tanpa
kehadiran tindakan nyata yang dimotivasi dengan
seksama.

267. Kebebasan itu suatu hal yang luar biasa,


namun juga dapat merosot dan hilang. Pendidikan
moral berhubungan dengan menumbuhkan
kebebasan melalui ide-ide, insentif, aplikasi
praktis, stimuli, penghargaan, model, simbol,
refleksi, peneguhan, dialog dan pemikiran ulang
yang terus menerus akan cara kita melakukan
berbagai hal; semua hal ini dapat membantu
mengembangkan prinsip-prinsip dalam diri yang
stabil yang akan memimpin kita melakukan hal
baik secara spontan. Kebaikan itu merupakan suatu
keyakinan yang telah menjadi prinsip internal
operasional terus menerus. Kehidupan yang
bernilai baik dengan demikian membangun,
menguatkan dan membentuk kebebasan, kalau
tidak demikian maka kita akan menjadi budak
kecenderungan dehumanisasi dan antisosial. Bagi
kemanusiaan itu sendiri dibutuhkan setiap dari kita
untuk “berperilaku dengan sadar dan memilih
dengan bebas, sebagaimana digerakkan dan ditarik
dengan cara personal dari dalam diri sendiri”. 293
__________
293 Second Vatican Ecumenical Council, Pastoral
Constitution on the Church in the Modern World Gaudium et
Spes, 17.
NILAI KOREKSI SEBAGAI SUATU INSENTIF
268.Suatu hal mendasarkan juga membantu anak-
anak dan kaum remaja menyadari bahwa suatu
perilaku yang salah memiliki konsekuensinya
masing-masing. Mereka perlu didorong untuk
mencoba menempatkan diri mereka di dalam
sepatu orang lain dan menyadari rasa sakit yang
mereka timbulkan. Sejumlah hukuman – ditujukan
bagi perilaku agresif, antisosial – dapat sebagian

199
menghasilkan efek yang dimaksud ini. Pentinglah
untuk melatih anak-anak dengan ketat untuk
meminta maaf dan memperbaiki hal buruk yang
dilakukannya terhadap orang lain. Sebagaimana
prose pendidikan ini menghasilkan buah dalam
perkembangan kebebasan pribadi, anak-anak akan
mengapresiasi bahwa sungguh baik bertumbuh di
dalam keluarga bahkan dalam melakukan tuntutan
yang muncul dalam setiap proses pembentukan.

269. Koreksi juga merupakan suatu insentif


manakala usaha anak-anak dihargai dan diakui, dan
mereka merasakan kepercayaan orangtua yang
konstan dan penuh kesabaran. Anak-anak yang
dikoreksi dengan kasih merasa ia dipedulikan;
mereka mengamati bahwa mereka adalah individu
yang potensinya diakui. Hal ini tidak
membutuhkan orangtua yang sempurna adanya,
namun orangtua yang rendah hati yang menyadari
keterbatasan mereka dan melakukan berbagai
usaha untuk mengembangkan dirinya juga.Satu hal
lagi yang anak-anak perlu pelajari dari orangtuanya
adalah tidak terbawa dalam kemarahan.Seorang
anak yang melakukan suatu kesalahan harus
dikoreksi, namun jangan pernah
memperlakukannya sebagai musuh atau sebagai
obyek.

270. Penting diketahui bahwa disiplin jangan


membuat anak menjadi tawar hati, namun
sebaliknya harus menjadi stimulus bagi
perkembangan berikutnya. Bagaimana disiplin
dapat diinternalisasi dengan baik? Bagaimana kita
memastikan kalau disiplin merupakan pembatas
konstruktif yang ditempatkan bagi perilaku anak
dan bukan suatu penghalang di jalan
pertumbuhannya? Suatu keseimbangan perlu
ditemukan di antara dua ekstrim yang sama

200
merusaknya. Yang satu berusaha membuat segala
sesuatu berputar di sekeliling keinginan anak;
anak-anak demikian akan bertumbuh dengan
kesadaran akan hak-haknya tapi tidak memiliki
kesadaran akan tanggungjawabnya. Yang lainnya
akan memiskinkan anak dari kesadaran akan harga
dirinya, identitas dan hak-hak pribadinya; anak-
anak demikian akan berujung pada kondisi
kewalahan dijejali aneka tugas dan kebutuhan
untuk mewujudkan keinginan orang lain.

REALISME DENGAN SABAR

271. Edukasi moral mencakup meminta anak atau


anak muda hanya hal-hal yang tidak melibatkan
pengorbanan berlebih, dan hanya menuntut
sejumlah usaha yang tidak membawa pada rasa
marah atau tekanan. Umumnya hal ini dilakukan
dengan meminta langkah-langkah kecil yang dapat
dimengerti, diterima dan dihargai, sambil
mencakup juga sejumlah pengorbanan. Bila kita
menuntut terlalu banyak, kita malah tidak akan
mendapat apa-apa. Bila anak sudah bebas dari
otoritas kita, ia mungkin akan berhenti berbuat
baik.

272. Pembentukan etika ada kalanya tidak disukai,


karena pengalaman lalu pernah diabaikan,
dikecewakan, kurang perhatian atau model menjadi
orangtua yang salah. Nilai-nilai etis dikaitkan
dengan gambaran negatif figur orangtua atau
kekurangan orang dewasa lainnya. Untuk alasan
ini, kaum remaja harus dibantu menarik analogi:
untuk mengapresiasi nilai-nilai yang baik yang
tertanam dalam diri sejumlah tokoh teladan, namun
juga menyadari ketidaksempurnaan dan perbedaan
yang ada pada orang lain. Di saat yang sama,
karena keengganan dapat terkait pada pengalaman

201
buruk, mereka perlu pertolongan di dalam proses
penyembuhan dalam diri mereka dan dengan cara
ini mereka bertumbuh menjadi manusia yang
mampu memahami dan hidup dalam damai dengan
orang lain serta dengan komunitas yang lebih besar.

273. Dalam mengajukan nilai-nilai, perlu


dilakukan secara perlahan, mempertimbangkan
usia dan kemampuan anak, tanpa anggapan untuk
menerapkan suatu metode yang kaku dan tidak
lentur. Kontribusi yang berharga dari Psikologi dan
ilmu pendidikan telah menunjukkan bahwa
mengubah perilaku anak melibatkan proses yang
bertahap, namun juga perlu menyalurkan dan
melatih kebebasannya, karena bila dengan
pengetahuan saja tidak dapat dipastikan terjadi
pertumbuhan kedewasaan. Kebebasan situasional,
kebebasan sejati, ada batasnya dan tergantung
kondisinya.Ia bukan sekedar kemampuan memilih
apa yangbaik secara spontan belaka. Batas yang
jelas tidak selalu dapat ditarik di antara perilaku
“sukarela” dan “bebas”. Seseorang dapat dengan
jelas dan secara sukarela menginginkan sesuatu
yang jahat, namun ia lakukan itu akibat dorongan
hati yang tidak tertahankan atau karena pengasuhan
yang buruk. Dalam kasus seperti itu, keputusannya
dilakukan secara sukarela, sejauh mana ia tidak
berlawanan dengankecenderungan atas
keinginannya, namun ini bukanlah kebebasan,
karena praktis tidak mungkin baginya untuk tidak
memilih yang jahat tadi. Kita dapat lihat hal ini
pada kasus pecandu obat terlarang yang kompulsif.
Manakala mereka menghendaki perbaikan, mereka
benar-benar menginginkan perbaikan, namun
mereka begitu terkondisikan sehingga saat itu
tidak ada pilihan lain yang mungkin.Keputusan
mereka sukarela namun tidaklah bebas. Tidak
masuk akal “membiarkan mereka memilih dengan

202
bebas”, karena pada kenyataannya mereka tidak
dapat memilih, sementara memaparkan mereka
pada obat terlarang hanya akan meningkatkan
adiksi mereka saja. Mereka butuh pertolongan dari
orang lain dan suatu proses rehabilitasi.

KEHIDUPAN KELUARGA SEBAGAI AJANG


PENDIDIKAN

274. Keluarga merupakan sekolah pertama akan


nilai-nilai kemanusiaan, di mana kita belajar
penggunaan kebebasan dengan bijaksana.
Sejumlah kecenderungan tertentu berkembang
pada anak-anak dan menjadi begitu dalam berakar
sehingga kecenderungan tersebut menetap
sepanjang hidup mereka, baik itu berupa
ketertarikan terhadap nilai-nilai tertentu atau rasa
tidak suka alamiah terhadap cara berperilaku
tertentu. Banyak orang berpikir dan bertindak
dengan cara tertentu karena mereka
menganggapnya sebagai benar berdasarkan pada
apa yang mereka pelajari, seperti proses osmosis,
dari tahun-tahun awal mereka: “Demikianlah
diajarkan kepada saya”. “Itulah yang saya pelajari
untuk dilakukan.”Di dalam keluarga kita juga dapat
bersikap kritis terhadap pesan tertentu yang dikirim
lewat berbagai media.Sedih hati mengatakan,
sejumlah program televisi atau aneka bentuk iklan
seringkali berpengaruh buruk dan memerosotkan
nilai-nilai yang telah ditanamkan dalam kehidupan
keluarga.

275. Di masa kita sendiri, yang didominasi dengan


ketegangan mental dan kemajuan teknologi yang
begitu cepat, salah satu tugas yang paling penting
dari keluarga adalah menyediakan edukasi
pengharapan. Hal ini bukan berarti mencegah anak-
anak bermain dengan perangkat elektronik, namun

203
lebih pada menemukan berbagai jalan untuk
menolong mereka mengembangkan kemampuan
kritis dan tidak berpikir bahwa kecepatan digital
dapat diterapkan pada segala sesuatu di dalam
hidup.Menunda keinginan tidak berarti
menyangkalnya namun hanyalah menunda
pemenuhannya.Bila anak-anak atau kaum remaja
tidak dibantu menyadari bahwa sejumlah hal harus
ditunggu kehadirannya, mereka bisa menjadi
terobsesi untuk memuaskan kebutuhannya sesaat
dan mengembangkan sikap buruk “menghendaki
semua itu sekarang.”Hal ini merupakan ilusi
raksasa yang tidak memerkuat kebebasan namun
malah memperlemahnya. Sebaliknya, bila kita
diajarkan untuk menunda sesuatu sampai tiba
waktunya yang tepat, kita belajar akan penguasaan-
diri dan pelepasan diri dari dorongan hati kita
semata. Manakala anak-anak menyadari bahwa
mereka harus bertanggungjawab atas diri mereka
sendiri, citra diri mereka akan diperkaya.
Selanjutnya hal ini akan mengajarkan mereka
untuk menghormati kebebasan orang lain juga.
Tentu saja ini bukan berarti mengharapkan anak-
anak berperilaku seperti orang dewasa, namun juga
bukan berarti meremehkan kemampuan mereka
untuk bertumbuh dalam kebebasan yang
bertanggungjawab.Di dalam keluarga yang sehat,
proses pembelajaran ini biasanya terjadi melalui
berbagai tuntutan kehidupan pada umumnya.

276. Keluarga merupakan ajang utama


bersosialisasi, karena di sinilah kita pertama kali
belajar berelasi dengan orang lain, mendengarkan
dan berbagi, bersabar dan menunjukkan rasa
hormat, saling tolong menolong dan hidup sebagai
kesatuan. Tugas edukasi adalah membuat kita
merasa bahwa dunia dan masyarakat adalah juga
rumah kita; ia melatih kita bagaimana hidup

204
bersama di dalam rumah yang lebih besar ini. Di
dalam keluarga kita belajar tentang kedekatan,
kepedulian dan rasa hormat kepada orang lain. Kita
keluar dari daya hisap diri yang fatal dan menyadari
bahwa kita hidup bersama dan berdampingan
dengan orang-orang lain yang berharga untuk
dipedulikan, diberi kebaikan dan diberi afeksi.
Tidak ada ikatan sosial tanpa aspek utama, hari
demi hari, hampir-hampir mikroskopik, hidup
berdampingan, hidup bersilangan di berbagai
waktu, peduli akan segala sesuatu yang
mempengaruhi kita, saling membantu satu sama
lain dalam hal-hal kecil yang biasa ditemukan
dalam hidup. Setiap hari keluarga harus
menemukan cara-cara baru menghargai dan
mengakui anggota keluarganya.

277. Di dalam keluarga juga, kita dapat


memikirkan kembali kebiasaan-kebiasaan kita
menggunakan dan memelihara lingkungan sebagai
rumah bersama kita. “Keluarga merupakan agen
utama suatu ekologi integral, karena ia merupakan
subyek sosial primer yang mengandung di
dalamnya kedua prinsip dasar peradaban manusia
di atas bumi: prinsip kebersamaan (communion)
dan prinsip keberbuahan (fruitfulness)”.294
Dengan cara yang sama, saat-saat kesulitan dan
bermasalah dalam hidup berkeluarga dapat
mengajarkan pelajaran penting. Hal ini terjadi,
misalnya, pada saat penyakit menyerang, karena
“di hadapan penyakit, bahkan penyakit di dalam
keluarga, kesulitan muncul karena kelemahan
manusia. Namun secara umum, saat-saat sakit
memampukan ikatan keluarga bertumbuh lebih
kuat…Suatu edukasi yang gagal memperkuat
sensitivitas terhadap penyakit manusiawi membuat
hati menjadi dingin; ia membuat anak-anak muda
‘mati-rasa’ terhadap penderitaan orang lain, tidak

205
mampu menghadapi penderitaan dan menghidupi
pengalaman keterbatasan”.295

278. Proses edukasi yang muncul di antara


orangtua dan anak dapat dibantu ataupun dihambat
dengan meningkatnya kecanggihan media
komunikasi dan hiburan. Bila digunakan dengan
benar, media ini dapat bermanfaat untuk
menghubungan anggota keluarga yang tinggal
terpisah satu sama lain. Kontak yang sering
membantu mengatasi berbagai kesulitan.296 Namun
demikian, jelaslah bahwa media ini tidak dapat
menggantikan kebutuhan akan dialog yang lebih
pribadi dan lebih langsung, yang membutuhkan
kehadiran fisik atau sedikitnya
__________
294 Catechesis (30 September 2015): L’Osservatore Romano,
1 October 2015, p. 8.
295 Catechesis (10 June 2015): L’Osservatore Romano, 11 June
2015, p. 8.
296 Cf. Relatio Finalis 2015, 67.
mendengarkan suara dari lawan bicaranya. Kita
ketahui bahwa kadang-kadang media dapat
membuat orang-orang malah saling terpisahkan
daripada berkumpul bersama, seperti pada saat
makan malam di mana setiap orang berselancar di
atas telpon genggamnya, atau ketika salah satu
pasangan tertidur sambil menunggui pasangan
lainnya menghabiskan waktu berjam-jam bermain
dengan perangkat elektroniknya. Hal ini juga
merupakan suatu hal yang perlu didiskusikan
keluarga dan dicari jalan keluarnya dengan cara-
cara yang memperkuat interaksi tanpa
mengeluarkan aneka larangan yang tidak realistis..
Di dalam kesempatan manapun, kita tidak dapat
mengabaikan resiko yang dihadapkan aneka bentuk
komunikasi baru ini bagi anak-anak dan kaum
remaja; kadang-kadang mereka dapat membuat

206
anak menjadi apatis dan terputus hubungan dengan
dunia sesungguhnya. “Diskoneksi teknologis” ini
membuat anak-anak lebih mudah terpapar
manipulasi oleh orang-orang yang akan
menginvasi ruang pribadi mereka dengan minat
yang mementingkan diri semata.

279. Tidak baik juga bagi orangtua untuk bersikap


mendominasi. Manakala anak-anak dibuat merasa
bahwa hanya orangtua mereka yang dapat
dipercaya, hal ini akan menghambat proses yang
memadai untuk sosialisasi dan pertumbuhan
kematangan afektif. Untuk membantu memperluas
relasi orangtua ke realitas yang lebih lebar,
“Komunitas Kristiani terpanggil untuk
menawarkan dukungan bagi misi pendidikan
keluarga”,297 khususnya melalui katekese terkait
__________
297. 297 Catechesis (20 May 2015): L’Osservatore Romano, 21
May 2015, p. 8.
inisiasi Kristiani. Untuk membangun edukasi
integral, kita perlu untuk “memperbaharui ikatan
janji antara keluarga dan komunitas Kristiani”.298
Sinode ini hendak menekankan pentingnya
sekolah-sekolah Katolik yang “memainkan
peranan vital dalam membantu orangtua dalam
tugas mereka membesarkan anak-anak… Sekolah
Katolik perlu didorong dalam misi mereka
menolong para murid bertumbuh menjadi orang
dewasa yang dapat melihat dunia dengan kasih
Yesus dan yang dapat memahami kehidupan
sebagai suatu panggilan untuk melayani Allah.299
Untuk alasan inilah, “Gereja sangat meneguhkan
kebebasannya untuk mengajukan pengajarannya
dan hak keberatan seturut hati nurani
parapendidik”.300

PERLUNYA PENDIDIKAN SEKSUAL

207
Konsili Vatikan Kedua membicarakan perlunya
“edukasi seks yang positif dan penuh hikmat”
ditanamkan kepada anak-anak dan remaja “pada
saat mereka bertambah usianya”, dengan “bobot
memadai pada kemajuan di bidang ilmu psikologi,
pedagogi dan didaktik”.301 Kita sendiri juga layak
bertanya apakah lembaga pendidikan kita telah
menerima tantangan ini. Tidaklah mudah
mendekati isu edukasi seks pada suatu jaman di
mana seksualitas cenderung dianggap biasa dan
menjadi merosot nilainya.Ia hanya dapat dilihat di
dalam kerangka yang lebih lebar sebagai edukasi
cinta, pemberian diri satu sama lain. Dengan cara
__________
298 Catechesis (9 September 2015): L’Osservatore Romano, 10
September 2015, p. 8.
299 Relatio Finalis 2015, 68.
300 Ibid., 58

demikian, bahasa seksualitas tidak akan


dimerosotkan melainkan diterangi dan diperkaya.
Dorongan seksual dapat diarahkan melewati proses
pertumbuhan dalam bentuk pengenalan diri dan
pengendalian diri yang mampu memupuk berbagai
kapasitas berharga untuk berbahagia dan untuk
pertemuan yang penuh cinta.

281. Edukasi seks harus menyediakan informasi


sambil tetap mengingat bahwa anak-anak dan kaum
remaja belumlah mencapai kedewasaan penuh.
Informasi ini harus datang pada waktu yang tepat
dan dengan cara yang sesuai bagi usia mereka.
Tidak ada gunanya membanjiri mereka dengan data
tanpa disertai juga dengan membantu mereka
mengembangkan rasa kritis menghadapi serbuan
jahat ide-ide dan saran-saran baru, banjirnya
pornografi dan melimpahnya stimuli yang dapat

208
merusak gambaran seksualitas.Anak-anak muda
perlu menyadari bahwa mereka sedang
dibombardir dengan pesan-pesan yang tidak
menguntungkan bagi pertumbuhan kedewasaan
mereka. Mereka perlu dibantu untuk mengenali dan
mendapatkan pengaruh-pengaruh positif, sambil
menghindari hal-hal yang melumpuhkan kapasitas
mereka akan cinta. Kita juga perlu menyadari
bahwa “suatu bahasa yang baru dan sesuai”
dibutuhkan “dalam memperkenalkan kepada anak-
anak dan remaja topik tentang seksualitas”.302

282. Edukasi seksual yang membangun rasa


kepantasan berpakaian yang sehat memiliki nilai
yang luar biasa besarnya, sangat disayangkan ada
banyak orang yang menganggap kepantasan
berpakaian ini sebagai suatu barang kuno dari
jaman yang sudah lewat. Berpakaian pantas
merupakancara alamiah kita menjaga privacy
pribadi dan mencegah diri kita diubahkan menjadi
barang yang dipakai Tanpa rasa kepantasan ini,
afeksi dan seksualitas dapat direndahkan menjadi
obsesi akan genitalitas dan perilaku tidak sehat
yang merusak kapasitas kita dalam hal cinta, dan
juga obsesi akan kekerasan seksual yang membawa
kepada perlakuan tidak manusiawi atau menyakiti
orang lain.

283. Seringkali, edukasi seksual terutama


mengurusi “proteksi” melalui praktek “seks yang
aman”. Ungkapan seperti itu mencerminkan sikap
yang negatif terhadap ujung dari seksualitas berupa
prokreasi alamiah, seolah-olah anak yang akan
hadir merupakan musuh yang harus dicegah
kedatangannya. Cara berpikir seperti ini
mempromosikan narsisme dan agresifitas sebagai
ganti penerimaan.Merupakan hal yang selalu tidak
bertanggungjawab untuk mengundang seorang

209
dewasa bermain-main dengan tubuhnya dan
keinginannya, seolah-olah mereka memiliki
kematangan, nilai-nilai, komitmen timbal balik dan
tujuan-tujuan yang semestinya ada di dalam
perkawinan. Mereka akan berakhir pada dorongan
untuk memperalat orang lain tanpa sungkan
sebagai sarana memuaskan keinginannya atau
keterbatasannya. Hal yang penting adalah
mengajarkan kepada mereka akan sensitifitas
terhadap berbagai ekspresi berbeda dari cinta,
perhatian dan kepedulian timbal balik, rasa hormat
penuh cinta dan komunikasi mendalam yang
bermakna. Semua hal ini mempersiapkan mereka
untuk pemberian diri yang integral dan murah hati
yang akan diekspresikan, diikuti komitmen publik,
dalam bentuk pemberian tubuh mereka. Kesatuan
seksual dalam perkawinan dengan demikian akan
muncul sebagai tanda komitmen yang mencakup
keseluruhannya, diperkaya dengan segala sesuatu
yang sudah mendahuluinya.

284. Anak-anak muda janganlah tertipu


dibingungkan akan dua tingkatan kenyataan: “daya
tarik seksual menciptakan, untuk sementara, ilusi
kesatuan, namun, tanpa cinta, ‘kesatuan’ ini
meninggalkan rasa sebagai orang asing yang jauh
terpisah seperti sebelumnya”.303 Bahasa tubuh
meminta pembelajaran magang dengan sabar
dalam belajar menginterpretasikan dan
menyalurkan keinginan-keinginan dari sudut
pandang pemberian-diri yang otentik. Manakala
kita beranggapan memberikan segala sesuatunya
sekaligus, bisa jadi berarti kita tidak memberikan
apa-apa sama sekali. Di satu pihak disadari betapa
rapuhnya dan liarnya orang-orang muda dapat
berperilaku, namun di pihak lain diperlukan
bantuan menyeluruh bagi mereka untuk
memperpanjang ketidakmatangan mereka dalam

210
cara mereka menunjukkan cinta. Namun siapa yang
akan membicarakan hal ini di masa sekarang?
Siapa yang mampu menangani anak-anak muda
dengan serius? Siapa yang menolong mereka
menyiapkan dengan serius sebuah cinta yang besar
dan murah hati? Manakala pendidikan seksual
menjadi perhatian, ada banyak sekali hal
dipertaruhkan.

285. Pendidikan seksual harus juga mencakup rasa


hormat dan penghargaan terhadap perbedaan,
sebagai suatu cara menolong anak muda mengatasi
– penyerapan –diri mereka sendiri dan
__________
303 ERICH FROMM, The Art of Loving, New York, 1956, p.
54.
menjadi terbuka serta menerima orang lain. Di
balik aneka kesulitan yang dipahami dialami
individu-individu, orang-orang muda perlu dibantu
untuk menerima tubuh mereka sendiri sebagaimana
mereka diciptakan, dari “berpikir bahwa kita
menikmati kekuasaan mutlak atas tubuh kita
sendiri menjadi, seringkali tanpa disadari, berpikir
bahwa kita menikmati kekuasaan mutlak atas
ciptaan.. Suatu penghargaan atas tubuh kita sebagai
pria dan wanita juga diperlukan bagi kesadaran diri
kita sendiri dalam pertemuan dengan orang-orang
lain yang berbeda dengan kita. Dengan cara ini kita
dapat dengan sukacita menerima pemberian-
pemberian spesifik dari pria atau wanita lain, karya
Allah sang Pencipta, dan menemukan pengayaan
timbal-balik”.304 Hanya dengan melenyapkan rasa
takut menjadi orang berbeda, barulah kita dapat
dibebaskan dari pemusatan-diri sendiri dan
penyerapan-diri sendiri. Pendidikan seksual harus
menolong orang-orang muda menerima tubuh
mereka sendiri dan menghindari pretension
“membatalkan perbedaan seksual karena kita tidak

211
lagi mengetahui bagaimana menangani hal
tersebut”.305

286. Kita juga tidak dapat mengabaikan fakta


bahwa konfigurasi keberadaan kita sendiri, baik
sebagai pria ataupun wanita, tidaklah semata-mata
akibat faktor biologis atau genetik, namun akibat
berbagai elemen yang berhubungan dengan
temperamen, riwayat keluarga, kebudayaan,
pengalaman, pendidikan, pengaruh teman-teman,
__________
304 Encyclical Letter Laudato Si’ (24 May 2015), 155.
305 Catechesis (15 April 2015): L’Osservatore Romano, 16
April 2015, p. 8.
anggota keluarga dan orang-orang yang
diseganinya, selain juga berbagai situasi formatif
lainnya. Benarlah bahwa kita tidak dapat
memisahkan maskulin dan feminin dari karya
kreasi Allah, yang sudah ada sebelum semua
keputusan dan pengalaman, dan di mana elemen-
elemen biologis muncul, hal mana mustahil
diabaikan. Namun demikian benar juga bahwa
maskulinitas dan femininitas bukanlah kategori
yang kaku. Sebagai contoh, dimungkinlah cara
seorang suami menjadi maskulin secara fleksibel
diadaptasikan dengan jadwal kerja isterinya.
Mengambil alih tugas-tugas rumah tangga atau
sejumlah aspek membesarkan anak, tidaklah
membuat sang suami menjadi kurang maskulin
atau menunjukkan kegagalan,
ketidak-bertanggung-jawaban atau menyebabkan
rasa malu. Anak-anak perlu dibantu untuk
menerima “pertukaran” yang sehat tersebut sebagai
hal yang normal yang tidak mengurangi jati diri
figur ayah. Pendekatan yang kaku menyebabkan
penekanan yang berlebihan akan maskulinitas dan
femininitas, dan tidak membantu anak-anak dan
orang muda untuk menghargai saling

212
ketergantungan yang tulus yang tertanam di dalam
kondisi nyata suatu perkawinan. Kekakuan seperti
itu,pada gilirannya, dapat menghambat
perkembangan kemampuan seorang individu
sampai pada titik yang membuatnya berpikir,
misalnya, bahwa tidaklah maskulin bila melakukan
aktivitas seni atau menari, atau bukanlah hal
feminine untuk melatih kepemimpinan.Kita
berterima kasih kepada Tuhan bahwa hal ini
sekarang sudah berubah, namun di beberapa tempat
kepercayaan yang kurang memadai ini masih
menentukan kebebasan absah dan menghambat
perkembangan otentik identitas dan potensial
spesifik anak.

MENERUSKAN IMAN

287. Membesarkan anak menuntut proses teratur


meneruskan iman. Hal ini menjadi sulit oleh gaya
hidup belakangan ini, jadwal kerja dan
kompleksnya dunia saat ini, di mana banyak orang
harus mengejar derap kehidupan yang menggila
supaya dapat bertahan hidup.Walaupun demikian,
keluarga harus terus menerus menjadi tempat di
mana kita belajar menghargai arti dan indahnya
iman, berdoa dan melayani sesama kita. Hal ini
bermula dari Baptisan, di mana, sebagaimana
dikatakan Santo Agustinus, ibu-ibu membawa
anak-anak mereka “bekerjasama dalam kelahiran
yang kudus”.307 Dengan demikian dimulailah suatu
perjalanan pertumbuhan di dalam kehidupan yang
baru itu. Iman itu merupakan pemberian Allah,
diterima di dalam baptisan, dan bukan hasil karya
kita sendiri, namun demikian orangtua merupakan
sarana yang digunakan Allah membuat iman itu
bertumbuh dan berkembang.Jadi “indah sekali
manakala ibu-ibu mengajarkan kepada anak
kecilnya untuk mengecup Yesus atau Bunda.

213
Betapa banyaknya cinta di dalam tindakan tersebut!
Pada saat itu hati anak menjadi tempat doa”.308
Menangani iman presume bahwa orangtua itu
sendiri percaya dengan tulus kepada Allah, mencari
Dia dan merasakan kebutuhan akan Dia, karena
hanya dengan cara ini “Angkatan demi angkatan
akan memegahkan pekerjaan-pekerjaanMu dan
akan memberitakan keperkasaanMu” (Mzm 145:4)
dan “seorang bapak memberitahukan
kesetiaanMukepada anak-anaknya” (Yes 38:19).
Hal ini berarti kita kita perlu meminta Allah bekerja
di dalam hati mereka, di tempat di mana kita sendiri
tidak dapat menjangkaunya.Biji sesawi, yang
begitu kecil, menjadi pohon yang besar (bdk Mt
13:31-32); hal ini mengajarkan kita untuk melihat
ketidakseimbangan antara tindakan kita dan efek
yang ditimbulkannya.Kita ketahui bahwa kita
tidaklah memiliki pemberian itu, namun
pemeliharaannya dipercayakan kepada kita.
Komitmen kreatif kita itu sendiri merupakan suatu
persembahan yang memungkinkan kita
bekerjasama dengan rencana Allah. Untuk alasan
ini, “pasangan dan orangtua haruslah dihargai
dengan semestinya sebagai agen aktif dalam
katekese… Katekese keluarga merupakan bantuan
yang sangat besar sebagai metode yang efektif
dalam melatih orangtua muda menyadari misi
mereka sebagai penginjil bagi keluarganya
sendiri”.309

288. Pendidikan iman harus disesuaikan bagi tiap


anak, karena sumber-sumber dan resep-resep yang
lebih tua tidak selalu cocok bagi mereka. Anak-
anak membutuhkan simbol-simbol, tindakan dan
cerita-cerita. Karena kaum remaja biasanya
memiliki masalah dengan otoritas dan aturan,
sebaiknya kita mendorong pengalaman iman
mereka sendiri dan menyiapkan bagi mereka

214
kesaksian-kesaksian yang menarik yang
memenangkan mereka lewat pertobatan yang
indah. Orangtua yang begitu mendambakan
mengasuh iman anak-anaknya akan peka terhadap
pola pertumbuhan anak, karena mereka tahu bahwa
pengalaman spiritual itu tidak dipaksakan tapi
ditawarkan dengan bebas. Penting bagi anak-
__________
309 Relatio Finalis 2015, 89.
anak untuk melihat dengan nyata, pada orangtua
mereka, bahwa doa merupakan sesuatu yang benar-
benar penting. Karena itu momen doa keluarga dan
tindakan devosi dapat menjadi lebih dahsyat untuk
penginjilan daripada kelas katekese atau khotbah
manapun. Di sini saya hendak menyampaikan rasa
terimakasih saya secara khusus kepada para ibu
yang terus berdoa, sama seperti Santa Monika, bagi
anak-anak mereka yang telah terhilang dari Kristus.

289. Pekerjaan menangani iman anak-anak, dalam


arti memfasilitasi ekspresi dan pertumbuhannya,
membantu keseluruhan keluarga dalam misi
evangelisasi. Keluarga secara alamiah akan mulai
menyebarkan iman ke orang-orang sekitar, bahkan
kepada orang-orang di luar lingkaran keluarga.
Anak-anak yang tumbuh di dalam keluarga
misionaris seringkali mereka sendiri juga menjadi
misionaris; bertumbuh di dalam keluarga yang
hangat dan karib, mereka belajar berelasi dengan
dunia dengan cara yang sama, tanpa mengorbankan
iman atau keyakinan mereka. Kita ketahui bahwa
Yesus sendiri makan dan minum bersama para
pendosa (bdk Mrk 2:16; Mt 11:19), bercakap-cakap
dengan seorang wanita Samaria (bdk Yoh 4:7-26),
menerima Nikodemus di malam hari (bdk Yoh 3:1-
21), mengijinkan kakiNya diminyaki oleh seorang
wanita lacur (bdk Luk 7:36-50) dan tidak segan-
segan menumpangkan tanganNya ke atas mereka

215
yang sakit (bdk Mrk 1:40-45; 7:33).Demikian juga
terjadi pada para rasul, yang tidak memandang hina
orang lain, atau berkumpul dalam kelompok kecil
yang elit, terpisah dari kehidupan masyarakat
mereka.Walaupun pihak otoritas selalu memusuhi
mereka, mereka tetap menikmati disukai “semua
orang” (Kisah 2:47; bdk 4:21, 33; 5:13).

290. “Keluarga dengan demikian merupakan suatu


agen aktivitas pastoral melalui pernyataan eksplisit
Injil dan warisannya berupa berbagai bentuk
kesaksian, antara lain solidaritas dengan kaum
miskin, keterbukaan terhadap beragam orang,
perlindungan terhadap ciptaan, solidaritas moral
dan material dengan keluarga-keluarga lain,
termasuk mereka yang paling membutuhkan,
komitmen untuk mempromosikan kebaikan
bersama dan transformasi struktur sosial yang tidak
adil, dimulai dari wilayah di mana keluarga itu
tinggal, melalui praktek korporal dan spiritual
pengampunan”.310 Semua ini merupakan ekspresi
kepercayaan Kristiani kita yang menonjol di dalam
kasih Allah yang memimpin dan menopang kita,
suatu kasih yang dimanifestasikan dalam
pemberian-diri total Yesus Kristus, yang bahkan
sekarang hidup di tengah-tengah kita dan
memampukan kita menghadapi bersama-sama
badai kehidupan di tiap tingkat kehidupan. Di
dalam semua keluarga Kabar Baik perlu
didengungkan, di masa baik dan buruk, sebagai
suatu sumber terang di sepanjang jalan. Semua dari
kita harus bisa berkata, terima kasih kepada
pengalaman hidup kita di dalam keluarga; “Kita
telah mengenal dan telah percaya akan kasih Allah
kepada kita” (1 Yoh 4:16). Hanya berdasarkan
pengalaman ini pengasuhan pastoral Gereja atas
keluarga-keluarga akan memampukan mereka

216
menjadi gereja domestik dan juga menjadi ragi
evangelisasi di masyarakat.

__________
310 Ibid., 93
BAB DELAPAN

MENDAMPINGI, MEMBEDAKAN
DAN MENGINTEGRASIKAN KELEMAHAN

291. Bapa-bapa Sinode menyatakan bahwa,


walaupun Gereja menyadari setiap terputusnya
ikatan perkawinan “berlawanan dengan kehendak
Allah”, ia juga “menyadari akan kerapuhan banyak
anak-anaknya”.311 Dengan diterangi pandangan
Yesus Kristus, “ia berpaling dengan kasih kepada
orang-orang yang berpartisipasi dalam hidupnya
dengan cara yang tidak lengkap, sambil mengenali
kasih karunia Allah juga bekerja dalam hidup
mereka dengan memberikan kepada keberanian
untuk berbuat baik, saling peduli satu sama lain dan
melayani masyarakat di mana mereka tinggal dan
bekerja”.312 Pendekatan ini juga diperkokoh
dengan perayaan Tahun Yubelium yang
dipersembahkan untuk kerahiman ini. Walaupun ia
terus menerus tanpa putus asa memanggil kepada
kesempurnaan dan meminta jawaban yang lebih
penuh kepada Allah, “Gereja harus menyertai
dengan perhatian dan kepedulian anak-anaknya
yang terlemah, yang menunjukkan tanda-tanda
cinta yang terluka dan bermasalah, dengan
memulihkan harapan dan keyakinan di dalam
mereka, seperti cahaya kuat mercusuar di suatu
pelabuhan atau suatu obor yang dibawa di antara
orang-orang guna menerangi mereka yang telah
kehilangan arah atau mereka yang sedang berada di
tengah badai”.313 Jangan kita lupa bahwa tugas

217
Gereja seringkali menyerupai rumah sakit
lapangan.
__________
311 Relatio Synodi 2014, 24.
312 Ibid. 25.

292. Perkawinan kristiani, sebagai suatu refleksi


penyatuan Kristus dan Gerejanya, sepenuhnya
disadari dalam penyatuan seorang pria dan wanita
yang saling memberikan diri mereka dalam cinta
yang bebas, setia dan eksklusif, yang saling
menjadi milik pasangannya sampai mati dan
terbuka bagi transmisi kehidupan, dan
dikonsekrasikan oleh sakramen, yang
menganugerahkan mereka kasih karunia untuk
menjadi gereja domestik dan suatu ragi kehidupan
baru bagi masyarakat. Sejumlah bentuk penyatuan
secara radikal berlawanan dengan hal ideal ini,
sementara lainnya menyadarinya setidaknya dalam
cara parsial atau analog. Bapa-bapa Sinode
menyatakan bahwa Gereja tidak mengabaikan
elemen konstruktif dari situasi-situasi yang belum
atau tidak lagi bersesuaian dengan ajaran Gereja
tentang perkawinan.314

PENTAHAPAN DALAM PEMELIHARAAN


PASTORAL

293. Para Bapa Sinode juga mempertimbangkan


situasi spesifik perkawinan yang hanya dilakukan
di catatan sipil atau, dengan perbedaan, bahkan
hanya tinggal bersama saja, dengan memperhatikan
bahwa “apabila persatuan tersebut mencapai
stabilitas tertentu, diakui secara hukum, ditandai
dengan afeksi yang mendalam dan
bertanggungjawab atas anak-anak mereka, serta
menunjukkan kemampuan mengatasi pencobaan,
mereka dapat menyediakan pemeliharaan pastoral

218
sewaktu-waktu dengan pandangan pada akhirnya
akan dirayakan dengan sakramen perkawinan”.315
__________
313 Ibid., 28.
314 Cf. ibid., 41, 43; Relatio Finalis 2015, 70.
315 Ibid., 27.

Di pihak lain, menjadi suatu sumber keprihatinan


bahwa banyak anak muda sekarang ini tidak lagi
mempercayai perkawinan dan mereka tinggal
bersama, menyingkirkan untuk waktu yang tak
terbatas akan komitmen perkawinan, sementara
yang lain mematahkan komitmen yang sudah
dibuatnya dan dengan segera menjalin hubungan
yang baru. “Sebagai anggota Gereja, mereka juga
perlu pemeliharaan pastoral yang penuh kerahiman
dan pertolongan”.316 Karena para Pastor bukan
hanya bertanggungjawab untuk mempromosikan
perkawinan Kristiani, namun juga “discernment
pastoral berbagai situasi begitu banyak orang yang
tidak lagi menghidupi realitas ini. Memasuki dialog
pastoral kepada orang-orang ini diperlukan untuk
membedakan berbagai elemen dalam kehidupan
mereka yang dapat membawa kepada keterbukaan
yang lebih besar terhadap Injil perkawinan dalam
kepenuhannya. 317 Di dalam discernment pastoral
ini, terdapat kebutuhan ‘untuk mengidentifikasi
elemen-elemen yang dapat meningkatkan
penginjilan dan pertumbuhan manusiawi dan
spiritual”.318

294 “Pilihan suatu perkawinan sipil atau, dalam


banyak kasus, tinggal bersama, seringkali tidak
dimotivasi dari prasangka atau penolakan atas
penyatuan sacramental, namun dari situasi budaya
atau situasi yang tak terduga”.319 Dalam hal seperti
itu, rasa hormat juga dapat ditunjukkan
__________

219
316 Ibid., 26.
317 Ibid., 41.
318 Ibid.

atas tanda-tanda cinta yang dalam suatu cara


mencerminkan cinta Allah sendiri.320 Kita tahu ada
“peningkatan terus menerus mereka yang, setelah
tinggal bersama untuk waktu yang lama, memohon
perayaan perkawinan di Gereja. Keinginan tinggal
bersama seringkali merupakan pilihan berdasarkan
sikap umum yang berlawanan dengan segala
sesuatu yang melembaga atau definitif; ia juga
dapat terjadi sambil menunggu rasa aman yang
lebih pasti di dalam hidup (pekerjaan tetap dan
penghasilan tetap). Pada sejumlah negara,
penyatuan de facto sangat banyak jumlahnya,
bukan hanya karena penolakan atas nilai-nilai yang
menyangkut keluarga dan perkawinan, namun
terutama karena merayakan perkawinan dianggap
terlalu mahal dalam lingkup sosial. Akibatnya,
kemiskinan materi mendorong orang untuk bersatu
secara de facto”.321 Apapun kasusnya, “semua
situasi ini membutuhkan suatu respon konstruktif
untuk mengubahnya menjadi aneka peluang yang
dapat membawa mereka kepada realitas penuh
suatu perkawinan dan keluarga yang sejalan
dengan Injil. Pasangan-pasangan ini perlu untuk
disambut dan dibimbing dengan sabar dan
telaten”.322 Dengan cara inilah Yesus
memperlakukan wanita Samaria (bdk. Yoh 4:1-26):
Ia mengalamatkan hasrat sang wanita akan cinta
sejati, dalam upaya membebaskannya dari
kegelapan dalam hidupnya dan membawanya
kepada kepenuhan sukacita Injil.

__________
320 Cf. ibid.
321 Relatio Synodi 2014, 42.

220
322 Ibid., 43.

295. Sepanjang batasan-batasan ini, St.Yohanes


Paulus II mengajukan apa yang disebut “hukum
pentahapan” dalam pengetahuan bahwa umat
manusia “mengetahui, mencintai dan mencapai
hal-hal moral melalui tingkat pertumbuhan yang
berbeda”.323 Hal ini bukan berarti “pentahapan
hukum” namun lebih pada pentahapan latihan
kehendak bebas yang baik dan teliti di pihak
subyek yang tidak dalam posisi memahami,
mengapresiasi, atau sepenuhnya melaksanakan
tuntutan obyektif hukum tersebut. Hukum itu
sendiri adalah pemberian Allah yang menunjukkan
jalan, suatu pemberian bagi setiap orang tanpa
kecuali; ia dapat diikuti dengan pertolongan kasih
karunia, walaupun setiap manusia “maju secara
bertahap dengan integrasi progresif pemberian-
pemberian Allah dan tuntutan-tuntutan cinta Allah
yang definitif dan absolut di dalam seluruh
kepribadian dan hidup sosialnya”.324

DISCERNMENT SITUASI-SITUASI “TIDAK


TERATUR” 325

296. Sinode membahas berbagai situasi kelemahan


atau ketidaksempurnaan. Di sini saya hendak
mengulangi sesuatu yang saya cari untuk
menjelaskan kepada seluruh Gereja, bila tidak
demikian kita bisa mengambil jalan yang salah:
“Ada dua cara berpikir yang selalu berulang di
sepanjang sejarah Gereja: mengucilkan dan
merangkul kembali. Cara Gereja, dari jaman Konsil
Yerusalem, telah senantiasa merupakan
__________
323 Apostolic Exhortation Familiaris Consortio (22
November 1981), 34: AAS 74 (1982), 123.

221
324 Ibid., 9: AAS 74 (1982), 90.
325 Cf. Catechesis (24 June 2015): L’Osservatore Romano, 25
June 2015, p. 8.

cara Yesus, cara kerahiman dan merangkul


kembali…. Cara Gereja tidaklah mengutuki
siapapun selamanya; caranya berupa
menuangkan balsam kerahiman Allah bagi
semua yang memintanya dengan hati yang
tulus… Karena belas kasih sejati senantiasa
tanpa pamrih, tanpa syarat dan tanpa
alasan”.326 Karenanya perlu untuk “menghindari
penghakiman yang tidak memperhitungkan
kompleksitas berbagai situasi” dan “bersikap
menyimak, sebagai suatu keharusan, bagaimana
orang-orang mengalami tekanan mental akibat
kondisi mereka”.327

297. Ini adalah masalah menjangkau setiap orang,


harus membantu setiap orang menemukan jalannya
yang benar dalam berpartisipasi di dalam
komunitas eklesial dan karenanya mengalami
bagaimana disentuh oleh belas kasihan yang “tanpa
pamrih, tanpa syarat dan tanpa alasan”. Tidak ada
orang yang dapat dipersalahkan selamanya, karena
hal itu bukanlah logika Injil! Di sini saya bukan
membicarakan hanya mengenai orang-orang yang
bercerai dan menikah kembali, namun mengenai
semua orang, dalam situasi apapun yang mereka
temui. Secara jelas, bila seseorang menunjukkan
suatu dosa yang obyektif seolah-olah itu
merupakan bagian dari cita-cita Kristiani, atau
hendak menetapkan sesuatu yang berbeda dengan
apa yang diajarkan Gereja, ia sama sekali tidak
dapat diijinkan untuk mengajarkan atau berkhotbah
kepada orang-orang lain; ini adalah suatu kasus
yang membuatnya terpisah dari komunitas (bdk.
Matius 18:17).

222
__________
326 Homily at Mass Celebrated with the New Cardinals (15
February 2015): AAS 107 (2015), 257.
327 Relatio Finalis 2015, 51.

Orang-orang demikian perlu mendengarkan pesan


Injil sekali lagi dan panggilan pertobatannya.
Namun demikian, bahkan bagi orang tersebut
masih ada jalan untuk ambil bagian dalam
kehidupan komunitas, entah dalam pelayanan
sosial, pertemuan doa atau jalan lain atas dasar
inisiatifnya, bersama dengan discernment dari
pastor paroki. Untuk cara menangani situasi “tidak
teratur” yang berbeda-beda, Bapa-Bapa Sinode
mencapai kesepakatan umum, yang saya dukung:
“Dalam mempertimbangkan pendekatan
pastoral terhadap orang-orang yang menjalani
perkawinan sipil, yang bercerai dan kawin lagi,
atau sekedar hidup bersama, Gereja
mempunyai tanggungjawab untuk membantu
mereka memahami pengajaran ilahi tentang
kerahiman di dalam hidup mereka dan
menawarkan kepada mereka bantuan sehingga
nyata mereka dapat mencapai kepenuhan
rencana Allah bagi mereka”,328 sesuatu yang
selalu mungkin melalui kuasa dari Roh Kudus.

298. Orang-orang yang bercerai yang telah


memasuki penyatuan yang baru, misalnya, dapat
menemukan diri mereka di berbagai situasi, yang
tidak seharusnya dikelompokkan atau
ditempatkan ke dalam klasifikasi yang terlalu
kaku sehingga tidak memberikan mereka ruang
gerak sama sekali bagi discerment personal dan
pastoral yang sesuai. Satu hal, penyatuan kedua
yang sudah berlangsung cukup lama, dengan
anak-anak yang baru, kesetiaan yang teruji,
pemberian diri yang murah hati, komitmen

223
Kristiani, suatu kesadaran akan ketidaksahan
dan adanya kesulitan besar untuk kembali pada
pasangan lama tanpa merasa
__________
328 Relatio Synodi 2014, 25.

dalam suara hatinya bahwa ia akan jatuh ke


dalam dosa-dosa baru. Gereja memahami situasi-
situasi seperti ini “yang untuk alasan serius,
seperti membesarkan anak-anak, seorang pria
dan wanita tidak dapat menjalankan
kewajibannya untuk berpisah”. 329 Ada juga
kasus mereka yang sudah melakukan semua
usaha untuk menyelamatkan perkawinan
pertama mereka dan ditinggalkan dengan tidak
adil, atau “mereka yang memasuki penyatuan
kedua demi membesarkan anak-anak, dan
kadang-kadang secara subyektif yakin dalam
hati kecilnya bahwa perkawinan terdahulu
yang tidak dapat diperbaiki lagi sesungguhnya
tidak pernah sah”.330 Satu hal lainnya adalah
penyatuan yang baru yang muncul dari
perceraian yang baru terjadi, dengan
penderitaan dan kebingungan yang melibatkan
anak-anak dan seisi keluarga, atau kasus
seseorang yang terus-menerus gagal dalam
menjalankan kewajibannya kepada keluarga.
Haruslah jelas bahwa hal ini bukanlah sesuatu
yang ideal yang diajukan oleh Injil bagi
perkawinan dan keluarga. Bapa-Bapa Sinode
menyatakan bahwa discernment dari para pastor
harus selalu dilakukan “dengan pembedaan yang
memadai”,331 dengan pendekatan yang “dengan
seksama memilah berbagai situasi”.332
______________
329 John Paul II, Apostolic Exhortation Familiaris Consortio
(22 November 1981), 84: AAS 74 (1982), 186. In such
situations, many people, knowing and accepting the
possibility of living “as brothers and sisters” which the

224
Church offers them, point out that if certain expressions
of intimacy are lacking, “it often happens that
faithfulness is endangered and the good of the children
suffers” (second Vatican Ecumenical Council, Pastoral
Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 51).
330 Ibid.
331 Relatio Synodi 2014, 26.
332 Ibid., 45.

Kita ketahui bahwa tidak ada “resep mudah” yang


tersedia.333

299. Saya sepakat dengan banyak Bapa Sinode


yang mengamati bahwa “orang dibaptis yang
bercerai dan menikah kembali secara sipil perlu
untuk lebih penuh diintegrasikan ke dalam
komunitas Kristiani dengan berbagai cara yang
mungkin, sekaligus menghindari munculnya
suatu skandal. Logika integrasi merupakan kunci
bagi pemeliharaan pastoral mereka, suatu
pemeliharaan yang akan memungkinkan mereka
bukan hanya menyadari bahwa mereka adalah
milik Gereja sebagai tubuh Kristus, namun juga
untuk mengetahui bahwa mereka dapat memiliki
pengalaman sukacita dan berbuah di dalamnya.
Setelah dibaptis; mereka adalah saudara-saudari
kita; Roh Kudus mencurahkan ke dalam hati
mereka aneka karunia dan talenta untuk kebaikan
semua orang. Partisipasi mereka dapat
dinyatakan dalam berbagai pelayanan gerejawi,
memerlukan discernment bentuk pelayanan
yang dikecualikan sebagaimana diterapkan
belakangan ini dalam kerangka liturgis,
pastoral, edukasi dan institusi. Orang-orang ini
perlu merasa bukan sebagai anggota Gereja yang
diekskomunikasi, namun sebagai anggota yang
hidup dan mengalami Gereja sebagai ibu yang
senantiasa menyambut mereka, yang merawat

225
mereka dengan afeksi dan menguatkan mereka
sepanjang jalan kehidupan dan jalan Injil. Integrasi
ini juga diperlukan dalam memelihara dan
mengasuh anak-anak, yang seharusnya dianggap
paling penting”.334
__________
333 BENEDICT XVI, Address to the Seventh World Meeting
of Families in Milan (2 June 2012), Response n. 5:
Insegnamenti VIII/1 (2012), 691.
334 Relatio Finalis 2015, 84.

300. Bila kita mempertimbangkan variasi begitu


banyak situasi konkrit seperti yang sudah saya
sampaikan, dapatlah dimengerti bahwa bukan
Sinode ataupun Seruan ini yang dapat diharapkan
menyediakan seperangkat baru aturan umum, yang
dikanonisasi secara alamiah dan diterapkan pada
semua kasus. Apa yang mungkin adalah semata-
mata suatu dorongan yang diperbaharui untuk
mengambil suatu discernment personal dan
pastoral yang bertanggung jawab atas kasus-kasus
tertentu, yang akan dikenali, karena “derajat
tanggung jawab tidaklah sama dalam semua
kasus”,335 konsekuensi atau efek suatu aturan tidak
selalu akan sama.336 Para imam mempunyai tugas
untuk “mendampingi [yang bercerai dan kawin
lagi] menolong mereka memahami situasi mereka
menurut ajaran Gereja dan bimbingan bapak
Uskup. Dalam kasus ini bermanfaatlah untuk
memeriksa suara hati melalui momen refleksi dan
pertobatan. Mereka yang bercerai dan kawin lagi
perlu bertanya pada diri mereka sendiri: bagaimana
mereka bertindak terhadap anak-anaknya kalau
penyatuan perkawinan mereka memasuki suatu
krisis; apakah mereka akan melakukan upaya-
upaya rekonsiliasi; bagaimana nasib pihak yang
ditinggalkan; apakah konsekuensi-konsekuensi
yang ditimbulkan relasi yang baru ini terhadap
anggota keluarga lainnya dan komunitas orang

226
beriman; teladan apa yang dimunculkan bagi
generasi muda yang sedang
__________
335 Ibid., 51
336 This is also the case with regard to sacramental discipline,
since discernment can recognize that in a particular
situation no grave fault exists. In such cases, what is
found in another document applies: cf. Evangelii
Gaudium (24 November 2013), 44 and 47: AAS 105 (2013),
1038-1040.

mempersiapkan perkawinan. Suatu refleksi yang


tulus dapat memperkuat kepercayaan di dalam
kerahiman Allah yang tidak menyangkal
siapapun”.337 Apa yang sedang kita bicarakan
adalah suatu proses pendampingan dan
discernment yang “membimbing orang beriman
kepada suatu kesadaran akan situasi mereka di
hadapan Allah. Perbincangan dengan imam, di
dalam forum internal, berkontribusi pada
pembentukan penilaian yang benar akan apa yang
menghalangi kemungkinan partisipasi yang lebih
penuh di dalam kehidupan Gereja dan akan
langkah-langkah apa yang dapat menunjangnya
dan membuatnya bertumbuh. Bahwa pentahapan
itu bukanlah hukum itu sendiri (bdk Familiaris
Consortio, 34), discernment ini tidak akan dapat
melepaskan diri dari tuntutan Injil akan kebenaran
dan amal kasih, sebagaimana disarankan oleh
Gereja. Supaya discernment dapat terjadi, kondisi
berikut ini perlu hadir: kerendahan hati, kehati-
hatian dan kasih akan Gereja dan pengajarannya,
dalam suatu pencarian yang tulus akan kehendak
Allah dan keinginan membuat respons yang lebih
sempurna terhadapnya”.338 Sikap demikian
penting ada untuk menghindari bahaya besar
kesalahpahaman, seperti pemikiran bahwa imam
manapun dapat dengan cepat menganugerahkan
“pengecualian”, atau sejumlah orang dapat

227
memperoleh keistimewaan sakramental karena
kedekatan dengan imam. Apabila seorang
bertanggungjawab dan berhati-hati, yang tidak
serta merta menempatkan keinginannya di depan
kepentingan bersama Gereja, menemui seorang
pastor yang sanggup dalam mengenali keseriusan

__________
337 Relatio Finalis 2015, 85.
338 Ibid., 86

masalah yang ada di hadapannya, maka tidak akan


ada resiko kalau suatu discernment khusus akan
membawa umat berpikir bahwa Gereja
menjalankan suatu standar ganda.

FAKTOR-FAKTOR YANG MERINGANKAN


DISCERNMENT PASTORAL

301. Untuk mendapatkan pemahaman yang


memadai akan kemungkinan dan kebutuhan
discernment khusus pada situasi “tidak sah”
tertentu, satu hal yang selalu harus
dipertimbangkan, bila tidak setiap orang akan
berpikir kalau tuntutan Injil sedang
dikompromikan dengan cara tertentu. Gereja
memiliki suatu refleksi yang padat menyangkut
faktor-faktor dan aneka situasi yang
meringankan. Karenanya tidak dapat lagi
dikatakan secara sederhana bahwa semua
orang yang berada dalam situasi “tidak sah”
sedang hidup di dalam dosa yang mematikan
dan sedang mengalami kemerosotan karunia
pengudusan. Banyak hal terlibat di sini daripada
sekedar pengabaian aturan. Seseorang mungkin
mengetahui sepenuhnya aturan yang ada, namun ia
mengalami kesulitan besar dalam memahami
“nilai-nilai yang terkandung di dalamnya”,339 atau

228
ia berada di dalam situasi konkrit di mana tidak
memungkinkan baginya untuk bertindak lain dan
memutuskan sesuatu hal lain tanpa melakukan dosa
berikutnya. Sebagaimana dinyatakan Bapa-Bapa
Sinode, “berbagai faktor dapat muncul yang
membatasi kemampuan mengambil keputusan”.340
__________
339 Santo Yohanes Paulus II, Apostolic Exhortation
Familiaris Consortio (22 November 1981), 33: AAS 74
(1982), 121.
340 Relatio Finalis 2015, 51.

Santo Thomas Aquinas sendiri menyadari bahwa


seseorang dapat saja memiliki kasih karunia dan
amal baik, namun tidak mampu melakukannya
dengan baik;341 dengan perkataan lain, walaupun
seseorang mungkin memiliki semua nilai moral
yang ditanamkan kepadanya, akan tetapi ia tidak
dengan nyata menunjukkan salah satu darinya,
karena praktek ke luar nilai luhur tersebut dianggap
sulit: “Orang-orang kudus tertentu dikatakan tidak
memiliki nilai luhur tertentu, sejauh mereka
mengalami kesulitan dalam melakukan nilai luhur
tersebut, walaupun mereka mempunyai kebiasaan
melakukan seluruh nilai-nilai luhur lainnya”.342

302. Katekismus Gereja Katolik dengan jelas


menyebutkan faktor-faktor ini: “pernyataan
seseorang bersalah dan pertangungjawaban akan
suatu aksi dapat berkurang atau bahkan menjadi
dihilangkan karena ketidaktahuan,
ketidaksengajaan, keterpaksaan, ketakutan,
kebiasaaan, keterikatan, dan faktor-faktor
psikologis atau sosiologis lainnya”.343 Di dalam
paragraf lain, Katekismus sekali lagi merujuk pada
kondisi-kondisi yang meringankan tanggung jawab
moral, dan menjelaskan dengan panjang lebar
“ketidakmatangan afektif, kekuatan kebiasaan

229
yang didapatnya, kondisi kecemasan atau faktor
psikologis serta faktor sosiologis lainnya yang
mengurangi atau malah melemahkan

__________
341 Cf. Summa Theologiae I-II, q. 65, art. 3 ad 2; De Malo, q.
2, art. 2.
342 Ibid., ad 3.
343 No. 1735.

kebersalahan moral”.344 Untuk alasan ini,


penghakiman negatif tentang suatu situasi obyektif
tidak otomatis menunjukkan penghakiman akan
kesalahan orang tersebut.345 Berdasarkan
keyakinan ini, saya menganggap sangatlah tepat
apa yang ingin ditegaskan banyak Bapa-Bapa
Sinode: “Di bawah keadaan tertentu orang-orang
akan menemukan sangat sulit untuk berperilaku
berbeda. Karenanya, sambil mempertahankan
aturan umum, perlulah mengenali bahwa
pertanggungjawaban atas suatu tindakan atau
keputusan tertentu tidaklah sama pada semua
kasus. Discernment pastoral, dengan
memperhitungkan suara hati yang dibangun
dengan baik pada diri seseorang, harus ikut
bertanggungjawab atas situasi-situasi ini.
Demikian juga konsekuensi tindakan yang diambil
tidak perlu seragam atas semua kasus”.346

303. Dengan mengenali pengaruh faktor-faktor


konkrit di atas, kita dapat menambahkan bahwa
suara hati individu perlu lebih baik lagi
dipersatukan ke dalam praksis Gereja di dalam

__________
344 Ibid., 2352; CONGREGATION FOR THE DOCTRINE OF
THE FAITH, Declaration on Euthanasia Iura et Bona (5
May 1980), II: AAS 72 (1980), 546; John Paul II, in his

230
critique of the category of “fundamental option”,
recognized that “doubtless there can occur situations
which are very complex and obscure from a
psychological viewpoint, and which have an influence on
the sinner’s subjective culpability” (Apostolic
Exhortation Reconciliatio et Paenitentia [2 December
1984], 17: AAS 77 [1985], 223).
345 Cf. Pontificaal Council for Legislative Texts, Declaration
Concerning the Admission to Holy Communion of
Faithful Who are Divorced and Remarried (24 June 2000),
2.
346 Relatio Finalis 2015, 85.

situasi tertentu yang tidak secara obyektif


menunjukkan pemahaman kita akan perkawinan.
Pada hakekatnya, setiap usaha harus dibuat guna
menguatkan perkembangan suara hati yang
tercerahkan, dibentuk dan dibimbing dengan
discernment yang serius dan bertanggungjawab
dari seorang pastor, dan untuk menguatkan
kepercayaan yang lebih besar lagi atas kasih
karunia Allah. Sejauh ini suara hati dapat
melakukan lebih daripada sekedar mengenali
bahwa suatu situasi tertentu tidak sesuai secara
obyektif dengan tuntutan Injil secara menyeluruh.
Ia juga dapat mengenali dengan ketulusan dan
kejujuran apa yang sekarang ini merupakan respon
paling murah hati yang dapat diberikan kepada
Allah, dan datang melihat dengan pasti keamanan
moral bahwa itulah hal yang Allah sendiri minta di
tengah-tengah kompleksitas nyata keterbatasan
seseorang, walaupun belum sepenuhnya
merupakan hal ideal obyektif. Pada tiap kejadian,
marilah kita ingat kembali bahwa discernment ini
bersifat dinamis; ia harus selalu terbuka bagi fase-
fase pertumbuhan baru dan keputusan-keputusan
baru yang dapat memampukan hal ideal menjadi
semakin penuh direalisasikan.

ATURAN-ATURAN DAN DISCERNMENT

231
304. Merupakan hal penyederhanaan menganggap
apakah suatu aksi seseorang berhubungan dengan
aturan atau hukum umum, karena hal itu tidaklah
cukup untuk memilah dan memastikan kesetiaan
penuh kepada Allah di dalam kehidupan nyata
seorang manusia. Saya dengan sangat meminta
agar kita selalu mengingat suatu ajaran Santo
Thomas Aquinas dan belajar menyatukannya ke
dalam discernment pastoral kita; “Walaupun ada
suatu keharusan dalam prinsip-prinsip umum,
semakin kita menjabarkannya dengan rinci, makin
sering kita menjumpai kelemahan-kelemahan…
Dalam hal tindakan, kebenaran atau hal praktis
yang benar tidaklah sama bagi semuanya, dalam
rinciannya, namun hanya bagi prinsip-prinsip
umum; dan apabila ada hal benar di dalam rincian,
ia tidak diketahui dengan sama pada semuanya…
Prinsip tersebut akan ditemukan gagal, semakin
jauh kita merincinya”.347 Benarlah bahwa aturan-
aturan umum menghasilkan kebaikan yang tidak
dapat dianggap remeh, namun dalam formulasinya
mereka tidak dapat menyediakan diri sepenuhnya
bagi semua situasi khusus. Di saat yang sama, harus
juga dikatakan bahwa, persis untuk alasan tersebut,
sesuatu yang merupakan bagian discernment
praktis di dalam kondisi tertentu tidak dapat
diangkat sampai ke tingkat aturan. Hal tersebut
bukan hanya akan membawa kepada kesimpulan
yang tidak dapat ditolerir, namun akan
membahayakan nilai-nilai penting yang harus
dipertahankan dengan penuh kehati-hatian.348

305. Untuk alasan ini, seorang pastor tidak dapat


merasa sudah cukup untuk menerapkan hukum-
hukum moral saja kepada mereka yang hidup
dalam situasi “tidak sah”, seolah-olah hukum-
hukum tersebut adalah batu-batu untuk

232
dilemparkan kepada kehidupan orang-orang. Hal
__________
347 Summa Theologiae, I-II, q. 94, art. 4.
348 In another text, referring to the general knowledge of the
rule and the particular knowledge of practical
discernment, Saint Thomas states that “if only one of the
two is present, it is preferable that it be the knowledge of
the particular reality, which is closer to the act”: Sententia
libri Ethicorum, VI, 6 (ed. Leonina, t. XLVII, 354.)

ini menjadi tanda hati seseorang yang tertutup yang


biasa bersembunyi di balik berbagai pengajaran
Gereja, “duduk di kursi Musa dan kadang-kadang
menghakimi dengan superioritas dan kedangkalan
kasus-kasus sulit dan keluarga-keluarga yang
terluka”.349 Demikian juga Komisi Teologi
Internasional telah memperhatikan bahwa “hukum
alamiah tidak dapat dihadirkan sebagai suatu
perangkat hukum yang sudah mapan yang
memaksa mereka bersikap apriori terhadap subyek
moral; sebaliknya, ia merupakan sumber suatu
inspirasi obyektif untuk proses yang sangat pribadi
dalam membuat keputusan”.350 Karena aneka
bentuk faktor yang mengkondisikan dan
meringankan, dimungkinkanlah bahwa di dalam
suatu situasi obyektif dosa – yang mungkin tidak
bersalah scara subyektif, atau sepenuhnya bersalah
– seseorang dapat hidup dalam kerahiman Allah,
dapat mencintai dan dapat juga bertumbuh di dalam
hidup kerahiman dan amal baik, sementara
menerima pertolongan Gereja sampai sejauh ini.351
Discernment harus membantu menemukan cara-
cara yang mungkin merespon Allah dan bertumbuh
di tengah - tengah keterbatasan.
__________
349 Address for the Conclusion of the Fourteenth Ordinary
General Assembly of the Synod of Bishops (24 October
2015): L’Osservatore Romano, 26-27 October 2015, p. 13.

233
350 INTERNATIONAL THEOLOGICAL COMMISSION, In
Search of a Universal Ethic: A New Look at Natural Law
(2009), 59.
351 In certain cases, this can include the help of the
sacraments. Hence, “I want to remind priests that the
confessional must not be a torture chamber, but rather an
encounter with the Lord’s mercy” (Apostolic Exhortation
Evangelii Gaudium [24 November 2013], 44: AAS 105
[2013], 1038). I would also point out that the Eucharist “is
not a prize for the perfect, but a powerful medicine and
nourishment for the weak” (ibid., 47: 1039).

Dengan berpikir bahwa segala sesuatu adalah


hitam-putih, kita kadang-kadang menutup jalan
kerahiman dan pertumbuhan, dan melemahkan
jalan pengudusan yang memuliakan Allah. Mari
kita mengingat bahwa “suatu langkah kecil, di
tengah-tengah keterbatasan manusia yang begitu
besar, dapat lebih menyukakan Allah daripada
suatu kehidupan yang tampaknya teratur di luaran,
namun bergerak melewati hari tanpa menghadapi
aneka kesulitan besar”.352 Pelayanan pastoral
praktis para pejabat gereja dan komunitas tidak
boleh gagal merangkul kenyataan ini.

306. Di dalam setiap situasi, apabila berhadapan


dengan mereka yang memiliki kesulitan
menghidupi hukum Allah sepenuhnya, undangan
untuk mengejar via caritatis harus jelas terdengar.
Amal baik persaudaraan adalah hukum pertama
orang Kristiani (bdk Yoh. 15:12; Gal 5:14).
Janganlah kita lupakan kata-kata Kitab Suci yang
meyakinkan: “Tetaplah saling mengasihi satu sama
lain, karena kasih menutupi banyak dosa” (1 Petrus
4:8); “Tebus bagi dosa-dosamu dengan kebenaran,
dan kelemahanmu dengan belas kasih bagi yang
tertindas, supaya kemakmuranmu dapat
diperpanjang” (Dan 4:24[27]); “Seperti air
memadamkan api yang menyala, demikian pula
amal menebus dosa-dosa” (Sir 3:30). Hal ini pula

234
yang diajarkan Santo Agustinus: “Sama seperti,
pada saat ada ancaman dari api, kita akan berlari
mencari air untuk memadamkannya... demikian
pula, bila kobaran dosa muncul dari sekam kita dan
kita menjadi susah karenanya, bila ada peluang
melakukan suatu karya kerahiman yang
__________
352 Apostolic Exhortation Evangelii Gaudium (24 November
2013), 44: AAS 105 (2013), 1038-1039.
ditawarkan kepada kita, marilah kita bersukacita di
dalamnya, sepertinya itu suatu mata air yang
ditawarkan kepada kita untuk memadamkan
kobaran tersebut”.353

LOGIKA KERAHIMAN PASTORAL

307. Guna menghindari semua kesalahpahaman,


saya akan menunjukkan bahwa tidak ada peluang
bagi Gereja untuk berhenti mengajukan ideal
perkawinan sepenuhnya, rencana Allah dalam
segala kebesarannya: “Orang muda yang dibaptis
harus didorong untuk memahami bahwa sakramen
perkawinan dapat memperkaya prospek mereka
akan cinta dan bahwa mereka dapat dipertahankan
lewat kerahiman Kristus di dalam sakramen dan
dengan kemungkinan untuk berpartisipasi penuh di
dalam kehidupan Gereja”.354 Suatu sikap suam-
suam, segala jenis relativisme, atau penolakan yang
tidak pada tempatnya dalam mengajukan ideal ini,
akan menjadi suatu ketidaksetiaan terhadap Injil
dan juga kurangnya kasih di pihak Gereja bagi
orang-orang muda itu sendiri. Untuk menunjukkan
pemahaman di hadapan situasi-situasi
pengecualian tidak pernah berarti meredupnya
cahaya dari ideal yang lebih penuh, atau
menawarkan kurang dari yang Yesus tawarkan
kepada umat manusia. Saat ini, lebih penting
daripada pelayanan pastoral akan kegagalan adalah

235
usaha pastoral untuk memperkuat perkawinan dan
dengan demikian mencegah kehancuran mereka.
__________
353 De Catechizandis Rudibus, I, 14, 22: PL 40, 327; cf.
Apostolic Exhortation Evangelii Gaudium (24 November
2013), 194: AAS 105 (2013), 1101.
354 Relatio Synodi 2014, 26.

308. Di saat yang sama, dari pengamatan kami akan


beratnya kondisi yang melemahkan – secara
psikologis, historis dan bahkan biologis –
ditemukanlah bahwa “tanpa mengurangi ideal
injili, terdapat kebutuhan untuk mendampingi
dengan kerahiman dan kesabaran pertumbuhan
pribadi tingkat berikutnya sebagaimana mereka
muncul secara progresif”, memberi ruang bagi
“kerahiman Tuhan, yang mendorong kita untuk
melakukan sebaik mungkin yang kita bisa”.355 Saya
memahami mereka yang lebih suka akan pelayanan
pastoral yang lebih pasti sehingga tidak memberi
ruang bagi kebingungan. Namun saya benar-benar
percaya bahwa Yesus menghendaki sebuah Gereja
yang memperhatikan kebaikan yang ditaburkan
oleh Roh Kudus di tengah-tengah kelemahan
manusia, seorang Bunda yang, sambil dengan jelas
menyatakan pengajaran obyektifnya, “senantiasa
melakukan segala kebaikan yang ia bisa kerjakan,
walaupun dalam proses tersebut, sepatunya dapat
menjadi kotor terkena lumpur jalanan”.356 Para
Pastor Gereja, dalam mengajukan kepada kaum
beriman ideal sepenuhnya Injil dan pengajaran
Gereja, harus juga menolong mereka memperlukan
yang lemah dengan penuh belas kasih, menghindari
kondisi menjadi lebih buruk atau kekasaran yang
tidak perlu atau penghakiman yang terburu-buru.
Injil itu sendiri mengajarkan kita untuk tidak
menghakimi atau mengutuk (bdk Mat 7:1; Luk
6:37). Yesus “mengharapkan kita berhenti mencari

236
tempat yang bagus baik pribadi maupun komunal
yang bisa memberikan perlindungan bagi
_________
355 Apostolic Exhortation Evangelii Gaudium (24 November
2013), 44: AAS 105 (2013), 1038.
356 Ibid., 45.

kita dari situasi buruk kemalangan manusia, dan


sebaliknya mengharapkan kita masuk ke dalam
realitas kehidupan orang-orang lain dan mengenal
kekuatan dari kelembutan. Setiap kali kita
melakukan hal itu, kehidupan kita menjadi semakin
diperkaya dengan indahnya”.357

309. Sangat bertepatan waktunya bahwa refleksi ini


terjadi di dalam konteks Tahun Kudus yang
didevosikan kepada kerahiman, karena juga di
dalam berbagai variasi situasi yang mempengaruhi
keluarga “Gereja diberi mandat untuk
memproklamirkan kerahiman Allah, denyut
jantung Injil, yang dengan caranya sendiri harus
menembus pikiran dan hati setiap orang. Pengantin
Kristus harus mempolakan perilakunya mengikuti
Putera Allah yang pergi kepada setiap orang tanpa
kecuali”358 Ia tahu bahwa Yesus sendiri adalah
gembala ke seratus domba, bukan hanya sembilan
puluh sembilan. Ia mengasihi mereka semua.
Berdasarkan realisasi ini, akan menjadi mungkin
bagi “balsam kerahiman menjangkau setiap orang,
yang percaya dan mereka yang jauh, sebagai tanda
kerajaan Allah sudah hadir di tengah-tengah kita”.
359

310. Kita tidak dapat melupakan bahwa


“kerahiman bukan hanya pekerjaan Bapa; ia
menjadi kriteria untuk mengenali siapa yang
menjadi anak-anak-Nya yang sejati. Dengan satu
kata, kita terpanggil untuk menunjukkan kerahiman

237
karena kerahiman lebih dahulu telah ditunjukkan
kepada kita”.360
_____________
357 Ibid., 270.
358 Bull Misericordiae Vultus (11 April 2015), 12: AAS 107
(2015): 407.
359 Ibid., 5: 402.
360 Ibid., 9: 405.

Hal ini bukanlah respon suam-suam kuku terhadap


kasih Allah, yang senantiasa mencari apa yang
terbaik bagi kita, karena “kerahiman adalah hal
yang paling mendasar dari kehidupan Gereja.
Semua aktivitas pastoral Gereja haruslah
terselenggara di dalam kelemah-lembutan yang
ditunjukkan kepada kaum beriman; tidak ada di
dalam khotbahnya dan kesaksiannya kepada dunia
menjadi kekurangan kerahiman”.361 Terkadang
“kita bertindak sebagai arbiter kasih karunia
daripada sebagai fasilitator. Tapi Gereja bukanlah
gardu tol; ia merupakan rumah Bapa, tempat bagi
setiap orang, dengan semua masalah mereka”.362
311. Pengajaran teologi moral tidak boleh gagal
untuk memasukkan pertimbangan ini, karena
walaupun benarnya bahwa keprihatinan harus
ditunjukkan demi integritas pengajaran moral
Gereja, perlakuan istimewa harus selalu
ditunjukkan untuk menekankan dan menguatkan
nilai-nilai Injil tertinggi dan sentral,363 khususnya
keutamaan amal baik sebagai respon terhadap
tawaran kasih Allah yang murah hati. Kadang kita
kesulitan memberi ruang bagi kasih Allah yang tak
bersyarat dalam aktivitas pastoral kita.364
___________________
361 Ibid., 10: 406.
362 Apostolic Exhortation Evangelii Gaudium (24 November
2013), 47: AAS 105 (2013), 1040.
363 Cf. ibid., 36-37: AAS 105 (2013), 1035.
364 Perhaps out of a certain scrupulosity, concealed beneath a
zeal for fidelity to the truth, some priests demand of

238
penitents a purpose of amendment so lacking in nuance
that it causes mercy to be obscured by the pursuit of a
supposedly pure justice. For this reason, it is helpful to
recall the teaching of Saint John Paul II, who stated that
the possibility of a new fall “should not prejudice the
authenticity of the resolution” (Letter to Cardinal William
W. Baum on the occasion of the Course on the Internal
Forum organized by the Apostolic Penitentiary [22 March
1996], 5: Insegnamenti XIX/1 [1996], 589).

Kita menempatkan begitu banyak syarat terhadap


kerahiman sehingga kita mengosongkanya
terhadap arti konkrit dan kepentingan sejatinya.
Hal itu merupakan cara terburuk mengencerkan
Injil. Benarlah, misalnya, bahwa kerahiman tidak
mengecualikan keadilan dan kebenaran,
namun hal pertama dan terutama yang harus
kami katakan bahwa kerahiman adalah
kepenuhan dari keadilan dan manifestasi
kebenaran Allah yang paling bersinar. Untuk
alasan ini, kita harus selalu mempertimbangkan
“tidak cukupnya konsep teologis apa pun yang
pada akhirnya menimbulkan keraguan akan
omnipotensi Allah dan, khususnya kerahiman-
Nya”.365

312. Hal ini menawarkan kepada kita suatu


kerangka kerja dan suatu tatanan yang membantu
kita menghindari suatu moralitas birokratik yang
dingin dalam menangani isu-isu yang lebih sensitif.
Sebaliknya, ia menyiapkan kita ke dalam konteks
discernment pastoral yang berisikan kasih yang
penuh kerahiman, yang selalu siap untuk
memahami, mengampuni, mendampingi,
mengharapkan, dan di atas segalanya
mengintegrasikan. Ini merupakan cara berpikir
yang harus ada di dalam Gereja dan memimpin kita
pada “membuka hati kita bagi mereka yang hidup
di masayarakat yang paling luar”.366 Saya

239
mendorong kaum beriman yang mendapatkan diri
mereka di dalam situasi yang kompleks untuk
berbicara dengan penuh keyakinan kepada pastor
mereka atau kaum awam lainnya yang hidupnya
__________
365 INTERNATIONAL THEOLOGICAL COMMISSION,
The Hope of Salvation for Infants Who Die Without Being
Baptized (19 April 2007), 2.
366 Bull Misericordiae Vultus (11 April 2015), 15: AAS 107
(2015), 409.
dipersembahkan kepada Allah. Mereka mungkin
tidak selalu akan menemukan suatu konfirmasi
akan ide atau keinginan mereka, namun mereka
sudah pasti akan menerima sejumlah cahaya untuk
membantu mereka memahami dengan lebih baik
situasi mereka dan menemukan jalan menuju
pertumbuhan pribadi. Saya juga mendorong para
pastor Gereja untuk mendengarkan mereka dengan
sensitifitas dan keteduhan, dengan keinginan tulus
untuk memahami kemalangan mereka dan sudut
pandang mereka, supaya dapat menolong mereka
menghidupi kehidupan yang lebih baik dan
mengenali tempat mereka yang sesuai di dalam
Gereja.

240
241
BAB SEMBILAN

SPIRITUALITAS PERKAWINAN DAN


KELUARGA

313. Amal baik mengambil aneka warna,


tergantung pada keadaan kehidupan di mana kita
terpanggil. Beberapa dekade yang lalu, saat
membicarakan apostolat awam, Konsili Vatikan
Kedua menekankan spiritualitas dilahirkan di
dalam kehidupan keluarga. Konsili menyatakan
bahwa spiritualitas awam “akan mengambil
karakter khasnya dari lingkup …kehidupan
perkawinan dan keluarga”,367 dan bahwa
“pemelliharaan keluarga hendaknya tidak menjadi
asing” bagi spiritualitas.368 Layaklah kita berhenti
sejenak untuk menggambarkan karakteristik dasar
tertentu spiritualitas spesifik ini yang terbentang di
dalam kehidupan keluarga dan aneka relasinya.

SUATU SPIRITUALITAS KOMUNI


SUPERNATURAL

314. Kita telah senantiasa membicarakan


bagaimana Allah tinggal di dalam hati mereka yang
hidup di dalam kasih karuniaNya. Hari ini kita
dapat menambahkan bahwa Trinitas hadir di dalam
bait persatuan perkawinan. Sama seperti Allah
tinggal di atas puji-pujian umatNya (bdk Mzm
22:3), demikian pula Dia tinggal jauh di dalam
cinta perkawinan yang memberi bagiNya
kemuliaan.
__________
367 Decree on the Apostolate of the Laity Apostolicam
Actuositatem, 4.
368 Cf. ibid.
315. Hadirat Tuhan tinggal di dalam keluarga-
keluarga yang nyata dan konkrit, dengan semua

242
masalah dan pergumulan sehari-hari, berbagai
sukacita dan harapan. Tinggal di dalam keluarga
membuat sulit bagi kita untuk berpura-pura atau
berbohong; kita tidak dapat bersembunyi di balik
topeng. Bila otentisitas itu diilhami oleh cinta,
maka Tuhan memerintah di atasnya, dengan
sukacitaNya dan damaiNya. Spiritualitas cinta
keluarga tersusun dari ribuan perilaku kecil namun
nyata. Di dalam aneka karunia dan perjumpaan
yang memperdalam komuni, Allah memiliki
tempat tinggalNya. Perhatian timbal balik ini
“mempersatukan yang-manusiawi dan yang-
ilahi”.369 karena ia diisi dengan cinta dari Allah.
Pada akhirnya, spiritualitas perkawinan merupakan
suatu spiritualitas ikatan, di mana cinta ilahi
tinggal.

316. Suatu pengalaman persekutuan keluarga yang


positif merupakan jalan sesungguhnya bagi
pengudusan dan pertumbuhan mistis setiap hari,
suatu sarana untuk persatuan yang lebih dalam
dengan Allah. Tuntutan persaudaraan dan hidup
komunitas dari kehidupan berkeluarga merupakan
suatu insentif bagi pertumbuhan dalam
keterbukaan hati dan dengan demikian untuk
perjumpaan yang lebih penuh dengan Tuhan.
Firman Allah yang mengatakan bahwa
“barangsiapa yang membenci saudaranya, ia
berada di dalam kegelapan, dan hidup di dalam
kegelapan” (1 Yoh 2:11); orang seperti itu “tetap di
dalam maut” (1 Yoh 3:14) dan “tidak mengenal
__________
369 Second Vatican Ecumenical Council, Pastoral
Constitution on the Church in the Modern World
Gaudium et Spes, 49.
Allah” (1 Yoh 4:8). Pendahulu saya Benedictus
XVI telah menunjukkan bahwa “menutup mata kita
terhadap sesama kita juga membutakan kita

243
terhadap Allah”,370 dan bahwa, pada akhirnya, cinta
merupakan cahaya satu-satunya yang dapat “terus
menerus menerangi dunia yang semakin
temaram”.371 Jika saja kita “saling mengasihi,
Allah tetap di dalam kita, dan kasihNya sempurna
di dalam kita.” (1 Yoh 4:12). Karena “pribadi
manusia memiliki dimensi sosial di dalamnya”,372
dan “ekspresi pertama dan mendasar dari dimensi
sosial manusia itu berupa pasangan yang menikah
dan keluarga”,373 spiritualitas menjadi terinkarnasi
di dalam komuni keluarga. Karena itu, mereka
yang memiliki aspirasi spiritual yang mendalam
hendaknya tidak merasa kalau berkeluarga
mengurangi nilai pertumbuhan mereka di dalam
kehidupan Roh, melainkan melihatnya sebagai
jalan di mana Tuhan sedang gunakan untuk
memimpin mereka kepada ketinggian persatuan
mistis.

BERKUMPUL DALAM DOA DENGAN


TERANG PASKAH

317. Bila sebuah keluarga berpusatkan pada


Kristus, Ia akan mempersatukan dan
menerangi seluruh kehidupannya. Saat-saat
kepedihan dan sulit akan dialami keluarga dalam
kesatuan dengan salib Tuhan, dan kedekatan -
Nya akan
__________
370 Encyclical Letter Deus Caritas Est (25 December 2015), 16:
AAS 98 (2006), 230.
371 Ibid., 39: AAS 98 (2006), 250.
372 John Paul II, Post-Synodal Apostolic Exhortation
Christifideles Laici (30 December 1988), 40: AAS 81
(1989), 468.
373 Ibid.
memungkinkan mereka untuk mengatasinya. Di
saat-saat yang paling gelap kehidupan berkeluarga,
persatuan dengan Yesus dan peristiwa di mana Ia

244
ditinggalkan sendiri dapat menolong keluarga
menghindari perpecahan.

Perlahan-lahan, “dengan kasih karunia Roh Kudus,


[pasangan] bertumbuh dalam kekudusan melalui
hidup perkawinan. Juga dengan berbagi di dalam
misteri salib Kristus, yang mentransformasi
kesulitan dan penderitaan menjadi suatu
persembahan kasih”.374 Lebih jauh lagi, momen
sukacita, relaksasi, selebrasi, dan bahkan
seksualitas dapat dialami sebagai kesempatan
berbagi di dalam seluruh kepenuhan hidup
kebangkitan. Pasangan menikah membentuk
dengan berbagai perilaku hariannya suatu “ruang
yang diterangi-Allah di mana mereka mengalami
kehadiran tersembunyi Tuhan yang bangkit”.375

318. Doa keluarga merupakan suatu cara istimewa


menyatakan dan menguatkan iman paskah ini.376
Beberapa menit dapat ditemukaan setiap hari untuk
bersama-sama hadir di hadapan Allah yang hidup,
menceritakan kepadaNya berbagai kekhawatiran
kita, meminta berbagai kebutuhan keluarga kita,
mendoakan seseorang yang sedang mengalami
kesulitan, meminta bantuan untuk menyatakan
kasih, bersyukur atas kehidupan dan berkat-berkat
di dalamnya, meminta Bunda melindungi kita di
bawah mantel keibuannya. Dengan beberapa
kalimat sederhana, waktu doa
__________
374 Relatio Finalis 2015, 87.
375 John Paul II, Post-Synodal Apostolic Exhortation Vita
Consecrata (25 March 1996), 42: AAS 88 (1996), 416.
376 Cf. Relatio Finalis 2015, 87.

ini dapat melakukan kebaikan yang luar biasa besar


bagi keluarga kita. Ekspresi beragam dari devosi
populer merupakan harta karun spiritualitas bagi

245
banyak keluarga. Perjalanan doa bersama keluarga
ini memuncak dengan berbagi ekaristi bersama-
sama, khususnya dalam konteks istirahat hari
Minggu. Yesus mengetuk pintu keluarga-keluarga,
untuk berbagi bersama mereka hidangan Ekaristi
(bdk. Why 3:20). Di sana, pasangan dapat selalu
memeteraikan anew ikatan perjanjian paskah yang
menyatukan mereka dan yang semestinya
mencerminkan ikatan perjanjian yang Allah
meteraikan terhadap manusia di dalam salib.377
Ekaristi merupakan sakramen ikatan perjanjian
baru, di mana karya pembebasan Kristus
dilaksanakan (bdk. Luk 22:20). Ikatan yang erat
antara hidup perkawinan dan Ekaristi dengan
demikian menjadi jauh lebih jelas.378 Karena
makanan Ekaristi menawarkan bagi pasangan
kekuatan dan insentif yang dibutuhkan untuk
menghidupi ikatan perjanjian perkawinan setiap
hari sebagai “gereja domestik”.379

SUATU SPIRITUALITAS CINTA EKSKLUSIF


DAN BEBAS

319. Perkawinan adalah juga pengalaman menjadi


milik sepenuhnya dari seorang lain. Pasangan
menerima tantangan dan aspirasi saling
__________
377 Cf. John Paul II, Apostolic Exhortation Familiaris
Consortio (22 November 1981), 57: AAS 74 (1982), 150.
378 Nor should we forget that God’s covenant with his people
is expressed as an espousal (cf. Ez 16:8, 60; Is 62:5; Hos
2:21-22), and that the new covenant is also presented as a
betrothal (cf. Rev 19:7; 21:2; Eph 5:25).
379 Second Vatican Ecumenical Council, Dogmatic
Constitution on the Church Lumen Gentium, 11.
mendukung satu sama lain, bertumbuh menjadi tua
bersama-sama, dan dengan cara ini mencerminkan
kesetiaan Allah sendiri. Keputusan yang kokoh ini,
yang membentuk gaya hidup, merupakan suatu

246
“prasyarat interior ikatan perjanjian cinta yang
menyatukan”,380 karena “orang yang tidak dapat
memilih untuk mencintai selamanya akan sulit
dapat mencintai bahkan hanya sehari saja”.381 Pada
kesempatan yang sama, kesetiaan seperti itu akan
menjadi tidak berarti secara spiritual bila ia hanya
sekedar pasrah menaati suatu hukum. Sebaliknya,
hal ini merupakan permasalah hati, ke dalam mana
Allah mengamatinya (bdk. Mat 5:28). Setiap pagi,
pada saat bangun tidur, kita mengukuhkan kembali
di hadapan Allah keputusan kita untuk menjadi
setia, apapun yang mungkin akan terjadi di
perjalanan hidup kita hari ini. Dan kita semua,
sebelum berangkat tidur, berharap untuk bangun
dan melanjutkan perjalanan hidup ini, dengan
mempercayai pertolongan Tuhan. Dengan cara ini,
tiap orang menjadi tanda dan sarana bagi
pasangannya, kedekatan dengan Tuhan, yang tidak
pernah meninggalkan kita: ”Dan ketahuilah, Aku
menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir
zaman” (Mat 28:20).

320. Tibalah kita di suatu titik di mana cinta dari


pasangan mencapai ketinggian kebebasannya dan
menjadi dasar otonomi yang sehat. Hal ini terjadi
manakala masing-masing pasangan menyadari
bahwa pasangannya bukanlah miliknya pribadi,
namun ia mempunyai Tuan yang jauh lebih
__________
380 John Paul II, Apostolic Exhortation Familiaris Consortio
(22 November 1981), 11: AAS 74 (1982), 93.
381 Id., Homily at Mass with Families, Cordoba, Argentina (8
April 1987), 4: Insegnamenti X/1 (1987), 1161-1162.
penting, Tuhan yang esa. Tidak ada orang selain
Allah sendiri yang dapat beranggapan bisa
mengambil alih bagian inti terdalam yang paling
pribadi dari orang yang dicintainya; hanya Dia saja
yang dapat menjadi inti terdalam kehidupan

247
mereka. Di saat yang sama, prinsip realisme
spiritual menuntut seseorang untuk tidak
beranggapan bahwa pasangannya akan memuaskan
seluruh kebutuhannya secara utuh. Perjalanan
spiritual masing-masing pasangan –sebagaimana
dinyatakan dengan indah oleh Dietrich Bonhoeffer
– perlu membantu mereka sampai pada suatu tahap
“disilusi” terhadap pasangan mereka,382 berhenti
berharap dari pasangannya sesuatu yang hanya
dapat dipenuhi oleh kasih Allah sendiri. Hal ini
menuntut adanya pengosongan di dalam diri.
Ruangan yang dibuat masing-masing pasangan
secara eksklusif bagi relasi mereka dengan Allah
tidak hanya menolong mereka menyembuhkan
luka-luka kehidupan pada umumnya, namun juga
memampukan pasangan menemukan di dalam
kasih Allah sumber terdalam arti hidup mereka
masing-masing. Setiap hari kita harus meminta
pertolongan Roh Kudus untuk membuat kebebasan
interior ini mungkin terjadi.

SPIRITUALITAS PERHATIAN,
PENGHIBURAN DAN INSENTIF

321. “Pasangan kristiani merupakan, bagi


pasangannya masing-masing, bagi anak-anak
mereka dan bagi sanak keluarga, rekan kerja sama
__________
382 Cf. Gemeinsames Leben, Munich, 1973, p. 18. English: Life
Together, New York, 1954, p. 27.

kasih karunia dan para saksi iman”.383 Allah


memanggil mereka untuk menghadiahkan suatu
kehidupan dan merawat kehidupan itu. Untuk
alasan inilah keluarga “senantiasa merupakan
‘rumah sakit’ terdekat”.384 Jadi marilah kita peduli
satu sama lain, membimbing dan meneguhkan satu
sama lain, dan mengalami ini semua sebagai bagian

248
dari spiritualitas keluarga kita. Hidup sebagai
pasangan merupakan peristiwa berbagi setiap hari
dalam karya kreatif Allah, dan masing-masing
orang merupakan tantangan terus menerus dari Roh
Kudus bagi pasangannya. Kasih Allah
diproklamirkan “melalui pernyataan yang hidup
dan nyata di mana seorang pria dan wanita
menunjukkan cinta yang mempersatukan
385
mereka”. Dengan demikian keduanya
merupakan refleksi timbal balik atas kasih ilahi
yang menghibur lewat perkataan, tatapan mata,
tangan yang membantu, belaian, pelukan. Untuk
alasan ini “niat membentuk sebuah keluarga adalah
untuk resolve menjadi bagian dari impian Allah,
memilih untuk bermimpi bersamaNya, kehendak
untuk membangun bersamaNya, bergabung
bersamaNya di dalam saga membangun dunia di
mana tidak ada orang yang merasa sendirian”.386

322. Semua kehidupan keluarga merupakan suatu


“penggembalaan” dalam kerahiman. Masing -
__________
383 Second Vatican Ecumenical Council, Decree on the
Apostolate of the Laity Apostolicam Actuositatem, 11.
384 Catechesis (10 June 2015): L’Osservatore Romano, 11 June
2015, p. 8.
385 John Paul II, Apostolic Exhortation Familiaris Consortio
(22 November 1981), 12: AAS 74 (1982), 93.
386 Address at the Prayer Vigil of the Festival of Families,
Philadelphia (26 September 2015): L’Osservatore
Romano, 28-29 September 2015, p. 6.
masing dari kita, lewat kasih dan perhatian kita,
meninggalkan suatu jejak dalam kehidupan orang
lain; bersama Paulus, kita dapat berkata: “Kamu
adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati
kami….bukan dengan tinta, tetapi dengan Roh dari
Allah yang hidup” (2 Kor 3:2-3). Kita masing-
masing adalah “penjala manusia” (Luk 5:10) yang
di dalam nama Yesus “menebarkan jala” (bdk Luk

249
5:5) kepada orang-orang lain, atau sebagai petani
yang menggarap tanah baru dari mereka yang ia
kasihi, mengupayakan untuk menghasilkan yang
terbaik dari mereka. Keberbuahan perkawinan
melibatkan pertolongan dari orang-orang lainnya,
karena “mengasihi seseorang berarti
mengharapkan darinya sesuatu yang tidak dapat
didefinisikan ataupun dibayangkan; pada saat yang
sama ia dengan suatu cara membuatnya mungkin
untuk memenuhi harapan terebut”.387 Hal ini
dengan sendirinya merupakan suatu cara
menyembah Allah, yang telah menabur begitu
banyak kebaikan di dalam diri orang lain dengan
harapan mereka akan membantu membuatnya
bertumbuh.

323. Merupakan suatu pengalaman spiritual yang


luar biasa mengkontemplasikan orang-orang yang
kita cintai dengan mata Allah dan melihat Kristus
di dalam diri mereka. Hal ini membutuhkan
kebebasan dan keterbukaan yang memampukan
kita menghargai jati diri mereka. Kita dapat
sepenuhnya hadir bagi orang lain hanya dengan
memberikan diri kita sepenuhnya dan melupakan
hal - hal lainnya. Orang - orang yang kita cintai
__________
387 Gabriel Marcel, Homo Viator: prolégomènes à une
métaphysique de l’espérance, Paris, 1944, p. 66. English:
Homo Viator. An Introduction to a Metaphysics of Hope,
London, 1951, p. 49.
layak mendapatkan perhatian kita sepenuhnya.
Yesus merupakan model kita dalam hal ini, karena
manakala orang-orang datang berbicara
denganNya, Ia akan menemui pandangan mata
mereka, secara langsung dan dengan penuh kasih
(bdk. Mrk 10:21). Tidak ada yang merasa tidak
diperhatikan lewat kehadiran-Nya, karena
perkataan-Nya dan gerak tubuh-Nya

250
mengungkapkan pertanyaan: “Apa yang kau
kehendaki supaya Aku perbuat bagimu?” (Mrk
10:51). Inilah yang kita alami di dalam kehidupan
keseharian keluarga. Kita terus menerus diingatkan
bahwa setiap dari mereka yang tinggal bersama kita
berharga untuk mendapatkan perhatian yang
seutuhnya, karena ia memiliki jati diri tak terbatas
sebagai obyek kasih Bapa yang demikian besar.
Hal ini memunculkan kelembutan yang dapat
“memunculkan di dalam diri orang lain sukacita
dikasihi. Kelembutan dinyatakan dalam cara yang
khusus dengan melatih memberi perhatian yang
penuh cinta dalam menghadapi keterbatasan orang
lain, terutama ketika mereka nyata hadir”.388

324. Dipimpin oleh Roh, lingkaran keluarga tidak


hanya terbuka bagi kehidupan dengan bergenerasi
di dalamnya, namun juga dengan meluaskan dan
menyebarkan kehidupan lewat perhatian kepada
orang-orang lain dan mendatangkan kebahagiaan
bagi mereka. Keterbukaan ini menemukan ekspresi
khususnya dalam keramahtamahan,389 di mana
sabda Allah seringkali menyerukan: “Janganlah
kamu lupa memberi tumpangan
__________
388 Relatio Finalis 2015, 88.
389 Cf. John Paul II, Apostolic Exhortation Familiaris
Consortio (22 November 1981), 44: AAS 74 (1982), 136.
kepada orang, sebab dengan berbuat demikian
beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah
menjamu malaikat-malaikat” (Ibrani 13:2). Ketika
sebuah keluarga menyambut dan menjangkau
orang lain, khususnya kaum miskin dan terabaikan,
ia merupakan “sebuah simbol, saksi dan partisipan
dalam kebundaan Gereja”.390 Kasih sosial, sebagai
suatu refleksi Trinitas, adalah apa yang sungguh-
sungguh mempersatukan arti spiritual keluarga dan
misinya bagi orang lain, karena membuat nyata

251
kerygma dalam seluruh turunan komunalnya.
Keluarga menghidupi spiritualitasnya dengan tepat
dengan menjadi pada saat yang sama suatu gereja
domestik dan sel hidup bagi pengubahan dunia.391

325. Pengajaran sang Guru (bdk. Mat 22:30) dan


Santo Paulus (bdk 1 Kor 7:29-31) mengenai
perkawinan disampaikan – dan bukan suatu
kebetulan – dalam konteks dimensi eksistensi kita
sebagai manusia yang tertinggi dan definitif. Kita
sangat mendesak perlu menemukan kembali
kekayaan dari pengajaran ini. Dengan
memperhatikan hal ini, pasangan menikah akan
menemukan arti yang lebih dalam dari perjalanan
mereka melewati kehidupan. Sebagaimana Seruan
ini telah sering sampaikan, tidak ada keluarga
yang jatuh dari surga, sudah sempurna
terbentuk; keluarga-keluarga perlu terus
menerus bertumbuh dan menjadi matang
dalam kemampuannya mencintai. Ini merupakan
pekerjaan yang tidak akan pernah selesai yang lahir
dari komuni sepenuhnya Trinitas, kesatuan yang
istimewa
__________
390 Ibid., 49: AAS 74 (1982), 141.
391 For the social aspects of the family, cf. Pontifical Council
for Justice and Peace, Compendium of the Social Doctrine
of the Church, 248-254.
antara Kristus dan GerejaNya, komunitas penuh
cinta yang adalah Keluarga Kudus Nazareth, dan
persaudaraan yang murni yang ada di antara para
kudus di surga. Kontemplasi kita akan kepenuhan,
yang masih harus kita capai juga, memungkinkan
kita melihat dalam perspektif yang tepat perjalanan
historis yang kita buat sebagai keluarga, dan
dengan cara ini berhenti menuntut relasi
interpersonal kita suatu kesempurnaan, intensi
yang murni dan suatu konsistensi yang hanya dapat

252
kita temui di dalam Kerajaan kelak. Hal ini juga
menjaga kita dari sikap menghakimi dengan kasar
mereka yang hidup dalam situasi kelemahan. Kita
semua terpanggil untuk terus berjuang menuju hal
yang lebih besar dari diri kita sendiri dan keluarga
kita, dan setiap keluarga harus merasakan dorongan
kuat yang terus- menerus ini. Marilah kita
melakukan perjalanan kita sebagai keluarga, mari
kita terus berjalan bersama-sama. Apa yang telah
dijanjikan kepada kita lebih besar daripada yang
dapat kita bayangkan. Semoga kita tidak
kehilangan semangat karena keterbatasan kita, atau
berhenti mencari kepenuhan cinta dan komuni yang
Allah siapkan di depan kita.

Doa kepada Keluarga Kudus

Yesus, Maria dan Yosef,


Di dalam mu kami merenungkan
Indahnya cinta sejati;
Kepadamu kami berpaling dalam percaya.

Keluarga Kudus Nazareth


Karuniakanlah kepada keluarga kami juga
agar dapat menjadi tempat komuni dan doa,
sekolah Injil yang otentik
dan gereja domestik kecil.
Keluarga Kudus Nazareth,
Semoga keluarga-keluarga tidak lagi mengalami
kekerasan, penolakan dan perpecahan;
Semoga semua yang telah terluka atau menjadi
sandungan menemukan penghiburan dan
penyembuhan segera

Keluarga Kudus Nazareth,


buatlah kami sekali lagi mengingat
akan kesucian dan keistimewaan keluarga,
dan keindahannya di dalam rencana Allah.

253
Yesus, Maria dan Yosef,
Bermurah hatilah mendengarkan doa kami.

Amin.

Diberikan di Roma, di St. Peter, sewaktu


Yubileum Kerahiman Luar biasa, pada tanggal 19
Maret, pada Solemnity Santo Yosef, di tahun 2016,
pada Pontifikal ke empat saya.

Fransiscus

254

You might also like