Professional Documents
Culture Documents
Isra’ Mi’raj
Meneropong
Kekuasaan Allah
bisa dicapai oleh materi yang memiliki massa diam nol, yakni gelombang
elektromagnet (seperti sinar gamma, sinar X, dan cahaya).
Teori ini juga menyebutkan adanya perobahan kerangka waktu,
panjang, dan massa. Semakin tinggi kecepatan suatu materi massa
semakin bertambah besar terjadi time dilatation (pemuluran waktu) dan
panjang mengalami kontraksi. Konsekwensi teori (realitivitas) ini
melahirkan suatu kaedah, bahwa materi tidak dapat dimusnahkan, tidak
dapat diciptakan, tetapi dapat dikonversi kedalam bentuk atau gelombang.
Disinilah wilayah iman, dan bila kita lihat dari sisi ini, jelaslah ada
satu konsep yang lebih tua dari umurnya teori gerak (mekanika) klasik
ataupun modern, yaitu teori gerak kun fa yakun (absolut kekuasaan
Allah). Kekuatan agung (raksasa) ini merupakan wilayah iman
(keyakinan) yang berurat berakar pada kalbu (hati) manusia. Suatu
kekuatan inti (inner side) dalam bentuk emotional inteligensia, yang pada
gilirannya mampu menumbuhkan kesadaran ilmiah rasionil, seperti
diperlihatkan oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq tatkala mendengar peristiwa
Isra’ itu disampaikan oleh Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
Sallam. Dia membenarkan peristiwa mencengangkan ini, bahkan lebih
dari itu, diapun percaya bila Muhammad menyatakan naik kelangit
sekalipun. Inilah kesadaran rasionil ilmiah, karena Muhammad adalah
utusan Allah.
Artinya
2 Diketahui hingga sekarang ada dua hukum dasar mekanika (ilmu gerak). Kesatu,
disebut sebagai mekanika klasik (dikembangkan Isaac Newton, dengan tiga hukum
dasarnya yaitu kelembaban,gerak dan aksi-reaksi), berlaku untuk gerakan suatu materi
yang kecepatannya rendah, jauh lebih kecil dibanding dengan kecepatan cahaya
(300.000 km/detik kuadrat).
Kedua, disebut mekanika modern (dikembangkan Albert Einstein, dengan teori
relativitas dan konsep kenisbiannya), berlaku untuk materi yang kecepatannya sangat
tinggi, yang besarnya mendekati kecepatan cahaya, dan ini hanya bisa dicapai oleh
materi yang berukuran kecil seperti electron.
3 QS.17:1
Artinya :
“Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam
rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratil Muntaha.
Didekatnya ada surga tempat tinggal, (Muhammad melihat Jibril)
ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya.
Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu
dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat
sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhan-Nya yang paling besar” 4
(QS.53,An-Njm,ayat 13-18).
Mi’raj adalah kelanjutan Isra’, naik ketangga.
5
Artinya :
4 Muhammad melihat Jibril untuk pertama kalinya dalam bentuk asli itu adalah tatkala
diturunkan wahyu pertama Surat Al ‘Alaq (96) ayat 1-5. Keabsahan penglihatan
Muhammad ini diperkuat oleh Wahyu Allah QS.53,An-Najm, ayat 1-14)
5 Kata mi’raj mashdar dari ‘aroja, berarti telah naik tangga. Harfiyahnya, mi’raj bermakna
tangga, bentuk pluralnya ma’arij juga dipakai dalam penamaan salah satu Surat dalam
Al Quran (S,70).
Artinya :
“Dia mengatur urusan dari langit ke bumi, kemudian urusan
itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang kadarnya (lamanya) adalah
seribu tahun menurut perhitunganmu” (QS.32:5).
Makna sesungguhnya dari angka misterius 50.000 tahun dan 1.000
tahun, dengan perbandingan hitungan waktu satu hari (kecepatan
malaikat) sesungguhnya merupakan rahasia ilmu Allah. Namun, jika
angka tersebut dipahami sebagai pemuluran waktu (time dilatation)
dalam konsep mekanika realitivistik, maka perjalanan malaikat satu hari
baru teramati dalam dimensi waktu 50.000 tahun (minimal 1000 tahun)
oleh manusia (pengamat diam). Hal ini hanya bisa terjadi kalau
kecepatan yang berlaku lebih dari kecepatan cahaya dalam teori ilmu
pengetahuan modern.
Kalau konsep ini ditelaah, pertanyaannya adalah “apakah malaikat
itu suatu gelombang elektro magnetik”? Dalam sebuah hadist, ‘Aisyah
R.’Anha, meriwayatkan bahwa Malaikat itu tercipta dari nur (cahaya).
Karena Malaikat adalah makhluk ghaib, bukan materi, maka pasti
bukan tergolongkan gelombang elektromagnetik yang dapat dideteksi oleh
manusia dan dapat dikendalikan sebagaimana lazimnya gelombang
elektromagnetik lainnya dialam ini.
Inilah Wilayah Iman, yang pada gilirannya hanya mampu
menggumamkan kata kagum “Subhanallah”, dan tak akan pernah
dirasakan oleh ilmuan vrijdenker (bebas agama) atau atheis sepanjang
zaman.
Andai kata perjalanan di ma’arij itu menjadi dasar bahasan
perjalanan mi’raj, dalam kadar sehari berbanding 50.000 tahun, niscaya
perjalanan itu akan berkecepatan 18 juta kali perjalanan kecepatan
teknologi transportasi modern, dalam perhitungan manusia berdimensi
ruang dan waktu.
Peristiwa kedua ini lebih menakjubkan dari peristiwa pertama.
Lebih susah membayangkan dan sulit menerimanya, bila hanya
mengandalkan kemampuan rasio semata. Akan sangat mudah
Balimau Gadang
Perbauran Adat
Dengan
Agama Islam
di Minangkabau
T
idak berapa lama lagi, kita akan memasuki Bulan Ramadhan. Bagi
umat Islam, Ramadhan merupakan satu bulan mulia yang
senantiasa ditunggu secara khusus dan penuh kegembiraan. Bulan
ibadah dan bulan pengampunan. Keyakinan ini telah mengakar hingga
tampak pada prilaku orang-orang dalam menyambutnya dan
menghormatinya. Berbekas pula pada adat kebiasaan anak negeri,
khususnya dibeberapa daerah yang masih kokoh dengan adat
budayanya.
8 saha = sahur,
sahur, satu bentuk Sunnah Rasul yang diujudkan dalam makan parak siang
sebelum terbitnya fajar, menurut bimbingan ibadah shaum (puasa) mendahului imsak
Artimya :
”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu
berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu
(pengikut Taurat dan Injil) agar kamu bertaqwa (tetap terpelihara,
bersih dari dosa dan makshiayat)”. (QS.2, al Baqarah,ayat 183).
benar beriman dan mampu bersyukur (berterima kasih) kepada Allah yang
telah menjadikan manusia dan menyediakan segala sesuatu keperluan
dalam hidup ini.
Dapat dipahami, bahwa ibadah pada umumnya (diantaranya
puasa) adalah kesiapan melaksanakan perintah Allah dengan jujur, yang
secara pasti terlihat pada kesediaan melaksanakan imsak (menahan)
nafsu dari makan, minum, bersebadan (sanggama) suami istri di siang
hari (sejak mulai imsak hingga datangnya waktu berbuka), atau basaha
itu.
Orang Minang memandang puasa dibulan Ramadhan tidak
sekedar hanya menahan makan dan minum yang umum itu. Lebih khusus
lagi, melatih diri dengan teguh menjauhi semua tegah dan mengerjakan
semua suruh.
Bertindak tidak senonoh dan kurang terpuji (seperti bersuara keras,
berbohong, memperkatakan orang (bergunjing), menyakiti perasaan orang
lain), akan mendapatkan peringatan keras karena dianggap bisa
menyebabkan puasa seseorang bata (batal). Inilah yang senantiasa
diingatkan oleh orang tua-tua turun temurun sejak dahulu.
Karenanya puasa adalah arena pelatihan fisik dan kejiwaan, yang
berbekas kepada tindak laku disiplin diri dalam mengangkat harkat
martabat (izzatun-nafs).
Ibadah puasa adalah ibadah besar yang tegolong kepada jihadun-
nafs (pembentukan watak) sabar, setia, taat, dan sifat utama lainnya.
Sesuai bimbingan Rasulullah SAW ;
Artinya :
”Siapa saja yang melaksanakan puasa (shaum) Ramadhana
dengan iman dan ihtisab (perhitungan-perhitungan menurut syarat-
syarat puasa, memelihara segala aturan-aturan puasa), maka di
ampuni dosa-dosanya terdahulu”. (Al Hadist).
Balimau
Khusus di Minangkabau (Sumatera Barat), Ramadhan telah
dipandang sebagai bulan yang dinantikan dan sangat di rindui.
Masyarakat sudah terbiasa menyambutnya dengan suatu acara khas
yang hampir teradatkan, dan hampir merupakan penggambaran dari
rangkaian adat bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Satu contoh
kedatangan-nya kita nanti dengan acara balimau.
Walaupun tidak ada nash yang mendukung sebagai satu kaitan
ibadah wajib atau sunat dalam menyambut Ramadhan, akan tetapi
kebanyakan masyarakat kita telah mengadopsinya sebagai suatu kegiatan
yang punya kaitan erat dengan ibadah Ramadhan (shaum).
Kondisi ini sesungguhnya bisa dinilai positif. Karena pada masa
dulu itu kita melihat yang di kembangkan dalam acara balimau adalah
yang dikenal dengan “jelang men-jelang”, yakni anak dan menantu
mendatangi orang tua dan mertua, kemenakan mendatangi mamak dan
karib kerabat. Indah sekali.
Kegiatan seperti itu menjalin satu hubungan yang harmonis dengan
makin eratnya tali silaturrahmi diantara keluaarga dekat dan jauh, serta
terhubungkannya persaudaraan sesama. Yang jauh pulang menjelang,
yang dekat datang bertandang.
Sedikit banyak dibawa pula antaran sebagai tanda telah datang
hari baik dan bulan baik. Semua wajah jadi gembira, hati bersih dan muka
berseri-seri. Insya Allah malam harinya masjid, surau dan langgar penuh
oleh semua lapisan keluarga untuk menunaikan ibadah shalat tarawih,
tadarus Al Quran dan sebagainya. Keteraturan jelas sekali, yang tua-tua
menduduki tempat di depan, anak-anak tertib di belakang, tergambar
nyata satu susunan kehidupan masyarakat dengan ikatan aturan-aturan
ketat yang terpelihara turun temurun. Yang tua di hormati, yang kecil
disayangi.
Melalui tatanan itu terasa sekali nikmat datangnya Ramadhan
setiap tahun menjadi idaman dan penantian.
Akan tetapi, pada masa akhir-akhir ini dambaan dan idaman serupa
jarang ditemui. Kecendrungan membaurkan antara yang hak dan yang
bathil, antara suruhan dan tegah, antara ibadah dan makshiyat, sudah
menjadi suatu kebiasaan dalam kenyataan yang sangat mencemaskan.
Acara-acara balimau, tidak lagi menggambarkan rasa
persaudaraan (ukhuwwah). Kebersihan (ikhlas) telah banyak di bumbui
oleh hura-hura dan foya-foya.
Perubahan dan pergeseran nilai-nilai budaya terasa sekali
menerpa. Corak warna penyambutan suatu ibadah yang sakral dan ritual
telah mulai hilang sirna. Yang banyak tersua adalah pembauran muda
DIBAWAH NAUNGAN
SYARI'AT ISLAM
Besarkan Allah
Alunan zikir menyebut asma Allah, dengan takbir, tahlil dan tahmid,
di kumandangkan tatkala melepas bulan Ramadhan. Kalimat takbir adalah
syiar kaum Muslim sepanjang masa, yang dengannya shalat di mulai,
azan di kumandangkan, iqamat di awali, bahkan sembelihan hewan
qurban di laksanakan. Kalimat ini pula dipakai memasuki idul-fithri setiap
tahun. Takbir telah menjadi kekuatan bagi mujahid (para pejuang) di
medan laga. 10
Mengagungkan Allah Yang Maha Besar, adalah ciri
Muslim dalam mengakui besarnya nikmat anugerah Allah yang melahirkan
sikap tawadhu' (sikap hormat atau tahu diri) dihadapan Allah Yang Maha
Kuasa.
Gejala ini tampil pada generasi yang tercerabut dari akar budaya
(tamaddun), suatu perkembangan yang sangat di takuti menimpa generasi
baru (new-generation) di Asia (Asean) di masa datang, antara lain ;
1. Kehidupan pra-globalisasi telah menyajikan suatu gejala
masyarakat ber kehidupan materialistik dan individualis, yang
tampak jelas pada hilangnya tatanan bermasyarakat kebersamaan
(kurang bersilaturrahmi). Akibat nyata yang terasakan di daerah-
daerah terpencil (IDT) ialah ;
• mulai merenggangnya hubungan kekerabatan,
• hilangnya rasa tanggung jawab bersama,
10 Kalimat takbir "Allahu Akbar, La Ilaaha Illa Allah, Allahu Akbar Wa lillahil-hamd" artinya
Allah Maha Besar, Tiada yang berhak di sembah kecuali hanya Allah semata, Allah maha
Agung, untuk-Nya segala puji-pujian. Pernyataan ini mulai di kumandangkan oleh
Rasulullah SAW tatkala Futuh Makkah, mengantisipasi gejolak rasa gembira atas
kemenangan fisik Mukmin terhadap kaum Musyrikin Quraisy yang telah melakukan
penindasan fisik dan psikis sebelumnya. Gejolak rasa (kegembiraan dan kemenangan)
tanpa batas berkecendrungan membawa seseorang kepada kesombongan dan
pembalasan dendam yang berakhir dengan perampasan materi yang bisa berakibat
menindas hak orang lain. Karena itu setiap kegembiraan dalam Agama Islam di kaitkan
kepada rasa syukur kepada Allah, seperti dengan mengucapkan tahmid Alhamdulillah
atau takbir memuji kebesaran Allah, serta Tahlil (sebagai satu zikir yang afdhal).
Sebagai contoh tatkala Bung Tomo, menandai berawalnya perang menumpas penjajah di
persada pertiwi bulan Nopember 1945 dan arek-arek Suroboyo, membakar semangat
pejuang dengan Takbir ini.
(taqwa) dengan menjauhi sikap hidup yang tak tahu diri; "laa takuunuu
kal-ladziina nasullaha, fa ansaahum anfusahum", artinya "janganlah kamu
menjadi kelompok yang melupakan Allah, karena akibatnya adalah Allah
akan menjadikan kamu lupa terhadap dirimu sendiri" . Lupa diri akan
12
berujung dengan lupa daratan, dan tersesat dalam pelayaran hidup ini.
Kaedah Agama Islam menyebutkan, " man 'arafa nafsahu faqad 'arafa
rabbahu ", artinya siapa yang ingat dirinya akan mengenal tuhannya.
Sebaliknya, "yang melupakan tuhannya jua yang selalu berpeluang lupa
kepada diri sendiri". Inilah hakekat mendasar "kembali kepada fithrah" . 13
Sempurnakan ibadah
Berbeda dengan kebanyakan perayaan yang lazimnya berbungkus
kegembiraan glamourious, hura-hura atau foya-foya dalam ukuran
kebendaan, maka Perayaan Idul Fithri adalah rakitan ibadah sebagai
rangkaian kewajiban "la'allakum tasykurun", atas nikmat-nikmat Allah yang
telah di anugerahkan-NYA.
11Sebaliknya, siapa yang harinya sekarang sama saja dengan hari kemarin itu tandanya
orang-orang yang merugi, bahkan disesaalkan sangat orang yang hari ininya lebih buruk
dari hari kemarin, itulah orang (bangsa) yang terkutuk (Al Hadist).
12 QS. Al Hasyar (59) ayat 18-19.
13 Dalam Islam ada dua hari raya, dikenal dengan (1) IDUL FITHRI, artinya kembali
kepada fithrah dan (2) IDUL ADH-HA artinya kembali melakukan pemotongan hewan
qurban mengikut sunnah Nabi sejak dari Ibrahim AS. Hari Raya ('Id) dalam Islam adalah
ibadah, dilaksanakan sebagai satu keharusan dalam bersyukur kepada Allah SWT.
14 QS.Adz-
QS.Adz-Dzariyat, ayat 56
berkualitas memiliki harga diri (Izzah) yang ditandai oleh tidak mau
meminta kiri dan kanan. Artinya adalah masyarakat mandiri (self- help)
yang bergerak menjadi mutual-help, kemudian bersikap selfless- help.
Masyarakat yang senang menerima dan suka menampung, pada
gilirannya akan menjerumuskan bangsa kepada kerelaan menjual diri
atau pelecehan nilai-nilai bangsa.
Uungkapan Umar bin Khattab RA. menyimpan satu rahasia besar, "
harrik yadaka unzil 'alaika ar-rizqa " artinya adalah "gerakkan tanganmu,
Allah akan menurunkan untukmu rezeki". Sikap ini tertumpu kepada sikap
masyarakat yang proaktif dan produktif.
Masyarakat integratif
Kesempurnaan berhari raya ( termasuk idul fithri = kembali kepada
fithrah ), yang secara hakiki bernilai kesucian atau sesuai fithrah kejadian.
Nikmat ini akan terasa bermakna bila di iringi dengan peduli kepada orang
sekeliling, terutama kepada yang belum bernasib baik (fuqarak wal
masakin), sebagai pembuktian dari rasa syukur.
17 Seorang orientalis menulis tentang Islam ; "Islam is indeed much more than a system
of theology but its a completed civilization"
18QS. Al Baqarah (2) ayat 257, lihat juga QS. 5 (al Maidah) :16; QS. 57 (Al Hadid): 9;
QS. 65 (ath-Thalaq) :11.
19 Al Quran menyebutkan salah satu nilai dari idul fithri adalah "la'allakum tasykurun",
supaya kamu mensyukuri nikmat Allah atas di berikannya hidayah (petunjuk), lihat
QS.2:184. Umpamanya pada hari raya idul adhha (hari raya Hajji) di warnai dengan
menyantuni orang-orang keliling (fuqarak wal masakin) dengan daging sembelihan
hewanqurban.
Mawaddah fil qurba atau hubungan tali rasa yang di ikat oleh keimanan (keyakinan)
tauhid pada masa sekarang sudah tidak di hiraukan oleh masyarakat maju, terutama di
Barat, karena kehidupan yang di warnai oleh aliran materialistik dan individualistik, yang
secara pasti menjalar dengan cepat kenegeri-negeri yang tengah berkembang
(development countries), sehingga terjadi pergeseran nilai-nilai budaya.
20Agama Islam mengajarkan hubbul wathan minal iman sebagai rangkaian ibadah. Kiat
ibadah inilah yang telah terbukti berhasil menggerakkan umat merebut kemerdekaan dari
tangan penjajah 52 tahun lalu, dan memelihara nilai berketuhanan dalam negara
Republik Indonesia pada 32 tahun lalu dengan lahirnya Orde Baru.
Al Quran menjelaskan adanya hubungan vertikal dengan Allah (hablum minallah) dan
horizontal sesama manusia (hablum minannaas) yang perlu dijaga, sebagai suatu
rangkaian ibadah (lihat QS.3-Ali Imran, ayat 112). Yang di tumbuhkan dengan kiat ibadah
ini adalah mendalamnya rasa peduli kepada orang lain, serta sikap rela memberi
(shadaqah). Memberi adalah gambaran moralitas terpuji yang dimiliki oleh masyarakat
berkualitas, masyarakat yang memiliki izzah (kemuliaan), dan pada hakekatnya setiap
umat Muslim di ajar untuk menjadi orang kaya melalui ruhul infaq (jiwa suka memberi).
Hidupkan Silaturrahmi
Ajaran agama Islam menyebutkan "barangsiapa menginginkan
rezekinya bertambah, panjang usianya, senang kehidupannya,
mendapatkan syorga tempat tinggalnya, membuktikan keimanannya
kepada Allah dan hari akhirat, kewajibannya adalah menghubungkan
silaturrahim". Ajaran Islam seperti ini terungkap dalam banyak
hadist-hadist Rasulullah SAW . 27
syari'at yang jelas dan aqidah (tauhid) yang mengikat tatanan masyarakat
yang rukun, damai, aman dan sejahtera, dengan tali silaturrahmi yang
ikhlas.
Tunaikan kewajiban
Ada kewajiban bersama untuk saling memaafkan. Ada hak untuk di
maafkan. Ada kewajiban saling asih-asuh-asah, supaya masing-masing
menerimakan hak berupa "hayatan thaiyyibah" atau hidup yang thayyibah,
bersih dan tertib. Pahala menanti bila ada kesediaan pertama
memaafkan orang lain, pahala juga menanti tatkala mau menerima
kemaafan orang lain. Hina orang yang menghindar dari pemeliharaan
hubungan kekerabatan (berbangsa). Kehinaan bagi orang yang tidak hirau
27 Salah satu hadist Rasulullah SAW menyebutkan “man “man ka^na yu’minu billahi wal
yaumil akhir fal yashil rahimahu”,
rahimahu”, artinya siapa yang benar-benar beriman kepada Allah
dan hari akhir hendaklah dianya memperhubungkan tali silaturrahim.
28 Lihat juga QS.2:83, 4:36, 8:41, 16:90, dan 59:7.
LABBAIKA
ALLAHUMA LABBAIKA
(MAKBUL-NYA DO'A NABI IBRAHIM)
29 “Kullukum ra^’in wa kullukum mas^ulun ‘an ra’iyyatihi”,
ra’iyyatihi”, bahwa setiap orang adalah
pemimpin dan setiap pemimpin akan diminta pertanggungan jawab dari
kepemimpinannya (Al Hadist)._
30 Ada kaedah berbunyi; "man lam yardhaa bi qadhaa-i, wa lam yashbir 'ala balaa-i, fal
yathlub rabban siwaa-i" artinya, "bagi yang tak redha dengan ketentuan-KU, tak
shabar dengan cobaan-cobaan-KU, silahkan cari saja Tuhan yang lainnya selain dari
AKU", dan mustahillah mencari tuhan yang lain dari Allah, kecuali bertuhan kepada
selain Allah.
Makna yang dalam dari kutipan Firman Allah ini, akan memenuhi
rongga hati, insan yang beruntung. Yang menampakkan kaki di keliling
Ka'bah. Yang dengan penuh kesadaran mengaku salah, Yang dengan
kejujuran melakukan interospeksi dan koreksi. "Wahai Tuhanku, sudah
banyak ni'mat MU kepadaku yang kucicipi. Namun aku sadar kini. Lebih
banyak dosaku yang telah kulalui. Ampunilah aku, Wahai Tuhanku. Tiada
yang mampu mengampuni, kecuali ENGKAU sendiri". Do'a inipun
berulang kali diucapkan. Disetiap mendekati Hijr Islmail. Setiap kali
dengan kesadaran yang tinggi.
"Kesadaran yang tinggi itulah sebenarnya modal dalam
pembangunan.
Insya Allah.
Padang, 25 Syawal 1411 H/10 Mei 1991 M.
PENGALAMAN
MENJADI TAMU NEGARA
Berkurangnya Nikmat Membawa Rahmat
Suatu hari di tahun 1992 ketika saya berada di Padepokan Budi Mulia,
Padang, telepon berdering menyebut nama saya. Saya berge- gas
menjawab
telpon tersebut. Tidak dinyana, telpon tersebut berasal dari almukarram
Abah Muhammad Natsir dari Jakarta. Perintah beliau singkat, saya harus
mempersiapkan paspor dan harus berada besok harinya di Jakarta.
Dengan
bergegas, saya pulang ke rumah dan menyampaikan pesan Abah kepada
isteri
saya di rumah.
Isteri maklum, jika ada perintah dari Abah dari Jakarta, saya tidak
bisa menolak dan harus berangkat kemana saja dan kapan saja. Saya
mempersiapkan
diri dengan memakai tas dan dua helai pakaian.
Saya tidak tahu apa keinginan Abah terhadap diri saya, yang saya ketahui
adalah saya harus berangkat ke Jakarta. Saya sampai di Jakarta dengan
membawa
bekal apa adanya, antaranya dua helai pakaian untuk saya pakai sehari-
hari.
Termasuk pakaian pengganti yang saya simpan pada tas sekolah mirip
kepunyaan
anak saya.
Dalam hati, saya tidak hanya menghadiri sidang tersebut, tetapi saya
juga mempunyai niat untuk melaksanakan ibadah haji. Abah berpesan
agar
saya hati-hati di rumah orang dan pandai membawakan diri sebagai tamu.
Apalagi, saya mewakili sebuah nama besar. Abah DR. Muhammad Natsir.
<P>Pesan ini diiringi oleh uang yang diberikan Abah sejumlah US$ 300.
Uang
ini terlalu sedikit untuk mereka yang ingin menunaikan ibadah haji. Namun
saya berketatapan hati untuk terus berangkat. Saya berangkat
menggunakan
pesawat Saudia, sebuah maskapai pener- bangan pemerintah Arab Saudi,
setelah
sebelumnya saya menelpon isteri di rumah yang kaget mengetahui saya
harus
tiba-tiba be- rangkat ke tanah suci Mekah. </P>
dua helai pakaian ihram untuk saya pakai. Pakaian ihram ini kemudian
memungkinkan
saya dapat bergabung dengan para jemaah haji lainnya di embarkasi haji.
</P>
<P>Hati saya berubah setelah seorang berhegal putih bersih dan tampan
masuk
kedalam ruangan, menyalami saya dan bertanya apakah saya utusan
Abah Muhammad
Natsir dan bagaimana keadaan saya dan juga keadaan Abah yang
ditinggalkan.
</P>
<P>Mobil yang terdiri dari tiga ruangan ini merupakan mobil mewah
pertama
yang belum pernah saya lihat dan saya jumpai sebelumnya. Di dalamnya
tersedia
fasilitas pesawat telpon, televisi dan kulkas berisi minuman. </P>
<P>Kalau begitu, saya berketatapan hati lebih baik tidur saja di lantai
Masjidil Haram, daripada kembali ke ruangan hotel mewah ini. Tatkala
saya
diajak ke kota Mekah, tanpa berpikir panjang, saya sambut dengan
Alhamdulillah.
Mobil limousine mewah yang semalam, sudah menunggu di luar untuk
membawa
saya meninggalkan hotel ini menuju Masjidil Haram dengan bekal tas
sekolah
berisi lembar pakaian, satu-satunya bekal yang dibawa dari Indonesia.
</P>
<P>Dua hari dua malam (6 dan 7 Zulhijjah) saya tinggal dan tidur di lantai
Masjidil haram. Perasaan saya lega gembira tatkala saya mendapati di
luar
masjid seorang tukang jual roti menawarkan 2 rial untuk sepotong roti
besar
yang tak habis sekali makan, ditambah secangkir kopi susu.</P>
<P>Di hotel saya disambut oleh saudara Hamdan Amir BA, petugas
Kementrian
Haji Saudi yang berasal dari Bugis dan telah bermukim di Mekah sejak
empat
generasi sebelumnya. </P>
<P>Rupanya, dia telah mencari-cari saya selama dua hari, dan malah
telah
memberi tahu Abah di Jakarta bahwa saya termasuk jamaah yang telah
hilang.
Dia sangat heran, entah kemana hilangnya tamu negara selama beberapa
hari
sejak meninggalkan hotel mewah. Dia bertanya, kemana saja dalam dua
hari
ini? Dengan pendek dan sangsi saya menjawab, saya diundang untuk
beribadah,
maka saya berada di Masjidil Haram. </P>
<P>Akan tetapi, hari ini adalah hari terakhir kami berada di Mekah (tidur
di hotel), karena pada hari itu pula, saya dan rombongan sudah harus
beranagkat
ke Mina, untuk melaksanakan wajib Haji. Selanjutnya, segala bentuk
protokoler
telah diatur oleh Wazaratul Haj wal Auqaf. </P>
<P>Waktu ditanyakan apa saja oleh-oleh yang saya bawa dari Arab
Saudi.
Jawab saya: "Tidak ada! Kecuali sebuah kesempatan besar, dapat
melaksanakan
ibada haji." </P>
<P>Hikmah yang saya tangkap dari peristiwa perjalanan haji tahun 1992
ini
(saat terjadinya peristiwa Mina) adalah kesempatan yang diberikan Allah
supaya saya dapat melaksanakan ibadah wajib dengan sempurna,
ditambah dengan
ibadah sunat yang lain, memenuhi pelaksanaan tugas almukarram Abah
DR.
Muhammad Natsir. </P>
Air minum susah dicari. Listrik mati. Roti habis. Minyak terbakar. Ranjau
dan bom "puluhan ribu ton" meledak. Padang pasir yang panas menjadi
membara. Pemusnahan manusia oleh manusia sedang berlangsung.
"Zhaharal fasaadu fil barri wa bahri, bima kasabat aidin nass". "Adegan
penghancuran didarat dan dilaut, karena hasil buah tangan manusia
sendiri. Terlihat nyata".
Bom pertama meledak menghancurkan bangunan perdamaian.
Rudal kedua meledak menghancurkan jembatan persahabatan. Ranjau
ikut menyapu tali-tali persaudaraan. Pesawat tempur melesat setiap detik.
Menghapus kebenaran sebuah informasi. Ujung bedil telah menggantikan
kefasihan lidah dan tajamnya mata pena. Kebijakan berganti dengan
pemusnahan. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'uun.
Para pakar sibuk menganalisa. Mengumpul fakta dan bukti
Lamakah perang ini. Tiga hari. Satu minggu saja lebih logis. Satu bulan,
itu lebih tepat dikata tiga puluh hari. Ternyata 1001 jam atau empat puluh
dua hari. Satu kenyataan sulit dicari. Dinegeri yang menyimpan seribu
satu misteri. Seribu satu kemungkinan bisa terjadi.
Namun peang belum berakhir hanya ketika salak bedil berhenti.
Pasca perang sesuatu yang lebih berat lagi. Perbaikan tatanan sosial
yang mapan. Pembangunan kembali sarana yang telah hancur. Semua
memerlukan dana dan tenaga yang besar. Waktu dan kesabaran amat
diperlukan. Masalah yang dihadapi lebih kompleks. Mengatasi masalah
pengungsi dan tatanan ekonomi sering tidak sejalan. Menghadapi
masalah dalam negeri masing-masing kawasan. Pembangunan kembali
hubungan insaniyah, yang telah sampai porak poranda. Seluruh segi
aktifitas manusiawi harus mendapat sentuhan prioritas. Peningkatan dan
pengembangan Ukhuwah Islamiyah, dalam segala aspeknya adalah
pilihan tepat. Pembentukan watak bangsa berdisiplin, dengan "aqidah"
yang kokoh. Kwalitas manusia yang tak dapat diabaikan.
Untuk itu semua, tidak bisa diciptakan hanya dengan seribu satu
hari. Bahkan, tidak bisa hanya dengan semata-mata keandalan teknologi.