You are on page 1of 136

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS INDONESIA

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama : Rahmat Bagja


NPM : 0598002146
Program Kekhususan : PK V (Hukum Tentang Hubungan Negara Dengan Masyarakat)

Judul : TUGAS DAN WEWENANG MPR


SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof.DR.Jimly Asshiddiqie, S.H. Makmur Amir, S.H .

Ketua Jurusan Hukum Tata Negara

Ramly Hutabarat S.H, M.Hum.

i
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmaanirrahiim

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya

dan ridlo-Nyalah penulisan skripsi dengan judul “Tugas Dan

Wewenang MPR Setelah Perubahan UUD 1945” ini dapat

diselesaikan, ditengah sakit dan masa penyembuhan yang

melanda penulis.

Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan banyak rahmat-

Nya pada penulis, tetapi penulis terkadang lupa untuk

mensyukuri rahmat dan nikmat tersebut. (Nikmat Tuhan mana

yang manusia bisa dustakan).

Banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyusun

skripsi ini. Akan tetapi, berkat dukungan dari berbagai

pihak, akhirnya skripsi ini terselesaikan. banyak dilema

penulis alami dalam menggubah suatu goresan yang mungkin

masih jauh dari sebutan mahakarya ini, telah banyak sekali

pihak-pihak yang secara disadari maupun tidak

disadari,langsung atau tidak langsung telah di buat repot

dalam membantu penulis.

Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

ii
1. Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H, sebagai pembimbing I

dan Mahaguru penulis yang telah banyak memberikan

inspirasi dan bimbingan kepada penulis. Banyak

berbagai perkembangan ilmu pengetahuan terutama di

bidang ilmu hukum yang diberikan secara langsung dan

tidak langsung oleh beliau.

2. Bapak Makmur Amir , S.H, selaku pembimbing II yang

telah memberikan semangat kepada penulis dalam

mengerjakan skripsi ini dan juga sebagai abang(senior)

dalam organisasi yang digeluti penulis sehingga arahan

dan bimbingan beliau sangat berarti.

3. Bapak Ramly Hutabarat S.H, M.Hum, selaku Ketua Program

Kekhususan V (Hubungan antara Negara Dengan

Masyarakat).

4. Bapak Prof. Abdul Bari Azed S.H, M.H, selaku Dekan

Fakultas Hukum Universitas Indonesia.

Tidak lupa, penulis berhutang budi kepada pihak-pihak

yang telah memberikan masukan berupa pendapat ilmiah serta

bahan penulisan:

1. Prof. Ismail Suny S.H, MCL , Guru Besar Fakultas

Hukum Universitas Indonesia atas ilmu dan ceramah

beliau pada beberapa kuliah dan buku-buku beliau

yang telah menjadi inspirasi penulis.

iii
2. Prof.Dr. Harun Al Rasyid, S.H, Guru Besar Fakultas

Hukum Universitas Indonesia atas ilmu dan ceramah

beliau pada beberapa kuliah dan buku-buku beliau

yang telah menjadi inspirasi penulis, dan juga

dalam 3 pertemuan diskusi yang sangat berarti pada

mata kuliah Lembaga Kepresidenan

3. Dr. Maria Farida S.H, MH, yang telah memberikan

masukan tentang beberapa kewenangan MPR dalam

Penelitian tentang peninjauan materi dan status

hukum ketetapan MPR dan MPRS.

4. Bang Hendra Nurtjahjo S.H. M.Hum, yang telah

memberikan masukan entang komposisi MPR.

Terima Kasih juga penulis haturkan kepada pihak-pihak

dibawah ini atas saran, semangat dan dorongan yang diberikan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya

1. Ibunda tercinta Dra.Tuti Ruchyati yang telah

melahirkan dan membesarkan penulis (dan akhirnya

penulis mengerti betapa indahnya hadits yang

menyatakan Surga terletak dibawah kaki Ibu), ayahanda

tercinta Muzwan Amry yang telah mengasuh dan

membesarkan penulis. (Ya Allah sayangilah kedua orang

tua penulis sebagaimana mereka menyayangi penulis).

Dan terima kasih dan sayang buat kakak dan adik

penulis, Kak Dian Anggraini S.E. “akuntan bisa

iv
disegala bidang” ( calon MSi, Amin!) atas dorongannya,

Mutia Febrina “sang aktivis FSI FEUI” (semoga cepat

lulus dan IPK tinggi) dan Fauzan Amru (rajin belajar

yaa!)

2. Bang Tope ( Mustafa Fakhri), Bang Fitra sebagai senior

dan guru penulis pada penelitian TAP MPR di Pusat

Studi Hukum Tata Negara UI, juga bang Satya Arinanto

sebagai Ketua PSHTN UI.

3. Guru-guru penulis pada saat di TK, SD, SMPN 2 Bogor

dan SMUN 2 Bogor (Terima Kasih Atas Bimbingannya,

Semoga Allah membalas semua kebaikan bapak/ibu guru

yang tiada tara),

4. Senior-senior penulis, Bang Imron Azis, Bang Indra

Surya, Bang Abdi Kurnia, Bang Said, Bang Ajo dan

lain-lain, yang telah memberikan pengertian tentang

memberi arti pada kehidupan.

5. Saudara-saudaraku tercinta di Center For Law

Information (CELI), Budi “fungky dan cukup sabar”,

Dono Sang “Sufi Metropolitan”, Ningrat “Jurnalis,

Wartawan dan Yang Ingin Jadi Penyair Damai”, Fatah

“Eksistensialis dan Intelektual Nyentrik”, Heru Geeks

“Sang Nggak Mungkin”, Bisar “sang sastrawan aneh dan

religius” teman seperjuangan dalam skripsi.

v
6. Sahabat setia dan saudaraku tercinta yang senantiasa

mengajak diskusi dan memberi semangat serta inspirasi

bagi penulis, “Mr Filsuf Abadi dan Natural Born

Researcher” yang sedang mencari pendamping hidup yang

pas (katanya), Mohamad Mova Al Afghani.

7. Sahabat setia dan saudaraku tercinta dan “MR Perfect”

yang mendampingi, mendorong dan menyemangati penulis

dari tingkat 1 sampai sekarang (terutama pada saat

penulis sakit), dan sedang menjalin hubungan yang

Insya Allah serius, Sunan J. Rustam (moga Allah

Ridla).

8. Titi Anggraini atas bantuan dan diskusinya juga

skripsinya.

9. Pengurus Senat Mahasiswa FHUI periode 2001-2002

10. Pegurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FHUI

periode 2000-2001, teman-teman di Komisariat HMI

FHUI serta HMI Cabang Depok.

11. Irma (teman, sekretaris yang sangat baik) , Lieni

(walaupun terkadang jutek tapi baik hati), Icha

(Penyemangat HMI, “Hidup HMI Komisariat FHUI”!),

Sholikin (Sekretaris Mushola Al Fath), Ises, Apreza,

Diah dan kawan-kawan FHUI lainnya

vi
12. Tentu saja si kecil Mardy atas segala

encouragement dan bantuannya (Hatur Nuhun atas bantuan

dan perhatiannya di waktu penulis sakit)

13. Pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia

periode 2002-2004.

14. Teman-teman University Network for Free and Fair

Election (UNFREL) 1999 simpul UI dan Simpul JABOTABEK.

15. Catur Intan Wahyuningrum atas bantuannya di

ISMAHI.

16. Surya Yuli Diana, Dede Anggraini di Bogor maupun

di Bangka terima kasih atas perhatiannya.

17. Bang Freddy, Bang Kurnia atas bantuannya yang

berarti, Bu Aminah ( matur nuwun bu), Mbak Vivi.

Mohon maaf bagi yang belum lupa disebutkan, dan

Walaupun karya ini masih jauh dari kesempurnaan, besar

harapan penulis agar karya ini dapat berguna dalam menjadi

bahan bacaan bagi peminat Hukum Tata Negara. Sesungguhnya

yang benar hanya dari Allah SWT semata dan yang salah dari

kelemahan penulis.

Wabillahi Taufiq Wal Hidayah.

Depok, Agustus, 2003,

Penulis,

Rahmat Bagja

vii
ABSTRAK

Rahmat Bagja (0598002146), TUGAS DAN WEWENANG MPR


SETELAH PERUBAHAN UUD 1945, 119 hal, SKRIPSI, Depok:
Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Agustus 2003.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia adalah


lembaga negara yang telah diberikan tugas dan wewenang
tertentu oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya
Undang-Undang Dasar 1945 telah diganti oleh beberapa
konstitusi dan kemudian kembali lagi kepada Undang-Undang
Dasar 1945. Setelah tahun 1999 terjadi perubahan Undang-
Undang Dasar 1945 yang pertama, kemudian disusul yang kedua
tahun 2000, ketiga tahun 2001 dan keempat tahun 2002. Pada
Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar lembaga Majelis
Permusyawaratan Rakyat dicabut kekuasaannya untuk
melaksanakan kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945) kemudian tugas dan wewenangnyapun
berubah sesuai dengan pasal 3 ayat 1,2,3 Undang-Undang Dasar
1945 hasil Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945. Pada
Perubahan Keempat akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat
diubah komposisinya menjadi anggota 2 lembaga negara
yaitu:Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah
(pasal 2 ayat 1). Perubahan tugas dan wewenang tersebut
mengubah struktur kelembagaan yang ada, tetapi Majelis
Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan suatu lembaga yang
unik jika diperbandingkan dengan lembaga negara di negara
lain. MPR sebelum Perubahan UUD 1945 jika diperbandingkan
dengan Kongres Rakyat Cina, ditemukan banyak kemiripan yang
ada, baik dalam hal lembaga maupun tugas dan wewenang. Akan
tetapi setelah Perubahan UUD 1945, secara lembaga MPR tidak
bisa dipersamakan dengan negara lain. Ada beberapa kesamaan
dalam tugas dan wewenang dengan negara lain, tetapi tetap
secara lembaga tidak bisa dipersamakan dengan negara lain.
Dalam tugas dan wewenang MPR harus diatur lebih jelas lagi
mengenai apa yang dimaksud tugas dan wewenang. Ada beberapa
tugas dan wewenang MPR dalam UUD yang harus diatur dengan
jelas untuk menghindari kesalahan dalam bernegara. Dan MPR
sebaiknya diubah menjadi suatu forum bukan suatu lembaga
yang aktif karena tugas dan wewenang MPR tidak memerlukan
suatu lembaga negara.

viii
DAFTAR ISI

TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI............................................................................................I


KATA PENGANTAR...........................................................................................................II
ABSTRAK.....................................................................................................................VIII
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG......................................................................................................1
2. POKOK PERMASALAHAN..............................................................................................9
3. TUJUAN PENULISAN................................................................................................10
4. DEFINISI OPERASIONAL........................................................................................10
5. METODE PENELITIAN..............................................................................................12
6. SISTEMATIKA PENULISAN......................................................................................13
BAB II KONSEP LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA................................................................................................16
1. KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN..............................................................................16
1.1.Konsep Lembaga Perwakilan Pada Waktu Negara Berdiri
...................................................................................................................................16
2.KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT SETELAH NEGARA BERDIRI.................21
3. KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN DI NEGARA MODERN...........................................23
3.1. Teori Kedaulatan.................................................................................23
3. 2.Konsep Lembaga Perwakilan Setelah adanya Kontrak
Sosial.....................................................................................................................30
3.3.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat di Negara Modern.. 33
4.TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PERWAKILAN SECARA UMUM.............................36
5. KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN DI INDONESIA...................................................37
5.1. Sebelum Perubahan UUD 1945.........................................................38
5.2. Sistem Parlemen Setelah Perubahan UUD 1945................43
BAB III TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA................................................................................................47
1. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945.........47
1.1. UUD 1945....................................................................................................48

ix
1.2.Konstitusi RIS........................................................................................53
1.3.UUDS 1950....................................................................................................54
1.4.Kembali ke UUD 1945............................................................................56
2.MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945.............59
3.TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYARATAN RAKYAT....................................62
3. 1. Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
...................................................................................................................................63
3. 2. Tugas Dan Wewenang MPR Yang Diatur Dalam UUD
Sesudah Perubahan UUD 1945.................................................................68
3.3. Pengaruh Perubahan Tugas dan Wewenang MPR dalam
struktur Ketatanegaraan............................................................................79
BAB IV PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG MPR DI INDONESIA
DENGAN LEMBAGA LAIN DI NEGARA CINA, VENEZUELA DAN AMERIKA
SERIKAT...........................................................................................................................85
1. PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
DENGAN CINA DAN VENEZUELA.....................................................................................85
1.1. Konsep Lembaga Kongres Rakyat Nasional China.............85
1.3. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Sebelum
Perubahan dengan Kongres Rakyat Nasional Cina......................89
1.4.Konsep Majelis Nasional Venezuela..........................................97
1.5. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Dengan Majelis
Nasional Dan Majelis Konstituen Nasional...................................99
1.6. Persamaan dan Perbedaan MPR dengan Kongres Rakyat
Nasional Cina dan Majelis Nasional Venezuela dan Majelis
Konstituen Nasional Venezuela..........................................................102
2. PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
DENGAN AMERIKA SERIKAT.........................................................................................103
2.1. Amerika Serikat.................................................................................103
2.2 Konsep Lembaga Kongres Amerika Serikat............................104
2.3 Perbandingan Tugas dan Wewenang.............................................107
2.4.Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Indonesia dan
Kongres di Amerika Serikat...................................................................110
BAB V PENUTUP..........................................................................................................112
1. KESIMPULAN...........................................................................................................112
2. Saran..................................................................................................................117

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang

Sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara pada

Republik Indonesia dimulai pada tahun 1945. Pada tahun

itulah berdirinya Negara Republik Indonesia sebagai suatu

kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan berkobar-

kobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang

dinamakan bangsa.1

Persatuan Indonesia merupakan ide besar yang merupakan

cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia2.

Persatuan Indonesia telah menjiwai proses penetapan bentuk

negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus memungkinkan

terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.3

1
Ernest Renan, Apakah Bangsa Itu?, Alumni, Bandung, 1994, h. 58
2
ASS Tambunan, MPR Perkembangan Dan Pertumbuhannya Suatu Pengamatan Dan Analisis, Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta, 1991, h.19
3
Satya Arinanto, Hukum Dan Demokrasi, Ind Hill-Co, Jakarta, 1991, h.59

1
Berdirinya Negara ini tidak hanya ditandai oleh

Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan tetapi

hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang

merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945

berbagai struktur dan unsur Negara mulai ada4. Walaupun

secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang

diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat diatasi

dengan adanya Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan dalam

UUD 1945.5

Setelah UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun diganti

dengan Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti

lagi dengan UUDS 1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara

pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat

masyarakat dalam Undang-Undang Dasar. Hasil pemilihan umum

tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai suatu

lembaga perwakilan rakyat, dan terbentuk Konstituante yang

bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama beberapa

tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara

sepihak. Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD 1945

ditandai dengan Dekrit Presiden tahun 1959.

4
Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, CV Armico, Bandung, 1987, h. 36
5
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1984, h. 17

2
Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan

zaman ini diakibatkan oleh berbagai krisis yaitu:

1. Krisis ekonomi.6

2. Krisis Politik ditandai dengan adanya krisis

kepemimpinan.

3. Krisis Konstitusi ditandai dengan otoriternya

kepemimpinan nasional atas dasar konstitusi (executive

heavy).

Krisis-krisis tersebut melahirkan gerakan reformasi

yang menginginkan suatu perubahan di Indonesia. Suatu jaman

perubahan yang dinamakan reformasi, menandai berakhirnya

orde baru, dengan digantikan oleh orde reformasi atau zaman

reformasi7. Pada saat itu terjadi perubahan Konstitusi yang

sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia.

Berkembanglah setelah itu wacana mengenai masyarakat

madani atau dikenal sebagi civil society. Menurut Alexis de

Tocqueville memandang civil society sebagai wilayah otonom

dan memiliki dimensi politik dalam dirinya sendiri yang


8
dipergunakan untuk menahan intervensi negara.
6
Indonesia mengalami masa-masa sulit dimulai pada tahun 1997 pada saat turunnya harga mata uang
rupiah, hal ini tercermin dalam pemberitaan media massa pada tahun 1997 dan 1998
7
Sekretariat Jendral MPR RI, Proses Reformasi Konstitusional : Sidang Istimewa MPR 1998, Sekretariat
Jendral, Cetakan 2, Jakarta, 2001, h.13-23
8
Hikam, AS, Demokrasi dan Civil Society, LP3S, Jakarta, 1999, h.226

3
Menurut Al Mawardi ada beberapa syarat untuk mencapai

keseimbangan dalam segi politik negara yang ideal menurut

Islam:9

a. Agama yang dihayati.

b. Penguasa yang berwibawa.

c. Keadilan yang menyeluruh.

d. Sistem Pemerintahan.

e. Imamah (kepemimpinan).

f. Cara pemilihan atau seleksi imam.

Dan banyak kriteria lain untuk format masyarakat

madani, seperti adanya lembaga perwakilan. Demokratisasi,

supremasi hukum, pengadilan yang bersih juga merupakan

kriteria masyarakat madani.

Setelah tahun 1998 dimulai tuntutan-tuntutan akan

perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang terpenting

adalah dua tuntutan masyarakat pada saat itu adalah

Supremasi Hukum dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang

Dasar 1945.

Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka yang dipakai

dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar

karena dalam bahasa Inggris, to amend the Constitution

9
Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara, UI Press, Jakarta, 1993, h. 63

4
artinya mengubah Undang Undang Dasar dan Constitutional

Amandement artinya perubahan Undang-Undang Dasar mempunyai

makna yang berbeda. Dengan demikian kata mengubah dan

perubahan yang berasal dari kata dasar “ubah” sama dengan

to amend atau amandement, dan pemakaian kata yang lebih

tepat adalah amandement. Lebih lanjut kata “amandement” itu

diserap atau diIndonesiakan menjadi “amandemen”, dan kata

mengubah berarti menjadikan lain atau menjadi lain dari,

sedangkan kata perubahan berarti berubahnya sesuatu (dari

asalnya). Dengan demikian apabila kita menyebut kata

perubahan berarti sama dengan “amandemen”, tetapi dalam

Bahasa Indonesia resmi yang dipergunakan adalah kata

“perubahan”.10 Dalam penulisan akan dipakai kata Perubahan

Undang-Undang Dasar.

Pada tahun 1999 terjadi Perubahan I UUD 1945 yang

mengatur beberapa hal penting seperti pembatasan jabatan

presiden. Pada tahun 2000 terjadi Perubahan II UUD 1945

yang mengatur HAM dll. Pada Perubahan I dan II terjadi

beberapa perubahan yang mendasar dalam UUD 1945. Pada

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 sampai tahun 2000

terdapat beberapa reduksi kekuasaan lembaga eksekutif


10
Sri Soemantri, Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, Cet.4, Alumni, Bandung, 1987, h.133-134.

5
seperti dalam pembatasan kekuasaan Presiden. Dalam banyak

hal, Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif. Dan

Presiden harus memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan

Rakyat ataupun Mahkamah Agung jika berkaitan dengan hukum11.

Sampai dengan Perubahan II belum ada kritik yang tajam

terhadap Perubahan yang terjadi terhadap Undang-Undang

Dasar 1945 dari mayoritas Ahli Hukum Tata Negara dan Para

Politisi Partai Politik.

Akan tetapi setelah Perubahan III maka terjadi

perubahan mendasar terhadap UUD 1945. Secara garis besar

dapat disimpulkan Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945

meliputi:

1. Akan adanya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden

Langsung. Hal ini berakibat besar terhadap tugas

Majelis Permusyawaratan Rakyat.

2. Adanya Penghapusan Utusan Golongan dalam MPR dan

dilembagakannnya Utusan Daerah menjadi Dewan

Perwakilan Daerah sehingga komposisi MPR berubah

secara total.

Setelah Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 berlaku

maka banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam Undang-


11
Didit Hariadi Estiko, Amandemen UUD 1945 Dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Sistem
Hukum, Tim Hukum Pusat Pengkajian Dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral, Jakarta, 2001, h.33

6
Undang Dasar. Proses Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

menjadi salah satu sebab banyaknya kekurangan yang terjadi.

Karena ada beberapa hal yang belum diatur dengan jelas,

sehingga menimbulkan masalah secara tekhnis hukum. Hal ini

dikritisi sebagian besar oleh praktisi hukum terutama Hukum

Tata Negara.

Ketika sedang memasuki Proses Perubahan IV perubahan

yang kurang dicoba diperbaiki. Perubahan IV menjadi suatu

keharusan yang mau tidak mau harus ada. Karena dengan

adanya Pemilihan Presiden Langsung, maka Presiden langsung

bertanggung jawab kepada pemilihnya. Dan tidak ada lagi

tugas membuat GBHN yang dilakukan oleh MPR.

Perubahan III dan IV UUD 1945 telah mengubah status

dan peran MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah dari

lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang disebutkan secara

eksplist dalam UUD 1945 menjadi lembaga negara.

Setelah adanya Perubahan UUD 1945 maka berakhirlah

kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga

pemegang kedaulatan rakyat. Dan berakhir juga kedudukannya

sebagai lembaga tertinggi negara dalam struktur kelembagaan

Negara di Indonesia.

Hukum Tata Negara Indonesia menghadapi suatu masa

7
perubahan besar dalam tugas dan wewenang lembaga Negara.

Sangat penting untuk diselidiki bagaimanakah nantinya

lembaga Negara melakukan tugas dan wewenangnya dan

menjalankannya. Dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai

tugas dan wewenang lembaga negara Majelis Permusyawaratan

Rakyat. Pembahasan lebih dikhususkan setelah Perubahan UUD

1945 dan undang-undang mengenai susunan dan kedudukan MPR,

DPR dan DPRD. Dan mendudukkan lembaga ini kembali didalam

struktur ketatanegaraan Indonesia, setelah Perubahan UUD

1945 dalam peraturan-peraturan tentang struktur umum

negara12.

Sebelum Perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah

sebagai lembaga pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan

Majelis Permusywaratan Rakyat ini seluruh aturan

ketatanegaraan dirancang dan diawasi. Dalam menjalankan

kekuasaan ini Majelis Permusyawaratan Rakyat bertindak

seakan tidak pernah salah. Karena terkait dengan sistem

ketatanegaraan, perekrutan anggota dan sistem pengambilan

keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde

baru).

Dalam karya tulis ini Majelis Permusyawaratan Rakyat


12
Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Dan Peradilan Administrasi,
Bandung: Alumni, 1981, h. 17

8
Republik Indonesia akan dibahas dalam sudut pandang tugas

dan wewenang MPR. Dan akibat perubahan dari tugas dan

wewenang tersebut sehingga dapat menjadi suatu pembahasan

yang komprehensif mengenai lembaga negara ini.

2.Pokok Permasalahan

Berdasarkan atas latar belakang yang telah dipaparkan,

adapun perumusan yang diangkat dalam skripsi ini adalah:

1. Bagaimana konsep lembaga Negara Majelis Permusyawaratan

Rakyat setelah adanya UUD 1945 di amandemen ?

2. Bagaimana Tugas dan Wewenang MPR setelah Amandemen UUD

1945 dan perbandingannya sebelum amandemen?

3. Bagaimana perbandingannya dengan lembaga negara yang

memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama di Negara

lain?

3. Tujuan Penulisan

Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah

sebagai berikut:

9
1.Untuk memenuhi kewajiban penulis dalam rangka

menyelesaikan studi S-1 nya di Fakultas Hukum Universitas

Indonesia.

2. Mengetahui tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD

1945.

3,. Mendapatkan pemahaman mengenai akibat pengurangan tugas

dan wewenang MPR dan bagaimana konsep lembaga MPR sebelum

dan setelah adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 jika

diperbandingkan dengan lembaga negara yang mempunyai tugas

dan wewenang yang hampir sama di negara lain.

4. Definisi Operasional

Pembatasan dari beberapa istilah yang penulis gunkan

dalam penulisan ini adalah sebagai berikutL:

1. Undang Undang Dasar atau Konstitusi adalah aturan –

aturan daasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek

penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Pembatasan

ini adalah kutipan dari alinea pertama Penjelasan Undang-

Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Undang undang Dasar suatu

negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang

Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis sedang

disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum

10
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek

penyelenggraan negara, meskipun tidak tertulis”.13

2. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) adalah lembaga

Permusyawaratan Rakyat yang ada menurut UUD 1945. Yang

anggotanya dipilih dalam Pemilihan Umum secara langsung

dan lembaga ini terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Perwakilan Daerah.

3. Tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib

dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.14

4. Wewenang atau wenang adalah hak dan kekuasaan (untuk

melakukan sesuatu)15

5. Fungsi adalah jabatan(yang dilakukan) pekerjaan yang

dilakukan.16

6. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan

rakyat yang berfungsi sebagai lembaga legislasi juga

lembaga yang menjalankan fungsi anggaran dan fungsi

13
Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945,
14
WJS. Poerwadrminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta 1976 h.1094
15
Ibid, h. 1150
16
Ibid, h. 283

11
pengawasan17. Anggota Dewan Perwakilan rakyat dipilih

melalui Pemilihan Umum.18

7. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) adalah lembaga perwakilan

daerah yang berfungsi sebagai lembaga perwakilan dan

legislatif dari daerah propinsi di Republik Indonesia.

Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap

provinsi melalui Pemilihan Umum.19

5.Metode Penelitian

Metode penulsian yang penulis gunakan dalam skripsi

berjudul ”TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD

1945” ini adalah berupa penelitian kepustakaan.20

Adapun bahan-bahan pustaka yang penulis pergunakan

meliputi:

1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang

mempunyai kekuatan mengikat antara lain: Undang

Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia

Serikat, Undang-Undang Dasar Sementara 1950.


17
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum
Tata Negara FHUI, Jakarta, pasal 20A, h.27
18
Ibid, h.25
19
Ibid, h.31
20
Penelitian kepustakaan atau disebut juga penelitian hokum normatif adalah penelitian hukum yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri
Mamudji. Penelitian Hukum Normatif ( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995) hal 13, 14.

12
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan –bahan hukum yang

menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku,

artikel majalah dan koran, maupun makalah-makalah

yang berhubungan dengan topik penulisan ini.

3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang

yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer

dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, dan

kamus bahasa.

6.Sistematika Penulisan

Dalam Penulisan skripsi ini digunakan sistematika

penulisan sebagai berikut.

BAB I adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang

permasalahan yang akan ditulis; pokok permasalahan; tujuan

penulisan; metodologi penulisan; definisi operasional; dan

sistematika penulisan.

BAB II Menjelaskan konsep lembaga perwakilan yang merupakan

konsep dasar MPR sebagai suatu lembaga negara yang memiliki

kekuasaan sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Hal

13
ini dicantumkan dalam UUD 1945 sebelum Perubahan dan

bagaimana konsep lembaga MPR setelah diadakan Perubahan UUD

1945. Juga dijelaskan berbagai teori yang mendasari

kekuasaan MPR memegang kekuasaan kedaulatan rakyat dan

bagaimana konsep lembaga perwakilan secara umum.

BAB III adalah analisa yang akan menjelaskan bagaimana

konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ada di

Indonesia. Dan bagaimana konsep lembaga ini sebelum dan

sesudah Perubahan UUD 1945 sehingga dapat diperbandingkan

dengan jelas dalam mana tugas dan wewenang yang dikurangi

atau ditambah setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dianalisa

juga dari sudut tugas dan wewenang sebagai lembaga negara.

Dan penjelasan bagaimana tugas dan wewenang tersebut

dijalankan dalam praktek ketatanegaraan, juga bagaimana

akibat dari tugas dan wewenang tersebut dalam mempengaruhi

sistem lembaga perwakilan di Negara Republik Indonesia. Dan

menjelaskan struktur yang terjadi akibat tugas dan wewenang

yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.

14
BAB IV Menjelaskan bagaimana perbandingan lembaga negara

MPR di Indonesia dengan lembaga negara di negara lain

dengan asumsi bahwa lembaga negara di negara lain memiliki

tugas dan wewenang yang hampir sama. Dan diambil contoh

negara adalah Cina, Venezuela, dan Amerika Serikat. Dan

dalam bab ini diperiodisasi tugas dan wewenang MPR sebelum

perubahan dan sesudah perubahan UUD 1945. Kemudian diambil

kesamaan antara lembaga negara yang hampir sama dinegara

lain dan dicari perbedaannya dengan cara diperbandingkan

antara lembaga tersebut.

BAB V Menerangkan tawaran solusi dari skripsi dengan

menjelaskan tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD

1945. Dan bagaimana pengaturan yang baik dari tugas dan

wewenang MPR ditinjau dari kedudukan lembaga MPR setelah

Amandemen UUD 1945.

15
BAB II

KONSEP LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA

1. Konsep Lembaga Perwakilan

Untuk membahas lembaga Majelis Permusyawaratan

Rakyat Republik Indonesia maka harus dijelaskan bagaimana

konsep lembaga perwakilan rakyat sehingga dapat

mengatasnamakan rakyat. Dan bagaimana perubahan konsep

lembaga perwakilan yang ada setelah perubahan Undang-Undang

Dasar 1945. Sehingga dapat dijelaskan apakah Majelis

Permusyawaratan Rakyat dapat digolongkan kedalam lembaga

perwakilan rakyat atau bukan.

1.1.Konsep Lembaga Perwakilan Pada Waktu Negara Berdiri

Lembaga Perwakilan atau yang lebih sering disebut

representative institution adalah lembaga yang mewakili

rakyat dalam melakukan fungsi pengawasan dan fungsi

legislasi.

Konsep lembaga perwakilan tidak terlepas dari asal–

usul negara yang dimulai:

16
1. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup manusia

berkehendak akan bantuan makhluk lain.

2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri maka

berkumpullah mereka untuk merundingkan cara

memperoleh bahan-bahan primer (makanan, temapat dan

pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana

masing-masing harus menghasilkan lebih dari

keperluannya sendiri untuk dipertukarkan den demikian

berdirilah desa.

3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan

terjadilah masyarakat negara. Antara negara-negara

dengan negara lain terjadi juga kerjasama karena

perlunya bantuan satu sama lain dan terjadilah

hubungan internasional.21

Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan berdirinya

suatu negara harus mempunyai 4 syarat:

1. Adanya wilayah.

2. Adanya Pemerintah

3. Adanya rakyat

4. Adanya pengakuan dari negara lain.22

21
M. Solly Lubis, Ilmu Negara, h. 16
22
Konvensi Montevidio tentang Hak dan Kewajiban Negara (Convention on Rights&Duties of States), 26
Desember 1934 Pasal 1, “ The State as a person of International Law should possess the following

17
Ada yang menyatakan bahwa Negara merupakan

perkelompokkan dari manusia yang merasa sendirinya senasib

yang mempunyai tujuan yang sama23. Tujuan dari negara adalah

untuk menjalankan ketertiban dan keamanan. Dan tujuan akhir

dari negara adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi

warga negaranya.

Menurut ilmuwan Islam Ibnu Khaldun bahwa adanya

organisasi kemasyarakatan (ijtima’i wal insani) merupakan

suatu keharusan. Para filosof atau ahli hukum (al-hukuma)

telah melahirkan kenyataan ini dengan perkataan

mereka :”Manusia adalah bersifat politis menurut tabiatnya

“ (al insanu madaniyyun’biath-thab’i). Ini berarti, ia

memerlukan satu organisasi kemasyarakatan, yang menurut

para filosof dinamakan “kota”, dan itulah yang dimaksud

dengan peradaban24. Jadi didalam pandangan ahli agamapun

pembentukan suatu organisasi kemasyarakatan untuk mengatur

masyarakat menjadi suatu keharusan.

Menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya negara itu

merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagi


qualifications (a) a permanent population, (b) a defined territory, (c) government and (d) capacity to
enter into relations with the other states”.
23
Padmowahyono, Ilmu Negara, Ind Hill-Co, Jakarta, 1996 h. 51
24
Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, h.71

18
suatu persekutuan hidup politis. Dalam bahasa Yunani

disebut he koinona politike; artinya suatu persekutuan

hidup yang berbentuk polis ( negara kota). Ungkapan negara

adalah persekutuan hidup politis sesungguhnya mengandung

beberapa hal penting yang perlu dipikirkan25, seperti tujuan

dan arti negara bagi masyarakat.

Mc Dougall membagi pembentukan negara sebagai kelompok

masyarakat menjadi 2 yaitu:

1. Yang terjadi secara wajar atau alamiah atau

natuurlijk.

2. Yang terjadi atas dasar sengaja dibuat atau

kuntsmatig.26

Timbulnya suatu negara tidak akan terlepas dari teori

Contract Social yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, John

Locke dan JJ Rousseau .27

Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat

yang ingin membentuk suatu negara, suatu pemerintahan

bersama yang melayani mereka (anggapan hobbes, Locke dan

Rousseau yang mendasarkan pembentukan negara atas suatu

25
J.H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, h. 33
26
Padmowahyono, Op.cit, h, 51
27
M.Solly Lubis, Op.cit h.35

19
perjanjian antara anggota masyarakat biasanya disebut teori

perjanjian masyarakat). Kemudian rakyat ini menyerahkan

kedaulatannya kepada suatu lembaga, persoon ataupun

sekelompok orang yang mendapat amanat untuk menjalankan

kedaulatan tersebut.

Menurut Utrecht tentang perbandingan antara Thomas

Hobbes, Jean Jacqueas Rousseau dan John Locke bahwa

Walaupun tak berlainan masing-masing Hobbes, Locke dan

Rosseau. Mereka mempunyai anggapan tentang pembentukan

negara dan adanya negara itu. Menurut anggapan ketiga ahli

tersebut pembentukan adanya negara itu disusun atas suatu

perjanjian sosial, kesimpulan-kesimpulan yang mereka tarik

tentang sifat negara sangat berlainan. Menurut Hobbes

negara itu bersifat totaliter, Negara itu diberi kekuatan

tidak terbatas (Absolut). Menurut Locke negara itu

selayaknya bersifat kerajaan konstitusionil yang memberi

jaminan mengenai hak-hak dan kebebasan kebebasan pokok

manusia (ingat : life, liberty, healthy dan property).

Rousseau beranggapan bahwa negara bersifat suatu perwakilan

rakyat, dan negara itu selayaknya negara demokrasi yakni

yang berdaulat adalah rakyat.28


28
Ibid, h. 35

20
2.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat Setelah Negara Berdiri.

Atas dasar tersebut maka lahirlah teori demokrasi

representatif29. Karena pada saat ini tidak mungkin semua

rakyat berkumpul untuk menentukan keinginannya setiap saat.

Direct democracy adalah suatu bentuk pemerintahan dimana

hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan

secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak

berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Sifat langsung

dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif

karena berlangsung dalam suatu kondisi yang sederhana,

wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan

sekitarnya). Serta jumlah penduduk sedikit (300.000

penduduk dalam suatu negara kota). Lagipula ketentuan–

ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang

resmi, yang hanya merupakan bagian kecil dari penduduk.

Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang


30
asing demokrasi tidak berlaku . Karena faktor populasi

penduduk yang tidak memungkinkan dilakukan pada satu tempat

29
.Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia,
PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, h. 70
30
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1999, h. 54.

21
dan pada suatu saat, sehingga harus dicari pemecahan

masalahnya. Dan muncullah konsep demokrasi Perwakilan

Rakyat atau yang sering lebih disebut sebagai Demokrasi

Representatif. Akhirnya Demokrasi Representatif ini hampir

dilakukan disetiap negara modern pada saat ini.

Apabila dilihat pada saat zaman Yunani telah berlaku

pemerintahan yang berdasarkan rakyat (demokrasi), dan

akhirnya berjalan tidak baik. Sehingga pada awalnya

demokrasi dikritik oleh para pemikir-pemikir Yunani seperti

Plato, Socrates31 dan Aristoteles32.

3. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara modern

Setelah runtuhnya peradaban Yunani maka pada saat

itu. Muncullah peradaban Romawi yang membuat suatu konsep

baru yaitu munculnya Senat sebagai perwakilan berfungsi

sebagai pengawas dan Caesar sebagai pemegang kekuasaan

eksekutif dan perwakilan rakyat dibidang pemerintahan.

Setelah Romawi runtuh maka muncul negara-negara monarki

yang menjadikan satu orang (raja) sebagai pusat dari

pemerintahan, sehingga dapat diartikan bahwa wakil rakyat

31
Plato, Republik, Bentang, Jakarta, 2002, h. 354
32
Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 1, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, h.16

22
adalah raja. Penyerahan kewenangan mengatasnamakan rakyat

dari rakyat ke lembaga negara. Dan kemudian lembaga negara

mempunyai otoritas untuk memerintah rakyat merupakan suatu

hal yang terjadi dalam proses politik dinegara manapun.

Dan menurut Robert Paul Wolf peran lembaga negara yang

mengatasnamakan negara itu, diartikan sebagai ”suatu

kelompok orang yang mempunyai otoritas tertinggi dalam

wilayah tertentu terhadap penduduk tertentu “33.

3.1. Teori Kedaulatan

Setelah adanya negara di jaman modern, maka

merumuskan kembali kedaulatan menjadi suatu yang sangat

penting. Menurut Harold J. Laski bahwa:

“ the modern state is a sovereign state. It is,


therefore, independent in the face of other
communities. It may infuse its will towards them
with a substance which need not be affected by
the will of any external power. It is, moreover,
internally supreme over the territory that it
control”34.
Terjemahan bebas: Negara modern adalah negara
yang mempunyai kedaulatan. Hal ini untuk
independen dalam menghadapi komunitas lain. Dan
akan mempengaruhi substansi yang akan diperlukan

33
Carol C.Gould, Demokrasi Ditinjau Kembali, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1993, h.229
34
Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTD, London ,1938 h.
44

23
dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksternal.
Hal ini lebih jauh merupakan kekuasaan yang
tertinggi atas wilayahnya.

Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang

dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka

dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya.

Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh

kehidupan bernegara.

Menurut Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori

kedaulatan yang merumuskan kedaulatan bahwa kedaulatan

adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara:

“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara,


dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan
merupakan ciri utama yang membedakan organisasi
negara dari organisasi yang lain di dalamn
negara. Karena kedaulatan adalah wewenang
tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari
pada penguasa atas warga negara dia dan orang-
orang lain dalam wilayahnya”35.

Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba

merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu

negara36:

1. Kedaulatan Tuhan.

2. Kedaulatan Raja.

3. Kedaulatan Rakyat.
35
Padmo Wahjono, Ilmu Negara, Ind Hill Co, Jakarta, 1996 hal. 153
36
Ibid, h 154

24
4. Kedaulatan Negara.

5. Kedaulatan Hukum.

Bentuk kedaulatan yang 2 terakhir menunjukkan

kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon.

3.1.1.Kedaulatan Tuhan

Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi

ada pada Tuhan,jadi didasarkan pada agama. Teori-teori

teokrasi ini dijumpai, bukan saja di dunia barat tapi juga

di timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan teokrasi

dimiliki oleh hampir seluruh negara pada beberapa

peradaban. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan

( monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap

turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Misalnya jika

Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan

dari Dewa matahari.37

3.1.2.Kedaulatan Raja

Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada

pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran

negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/satu

37
M. Solly Lubis, Op.Cit, h. 41

25
penguasa38. Teori-teori kekuasaan jasmani atau teori-teori

perjanjian dari Thomas Hobbes. Dan kemudian muncul menjadi

negara adalah raja. L’etat cest moi yang diungkapkan oleh

Louis XVI yang menjadi sumbu dari pergerakan Revolusi

Perancis.

3.1.3 Kedaulatan Rakyat

Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Yang

menjadi bapak dari ajaran ini adalah JJ. Rousseau yang pada

akhirnya teori ini menjadi inspirasi Revolusi Perancis39.

Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika

Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend

dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.

Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan

mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara.

Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang

diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan.

Tetapi karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara

yang masih menganut sistem monarki, maka yang berkuasa

adalah raja atau pemerintah. Bilamana pemerintah ini


38
Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003, h.59

39
Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980, h.121

26
melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat,

maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu.

Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang

disebut “ volonte generale” oleh Rousseau40. Apabila Raja

memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh

ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah

itu.41

3.1.4. Kedaulatan Negara

Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat,

tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana

kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, Negaralah sumber

dalam negara. Dari itu negara (dalam arti

government=pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak

terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya.

Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat

dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat

kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu

adalah kehendak negara.42

40
Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Mizan, Jakarta, 1999, h.162
41
Solly Lubis, Op.Cit, h.42
42
Ibid, h..42

27
Hal ini terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche

Publizisten Schule, yang memberikan konstruksi pada

kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada suasana teori

kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena mendapat

dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu:

1. Armee (angkatan perang)

2. Junkertum (golongan idustrialis)

3. Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara).

Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan

apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Oleh karena itu

menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan bulat pada rakyat.

Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara.

Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki

kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan negara ini adalah

penjelamaan baru dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan

kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka

kedaulatan ada pada raja.43

3.1.5. Teori Kedaulatan Hukum

Teori kedaulatan hukum timbul sebagai penyangkalan

terhadap teori kedaulatan negara dan dikemukan oleh Krabbe.


43
Padmo Wahjono, Op.Cit, h, 156

28
Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi tidak

terletak pada raja (teori kedaulatan raja) juga tidak pada

negara (teori kedaulatan negara). Tetapi berada pada hukum

yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang.44

Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian

yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum

merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang

membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil.45

Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah

Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang

diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum

tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat

dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar46.

3. 2.Konsep Lembaga Perwakilan Setelah adanya Kontrak

Sosial

Berangkat dari teori Rosseau mengenai Demokrasi

Perwakilan. Menurut Rousseau maka rakyatlah yang berdaulat

dan kemudian mewakili kedaulatannya kepada suatu lembaga

44
Ibid, h.156
45
M.Solly Lubis, Op, Cit, h. 41
46
Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, pasal 1ayat 2

29
yaitu pemerintah ( siapa yang memerintah untuk menjalankan

kedaulatan tersebut). Konsep demokrasi rakyat seperti ini


47
menjadi suatu hal yang diminati pada saat Renaissance ,

dan menjadi konsep yang sering dipakai pada saat ini.

Pada dahulu kekuasaan cukup diwakilkan kepada raja

sehingga raja dengan pemerintahannya dapat mengatasnamakan

negara. Raja bertindak atas nama negara dengan tujuan

melaksanakan kedaulatan rakyat.

Akan tetapi hal ini membawa kekhawatiran tentang

kekuasaan yang diberikan kepada satu lembaga. Seperti yang

dikatakan oleh Montesquieu

“When the legislative and executive powers are


united in the same persons or body, there can be
no liberty, because apprehensions may arise lest
the same monarch or senate should enact
tyrannnical laws, to enforce them in tyrannical
manner.....Were the power of judging joined with
the legislature, the life and liberty of the
subject would then be exposed to arbitrary
control, for the judge would then be the
legislator. Were it joined to the executive
power, the judge might behave with all the
violence of an opressor”.48
Terjemahan bebas: “Ketika kekuasaan legislatif
dan eksekutif bersatu dalam satu orang atau
lembaga, berarti kemungkinan akan tidak ada
kebebasan, karena kesanggupan akan muncul dengan
47
Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusasteraan dan kebudayaan
Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatianyang
tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan ke arah soal-soal keduniawian dan
mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan baru.
48
Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTd, London, 1938. h. 297

30
membuat perundang-undangan yang tiran dan
dilakukan oleh pemerintahan monarki atau senat,
dan lembaga tersebut akan berbuat tirani.....
Dan ketika kekuasaan mengadili bersatu dengan
legislatif, maka kehidupan dan kebebasan dari
pengadilan tersebut akan kemudian terkena kontrol
yang sepihak dimana hakim tersebut menjadi
legislatif. Dan ketika kekuasaan mengadili
digabung dengan kekuasaan eksekutif, maka hakim
mungkin akan bertindak dengan segala kekerasan
sebagai penindas”.

Muncullah berbagai teori tentang bagaimana seharusnya

dalam menjalankan kedaulatan. Yang sering dipakai dalam

jaman modern adalah demokrasi, pemerintahan yang

berdasarkan rakyat. Antara rakyat dan kekuasaan negara


49
sehari-hari, lazimnya berkembang atas 2 teori, yaitu :

1. Teori Demokrasi Langsung (direct democracy) dimana

kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung

dalam arti rakyat sendirilah yang melaksanakan

kekuasaan tertinggi yang dimilikinya.

2. Teori Demokrasi tidak langsung (representative

democracy).

Representasi disini sangat diperlukan bagi eksistensi

otoritas politik di samping beberapa hal pokok lainnya.

Bagi para ahli politik tentang kekuasaan, bahwa ia juga

49
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, h. 70

31
sangat tergantung pada beberapa tuntutan lain. Dan biasanya

berhubungan dengan konstitusionalisme: pembatasan kekuasaan

pemerintah dan kebebasan politik warga negara.50

Kemudian perkembangan lembaga perwakilan di duniapun

menjadi beragam dan berkembang. Hal ini sesuai dengan

tuntutan zaman dan dilekatkan pada kekuasaan membuat

undang-undang.51

3.3.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat di Negara Modern.

Setelah berkembangnya ide demokrasi yang telah dimulai

sejak abad ke 19 maka konsep pemerintahan demokrasi menjadi

suatu trend dan isu global dalam dunia. Sehingga mayoritas

negara menggunakan demokrasi sebagai sistem politik dan

negara mereka.52

Berpijak pada hal tersebut maka konsep lembaga

perwakilanpun berkembang dan terbagi dalam berbagai sistem.

Konsep dasar lembaga perwakilan atau parlemen adalah

sistem Demokrasi Perwakilan dimana kedaulatan rakyat yang

50
April Carter, Otoritas Dan Demokrasi, CV. Rajawali, Jakarta, 1985, h. 65
51
AV, Dicey, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Mc. Millan Education LTD,
London, 1959, h. lxi
52
Samuel P Huntington, Benturan Antara Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia, CV Qalam
Yogyakarta, Yogyakarta, 2003, h. 7

32
tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian dipecah

menjadi beberapa kekuasaan yang ada, dan yang dipakai dalam

teori kedaulatan adalah kekuasaan dibidang pengawasan dan

pembuatan undang-undang53.

3.4. Sistem Lembaga Perwakilan Rakyat

Lembaga perwakilan atau yang lebih dikenal sebagai

parlemen dibagi kedalam berbagai sistem yaitu:

1. Sistem 1 Kamar

2. Sistem 2 kamar

ad. 1. Sistem satu kamar

Sistem satu kamar adalah sistem parlemen yang berdasar

pada satu lembaga legislatif tertinggi dalam struktur

negara. Lembaga ini menjalankan fungsi legislatif dan

pengawasan terhadap pemerintah dan membuat juga Undang-

Undang Dasar.

Isi aturan mengenai fungsi dan tugas parlemen

unikameral ini beragam dan bervariasi dari satu negara

dengan negara yang lain. Tetapi pada pokoknya serupa bahwa

secara kelembagaan fungsi legislatif tertinggi diletakkan

53
Geoffrey Marshal, Parliamentary Sovereignty And The Commonwealth, Oxford University Press,
Oxford, 1957, h.12

33
sebagai tanggung jawab satu badan tertinggi yang dipilih

oleh rakyat.54

Ad. 2. Sistem 2 Kamar

Sistem 2 kamar adalah sistem yang sistem parlemen yang

terbagi atas 2 lembaga legislatif dalam suatu struktur

negara. Dalam menjalankan tugasnya kedua lembaga ini

mempunyai tugas-tugas tertentu.

Pada prinsipnya, kedua kamar majelis dalam sistem

bikameral ini memiliki kedudukan yang sederajat. Satu sama

lain tidak saling membawahi, baik secara politik maupun

secara legislatif. Undang-undang tidak dapat ditetapkan

tanpa persetujuan bersama ataupun melalui sidang gabungan

diantara kedua majelis itu55.

Pembagian ini dikritik oleh C.F. Strong yang

menyatakan sebagai tidak tepat atau tidak riil karena

apabila klasifikasi ini kita pergunakan maka kita akan

menyamakan negara-negara yang tidak melakukan pemilihan

anggota badan perwakilan menjadi satu dengan negara-negara

54
Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta,
1996, h.36
55
Ibid, h. 37

34
yang melakukan pemilihan anggota badan perwakilan dengan

pemilihan umum.56

Walaupun demikian konsep lembaga perwakilan 1 kamar

atau 2 kamar menjadi konsep lembaga yang dipakai oleh

mayoritas negara di dunia. Dan biasanya sistem dua kamar

dianut oleh negara federal. Negara kesatuan yang memakai

sistem 2 kamar karena untuk membatasi kekuasaan majelis

lain.57

Sistem parlemen lain yang pernah digunakan pada negara

adalah sistem 3 kamar. Sistem 3 kamar adalah sistem yang

sistem parlemen yang terbagi atas 3 lembaga legislatif atau

lembaga perwakilan dalam suatu struktur negara.

Meskipun tidak banyak dikenal, sistem tiga kamar ini

dipraktekkan dalam Sistem Pemerintahan di Cina Taiwan.

Sistem ini struktur organisasi parlemennya nasionalnya

terdiri atas tiga badan yang masing-masing mempunyai fungsi

sendiri-sendiri.58

4.Tugas Dan Wewenang Lembaga Perwakilan secara Umum.

56
Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981,h.69
57
Miriam Budiarjo, Op.Cit, h.180
58
Ibid, h. 43

35
Tugas dan wewenang yang dijalankan setiap lembaga

perwakilan rakyat di dunia adalah sebagai berikut:

1. Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi

jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang

kekuasaan eksekutif agar kekuasaan pemerintah tidak

menindas rakyat sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara

sewenang-wenang59.

2. Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan

keinginan rakyat. Dan diinterprestasikan dalam undang-

undang dan juga sebagai pembuat Undang-Undang Dasar

(supreme legislative body of some nations )60.

5. Konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia

Konsep lembaga perwakilan di Indonesia jika dipecah-

pecah akan terbagi kedalam beberapa periodesasi menurut

Undang-Undang Dasar yang dipakai dalam Negara Indonesia

,yaitu:61

59
Lawrence Dood, Coalitions in Parliamentary Government, Princeton University Press, New Jersey,
1976, h.16
60
Bryan A Garner (ed in chief), Black’s Law Dictionary , sevent edition,West Group, St Paul, Minn, 1999

61
Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori Hukum Dan Konstitusi, PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 1999, h.75.

36
1. Undang-Undang Dasar 1945, yang berlaku antara 18 Agustus

1945 sampai dengan 27 Desember 1949.

2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, yang berlaku

antara 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950

3. Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950, yang berlaku

antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959

4. Kembali Ke Undang Undang Dasar 1945, yang berlaku sejak

dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang.

Yang akan dibahas secara deskriptif dalam karya tulis

ini adalah periode kembali ke Undang-Undang Dasar 1945

terutama setelah perubahan UUD 1945.

5.1. Sebelum Perubahan UUD 1945

Perkembangan konsep lembaga perwakilan di Indonesia

dimulai sejak tahun 1945. Tidak ada ketentuan secara tegas

yang menyatakan bahwa MPR termasuk lembaga perwakilan atau

tidak62. Dan Majelis Permusyawaratan Rakyatpun tidak diberi

kewenangan legislatif (membuat undang-undang), Dewan

Perwakilan Rakyat yang merupakan badan yang berada

dibawahnyapun tidak diberi kewenangan legislatif. Sehingga

MPR dan DPR (yang seharusnya merupakan badan legislatif)


62
Indonesia, UUD 1945

37
mendelegasikan kewenangan/kekuasaan yang berlebihan kepada
63
lembaga pemerintah.

Secara filosofis MPR merupakan perwujudan seluruh

rakyat di Indonesia. MPR secara yuridis menurut pasal 2

ayat 1 UUD 1945. “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan

dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat”64. Berarti yang merupakan penjelmaan rakyat di

Indonesia adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, sehingga

lembaga MPR termasuk kedalam penjelmaan perwakilan rakyat

sepenuhnya dan mempunyai kekuasaan di segala fungsi65.

Dan jika dilihat dari penjelasan diatas Majelis

Permusyawaratan Rakyat memiliki 2(dua) macam fungsi,

yaitu:66

1. Fungsi legislatif, yang lahir dari kekuasaan-

kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar, kekuasaan

mengubah Undang-Undang Dasar dan kekuasaan

menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;

63
Jimly Asshiddiqie, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta:Ind.Hill-Co, 1998 , h.
25
64
Indonesia, UUD 1945 pasal 1 ayat 2
65
Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, 1993,
h.55

66
Muchyar Yara, Pengisian Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah
Hukum Tata Negara, PT.Nadhillah Ceria Indonesia, Jakarta, 1995, h.67

38
2. Fungsi non legislatif, yang lahir melalui kekuasaan

memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

Dalam melihat MPR secara keseluruhan maka harus

dilihat ide pembentukannya pertama kali.

Untuk menjamin agar majelis ini benar-benar menjadi

penjelmaan seluruh rakyat. Maka ditentukan bahwa

keanggotaannya meliputi:

1. Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR.

2. Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut

ketentuan peundang-undangan yang berlaku.

3. Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.67

Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 maka MPR

mempunyai kewenangan menjalankan kedaulatan rakyat yang

penuh. Tidak ada suatu lembaga negarapun di Indonesia yang

diberikan kewenangan sebesar ini sehingga MPR menjadi

lembaga yang sangat kuat.

Konsep lembaga MPR sebelum perubahan Undang-Undang

Dasar 1945 harus dilihat dari apa yang diinginkan oleh para

pendiri bangsa ini yang merumuskan Undang-Undang Dasar 1945

67
Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta,
1996, h.50

39
(Founding Fathers). Sebelum Indonesia diproklamasikan

tanggal 17 Agustus 1945 telah ada lembaga yang dibentuk

oleh Jepang yaitu BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha

Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan merupakan badan yang

menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan di Indonesia.

Walaupun pada akhirnya BPUPKI merumuskan Undang-Undang

Dasar.

Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah hukum

tertinggi dan tertulis yang mengatur tentang mekanisme

penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan aturan pembagian

kekuasaan negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah

sehingga tidak sewenang-wenang.68

Merumuskan rancangan konstitusi tentu merupakan

pekerjaan asing bagi mereka. Sulit mencari untuk tidak

mengatakan tidak ada sama sekali diantara mereka yang

berpengalaman dalam merancang suatu sistem kekuasaan

negara, susunan badan-badan negara, dasar ideologi negara,

hak asasi manusia sebagaimana umumnya sebuah konstitusi.

Dengan demikian, mudah diduga para anggota BPUPKI akan

terinspirasi, terpengaruh atau bahkan mengadopsi langsung

68
Eman Hermawan, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan Nalar, KLIK dan DKN GARDA
BANGSA, Yogyakarta, 2003, h.58

40
gagasan atau praktek bernegara yang pernah atau sedang

berlaku dari bangsa lain yang dirumuskan dalam

konstitusinya69. Dan tujuan legal dari konstitusi bukan

hanya suatu pemerintahan perwakilan yang terbatas. Tetapi

juga yang bersifat umum dengan pelaksanaan pengadilan

kebebasan individu, seperti apa yang kita sebut

pemerintahan berdasarkan hukum (hal ini diungkapkan oleh

Montesquieu )70. Dan para founding fathers kemudian membuat

beberapa lembaga negara yang fungsinya mengawasi lembaga

negara yang lain.

Konsep perwakilan di Indonesia sulit untuk

dikategorikan sistem perwakilan satu kamar, dua kamar

ataupun tiga kamar. Apabila dicari kemiripannya maka akan

mirip dengan sistem parlemen 1 kamar. Walaupun demikian

lembaga perwakilan di Indonesia haruslah dilihat sebagai

suatu hal yang khas dari sistem ketatanegaraan di

Indonesia. Menurut Profesor Jimly Asshiddiqie bahwa

kategori sistem parlemen di Indonesia adalah sistem

campuran71.

69
Tim PSHK, Semua Harus Terwakili Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan
di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2000, h.19

70
Judith Shklar, Montesqieu Penggagas Trias Politica, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,1996,h.173
71
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit. h.52

41
Kesulitan untuk mengkategorikan hal ini mungkin karena

Indonesia adalah negara yang baru ada. Dan konsep lembaga

negara Indonesia berdasarkan keinginan founding fathers

untuk membuat hal yang berbeda dalam struktur lembaga

negara. Walaupun para pembuat Undang-Undang Dasarnya

belajar ke negara lain sehingga akan ada proses peniruan

dengan negara lain.

Kemungkinan Indonesia mengambil beberapa pola sistem

politik yang berbeda telah dipikirkan oleh penulis-penulis

ilmu politik yang jeli. Shils telah berbicara tentang lima

kategori seperti: demokrasi politik, demokrasi terpimpin,

oligarki yang memodernisasikan, oligarki totaliter dan

oligarki tradisional. Dan John Kautsky dengan tema yang

sedikit berbeda berbicara tentang otoriterisme arsitokratik

tradisional, suatu tahapan peralihan yang berupa dominasi

oleh kaum intelektual nasionalis, totaliterisme kaum

aristokrasi (seperti politik syncretiknya Organski),

totaliterisme kaum intelektual (serupa dengan model

stalinisnya Organski), dan demokrasi72.

5.2. Sistem Parlemen Setelah Perubahan UUD 1945

72
S.P. Varma, Teori Politik Modern, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, h.478

42
Setelah dilakukan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Konsep MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang

merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara dihapus dengan

Perubahan ke 4 Undang-Undang Dasar. MPR tidak lagi memegang

kekuasaan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan di

Indonesia. MPR tetap tidak bisa dikategorikan sebagai

lembaga legislatif karena MPR tidak membuat peraturan

perundang-undangan. Tetapi MPR masih bisa dikategorikan

sebagai lembaga perwakilan rakyat.

Karena susunan anggota MPR yang ada dalam Undang-

Undang Dasar 1945 menurut pasal 2 UUD 1945 setelah

Perubahan Keempat adalah:

(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota

Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan

Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan

umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.73

Jika dilihat dari komposisi anggota Majelis

Permusywaratan Rakyat maka MPR dapat digolongkan sebagai

lembaga parlemen74. Dan masih ada kewenangan membuat Undang-

73
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, PSHTN UI, Jakarta,
h.3
74
Yves Meny, Andrew Knap, Government And Politics In Western Europe, third edition, Oxford
University Press, New York, 1998

43
Undang Dasar, memberhentikan presiden, maka Majelis

Permusyawaratan Rakyat dianggap institusi demokrasi

perwakilan75.

Representasi kepentingan rakyat secara nasional dalam

lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih melalui partai

politik dalam pemilihan umum. Hal ini merupakan suatu

tuntutan negara demokratis.76

Representasi Dewan Perwakilan Daerah sebagai suatu

lembaga perwakilan rakyat didaerah dipahami diantaranya

karena:

1. Secara sosiologis ikatan masyarakat dengan propinsi

jauh lebih kuat dibandingkan kabupaten.

2. Secara teknis pelaksanaan juga jauh lebih mudah

karena sudah ada pembagian wilayah administratif yang

jelas.

3. Pemilihan berbasis propinsi lebih representatif

mewakili semua daerah dibandingkan dengan basis

kabupaten, mengingat jumlah kabupaten yang ada di

75
http://www.australianpolitics.com/democracy/terms/parliamentary-democracy.shtml , diakses pada
tanggal 10 Agustus 2003.

76
Tim IFES, Sistem Pemilu, Jakarta: IFES,UN, IDEA, 2001, h.29

44
pulau jawa tidak seimbang dengan daerah diluar pulau
77
jawa.

Jika demikian maka sistem parlemen di Indonesia adalah

sistem trikameral. Hal ini diungkapkan oleh Prof.Jimly

Asshiddiqie pada seminar yang dilaksanakan di Bali78. Dengan

alasan bahwa unsur keanggotaan MPR yang berubah, Kewenangan

tertinggi yang dicabut, Diadopsinya prinsip pemisahan

kekuasaan, diadopsinya pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden secara langsung.

77
Tim PSHK, Op.Cit, h.41
78
Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keemapat UUD 1945,
disampaikan dalam Seminar yang dilakukan oleh BPHN dan DEPKEH dan HAM RI, Juli, 2003, h.8-9

45
BAB III

TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK

INDONESIA

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sebelum Perubahan UUD

1945.

Sebelum membahas tugas dan wewenang Majelis

Permusyawaratan Rakyat, maka harus dilihat bagaimana

Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku di Indonesia.

Karena Undang-Undang Dasar merupakan pedoman dasar

bernegara.

Di Indonesia Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku

terbagi atas 3. UUD tersebut adalah: 1. UUD 1945 2.

Konstitusi RIS 3. UUDS 1950. Yang akan dibahas adalah

bagaimana perumusan MPR pertama kali. Sedangkan yang

46
menjadi bahasan utama adalah tugas dan wewenang sebelum dan

sesudah Perubahan UUD 1945.

1.1. UUD 1945

UUD 1945 adalah Undang-Undang Dasar pertama yang

disepakati sebagai Konstitusi bagi Republik Indonesia.

Dalam sejarah pembentukan UUD ini dapat diketahui bahwa

dalam UUD keinginan untuk menjelmakan aspirasi rakyat

didalam bentuk berupa badan perwakilan seperti Majelis

Permusyawaratan Rakyat, pertama kali dilontarkan oleh Bung

Karno79. Sejalan dengan Konsepsi tersebut Muh.Yamin ternyata

juga mengemukakan prinsip dari lima prinsip yang

dikemukakannya. Prinsip keempat ialah Peri Kerakyatan, yang

terdiri dari80:

A. Permusyawaratan, dengan mengutip surat Assyura ayat

38 yang artinya: “ Dan bagi orang-orang yang beriman,

mematuhi seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat,

sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah

antara mereka dan menafkahkan sebagian rezeki yang

Kami berikan kepada mereka”. Demikian juga prinsip

79
Samsul Wahidin, MPR Dari Masa Ke Masa, Bina Aksara, Jakarta, h.68.
80
Ibid h.69

47
musyawarah ini diterapkan sesudah zaman Nabi yang

dasarnya ialah bersatu untuk bermufakat81, menurut

perpaduan adat dengan perintah agama. Dalam konteks

ini Muh. Yamin menampakkan bahwa musyawarah yang

dimaksudkan untuk Indonesia, ialah musyawarah yang

bersumber dari hukum Islam dan Adat. Hal tersebut

merupakan perpaduan konsepsi yang paling berpengaruh

di Indonesia. Hukum Islam dalam hal ini diilhami oleh

Al Quran, sedangkan adat diilhami oleh kondisi bangsa

Indonesia, yang hukum aslinya ialah hukum adat.

B. Perwakilan: Dasar Adat yang mengharuskan perwakilan-

perwakilan sebagai ikatan masyarakat di seluruh

Indonesia. Perwakilan sebagai dasar abadi dari tata

negara. Dan dilakukan oleh seluruh Murba dalam

masyarakat yang kecil dan dengan perantaraan

perwakilan dalam susunan negara.82

C. Kebijaksanaan: Rationalisme; perubahan dalam adat dan

masyarakat keinginan penyerahan; Rationalisme sebagai

dinamik masyarakat.

81
Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1989, h.224

82
Muhammad Yamin, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982,
h .103.

48
Unsur-unsur yang dipakai dalam merumuskan sedikit

banyak mirip dengan Majelis Syura83 dalam agama Islam84. Hal

ini tidaklah aneh karena sebelum diubah pada tanggal 18

Agustus 1945, ada beberapa pasal yang memuat tentang agama

Islam misalnya pasal 6 dan pasal 29.

Dalam masa setelah disahkannya Undang-Undang Dasar

1945 sebagai Undang-Undang Dasar negara. Maka Undang Undang

Dasar ini menjadi suatu pedoman bernegara yang dipakai oleh

seluruh lembaga negara yang ada di Republik Indonesia.

Setelah kemerdekaan maka lembaga atau fungsi yang baru

dibentuk adalah fungsi eksekutif. Fungsi tersebut

direpresentasikan dilakukan oleh Presiden dan Wakil

Presiden dan kabinetnya untuk menjalankan kekuasaan secara

sementara.

Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pun tidak sesuai

dengan yang diamanatkan oleh UUD yaitu dipilih oleh PPKI.

Tetapi hal ini bisa diatasi dengan adanya Aturan Peralihan

dalam UUD 1945.

83
Majelis Syura menurut sebagian orang dalam menginterprestasikan IsIam adalah suatu badan
permusyawaratan yang dibentuk untuk menyelesaikan dan memusyawarahkan berbagai persoalan yang
sangat penting

84
Yusuf Al-Qardhawy, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al Quran Dan Sunnah, Jakarta: Pustaka
AlQautsar,1997, h.213

49
Aturan Peralihan terdiri dari pasal 1 sampai dengan

pasal IV isinya adalah sebagai berikut:

I. Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia mengatur dan

menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada pemerintah

Indonesia.

II. Segala badan Negara dan Peraturan yang ada masih

langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut

Undang-Undang Dasar itu.

III. Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih

oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.

IV. Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan

Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk

menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya

dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.85

Apa yang dinyatakan oleh Aturan Peralihan ini telah

dilaksanakan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,

seperti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden86. Terkecuali

pasal IV Aturan Peralihan yang baru terbentuk 1 tahun

kemudian.

85
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Aturan Peralihan
86
Samsul Wahidin, Op.Cit, h.78

50
Dan selama 4 tahun Pemerintah belum bisa mengadakan

Pemilihan Umum untuk memilih warga negara terpilih yang

berhak duduk dalam DPR. Apabila DPR belum terbentuk maka

otomatis MPR pun tidak terbentuk sehingga representasi dari

lembaga perwakilan sementara dipindahkan kepada Komite

Nasional Indonesia Pusat. Hal ini terkandung dalam maklumat

Wakil Presiden No X tahun 1946, “Bahwa Komite Nasional

Pusat, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan

Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislatif dan

ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta

menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-

hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh

sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang

bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”.87

Hal ini merupakan inisiatif yang diambil pemerintah

dari amanat dari Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang

Dasar 1945. Pasal tersebut berbunyi “Sebelum Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar

87
Indonesia, Maklumat No. X (BRI Th.1 No 2 H.10)

51
ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan

bantuan sebuah komite Nasional”88.

Sampai tahun 1949 Indonesia belum memiliki kelengkapan

negara yang diminta oleh UUD 1945. Dan berlangsung sampai

Undang-Undang Dasar tahun 1945 diganti oleh Konstitusi RIS

1949

1.2.Konstitusi RIS

Pada tahun 1949 Konstitusi RIS berlaku dan UUD 1945

tidak berlaku sebagai UUD. Rencana Konstitusi Republik

Indonesia Serikat disiapkan oleh kedua delegasi Indonesia

dan pertemuan untuk Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst

voor Federaal Overleg) selama sidang-sidang Konferensi Meja

Bundar. Pada Desember 1949 setelah disetujui oleh Sidang

Pleno Komite Nasional Pusat dan badan-badan perwakilan

dari daerah-daerah bagian lainnya89. Wakil Pemerintah

Republik Indonesia dan wakil-wakil Pemerintah Daerah

menyetujui Konstitusi 1949 tersebut. Dengan catatan bahwa

88
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
89
Ismail Suny , Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta,1986, h. 77

52
Konstitusi RIS merupakan konstitusi sementara sama halnya

dengan Undang-Undang Dasar 1945.90

Dalam Konstitusi RIS ini maka lembaga-lembaga negara

yang ada adalah: Presiden, Menteri-menteri, Senat, Dewan

Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia dan Dewan

Pengawas Keuangan91. Yang menjalankan fungsi lembaga

perwakilan adalah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.

1.3.UUDS 1950

Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen Republik

Indonesia Serikat menerima baik Rencana Undang-Undang Dasar

dengan kelebihan suara besar dalam kedua majelis. Pada

tanggal 15 Agustus 1950 UUD ini ditanda tangani oleh

Presiden dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dan

diundangkan sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.

Bentuk Negara Kesatuan dalam Negara Republik Indonesia

untuk seluruh Indonesia dipulihkan kembali pada tanggal 17

Agustus 1950 dan Undang-Undang Dasar 1950 mulai berlaku


92
pada hari yang sama.

90
Ibid, h.78
91
Indonesia, Konstitusi RIS 1949
92
Ismail Suny, Op.Cit , h. 121

53
Jika dalam Konstitusi RIS 1949 kedaulatan dilakukan

oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Maka

pelaku kedaulatan menurut UUDS 1950 adalah pemerintah

bersama-sama dengan DPR. Sedangkan dalam UUD 1945,

kedaulatan Rakyat itu dilakukan sepenuhnya oleh MPR.93

Dalam UUDS 1950 alat kelengkapan negara hampir sama

dengan Konstitusi RIS akan tetapi berkurang dengan

dihapuskannya Senat. Hal ini terjadi karena Indonesia

berubah menjadi Negara Kesatuan kembali. Dan Dewan

Perwakilan Rakyat sebagai pemegang fungsi pengawas dan

perwakilan rakyat94.

Adanya suatu forum/sidang pembuat Undang-Undang Dasar

baru dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 merupakan

suatu hal yang menarik. Karena forum yang bernama

Konstituante ini diberikan kewenangan membuat Undang-

Undang Dasar baru. Dan sifatnya adalah sementara karena

jika tugas sekaligus wewenangnya telah selesai dilaksanakan

maka forum Konstituante ini berakhir95.

93
Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia,
PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, h. 117
94
Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara 1950
95
Indonesia, pasal 134 sampai dengan 139 Undang-Undang Dasar Sementara 1950

54
1.4.Kembali ke UUD 1945

Semenjak tanggal 5 Juli 1959 Indonesia kembali kepada

UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 1959 96. Dasar hukum

dekrit ini adalah staatsnoodrecht (hukum tata negara dalam

keadaan darurat)97.

Pembubaran ini dilakukan secara sepihak oleh Presiden

Republik Indonesia. Karena sampai tahun 1959 Undang-Undang

Dasar baru belum terbentuk.

Hal ini sama dengan pendapat Majelis Permusyawaratan

Rakyat Sementara Orde Baru yang dapat dibaca dalam

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No

XX/MPRS/1966. Adanya istilah Orde Baru diatas, adalah untuk

membedakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada

masa 1965 yang juga disebut masa Orde Lama yang dianggap

kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945

secara murni dan konsekwen. Sebab sesudah gagalnya Gerakan

30 September 1965, maka semboyan untuk melaksanakan Undang-

96
Miriam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia Demokrasi Parlementer Dan Demokrasi Pancasila, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, h.38

97
Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983,
h.133

55
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen dimulai oleh
98
Orde Baru.

Sesudah kembali kemasa Orde Baru maka dapat dilihat

berbagai konsep yang dijalankan oleh Pemerintahan Orde Baru

sesuai menurut UUD 1945. Dengan ditegaskannya bahwa MPR

adalah suatu lembaga negara tertinggi dan sebuah lembaga

yang berwenang untuk menjalankan kedaulatan rakyat 99.

Sehingga MPR menjelma sebagai sebuah lembaga negara yang

mempunyai kewenangan yang sangat besar hampir sama dengan

rumusan awal dalam pembicaraan para founding fathers untuk

menyusun UUD 1945100. Wewenang yang sangat besar tersebut

harus membuat lembaga ini berdaya dalam mewujudkan

kedaulatan warga negara yang diwakilinya.

Menurut Bagir Manan dalam batang tubuh Undang-Undang

Dasar 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak memegang

kedaulatan negara melainkan sepenuhnya kedaulatan rakyat.

Karena ada perbedaan mendasar antara paham kedaulatan

negara dan rakyat. Kedaulatan negara mengkonstruksikan


98
Kusnardi, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI,
Depok, h.96

99
Naning, Ramdlon, Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi Dan Mekanisme Lembaga Lembaga
Negara Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta,1982, 52
100
Hendra Nurtjahjo, Perwakilan Golongan Di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, Jakarta,
2002, h.47

56
negara mempunyai kehendak sendiri terlepas dari kehendak

rakyat. Kehendak negara adalah tertinggi akan menuju pada

sistem totaliter bukan menuju kepada kedaulatan rakyat

(democracy).101

Untuk mempelajari konsep MPR dapat dilihat dari sistem

perekrutan anggota102. Dan hal ini dapat kita pelajari dari

3 cara:

1. Mempelajari kembali pembicaraan-pembicaraan yang

terjadi di BPUPKI dan PPKI( Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia).103

2. Menghubungkan pasal 2 ayat 1 dengan pasal 1 ayat 2

UUD 1945.

3. Mempelajari sistem pemerintahan yang dianut oleh

Undang-Undang Dasar 1945.

Semenjak Orde Baru dimulailah suatu konsep lembaga MPR

yang pemilihan anggotanya sesuai dengan Undang-Undang

Dasar. Dalam perekrutan anggota semenjak tahun 1971

diadakan Pemilihan Umum yang memilih anggota DPRD II, DPRD


101
Bagir Manan, Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen
Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, h. 15
102
Ismail Hasan, Pemilihan Umum 1987, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, h.6-9
103
Tim Sekretariat Negara, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Sekretariat Negara Republik
Indonesia, Jakarta, 1995, h.25-182

57
I, dan DPR. Dan setelah itu akhirnya terpilihlah anggota

MPR yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945104.

Walaupun dalam perekrutan anggota MPR setelah tahun 1973

anggotanya MPR yang diangkat 60 persen. Dan anggota DPR ada

juga yang diangkat, maka hal ini dianggap inkonstitusional

oleh Prof. Dr. Ismail Suny.105

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sesudah Perubahan UUD

1945

Pada tahun 1998 telah terjadi peristiwa yang mengubah

tatanan ketatanegaraan Republik Indonesia dengan mundurnya

Presiden Soeharto menurut pasal 8 UUD 1945. Walaupun ada

yang beranggapan pergantian tersebut tidak sesuai dengan

bunyi pasal 8 UUD 1945106. Walaupun pada akhirnya dianggap

sah pengunduran diri tersebut107.


104
J.C.T, Simorangkir, Hukum Dan Konstitusi Indonesia, CV. Masagung, Jakarta, 1988, h.17
105
Ismail Suny, Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Hukum Nasional, disampaikan pada
Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN dan DEPKEH HAM RI, Bali, Juli, 2003, h.4
106
Hal tersebut tidak akan dibahas disini karena banyaknya pro dan kontra ahli ketatanegaraan yang
menanggapinya dan bukan pula bahasan dalam karya ilmiah ini.
107
Pergantian kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Habibie masih terdapat perbedaan diantara ahli
hukum. Pendapat pertama menyatakan bahwa pergantian tersebut konstitusional, sesuai dengan pasal 8
Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR No VII/MPR/1973 pasal 2 ( dikemukakan antara lain
oleh Yusril Ihza Mahendra), pendapat kedua menyatakan, inkonstitusional, karena belum ada pencabutan
mandate dari MPR dari Presiden Soeharto sebagai mandataris ( sesuai penjelasan UUD 1945), sehingga
Habibie belum sah menjadi presiden selama MPR belum mencabut mandatnya, dan pergantian kekuasaan
harus dilakukan melalui siding istimewa ( pendapat Dimyati Hartono).

58
Setelah itu terjadilah Pemilihan Umum tahun 1999 yang

diikuti oleh 48 partai politik akhirnya terbentuklah

anggota DPRD, DPR dan anggota MPR baru. Dan pada Sidang

Tahunan 1999 maka UUD 1945 diubah dengan Perubahan I UUD

1945 terutama pasal mengenai masa jabatan presiden,

sehingga diharapkan tidak terjadi hal-hal yang ada dimasa

lalu mengenai jabatan Presiden RI108. Dan juga mengenai

beberapa kewenangan Presiden yang dialihkan dan dibantu

oleh Dewan Perwakilan Rakyat109.

Kemudian pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar 1945

kembali diubah. Perubahan Undang-Undang Dasar ini lebih

menekankan pada Hak Azasi Manusia, yang menjadi konsentrasi

pembahasan untuk dimuat pada saat itu110.

Tahun 2001 kembali terjadi perubahan Undang-Undang

Dasar melalui Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan dengan

menekankan pada perubahan kedaulatan rakyat. Dalam UUD 1945

sebelum Perubahan UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan ada

ditangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis

108
Harun Al Rasyid, Pengisian Jabatan Presiden, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, h.141
109
Indonesia, Perubahan I Undang-Undang Dasar 1945
110
Indonesia, Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945

59
Permusyawaratan Rakyat diubah menjadi kedaulatan ada

ditangan rakyat dan dijalankan oleh Undang-Undang Dasar.

Perubahan ini sangatlah penting karena, perubahan inilah

yang menjadi dasar untuk mereduksi kewenangan Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Dan perubahan ini menjadi pijakan

untuk Perubahan IV UUD 1945.

Menurut Rosseau dalam Kontrak Sosial maka perjanjian

yang dibentuk oleh penguasa dan rakyat yang dikuasai,

bertujuan untuk melindungi kepentingan individu dalam

masyarakat. Dan untuk menjaga kepentingan masyarakat dengan

individu sehingga tidak terjadi benturan antara hak antara

individu juga dengan masyarakat111.

Perjanjian ini bertujuan juga untuk membatasi

kekuasaan penguasa dalam menjalankan tugas dan perjanjian

tersebut. Dengan semakin berkembangnya peradaban maka

bentuk perjanjian sosial pun menjadi lebih rapi.

Kemudian hal ini dikenal sebagai Konstitusi. Biasanya

pelaksanaan kedaulatan rakyat secara representatif dalam

konstitusi disebut sebagai lembaga perwakilan.112

111
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio Politik Dari Zaman
Kuno Hingga Sekarang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, h. 912
112
Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, h.70

60
Dengan demikian sebagai Konstitusi yang baik

seharusnya Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan

karakteristik yang disebut diatas.

Perubahaan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan untuk

mencapai karakteristik perjanjian sosial antara negara

dengan masyarakat. Dan perubahan tersebut membawa dampak

yang sangat besar bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat

sebagai lembaga perwakilan.

3.Tugas dan Wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat

Dalam menjelaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Republik Indonesia haruslah dilihat tugas dan wewenang yang

tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga

pembahasan akan lebih tajam dan mengkerucut.

Dan tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua

periode Undang-Undang Dasar 1945. Periode tersebut adalah

sebelum perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan

Undang-Undang Dasar.

3. 1. Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945

MPR sebagai suatu lembaga negara merupakan badan yang

merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di Republik Indonesia

61
sebelum diadakan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.

Setelah diadakan perubahan maka terjadilah perubahan pada

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MPR

sebagai lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan

lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama

kedudukannya dengan negara lain.

Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tugas dan

wewenang MPR dicantumkan dalam UUD 1945 dan juga TAP MPR.

Sedangkan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka

tidak ada lagi pengaturan tugas dan wewenang yang diatur

dalam Ketetapan MPR. Setelah satu tahun berjalan

disahkanlah undang-undang tentang susunan dan kedudukan

MPR, DPR, DPD dan DPRD baru dijelaskan tugas dan wewenang

MPR.

3.1.1. Tugas MPR Sebelum Perubahan UUD 1945

Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum Perubahan

UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta

pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan

sebagai berikut:

1. menetapkan Undang Undang Dasar

2. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.

62
3. memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil

Presiden.113

Dalam tugas MPR ini dapat dipelajari bahwa tugas MPR

sebagai suatu lembaga negara meliputi tiga. Tugas ini

tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai lembaga

pemegang kedaulatan Rakyat dalam UUD 1945 maka MPR

mempunyai tugas yang besar yaitu membuat Undang-Undang

Dasar. Dan tugas inilah yang pada masa sebelum Perubahan

Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan oleh

Majelis Permusyawatan Rakyat.

Dalam amanat sidang BPUPKI yang para founding fathers

menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah Undang

Undang Dasar kilat. Perlu diadakan Undang-Undang Dasar baru

yang lebih baik dan jika negara dalam keadaan aman. Hal ini

dapat kita lihat dalam pidato dari ketua PPKI Ir. Soekarno

yang mengatakan:

“… tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang


Undang Dasar yang (kita) buat sekarang ini adalah
Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya
memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar
kilat. Nanti kalau telah bernegara didalam suasana
yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan
kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat
membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan
lebih sempurna.
113
Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung h.84

63
Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah
sekedar Undang-Undang Dasar sementara. Undang-
Undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh
dikatakan pula, inilah revolutie-grondwet. Nanti
kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih
sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar
oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa
selesai dengan Undang-Undang Dasar ini. “114

3.1.2. Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945

Sedangkan wewenang MPR menurut Prof Sri Soemantri

bahwa jika diteliti dalam UUD 1945 maka Undang Undang Dasar

1945 hanya mengatur satu wewenang saja, yaitu dalam pasal

37. Dan setelah adanya ketetapan MPR No. 1/MPR/1983 dapat

kita lihat bahwa wewenang MPR tidak hanya itu saja. Dalam

pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No

1/MPR/1983 kewenangan MPR ada sembilan, yaitu115:

1. membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan

oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan

Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya

ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.

2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran

terhadap putusan-putusan Majelis.

3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat

Presiden Wakil Presiden.


114
Harun Al Rasyid, Naskah UUD 1945 Sesudah Tiga Kali Diubah Oleh MPR, h. 55
115
Sri Soemantri, Op.Cit, h. 95

64
4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris

mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara

dan menilai pertanggungjawaban tersebut.

5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan

memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya

apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh

melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang

Dasar.

6. Mengubah undang-Undang Dasar.

7. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.

8. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan

oleh anggota.

9. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang

melanggar sumpah/janji anggota.

Ada satu kewenangan yang sudah dicantumkan dalam

Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi lebih sering disebut

dengan kekuasaan atau kedaulatan. Dalam pasal 1 ayat 3

disebutkan bahwa ”Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan

dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat”116. Kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut Power


116
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

65
merupakan Great Authority,117 atau dapat diartikan sebagai

kewenangan yang sangat besar/terbesar. Hal ini dapat

dilihat dalam beberapa Undang-Undang Dasar di negara lain

seperti Cina, Venezuela dan Amerika Serikat yang

menggunakan kata power sebagai kewenangan lembaga

negaranya.

3. 2. Tugas Dan Wewenang MPR Yang Diatur Dalam UUD Sesudah

Perubahan UUD 1945.

Tugas dan wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat

tidaklah banyak berkurang setelah perubahan UUD, akan

tetapi dampaknya sangat besar terhadap lembaga MPR. Karena

Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sama dengan

dengan lembaga negara yang lain118.

Hal yang sangat mendasar adalah dicabutnya kewenangan

MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat dan dicabutnya

tugas untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga

Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagi menjadi

lembaga tertinggi negara.

117
AS Hornby, Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, London: Oxford University
Press,1987, h. 654.
118
Hal ini dapat dilihat dari Risalah Sidang MPR RI pada tahun 2001.

66
3.2.1. Tugas MPR Sesudah Amandemen UUD 1945

Dalam Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang Majelis

Permusyawaratan Rakyat berubah. Dengan berubahnya konsep

lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat maka berubah pula

beberapa tugas dan wewenangnya. Tugas MPR setelah Amandemen

UUD 1945 adalah

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/

atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III

UUD 1945).

2. Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum

Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil

putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat

tahun 2003 (pasal I Aturan Tambahan Perubahan ke IV

UUD 1945).

Ad. 1. Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hal

ini adalah tugas formal atau upacara yang harus dilakukan

jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam

Pemilihan Umum. Tugas MPR ini merupakan konsekuensi dari

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan

Pemilihan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara

langsung oleh rakyat. Melantik bukanlah wewenang dari MPR

67
karena jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam

Pemilihan Umum, maka kewajiban dari MPR adalah melantik

Presiden dan Wakil Presiden RI. Seharusnya dijelaskan

secara tegas mengenai kewajiban ini sehingga tidak

menimbulkan beberapa interprestasi yang menyimpang seperti

jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mau melantik

Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilihan

langsung oleh rakyat maka konsekuensinya bagaimana, apakah

sah atau tidak Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan jika

tidak ada yang mengesahkan maka Presiden dan Wakil Presiden

terpilih akan cacat hukum karena belum dilantik oleh

lembaga yang berwenang yang diberi kekuasaan untuk

melantik. Dan apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat

melanggar Undang-Undang Dasar jika tidak mau melantik

Presiden dan Wakil Presiden terpilih.

Ad.2. Tugas Majelis melakukan peninjauan materi dan

status hukum Ketetapan MPRS dan MPR merupakan tugas

sementara yang dibebankan kepada MPR oleh Undang-Undang

Dasar. Pasal I Aturan Tambahan menyatakan bahwa MPR harus

“melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum

Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil

68
putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun

2003119”. Sementara disini terletak pada kalimat akan

diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat

tahun 2003, jika telah diambil putusannya maka tugas ini

berakhir dengan sendirinya.

Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka dapat

disimpulkan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak

dijelaskan secara jelas. Apakah ketentuan tersebut tugas

atau bukan tapi secara definitif, tugas adalah kewajiban

atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk

dilakukan.120

3.2.2. Wewenang MPR Sesudah Perubahan UUD 1945

Sedangkan wewenang Presiden RI dalam UUD 1945 maka

bisa disimpulkan sebagai berikut:

1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah

dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 3

ayat 1 Perubahan Ke III UUD 1945).

2. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat

memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden

119
Indonesia, Perubahan Keempat UUD 1945
120
WJS. Poerwadrminta, Op.Cit, h.1094

69
dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 ayat 3

Perubahan ke III UUD 1945).

3. Memilih Presiden atau Wakil Presiden pengganti

sampai terpilihnya Presiden dan atau Wakil Presiden

sebagaimana mestinya. ( Pasal 8 ayat 3 Perubahan

Keempat).121

Ad. 1.Wewenang MPR ini merupakan suatu hal yang telah

diatur sebelum Perubahan dan sesudah Perubahan UUD 1945.

Tetapi sebelum Perubahan UUD 1945 hal ini merupakan tugas

dari MPR seperti yang diamanatkan dalam pasal 3 UUD 1945.

Dan alasan ini diperkuat oleh pasal 2 Aturan Tambahan UUD

1945. Pasal ini menyatakan jika telah berhasil diadakan

Pemilihan Umum dan terbentuk Majelis Permusyawaratan

Rakyat, maka MPR harus bersidang untuk membuat Undang-

Undang Dasar baru. Setelah perubahan UUD 1945 tugas

menetapkan UUD termasuk dalam wewenang MPR. Karena dalam

UUD 1945 tidak ada aturan yang mewajibkan Majelis

Permusyawaratan Rakyat untuk melakukan penggantian Undang-

Undang Dasar baru. Karena wewenang atau wenang adalah hak

121
Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun
1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli
2003, h.9

70
dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu)122. MPR apabila

merasa perlu mengganti Undang-Undang Dasar maka dapat

melakukannya. Jika tidak perlu maka tidak ada larangan

untuk tidak melakukannya.

Ad.3. Kewenangan ini dilakukan jika telah terpenuhi

syarat untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden

dalam UUD 1945 setelah Perubahan. Wewenang dilakukan

melalui proses yang lama dan dilaksanakan oleh beberapa

lembaga negara. Untuk memberhentikan Presiden harus melalui

pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang telah meminta putusan

dari Mahkamah Konstitusi (pasal 7B Perubahan UUD 1945).

Secara kedudukan maka MPR telah sama dengan lembaga

negara yang lain. Tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara

dan lembaga tinggi Negara. Sehingga dalam sistem

Ketatanegaraan tidak ada lagi lembaga Negara yang lebih

tinggi dari yang lain.

Menurut Dr. Maria Farida, semua lembaga negara yang

mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan maka

kedudukannya lebih tinggi dari yang lain. Dan Majelis

Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga Negara yang

mengeluarkan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga Majelis


122
Ibid, h. 1150

71
Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga Negara yang lebih
123
tinggi dari lembaga Negara yang lain.

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia

tetap mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang lebih

tinggi yaitu Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti secara

Ilmu Perundang-undangan lembaga Majelis Permusyawaratan

Rakyat lebih tinggi dari lembaga Negara yang lain.

3.2.3. Tugas Dan Wewenang MPR Sesudah Undang-Undang

Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD

Tugas Dan Wewenang yang dijelaskan diatas adalah

Sesudah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945. Tugas

dan wewenang ini sebelum adanya undang-undang tentang

susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD.

Pada tanggal 9 Juli 2003124, telah disetujui undang-

undang mengenai susunan dan kedudukan125. Dan dalam undang-

123
Penjelasan di depan PAH II MPR, mengenai Peninjauan Kembali Status Hukum Ketetapan MPRS dan
MPR RI, 13 April 2003
124
www.cetro.or.id, diakses pada tanggal 7 Agustus 2003.
125
Penulis menulis karya ini dari bulan November 2002, dan selama itu undang-undang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD masih dalam proses RUU, dan baru disahkan pada bulan Juli
2003, sampai saat ini penulis tidak dapat mengetahui nomor undang-undang tersebut.

72
undang tersebut telah diatur mengenai tugas dan wewenang

MPR, sebagai berikut:126

a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;


b. melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan
hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;
c. memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau
Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah
Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan
untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang
Paripurna MPR;
d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau
tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya;
e. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang
diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan
jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya
selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;
f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila
keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa
jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil
Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik yang paket calon Presiden
dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya,
sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya
dalam waktu tiga puluh hari;
g. menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik
MPR.

Tidak dijelaskan apa dan bagaimana perbedaan antara

tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hal ini

seharusnya dapat dihindari karena perbedaan akibat dari

kedua kalimat tersebut sangatlah besar. Karena tugas

126
Indonesia, undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.

73
mengandung kewajiban yang harus dilaksanakan. Sedangkan

wewenang mengandung hak dan kekuasaan (lihat definisi

operasional), sehingga perlu dipilah kembali mana yang

merupakan tugas dan wewenang MPR.

3.2.3.1. Tugas MPR Setelah Undang-Undang Tentang

Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR Dan DPRD

Jika dipilah maka tugas MPR dalam undang-undang

susunan dan kedudukan adalah:

1. melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil

pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR.

Melantik adalah tugas dari MPR. Karena melantik

merupakan suatu kewajiban berdasarkan suara rakyat yang ada

melalui Pemilihan Umum. Tugas ini sama dengan tugas yang

ada dalam pasal 3 ayat 1 UUD 1945. Akan tetapi diperjelas

mengenai waktunya yaitu pada Sidang Paripurna MPR.

2. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila

Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat

melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

Melantik Wakil Presiden adalah suatu kewajiban yang

telah diatur dalam Undang-Undang Dasar, karena hal ini

74
harus dilaksanakan dan tidak ada pilihan yang harus

dipilih, sehingga ketentuan termasuk dalam kategori tugas.

Dari 2 tugas yang berada diatas maka dapat dianalisa

bahwa tugas pertama sama dengan tugas yang diatur dalam

perubahan. Sedangkan tugas kedua merupakan tugas yang ada

setelah Sidang MPR terjadi. Jika sudah diputuskan dalam

Sidang MPR, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik

Wakil Presiden menjadi Presiden dan hal inipun bersifat

upacara belaka.

3.2.3.2. Wewenang MPR Setelah Undang-Undang Tentang

Susunan Dan Kedudukan.

Tugas dan wewenang MPR setelah undang-undang susunan

dan kedudukan, hampir sama dengan wewenang yang diatur

sebelum adanya undang-undang mengenai susunan dan kedudukan

MPR, DPR, DPD dan DPRD. Walaupun ada penambahan mengenai

waktu dan kewenangan membuat peraturan tata tertib dan kode

etik MPR.

Wewenang yang diatur dalam undang-undang tentang

susunan dan kedudukan menyatu dengan tugas sehingga hasil

pemilahannya adalah sebagai berikut:

1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.

75
2. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan

Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden

dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam

puluh hari.

Memilih adalah suatu kekuasaan dalam menentukan

sesuatu. Sehingga memilih disini menjadi wewenang Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Walaupun kekuasaan memilih disini

dibatasi oleh batasan waktu. Kekuasaan ini diatur untuk

menghadapi beberapa keadaan yang tidak diinginkan.

3. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya

berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua

paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik yang paket

calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak

pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis

masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh

hari.

Kewenangan ini terjadi jika Presiden dan Wakil

Presiden berhenti bersamaan. Dan untuk mengisi kekosongan

tersebut selama 30 hari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam

Negeri dan Menteri Pertahanan menjalankan tugas

kepresidenan. Kemudian MPR harus bersidang untuk memilih

76
Presiden dan Wakil Presiden pengganti. Karena untuk

mengadakan pemilihan umum tidak bisa dilakukan secara

cepat. Maka dipilihlah Presiden dan Wakil Presiden dari

partai politik yang mendapat suara terbanyak pertama dan

kedua dalam pemilihan umum sebelumnya. Penyerahan kepada

partai politik ini menggambarkan bahwa partai politik

merupakan suara pemilih.

4.menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.

Sudah merupakan hal yang wajar jika organisasi membuat

peraturan untuk mengatur dirinya. Sehingga hal ini

merupakan suatu hak dari Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Dan hak ini merupakan kewenangan dari MPR.

Dari kewenangan yang ada diatas hal yang sudah pasti

menjadi kewenangan adalah poin 1 dan 4. Sedangkan yang poin

2 dan 3 masih menjadi pertanyaan apakah tugas atau

wewenang.

3.3. Pengaruh Perubahan Tugas dan Wewenang MPR dalam

struktur Ketatanegaraan

Pengaruh Perubahan Tugas Dan Wewenang MPR Dalam

Struktur Ketategaraan dapat dilihat pada beberapa skema

dibawah ini yang menggambarkan kedudukan MPR dalam sistem

77
Ketatanegaraan RI, didalam skema ini kedudukan lembaga

negara digambarkan sebagai lembaga negara yang diam, akan

tetapi jika sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya maka

hal ini berubah, bisa saja lembaga negara ada yang tidak

sejajar kedudukannya.

3.3.1.Sesudah Undang-Undang Tentang Susunan Dan

Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD.

Dengan adanya UU No 31 tahun 2002 tentang Partai

Politik127, UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah

dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah128. Ditambah dengan

undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

maka terlihat jelas struktur ketatanegaraan yang hendak

dibangun dalam di Indonesia. Indonesia menuju sistem

parlemen trikameral, karena tugas dan wewenang Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang berdiri sendiri hal ini

diungkapkan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie129. Adanya pimpinan

MPR ditambah dengan adanya sekretariat jendral yang tetap

127
 http://www.dpr.go.id/humas/uuparpol.htm, akses tanggal 6 Agustus 2003

128
http://www.dpr.go.id/humas/uupemilu.htm, akses tanggal 6 Agustus 2003
129
Jimly Asshiddiqie, Op.cit. h.9

78
dalam MPR menambah kuat sistem tersebut. Walaupun didunia
130
hanya dikenal sistem 1 kamar dan 2 kamar , maka Indonesia

dikenal sistem baru yaitu sistem 3 kamar/trikameral.

Dalam tugas dan wewenang MPR yang diatur oleh undang-

undang, MPR merupakan suatu lembaga tetap yang mempunyai

organ dan strukturnya tersendiri. Dapat diteliti bahwa

struktur ketatanegaraan setelah undang-undang tentang

susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD disetujui sama

dengan setelah Perubahan UUD 1945. Akan tetapi lembaga MPR

menjadi suatu lembaga tersendiri berlainan dengan DPR dan

DPD, sehingga sistem parlemen yang ada adalah Sistem

Trikameral131. (Lampiran 1)

1. Undang-Undang Dasar sebagai pengejewantahan dari

kemauan rakyat dan merupakan manifestasi kedaulatan

rakyat.

2. MPR sebagai lembaga Negara yang terdiri atas

anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Daerah merupakan perwujudan dari

lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Dan tidak

mudah untuk mendudukkan lembaga negara seperti

130
Doto Mulyono, Kekuasaan MPR Tidak Mutlak, Erlangga, Jakarta, 1985, h.35
131
Jimly Asshiddiqie, Ibid. h.9

79
lembaga MPR. Karena selain masih mempunyai tugas

utama sebagai pembuat Undang-Undang Dasar. MPR

masih mempunyai kewenangan sebagai lembaga yang

mempunyai putusan final dalam memberhentikan

Presiden. Jika diteliti dari segi tugas dan

wewenang maka MPR merupakan lembaga yang

tersendiri.

3. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga pemegang

kekuasaan legislatif.

4. Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi dari

suara masyarakat di daerah.

5. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif

dalam Negara.

6. Pemegang kekuasaan yudikatif terdiri atas 2 badan

yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.

3.3.2 Sebelum Perubahan UUD 1945

Dalam bagan ini maka yang berkuasa dalam menjalankan

kedaulatan rakyat adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan

kemudian Majelis mendistribusikan kekuasaannya kepada

lembaga-lembaga negara yang ada dalam Undang-Undang Dasar

1945.

80
1. MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat dan berperan

sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.

2. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan

tertinggi, pemegang kekuasaan eksekutif sekaligus

sebagai pemegang kekuasaan legislatif.

3. DPR memegang sebagai kekuasaan legislatif dan tugas

utama DPR sebagai lembaga pengawas pemerintah. Dan

DPR mendapat laporan mengenai keuangan dari BPK.

4. Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.

5. BPK sebagai badan pemeriksa keuangan dan pengawas

3.3.3 Sesudah Perubahan Ke 3 UUD 1945

Bagan atau skema sesudah Perubahan ke 3 Undang-Undang

Dasar 1945 :

1. Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut

Undang-Undang Dasar (Perubahan 3 UUD 1945)

2. MPR masih terdiri atas susunan DPR, Utusan Golongan dan

Utusan Daerah sehingga secara komposisi MPR masih tetap

sama akan tetapi sebagai lembaga negara tertinggi tidak

bisa lagi karena dicabut kekuasaan itu sesuai dengan pasal

2 UUD 1945.

3. DPR sebagai lembaga pemegang kekuasaan legislatif.

81
4. BPK masih tetap sebagai Badan Pemeriksa Keuangan.

5. DPA masih tetap sebagai ada sebagai lembaga tinggi

negara.

6. Mahkamah Agung masih tetap sebagai lembaga tinggi negara

pemegang fungsi yudikatif.

7. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.

Tapi ada kejanggalan pada perubahan ketiga UUD 1945


132
yaitu adanya DPD dimasukkan dalam UUD . Tetapi dalam

lembaga MPR belum ada DPD sehingga hal ini menimbulkan

kekurangan dari UUD 1945. Dan hal ini mengakibatkan

kesulitan dalam merumuskan apa yang dimaksudkan dalam

Undang-Undang Dasar. Sehingga menyulitkan secara tekhnis

hukum.

Seharusnya hal ini tidak terjadi dalam hal Perubahan

Undang-Undang Dasar. Karena Undang-Undang Dasar merupakan

pedoman bernegara yang akan dipakai oleh kehidupan

berbangsa dan bernegara.

132
Dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Bab VIIA pasal 22C dan pasal 22D diatur tentang Dewan
Perwakilan Daerah akan tetatpi pasal 2 UUD 1945 pada Perubahan Ketiga belum berubah masih tetap (1)
Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Golongan dan Utusan
Daerah.

82
BAB IV

PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG MPR DI INDONESIA DENGAN

LEMBAGA LAIN DI NEGARA CINA, VENEZUELA DAN AMERIKA SERIKAT

1. Perbandingan Tugas Dan Wewenang Sebelum Perubahan UUD

1945 Dengan Cina dan Venezuela

1.1. Konsep Lembaga Kongres Rakyat Nasional China

Perkembangan tugas dan wewenang MPR di Indonesia

sangat dipengaruhi oleh situasi sosial politik yang ada di

Indonesia. Dan akan lebih komprehensif jika diperbandingkan

dengan negara lain. Sesuai dengan bab-bab sebelumnya maka

diperlukan periodesisasi dalam menjelaskan tugas dan

wewenang MPR.

Pada masa Sebelum Perubahan UUD 1945 MPR RI

berkedudukan sebagai lembaga tertinggi dan pemegang

kedaulatan rakyat. Kemudian mendistribusikannya kepada

lembaga-lembaga lain terutama kepada Presiden, Dewan

83
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan

Pertimbangan Agung dan Mahkamah Agung.

Sebelum terjadi Perubahan UUD 1945 maka Indonesia

akan lebih mirip dengan negara Cina. Jika diteliti filosofi

bentuk negara maka akan sama ditemukan bahwa Cina dan

Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang cenderung

totaliter133. Pada masa sebelum Perubahan UUD 1945 lembaga

Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat dipersamakan dengan

Kongres Nasional Rakyat Cina. Karena Negara Cina memiliki

Kongres Nasional Rakyat Cina yang tugas, fungsi dan

wewenangnya hampir sama dengan tugas dan wewenang Majelis

Permusyawaratan Rakyat yang ada di Indonesia. Dan persamaan

yang ada di Negara Indonesia dengan keadaan yang ada di

Negara Cina antara lain:

1. Cina merupakan negara kesatuan

2. Memiliki lembaga tertinggi dalam negaranya dalam

menjalankan kedaulatan rakyat.

Hal ini diatur dalam Konstitusi China dibawah ini:

Article 2 [Sovereignty]

(1) All power in the People's Republic of China


belongs to the people.
133
Marsilam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur Dan Riwayatnya, Pustaka
Utama Grafiti, Jakarta, 1994, h.252-253.

84
(2) The organs through which the people exercise
state power are the National People's Congress
and the local people's congresses at different
levels.

The people administer state affairs and manage


economic, cultural and social affairs through
various channels and in various ways in
accordance with the law.134

Terjemahan bebas: (1)Kedaulatan atau kekuasaan


tertinggi dalam Negara Republik cina ada di
tangan rakyat. (2) Organ yang melaksanakan
kekuasaan rakyat dalam negara adalah Kongres
Nasional Rakyat Cina dan Kongres Rakyat Daerah
dalam berbagai tingkatan.
Rakyat menjalankan administrasi urusan negara dan
mengurus ekonomi, kebudayaan dan urusan sosial
dalam berbagai saluran dan berbagai jalan yang
berdasarkan hukum.

Hal ini juga diatur oleh oleh Undang-Undang Dasar 1945

sebelum diamandemen yaitu dalam pasal 1 ayat 2 yang

berbunyi:

“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan

sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”135.

Dalam Konstitusi China dinyatakan tegas bahwa Kongres

Rakyat Nasional China merupakan lembaga negara tertinggi

Chapter Three The Structure of the State


Section I The National People's Congress

134
China, Constitution Of China, PSHTN UI
135
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

85
Article 57 [Highest Organ of State Power]The
National People's Congress of the People's
Republic of China is the highest organ of state
power. Its permanent body is the Standing
Committee of the National People's Congress.136
Terjemahan bebas: Kongres Nasional Rakyat Republik
rakyat China adalah organ tertinggi kekuasaan
negara. Dan Standing Committe adalah badan
permanen dari Kongres Rakyat China.

Jika dilihat dari komposisi keanggotaan, Majelis

Permusyawaratan Rakyat hampir sama dengan komposisi

keanggotaan Kongres Nasional Rakyat Cina, MPR Indonesia

terdiri:

1.Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR.

2.Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut

ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3.Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.137

Sedangkan di China Kongres Rakyat China menurut pasal

59 ayat 1, komposisi anggota Kongres terdiri dari:

Kongres Rakyat Nasional China terdiri atas deputi


yang dipilih di tingkat propinsi, wilayah yang
otonom, dan daerah yang dibawah langsung
Pemerintah Pusat, dan Angkatan Bersenjata. Semua

136
China, Constitution Of China, PSHTN UI
137
JImly Asshiddiqie, Pergumulan, Op.Cit, h.50

86
warga negara minoritas dibuat suatu perwakilan
138
.

Dapat disimpulkan bahwa Kongres Nasional Rakyat Cina

keanggotaannya terdiri dari deputi yang dipilih dari

tingkat propinsi, dan wilayah. Hampir sama dengan Dewan

Perwakilan Rakyat di Indonesia yang anggotanya dipilih oleh

rakyat dalam tiap Pemilihan Umum baik ditingkat Nasional,

Propinsi ataupun kabupaten/kota. Dan ada perwakilan dari

golongan minoritas, yang mau tidak mau mewakili suatu unsur

golongan, juga golongan Angkatan Bersenjata.

1.3. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan


dengan Kongres Rakyat Nasional Cina.

Di Indonesia yang mempunyai kewenangan legislatif ada

ditangan Presiden dan MPR tidak mempunyai kewenangan di

bidang legislatif139. Dan Dewan Perwakilan Rakyat di

Indonesia hanya mempunyai kewenangan untuk mengajukan

rancangan Undang-undang sehingga Presiden di Indonesia

mempunyai fungsi eksekutif dan legislatif.

138
China, Constitution Of China
139
Abu Bakar Busro, Abu Daud Busro, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, h.50

87
Sedangkan Di China kekuasaan legislatif dipegang oleh

Konres Rakyat China dan Standing Committe Kongres bertugas

untuk melaksanakannya dalam kehidupan ketatanegaraan.

The National People's Congress and its Standing


Committee exercise the legislative power of the
state.

Tejemahan bebas: Kongres Nasional Rakyat china


dan Standing Committeenya melakukan fungsi
140
kekuasaan legislatif dari negara.

Di Indonesia tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat

adalah diantaranya:1. Menetapkan Undang Undang Dasar 2.

Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara 3. Memilih (dan

mengangkat) presiden dan wakil Presiden.141

Sedangkan wewenang MPR dijelaskan lebih lanjut dalam

Ketetapan MPR No 1 tahun 1983 , yaitu:

1. membuat putusan-putusan yang tidak dapat


dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk
penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang
pelaksanaannya ditugaskan kepada
Presiden/Mandataris, 2.Memberikan penjelasan yang
bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan
Majelis.3.Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya
mengangkat Presiden Wakil Presiden. 4. Meminta
pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris
mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan
Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut. 5.
Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan

140
China, article 58 Constitution of China
141
Sri Sumantri, Op.Cit,h.95

88
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh
melanggar Haluan Negara dan / atau Undang-Undang
Dasar.6. Mengubah undang-Undang Dasar.7.Menetapkan
Peraturan Tata Tertib Majelis. 8.Menetapkan
Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh
anggota.9.Mengambil /memberi keputusan terhadap
anggota yang melanggar sumpah / janji anggota.142

Di China, fungsi dan wewenang Kongres Rakyat Nasional

Cina adalah tercantum dalam artikel 62 [Fungsi dan

Kekuasaan]143. Kongres Nasional Rakyat Cina mempraktekkan

fungsi dan kekuasaan berikut ini:

1. Mengamandemen konstitusi.

Hal ini merupakan kewenangan yang dipunyai oleh

Kongres Rakyat Cina sebagai lembaga tertinggi. Dan

dilakukan dengan disetujui lebih dari dua per tiga anggota

Kongres Rakyat Nasional Cina.

2. Melaksanakan penegakan konstitusi.

142
Sekretariat Jendral MPR RI, Himpunan Ketetapan MPRS Dan MPR Tahun 1960 S/D 2002, Sekretariat
Jendral MPR RI, 2002, h.685
143
dalam Konstitusinya Cina menggunakan function dan Power dalam menjelaskan tugas dan wewenang
juga fungsinya kana tetapi tidak dijelaskan manakah yang power atau yang function. Dan penulis
mengambil kesimpulan bahwa Power yang dimaksud adalah Great Authority dan hal ini dijelaskan dalam
Kamus Oxford Advance Learner’s Of Current English karangan AS Hornby tahun 1987 Terbitan Oxford
University Press halaman 654, bahwa Power adalah State Having Great Authority and influence in
international affairs.

89
Melaksakan penegakan konstitusi merupakan suatu

keharusan untuk menjaga kestabilan dan pedoman bernegara.

3. Menetapkan dan mengamandemen statuta dasar perihal

pelanggaran pidana, urusan perdata dan badan negara

serta masalah lain.

Kewenangan ini tidak dipunyai oleh Majelis

Permusyawaratan di Indonesia, karena telah dilaksanakan

oleh lembaga-lembaga negara yang lain.

4. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Rakyat

Cina.

Tugas ini dilakukan juga oleh Majelis Permusyawaratan

Rakyat di Indonesia. Dan hal ini mengakibatkan adanya

pertanggungjawaban kepada Kongres Rakyat Nasional Cina oleh

Presiden.

5. Memutuskan siapa yang akan menjadi ketua Dewan

Negara atas nominasi dari Presiden Republik Cina,

dan memilih wakil ketua, dewan pertimbangan, menteri

yang bertanggungjawab atas komisi, oditur jenderal

dan sekretaris jenderal atas dewan negara atas

nominasi dari ketua (Premier).

90
Kewenangan ini menandakan kekuasaan yang besar dari

Kongres Rakyat Nasional Cina karena berhak memutus siapa

yang berhak menjadi pejabat negara.

6. memilih ketua dari komisi militer pusat dan, atas

nominasi dari ketua, memutuskan anggota komisi

militer pusat.

7. memilih presiden mahkamah agung rakyat;memilih to

elect the Procurator General of the Supreme People's

Procuratorate.

Kewenangan yang diatur dalam Angka 5, 6, dan merupakan

kewenangan untuk mengangkat pemimpin lembaga-lembaga negara

yang ada dibawahnya.

8. menguji dan menyetujui rencana perkembangan ekonomi

dan sosial nasional serta laporan atas

pelaksanaannya.

9. menguji dan menyetujui anggaran negara dan

melaporkan implementasinya.

Kewenangan yang diatur dalam angka 8 dan 9 adalah

kewenangan yang mengenai masalah perekonomian negara. Dan

kewenangan untuk menyetujui anggaran negara. Kewenangan ini

tidak terdapat Majelis Permusyawaratan Rakyat.

91
10. mengubah atau membatalkan keputusan yang tidak

pantas dari Standing Committee kongres nasional

Cina.

Standing Committee merupakan badan pekerja Kongres

Rakyat Nasional Cina dan berada dibawah Kongres Rakyat

Nasional Cina. Jika ada keputusan yang dirasa tidak pantas

oleh Kongres Rakyat Nasional Cina yang bertemu dalam sidang

maka keputusan tersebut batal.

11. menyetujui pendirian propinsi, daerah otonom dan

daerah lainnya langsung dibawah pemerintahan pusat.

Di Indonesia kewenangan ini merupakan kewenangan

Presiden sebagai kepala pemerintahan karena pemegang

kekuasaan legislatif adalah Presiden.

12. memutuskan pendirian daerah administratif khusus dan

sistem yang akan dipraktekkan disana.

13. memutuskan persoalan perang dan damai.

Angka 12 dan 13 di Indonesia merupakan kewenangan

Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.

14. dan melaksanakan fungsi dan kekuasaan lain sebagai

organ tertinggi yang harus dilaksanakan oleh

kekuasaan negara

92
Tugas dan wewenang ini merupakan suatu aturan yang

memberikan dasar bahwa Kongres Rakyat Nasional Cina

mempunyai kekuasaan yang tak terbatas.

Dan kewenangannya yang lain seperti yang disebutkan

dalam Konstitusinya dalam pasal 63. Pasal ini mengatur

tentang kekuasaan Kongres untuk mengganti para pejabat dari

jabatannya orang-orang berikut ini:

1. Presiden dan Wakil Presiden RRC China;

2. Ketua dan Wakil Ketua State Councillors, Menteri, Badan

Pemeriksa Keuangan and Sekretaris Jendral Dewan

Pertimbangan Negara.

3. Ketua Komisi Urusan Militer dan Komisi yang lain;

4. Ketua Mahkamah Agung dan

5. Jaksa Agung dari Kejaksaan Agung144.

Dan kewenangan diatas ada yang sama dengan kewenangan

yang dimiliki oleh MPR pada Pemecatan atau Penggantian

Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi untuk kewenangan

144
Hal ini tercantum dalam artikel 63 dari Konstitusi China

93
ke 2,3,4 dan 5 di Majelis Permusyawaratan Rakyat hal-hal

tersebut tidak dipunyai. Kewenangan tersebut di Indonesia

biasanya dipunyai oleh lembaga yang mengangkatnya. Atau

orang-orang yang ada dalam lembaga negara tersebut dan

diberikan suatu kekuasaan untuk mengangkat ketua atau

pemimpinnya. Kekuasaan ini ditentukan oleh peraturan

perundang-undangan.

Hal yang sama dengan Indonesia juga Cina mempunyai

kewenangan yang sama dalam hal mengubah Undang-Undang

Dasarnya. Di Indonesia hal ini diatur dalam pasal 37

sedangkan di China diatur dalam pasal 64145

Article 64 [Amandemen Konstitusi]

(1) Amandemen Konstitusi diusulkan oleh Standing


Committee dari kongres nasional rakyat oleh lebih
dari satu per lima wakil dari National People's
Congress dan harus disetujui oleh mayoritas suara
dari lebih dari dua pertiga seluruh wakil kongres
Congress.

(2) Statuta dan resolusi disetujui oleh mayoritas suara


lebih dari setengah wakil kongres rakyat nasional.

Dalam negara Cina, pemegang kekuasaaan tertinggi

adalah Kongres Rakyat Cina sehingga hal ini dapat

145
Cina, article 64 Constitution Of China

94
dipersamakan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat di

Indonesia. Sistem ketatanegaraan dalam lembaga negara

terutama dengan adanya lembaga tertinggi sama dengan

Indonesia. Cina memiliki lembaga yang sama fungsinya dengan

Indonesia yaitu membuat Undang-Undang Dasar, memilih

Presiden dan kemudian menentukan arah kebijakan negara.

Apabila diperhatikan hal ini mirip dengan kewenangan MPR

karena memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:

1. Membuat Undang-Undang Dasar

2. Memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil

Presiden.

3. Membuat Garis Besar daripada Haluan Negara.

1.4.Konsep Majelis Nasional Venezuela

Venezuela setelah UUDnya diganti maka sistem

perwakilan rakyatnya berubah dari Bikameral ke bentuk

unikameral. Majelis Nasional Venezuela merupakan badan

legislatif nasional yang terdiri atas satu kamar

(unikameral).

As a result of the 1999 constitution, Venezuela’s


bicameral National Congress, which consisted of a
Senate and Chamber of Deputies, was replaced by a
unicameral, 165-member National Assembly in 2000.
Legislators are popularly elected to a five-year
term.

95
The chief executive of Venezuela is a president,
who is popularly elected to a six-year term. A
council of ministers assists the president. The
president has the authority to dissolve the
legislature under certain conditions146.
Terjemahan bebas: setelah konstitusi tahun 1999,
Kongres 2 kamar Venezuela yang terdiri atas Senat
dan Dean Perwakilan digantikan oleh sistem 1 kamar
(unikameral) yang mempunyai deputi majelis
nasional sebanyak 165 orang ditahun 2000. Dan
dipilih 5 tahun sekali. Kepala eksekutif
Venezuela adalah presiden yang dipih 6 tahun
sekali. Kabinet adalah dibentuk oleh Presiden.
Presiden mempunyai kewenangan untuk membubarkan
lembaga legislatif dalam keadaan tertentu.

Ada satu forum atau majelis yang tugas dan wewenangnya

sama dengan Majelis Permusyaratan Rakyat dalam hal membuat

Undang-Undang Dasar, yaitu Majelis Konstituen Nasional. Dan

institusi ini tidak dijelaskan secara detail oleh

Konstitusi. Institusi ini hanya diadakan jika ingin

diadakan pergantian konstitusi.147

”Kekuasaan rakyat yang tertinggi berada ditangan


rakyat Venezuela. Kekuasaan ini dilaksanakan oleh
Majelis Konstituen Nasional untuk dan diadakan
untuk tujuan perubahan negara,
membuat peraturan perundang-undangan dan membuat
Undang-Undang Dasar”.

Jika diteliti lebih seksama maka Majelis Konstituen

Nasional dilihat dari sudut pandang tugas dan wewenang maka

hampir sama dengan MPR terkecuali dalam melantik Presiden

146
Venezuela, Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2003. © 1993-2002
147
Venezuela, article 347 Constitution Of Venezuela

96
dan Wakil Presiden. Sehingga ada 2 lembaga yang mempunyai

beberapa persamaan dalam tugas dan wewenang dengan Majelis

Permusyawaratan Rakyat. Lembaga itu yaitu: Majelis Nasional

dan Majelis Konstituen Nasional. Apabila dilihat dalam

artikel 348 maka Majelis Konstituen Nasional adalah suatu

forum dan bukan merupakan lembaga yang harus ada mempunyai

sekretariat dan bertugas secara berkesinambungan.148

1.5. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Dengan Majelis


Nasional Dan Majelis Konstituen Nasional

Venezuela setelah Undang-Undang Dasar baru tahun 1999

memberikan kewenangan kepada lima lembaga yang menjalankan

lima fungsi yaitu:

1. Majelis Nasional sebagai fungsi legislatif

2. Presiden sebagai pemegang fungsi eksekutif

3. Mahkamah Agung sebagai pemegang fungsi yudikatif.

4. Presiden dan lembaga lainnya sebagai pemegang fungsi

kewarganegaraan

5. Badan Pemilihan Umum Nasional sebagai pemegang fungsi

Pemilihan Umum.149

148
Venezuela, article 348, 349, 350, Constituton Of Venezuela.

149
Venezuela, article 136, Constitution Of Venezuela

97
Dalam menjalankan fungsinya tersebut Majelis

Nasional bertindak sebagai badan parlemen yang memegang

kekuasaan legislatif dan pengawasan badan eksekutif.150

Tugas dan Wewenang yang diatur oleh Konstitusi

Venezuela tidak dinyatakan dengan jelas. Apabila diteliti

secara seksama maka kewenangannya dan tugasnya dinyatakan

oleh kata function. Walaupun secara arti kata function

adalah special activity or purpose of a person or thing, or

public ceremony or event, social gahtering of an important

and formal kind151. Tetapi hal-hal yang diatur didalamnya

diatur hal-hal yang menyangkut kewenangan seperti yang

disebutkan dalam ayat 1.Untuk mengesahkan kompetensi

nasional dan mengfungsikan beberapa cabang kekuasaan

nasional. Hal ini jika dilihat secara seksama adalah

wewenang yang diatur dalam satu ayat. Kemudian yang kedua

adalah ayat 2 yang berbunyi untuk mengajukan perubahan dan

revisi Undang-Undang Dasar dalam jangka waktu yang diatur


152
dalam konstitusi ini.

150
http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela67.html
151
AS Hornby, Op.Cit, h.350

152
Article 187, Constitution Venezuela

98
Setelah melihat beberapa fungsi maka dapat disimpulkan

bahwa ada tugas dan wewenang yang diatur dalam fungsi.

Seperti kewenangan yang untuk mengubah Undang-Undang Dasar

yang terletak dalam pasal 341153. Ada perbedaan tentang

konsep amandemen dengan reformasi konstitusi yang ada dalam

Konstitusi Venezuela seperti yang disebutkan dalam artikel

340:

” Tujuan dari amandemen adalah untuk menambah atau


untuk modifikasi satu atau beberapa artikel dari
Konstitusi, tanpa mengubah struktur dasar dari yang
diubag oleh proses tersebut”.

Sedangkan reformasi Konstitusi dalam Konstitusi

Venezuela diatur dalam artikel 342, adalah:

“Tujuan dari Reformasi Konstitusi adalah untuk


mengubah dan memperbaiki beberapa bagian dari
Konstitusi dan mengganti satu atau beberapa dari
bagian tersebut tanpa mengubah Prinsip dasar dan
Struktur teks dari Konstitusi”.

Inisiatif untuk mengadakan reformasi dan amandemnen

Kontitusi berasal dari Majelis Nasional dan Presiden

bersama Kabinetnya, dan permintaan dari pemilih yang telah

terdaftar sebagai peserta pemilihan Umum.

153
Article 341, Constitution Venezuela

99
1.6. Persamaan dan Perbedaan MPR dengan Kongres Rakyat

Nasional Cina dan Majelis Nasional Venezuela dan Majelis

Konstituen Nasional Venezuela.

Tugas Dan Indonesia Cina Venezuela


Wewenang
1. Membuat dan ada ada Hanya
menetapkan UUD mengajukan
rancangan UUD,
dan merubah UUD
2. Memilih ada ada Tidak ada
Presiden dan
Wakil Presiden
3. Membuat Tidak ada ada ada
Undang-Undang
4. Mengawasi Tidak ada, ada ada
Pemerintah akan tetapi
dalam bentuk dilaksanakan
persetujuan oleh Dewan
terhadap Perwakilan
tindakan yang Rakyat
akan dilakukan
oleh
pemerintah
5. Mengganti ada ada Dilaksanakan
Undang-Undang oleh Majelis
Dasar Konstituen
Nasional

Setelah diperbandingkan dengan Republik Rakyat China

dan Venezuela setelah amandemen. Maka tugas dan wewenang

MPR dengan Kongres Rakyat Nasional China dan Majelis

Nasional Venezuela juga Majelis Konstituen Venezuela,

diambil persamaan sebagai berikut:

100
a.Merupakan lembaga negara tertinggi yang mempunyai tugas

dan wewenang tertentu, terkecuali Venezuela.

b. Merupakan lembaga yang bertugas membuat, mengubah UUD,

dan mengganti UUD walaupun ada beberapa cara tertentu yang

berbeda.

Perbedaan yang ada di MPR dengan Kongres Rakyat

Nasional China dan Majelis Nasional Venezuela adalah:

1.Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mempunyai kekuasaan

dalam hal membuat undang-undang.

2. Perbandingan Tugas Dan Wewenang Sebelum Perubahan UUD

1945 Dengan Amerika Serikat

2.1. Amerika Serikat

Amerika Serikat merupakan negara yang berbentuk

federal (walaupun pada awalnya berbentuk konfederasi). Dan

mempunyai lembaga pemegang kekuasaan legislatif yang

bernama kongres. Kongres terdiri atas 2 kamar yaitu: Senat

dan Dewan Perwakilan Rakyat. Amerika mempunyai sistem

pengawasan yang baik antar lembaga negara yang dikenal

dengan Checks And Balances. Amerika mengawal pendirian

negaranya yang dipenuhi berbagai gejolak semenjak negara

101
itu terbentuk154. Tetapi semenjak selesai Perang Saudara,

Kondisi negara Amerika Serikat mulai stabil, kemudian

Amerika Serikat terkenal dengan salah satu penyebar

demokrasi dari negara barat, sangat anti komunis. Dalam

beberapa kurun waktu pemerintahannya banyak melakukan

propaganda anti komunis dan melakukan penyebarannya ke

negara lain.155

2.2 Konsep Lembaga Kongres Amerika Serikat

Kongres dan lembaga-lembaga negara yang lain di

Amerika Serikat dalam mengambil keputusan menekankan pada

kekuatan suara mayoritas seperti yang dikatakan oleh Alexis

de Tocqueville bahwa:156

the very essence of democratic government consist


in the absolute sovereignty of the majority; for
there is nothing in the democratic states which is
capable of resisting it. Most of the American
constitutions have sought to increase this natural
strength of the majority by artificial means.
Terjemahan bebas: Hal yang sangat penting dalam
pemerintahan yang demokratis terkandung dalam
kedaulatan absolut dari mayoritas;tidak ada dalam
154
Larry, Diamond, Revolusi Demokrasi Perjuangan Untuk Kebebasan Dan Pluralisme Di Negara
Sedang Berkembang, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994, h.7
155
Guilermo O’Donnel, Philippe C Schmitter, Laurence Whitehead, Transisi Menuju Demokrasi Kasus
Eropa Selatan, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Dan Sosial, Jakarta, 1992, h.
222
156
Alexis de Tocqueville, Democracy In America, Washington Square Press, New York, 1965, h.90

102
negara demokratis yang bisa menolak itu. Telah
mencari cara untuk meningkatkan kekuatan alam dari
mayoritas dengan cara yang konstitusional.

Kongres di Amerika mempunyai 2 lembaga yang jika

mereka bertemu dalam suatu tugas dan wewenang tertentu

disebut Kongres, Kongres terdiri atas 2 lembaga yaitu:

1. House Of Representative.

2. Senate.157

Hal ini tidak sama dengan di Indonesia setelah

Perubahan UUD 1945. Karena MPR di Indonesia terdiri atas

anggota 2 badan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan

Perwakilan Daerah. MPR bukan merupakan 2 badan yang bertemu

seperti Kongres Amerika Serikat. Dan ini merupakan

perbedaan yang mendasar antara lembaga MPR dengan Kongres

Amerika Serikat. Sehingga tidak bisa diperbandingkan antara

komposisi dan struktur lembaga Kongres dan MPR.

Karena struktur dan sistem parlemen yang berbeda, maka

yang dibandingkan adalah tugas dan wewenang yang dipunyai

Kongres. Karena tidak ada negara lain sepanjang

sepengetahuan penulis yang menerapkan sistem parlemen

trikameral kecuali Negara Cina Taiwan sebelum berubah158.

157
Article 1, Section 1, The Constitution Of United States Of America
158
Jimly Asshiddiqie, Op.cit, h. 42-45

103
Dan yang akan diperbandingkan disini adalah sistem parlemen

yang dalam konstitusi masih berlaku. Sehingga yang sering

dijadikan contoh adalah Amerika Serikat maka MPR

diperbandingkan dengan Kongres di Amerika Serikat. Karena

mekanisme lembaga parlemen yang baik, walaupun Amerika

menganut sistem bikameral yang jelas berbeda dengan

Indonesia.

Di Amerika Serikat jelas dinyatakan bahwa fungsi

negara terdiri atas 3 yaitu :

1. Fungsi Legislatif.

2. Fungsi Eksekutif.

3. Fungsi Yudikatif.

Sedangkan di Indonesia tidak menganut pemisahan

kekuasaan tersebut secara mutlak159.

Semua fungsi yang ada di Amerika Serikat dalam

pelaksanaannya dibuatlah mekanisme Checks And Balances yang

bertujuan untuk menghindari kekuasaan terpusat pada satu

lembaga.160

Di Indonesia setelah di Perubahan UUD 1945 maka

kekuasaan legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat.

159
Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1985, h.1-4.
160
Burns, Peltason, Cronin, Government By The People, Prentice Hall, New Jersey, 1989, h.23

104
Kekuasaan eksekutif ada di tangan Presiden. Dan kekuasaan

yudikatif ada ditangan Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi.

Dalam menjalankan tugasnya maka Kongres dan MPR

mempunyai persamaan dan perbedaan. Yang memegang kekuasaan

legislatif ada ditangan kongres, sedangkan di Indonesia ada

ditangan DPR.

2.3 Perbandingan Tugas dan Wewenang

Setelah Perubahan UUD 1945 maka MPR RI diatur sebagai

lembaga negara yang sama dengan negara lain. Sehingga

kedudukannya sama dengan lembaga-lembaga negara yang lain.

Pada masa sesudah Perubahan UUD 1945 tugas utama MPR

adalah:

“ Melantik Presiden dan Wakil Presiden”161

Ada tugas yang dilaksanakan secara temporer dan akan

berakhir pada tahun 2003. Tugas ini ada dalam Aturan

Tambahan UUD 1945 pasal I, yaitu:“ Majelis Permusyawaratan

Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi

dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat

161
Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah Perubahan Keempat Undang Undang Dasar 1945, h.5.

105
untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusywaratan

Rakyat tahun 2003.162

Sedangkan wewenang MPR adalah sebagai berikut:

1. Majelis permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan

menetapkan Undang-Undang Dasar.

2. Majelis Permusyawaratan hanya dapat memberhentikan

Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya

menurut Undang-Undang Dasar.

3. Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden pengganti sampai

terpilihnya Presiden dan/atau Wakil Presiden pengganti

sampai terpilihnya dan/atau Wakil Presiden sebagaimana

mestinya.

Kongres di Amerika Serikat mempunyai kekuasaan

legislatif dan hal ini jelas tercantum dalam konstitusinya

bahwa163:

Section 1. All legislative Powers herein granted


shall be vested in a Congress of the United
States, which shall consist of a Senate and House
of Representatives.
Terjemahan bebas: Seluruh kekuasaan ada di
Kongres Amerika Serikat dan terdiri atas Senate
dan House Of Representatif.

162
Ibid, h.63
163
Paul Eidelberg, The Philosophy Of The American Constitution, The Free Prees, New York, 1968, h.54

106
Sedangkan Kewenangan yang lain adalah yang diberikan

oleh Undang-Undang Dasarnya adalah164 :

1.Passes federal laws. (Menyetujui Undang-Undang federal)

2.Passes federal budget, levies taxes and funds executive

functions (Menyetujui anggaran federal, pajak dan fungsi

keuangan eksekutif)

3.Establishes lower federal courts, judicial positions

(untuk membuat peradilan rendah federal, menentukan

posisinya)

4.Approves treaties and federal appointments (menyetujui

perjanjian internasional dan pengangkatan pejabat federal)

5.Declares war (menyatakan perang).

Kewenangan-kewenangan diatas merupakan kewenangan

garis besar yang dinyatakan dalam Konstitusi Amerika

Serikat. Dan kewenangan-kewenangan lain secara jelas

dinyatakan dalam Konstitusinya pada pasal 8.

Dari kewenangan-kewenangan diatas maka dapat

disimpulkan persamaan kewenangan Kongres di Amerika Serikat

dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah:

1. Mengubah Undang-Undang Dasar

2. Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.

164
Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2003. © 1993-2002

107
Sedangkan tugas tidak dinyatakan secara jelas dalam

Konstitusinya sehingga tugas dari Kongres Amerika Serikat

adalah:

Section 2. The Congress shall assemble at least


once in every year, and such meeting shall begin
at noon on the third day of January, unless they
shall by law appoint a different day.
Terjemahan bebas: Kongres bertugas mengadakan
sidang sekurang-kuangnya setiap tahun, dan
mengadakan pertemuannya dimulai siang hari pada
hari ketiga januari, kecuali ditentukan lain oleh
undang-undang.

Jika dibandingkan dengan tugas yang dilakukan oleh MPR

maka dalam hal ini berbeda. Tugas MPR adalah melantik

presiden dan wakil presiden, sedangkan dalam kongres adanya

tugas atau keharusan untuk mengadakan sidang setiap

tahunnya.

Kesamaannya adalah tugas yang dilakukan adalah tugas

yang dilakukan setiap kali dan dilakukan untuk memenuhi

ketentuan dalam Undang-Undang Dasar.

2.4.Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Indonesia dan

Kongres di Amerika Serikat

Tugas Dan Wewenang Indonesia Amerika


Serikat
1. Mengubah dan menetapkan ada ada
UUD
2.melantik Presiden dan Wakil ada Tidak ada
Presiden berdasarkan hasil
pemilihan umum, dalam Sidang

108
Paripurna MPR
3.Membuat Undang-Undang Tidak ada ada
4.Mengawasi Pemerintah dalam Tidak ada ada
bentuk persetujuan terhadap
tindakan yang akan dilakukan
oleh pemerintah
5. memberhentikan Presiden ada ada
dan/atau Wakil Presiden dalam
masa jabatannya
6.melantik Wakil Presiden ada Tidak ada
menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak
dapat melaksanakan
kewajibannya dalam masa
jabatannya
7.memilih Wakil Presiden dari ada ada
dua calon yang diajukan
Presiden apabila terjadi
kekosongan jabatan Wakil
Presiden
8. memilih Presiden dan Wakil ada ada
Presiden apabila keduanya
berhenti secara bersamaan
dalam masa jabatannya
9.menetapkan Peraturan Tata ada ada
Tertib dan kode etik MPR

Ada beberapa kesamaan secara tugas dan wewenang antara

Kongres Amerika Serikat dengan Majelis Permusyawaratan

Rakyat Indonesia. Kesamaan dan perbedaan dapat dilihat pada

tabel diatas. Akan tetapi tetap secara komposisi dan

kedudukan lembaga MPR tidak bisa dipersamakan dengan

Kongres Amerika Serikat.

109
BAB V

PENUTUP

1. Kesimpulan

Majelis Permusayawaratan Rakyat Republik Indonesia

merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terdiri atas:

anggota 2 lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan

Dewan Perwakilan Daerah. Perubahan UUD 1945 telah

memberikan perubahan besar bagi Majelis Permusyawaratan

Rakyat. Karena dasar yuridis untuk menjalankan kedaulatan

rakyat telah dicabut oleh amandemen UUD 1945. Tugas dan

wewenang MPR kemudian dijelaskan dalam UUD 1945 dan undang-

undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan

DPRD.

Pertama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia akhirnya hanya mempunyai 2 tugas yaitu “Melantik

Presiden dan Wakil Presiden (pasal 3 ayat UUD 1945)”.

Tugas yang merupakan akibat dari ditetapkannya aturan

tentang Pemilihan Presiden dan secara langsung. Apabila

telah terpilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan

110
Umum maka MPR mempunyai suatu kewajiban untuk melantik

Presiden dan Wakil Presiden. MPR setelah adanya undang-

undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD

mempunyai tugas untuk melantik Wakil Presiden menjadi

Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,

atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa

jabatannya. Tugas ini merupakan suatu tugas yang

dilaksanakan dalam keadaan tertentu.

Kedua adanya tugas sementara MPR tentang Peninjauan

Kembali Materi dan status hukum Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis

Permusyawaratan Rakyat pada Sidang Tahunan 2003. Tugas ini

merupakan tugas sementara dari MPR. Karena jika telah

dilaksanakan maka tugas berakhir.

Ketiga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik

Indonesia mempunyai kewenangan mengubah dan menetapkan

Undang-Undang Dasar. Kewenangan ini berdasarkan pasal 3

ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 11 huruf a

undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD

dan DPRD. Persyaratan kewenangan tersebut diatur oleh pasal

37 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menjelaskan bahwa

111
Majelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai kewenangan yang

hanya dijalankan dalam keadaan dan waktu tertentu.

Keempat Majelis Permusyawaratan hanya dapat

memberhentikan Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa

jabatannya. Kewenangan ini didasarkan menurut Undang-Undang

Dasar Pasal 3 ayat 1 dan pasal 8 UUD 1945 Perubahan Undang-

Undang Dasar 1945. Kemudian diperjelas dengan pasal 11

huruf c undang-undang tentang susunan dan kedudukan yang

berbunyi “memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah

Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil

Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau

Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan

penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR”. Hal ini

mereduksi juga kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Pada waktu dahulu sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar

1945 MPR mempunyai kewenangan untuk memilih Presiden dan

Wakil Presiden. Dalam pasal 6A UUD 1945 telah diatur

tentang pemilihan langsung Presiden oleh rakyat, berarti

Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus bertanggung

jawab kepada pemilihnya. Konsekuensi dari tugas tersebut

jika tidak berhasil maka dalam Pemilihan berikutnya tentu

tidak akan dipilih lagi oleh pemilihnya. Karena dipilih

112
oleh rakyat secara langsung mengakibatkan kewenangan

memberhentikan Presiden mempunyai persyaratan yang sulit.

Walaupun akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang

mempunyai kewenangan untuk memutuskan mengenai perkara

tapi dengan dasar putusan Mahkamah Konstitusi (pasal 11

huruf c UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan

DPRD). Sehingga akhirnya proses politik ini berdasarkan

hukum.

Kelima Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden

pengganti sesuai dengan pasal 8 ayat 3 UUD 1945. Kewenangan

ini diperjelas menjadi tugas dan wewenang dengan pasal 11

huruf f UU Susunan dan Kedudukan. Pasal 11 huruf f berbunyi

“memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya

berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua

paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh

partai politik atau gabungan partai politik yang paket

calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak

pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis

masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh

hari”. Kewenangan ini merupakan kewenangan yang dipegang

dalam keadaan tertentu, keadaan yang mungkin hanya terjadi

dalam beberapa tahun sekali. Sehingga kewenangan inipun

113
akhirnya tetap menjadi kewenangan yang tergantung dengan

situasi dan kondisi proses politik kenegaraan.

Keenam memilih Wakil Presiden dari dua calon yang

diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil

Presiden dalam masa jabatannya. Dan dilakukan selambat-

lambatnya dalam waktu enam puluh hari. Kewenangan ini

merupakan pengulangan dari pasal 8 ayat 2 UUD 1945.

Keenam Dalam menentukan struktur Ketatanegaraan

Republik Indonesia. Majelis Permusyaratan Rakyat akhirnya

didudukkan sebagai lembaga yang mempunyai kedudukan yang

sama dengan lembaga negara yang lain. Majelis

Permusyawaratn Rakyat tetap menjalankan fungsi keseharian.

Hal ini diperkuat dengan adanya Pimpinan MPR, Sekretaris

Jendral MPR dan tugas dan wewenang yang berbeda dari

lembaga perwakilan yang lain. Maka sistem parlemen

Indonesia menjadi tricameral system, teori ini merupakan

teori dari Profesor Jimly Asshiddiqie165.

Perbandingan dengan negara lain yang mempunyai tugas

dan wewenang yang mempunyai kemiripan dengan MPR. Maka MPR

tetap menjadi suatu lembaga negara, yang tidak mempunyai

165
Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun
1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli
2003, h.9

114
satu kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara di

negara lain. Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi

lembaga perwakilan rakyat yang bukan lembaga legislatif

pembuat undang-undang.

Kedelapan tugas dan wewenang lembaga Majelis

Permusyawaratan Rakyat sebelum diadakan Perubahan UUD 1945

hampir sama dengan lembaga negara di negara lain. Seperti

Cina. MPR setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945

merupakan lembaga pertemuan anggota DPR dan DPD yang

mempunyai tugas dan wewenang tersendiri. Akan tetapi

kewenangan yang hampir sama dengan negara lain adalah,

bahwa MPR tetap menjadi lembaga pembuat Undang-Undang

Dasar.

2. Saran

Kesatu perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud

dengan tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang

Dasar dan undang-undang tentang susunan dan kedudukan

secara jelas. Sehingga tidak terjadi interprestasi yang

dibuat oleh lembaga negara yang lain walaupun hal itu bisa

diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Seharusnya Undang-

Undang Dasar dan undang-undang mengaturnya dengan jelas.

115
Kedua benar pendapat para ahli hukum tata negara

tentang tidak perlunya Majelis Permusyawaratan Rakyat

menjadi lembaga yang tetap. Karena tugas dan wewenangnya

telah direduksi menjadi tugas yang formal belaka. Dan

wewenang digunakan dalam beberapa kondisi tertentu yang

kemungkinan terjadinya hanya akibat beberapa hal tak

terduga. Hal ini bisa jadi pertimbangan untuk Perubahan UUD

1945 kedepan. Anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk

kesekretariatan Majelis Permusyawaratan Rakyat, seperti

banyaknya pegawai yang diperlukan untuk melaksanakan tugas

keseharian Majelis Permusyawaratan Rakyat, tidak diperlukan

lagi. Karena lembaga ini berubah menjadi forum yang hanya

bersidang dan melaksanakan tugas dan wewenangnya yang

dilakukan pada saat tertentu. Indonesia telah mengalami

bertahun-tahun defisit anggaran. Dengan bentuk forum maka

anggaran yang dikeluarkan akan menurun, seperti tidak perlu

membayar gaji dan mengangkat pegawai negeri untuk mengurus

kesekretariatan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan

catatan bahwa tugas dan wewenang yang seremonial seperti

pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan

secara mewah dan besar-besaran. Alangkah lebih bijaknya

para wakil rakyat yang terhormat dalam Majelis

116
Permusyawaratan Rakyat menggunakan fasilitas negara yang

telah tersedia seperti: ruang rapat Majelis Permusyawaratan

Rakyat yang telah tersedia.

DAFTAR PUSTAKA

117
BUKU

Al Rasyid, Harun, Pengisian Jabatan Presiden, Grafiti,


Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993

__________, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945,


Jakarta: UI Press, 2002

__________, Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara, UI Press,


Jakarta:UI Press, 1996.

Al-Qardhawy, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al Quran Dan


Sunnah, Jakarta: Pustaka AlQautsar,1997

Arinanto, Satya, Hukum Dan Demokrasi, Jakarta: Ind Hill-Co,


1991

Asshiddiqie, Jimly, Pergumulan Peran Pemerintah Dan


Parlemen Dalam Sejarah, Jakarta:UI Press, 1996

____________, Gagasan Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam


Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia,
Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994

____________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah


Perubahan Keempat,Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata
Negara FHUI, 2002

____________, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata


Negara, Jakarta:Ind.Hill-Co, 1998

Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 1998

_________________, Demokrasi di Indonesia Demokrasi


Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta:PT
Gramedia Pustaka Utama,1998

Busroh, Abubakar, Abudaud, Hukum Tata Negara,


Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984

Burns, James; Peltason, J.W.; Cronin, Thomas, Government


By The People, New Jersey: Prentice Hall, 1989.

118
Carter, April, Otoritas Dan Demokrasi, Jakarta: CV
Rajawali,1985

De Tocqueville, Alexis, Democracy In America, New York:


Washington Square Press, 1965

Diamond, Larry, Revolusi Demokrasi Perjuangan Untuk


Kebebasan Dan Pluralisme Di Negara Sedang
Berkembang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994

Dicey,AV, Introduction To The Study Of The Law Of The


Constitution, London:Mc. Millan Education LTD,
1959

Djokosutono . Ilmu Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985

Dood, Lawrence, Coalitions in Parliamentary Government,


New Jersey: Princeton University Press, 1976

Echols, John, Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama, 1997

Eidelberg, Paul, The Philosopy Of The American


Constitution, Toronto: Collier-Macmillan Canada,
1968

Garner, Bryan, Black’s Law Dictionary , sevent edition, St


Paul, Minn:West Group, 1999

Hasan, Ismail, Pemilihan Umum 1987, Jakarta:PT Pradnya


Paramita, 1986

Hariadi, Didit, Estiko, Amandemen UUD 1945 Dan


Implikasinya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum,
Jakarta: Tim Hukum Pusat Pengkajian Dan Pelayanan
Informasi Sekretaris Jendral, 2001

Hermawan, Eman, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan


Nalar, Yogyakarta: KLIK dan DKN GARDA BANGSA,
2003,

Hornby, AS, Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current


English, London: Oxford University Press, 1987

119
Huntington, Samuel, Benturan Antara Peradaban Dan Masa
Depan Politik Dunia, Yogyakarta: CV Qalam
Yogyakarta, 2003

Ibrahim, Harmaily, Majelis Permjusyawaratan Rakyat Suatu


Tinjauan Dari Sudut Hukum Tata Negara, Jakarta:
Sinar Bakti, 1979

Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia,


Jakarta: PT. Bina Aksara , 1984

Khaldun, Ibnu, Mukaddimah, Jakarta: Pustaka Firdaus,2000

Kusnardi, Mohammad, Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukum Tata


Negara, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara
FHUI, 1988

Kusumaatmaja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional,


Bandung: Bina Cipta, 1990

Laski, Harold. A Grammmar Of Politics, London: George


Allen & Unwin LTD, 1938.

Manan, Bagir, Konvensi Ketatanegaraan, Bandung:Armico,


1987

__________________,Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat


Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan
Nasional, Jakarta, 2000, h. 15

Geoffrey Marshal, Parliamentary Sovereignty And The


Commonwealth,Oxford: Oxford University Press, 1957

Meny, Yves; Knap, Andrew, Government And Politics In


Western Europe, third edition, New York:Oxford
University Press,1998

Mulyono, Doto, Kekuasaan MPR Tidak Mutlak, Erlangga,


Jakarta, 1985

Naning, Ramdlon, Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi


Dan Mekanisme Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD
1945, Yogyakarta: Liberty 1982

120
Nurtjahjo, Hendra, Perwakilan Golongan Di Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara UI2002.

O’Donnel, Schmitter, Whitehead, Transisi Menuju Demokrasi


Kasus Eropa Selatan, Jakarta: LP3S, tanpa tahun

Plato, Republik, Jakarta:Bentang, 2002

Poerwadarminta, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta:


PN Balai Pustaka, 1976

Puspa, Pramadya, Yan, Kamus Hukum, Semarang:CV. Aneka Ilmu,


1977

Purbopranoto, Kuntjoro, Beberapa Catatan Hukum Tata


Pemerintahan Dan Peradilan Administrasi, Bandung:
Alumni, 1981

Thaib, Dahlan. Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut


UUD 1945, Yogyakarta: Liberty, 1989

Thaib, Dahlan; Hamidi, Jazim; Huda, Ni’matul , Teori Hukum


Dan Konstitusi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
1999

Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-


Dasarnya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983

Rapar, J.H, Filsafat Politik Aristoteles, Jakarta: Rajawali


Grafindo Persada, 1988.

Redaksi Sinar Grafika, Tiga Undang-Undang Dasar: Undang-


Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Serikat 1950, Undang-Undang Dasar
Sementara Republik Indonesia 1950, Jakarta: Sinar
Grafika, 2000

Renan, Ernest, Apakah Bangsa Itu?, Jakarta:Bandung, 1994

Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Dan Kaitannya


Dengan Kondisi Sosio Politik Dari Zaman Kuno
Hingga Sekarang, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002

121
Samsul Wahidin, MPR Dari Masa Kemasa, Jakarta: Bina Aksara,
1986

Sekretariat Jendral MPR RI, Proses Reformasi Konstitusional


: Sidang Istimewa MPR 1998, Jakarta: Sekretariat
Jendral MPR RI, Cetakan 2, Jakarta, 2001

Shklar, Judith, Montesqieu Penggagas Trias Politica,


Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,1996

Sekretariat Jendral MPR RI, Himpunan Ketetapan MPRS Dan MPR


Tahun 1960 S/D 2002, Jakarta:Sekretariat Jendral
MPR RI, 2002

Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara Ajaran Sejarah Dan


Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993

Simorangkir, J.C.T, Hukum Dan Konstitusi Indonesia,


Jakarta:CV. Masagung, 1988

Simanjuntak, Marsilam, Pandangan Negara Integralistik:


Sumber, Unsur Dan Riwayatnya, Jakarta:Pustaka
Utama Grafiti, 1994

Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty,1980

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:


1986.

Soekanto, Soerjono, Mamudji, Penelitian Hukum Normatif,


Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995

Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan:


Dasar-Dasar Dan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius,
1998

Soemantri, Sri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD


1945. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989

_____________, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata


Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981

122
_____________,Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi,
Cet.4, Alumni, Bandung, 1987, h.133-134

Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, Jakarta:PT Pradnya


Paramita, 2003

_________, Filsafat Hukum Bagian 1, PT Pradnya Paramita,


Jakarta, 2002, h.16

Solly, Lubis. Ilmu Negara, Bandung:Mandar Maju, 1989

Sunny, Ismail, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta:


Aksara Baru, 1986

____________, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta: Aksara


Baru, 1985

Taimiyah, Ibnu, Pedoman Islam Bernegara, Jakarta: PT Bulan


Bintang, 1989

Tambunan, ASS, MPR Perkembangan Dan Pertumbuhannya Suatu


Pengamatan Dan Analisis, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1991

Tim IFES, Sistem Pemilu, Jakarta: IFES,UN, IDEA, 2001

Tim PSHK, Semua Harus Terwakili Studi Mengenai Reposisi


MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia,
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia,
Jakarta: Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan
Indonesia, 2000

Tim Sekretariat Negara, Risalah Sidang Badan Penyelidik


Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara
Republik Indonesia, 1995

Varma, SP, Teori Politik Modern, Jakarta:CV Rajawali, 1990

Wahjono, Padmo, Ilmu Negara, Jakarta: Ind Hill-Co, 1996

123
Yamin, Muhammad, Proklamasi Dan Konstitusi Republik
Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982

Yara, Muchyar, Pengisian Jabatan Presiden Dan Wakil


Presiden Di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah Hukum
Tata Negara, Jakarta: PT.Nadhillah Ceria
Indonesia, 1995

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia, Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia, Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945

Indonesia, Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945


Indonesia, Konstitusi RIS 1949

Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara 1950

Cina, Constitution Of China

Amerika Serikat, Constitution Of The United States Of


America

Venezuela, Constitution Of Venezuela 1961

Venezuela, Constitution Of The Bolivaarian Republic Of


Venezuela 1999

MPR, Ketetapan MPR No 1 tahun 1983 tentang Peraturan Tata


Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat

MPR, Ketetapan MPR No V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-


Produk Yang Berupa Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara

124
MAKALAH

Ashhidiqie, Jimly, Refleksi Tentang Arah Sistem Hukum Dan


Kenegaraan Indonesia Pasca Perubahan Keempat
Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, 28 Maret 2003

_________________,Demokratisasi Pemilihan Presiden dan


Peran MPR Di Masa Depan, www.theceli.com diakses pada
tanggal 29 Maret 2003

________________, Reformasi Menuju Indonesia Baru: Agenda


Restrukturisasi Organisasi Negara,Dan Keberdayaan
Masyarakat Madani, Disampaikan dalam forum Kongres
Mahasiswa Indonesia Sedunia I, di Chicago, Amerika
Serikat, 28 Oktober 2000.

_______________________, Struktur Ketatanegaraan


Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun
1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang
diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli
2003

Suny, Ismail, Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem


Hukum Nasional, disampaikan pada Seminar
Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN dan DEPKEH
HAM RI, Bali, Juli, 2003, h.4

SUMBER INTERNET

Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia


,http://www.mpr.go.id/h/tentang/index.php, diakses
pada tanggal 10 Januari 2003.

ChinaConstitutionhttp://www.oefre.unibe.ch/law/icl/ch00000.
html diakses tgl 30 Juli 2003, jam 13.26

125
National People’s Congres Data as of July
1987http://www.1upinfo.com/country-guide-
study/china/china294.html diakses pada tanggal 30
Juli 2003.

Governmental System, Data as of December 1990


http://www.1upinfo.com/country-guide-
study/venezuela/venezuela66.html diakses pada
tanggal 1 Juni 2003

Venezuela Constitutional Development,


http://www.1upinfo.com/country-guide-
study/venezuela/venezuela67.html, diakses pada
tanggal 1 Juli 2003.

Venezuela Legislature, http://www.1upinfo.com/country-


guide-study/venezuela/venezuela69.html, diakses
pada tanggal 1 Juli 2003.

Constitution Of Venezuela, www.embavenez-


us.org/politica/constitu.html - 101k, diakses pada
tanggal Juni 2003

126

You might also like