Professional Documents
Culture Documents
Pengantar
Kehidupan bermasyarakat di Sumatra Barat sudah lama direkat oleh
kentalnya hubungan kebersamaan (ta’awun) di dalam tataran budaya berat
sepikul ringan sejinjing sebagai perwujudan nyata nilai-nilai Adat Basandi
Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK).
Tataran budaya sedemikian telah terbukti dalam masa sangat panjang
mampu memberikan dorongan-dorongan beralasan (motivasi) bagi semua
gerak perubahan (reformasi) dari satu generasi ke generasi berikut di Ranah
Bundo ini. Bahkan telah pula terbukti menjadi modal sangat besar untuk
meraih kemajuan di berbagai bidang pembangunan di daerah dan nagari,
di dusun dan taratak. Serta memberikan sumbangan yang tidak kecil dalam
mewujudkan persatuan bangsa dan kesatuan wilayah di Negara Kesatuan
Republik Indonesia tercinta ini.
Kehidupan masyarakat Sumatra Barat kedepan di Alaf Baru ini, mesti
di pacu dengan ajakan agar selalu menanam kebaikan-kebaikan yang
makruf. Mesti pula dipagar rapat-rapat dengan pencegahan dari hal-hal
yang merusak dan mungkara., Didalamnya ditanamkan upaya berguna
yang dapat menumbuhkan harga diri dengan sikap mental mau berusaha
sendiri, giat bekerja (enterprising). Yang dituju adalah masyarakat baru
Sumatra Barat yang dapat menolong diri sendiri (independent) serta mampu
mereposisi kondisinya dalam mengatasi kemiskinan dan ketertinggalan
diberbagai bidang.
Insya Allah masyarakat kita di Sumatra Barat akan mendapatkan hak
asasinya yang setara dengan kewajiban asasi yang telah ditunaikan.
Sesungguhnya bimbingan aqidah kita bersendikan Kitabullah telah
mengajarkan bahwa tidak pantas bagi satu masyarakat yang hanya selalu
menuntut hak tanpa dibebani keharusan menunaikan kewajiban.
1
Martabat satu kaum akan hilang bila yang ada hanya memiliki
kewajiban-kewajiban tetapi tidak dapat menentukankan hak apa-apa.
Karena itu, hak asasi manusia tidak akan pernah ujud tanpa didahului
oleh kewajiban asasi manusia. Hal ini sangatlah penting ditanamkan
kembali dalam upaya mambangkik batang tarandam.
Kandungan Kitabullah mewajibkan kita untuk memelihara hubungan
yang langgeng dan akrab dengan karib dan daerah tetangga, sebagai
kewajiban iman dan taqwa kita kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
Firman-Nya, “ Sembahlah Allah, dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya
dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang ibu-bapak.
Berhubungan baiklah kepada karib kerabat. Berbuat ihsan kepada anak-anak yatim,
kepada orang-orang miskin, dan tetangga yang hampir, tetangga yang jauh, dan
teman sejawat serta terhadap orang-orang yang keputusan belanja diperjalanan
(yaitu orang-orang yang berjalan dijalan Allah) dan terhadap pembantu-pembantu
di rumah tanggamu. Sesungguhnya Allah tidak suka terhadap orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri” (QS.4, An-Nisak ayat 36).
Menumbuhkan harga diri, dan memperbaiki nasib secara keseluruhan
dalam berbagai bidang, diyakini akan terwujud melalui ikhtiar yang terus
menerus, sustainable disertai akhlak sabar tanpa kesombongan serta mampu
melawan sikap mudah menyerah dan tidak mudah berputus asa. Sikap jiwa
masyarakat seperti inilah yang sangat dituntut mengedepan dalam
menyambut Otonomi Daerah di Sumatra Barat pada awal abad ini.
(I)
2
zaman qad istadara”, bahwa sesungguhnya zaman berubah masa berganti
(Al Hadist).
Petatah petitih (kata hikmah) di Minangkabau mengungkapkan
“Pawang biduak nak rang Tiku, Pandai mandayuang manalungkuik,
Basilang kayu dalam tungku, Disinan api mangko hiduik”.
Kembali ke Nagari semestinya lebih dititik beratkan kepada kembali
banagari.
Perubahan cepat yang sedang terjadi, apakah karena sebab derasnya
gelombang arus globalisasi, atau penetrasi budaya luar (asing) telah membawa
akibat bahwa perilaku masyarakat, praktek pemerintahan, pengelolaan
wilayah dan asset, serta perkembangan norma dan adat istiadat di banyak
nagari di Sumatera Barat mulai tertinggalkan. Perubahan perilaku tersebut
tampak dari lebih mengedepannya perebutan prestise yang berbalut
materialistis dan individualis. Akibatnya, perilaku yang kerap tersua adalah
kepentingan bersama dan masyarakat sering di abaikan.
Menyikapi perubahan-perubahan sedemikian itu, acapkali idealisme
kebudayaan Minangkabau menjadi sasaran cercaan. Indikasinya terlihat
sangat pada setiap upaya pencapaian hasil kebersamaan (kolektif dan
bermasyarakat) menjadi kurang diacuhkan dibanding pencapaian hasil
perorangan (individual).
Sesungguhnya nagari di Minangkabau (Sumatera Barat) seakan sebuah
republik kecil, ada wilayah (ulayat/pusako), ada rakyat (suku), ada
pemerintahan (sako), ada kedaulatan (adaik salingka nagari). Republik Mini
ini memiliki sistim demokrasi murni, pemerintahan sendiri, asset sendiri,
wilayah sendiri, perangkat masyarakat sendiri, sumber penghasilan
sendiri, bahkan hukum dan norma-norma adat sendiri.
(II)
Sebagai masyarakat beradat dengan pegangan adat bersendi syariat
dan syariat yang bersendikan Kitabullah, maka kaedah-kaedah adat itu
memberikan pula pelajaran-pelajaran antara lain,
3
“Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak dapat
menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha
Penyayang” (QS.16, An Nahl : 18).
Hukum Islam menghendaki keseimbangan antara
perkembangan hidup rohani dan perkembangan jasmani ; "Sesungguhnya
jiwamu (rohani-mu) berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu
(jasmanimu) pun berhak atasmu supaya kamu pelihara" (Hadist).
Keseimbangan tampak jelas dalam menjaga kemakmuran di ranah ini,
“Rumah gadang gajah maharam, Lumbuang baririk di halaman,
Rangkiang tujuah sajaja, Sabuah si bayau-bayau, Panenggang anak
dagang lalu, Sabuah si Tinjau lauik, Birawati lumbuang nan banyak,
Makanan anak kamanakan. Manjilih ditapi aie, Mardeso di paruik
kanyang.
"Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok dan
berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya" (Hadist).
1
QS.4, An Nisak : 97.
4
Ditanamkan pentingnya kehati-hatian “Ingek sa-balun kanai, Kulimek
sa-balun abih, Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-agak nan ka-tingga”.
Memiliki jati diri, self help, mandiri dengan modal tulang delapan
kerat, dengan cara yang amat sederhana sekalipun, "lebih terhormat",
daripada meminta-minta dan menjadi beban orang lain ; "Kamu ambil
seutas tali, dan dengan itu kamu pergi kehutan belukar mencari kayu bakar untuk
dijual pencukupan nafkah bagi keluargamu, itu adalah lebih baik bagimu dari pada
berkeliling meminta-minta". (Hadist).
2
Ucapan Khalifah Umar bin Khattab, yang ditujukan kepada seorang
pemuda yang hanya berdoa tanpa berusaha.
5
meninggalkan sarangnya dalam keadaan lapar, dan setiap sore dia
kembali dalam keadaan "kenyang".3
3
Atsar dari Shahabat.
4
Ibid. QS.16 : 17 dan QS.14,Ibrahim : 33.
6
faedah kekuatan, dan khasiat-khasiat yang diperlukan manusia untuk
memperkembang dan mempertinggi mutu hidup jasmaninya. Manusia
diharuskan berusaha membanting tulang dan memeras otak, untuk
mengambil sebanyak-banyak faedah dari alam sekelilingnya, dan
menikmatinya sambil mensyukurinya. Tuntutan syar’i (syarak mangato
adaik mamakai) adalah, beribadah kepada Ilahi.
Manusia harus menjaga diri dari perbuatan yang melanggar batas-
batas kepatutan dan kepantasan, agar jangan terbawa hanyut oleh
materi dan hawa nafsu yang merusak. Semua ini adalah suatu bentuk
persembahan manusia kepada Maha Pencipta, yang menghendaki
keseimbangan antara kemajuan di bidang rohani dan jasmani. Sikap
hidup (attitude towards life) yang demikian, menjadi sumber motivasi
bagi kegiatan di bidang ekonomi. Tujuan terutama untuk keperluan-
keperluan jasmani (material needs). Hasil nyata tergantung kepada
dalam dangkalnya sikap hidup tersebut berurat dalam jiwa, serta
tingkat kecerdasan yang dicapai, dan keadaan umum di mana mereka
berada.
Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus pandai
mengendalikan diri, agar jangan melewati batas, dan berlebihan. “Ka
lauik riak mahampeh, Ka karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak
mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh, Jiko mencancang, putuih –
putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah”.
Artinya bekerja sepenuh hati, dengan mengerahkan semua potensi
yang ada. Bila mengerjakan sesuatu tidak menyisakan kelalaian
ataupun ke-engganan. Tidak berhenti sebelum sampai, dan tidak
berakhir sebelum benar-benar sudah.
(III)
7
Konsep tata-ruang ini adalah salah satu asset yang sangat berharga
dalam nagari dan menjadi idealisme nilai budaya di Minangkabau.
Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu, Nan gurun
buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah, Nan munggu pandam
pakuburan, Nan gauang katabek ikan, Nan padang kubangan kabau, Nan
rawang ranangan itiak.
Tata ruang dalam masyarakat yang jelas itu memberikan posisi kepada
peran pengatur, pemelihara dan pendukung sistim banagari.
Pemeran itu telah disepakati terdiri dari orang ampek jinih, yakni ninik
mamak5, alim ulama6, cerdik pandai7, urang mudo8, bundo kanduang9.
Dengan demikian, terlihat bahwa nagari di Minangkabau tidak hanya
sebatas pengertian ulayat hukum adat namun yang lebih mengedepan dan
paling utama adalah wilayah kesepakatan antar berbagai komponen
masyarakat didalam nagari itu. Spiritnya adalah
a. kebersamaan (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi), ditemukan
dalam pepatah “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai
kaduo nyo, Panjang jo singkek pa uleh kan, mako nyo sampai nan di
cito.”
b. keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang) atau “Adat hiduik
tolong manolong, Adat mati janguak man janguak, Adat isi bari
mam-bari, Adat tidak salang ma-nyalang”. Basalang tenggang,
artinya saling meringankan dengan kesediaan memberikan pinjaman
atau dukungan terhadap kehidupan dan “Karajo baiak ba-imbau-an,
Karajo buruak bahambau-an”.
5
Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak nan gadang basa batuah,
atau nan di amba gadang, nan di junjung tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di
lewakan.
6
Bisa juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib nagari atau imam suku,
dll dalam peran dan fungsinya sebagai urang surau pemimpin agama Islam. Gelaran ini lebih
menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah denyut nadi kehidupan masyarakat (anak nagari).
7
Bisa saja terdiri dari anak nagari yang menjabat jabatan pemerintahan, para ilmuan,
perguruan tinggi, hartawan, dermawan.
8
Para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek kaki ringan tangan, nan ka
disuruah di sarayo.
9
Kalangan ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan mereka terletak garis keturunan dalam
sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat ini.
8
c. musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat),
dalam kerangka “Senteng ba-bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-
anjak, Barubah ba-sapo”
d. keimanan kepada Allah SWT sebagai pengikat spirit tersebut
dengan menjiwai sunnatullah dalam setiap gerak melalui pengenalan
kepada alam keliling.
“Panggiriak pisau sirauik, Patungkek batang lintabuang,
Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang, Alam takambang
jadikan guru ”.
e. kecintaan kenagari adalah perekat yang sudah dibentuk oleh
perjalanan waktu dan pengalaman sejarah 10.
Menjaga dari pada melewati batas-batas yang patut dan pantas, jangan
terbawa hanyut materi dan hawa nafsu yang merusak. Suatu bentuk
persembahan manusia kepada Maha Pencipta, menghendaki keseimbangan
antara kemajuan dibidang rohani dan jasmani. “Jiko mangaji dari alif, Jiko
babilang dari aso, Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tango”.
(IV)
10
Bukti kecintaan kenagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-ungkapan pepatah hujan
ameh dirantau urang hujang batu dinagari awak, tatungkuik samo makan tanah tatilantang samo
mahiruik ambun.
9
serta perilaku adat istiadat yang dijunjung tinggi anak nagari (adat salingka
nagari). Minangkabau tetap bersatu, tetapi tidak bisa disatukan.
Muara kedua, dukungan masyarakat adat (kesepakatan tungku tigo
sajarangan yang terdiri dari ninik mamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo
kanduang dan kalangan rang mudo), dan mendapat dukungan dalam satu
tatanan sistim pemerintahan (perundang-undangan).
Anak nagari sangat berkepentingan dalam merumuskan nagarinya.
Konsepnya tumbuh dari akar nagari itu sendiri, bukanlah suatu pemberian
dari luar. “ Lah masak padi 'rang singkarak, masaknyo batangkai-tangkai,
satangkai jarang nan mudo, Kabek sabalik buhus sintak, Jaranglah urang
nan ma-ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo.” Artinya diperlukan orang-
orang yang ahli dibidangnya untuk menatap setiap perubahan peradaban
yang tengah berlaku. Hal ini perlu dipahami supaya jangan tersua seperti
kata orang “ibarat mengajar kuda memakan dedak”.
10
Dimulai dengan apa yang ada. Yang ada ialah kekayaan alam dan
potensi yang terpendam dalam unsur manusia. Selangkah demi selangkah -
step by step -.
11
sakato mangkonyo ado, Dek sakutu mangkonyo maju, Dek ameh
mangkonyo kameh, Dek padi mangkonyo manjadi.
Tujuannya sampai kepada taraf yang memungkinkan untuk mampu
berdiri sendiri dan membantu nagari tetangga secara selfless help, dengan
memberikan bantuan dari rezeki yang telah kita dapatkan tanpa
mengharapkan balas jasa. "Pada hal tidak ada padanya budi seseorang yang
patut dibalas, tetapi karena hendak mencapai keredhaan Tuhan-Nya Yang
Maha Tinggi". (Q.S. Al Lail, 19 - 20).
Walaupun didepan terpampang kendala-kendala, namun optimisme
banagari mesti selalu dipelihara. Alah bakarih samporono, Bingkisan rajo
Majopahik, Tuah basabab bakarano, Pandai batenggang di nan rumik.
12
dalam rangka pembagian pekerjaan (division of labour) menurut
keahlian masing-masing ini, akan mempercepat proses produksi, dan
mempertinggi mutu, yang dihasilkan. Itulah taraf ihsan yang hendak
di capai.
5. Memperindah nagari dengan menumbuhkan percontohan-
percontohan di nagari, yang tidak hanya bercirikan ekonomi tetapi
indikator lebih utama kepada moral adat “nan kuriak kundi, nan sirah
sago, nan baik budi nan indah baso”
6. Mengefisienkan organisasi pemerintahan nagari dengan reposisi
(dudukkan kembali komponen masyarakat pada posisinya sebagai
subyek di nagari) dan refungsionisasi (pemeranan fungsi-fungsi elemen
masyarakat).
7. Memperkuat SDM bertujuan membentuk masyarakat beradat dan
beragama sebagai suatu identitas yang tidak dapat ditolak dalam
kembali kenagari.
Satu konsepsi tata cara hidup, sistem sosial dalam "iklim adat basandi
syara' syara' basandi Kitabullah", dalam rangka pembinan negara dan
bangsa kita keseluruhannya. Yakni untuk melaksanakan Firman Ilahi;
"Berbuat baiklah kamu (kepada sesama makhluk) sebagaimana Allah
berbuat baik terhadapmu sendiri (yakni berbuat baik tanpa harapkan
balasan). (QS.28, Al Qashash : 77)
Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan "nawaitu" dalam
diri masing-masing. Untuk membina umat dalam masyarakat desa harus di
ketahui pula kekuatan. Latiak-latiak tabang ka Pinang, Hinggok di Pinang
duo-duo, Satitiak aie dalam piriang, Sinan bamain ikan rayo.
Teranglah sudah, bagi setiap orang yang secara serius ingin berjuang
di bidang pembangunan masyarakat nagari lahir dan batin, material dan
spiritual pasti akan menemui disini iklim (mental climate) yang subur, bila
pandai menggunakannya dengan tepat akan banyak sekali membantu
dalam usaha pembangunan itu.
13
Melupakan atau mengabaikan ini, adalah satu kerugian, karena berarti
mengabaikan satu partner "yang amat berguna" dalam pembangunan
masyarakat dan negara.
Riwayat Hidup
Dari pasangan ayah ibu : H.Zainal Abidin bin Abdul Jabbar bergelar
Imam Mudo dan Khadijah binti Idriss.
14
1967- sekarang, Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Sumbar.
15